BADAN KOORDINASI NASIONAL LEMBAGA PENGELOLA LATIHAN PENGURUS BESAR HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM MATERI TRAINING

(1)

MATERI TRAINING

Latihan Kader I memiliki materi-materi dasar yang sifatnya penanaman dasar organisasi HMI, atau dengan kata lain materi yang disampaikan pada LK I merupakan fondasi dalam membentuk kader sesuai dengan kualitas insan cita. Adapun materi yang diberikan dalam LK I ini harus seragam dan standar di seluruh cabang, karena jika fondasi ini beragam akan mengakibatkan konstruksi yang lemah.

Materi-materi yang diberikan dalam LK I ini dibagi menjadi dua kelompok, yaitu materi pokok dan materi penunjang atau tambahan. Materi pokok adalah kelompok materi yang wajib ada dan disampaikan dalam forum LK I, materi ini merupakan materi standar secara “internasional” bagi pelaksanaan LK I HMI. Alokasi waktu dan prinsip nilai dalam materi pokok tidak boleh ditambah, apalagi dikurangi, penambahan terhadap materi pokok dapat ditoleransi hanya menyentuh aspek sudut pandang atau pengembangan kearifan lokal (misal penekanan pada pembelaan kaum tertindas dengan studi kasus tertentu). Sedangkan materi penunjang atau tambahan adalah materi yang telah menjadi kemestian untuk ada dalam training (misal materi perkenalan dan orientasi latihan, dan materi evaluasi dan rencana tindak lanjut), atau materi yang merupakan prasyarat tercapainya pemahaman materi pokok (misal materi pengantar ideologi, dan materi pengantar filsafat ilmu, sebagai prasyarat optimalisasi pemahaman materi Nilai Dasar Perjuangan, atau materi teknik dan etika diskusi, sebagai prasyarat berjalannya diskusi yang baik dalam pertrainingan), atau materi yang memiliki hubungan/penurunan dari materi pokok dan memiliki keterkaitan dengan tujuan perkaderan yang menjadi karakter lokal.

3.1 MATERI POKOK

Materi pokok yang diberikan dalam Latihan Kader I meliputi (1) Materi Sejarah Perjuangan HMI, (2) Materi Konstitusi HMI, (3) Materi Nilai Dasar Perjuangan, (4) Materi Misi HMI, dan (5) Materi Kepemimpinan dan Manajemen Organisasi. 3.1.1 Materi Sejarah Perjuangan HMI

A. Silabus JENJANG

LATIHAN KADER I

SEJARAH

PERJUANGAN HMI

ALOKASI WAKTU: 8 JAM

Tujuan Pembelajaran Umum:

Peserta dapat memahami sejarah dan dinamika perjuangan HMI Tujuan Pembelajaran Khusus:

1 . Peserta dapat menjelaskan latar belakang berdirinya HMI. 2. Peserta dapat menjelaskan gagasan dan visi pendiri HMI. 3. Peserta dapat mengklafisikasikan fase-fase perjuangan HMI.


(2)

Pokok Bahasan/Sub Pokok Bahasan: 1 . Pengantar Ilmu Sejarah.

1.1. Pengertian Ilmu Sejarah.

1.2. Manfaat dan Kegunaan Mempelajari Sejarah. 2. Misi Kelahiran Islam.

2.1. Masyarakat Arab Pra Islam. 2.2. Periode Kenabian Muhammad.

2.2.1. Fase Makkah. 2.2.2. Fase Madinah. 3. Latar Belakang Berdirinya HMI.

3.1. Kondisi Islam di Dunia. 3.2. Kondisi Islam di Indonesia.

3.3. Kondisi Perguruan Tinggi dan Mahasiswa Islam. 3.4. Saat Berdirinya HMI.

4. Gagasan dan Visi Pendiri HMI. 4.1. Sosok Lafran Pane.

4.2. Gagasan Pembaruan Pemikiran ke-Islaman. 4.3. Gagasan dan Visi Perjuangan Sosial-budaya.

4.4. Komitmen ke-Islaman dan Kebangsaan sebagai dasar perjuangan HMI.

5. Dinamika Sejarah Perjuangan HMI dalam Sejarah Perjuangan Bangsa. 5.1. HMI Dalam Fase Perjuangan Fisik

5.2. HMI Dalam Fase Pertumbuhan dan Konsolidasi Bangsa 5.3. HMI Dalam Fase Transisi Orde Lama dan Orde Baru 5.4. HMI Dalam Fase Pembangunan dan Modernisasi Bangsa 5.5. HMI Daiam Fase Pasca Orde Baru

Metode :

Menjunjung tinggi kearifan lokal Evaluasi:

Memberikan test objektif/subjektif dan penugasan dalam bentuk resume. Referensi :

1. Drs. Agus Salim Sitompul, Sejarah Perjuangan HMI (1974-1975), Bina Ilmu

2. DR. Victor I. Tanja, HMI, Sejarah dan Kedudukannya Ditengah Gerakan Muslim Pembaharu Indonesia, Sinar Harapan, 1982.

3. Prof. DR. Deliar Noer, Partai Islam Dipentas Nasional, Graffiti Pers, 1984 4. Sulastomo, Hari-hari Yang Panjang, PT. Gunung Agung, 1988

5. Agus-Salim Sitompul, Historiografi HMI, Tintamas, 1995 6. Ramli Yusuf (ed), 50 tahun HMI Mengabdi, LASPI, 1997. 7. Ridwan Saidi, Biografi A. Dahlan Ranuwiharjo, LSPI, 1994.

8. M. Rusli Karim, HMI MPO Dalam Pergulatan Politik di Indonesia, Mizan, 1997

9. Muhammad Kamal Hasan, Modernisasi Indonesia, Respon Cendikiawan Muslim Masa Orde Baru, LSI1987.

10. Muhammad Hussein Haikal, Sejarah Hidup Muhammad, LiteraAntarNusa 11. Dr. Badri Yatim, MA, Sejarah Peradaban Islam, I, II, III, Rajawali Pers 12. Thomas W. Arnold, Sejarah Dakwah Islam

13. Moksen ldris Sirfefa et. Al (ed), Mencipta dan Mengabdi, PB HMI, 1997 14. Hasil-hasil Kongres HMI


(3)

16. Sharsono, HMI Daiam Lingkaran Politik Ummat Islam, Cl IS, 1997.

17. Prof. DR. Deliar Noer, Gerakan Modern Islam Indonesia (1902-1942), LP3ES, 1980.

18. Literatur lain yang relevan B. Materi Terurai

PENGANTAR ILMU SEJARAH Pengertian

Sejarah adalah suatu kebetulan terjadi di masa yang telah lalu dan benar-benar terjadi, dan kebetulan pula dicatat, biasanya kebenaran sejarah didukung bukti-bukti yang membenarkan peristiwa itu benar-benar terjadi. Menurut kamus besar bahasa Indonesia, ilmu sejarah adalah suatu pengetahuan atau uraian mengenai peristiwa-peristiwa dan kejadian-kejadian yang benar-benar terjadi di masa lampau. Dari pengertian atau definisi di atas maka dapatlah dibedakan antara sejarah dan ilmu sejarah, sejarah adalah kejadian atau peristiwanya, sedangkan ilmu sejarah adalah ilmu yang mempelajari kejadian atau peristiwa tersebut. Manfaat dan Kegunaan Mempelajari Ilmu Sejarah

Manfaat dan kegunaan yang dapat diambil dari kejadian yang telah lampau adalah pengetahuan tentang peristiwa-peristiwa yang terjadi pada saat itu, dan dengan mempelajari maka dapat diambil hikmah/pelajaran dari peristiwa tersebut. Pada peristiwa yang terjadi dapat dianalisis kelebihan dan kekurangan yang ada dari peristiwa itu, dan pengetahuan tersebut dapat meningkatkan kehati-hatian dalam mengambil keputusan pada masa saat ini dengan mempertimbangkan prinsip nilai yang terjadi di masa lalu, karena pada dasarnya peristiwa masa lalu linear dengan masa saat ini dan yang akan datang.

MISI KELAHIRAN ISLAM Masyarakat Arab Pra Islam

Masyarakat Arab pra Islam atau yang lebih dikenal dengan masyarakat jahiliyah hidup dalam keterbelakangan, baik pengetahuan, sosial budaya maupun peradaban. Masyarakat arab pra Islam tidak mengenal tulis dan baca, walaupun ada yang dapat menulis dan membaca itu hanya sebagian kecil saja, namun pemahaman atau kebanggaan akan sastra demikian tingginya, jadi dapat disimpulkan bahwa masyarakat Arab pada masa itu hidup dalam kebodohan. Posisi wanita pada saat itu tidak dihargai, mereka hanya dipandang sebagai benda bergerak yang menyenangkan, bahkan wanita dianggap sebagai beban dan sumber bencana, implikasinya adalah ada anggapan jika memiliki anak wanita akan mengakibatkan kemiskinan. Dampak dari pandangan itu, maka tak heran jika mereka sering mengubur bayi wanita hidup-hidup (kalau sekarang, belum lahir sudah dibunuh). Selain itu masyarakat Arab pra Islam hidup dalam perpecahan klan (keluarga besar), karena mereka lebih menonjolkan ego kesukuan atau kabilah, ini menyebabkan masyarakat Arab sering berperang antar kabilah dan tidak memiliki rasa kebangsaan yang menyebabkan bangsa Arab menjadi lemah dan terpecah-pecah.


(4)

Periode Kenabian Muhammad # Fase Makkah

Muhammad lahir di Makkah pada masa keadaam masyarakat yang buruk sekali. Muhammad lahir pada tanggal 12 Rabiul Awal tahun Gajah, bertepatan dengan tanggal 20 April 571 M. Muhammad putra tunggal dari pasangan Abdullah dan Aminah. Sejak kecil Muhammad memiliki sifat yang terpuji sehingga kemudian ia dijuluki “al-amin” atau orang yang dapat dipercaya. Pada usia yang ke-25 Muhammad menikah dengan seorang janda kaya yang bernama Khadijah. Dalam masa pernikahannya ini Muhammad sering melakukan perenungan/kontemplasi di luar kota Makkah, tepatnya di sebuah gua yang bernama Hira, beliau selalu memikirkan keadaan masyarakatnya yang demikian rusak.

