Leukosit Sebagai Salah Satu Parameter Kesehatan Rusa Timor (Cervus timorensis) di Usaha Penangkaran Rusa Timor Kecamatan Dawe Kabupaten Kudus

ABSTRACT

THEODORA MEILIANA. Leukocytes as One of Health Parameters of Timor
Deer (Cervus timorensis) in Captive Breeding Business of Timor Deer in Dawe
Sub-district Kudus District. Under direction of CHUSNUL CHOLIQ and ANITA
ESFANDIARI.
The aim of this research is to observe the profile of leukocytes on Timor
deer (Cervus timorensis) as a base data of the leukocytes on Timor deer to be used
as one of health parameters. Research was conducted using blood sample from
twelve Timor stags at hard antler stage and transition from velvet to hard antler
stage. Total leukocyte counting using a haemocytometer, and differentiation of
leukocytes using blood smears stained with 10% Giemsa.    The results are total
leukocyte of adult Timor stag at range 2.95-4.05 x 103/µL with total absolute each
type of leukocyte are eosinophils 0-0.04 x 103/µL, neutrophils 1.49-1.93 x 103/µL,
basophils 0-19.75/µL, monocyte 0-0.04 x 103/µL, and lymphocyte 1.43-2.13 x
103/µL. Persentage for each type of leukocyte are eosinophils 0-2%, basophils 01%, neutrophils 46-53%, monocyte 0-2%, and lymphocyte 47-55%.
In
conclusions, the dominant type of leukocyte on normal adult Timor stag
consecutively are lymphocytes, neutrophils, eosinophils, monocytes, basophils.
Keywords: Cervus timorensis, deer, profile of leukocytes


LEUKOSIT SEBAGAI SALAH SATU PARAMETER
KESEHATAN RUSA TIMOR (Cervus timorensis)
DI USAHA PENANGKARAN RUSA TIMOR
KECAMATAN DAWE KABUPATEN KUDUS

THEODORA MEILIANA TJENDRADJAJA

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011

ABSTRACT

THEODORA MEILIANA. Leukocytes as One of Health Parameters of Timor
Deer (Cervus timorensis) in Captive Breeding Business of Timor Deer in Dawe
Sub-district Kudus District. Under direction of CHUSNUL CHOLIQ and ANITA
ESFANDIARI.
The aim of this research is to observe the profile of leukocytes on Timor
deer (Cervus timorensis) as a base data of the leukocytes on Timor deer to be used

as one of health parameters. Research was conducted using blood sample from
twelve Timor stags at hard antler stage and transition from velvet to hard antler
stage. Total leukocyte counting using a haemocytometer, and differentiation of
leukocytes using blood smears stained with 10% Giemsa.    The results are total
leukocyte of adult Timor stag at range 2.95-4.05 x 103/µL with total absolute each
type of leukocyte are eosinophils 0-0.04 x 103/µL, neutrophils 1.49-1.93 x 103/µL,
basophils 0-19.75/µL, monocyte 0-0.04 x 103/µL, and lymphocyte 1.43-2.13 x
103/µL. Persentage for each type of leukocyte are eosinophils 0-2%, basophils 01%, neutrophils 46-53%, monocyte 0-2%, and lymphocyte 47-55%.
In
conclusions, the dominant type of leukocyte on normal adult Timor stag
consecutively are lymphocytes, neutrophils, eosinophils, monocytes, basophils.
Keywords: Cervus timorensis, deer, profile of leukocytes

RINGKASAN

THEODORA MEILIANA. Leukosit sebagai Salah Satu Parameter Kesehatan
Rusa Timor (Cervus timorensis) di Usaha Penangkaran Rusa Timor Kecamatan
Dawe Kabupaten Kudus. Dibimbing oleh CHUSNUL CHOLIQ dan ANITA
ESFANDIARI.
Rusa Timor merupakan salah satu satwa endemik asli Indonesia.

Keuntungan yang dapat diperoleh dari rusa Timor selain sebagai objek wisata,
dapat pula dijadikan sebagai sumber protein pangan hewani. Tingginya
permintaan daging rusa menyebabkan banyaknya perburuan liar yang dilakukan
sehingga populasi rusa menurun. Untuk menjaga kelestariannya, maka banyak
instansi yang membuat penangkaran rusa Timor. Faktor penting yang harus
diperhatikan dalam pemeliharaan rusa Timor salah satunya adalah kesehatan yang
dapat menggunakan leukosit sebagai salah satu parameternya.
Penelitian ini bertujuan untuk mengamati profil leukosit pada rusa Timor,
yang dilaksanakan pada bulan Juli 2011. Sampel darah rusa Timor jantan diberi
antikoagulan EDTA dan dihomogenkan. Untuk pengamatan leukosit total,
dilakukan dengan hemositometer, sedangkan diferensiasi leukosit menggunakan
preparat ulas yang diwarnai dengan pewarna Giemsa.
Preparat ulas yang telah diwarnai diperiksa di bawah mikroskop dengan
perbesaran 10 x 100 kali menggunakan minyak emersi. Penghitungan diferensial
leukosit didasarkan pada hasil pengamatan dengan menghitung neutrofil,
eosinofil, basofil, limfosit dan monosit dalam 100 butir leukosit. Nilai absolut
didapat dengan mengalikan persentase masing-masing jenis leukosit dengan
jumlah leukosit total (Weiss & Wardrop 2010). Nilai rataan diferensiasi leukosit
disajikan dalam nilai absolut agar dapat dilihat dinamikanya (Wibawan et al.
2009).

Hasil yang diperoleh leukosit total rusa Timor berkisar antara 2.95-4.05 x
103/µL, dengan total absolut masing-masing jenis leukosit yaitu eosinofil 0-0.04 x
103/µL, neutrofil 1.49-1.93 x 103/µL, basofil 0-19.75/µL, monosit 0-0.04 x
103/µL, dan limfosit 1.43-2.13 x 103/µL. Persentase masing-masing jenis leukosit
adalah eosinofil 0-2%, basofil 0-1%, neutrofil 46-53%, monosit 0-2%, and
limfosit 47-55%. Jenis leukosit yang dominan pada rusa Timor jantan dewasa
normal berturut-turut yaitu limfosit, neutrofil, eosinofil, monosit dan basofil.
Kata kunci

: Cervus timorensis, rusa, profil leukosit

LEUKOSIT SEBAGAI SALAH SATU PARAMETER
KESEHATAN RUSA TIMOR (Cervus timorensis)
DI USAHA PENANGKARAN RUSA TIMOR
KECAMATAN DAWE KABUPATEN KUDUS

THEODORA MEILIANA TJENDRADJAJA

Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Kedokteran Hewan pada
Fakultas Kedokteran Hewan

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul Leukosit sebagai
Salah Satu Parameter Kesehatan Rusa Timor (Cervus timorensis) di Usaha
Penangkaran Rusa Timor Kecamatan Dawe Kabupaten Kudus adalah karya saya
dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalan Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.


