Unsur-Unsur Pendaftaran Tanah TINJAUAN PUSTAKA

59 memberikan jaminan kepastian hukum merupakan tujuan utama dalam pendaftaran tanah sebagaimana ditetapkan oleh Pasal 19 UUPA. Maka memperoleh sertipikat, bukan sekadan fasilitas, melainkan merupakan hak pemegang hak atas tanah yang dijamin oleh undang-undang. Dengan terselenggaranya pendaftaran tanah juga dimaksudkan untuk terciptanya suatu pusat informasi mengenai bidang-bidang tanah sehingga pihak yang berkentingan termasuk Pemerintah dengan mudah dapat memperoleh data yang diperlukan dalam mengadakan perbuatan hukum mengenai bidang-bidang tanah dan satuan- satuan rumah susun yang sudah terdaftar. Terselenggaranya pendaftaran tanah secara baik, merupakan dasar danperwujudan tertib administrasi di bidang pertanahan, untuk mewujudkan tertib administrasi pertanahan, setiap bidangtanah dan satuan rumah susun termasuk peralihan, pembebanan, dan hapusnya hak atas bidang tanah dan hak milik atas satuan rumah susun wajib di daftar. 110 Selanjutnya Urip Santoso, berpendapat, bahwa jaminan kepastian hukum sebagai tujuan pendaftaran tanah meliputi: 1. Kepastian Status Hak Yang Didaftar. Artinya dengan pendaftaran tanah, akan dapat diketahui dengan pasti status hak yang terdaftar, misalnya Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai, Hak Pengelolaan, Hak Tanggungan, Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun, atau Tanah Wakaf; 2. Kepastian Subyek Hak. Artinya dengan pendaftaran tanah, akan dapat diketahui dengan pasti pemegang haknya, apakah perseorangan warga negara Indonesia atau orang asing yang berkedudukan di Indonesia, sekelompok orang secara bersama-sama, atau badan hukum badan hukum privat atau badan hukum publik; 2 Untuk melaksanakan fungsi informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf b data fisik dan data yuridis dari bidang tanah dan satuan rumah susun yang sudah terdaftar terbuka untuk umum. 3 Untuk mencapai tertib administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf c, setiap bidang tanah dan satuan rumah susun termasuk peralihan, pembebanan, dan hapusnya hak atas bidang tanah dan hak milik atas satuan rumah susun wajib didaftar. 110 F.X. Sumarja: Loc Cit; Hlm 18-19 60 3. Kepastian Obyek Hak. Artinya dengan pendaftaran tanah, akan dapat diketahui dengan pasti letak tanah, batas tanah, dan ukuran luas tanah. 111 Sedangkan pihak-pihak yang memperoleh manfaat dengan diselenggarakan pendaftaran tanah, menurut Urip Santoso, yaitu: a. Manfaat Bagi Pemegang Hak. 1. Memberikan rasa aman; 2. Dapat mengetahui dengan jelas data fisik dan data yuridisnya; 3. Memudahkan dalam pelaksanaan peralihan hak; 4. Harga Tanah menjadi lebih tinggi; 5. Dapat dijadikan jaminan hutang dengan dibebani Hak Tanggungan; 6. Penetapan Pajak Bumi dan Bangunan PBB tidak mudah keliru; b. Manfaat Bagi Pemerintah. 1. Akan terwujud tertib administrasi pertanahan sebagai salah satu Catur Tertib pertanahan; 2. Dapat memperlancar kegiatan Pemerintahan yang berkaitan dengan tanah dalam pembangunan; 3. Dapat mengurangi sengketa di bidang pertanahan, misalnya sengketa batas-batas tanah, pendudukan tanah secara liar. c. Manfaat Bagi Calon Pembeli atau Kreditur. Bagi calon pembeli atau calon kreditur dapat dengan mudah memperoleh keterangan yang jelas mengenai data fisik dan data yuridis yang akan menjadi obyek perbuatan hukum mengenai tanah. 112 2.7.6 Sistem Pendaftaran Tanah Beberapa Ahli Agraria Indonesia menyebutkan bahwa sistem pendaftaran tanah yang berlaku di Negara ini menganut sistem Torrens. Sistem ini dapat didefinisikan dari: 1. Orang yang berhak atas tanahnya harus memohon dilakukannya pendaftaran tanah itu agar Negara dapat memberikan bukti hak atas permohonan pendaftaran yang diajukan. Hal ini sejalan dengan ide dasar dari sistem Torrens dimaksud, bahwa manakala sesorang mengklaim sebagai pemilik 111 Urip Santoso, Op Cit, Hlm. 292-294 112 Urip Santoso, Ibid, Hlm. 295 61 fee simple, baik karena undang-undang atau sebab lain harus mengajukan permohonan agar tanah yang bersangkutan diletakkan atas namanya; 2. Dilakukan penelitian atas alas hak dan obyek bidang tanah yang diajukan permohonan pendaftaran tanah untuk pertama kali yang bersifat sporadis. Penelitian ini dikenal sebagai examiner of title. Sistem pendaftaran tanah di Indonesia mengenal lembaga ini dengan nama Panitia Pemeriksaan Tanah Panitia A untuk Hak Milik, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai dan Hak Pengeloaan, serta Panitia B untuk Hak Guna Usaha. Tujuan