Pada saat Muhammad mendekati usia 40 tahun, beliau makin sering stress memikirkan bangsanya, sehingga pelariannya dengan menyepi di gua Hira semakin sering kuantitasnya. Suatu malam di bulan Ramadhan tepatnya tanggal 17 Ramadhan yang bertepatan dengan tanggal 6 Agustus 610, datanglah suatu penampakan yang ternyata adalah malaikat Jibril yang menyampaikan wahyu pertama (Al-Alaq : 1 – 5), dan ini pertanda bahwa Muhammad telah dilantik menjadi rasul dan nabi walaupun tanpa berita acara. Pasca wahyu di gua Hira, Muhammad s.a.w. mendapat wahyu-wahyu berikutnya yang memerintahkan kepada Muhammad s.a.w untuk menyampaikan dakwah. Isi dakwahnya adalah ajakan untuk melakukan perubahan-perubahan yang revolusioner, perubahan yang dibawa antara lain perubahan akhlak, karena Islam mengajarkan akhlak yang baik. Perubahan lain adalah nilai persamaan, yang dimaksud adalah kesetaraan antar umat manusia, tidak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan, antar ras, bangsa, dan lain sebagainya, di mata Allah yang berbeda adalah ketaqwaan. Selain itu, ilmu pengetahuan menjadi sesuatu yang penting untuk dilakukan, serta membangun solidaritas persaudaraan yang berimplikasi pada penguatan nasionalisme atau keutuhan dalam berbangsa dan beragama.

Pada fase Makkah ajaran yang disampaikan Muhammad s.a.w berkaitan atau berhubungan pada nilai ketauhidan atau iman, karena pada saat itu jaran Islam baru tegak kembali, sehingga yang harus dibangun pertama-tama adalah fondasi aqidah atau iman yang dijadikan landasan fundamental.

Tiap tahun kota Makkah selalu didatangi oleh kabilah-kabilah dari seluruh Arab yang datang untuk untuk melakukan shoping atau ibadah haji. Muhammad s.a.w melakukan dakwah terhadap orang-orang tersebut, dan usaha ini tidak sia-sia karena dari kalangan yang berasal dari daerah-daerah tersebut ada yang menyatakan keimanannya, diantaranya dari Yastrib. Konsekuensi logis dari gerakan revolusioner berdampak pada peningkatan konstelasi politik masyarakat Makkah, yang pada akhirnya memberikan satu pilihan kepada Muhammad s.a.w untuk meninggalkan Makkah. Pada hijrah yang kedua, Muhammad s.a.w. menginstruksikan kepada para pendukungnya untuk meninggalkan kota Makkah menuju Yastrib yang dikemudian hari dikenal dengan Madinah. Muhammad s.a.w pun pada akhirnya terpaksa harus meninggalkan Makkah menuju Madinah, maka dimulailah babak baru dalam Islam, fase Madinah.


(5)

# Fase Madinah

Fase Madinah dimulai sejak hijrahnya Muhammad s.a.w dari Makkah ke Madinah, karena Madinah dianggap baik untuk pembenihan Islam. Kaum muslimin yang berada di Madinah terbagi menjadi dua kelompok, yaitu Anshar (kaum muslimin tuan rumah) dan Muhajirin (kaum muslimin pendatang dari Makkah), maka langkah pertama yang dilakukan adalah mempertalikan hubungan kekeluargaan atau hubungan persaudaraan antara kaum Anshar dan Muhajirin, karena hanya dengan persatuanlah, maka umat Islam akan kuat. Selanjutnya dilakukan lobi-lobi politik atau perjanjian dengan kelompok di luar Islam yang ada di Madinah, karena pada saat itu telah ada kelompok lain yang tinggal di sana, antara lain Yahudi.

Dimadinahlah Muhammad s.a.w. melakukan pembinaan masyarakat Islam. Pembinaan masyarakat ini tidak hanya di bidang aqidah, tetapi juga menyangkut masalah politik, ekonomi, dan sosial budaya. Di Madinah perkembangan ajaran Islam maju dengan pesat, pada fase ini ajaran lebih ditekankan pada hukum kemasyarakatan atau lebih kepada muamallah. Dengan semakin besarnya kamum muslimin, dianggap merupakan ancaman bagi kelompok lain, maka semakin benci pula orang-orang Quraisy kepada Muhammad s.a.w. dan para pendukungnya. Konstelasi kebencian makin meningkat sehingga mengakibatkan timbulnya peperangan, antara lain Badr, Uhud, Ahzab, Khandaq, dan beberapa perang lainnya. Pada prinsipnya bagi kaum muslimin peperangan ini adalah upaya defensif dan dalam rangka menegakkan kalimah tauhid.

Muhammad s.a.w. mangkat dan dimakamkan di Madinah di usia 63 tahun, pada tanggal 12 Rabiul Awal 11 H, bertepatan dengan tanggal 8 Juni 632.

LATAR BELAKANG BERDIRINYA HMI Kondisi Islam di Dunia

Kondisi umat Islam dunia pada saat menjelang kelahiran HMI dapat dikatakan ketinggalan dibandingkan masyarakat Eropa dengan Reinasance-nya. Ini dapat dilihat dari penguasaan teknologi maupun pengetahuan, bahkan sebagain besar umat Islam berada di bawah ketiak penindasan nekolim barat yang notabene dimotori oleh kelompok Kristen. Umat Islam hanya terpaku, terlena oleh kejayaan masa lampau atau pada zaman keemasan Islam. Umat Islam pada umumnya tidak memahami ajaran Islam secara komprehensif, sehingga mereka hanya berkutat seputar ubudiyah atau ritual semata tanpa memahami bahwa ajaran Islam adalah ajaran paripurna yang tidak hanya mengajarkan hubungan manusia dengan Tuhan, namun lebih jauh daripada itu menderivasikan hubungan transenden ke dalam seluruh aspek kehidupan.

Berangkat dari pemahaman ajaran Islam yang kurang, umat berada dalam keterbelakangan dan fenomena ini terjadi dapat dikatakan di seluruh dunia. Hal tersebut mengakibatkan terpuruknya umat Islam yang dijanjikan Allah untuk dipusakai alam semesta. Lebih ironis lagi ketika umat terbagi menjadi berbagai golongan yang hanya berangkat dari masalah khilafiyah, yang bedampak pada melemahnya kekuatan Islam.


(6)

Kondisi Islam di Indonesia

Tidak jauh berbeda dengan apa yang terjadi di dunia saat itu, umat Islam berada dalam cengkaraman nekolim barat. Penjajah memperlakukan umat Islam sebagai masyarakat kelas bawah dan diperlakukan tidak adil, serta hanya menguntungkan kelompok mereka sendiri atau rakyat yang sudah seideologi dengan mereka.

Umat Islam Indonesia hanya mementingkan kehidupan akhirat (katanya sich), dengan penonjolan simbolisasi Isalam dalam ubudiyah, sebagai upaya kompensasi atas ketidakberdayaan untuk melawan nekolim, sehingga pemahaman umat tidak secara benar dan kaffah. Bahkan ada sebagian ulama ang menyatakan bahwa pintu ijtihad telah ditutup, hal ini menyebabkan umat hidup dalam suasana taqlid dan jumud. Selain itu umat Islam Indonesia berada dalam perpecahan berbagai macam aliran/firqah dan masing-masing golongan melakukan truth claim, hal ini menyebabkan umat Islam Indonesia tidak kuat akibat kurang persatuan di kalangan umat Islam di Indonesia.

Kondisi Perguruan Tinggi dan Mahasiswa Islam

Perguruan tinggi adalah tempat untuk menuntut ilmu yang akan menghasilkan para pemimpin untuk masa sekarang dan masa yang akan datang. Selain itu perguruan tinggi adalah motor penggerak perubahan, dan perubahan tersebut diharapkan menuju sesuatu yang lebih baik. Begitu pentingnya perguruan tinggi, maka banyak golongan yang ingin menguasainya demi untuk kepentingan golongan tersebut.

Sejalan dengan perguruan tinggi dan dunia kemahasiswaan yang strategis tersebut, ada beberapa faktor dominan yang menguasai dan mewarnai perguruan tinggi dan dunia kemahasiswaan, antara lain sistem yang diterapkan khususnya di perguruan tinggi adalah sistem pendidikan barat yang mengarah pada sekularisme dan dapat menyebabkan dangkalnya agama atau aqidah dalam kehidupan. Selain itu adanya organisasi kemahasiswaan yang berhaluan komunis dan ini menyebabkan aspirasi Islam dan umat Islam kurang terakomodir.

Faktor-faktor di atas adalah ancaman yang serius, karena menyebabkan masalah dalam hidup dan kehidupan serta keberadaan Islam dan umat Islam. Mahasiswa Islam kurang memiliki ruang gerak karena berada dalam sistem yang sekuler dan tidak sesuai dengan ajaran Islam, dan harus menghadapi tantangan dari mahasiswa komunis yang sangat bertentangan dengan fitrah manusia dan bertentangan pula dengan ajaran Islam. Jelas sudah bahwa mahasiswa Islam sangat sulit untuk bergerak memperjuangkan aspirasi umat Islam.

Saat Berdirinya Himpunan Mahasiswa Islam (HMI)

HMI lahir pada saat umat Islam Indonesia berada dalam kondisi yang memprihatinkan, yaitu terjadinya kesenjangan dan kejumudan pengetahuan, pemahaman, penghayatan ajaran Islam sehingga tidak tercermin dalam kehidupan nyata.