Bogor, Oktober 2011

Theodora Meiliana
NIM B04070155

© Hak Cipta Milik IPB, tahun 2011
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan pustaka suatu masalah dan pengutipan tersebut tidak merugikan
kepentingan yang wajar IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.

LEMBAR PENGESAHAN
Judul Skripsi

: Leukosit Sebagai Salah Satu Parameter Kesehatan
Rusa Timor (Cervus timorensis) di Usaha

Penangkaran Rusa Timor Kecamatan Dawe
Kabupaten Kudus

Nama

: Theodora Meiliana Tjendradjaja

NIM

: B04070155

Disetujui

Drh. Chusnul Choliq, MS. MM

Dr. Drh. Anita Esfandiari, MSi.

Pembimbing 1

Pembimbing 2


Diketahui

Dr. Nastiti Kusumorini
Wakil Dekan FKH IPB

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa
karena atas rahmat dan karunia-Nya, penelitian dan skripsi dapat diselesaikan.
Skripsi dengan judul “Leukosit Sebagai Salah Satu Parameter Kesehatan Rusa
Timor (Cervus timorensis) di Usaha Penangkaran Rusa Timor Kecamatan Dawe
Kabupaten Kudus” disusun untuk mendapatkan gelar sarjana pada Fakultas
Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah
membantu dalam penyelesaian penulisan skripsi ini. Ucapan terima kasih penulis
sampaikan kepada:
1.


Drh. Chusnul Choliq, MS. MM selaku pembimbing pertama dan Dr. Drh.
Anita Esfandiari, MSi. Selaku pembimbing kedua atas segala arahan,
bimbingan, waktu dan kesabaran yang telah diberikan kepada penulis
selama penulisan skripsi. 

2.

Dr. Drh. Sus Derthi Widhyari M.Si selaku dosen penilai, dan drh. Agus
Wijaya, M.Sc, Ph.D selaku dosen moderator. 

3.

Dr. Dra. Iis Arifiantini, M.Si selaku dosen pembimbing akademik yang
selalu memberi semangat pada penulis untuk menyelesaikan skripsi.

4.

Bu Marlene, Pak Daud Syamsudewa, drh. Ari, drh. Edward, Pak Bondan
yang sangat membantu dan memberi semangat saat pengambilan sampel di
Kudus.


5.

Bapak H. Yusuf Wartono selaku pemilik Usaha Penangkaran Rusa Timor
Kecamatan Dawe Kabupaten Kudus beserta staf yang membantu.

6.

Keluarga terkasih (Papi, Mami, Jobu, Toce, Sa’i) yang selalu memberi
dukungan mental dan doa dalam penyelesaian skripsi.

7.

Krisostomus Caesar Yanto Nugroho beserta keluarga.

8.

Pak Djajat, Pak Suryono, Pak Kamidi yang membantu di Laboratorium
Patologi Klinik.


9.

Sike, Uwen, Wisnu, Cupi, Septi untuk dukungan dan semangat yang
diberi.

10.

Sahabat dan teman seperjuangan Siska Sitanggang, Swannie Lie, Melia
Christian, Sheila, Arie Wahyuningsih, Lidya Elisabeth, Elsye Minar, Arie
Marjan.

11.

Persekutuan Fakultas Kedokteran Hewan.

12.

Angkatan 44 Gianuzzi FKH IPB, terima kasih atas persaudaraan yang
berharga.

13.

Pihak-pihak yang penulis tidak dapat sebutkan satu persatu, namun tidak
menghilangkan rasa hormat dan terima kasih atas bantuan dan dukungan
yang telah diberikan kepada penulis.
Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa melimpahkan karunia-Nya

kepada kita. Penulis juga menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna.
Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun. Semoga
skripsi ini dapat menambah wawasan bagi dunia veteriner.

Bogor, Oktober 2011

Penulis

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Medan pada tanggal 30 Mei 1989. Penulis adalah
anak ketiga dari tiga bersaudara, putri pasangan Laurentius Effendy Tjendradjaja
dengan Lina Halimoen.
Penulis menyelesaikan pendidikan di TK Fajar Medan 1993-1995,
Sekolah Dasar Santo Yoseph 1 Medan pada tahun 1995-2001, SMP Santo
Thomas 1 Medan pada tahun 2001-2004 dan SMU Santo Thomas 1 Medan pada
tahun 2004-2007. Pada tahun 2007, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor
melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB), Fakultas Kedokteran
Hewan.
Selama mengikuti perkuliahan penulis berpartisipasi dalam organisasi
mahasiswa, yaitu Keluarga Mahasiswa Katolik IPB (KEMAKI) dan Himpunan
Profesi Hewan Kesayangan dan Satwa Akuatik (HKSA) di FKH IPB.

DAFTAR ISI
Halaman

PRAKATA ............................................................................................................ viii
DAFTAR TABEL .................................................................................................xii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................xiii
PENDAHULUAN ................................................................................................1
Latar Belakang ..........................................................................................1
Tujuan .......................................................................................................3
Manfaat .....................................................................................................4
TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................................5
Rusa Timor ................................................................................................5
Darah .........................................................................................................7
Leukosit .....................................................................................................8
Diferensiasi Leukosit ................................................................................9
Neutrofil ........................................................................................10
Eosinofil ........................................................................................11
Basofil ...........................................................................................13
Monosit .........................................................................................14
Limfosit .........................................................................................14
Eritrosit ....................................................................................................14
Giemsa .....................................................................................................15
BAHAN DAN METODE .....................................................................................16
Waktu dan Tempat Penelitian ...................................................................16
Bahan dan Alat ..........................................................................................16
Materi Penelitian .......................................................................................16
Metode Penelitian .....................................................................................16
HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................................19
Jumlah Leukosit Total ...............................................................................19
Faktor yang mempengaruhi leukosit total .....................................20
Diferensial Leukosit ..................................................................................21
Neutrofil ........................................................................................22
Eosinofil ........................................................................................24
Basofil ...........................................................................................26
Limfosit .........................................................................................28
Monosit .........................................................................................30
SIMPULAN DAN SARAN ..................................................................................33
Simpulan ...................................................................................................33
Saran .......................................................................................................33
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................34

DAFTAR TABEL
Halaman
1. Kisaran komponen sel darah rusa Sambar (Cervus unicolor) di kebun
Kebun binatan Ragunan Jakarta .......................................................................10
2. Jumlah leukosit total pada rusa Timor hasil penelitian dibandingkan
dengan rusa Sambar, dan rusa Bawean ............................................................20
3. Rataan persentase eosinofil, basofil, neutrofil, monosit, dan limfosit
pada rusa Timor ...............................................................................................22
4. Perbandingan persentase neutrofil rusa Timor dengan rusa Timor*,
rusa Sambar*, dan rusa Bawean* ....................................................................24
5. Perbandingan persentase eosinofil rusa Timor dengan rusa Timor*,
rusa Sambar*, dan rusa Bawean* .....................................................................25
6. Perbandingan persentase basofil rusa Timor dengan rusa Timor*,
rusa Sambar*, dan rusa Bawean* ....................................................................28
7. Perbandingan persentase limfosit rusa Timor dengan rusa Timor*,
rusa Sambar*, dan rusa Bawean* ....................................................................29
8. Perbandingan persentase monosit rusa Timor dengan rusa Timor*,
rusa Sambar*, dan rusa Bawean* ....................................................................32