ditelitinya alas hak ini ternyata akan memperkokoh keabsahan formalitas data yuridis dan data teknis, sehingga pada akhirnya panitia dapat berkesimpulan: 1. Tanah yang dimohon untuk didaftar tersebut baik dan jelas tanpa keraguan untuk memberikan haknya; 2. Permohonan tersebut tidak dijumpai ada sengketa kepemilikan; 3. Tanah yang dimohon diyakini sepenuhnya oleh tim ajudikasi atai Panitia Pemeriksaan Tanah untuk dapat diberikan haknya sesuai yang dimohonkan pemilik tanah; 4. Tanah tersebut diadministrasikan dengan pemberian bukti haknya tidak ada yang bersengketa lagi dan tidak ada yang keberatan terhadap kepemilikannya Keberadaan sistem pendaftaran tanah model Torrens ini, persis apa yang disebutkan atas permohonan seseorang untuk memperoleh hak milik sebagaimana disebutkan dalam Pasal 22 UUPA: 1 Terjadinya hak milik menurut hukum adat diatur dengan Peraturan Pemerintah. 62 2 Selain menurut cara sebagai yang dimaksud dalam ayat 1 Pasal ini hak milik terjadi karena: a. Penetapan Pemerintah, menurut cara dan syarat-syarat yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah; b. ketentuan Undang-undang. Dengan kata lain, setiap akan terjadinya hak milik diproses pendaftaran untuk hak miliknya harus melalui penetapan pemerintah, agar permohonan dapat disetujui untuk dikeluarkan bukti haknya, setelah diajujkan seseorang ke kantor pertanahan setempat. Dengan demikian untuk memperoleh hak milik atas tanah, baik melalui konversi pengakuan hak dan penegasan hak maupun dengan permohonan hak baru atas tanah negara, tetap harus melalui suatu proses untuk didaftarkan menjadi hak milik seseorang tersebut. Inilah ketelitian yang disebutkan dalam sistem Torrens tersebut. 113 Menurut Boedi Harsono sistem pendaftaran yang digunakan adalah system pendaftaran hak registration of titles, sebagaimana digunakan dalam penyelenggaraan pendaftaran tanah menurut PP 101961. Bukan system pendaftaran akta. Hal tersebut tampak dengan adanya buku tanah sebagai dokumen yang memuat data yuridis dan data fisik yang dihimpun dan disajikan serta diterbitkannya sertipikat sebagai surat tanda bukti hak yang didaftar. Selanjutnya Boedi Harsono sistem publikasi yang digunakan tetap seperti dalam pendaftaran tanah menurut PP 101961. Yaitu sistem negatif yang mengandung unsur positip karena akan menghasilkan surat-surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat, seperti dinyatakan dalam Pasal 19 ayat 2 huruf c, Pasal 23 ayat 2, Pasal 32 ayat 2 dan Pasal 38 ayat 2 UUPA. Bukan sistem publikasi negatif yang murni. Sistem publikasi yang negative murni tidak 113 Mhd. Yamin Lubis dan Abd Rahim Lubis, Op Cit, Hlm. 114-116 63 akan menggunakan sistem pendaftaran hak. Juga tidak akan ada pernyataan seperti dalam Pasal-Pasal UUPA tersebut, bahwa sertipikat merupakan alat bukti yang kuat. Sebagaimana dapat diperhatikan pada ketentuan-ketentuan yang mengatur prosedur pengumpulan sampai penyajian data fisik dan yuridis yang diperlukan serta pemeliharaannya dan penerbitan sertipikat haknya, biarpun system publikasinya negatif, tetapi kegiatan-kegiatan yang bersangkutan dilaksanakan secara seksama, agar data yang disajikan sejauh mungkin dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. 114 114 F.X. Sumarja: Loc Cit; Hlm 20-21

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Pendekatan Masalah Pendekatan masalah yang digunakan dalam penulisan tesis ini adalah dengan menggunakan pendekatan yuridis normatif normative legal research, disebut demikian karena penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan atau studi dokumen yang dilakukan atau ditujukan hanya pada peraturan-peraturan yang tertulis atau bahan hukum yang lain. 115 Pendekatan yuridis normatif adalah pendekatan yang menelaah hukum sebagai kaidah yang dianggap sesuai dengan penelitian yuridis normatif atau penelitian hukum tertulis atau penelitian hukum yang doktrinal, yang bekerja untuk menemukan jawaban-jawaban yang benar dengan pembuktian kebenaran yang dicari di atau dari preskripsi-preskripsi hukum yang tertulis di kitab-kitab undang-undang atau kitab-kitab agama tergantung keyakinan yang dianutnya. Dalam definisi yang singkat, Penelitian Hukum Normatif atau disebut juga penelitiuan hukum kepustakaan adalah: “Penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder belaka”. 116

3.2 Sumber dan Jenis Data