Pada saat HMI berdiri, sudah ada organisasi kemahasiswaan, yaitu Perserikatan Mahasiswa Yogyakarta (PMY), namun PMY didominasi oleh partai sosialis yang berpaham komunis. Akibat didominasi oleh partai sosialis maka PMY tidak independen untuk memperjuangkan aspirasi mahasiswa, maka banyak mahasiswa yang tidak sepakat dan tidak bisa membiarkan mahasiswa terlbat


(7)

dalam polarisasi politik. Sebagai realisasi dari keinginan tersebut maka di Yogyakarta pada tanggal 14 Rabiul Awal 1366 H, bertepatan dengan tanggal 5 Pebruari 1947 sebuah organisasi kemahasiswaan, yaitu Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) sebagai organisasi independen dan sebagai anak umat dan anak bangsa.

GAGASAN DAN VISI PENDIRI HMI Sosok Lafran Pane

Berdasarkan penelusuran dan penelitian sejarah, maka Kongres XI HMI tahun 1974 di Bogor menetapkan Lafran Pane sebagai pemrakarsa berdirinya HMI, dan disebut sebagai pendiri HMI.

Lafran Pane adalah anak keenam dari Sutan Pangurabaan Pane, lahir di Padang Sidempuan, 5 Pebruari 1922, pendidikan Lafran Pane tidak berjalan “normal” dan “lurus”. Lafran Pane mengalami perubahan kejiwaan yang radikal sehingga mendorong dirinya untuk mencari hakikat hidup sebenarnya. Desember 1945 Lafran Pane pindah ke Yogyakarta, karena Sekolah Tinggi Islam (STI) tempat ia menimba ilmu pindah dari Jakarta ke Yogyakarta. Pendidikan agama Islam yang lebih intensif ia peroleh dari dosen-dosen STI, mengubur masa lampau yang kelam.

Bagi Lafran Pane, Islam merupakan satu-satunya pedoman hidup yang sempurna, karena Islam menjadikan manusia sejahtera dan selamat di dunia dan akhirat. Pada tahun 1948, Lafran Pane pindah studi ke Akademi Ilmu Politik (AIP). Saat Balai Perguruan Tinggi Gadjah Mada dan fakultas kedokteran di Klaten, serta AIP Yogyakarta dinegerikan pada tanggal 19 Desember 1949 menjadi Universitas Gadjah Mada (UGM), secara otomatis Lafran Pane termasuk mahasiswa pertama UGM. Setelah bergabung menjadi UGM, AIP berubah menjadi Fakultas Hukum Ekonomi Sosial Politik, dan Lafran Pane menjadi sarjana pertama dalam ilmu politik dari fakultas tersebut pada tanggal 26 Januari 1953.

Gagasan Pembaharuan Pemikiran Keislaman

Untuk melakukan pembaharuan dalam Islam, maka pengetahuan, pemahaman, penghayatan dan pengamalanumat Islam akan agamanya harus ditingkatkan, sehingga dapat mengetahui dan memahami ajaran Islam secara benar dan utuh. Kebenaran Islam memiliki jaminan kesempurnaannya sebagai peraturan untuk kehidupan yang dapat menghantarkan manusia kepada kebahagian dunia dan akhirat.

Tugas suci umat Islam dalah mengajak umat manusia kepada kebenaran Illahi dan kewajiban umat Islam adalah menciptakan masyarakat adil makmur material dan spiritual. Dengan adanya gagasan pembaharuan pemikiran keislaman, diharapkan kesenjangan dan kejumudan pengetahuan, pemahaman, penghayatan dan pengamalan ajaran Islam dalpat dilakukan dan dilaksanakan sesuai dengan ajaran Islam. Kebekuan pemikiran umat Islam telah membawa pada arti agama yang kaku dan sempit, tidak lebih dari agama yang hanya melakukan peribadatan. Al-Qur’an hanya dijadikan sebatas bahan bacaan, Islam tidak ditempatkan sebagai agama universal. Gagasan pembaharuan pemikiran Islam ini pun hendaknya dapat menyadarkan umat Islam yang terlena dengan kebesaran dan kejayaan masa lalu.


(8)

Gagasan dan Visi Perjuangan Sosial Budaya

Ciri utama masyarakat Indonesia adalah kemajemukan sosial budaya, kemajemukan tersebut merupakan sumber kekayaan bangsa yang tidak ternilai, tetapi keberagaman yang tidak terorganisir akan mengakibatkan perpecahan dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Tujuan awal saat HMI berdiri juga tidak terlepas pada gagasan dan visi perjuangan sosial budaya, yaitu :

1. Mempertahankan negara Republik Indonesia dan mempertinggi derajat rakyat Indonesia

2. Menegakkan dan mengembangkan ajaran Islam

Dari tujuan tersebut jelaslah bahwa HMI ingin agar kehidupan sosial budaya yang ada menjadi perekat persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia guna mempertahankan kemerdekaan yang baru diraih. Untuk menegakkan dan mengembangkan ajaran Islam pun harus dipelajari kondisi sosial budaya gara tidak terjadi benturan kultur.

Masyarakat muslim Indonesia yang hanya memahami ajaran Islam sebatas ritual harus diubah pemahamannya dan keadaan sosial budaya yang telah mengakar ini tidak dapat diubah serta merta, tetapi melalui proses panjang dan bertahap. Komitmen Keislaman dan Kebangsaan sebagai Dasar Perjuangan HMI Dari awal terbentuknya HMI telah ada komitmen keumatan dan kebangsaan yang bersatu secara integral sebagai dasar perjuangan HMI yang dirumuskan dalam tujuan HMI yaitu :

a) Mempertahankan negara Republik Indonesia dan mempertinggi derajat rakyat Indonesia yang didalamnya terkandung wawasan atau pemikiran kebangsaan atau ke-Indonesiaan

b) Menegakkan dan mengembangkan ajaran Islam yang didalamnya

terkandung pemikiran ke-Islaman

Komitmen tersebut menjadi dasar perjuangan HMI didalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Sebagai organisasi kader, wujud nyata perjuangan HMI dalam komitmen keumatan dan kebangsaan adalah melakukan proses perkaderan yang ingin menciptakan kader berkualitas insan cita yang mampu menjadi pemimpin yang amanah untuk membawa bangsa Indonesia mencapai asanya. Komitmen keislaman dan kebangsaan sebagai dasar perjuangan masih melekat dalam gerakan HMI. Kedua komitmen ini secara jelas tersurat dalam rumusan tujuan HMI (hasil Kongres IX HMI di Malang tahun 1969) sampai sekarang, “Terbinanya insan akademis, pencipta, pengabdi yang bernafaskan Islam, dan bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat adil makmur yang diridhoi Allah SWT”. Namun kedua komitmen itu tidak dilakukan secara institusional, melainkan dampak dari proses pembentukan kader yang dilakukan oleh HMI.


(9)

DINAMIKA SEJARAH PERJUANGAN HMI DALAM SEJARAH PERJUANGAN BANGSA HMI dalam Fase Perjuangan Fisik

HMI ikut berjuang dalam perjuangan fisik ketika terjadi pemberontakan PKI di Madiun pada tahun 1948. Pemberontakan tersebut bertujuan mengambil alih kekuasaan pemerintahan yang sah dan ingin mendirikan “Soviet Republik Indonesia”. Menghadapi hal tersebut, HMI menggalang seluruh kekuatan mahasiswa dengan membentuk Corps Mahasiswa. Selama waktu krisis tersebut anggota HMI terpaksa meninggalkan bangku kuliah untuk mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia dari pengkhianatan PKI, selain itu HMI pun terlibat dalam perjuangan fisik menghadapi agresi militer Belanda.

Sebagai nak umat dan anak bangsa, HMI selalu ikut dalam perjuangan fisik demi mempertahankan negara Republik Indonesia. Dalam mempertahakan NKRI, anggota-anggota HMI mengganti pena dengan memanggul senjata, HMI merasa ikut bertanggung jawab dalam mempertahankan kedaulatan NKRI. HMI berkeyakinan bahwa dalam masyarakat yang berdaulat dan merdeka akan tercipta keadilan dan kesejahteraan rakyat. Oleh karena itu HMI selalu berusaha untuk memperthankan dan mempersatukan bangsa.

HMI dalam Fase Pertumbuhan dan Konsolidasi Bangsa

Saat HMI baru saja berdiri, terjadi pemberontakan PKI di Madiun yang merupakan ancaman terhadap kedaulatan bangsa, umat Islam, dan HMI sendiri. Kekuatan PKI ini makin memuncak pada era 60-an, PKI menjadi salah satu kekuatan sosial politik besar di Indonesia. Posisi HMI saat itu adalah menentang ajaran komunis dan mengajak semua pihak yang ada untuk menentang komunis. Persoalan komunis bukan hanya persoalan bangsa dan negara, tetapi juga persoalan HMI, akibat sikap HMI tersebut maka PKI menempatkan HMI sebagai salah satu musuh utama yang harus diberangus. HMI menggalang konsolidasi dengan semua pihak yang non komunis, karena komunis bertentangan dengan dasar negara, yaitu Pancasila. Selain itu PKI selalu berusaha untuk merebut pemerintahan dan kekuasaan yang sah.

Untuk menghadapi pemilu 1955, HMI mengadakan Konferensi Akbar di Kaliuarang Yogyakarta paa tanggal 9 – 11 April 1955, keputusan yang diambil adalah :

1) Menyerukan kepada khalayak ramai untuk memilih partai-partai Islam dalam pemilu yang akan datang

2) Menyerukan kepada partai-partai Islam supaya mengurangi keruncingan-keruncingan, tidak saling menyerang

3) Kepada warga dan anggota HMI supaya : a) Wajib aktif dalam pemilu

b) Wajib aktif memilih salah satu partai Islam

c) Mempunyai hak dan kebebasan untuk membantu dan memilih partai Islam yang disenangi

Dalam menghadapi sidang pleno Majelis Konstituante, PB HMI mengirimkan seruan kepada seluruh anggota fraksi partai-partai Islam di konstituante agar dapat memikul amanah umat Islam di Indonesia.