DAFTAR GAMBAR

Halaman
1. Rusa Timor (Cervus timorensis) ....................................................................6
2. Pembentukan sel-sel darah yang berasal dari stem sel...................................8
3. Morfologi leukosit rusa normal; bar = 10 µm. Neutrofil (A), Eosinofil (B),
Basofil (C) Monosit (D), Limfosit (E). ......................................................... 14
4. Perubahan bentuk eritrosit pada rusa; bar = 10 µm. Eritrosit bentuk
sabit (A) dan bentuk bulat (bikonkaf) (B) ..................................................... 15
5. Neutrofil rusa Timor; bar = 10 µm ............................................................... 23
6. Eosinofil rusa Timor; bar = 10 µm ............................................................... 27
7. Basofil rusa Timor; bar = 10 µm................................................................... 27
8. Limfosit rusa Timor; bar = 10 µm ................................................................ 30
9. Monosit rusa Timor; bar = 10 µm ................................................................. 31

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Indonesia memiliki banyak jenis satwa liar endemik, namun sayangnya
hampir semua populasi satwa liar endemik tersebut berada di ambang kritis,
bahkan hampir mendekati kepunahan (Semiadi 2004). Jenis fauna atau satwa liar
telah banyak dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan seperti daging untuk
kebutuhan protein hewani, sebagai hewan peliharaan, obyek wisata serta sebagai
hewan percobaan biomedis dan obat-obatan.

Salah satu satwa liar yang

mempunyai nilai ekonomi atau komersial yaitu rusa, karena dapat dimanfaatkan
sebagai penghasil daging, kulit, dan ranggah (Nugraha 2009).
Rusa di Indonesia yang mempunyai peluang untuk dibudidayakan, karena
ada beberapa jenis yaitu rusa Timor (Cervus timorensis) yang mempunyai delapan
subspesies, rusa Sambar (Cervus unicolor) dua subspesies, dan rusa totol (Axis
axis) yang merupakan jenis rusa dari India yang sekarang berkembang di Istana
Bogor (Garsetiasih et al. 2004). Daging rusa yang disebut venison, dikenal karena
rendah kandungan kolesterol dan lemak, daging empuk, memiliki rasa yang
spesifik (gamey flavour) dan rendah kalori (Nugraha 2009).
Rusa Timor (Cervus timorensis) merupakan satwa liar endemik yang
dilindungi. Perlindungan ini mulai diberikan karena populasi rusa di beberapa
kawasan Indonesia semakin mendekati kepunahan akibat tingginya tingkat
perburuan oleh manusia.

Secara resmi, pada tahun 1931, empat famili rusa

endemik (rusa Timor, rusa Sambar, rusa Bawean dan kijang) yang ada di
Indonesia dinyatakan sebagai satwa liar yang dilindungi (Noerdjito & Maryanto
2001).
Rusa (Cervus spp.) merupakan hewan yang dilindungi menurut undangundang Ordonansi dan Peraturan Perlindungan Binatang Liar tahun 1931 No. 134
dan 266.

Sejak tahun 1990 pemerintah melalui SK Menteri Pertanian No.

362/KPTS/TN/12/V/1990 pada tanggal 20 Mei 1990, memasukkan rusa sebagai
salah satu satwa yang potensial dikembangkan sebagai hewan ternak (domestik).
Pencanangan swasembada daging mendorong pemerintah mengeluarkan Surat
Keputusan Menteri Pertania n No. 404/Kpts/OT/210/6/2002 (tentang pedoman

perizinan dan pendaftaran usaha peternakan rusa) sebagai upaya sosialisasi yang
lebih luas, baik bagi masyarakat maupun peneliti, untuk lebih memberi perhatian
pada minor livestock (babi, kelinci, burung puyuh) termasuk rusa-rusa endemik
Indonesia (Handarini 2006).
Daging rusa merupakan pangan yang sangat diminati masyarakat di
beberapa daerah, antara lain Bengkulu, Sulawesi Tengah, dan Jakarta.
Peningkatan permintaan daging rusa yang tidak diiringi dengan perkembangan
populasi yang memadai, dapat menyebabkan penurunan populasi sampai dengan
kepunahan. Contohnya di Sulawesi Tengah, Kabupaten Tojo Una-Una, minat
terhadap daging rusa tinggi sehingga dikhawatirkan hewan yang dilindungi ini
punah. Sebagai contoh, pedagang bisa membeli satu sampai dua ekor rusa dalam
sehari dari pemburu (Anonim 2011).
Populasi rusa Timor dewasa secara keseluruhan diperkirakan berkisar
antara 10000 hingga 20000 ekor.

Berdasarkan jumlah populasi dan

penyebarannya, rusa Timor dimasukkan dalam status konservasi vulnerable
(rentan) oleh International  Union  for  Conservation  of  Nature  and  Natural 
Resources (IUCN) Red List. Kategori status konservasi IUCN Red List merupakan
kategori yang digunakan oleh IUCN dalam melakukan klasifikasi terhadap
spesies-spesies berbagai makhluk hidup yang terancam kepunahan (IUCN 2011).
Menurut Semiadi dan Nugraha (2004), upaya pemanfaatan berkelanjutan
potensi satwa rusa Timor (Cervus timorensis) sebagai satwa yang dilindungi di
Indonesia antara lain dapat dilakukan melalui penangkaran sebagai suatu bentuk
usaha pemanfaatan yang dibenarkan dalam UU No. 5 Tahun 1990 dan PP No. 8
Tahun 1999. Dalam rangka pelestarian rusa Timor di Indonesia telah dilakukan
upaya konservasi baik secara in-situ maupun ex-situ. Mengingat sudah banyak
yang mengupayakan konservasi ex-situ dengan cara menangkarkan rusa Timor
yang dilakukan baik oleh instansi pemerintah, swasta dan masyarakat, maka
informasi nilai normal darah perlu dihimpun dan dikembangkan untuk menjadi
rujukan dalam evaluasi kesehatan satwa di penangkaran (Zein 1998).
Salah satu faktor penting yang harus diperhatikan pada proses
pemeliharaan rusa Timor di penangkaran adalah masalah kesehatan. Definisi
sehat menurut World Health Organization (WHO) bukan hanya meliputi