Sumber dan Jenis data yang dipergunakan adalah data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari bahan pustaka dan terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. 117 115 Bambang Waluyo, “Metode Penelitian Hukum”, Sinar Grafika, Jakarta, 1996, Hlm. 13 116 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, “Penelitian Hukum Normatif”. Raja Grafindo Persada. Jakarta, 2002, Hlm. 13-14, dan Salim HS., Erl ies Septiana Nurbani, “Penerapan Teori Hukum pada Penelitian Tesis dan Diserftasi ”, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2013, Hlm. 12. 117 Soerjono Soekanto, Ibid. Hlm. 51 65 1. Bahan Hukum Primer adalah bahan hukum yang mengikat 118 . Untuk penelitian ini yang digunakan adalah: Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria; Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah; 2. Bahan Hukum Sekunder adalah bahan-bahan yang memberi penjelasan mengenai bahan hukum primer. 119 Bahan hukum sekunder yang digunkan adalah literatur-literatur, buku-buku, makalah-makalah, dan artikel-artikel, tulisan-tulisan hasil karya kalangan hukum atau instansi terkait yang berkaitan dengan penelitian Pendaftaran Tanah Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat; 3. Bahan Hukum Tersier adalah bahan-bahan hukum yang memberikan petunjuk meupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder. Bahan hukum tersier yaitu terdiri dari kamus-kamus, bibliografi, ensiklopedia dan sebagainya. 3.3 Metode Pengumpulan Data Dalam pengumpulan data untuk penelitian tentang pendaftaran tanah hak ulayat masyarakat hukum adat, penulis menggunakan Studi Kepustakaan Library Research. Dalam hal ini penulis melakukan serangkaian studi dokumentasi dengan cara mengumpulkan, membaca, mempelajari, membuat catatan-catatan, dan kutipan-kutipan serta menelaah bahan-bahan pustaka yaitu berupa karya tulis dari para ahli yang tersusun dalam literatur dan peraturan perundang-undangan 118 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Op Cit. Hlm. 13. 119 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Ibid. Hlm. 13. 66 yang berlaku dan ada kaitannya dengan permasalahan yang sedang dibahas dalam penelitian Pendaftaran Tanah Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat. 3.4 Metode Pengolahan Data Setelah data sekunder tentang Pendaftaran Tanah Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat terkumpul, maka untuk menentukan hal yang baik dalam melakukan pengolahan data, maka penulis melakukan kegiatan sistematisasi. 3.5 Analisis Data Setelah tahap pengumpulan dan pengolahan data tentang Pendaftaran Tanah Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat dilakukan, maka tahap selanjutnya adalah menganalisisnya. Dalam penelitian Pendaftaran Tanah Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat ini, dipergunakan metode analisis kualitatif. Analisis secara kualitatif dilakukan dengan cara pengolahan data dengan mempelajari hasil yang diperoleh pada saat penelitian kemudian dilakukan reduksi data dengan membuat rangkuman yang berhubungan langsung dengan penelitian ini yang tidak dapat diwujudkan dengan angka-angka atau tidak dapat dihitung dengan menguraikan data secara sistematis, sehingga diperoleh arti dan kesimpulan. Sedangkan dalam pengambilan kesimpulan dan hasil analisis tersebut penulis berpedoman pada cara berfikir induktif, yaitu cara berfikir dalam mengambil kesimpulan atas fakta-fakta yang bersifat khusus, lalu diambil kesimpulan secara umum.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang dimuat dalam BAB IV, maka dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut: 1. Bentuk Pendaftaran Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat dilaksanakan melalui Lembaga Konversi, karena tanah-tanah hak milik adat adalah hak-hak atas tanah yang sudah ada sebelum lahirnya UUPA, dan ditegaskan konversinya menjadi Hak Atas Tanah menurut UUPA atas nama pemegang haknya, sepanjang pemegang haknya yaitu Masyarakat Hukum Adat memenuhi syarat sebagaimana diatur peraturan perundang-undangan. Kententuan tentang konversi hak atas tanah terhadap hak-hak lama, diatur dalam beberapa peraturan perundang-undangan yaitu: a. Bagian Kedua, Ketentuan Konversi, Undang-Undang Nomor: 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria; b. Peraturan Menteri Agraria Nomor 2 Tahun 1960 Tentang Pelaksanaan Ketentuan Undang-Undang Pokok Agraria; c. Peraturan Menteri Pertanian dan Agraria Nomor 2 Tahun 1962 Tentang Penegasan Konversi dan Pendaftaran Bekas Hak-Hak Indonesia Atas Tanah; d. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor SK. 26DDA1970, Tentang Penegasan Konversi Pendaftaran Bekas Hak-Hak Indonesia Atas Tanah;