Ketika Demokrasi Terpimpin berjalan, HMI mendapat tekanan kuat, karena ada tuduhan bahwa HMI kontra revolusi, dan lain-lain. Oleh karena itu HMI menggelar Musyawarah Nasional Ekonomi HMI se-Indonesia di Jakarta pada


(10)

tahun 1962. Ada beberapa pertanyaan yang diajukan kepada HMI saat itu menyangkut sikap yang diambil HMI, yaitu (1) Apakah HMI mendukung Manipol/Usdek atau tidak ? (2) HMI setuju pancasila atau tidak ? dan (3) HMI setuju sosialisme Indonesia atau tidak ?

Munas memberikan jawaban sebagai berikut :

1) Ya, HMI mendukung Manipol/Usdek sebagai haluan negara yang ditetapkan oleh MPRS

2) Ya, HMI setuju Pancasila yang merupakan rancangan kesatuan dengan Piagam Jakarta

3) Ya, HMI setuju sosialisme Indonesia, yaitu masyarakat adil makmur yang diridhoi Tuhan Yang Maha Esa

Dengan melakukan pendekatan-pendekatan itu maka HMI dapat terselamatkan, isu dan tuduhan yang dilancarkan terhadap HMI tidak berhasil untuk mengubur HMI dalam percaturan sejarah.

HMI dalam Transisi Orde Lama dan Orde Baru

Tahun 1965, HMI mengalami tantangan yang berat, HMI terancam dibubarkan, dan lagi-lagi HMI lulus dalam ujian sejarah sehingga HMI dapat mempertahankan eksistensinya hingga saat ini (entah esok hari, entah lusa nanti, entah……). HMI adalah salah satu komponen bangsa yang menentang faham dan ajaran komunis, sedangkan PKI saat itu merupakan kekuatan sosial politik yang besar di negara Republik Indonesia. PKI berkeinginan untuk membubarkan HMI karena merupakan salah satu musuh utamanya, usaha untuk membubarkan HMI dilakukan PKI dengan gencar (Kalau tidak mampu membubarkan HMI, lebih baik pakai sarung saja), apalagi menjelang Gestapu atau Gestok (istilah Pemimpin Besar Revolusi Soekarno). Masalah pembubaran HMI bukan hanya menjadi masalah internal, tapi lebih jauh daripada itu, hal tersebut merupakan masalah umat Islam dan bangsa Indonesia pada umumnya.

Puncak dari usaha PKI untuk merebut kekuasaan dan kedaulatan negara Republik Indonesia adalah dengan melakukan pemberontakan Gerakan 30 Sepetember/PKI tahun 1965. Pemberontakan tersebut dimulai melalui cara penculikan terhadap para perwira tinggi TNI-AD (kecuali Pangkostrad yang merupakan jabatan strategis, why ?), dan menghabisi para perwira itu. Menyikapi hal ini, HMI mengutuk Gestapu dan menyatakan bahwa gerakan tersebut dilakukan oleh PKI (pernyataan bahwa G30S/PKI diotaki oleh PKI pertama kali dilontarkan oleh HMI –sumber Agussalim Sitompul), HMI ikut membantu pemerintah dalam menumpas G30S/PKI dan kerelaan HMI untuk membantu sepenuhnya ABRI. Setelah turunnya Soekarno dan naiknya Soeharto sebagai Presiden Republik Indonesia, HMI bersikap mendukung pemerintahan baru yang ingin menjalankan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen (katanya sih gitu waktu naik) dan HMI ikut dalam usaha-usaha untuk menumpas sisa-sisa PKI serta organisasi underbouw PKI.

HMI dalam Fase Pembangunan dan Modernisasi Bangsa

Berdasarkan tujuan HMI, maka kader HMI harus memiliki kualitas insan cita, yang karenanya akan tercipta kader yang memiliki intelektual tinggi yang dilandasi oleh iman serta diabdikan kepada umat dan bangsa. Pengabdian para kader ini akan dapat dijadikan penopang dalam pembangunan bangsa dan negara Republik Indonesia.


(11)

Peran HMI dalam pembangunan bangsa dapat dijabarkan sebagai berikut : 1) Partisipasi dalam pembentukan situasi dan iklim

2) Partisipasi dalam pemberian konsep 3) Partisipasi dalam bentuk pelaksanaan

Dalam menjalani peran tersebut, banyak halangan dan rintangan yang justru sebenarnya lebih dominan faktor internal, misalnya pergeseran nilai yang berdampak pada hilangnya ruh perjuangan HMI. Selain itu faktor eksternal memaksa HMI untuk terbawa pusaran kekuasaan, misal masalah asas tunggal yang mengakibatkan perpecahan HMI menjadi dua yaitu HMI yang bermarkas di Diponegoro dan HMI yang menamakan dirinya Majelis Penyelamat Organisasi. HMI dan Fase Pasca Orde Baru

Setelah runtuhnya Orde Baru, dimulailah babak baru perjalanan bangsa yang dikenal dengan sebutan Reformasi. Namun ternyata sampai saat ini reformasi masih berupa angan yang belum dapat terealisir, ironisnya kehilangan arah, karena banyak komponen bangsa yang ingin merasakan sesuatu yang instan, tetapi dengan harapan berumur panjang.

Peran HMI dalam reformasi banyak dipertanyakan orang, analisa sementara ini diakibatkan penempatan peran HMI yang “salah” pada fase pembangunan. Bahkan gerakan mahasiswa di luar HMI seringkali menempatkan HMI sebagai common enemy.

Dinamika organisasi di manapun akan selalu mengalami fluktuasi, akankah HMI tetap bertahan ?

3.1.2 Materi Konstitusi HMI A. Silabus

JENJANG:

LATIHAN KADER I

KONSTITUSI HMI ALOKASI WAKTU: 10 JAM

Tujuan Pembelajaran Umum:

Peserta dapat Memahami ruang lingkup konstitusi Tujuan Pembelajaran Khusus:

1. Peserta dapat menjelaskan ruang lingkup konstitusi HMI dan hubungannya dengan pedoman pokok organisasi lainnya.

2. Peserta dapat mempedomani konstitusi HMI dan pedoman-pedoman pokok organisasi dalam kehidupan berorganisasi.

Pokok Bahasan/Sub Pokok Bahasan 1. Pengantar Ilmu Hukum

1.1. Pengertian dan Fungsi Hukum 1.2. Hakekat Hukum

1.3. Pengertian Konstitusi dan arti pentingnya dalam organisasi 2. Ruang lingkup Konstitusi HMI

2.1. Makna Mukodimah AD HMI


(12)

2.3. Anggaran Dasar dan Rumah Tangga HMI 2.3.1. Masalah keanggotaan

2.3.2. Masalah Struktur Kekuasaan 2.3.3. Masalah Struktur Kepemimpinan 3. Pedoman-pedoman Dasar Organisasi

3.1. Pedoman Perkaderan. 3.2. Pedoman Kohati

3.3. Pedoman Lembaga Kekaryaan 3.4. Pedoman atribut HMI

3.5. GPPO dan PKN

4. Hubungan Konstitusi AD/ART dengan pedoman-pedoman Organisasi lainnya.

Metode :

Menjunjung tinggi kearifan lokal Evaluasi:

Melaksanakan test Objektif/subjektif dan penugasan. Referensi:

1. Hasil-hasil kongres.

2. Zainal Abidin Ahmad, Piagam Muhammad, Bulan Bintang, t.t.

3. Prof. DR. Mukhtar Kusuatmadja, SH, LMM dan DR. B. Sidharta, SH, Pengantar Ilmu Hukum; Suatu pengenalan Pertama berlakunya Ilmu Hukum, Penerbit Alumni, Bandung, 2000.

4. Prof. Chainur Arrasjid, SH. Dasar-dasar Ilmu Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2000

5. UUD 1945 (untuk perbandingan) 6. Literatur lain yang relevan.

B. Materi Terurai Pengertian

Konstitusi adalah bentuk peraturan perundangan yang tertinggi yang menjadi dasar dan sumber semua peraturan perundangan yang dibawahnya dalam suatu organisasi/negara.

Konstitusi : - Aturan pokok - Hukum pokok

Qur’an & Hadist Æ Islam Pancasila & UUD 1945 Æ Indonesia

AD/ART Æ Organisasi

Syarat yang harus dimiliki agar konstitusi menjadi penentu arah, tindakan dan piagam (sebagai dasar pijakan) :

1. Bentuknya

Sebagai naskah tertulis yang merupakan perundangan tertinggi yang berlaku dalam suatu organisasi/negara.

2. Isinya

Merupakan peraturan yang bersifat fundamental; artinya tidak semua masalah yang penting harus dibuat, melainkan hal-hal yang bersifat pokok, dasar atau azas-azasnya saja.


(13)

3. Sifatnya

• Universal

• Fleksibel

• Luwes

PIAGAM MADINAH (Untuk perbandingan)

Prinsip-prinsip umum atau pokok-pokok pikiran 1. Monotheisme

Konsep tauhid terdapat dalam Mukadimmah, pasal 22, 23, 42 dan akhir pasal 47

2. Persatuan dan kesatuan

Terdapat dalam pasal 1, 15, 17, 25, dan 37 3. Persamaan dan keadilan

Terdapat pada pasal 13, 15, 16, 22, 24, 37, dan 40 4. Kebebasan beragama

Terdapat pada pasal 25 5. Bela negara

Tersirat dalam pasal 24, 37, 38, dan 44 6. Pelestarian adat yang baik

Terdapat dalam pasal 2 – 10. Adat yang dipertahankan seperti gotong-royong, pembayaran diat dan tebusan tawanan.