ketidakadaan penyakit atau kelemahan, tetapi meliputi keadaan fisik, mental, dan
kesejahteraan sosial. Pemeriksaan hewan secara klinis dapat dilakukan melalui
inspeksi, palpasi, perkusi, dan uji laboratorium sebagai penunjang atau peneguh
diagnosa.
Penentuan status kesehatan seekor hewan dapat dilihat melalui
pemeriksaan fisik dan uji laboratorium, misalnya pemeriksaan darah (hematologi),
yang meliputi hemoglobin (Hb), hematokrit (PCV), jumlah sel darah merah
(eritrosit, SDM) dan sel darah putih (leukosit, SDP). Untuk mengetahui apakah
suatu kondisi dapat dikatakan normal atau abnormal, maka dibutuhkan hematologi
di atas dan salah satunya data leukosit pada kondisi fisiologis. Leukosit memiliki
inti, dan terbagi menjadi dua kelompok, yaitu granulosit dan agranulosit.
Granulosit terdiri dari neutrofil, eosinofil dan basofil, sedangkan agranulosit
terdiri dari limfosit, monosit dan sel plasma (Guyton 2008).
Gambaran darah, khususnya leukosit, merupakan salah satu parameter dari
pertahanan tubuh, dan bersifat non-fungsional di dalam aliran darah. Leukosit
hanya diangkut ke jaringan ketika dibutuhkan saja (Frandson 1996). Menurut
Stossel (1975), leukosit baru akan menuju benda asing (kemotaksis) dan aktif
melakukan fagositosis bila ada organisme yang menyerang tubuh.
Leukosit merupakan unit yang mobil/aktif dari sistem pertahanan tubuh.
Leukosit ini sebagian dibentuk di sumsum tulang (granulosit dan monosit serta
sedikit limfosit) dan sebagian lagi di jaringan limfe (limfosit dan sel-sel plasma).
Masing-masing jenis leukosit ini dapat mengindikasikan adanya infeksi yang
berbeda. Contohnya pada infeksi cacing, maka jenis leukosit yang tinggi dalam
pembuluh darah perifer adalah eosinofil, sedangkan pada infeksi bakteri jenis
leukosit yang tinggi adalah neutrofil (Effendi 2003).

Tujuan
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengamati profil leukosit
dan diferensiasinya pada rusa Timor di penangkaran dalam status sehat secara
klinis.

Manfaat
Manfaat dari penelitian ini untuk memperoleh data dasar mengenai profil
leukosit pada rusa Timor sehingga dapat digunakan sebagai salah satu parameter
kesehatan.

TINJAUAN PUSTAKA

Rusa Timor (Cervus timorensis)
Rusa (Cervus sp.) adalah salah satu fauna yang tersebar di beberapa
wilayah di Indonesia. Rusa di Indonesia terdiri atas dua genus Cervus yaitu rusa
Timor (Cervus timorensis), rusa Sambar (Cervus unicolor), dan satu dari genus
Axis yaitu rusa Bawean (Axis kuhlii) sebagai satwa endemik asli Indonesia
(Schroder 1976), dan rusa totol (Axis axis) sebagai rusa jenis eksotik yang
didatangkan dari Srilanka dan India (Sudirman 1986). Selain itu ada satu jenis
satwa lain yang seringkali dimasukkan ke dalam kelompok rusa, yaitu kijang
(Muntiacus muntjak) yang juga termasuk dalam famili Cervidae.
Menurut Drajat (2002), taksonomi atau klasifikasi rusa Timor adalah
sebagai berikut:
Kelas

: Mamalia

Subkelas

: Theria

Infrakelas

: Eutheria

Ordo

: Artiodactyla

Sub Ordo

: Ruminansia

Famili

: Cervidae

Sub famili

: Cervinae

Genus

: Cervus

Spesies

: Cervus timorensis

Nama lokal

: Rusa/ Rusa Timor/ Mayung.

Para peneliti yang berkecimpung dalam konservasi rusa menyimpulkan
bahwa rusa Timor terbagi ke dalam delapan subspesies yang tersebar di pulau
Jawa, Sulawesi, Maluku, Sumbawa, Sumba, Timor, Kalimantan Timur, dan
Papua. Jenis rusa tersebut merupakan hewan introduksi (Hardjosentono 1978).
Hewan introduksi adalah hewan yang dimasukkan ke suatu daerah, dan hewan
tersebut sebelumnya tidak terdapat di wilayah tersebut atau dengan kata lain
bukan satwa asli daerah tersebut (Aini et al. 2007). Kedelapan subspesies tersebut
adalah Cervus timorensis russa (rusa di Jawa), Cervus timorensis timorensis
(Pulau Timor, Rote dan Alor), Cervus timorensis floresiensis (Flores dan

kepulauan Alor), Cervus timorensis maccasaricus (Sulawesi), Cervus timorensis
djonga (pulau Buton), Cervus timorensis moluccensis (Maluku, Papua, dan Aru),
Cervus timorensis renschi (Bali dan Sumbawa), dan Cervus timorensis
laronesiotes (Pulau Peucang) (Schroder 1976).
Rusa Timor merupakan rusa tropis ke dua terbesar setelah rusa Sambar.
Dibandingkan rusa tropis Indonesia lainnya, rusa Timor memiliki banyak
keunikan yaitu sebagai kelompok rusa yang mempunyai banyak subspesies dan
nama yang berbeda di daerah yang cukup beragam dan sebagai rusa yang paling
luas tersebar di seluruh negeri.

Bobot badan berkisar antara 40-120 kg,

tergantung pada subspesiesnya.

Pemberian nama lokal cukup beragam,

tergantung pada daerah asalnya. Rusa di pulau Jawa dikenal dengan rusa Jawa, di
pulau Timor sebagai rusa Timor, di Sulawesi sebagai jonga, dan di Kepulauan
Maluku sebagai rusa Maluku. Namun demikian, nama yang paling umum dipakai
dalam bahasa nasional adalah rusa Timor. Rusa Timor di luar negeri disebut
sebagai Russa deer (Semiadi& Nugraha 2004).
Perbedaan antara rusa Timor jantan dan betina dapat dilihat dari adanya
ranggah yang hanya dimiliki oleh hewan jantan. Dari segi warna tubuh, keduanya
didominasi oleh warna cokelat gelap, tetapi pada rusa betina, bagian dagu, leher
depan, perut, berwarna abu-abu putih, dan kaki berwarna cokelat terang
(Pattiselanno et al. 2008).

Gambar 1 Rusa Timor (Cervus timorensis).
Sumber: Setiawan (2010)

Ciri-ciri rusa jantan adalah mempunyai ranggah.

Ranggah tumbuh

pertama kali pada anak jantan umur 8 bulan. Ranggah merupakan jaringan tulang
yang tumbuh keluar dari anggota tubuh dan memiliki siklus tumbuh, mengeras
dan luruh secara berulang dan terus-menerus. Siklus pertumbuhan ranggah erat
kaitannya dengan siklus hormon reproduksi dan musim, sehingga secara tidak
langsung kondisi ranggah dalam keadaan keras berkorelasi kuat dengan keadaan
fisiologi reproduksi.

Saat pertumbuhan ranggah berlangsung, akan diawali

dengan pertumbuhan tulang rawan (kartilago) yang memanjang dan diselimuti
oleh lapisan kulit tipis berbulu, yang disebut velvet. Ketika pertumbuhan ranggah

velvet telah mencapai puncaknya, akan terjadi proses pengerasan jaringan
(kalsifikasi) yang dilanjutkan dengan proses pembentukan tulang (osifikasi)
(Hartanto 2008).

Darah
Darah merupakan cairan yang mengalir dan bersirkulasi ke seluruh tubuh
melalui pembuluh darah dalam sistem kardiovaskular (Colville & Bassert 2008).
Darah membawa berbagai kebutuhan hidup bagi semua sel-sel tubuh dan
menerima produk buangan hasil metabolisme untuk disekresikan melalui organ
ekskresi. Pemeriksaan hematologi pada hewan berfungsi sebagai screening test
untuk menilai kesehatan secara umum, kemampuan tubuh melawan infeksi untuk
evaluasi status fisiologis hewan dan untuk membantu menegakkan diagnosa (Jain
1993).
Darah tersusun atas sel darah (eritrosit, leukosit dan trombosit) yang
bersirkulasi dalam cairan yang disebut plasma (Meyer & Harvey 2004). Jika
darah diberi antikoagulan dan dilakukan sentrifugasi, maka dapat terlihat darah
terdiri dari plasma 55% dan sel 45% yang terdiri dari leukosit, eritrosit dan
trombosit.

Jumlah leukosit lebih sedikit dibandingkan dengan eritrosit dan

trombosit. Menurut Colville dan Bassert (2008), fungsi darah adalah sebagai
sistem transportasi, sistem regulasi, dan sistem pertahanan.
Sumsum tulang merupakan organ tempat dihasilkannya sel darah. Di
dalam sumsum tulang terdapat sel yang disebut stem hemopoietik pluripoten yang
akan berdiferensiasi menjadi sel induk khusus.

Selanjutnya sel ini akan

berdiferensiasi menjadi berbagai jenis sel darah tertentu (Ganong 2003). Proses
pembentukan sel darah dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2 Pembentukan sel-sel darah yang berasal dari stem sel
(Department of Health and Human Services 2006)
Leukosit
Leukosit berasal dari bahasa Yunani yaitu leukos yang berarti putih dan
kytos yang berarti sel. Leukosit merupakan unit yang aktif dari sistem pertahanan
tubuh (Guyton 2008). Leukosit adalah sel darah yang mengandung inti, disebut
juga sel darah putih (Effendi 2003). Leukosit merupakan unit yang mobil/aktif
dari sistem pertahanan tubuh. Leukosit sebagian dibentuk di sumsum tulang
(granulosit dan monosit serta sedikit limfosit) dan sebagian lagi di jaringan limfe
(limfosit dan sel-sel plasma). Setelah dibentuk, sel-sel ini diangkut dalam darah
menuju berbagai bagian tubuh untuk digunakan. Fungsi leukosit adalah sebagai
pertahanan tubuh untuk melawan benda asing yang masuk ke dalam tubuh.
Granulosit dan monosit melindungi tubuh terhadap organisme penyerang terutama
dengan cara mencernanya, yaitu melalui fagositosis. Fungsi utama limfosit dan
sel-sel plasma berhubungan dengan sistem imun yaitu produksi antibodi (Guyton
2008).
Status fisiologis adalah nilai yang menggambarkan kondisi fisiologis rusa.
Rusa yang mengalami gangguan, baik fisik maupun non fisik (stres) akan

mengalami perubahan fisiologis tertentu. Selain itu patokan nilai fisiologis dari
rusa yang sehat dapat dijadikan parameter untuk menentukan kondisi kesehatan
rusa, sehingga perawatan, pencegahan, dan pengobatan dapat dilakukan dengan
tepat (Zein 1998).
Kondisi yang berubah setiap saat akan mengakibatkan perubahan
fisiologis yang akan berakibat juga pada perubahan nilai hematologi. Sebagai
contoh, rusa yang terkena infeksi bakteri secara akut akan memperlihatkan
perubahan suhu tubuh. Perubahan ini akibat aktivitas sistem kekebalan tubuh
yang bekerja melawan agen penyakit. Jika dilihat dari nilai hematologi, jumlah
leukosit dalam darah akan mengalami peningkatan (Ma’ruf et al. 2005).
Respon leukosit muncul pada keadaan fisiologis normal dan patologis.
Manifestasi respon leukosit berupa penurunan atau peningkatan salah satu atau
beberapa jenis sel leukosit. Informasi ini dapat memberikan petunjuk terhadap
kehadiran suatu penyakit dan membantu dalam diagnosa penyakit yang
diakibatkan oleh agen tertentu (Jain 1993).

Diferensiasi Leukosit
Diferensiasi leukosit sangat bermanfaat, tidak hanya untuk mengetahui
persentase leukosit tetapi juga memberikan informasi jika hewan dalam kondisi
anemia atau patogenesa suatu abnormalitas. Pemeriksaan preparat ulas darah
memberikan informasi lebih lanjut mengenai morfologi sel eritrosit, leukosit, dan
trombosit (Mills 1998).
Berdasarkan ada atau tidaknya granul dalam sitoplasma hasil pewarnaan,
leukosit dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu granulosit dan agranulosit
(Colville & Bassert 2008). Leukosit granulosit memiliki butir khas dan jelas
dalam sitoplasma, sedangkan agranulosit tidak memiliki butir khas dalam
sitoplasma (Junqueira & Caneiro 2005).
Morfologi leukosit Cervidae berdasarkan pewarnaan sitokimia dan
ultrastruktur telah dilakukan pada darah putih rusa. Leukosit rusa dan kijang
memperlihatkan morfologi yang sama seperti dengan pewarnaan Romanowsky.
Limfosit dan neutrofil merupakan jenis leukosit terbanyak pada rusa.

Rasio

neutrofil lebih sedikit dibandingkan limfosit, sama atau lebih banyak. Namun

demikian, pada beberapa studi menunjukkan bahwa jenis neutrofil lebih dominan
(Weiss & Wardrop 2010).

Tabel 1 Kisaran nilai normal komponen darah pada rusa Sambar (Cervus
unicolor) di kebun binatang Ragunan Jakarta
Komponen sel darah
BDM (x106/µL)
BDP (x103/µL)
Nilai He. (%)
Kadar Hb. (g/100ml)
Diferensiasi:
ƒ Neutrofil (%)
ƒ Eosinofil (%)
ƒ Basofil (%)
ƒ Limfosit (%)
ƒ Monosit (%)

Cervus unicolor
Min.
Maks.
10.018
11.1
5.21
5.42
48.0
49.0
18.3
21.6
36
3
1
50
1

41
4
3
59
2

Sumber: Yusmin (1998)
Ket:
BDP
= Butir Darah Putih
BDM = Butir Darah Merah
He.
= Hematokrit
Hb.
= Hemoglobin

Neutrofil
Neutrofil disebut juga sebagai polimorfonuklear (PMN), karena inti
memiliki berbagai jenis bentuk dan bersegmen (Tizard 2000). Neutrofil berupa
sel bundar dengan diameter 12 µm, memiliki sitoplasma yang bergranula halus
dan di tengah terdapat nukleus bersegmen. Neutrofil matang/dewasa yang berada
dalam peredaran darah perifer memiliki bentuk inti yang terdiri dari dua sampai
lima segmen, sedangkan neutrofil yang belum matang (neutrofil band) akan
memiliki bentuk inti seperti ladam kuda (Colville & Bassert 2008).
Menurut Junqueira dan Caneiro (2005), neutrofil dikenal sebagai garis
pertahanan pertama (first line of defense). Neutrofil bersama dengan makrofag
memiliki kemampuan fagositosis untuk menelan organisme patogen dan sel debris
(Lee et al. 2003).