Ruang Lingkup Konstitusi HMI Mukadimmah

Alinea 1 :

1) Islam ajaran yang haq dan sempurna (Ali Imron 19)

2) Fitrah manusia : Hanief/cenderung pada kebenaran (Al-Araf 172) 3) Khalifah fil ardh (Al-Baqarah 30)

4) Pengabdian diri (Az-Zariat 56) Alinea 2 :

Azas keseimbangan (Al-Qashash 77)

Duniawi – Ukhrawi, Individu – Sosial, Iman – Ilmu – Amal Alinea 3 :

1) Kemerdekaan merupakan rahmat Allah SWT (At-Taubah 41, Al-Baqarah 105, Yunus 25)

2) Umat Islam wajib mengisi kemerdekaan (fungsi umat Islam) (Al-Anfal 61, Al-Jum’ah 10, Ar-Radu 11)

3) Adil makmur Alinea 4 :

1) Fungsi generasi muda Islam

2) Orientasi pengabdian kepada Allah SWT (Az-Zariat 56) Makna HMI sebagai Organisasi berasaskan Islam

HMI adalah organisasi yang menghimpun mahasiswa yang (mengaku) beragama Islam dimana secara individu dan organisatoris memiliki cirri-ciri keislaman, dan menjadikan Al-Qur’an dan As-Sunah sebagai sumber norma, sumber nilai,


(14)

sumber inspirasi dan sumber aspirasi di dalam setiap aktivitas dan dinamika organisasi.

Anggaran Dasar dan Rumah Tangga HMI

Anggaran Dasar dan Rumah Tangga HMI merupakan konstitusi HMI, isinya memuat aturan-aturan pokok organisasi yang bersifat fundamental. Secara khusus masalah-masalah yang memerlukan penjelasan lebih lanjut diurai dalam beberapa naskah, yaitu penjelasan dan pedoman-pedoman organisasi lainnya. Hal utama yang harus diketahui kader selain asas dan implikasinya adalah masalah tentang keanggotaan, dan struktur organisasi.

Yang dapat menjadi anggota HMI adalah mahasiswa Islam yang terdaftar pada perguruan tinggi dan/atau yang sederajat yang ditetapkan oleh Pengurus HMI Cabang/Pengurus Besar HMI. Keanggotaan HMI dibagi menjadi tiga, yaitu : 1) Anggota Muda

Anggota muda adalah mahasiswa Islam yang menuntut ilmu di perguruan tinggi atau yang sederajat dan telah mengikuti Maperca

2) Anggota Biasa

Anggota biasa adalah anggota muda yang telah memenuhi syarat dan atau anggota muda yang telah mengikuti Latihan Kader I

3) Anggota Kehormatan

Anggota kehormatan adalah orang yang berjasa kepada HMI yang telah ditetapkan oleh Pengurus HMI Cabang/Pengurus Besar HMI.

Setiap mahasiswa Islam yang berkeinginan untuk bergabung di HMI dengan status sebagai anggota harus mengajukan permohonan secara menyatakan secara tertulis kesediaan mengikuti dan menjalankan AD/ART serta pedoman HMI lainnya kepada pengurus cabang setempat. Apabila yang bersangkutan memenuhi syarat dan telah mengikuti Maperca, maka dinyatakan sebagai anggota muda HMI, kemudian jika anggota muda tersebut telah megikuti dan lulus Latihan Kader I akan dinyatakan sebagai anggota biasa HMI.

Masa keanggotaan HMI dihitung sejak kelulusan dari Latihan Kader I dan akan berakhir maksimum 5 (lima) tahun untuk program S0, 7 (tujuh) tahun untuk program S1, dan 9 (sembilan) tahun untuk program pasca sarjana. Perhitungan tahun antar program bukan dibuat akumulasi. Selain habis masa keanggotaan, status anggota HMI juga dapat berakhir jika anggota yang bersangkutan meninggal dunia, mengundurkan diri, dan diberhentikan atau dipecat. Dalam keadaan tertentu masa keanggotaan dapat diperpanjang apabila yang bersangkutan masih menduduki kepengurusan di HMI, dan akan diperpanjang sampai masa kepengurusannya berakhir.

Anggota muda HMI mempunyai hak bicara tetapi tidak mempunyai hak suara (gimana bisa bicara kalo bersuara tidak boleh), dan mengikuti Latihan Kader I. Anggota biasa memiliki hak suara sehingga otomatis punya hak bicara, mengikuti latihan dalam organisasi sesuai dengan peruntukannya, dan mempunyai hak untuk dipilih sebagai fungsionaris pengurus HMI sesuai dengan peruntukannya. Anggota kehormatan dapat mengajukan saran/usul dan pertanyaan kepada pengurus secara lisan atau tertulis.


(15)

Anggota HMI berkewajiban untuk menjaga nama baik organisasi, berpartisipasi dalam seluruh kegiatan HMI. Khusus untuk anggota muda dan anggota biasa, juga harus membayar uang pangkal dan iuran organisasi.

Anggota HMI dapat dipecat karena dua hal :

1) Bertindak bertentangan dengan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan oleh HMI

2) Bertindak merugikan atau mencemarkan nama baik organisasi

Yang bisa mencabut status keanggotaan HMI adalah Pengurus HMI Cabang dan Pengurus Besar HMI, dengan prosedur yang telah diatur secara khusus.

STRUKTUR ORGANISASI

Struktur organisasi HMI terbagi menjadi 2 (dua), yaitu (1) Struktur Kekuasaan, dan (2) Struktur Pimpinan.

Struktur kekuasaan secara hirarki terdiri dari : 1) Kongres

2) Konferensi/Musyawarah Cabang 3) Rapat Anggota Komisariat

Struktur pimpinan secara hirarki terdiri dari : 1) Pengurus Besar HMI

2) Pengurus HMI Cabang 3) Pengurus HMI Komisariat

Pedoman-Pedoman Dasar Organisasi Pedoman Perkaderan

Pedoman perkaderan adalah aturan yang khusus membahas tentang sistem perkaderan yang dilakukan di HMI. Sistem inilah yang dilaksanakan secara masif, seragam, standar, dan menyeluruh oleh seluruh komponen HMI.

Hal-hal yang menjadi pokok dalam sistem perkaderan HMI adalah : 1. Tujuan Perkaderan

Terciptanya kader Muslim-Intelektual-Profesional yang berakhlakul karimah serta mampu mengemban amanah Allah sebagai khalifah fil ardh dalam upaya mencapai tujuan organisasi.

2. Aspek Perkaderan

• Pembentukan integritas watak dan kepribadian

• Pengembangan kualitas intelektual

• Pengembangan kemampuan professional 3. Landasan Perkaderan

¾ Landasan teologis

¾ Landasan ideologis

¾ Landasan konstitusi

¾ Landasan historis


(16)

4. Pola Dasar Perkaderan

• Rekrutmen

• Pembentukan Kader - Training Formal - Pengembangan :

Æ Up-Grading

Æ Pelatihan

Æ Aktivitas

• Pengabdian Pedoman KOHATI

KOHATI adalah singkatan dari Korps HMI-Wati. KOHATI merupakan badan khusus HMI yang bertugas untuk membina, mengembangkan dan meningkatkan potensi HMI-Wati dalam wacana dan dinamika gerakan keperempuanan. KOHATI didirikan pada tanggal 2 Jumadil Akhir 1386 H yang bertepatan dengan tanggal 17 September 1966 pada Kongres VIII HMI di Solo, KOHATI berkedudukan dimana HMI berada.

KOHATI bertujuan “Terbinanya muslimah yang berkualitas insan cita”. KOHATI merupakan organisasi yang bersifat semi otonom. KOHATI memiliki fungsi sebagai wadah peningkatan dan pengembangan potensi kader HMI dalam wacana dan dinamika gerakan keperempuanan. Dalam internal HMI, KOHATI berfungsi sebagai bidang keperempuanan, dan di eksternal HMI, KOHATI berfungsi sebagai organisasi perempuan. KOHATI berperan sebagai pencetak dan pembinan muslimah sejati untuk menegakkan dan mengembangkan nilai-nilai keislaman dan keindonesiaan. Yang dapat menjadi anggota KOHATI adalah HMI-Wati yang telah lulus Latihan Kader I HMI.

Pedoman Lembaga Kekaryaan Sejarah Lembaga Kekaryaan HMI

Terbentuknya lembaga kekaryaan sebagai satu dari institusi HMI terjadi pada kongres ke tujuh HMI di Jakarta pada tahun 1963 dengan diputusakannya mendirikan beberapa lembaga khusus (sekarang lembaga kekaryaan) dengan pengurus pusatnya ditentukan berdasarkan kuota yang mempunyai potensi terbesar pada jenis aktifitas lembaga kekaryaan yang bersangkutan diantaranya :

• Lembaga Kesehatan Mahasiswa Islam (LKMI) dipusatkan di Surabaya

• Lembaga Da’wah mahasiswa Islam (LDMI) yang dipusatkan di Bandung

• Lembaga Pembangunan Mahasiswa Islam (LPMI) pusatnya di Makassar

• Lembaga Seni Budaya Mahasiswa Islam (LSBMI) pusatnya di Yogyakarta Dan kondisi politik tahun 60-an berorientasi massa, lembaga kekaryaan pun semakin menarik sebagai suatu faktor bagi berkembang pesatnya lembaga kekaryaan ditunjukkan dari :

• Adanya hasil penelitian yang menginginkan dipertegasnya status lembaga kekaryaan, struktur organisasi dan wewenang lembaga kekaryaan

• Keinginan untuk menjadi lembaga kekaryaan otonom penuh terhadap organisasi induk HMI

Kemudian sampai pada tahun 1966 diikuti oleh pembentukan Lembaga Tekhnik Mahasiswa Islam (LTMI), Lembaga Pertanian Mahasiswa Islam (LPMI), Lembaga Astronomi Mahasiswa Islam (LAMI). Akhirnya dengan latar belakang di


(17)

atas melalui kongres VIII HMI di Solo melahirkan keputusan Kongres dengan memberikan status otonom penuh kepada lembaga kekaryaan dengan memberikan hak yang lebih kepada lembaga kekaryaan tersebut, antara lain : a. Punya struktur organiasasi yang bersifat nasional dari tingkat pusat sampai

rayon

b. Memiliki Pedoman Dasar dan Pedoman Rumah Tangga (PD/PRT) sendiri c. Bentuk megadakan musyawarah lembaga termasuk memilih pimpinan

lembaga

Keputusan-keputusan di atas di satu pihak lebih mengarahkan kepada kegiatan lembaga, namun di lain pihak lebih merugikan organisasi ke tingkat induk bahkan justru menimbulkan permasalahan serius. Ini dibuktikan dengan adanya evaluasi pada kongres di Malang pada tahun 1969, dimana kondisi pada saat tersebut lembaga kekaryaan sudah cenderung mengarah kepada perkembangan untuk melepaskan diri dari organisasi induknya, sehingga dalam evaluasi kongres IX HMI di Malang tahun 1969 antara lain melalui papernya mempertanyakan :

a. Status lembaga dan hubungan dengan organisasi induknya (HMI)

b. Perlu tidaknya penegasan oleh kongres, bahwa lembaga kekaryaan adalah bagian mutlak dari HMI misalnya LKMI menjadi LK HMI, LDMI menjadi LD HMI, dsb.