Neutrofil merupakan sistem imun bawaan, dapat

memfagositosis dan membunuh bakteri.

Neutrofil akan mengejar organisme

patogen dengan gerakan kemotaksis (Weiner et al. 1999). Kemampuan neutrofil
untuk membunuh bakteri berasal dari enzim yang terkandung dalam granul yang

dapat menghancurkan bakteri maupun virus yang sedang difagosit.

Granul

neutrofil tersebut sering disebut dengan lisosom (Colville & Basster 2008).
Neutrofil diproduksi di dalam sumsum tulang bersamaan dengan sel
granulosit lainnya, kemudian bersirkulasi atau disimpan dalam depo marginal
neutrofil setelah 4-6 hari masa produksi. Neutrofil segera akan mati setelah
melakukan fagosit terhadap agen penyakit dan akan dicerna oleh enzim lisosom,
kemudian neutrofil akan mengalami autolisis yang akan melepaskan zat-zat
degradasi yang masuk ke dalam jaringan limfe. Jaringan limfe akan merespon
dengan mensekresikan histamin dan faktor leukopoietik yang akan merangsang
sumsum tulang untuk melepaskan neutrofil muda untuk melawan infeksi
(Dellman & Brown 1992).
Penyakit yang disebabkan oleh agen bakteri, pada umumnya menyebabkan
peningkatan jumlah neutrofil dan akan tampak neutrofil muda. Jumlah neutrofil
di dalam darah dipengaruhi oleh tingkat granulopoiesis, laju aliran sel darah dari
sumsum tulang, pertukaran antar sel di dalam sirkulasi dan depo marginal, masa
hidup dalam sirkulasi dan laju aliran sirkulasi darah menuju jaringan (Jain 1993).

Eosinofil
Eosinofil merupakan nama yang diberikan oleh Ehrlich yang didasarkan
pada afinitas sel terhadap pewarnaan anionik, seperti eosin (Hirsch & Hirsch
1980).

Menurut Weiss dan Wardrop (2010), sel ini memiliki kemampuan

melawan parasit cacing, dan bersamaan dengan basofil atau sel mast sebagai
mediator peradangan dan memiliki potensi untuk merusak jaringan inang.
Eosinofil juga penting sebagai imunitas dapatan, bawaan, pembentukan jaringan,
dan perkembangan biologi. Eosinofil adalah sel multifungsi yang memegang
peranan fisiologis, dan merupakan fungsi eosinofil untuk melakukan fagositosis
selektif terhadap kompleks antigen dan antibodi.

Eosinofil mengandung

profibrinolisin, diduga berperan mempertahankan darah dari pembekuan.
Kortikosteroid akan menimbulkan penurunan jumlah eosinofil darah dengan cepat
(Effendi 2003).
Eosinofil berkembang di sumsum tulang, dan pada beberapa spesies yang
diuji di laboratorium, eosinofil juga berkembang pada timus, limpa, paru-paru,

dan kelenjar getah bening (Elsas 2007). Diferensiasi dan pematangan eosinofil
terjadi di sumsum tulang selama 2-6 hari, tergantung dari spesies (Weiss &
Wardrop 2010).
Eosinofil merupakan sel yang terdapat di jaringan, terutama pada kulit,
saluran pernapasan dan saluran gastrointestinal.

Lokasi dan jumlah eosinofil

bervariasi tergantung spesies, tahapan siklus estrus, pakan, dan kandungan
histamin dalam jaringan.

Namun demikian, mayoritas populasi eosinofil

ditemukan di saluran gastrointestinal (Mishra et al. 1999).
Menurut Junqueira dan Caneiro (2005), eosinofil berdiameter 10-15 µm,
inti bergelambir dua, sitoplasma dikelilingi butir-butir asidofil yang cukup besar
berukuran 0.5-1.0 µm, dengan jangka waktu hidup berkisar antara tiga sampai
lima hari.

Eosinofil berperan aktif dalam mengatur alergi akut dan proses

perbarahan, investasi parasit, memfagosit bakteri, memfagosit antigen-antibodi
kompleks, memfagosit mikoplasma dan memfagosit ragi.

Basofil
Basofil merupakan leukosit jenis granulosit dengan jumlah paling sedikit
di dalam darah hewan, sekitar 0.5% dari jumlah leukosit total dalam aliran darah
pada hewan yang sehat (Dvorak & Monahan 1985). Proses pematangan basofil
terjadi di dalam sumsum tulang dalam waktu sekitar 2.5 hari.

Basofil akan

beredar dalam aliran darah dalam waktu yang singkat (± 6 jam) tetapi dalam
jaringan dapat hidup selama 2 minggu (Hirai et al. 1997). Basofil akan masuk ke
dalam jaringan sebagai respon terhadap inflamasi (Jain 1993).
Menurut Junqueira dan Caneiro (2005), basofil berdiameter 10-12 µm,
dengan inti dua gelambir atau bentuk inti tidak beraturan.

Granul basofil

mengandung heparin, histamin, asam hialuron, kondroitin sulfat, seroton, dan
beberapa faktor kemotaktik.
Sel mast dan basofil berperan pada beberapa tipe reaksi alergi, karena tipe
antibodi yang menyebabkan reaksi alergi, yaitu Immunoglobulin E (IgE)
mempunyai kecenderungan khusus untuk melekat pada sel mast dan basofil
(Guyton 2008). Bukti keterlibatan basofil dalam reaksi alergi yaitu timbulnya
kondisi rinitis, urtikaria, asma, alergi, konjungtivitis, gastritis akibat alergi, dan

anafilaksis akibat induksi obat atau induksi gigitan serangga (Casolaro et al.
1990).

Monosit
Monosit adalah leukosit berukuran terbesar, berdiameter 15-20 µm dengan
populasi berkisar antara 3-9% dari jumlah leukosit total. Sitoplasma monosit
berwarna biru abu-abu pucat dan berinti lonjong seperti ginjal atau tapal kuda
(Junqueira & Caneiro 2005). Monosit dibentuk di sumsum tulang, dan setelah
dewasa akan bermigrasi dari darah ke jaringan perifer.

Monosit akan

berdiferensiasi menjadi berbagai subtipe jaringan tergantung dari proses inflamasi
yang terjadi. Makrofag di jaringan antara lain sel Kupfer, makrofag alveolar, sel
mikroglia, dan osteoklas (Sharma 1986).
Fungsi monosit adalah 1) membersihkan sel debris yang dihasilkan dari
proses peradangan atau infeksi, 2) memproses beberapa antigen yang menempel
pada membran sel limfosit menjadi lebih antigenik sehingga dapat mudah dicerna
oleh monosit dan makrofag, 3) menghancurkan zat asing yang masuk ke dalam
tubuh (Colville & Bassert 2008).

Limfosit
Limfosit adalah leukosit jenis agranulosit yang mempunyai ukuran dan
bentuk yang bervariasi. Limfosit merupakan satu-satunya jenis leukosit yang
tidak memiliki kemampuan fagositik.

Pengamatan pada sediaan ulas yang

diwarnai, dapat dibedakan terhadap adanya limfosit besar dan limfosit kecil.
Limfosit kecil berdiameter 6-9 µm, inti besar dan kuat mengambil zat warna,
dikelilingi sedikit sitoplasma yang berwarna biru pucat.

Limfosit besar

berdiameter 12-15 µm, memiliki lebih banyak sitoplasma, inti lebih besar dan
sedikit lebih pucat dibandingkan dengan limfosit kecil (Junqueira & Caneiro
2005).
Limfosit memiliki fungsi utama yaitu memproduksi antibodi sebagai
respon terhadap benda asing yang difagosit makrofag (Tizard 2000). Kebanyakan
sel limfosit berada pada jaringan limfoid dan akan bersirkulasi kembali secara
konstan ke pembuluh darah (Colville & Bassert 2008).

Limfosit dapat digolongkan menjadi dua yaitu limfosit B dan limfosit T.
Sel limfosit B akan berdiferensiasi menjadi sel plasma yang berperan dalam
respon imunitas humoral untuk memproduksi antibodi, sedangkan limfosit T akan
berperan dalam respon imunitas seluler (Junqueira & Caneiro 2005). Ilustrasi sel
leukosit rusa dapat dilihat pada Gambar 3 berikut.

A

B

C

D

E

Gambar 3 Morfologi leukosit rusa normal; bar = 10 µm. Neutrofil (A), Eosinofil
(B), Basofil (C), Monosit (D), Limfosit (E).
Sumber: Weiss dan Wardrop (2010)
Eritrosit
Menurut Weiss dan Wardrop (2010), anggota famili Cervidae memiliki
eritrosit dengan karakteristik yang unik. Eritrosit bersirkulasi dalam pembuluh
darah sebagai sel yang berbentuk bulat (bikonkaf), dan memiliki ukuran eritrosit
yang lebih kecil dibanding eritrosit sapi.

Setelah proses pengambilan darah

melalui vena (phlebotomy), eritrosit rusa cenderung berubah menjadi berbentuk
sabit. Eritrosit tidak berbentuk sabit saat pertama kali keluar dari tubuh, tetapi
bentuknya berubah jika darah mengalami alkalinasi, oksigenasi, berada di suhu
ruang atau pada 4 °C.
Fenomena perubahan bentuk ini pertama kali dilaporkan oleh Gulliver
tahun 1840, dan telah diobservasi pada beberapa spesies dari famili Cervidae,
antara lain Rucervus duvaucelii, Muntiacus muntjak, Axis axis, Dama dama, Axis
porcinus, Odocoileus hemionus, Muntiacus reevesi, Cervus elaphus, Elaphurus
davidianus, Cervus elaphus nelson, Cervus timorensis russa,Odocoileus
virginianus, Cervus nippon nippon. Pada pH 7.0, hanya sedikit eritrosit yang
mengalami perubahan bentuk, pada pH 7.4, kebanyakan eritrosit memiliki bentuk
sabit. Selain itu, perubahan bentuk menjadi sabit mengalami peningkatan karena
oksigenasi eritrosit. Penambahan karbon dioksida dapat mengembalikan bentuk

sabit menjadi bentuk bulat (bikonkaf). Ilustrasi perubahan gambar eritrosit dapat
dilihat pada Gambar 4 berikut.

A

B

Gambar 4 Perubahan bentuk eritrosit pada rusa; bar = 10 µm. Eritrosit bentuk
sabit (A) dan bentuk bulat (bikonkaf) (B).
Sumber: Weiss dan Wardrop (2010)
Giemsa
Giemsa adalah zat warna yang terdiri dari eosin dan metilen biru yang
memberi warna merah muda pada sitoplasma dan metilen biru yang memberi
warna biru pada inti. Larutan ini dikemas dalam botol kaca berwarna cokelat.
Giemsa stok harus diencerkan terlebih dahulu dengan mencampurkan 10
mL Giemsa ke dalam 90 mL akuades (Giemsa 10%) sebelum dipakai mewarnai
sel darah. Elemen-elemen zat warna Giemsa melarut selama 40-90 menit dengan
air atau akuades atau air buffer.

Setelah itu semua elemen zat warna akan

mengendap dan sebagian kembali ke permukaan membentuk lapisan tipis seperti
minyak. Oleh karena itu stok Giemsa tidak boleh tercemar air (Depkes RI 1993).

BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dari tanggal 11 sampai 22 Juli 2011 dengan
menggunakan sampel darah rusa Timor jantan yang ditangkarkan di Usaha
Penangkaran Rusa Timor (Cervus timorensis), Kudus, Jawa Tengah. Pemeriksaan
sampel darah dilakukan di Laboratorium Patologi Klinik, Bagian Penyakit Dalam
Departemen Klinik Reproduksi dan Patologi Fakultas Kedokteran Hewan Institut
Pertanian Bogor.

Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan yaitu sampel darah rusa Timor jantan yang telah
diberi antikoagulan potassium EDTA (ethyldiamintetraacetic acid), larutan Turk,
minyak emersi, methanol, Giemsa 10%, aquades, dan xylol. Alat yang digunakan
meliputi blow pipe, disposable syringe¸ kamar hitung Neubauer, gelas obyek,
gelas penutup, pipet kapiler, tabung vakum, bak pewarnaan, kertas label, pensil
2B, mikroskop.

Materi Penelitian
Hewan coba yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 12 ekor rusa
Timor jantan yang sehat secara klinis, ditentukan berdasarkan status presennya
yaitu suhu tubuh, frekuensi napas, dan frekuensi nadi/jantung. Dalam keadaan
fisiologis, suhu rektal rusa Timor berkisar antara 38.5-40 oC, frekuensi napas 2040 x/menit, dan frekuensi nadi/jantung 60-80 x/menit. Rusa Timor jantan yang
digunakan berumur antara 2 tahun 9 bulan sampai 6 tahun, dengan kisaran bobot
badan (BB) antara 48-79 kg. Hewan yang digunakan berada dalam tahap ranggah
velvet yang mengelupas sampai dengan ranggah keras.

Persiapan Hewan
Hewan diambil sampel darahnya dalam keadaan terbius.
dipuasakan terlebih dahulu ± 9 jam sebelum dilakukan pembiusan.

Hewan
Teknik

pembiusan menggunakan blow pipe. Anastesi menggunakan kombinasi xylazine

ketamine dengan dosis masing-masing 1 mg/kg BB yang diaplikasikan secara
intra-muskular (Dradjat 2000). Setelah hewan menunjukkan tanda-tanda sedasi,
segera diberi premedikasi atropin sebanyak 0.3 mg/kg BB (Adams 2001). Hewan
yang telah terbius, segera ditutup matanya dengan kain berwarna hitam dan kaki
difiksir, kemudian diposisikan berbaring ke sebelah kanan.
Pengukuran suhu, frekuensi jantung, frekuensi napas, dan pengamatan
secara fisik dilakukan setelah hewan teranestesi sebagai data pendukung bahwa
hewan tersebut dalam kondisi normal.