Setelah kongres X di Palembang tahun 1971, perubahan kelembagaan tidak lagi menjadi permasalahan dan perhatian Himpunan. Ha ini mengakibatkan lembaga kekaryaan perlahan-lahan mengalami kemunduran dan puncaknya terjadi saat diterbitkannya SK Mendikbud tentang pengaturan kehidupan kemahasiswaan melalui NKK/BKK tahun 1978.

Namun realitas perkembangan organisasi merasakan perlu dihidupkannya kembali, lembaga kekaryaan yang dikukuhkan melalui kongres XIII HMI di Ujung Pandang. Kemudian LK menjadi perhatian/alternatf baru bagi HMI karena gencarnya isu profesionalisme. Melalui kongres XVI di Padang tahun 1986 pendayagunaan LK kembali dicanangkan.

Lembaga Kekaryaan

Yang dimaksud dengan Lembaga Kekaryaan adalah badan-badan khusus HMI (diluar KOHATI, LPL) yang bertugas melaksanakan kewajiban-kewajiban HMI sesuai dengan fungsi dan bidangnya (ladang garapan) masing-masing, latihan kerja berupa dharma bhakti kemasyarakatan dalam proses pembangunan bangsa dan negara. Sebagaimana terdapa dalam unsur-unsur pokok Esensi Kepribadian HMI yang meliputi :

1. Dasar Tauhid yang bersumber pada Al-Qur’an dan Sunnah Rasul yakni dasar keyakinan bahwa “Tiada Tuhan melainkan Allah”, dan Allah adalah merupakan inti daripada iman, Islam dan Ihsan.

2. Dasar keseimbangan yaitu keharmonisan antara pemenuhan tugas dunia dan akhirat, jasmaniah dan rohaniah, iman dan ilmu menuju kebahagiaan hidup dunia dan akhirat.

3. Kreatif, yakni memiliki kemampuan dengan cipta dan daya pikir nasional dan kritis, hingga memilki kebijakan untuk berilmu amaliah dan beramal ilmiah. 4. Dinamis, yaitu selalu dalam keadaan gerak dan terus berkembang serta

dengan cepat memberikan respon terhadap setiap tantangan yang dihadapi sehingga memiliki fungsi pelopor yang militan.

5. Pemersatu, yaitu sikap dan perbuatan angkatan muda yang merupakan kader seluruh umat Islam Indonesia menuju persatuan nasional.


(18)

6. Progresif dan Pembaharu, yaitu sikap dan perbuatan orang muda patriotik mengutamakan kepentingan bersama bangsa datas kepentingan pribadi. Memihak dan membela kaum-kaum yang lemah dan tertindas dengan menentang penyimpangan dan kebatilan dalam bentuk dan manifestasinya. Aktif dalam pembentukan dan peranan umat Islam Indonesia yang adil dan makmur yang diridhoi oleh Allah SWT.

Dilihat dari jenisnya, maka lembaga kekaryaan yang pernah ada : a. Lembaga Kesehatan Mahasiswa Islam (LKMI)

b. Lembaga Pers Mahasiswa Islam (LAPMI) c. Lembaga Da’wah Mahasiswa Islam (LDMI)

d. Lembaga Pendidikan Mahasiswa Islam (LAPENMI) e. Lembaga Pertanian Mahasiswa Islam (LPMI) f. Lembaga Teknologi Mahasiswa Islam (LTMI) g. Lembaga Seni Budaya Mahasiswa Islam (LSMI) h. Lembaga Astronomi Mahasswa Islam (LAMI) i. Lembaga Ekonomi Mahasiswa Islam (LEMI) j. Lembaga Hukum Mahasiswa Islam (LHMI) k. Lembaga Penelitian Mahasiswa Islam (LEPMI)

l. Dan lembaga-lembaga yang dibentuk sesuai dengan kebutuhan karena lembaga kekaryaan adalah badan pembantu pimpinan HMI, maka dengan melaksanakan tugas/fungsional (sesuai dengan bidangnya masing-masing) haruslah terlebih dahulu dirumuskan dalam suatu musyawarah tersendiri. Musyawarah badan yang selanjutnya disebut rapat kerja itu, bertugas untuk menjabarkan program HMI yang telah diputuskan oleh instansi-instansi kekuasaan HMI.

Maksud dan Fungsi Lembaga Kekaryaan

Adanya lembaga kekaryaan dimaksudkan untuk mempertajam alat pencapai tujuan HMI, sehingga dalam proses dapat terbentuk arah yang jelas, agar pelaksanaan, pembinaan dan pengembangan Lembaga Kekaryaan benar dapat terkoordinasikan.

Adapun fungsi dari lembaga kekaryaan adalah :

a. Melaksanakan peningkatan wawasan profesionalsme anggota, sesuai dengan bidang masing-masing, (Pasal 59 ART HMI) dan lembaga kekeryaan bertanggung jawab kepada pengurus HMI setempat, (Pasal 60 ayat d ART HMI)

b. Melaksanakan dan mengembangkan kebijaksanaan HMI untuk meningkatkan keahlian para anggota melalui pendidikan, penelitian dan latihan kerja praktis serta darma bakti kemasyarakatan (pasal 60 ayat b ART HMI)

Pedoman Atribut HMI

Pedoman atribut HMI berisi tentang lagu, lambing dan berbagai macam penerapannya. Lagu yang dijadikan sebagai Hymne HMI adalah lagu yang diciptakan oleh RM Akbar sebagai berikut :

HYMNE

HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM Bersyukur dan Ikhlas

Himpunan Mahasiswa Islam Yakin Usaha Sampai


(19)

Untuk kemajuan Hidayah dan taufiq Bahagia HMI

Berdoa dan Ikrar

Menjunjung tinggi syiar Islam Turut Qur’an dan hadist Jalan keselamatan

Ya Allah berkati Bahagia HMI

Lambang HMI adalah sebagai berikut : 1. Bentuk huruf alif :

- Sebagai huruf hidup, lambang optimis kehidupan HMI - Huruf alif merupakan angka 1 (satu) lambang,

dasar/semangat HMI 2. Bentuk perisai :

Lambang kepeloporan HMI 3. Bentuk jantung :

Jantung adalah pusat kehidupan manusia, lambang proses

perkaderan HMI 4. Bentuk pena :

Melambangkan bahwa HMI adalah organisasi mahasiswa yang senantiasa haus akan ilmu pengetahuan

5. Gambar bulan bintang :

Lambang keimanan seluruh umat Islam di dunia 6. Warna hijau :

Lambang keimanan dan kemakmuran 7. Warna hitam :

Lambang ilmu pengetahuan

8. Keseimbangan warna hijau dan hitam :

Lambang keseimbangan, esensi kepribadian HMI 9. Warna putih :

Lambang kesucian dan kemurnian perjuangan HMI 10. Puncak tiga :

- Lambang Iman, Islam dan Ikhsan - Lambang Iman, Ilmu dan Amal 11. Tulisan HMI :

Kepanjangan dari

Himpunan Mahasiswa Islam

Pengunaan lambang HMI dapat diterapkan pada : a) Lencana/Badge HMI

b) Bendera c) Stempel d) Kartu Anggota e) Papan Nama HMI

f) Gordon/Selempang HMI

g) Aksesoris atau perlengkapan lain dengan tidak menyimpang dari lambang dan penggunaannya


(20)

Atribut lain yang digunakan dalam HMI adalah : 1) Muts/Peci HMI

2) Baret HMI

Segala sesuatu yang berkaitan dengan atribut diatur dalam ketentuan khusus. Hubungan Konstitusi dan Pedoman lainnya

Pada dasarnya konstitusi hanya memberikan aturan yang bersifat umum, aturan secara khusus dijelaskan dalam pedoman-pedoman lainnya. Pedoman lain berfungsi sebagai penjelasan teknis hal-hal yang dibahas dalam konstitusi, sehingga tidak boleh bertentangan dengan konstitusi. Secara hirarki hukum konstitusi merupakan aturan tertinggi.

3.1.3 Materi Nilai Dasar Perjuangan A. Silabus

JENJANG:

LATIHAN KADER I

NILAI DASAR PERJUANGAN ALOKASI WAKTU: 8 JAM

Tujuan Pembelajaran Umum

Peserta dapat memahami latar belakang perumusan dan kedudukan NDP serta subtansi materi secara garis besar dalam organisasi.

Tujuan Pembelajaran Khusus

1. Peserta dapat menjelaskan sejarah perumusan NDP dan kedudukannya dalam organisasi

2. Peserta dapat menjelaskan hakikat sebuah kehidupan 3. Peserta dapat menjelaskan hakikat kebenaran

4. Peserta dapat menjelaskan hakikat penciptaan alam semesta 5. Peserta dapat menjelaskan hakikat penciptaan manusia 6. Peserta dapat menjelaskan hakikat masyarakat

7. Peserta dapat menjelaskan hubungan antara iman, ilmu dan amal Pokok Bahasan/Sub Pokok Bahasan

1. Sejarah perumusan NDP dan kedudukan NDP dalam organisasi HMI 1.1. Pengertian NDP

1.2. Sejarah Perumusan dan lahirnya NDP

1.3. NDP sebagai kerangka Global Pemahaman Islam dalam konteks organisasi HMI

1.4. Hubungan antara NDP dan Mision HMI 1.5. Metode pemahaman NDP

2. Garis besar Materi NDP 2.1. Hakikat Kehidupan

2.1.1. Analisa Kebutuhan Manusia

2.1.2. Mencari kebenaran sebagai kebutuhan dasar manusia 2.1.3. Islam sebagai sumber kebenaran


(21)

2.2. Hakikat Kebenaran

2.2.1. Konsep Tauhid La Ila Ha Illallah 2.2.2. Eksistensi dan sifat-sifat Allah

2.2.3. Rukun iman sebagai sebagai upaya mencari kebenaran 2.3. Hakikat Penciptaan Alam Semesta

2.3.1. Eksistensi Alam

2.3.2. Fungsi dan Tujuan Penciptaan Alam 2.4. Hakikat-hakikat penciptaan Manusia

2.4.1. Eksistensi Manusia dan Kedudukannya diantara mahkluk lainnya

2.4.2. Kesetaraan dan kedudukan manusia sebagai khalifah dimuka bumi

2.4.3. Manusia sebagai hamba Allah

2.4.4. Fitrah, kebebasan dan tanggungjawab manusia 2.5. Hakikat Masyarakat

2.5.1. Perlunya menegakan keadilan dalam masyarakat 2.5.2. Hubungan Keadilan dan Kemerdekaan

2.5.3. Hubungan Keadilan dan kemakmuran 2.5.4. Kepemimpinan untuk menegakkan keadilan 2.6. Hakikat Ilmu

2.6.1. Ilmu sebagai jalanmencari kebenaran 2.6.2. Jenis-jenis Ilmu

3. Hubungan antara Iman, Ilmu dan Amal Metode :

Menjunjung tinggi kearifan lokal Evaluasi :

Test objektif/subjektif, penugasan dan membuat kuisoner Referensi :

1. Al-Qur’an dan terjemah 2. Teks NDP

3. Literatur lain yang relevan B. Materi Terurai

Sejarah Perumusan NDP

Sampai pada fase perjuangan HMI dalam transisi orde lama dan orde baru, pedoman perjuangan HMI yang mendasar dan sistematis belum ada, setelah fase berikutnya baru disusun Nilai Dasar Perjuangan HMI, yang pada Kongres XVI HMI di Padang tahun 1986 pernah berubah nama menjadi Nilai Identitas Kader (NIK), pada dasarnya tidak ada perubahan atas isi dari NDP. Perubahan ini didasari atas pertimbangan politik setelah keluarnya UU No.5 tahun 1985 yang menyatakan bahwa Pancasila satu-satunya azas organisasi kemasyarakatan. Pada Kongres XXII HMI di Jambi tahun 1999 nama NIK kembali ditukar menjadi NDP, seirama dengan pertukaran azas organisasi.

Kelahiran NDP dilatarbelakangi oleh : 1) Keadaan negara

Bangsa Indonesia sekitar 1966-1968 tengah mengalami perbaikan dari segi infra struktur maupun supra struktur, karena bangsa Indonesia baru dilanda badai pengkhianatan PKI


(22)

2) Keadaan umat Islam

Nurkholis Madjid dalam buku HMI Menjawab Tantangan Jaman mengungkapkan bahwa muslim Indonesia adalah termasuk yang paling sedikit ter”Arab”kan. Di Indonesia pemahaman Islam masih dangkal, sehingga masih ada persoalan bagaimana menghayati nilai-nilai Islam itu sendiri.

3) Antek-antek PKI mempunyai pedoman yang baik

Untuk memberikan pemahaman tentang kekomunisan, para kader PKI di masa jayanya (1960-an) mempunyai buku saku yang bisa dibaca dimanapun dan kapanpun. Melihat keadaan ini timbul keinginan Cak Nur untuk menyusun dasar-dasar nilai Islam melalui kerangka sistematis yang kemudia beliau beri nama NDI (Nilai Dasar Islam) dengan tujuan NaDI ini mampu berfungsi sebagai pemahaman global tentang ajaran Islam.

4) Literatur yang tersedia belum memuaskan

Pada waktu itu para kader HMI masih jarang sekali menuangkan ide keislaman mereka dalam bentuk tulisan, salah satu penyebabnya adalah kesibukan melawan PKI secara fisik.

Pada masa kepengurusan Nurkholis Madjid, HMI berusaha membuat pedoman perjuangan dan pada Kongres X HMI di Palembang tahun 1971, ditetapkan menjadi Nilai Dasar Perjuangan (NDP), yang berasal dari naskah NDI yang disampaikan Cak Nur dalam Kongres IX HMI di Malang tahun 1969 yang selanjutnya kongres menugaskan kepada Nurkholis Madjid, Sakib Mahmud, dan Endang Saifudin Anshari (alm.) untuk menyempurnakannya. Pemilihan nama NDP sendiri memiliki alasan, yaitu (1) Nama NDI terlalu mengklaim Islam yang bahkan akan mempersimpit ajaran Islam iru sendiri, (2) Terinspirasi oleh buku “Perjuangan Kita”-nya Syahrir.

Ahmad Wahib dalam buku harian yang kemudian diterbitkan menjadi buku oleh Johan Effendi dengan tajuk “Pergolakan Pemikiran Islam” yang dianggap controversial, menuliskan bahwa perumusan NDI tersebut dipengaruhi oleh perjalanan Nurkholis Madjid ke universitas-universitas di Amerika atas undangan pemerintah Amerika pada tahun 1968. Hal ini dibantah oleh Cak Nur dalam buku HMI Menjawab Tantangan Jaman, bahwa sebenarnya perjalanan ke Amerika tidak berpengaruh banyak terhadap dirinya, karena selain perjalanan ke Amerika, Cak Nur juga melanjutkan lawatan ke Timur Tengah dengan menggunakan sisa uang saku yang dihematnya waktu di Amerika. Di Timur Tengah perjalanan dimulai dari Damaskus, Kuwait, Saudi Arabia, Turki, Lebanon, dan terakhir Mesir. Dalam perjalanan di Timur Tengah inilah untuk pertama kalinya Cak Nur bertemu Gus Dur, padahal mereka satu kampung. Di Riyadh Cak Nur bertemu dengan Dr. Farid Mustafa dan mendapat banyak hal darinya. Selama di Timur Tengah Cak Nur sering mengadakan diskusi kritis tentang berbagai hal keislaman.

Sepulang Cak Nur dari menunaikan ibadah haji atas undangan Menteri Pendidikan Arab Saudi (Syekh hasan bin Abdullah Ali) sekitar bulan April 1969, keinginannya untuk menulis NDI makin menggebu-gebu.

Kedudukan NDP dalam tubuh HMI

NDP merupakan landasan perjuangan HMI, dan ini perlu disosialisikan pada setiap kader. Tujuan NDP dalam HMI merupakan filsafat sosial dalam melakukan perubahan sesuai tujuan HMI. Hubungan NDP dalam HMI dapat digambarkan sebagai berikut :


(23)

Berdasarkan skema tersebut, maka NDP merupakan filsafat sosial yang bersumber dari ajaran Islam. Filsafat sosial ini diturunkan menjadi teori-teori sosial yang teori-teori ini akan memberikan konsepsi yang jelas pada arah gerak perubahan sosial yang dilakukan oleh HMI.

C. Teks NDP

NILAI DASAR PERJUANGAN HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM

A. DASAR-DASAR KEPERCAYAAN

Manusia memerlukan suatu bentuk kepercayaan. Kepercayaan itu akan melahirkan tata nilai guna menopang hidup dan budayanya. Sikap tanpa percaya atau ragu yang sempurna tidak mungkin dapat terjadi. Tetapi selain kepercayaan itu dianut karena kebutuhan dalam waktu yang sama juga harus merupakan kebenaran. Demikian pula cara berkepercayaan harus pula benar. Menganut kepercayaan yang salah bukan saja tidak dikehendaki akan tetapi bahkan berbahaya.

Disebabkan kepercayaan itu diperlukan, maka dalam kenyataan kita temui bentuk-bentuk kepercayaan yang beraneka ragam di kalangan masyarakat. Karena bentuk- bentuk kepercayaan itu berbeda satu dengan yang lain, maka sudah tentu ada dua kemungkinan: kesemuanya itu salah atau salah satu saja diantaranya yang benar. Disamping itu masing-masing bentuk kepercayaan mungkin mengandung unsur-unsur kebenaran dan kepalsuan yang campur baur. Sekalipun demikian, kenyataan menunjukkan bahwa kepercayaan itu melahirkan nilai-nilai. Nilai-nilai itu kemudian melembaga dalam tradis-tradisi yang diwariskan turun temurun dan mengikat anggota masyarakat yang mendukungnya. Karena kecenderungan tradisi untuk tetap mempertahankan diri terhadap kemungkinan perubahan nilai-nilai, maka dalam kenyataan ikatan-ikatan tradisi sering menjadi penghambat perkembangan peradaban dan kemajuan manusia. Disinilah terdapat kontradiksi kepercayaan diperlukan sebagai sumber tatanilai guna menopang peradaban manusia, tetapi nilai-nilai itu

ISLAM

NDP HMI

MISSION HMI

GPPO & PKN HMI

Landasan Teologis

Landasan Ideologis

Landasan Filosofis


(24)

melembaga dalam tradisi yang membeku dan mengikat, maka justru merugikan peradaban.