Pengambilan Darah
Pengambilan sampel darah sebanyak 20 mL dilakukan pada vena jugularis
kiri menggunakan disposable syringe bervolume 10 mL dengan dua kali
pengambilan.

Sampel darah kemudian dipindahkan ke dalam tabung vakum

berantikoagulan potassium EDTA.

Penghitungan Jumlah Leukosit Total
Penghitungan
hemositometer.

jumlah

leukosit

total

dilakukan

menggunakan

Sampel darah dihomogenkan, kemudian dihisap dengan

menggunakan pipet leukosit dan aspirator sampai tera 0.5. Selanjutnya, larutan
Turk dihisap hingga tera 11, aspirator dicabut kemudian dihomogenkan secara
manual, yaitu dengan cara memutar membentuk angka 8. Selanjutnya sampel
dibuang sekitar 2-3 tetes, setelah itu dimasukkan ke dalam kamar hitung dan
ditutup dengan gelas penutup. Pembacaan jumlah leukosit total dilakukan pada
kamar hitung untuk leukosit menggunakan mikroskop dengan perbesaran 10 x 40
kali.

Pembuatan Preparat Ulas Darah
Preparat ulas darah dibuat dengan menggunakan dua buah gelas obyek.
Darah diambil sedikit dan diteteskan di atas gelas obyek, selanjutnya dengan gelas
obyek yang lain diratakan dengan menempatkan salah satu sisi ujung gelas obyek
sehingga membentuk sudut 30-45o. Gelas obyek digeser dengan cepat sehingga
didapat ulasan darah tipis (Weiss & Wardrop 2010).

Pewarnaan Sediaan Ulas Darah
Preparat ulas darah difiksasi dengan metanol selama 5 menit. Preparat
kemudian diwarnai dengan Giemsa 10% selama 30 menit, setelah itu dibilas
dengan air dan dikeringkan dengan cara dianginkan (Weiss & Wardrop 2010).

Diferensiasi Leukosit
Preparat ulas yang telah diwarnai diperiksa di bawah mikroskop dengan
perbesaran 10 x 100 kali menggunakan minyak emersi. Penghitungan diferensial
leukosit didasarkan pada hasil pengamatan dengan menghitung neutrofil,
eosinofil, basofil, limfosit dan monosit dalam 100 butir leukosit. Nilai absolut
didapat dengan mengalikan persentase masing-masing jenis leukosit dengan
jumlah leukosit total (Weiss & Wardrop 2010). Nilai rataan diferensiasi leukosit
disajikan dalam nilai absolut agar dapat dilihat dinamikanya (Wibawan et al.
2009).
 

HASIL DAN PEMBAHASAN
Jumlah Leukosit Total
Leukosit merupakan unit yang aktif dari sistem pertahanan tubuh (Guyton
2008).

Kondisi tubuh dan lingkungan yang berubah setiap saat akan

mengakibatkan perubahan fisiologis yang akan berakibat juga pada nilai
hematologi (Ma’ruf et al. 2005). Hewan yang digunakan pada penelitian ini
diasumsikan dalam keadaan sehat.

Definisi sehat menurut World Health

Organization (WHO) bukan hanya meliputi ketidakadaan penyakit atau
kelemahan, tetapi meliputi keadaan fisik, mental, dan kesejahteraan sosial.
Peninjauan kesehatan hewan secara klinis dapat dilakukan antara lain melihat
perilaku hewan, nafsu makan, cara bernapas, cara berjalan, konsistensi feses,
pemeriksaan suhu tubuh, dan inspeksi beberapa organ tubuh seperti mata, hidung,
mulut, kulit dan rambut, limfonodus, serta kebersihan daerah anus. Hewan yang
sehat memiliki perilaku yang aktif, nafsu makan yang baik, bernapas secara
normal, cara berjalan dengan koordinasi yang baik, konsistensi feses padat (tidak
terlalu keras), suhu tubuh normal, bola mata bersih, bening dan cerah, hidung
agak lembap, turgor kulit baik, tidak ada luka, rambut bersih, limfonodus tidak
bengkak, dan daerah anus bersih (Widyani 2008).
Jumlah leukosit total pada rusa Timor pada penelitian ini berkisar antara
2.95-4.05 x 103/µL (Tabel 2). Jumlah leukosit total pada rusa Timor ini lebih
rendah jika dibandingkan dengan jumlah leukosit total pada ruminansia kecil lain,
seperti rusa Sambar (5.21-5.42 x 103/µL), dan rusa Bawean (3.97-5.12 x 103/µL)
(Yusmin 1998).
Jika dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan Yusmin (1998) yang
memperoleh kisaran jumlah leukosit total rusa Timor antara 4.17-4.56 x 103/µL,
maka hasil yang diperoleh berada di bawah batas normal.

Namun jika

dibandingkan dengan hasil penelitian Zein (1998) yang memperoleh jumlah
leukosit total pada rusa Timor berkisar antara 2.95-6.60 x 103/µL, maka hasil yang
diperoleh ini masih dalam rentang normal.

Tabel 2 Jumlah leukosit total pada rusa Timor hasil penelitian dibandingkan
dengan rusa Sambar, dan rusa Bawean
Jumlah Leukosit Total (x 103/µL)
2.95-4.05
4.17-4.56*
2.95-6.60**
5.21-5.42*
Rusa Sambar
3.97-5.12*
Rusa Bawean
Keterangan: *
Yusmin (1998)
**
Zein (1998)

Jenis Hewan
Rusa Timor

Yusmin (1998) melakukan penelitian tentang komponen darah pada
beberapa jenis rusa di Indonesia yang ditangkarkan secara ex-situ.

Hasil

penelitian tersebut memperlihatkan bahwa jumlah leukosit total pada rusa Sambar
lebih tinggi dibandingkan dengan jumlah leukosit total pada rusa Bawean dan rusa
Timor.

Faktor yang Mempengaruhi Leukosit Total
Menurut Weiss dan Wardrop (2010), profil hematologi dari Cervidae
dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti umur, jenis kelamin, status reproduksi,
iklim, cara penangkapan, dan penyakit.
(1) Umur
Belum diketahui secara pasti hubungan antara umur dengan jumlah total
dan diferensial leukosit. Weiss dan Wardrop (2010) menyatakan bahwa pada rusa
jantan muda, jenis leukosit yang dominan adalah neutrofil, dan pada saat dewasa
adalah limfosit. Chapple et al. (1991) melakukan percobaan pada rusa totol (Axis
axis) dan menyatakan bahwa pada anak rusa yang baru lahir memiliki jumlah
neutrofil

lebih

banyak

dibandingkan

dengan

jumlah

limfosit,

dengan

perb