Oleh karena itu, pada dasarnya, guna perkembangan peradaban dan kemajuannya, manusia harus selalu bersedia meninggalkan setiap bentuk kepercayaan dan tata nilai yang tradisional, dan menganut kepercayaan yang sungguh-sungguh yang merupakan kebenaran. Maka satu-satunya sumber nilai sumber dan pangkal nilai itu haruslah kebenaran itu sendiri. Kebenaran merupakan asal dan tujuan segala kenyataan. Kebenaran yang mutlak adalah Tuhan Allah.

Perumusan kalimat persaksian (Syahadat) Islam yang kesatu : Tiada Tuhan selain Allah mengandung gabungan antara peniadaan dan pengecualian. Perkataan "Tidak ada Tuhan" meniadakan segala bentuk kepercayaan, sedangkan perkataan "Selain Allah" memperkecualikan satu kepercayaan kepada kebenaran. Dengan peniadaan itu dimaksudkan agar manusia membebaskan dirinya dari belenggu segenap kepercayaan yang ada dengan segala akibatnya, dan dengan pengecualian itu dimaksudkan agar manusia hanya tunduk pada ukuran kebenaran dalam menetapkan dan memilih nilai - nilai, itu berarti tunduk pada Allah, Tuhan Yang Maha Esa, Pencipta segala yang ada termasuk manusia. Tunduk dan pasrah itu disebut Islam.

Tuhan itu ada, dan ada secara mutlak hanyalah Tuhan. Pendekatan ke arah pengetahuan akan adanya Tuhan dapat ditempuh manusia dengan berbagai jalan, baik yang bersifat intuitif, ilmiah, historis, pengalaman dan lain-lain. Tetapi karena kemutlakan Tuhan dan kenisbian manusia, maka manusia tidak dapat menjangkau sendiri kepada pengertian akan hakekat Tuhan yang sebenarnya. Namun demi kelengkapan kepercayaan kepada Tuhan, manusia memerlukan pengetahuan secukupnya tentang Ketuhanan dan tatanilai yang bersumber kepada-Nya. Oleh sebab itu diperlukan sesuatu yang lain yang lebih tinggi namun tidak bertentangan dengan insting dan indera.

Sesuatu yang diperlukan itu adalah "Wahyu" yaitu pengajaran atau pemberitahuan yang langsung dari Tuhan sendiri kepada manusia. Tetapi sebagaimana kemampuan menerima pengetahuan sampai ketingkat yang tertinggi tidak dimiliki oleh setiap orang, demikian juga wahyu tidak diberikan kepada setiap orang. Wahyu itu diberikan kepada manusia tertentu yang memenuhi syarat dan dipilih oleh Tuhan sendiri yaitu para Nabi dan Rosul atau utusan Tuhan. Dengan kewajiban para Rosul itu untuk menyampaikannya kepada seluruh ummat manusia. Para rosul dan nabi itu telah lewat dalam sejarah semenjak Adam, Nuh, Ibrahim, Musa,Isa atau Yesus anak Mariam sampai pada Muhammad SAW. Muhammad adalah Rosul penghabisan, jadi tiada Rosul lagi sesudahnya. Jadi para Nabi dan Rosul itu adalah manusia biasa dengan kelebihan bahwa mereka menerima wahyu dari Tuhan.

Wahyu Tuhan yang diberikan kepada Muhammad SAW terkumpul seluruhnya dalam kitab suci Al-Quran. Selain berarti bacaan, kata Al-Quran juga bearti "kumpulan" atau kompilasi, yaitu kompilasi dari segala keterangan. Sekalipun garis-garis besar Al-Quran merupakan suatu kompendium, yang singkat namun mengandung keterangan-keterangan tentang segala sesuatu sejak dari sekitar alam dan manusia sampai kepada hal-hal gaib yang tidak mungkin diketahui manusia dengan cara lain. Jadi untuk memahami Ketuhanan Yang Maha Esa


(25)

dan ajaran-ajaran-Nya, manusia harus berpegang kepada Al-Quran dengan terlebih dahulu mempercayai kerasulan Muhammmad SAW. Maka kalimat kesaksian yang kedua memuat esensi kedua dari kepercayaan yang harus dianut manusia, yaitu bahwa Muhammad adalah Rosul Allah. Kemudian di dalam Al-Quran didapat keterangan lebih lanjut tentang Ketuhanan Yang maha Esa ajaran-ajaranNya yang merupakan garis besar dan jalan hidup yang mesti diikuti oleh manusia. Tentang Tuhan antara lain: surat Al-Ikhlas menerangkan secara singkat ; katakanlah : "Dia adalah Tuhan Yang Maha Esa. Dia itu adalah Tuhan. Tuhan tempat menaruh segala harapan. Tiada Ia berputra dan tiada pula berbapa. Selanjutnya Ia adalah Maha Kuasa, Maha Mengetahui, Maha Adil, Maha Bijaksana, Maha Kasih dan Maha Sayang, Maha Pengampun dan seterusnya daripada segala sifat kesempurnaan yang selayaknya bagi Yang Maha Agung dan Maha Mulia, Tuhan seru sekalian Alam.

Juga diterangkan bahwa Tuhan adalah yang pertama dan yang penghabisan, Yang lahir dan Yang Bathin, dan "kemanapun manusia berpaling maka disanalah wajah Tuhan". Dan "Dia itu bersama kamu kemanapun kamu berada". Jadi Tuhan tidak terikat ruang dan waktu.

Sebagai "yang pertama dan yang penghabisan", maka sekaligus Tuhan adalah asal dan tujuan segala yang ada, termasuk tata nilai. Artinya ; sebagaimana tata nilai harus bersumber kepada kebenaran dan berdasarkan kecintaan kepadaNya, Iapun sekaligus menuju kepada kebenaran dan mengarah kepada "persetujuan" atau "ridhanya ". Inilah kesatuan antara asal dan tujuan hidup yang sebenarnya (Tuhan sebagai tujuan hidup yang benar, diterangkan dalam bagian yang lain)

Tuhan menciptakan alam raya ini dengan sebenarnya, dan mengaturnya dengan pasti. Oleh karena itu alam mempunyai eksistensi yang riil dan obyektif, serta berjalan mengikuti hukum-hukum yang tetap. Dan sebagai ciptaan daripada sebaik-baiknya penciptanya, maka alam mengandung kebaikan pada diriNya dan teratur secara harmonis. Nilai ciptaan ini untuk manusia bagi keperluan perkembangan peradabannya. Maka alam dapat dan dijadikan obyek penyelidikan guna dimengerti hukum-hukum Tuhan (sunnatullah) yang berlaku didalamnya. Kemudian manusia memanfaatkan alam sesuai dengan hukum-hukumnya sendiri.

Jika kenyataan alam ini berbeda dengan persangkaan idealisme maupun agama Hindu yang mengatakan bahwa alam tidak mempunyai eksistensi riil dan obyektif, melainkan semua palsu atau maya atau sekedar emansipasi atau pancaran daripada dunia lain yang kongkrit, yaitu idea atau nirwana. Juga tidak seperti dikatakan filsafat Agnosticisme yang mengatakan bahwa alam tidak mungkin dimengerti manusia. Dan sekalipun filsafat materialisme mengatakan bahwa alam ini mempunyai eksistensi riil dan obyektif sehingga dapat dimengerti oleh manusia, namun filsafat itu mengatakan bahwa alam ada dengan sendirinya. Peniadaan pencipta ataupun peniadaan Tuhan adalah satu sudut daripada filsafat materialisme.

Manusia adalah puncak ciptaan dan mahluk-Nya yang tertinggi. Sebagai mahluk tertinggi manusia dijadikan "Khalifah" atau wakil Tuhan di bumi. Manusia ditumbuhkan dari bumi dan diserahi untuk memakmurkannya. Maka urusan di dunia telah diserahkan Tuhan kepada manusia. Manusia sepenuhnya


(26)

bertanggungjawab atas segala perbuatannya di dunia. Perbuatan manusia ini membentuk rentetan peristiwa yang disebut "sejarah". Dunia adalah wadah bagi sejarah, dimana manusia menjadi pemilik atau "rajanya".

Sebenarnya terdapat hukum-hukum Tuhan yang pasti (sunattullah) yang menguasai sejarah, sebagaimana adanya hukum yang menguasai alam tetapi berbeda dengan alam yang telah ada secara otomatis tunduk kepada sunatullah itu, manusia karena kesadaran dan kemampuannya untuk mengadakan pilihan untuk tidak terlalu tunduk kepada hukum-hukum kehidupannya sendiri. Ketidakpatuhan itu disebabkan karena sikap menentang atau kebodohan. Hukum dasar alami daripada segala yang ada inilah "perubahan dan perkembangan", sebab : segala sesuatu ini adalah ciptaan Tuhan dan pengembangan olehNya dalam suatu proses yang tiada henti-hentinya. Segala sesuatu ini adalah berasal dari Tuhan dan menuju kepada Tuhan. Maka satu-satunya yang tak mengenal perubahan hanyalah Tuhan sendiri, asal dan tujuan segala sesuatu. Di dalam memenuhi tugas sejarah, manusia harus berbuat sejalan dengan arus perkembangan itu menunju kepada kebenaran. Hal itu berarti bahwa manusia harus selalu berorientasi kepada kebenaran, dan untuk itu harus mengetahui jalan menuju kebenaran itu. Dia tidak mesti selalu mewarisi begitu saja nilai-nilai tradisional yang tidak diketahuinya dengan pasti akan kebenarannya.

Oleh karena itu kehidupan yang baik adalah yang disemangati oleh iman dan ilmu. Bidang iman dan pencabangannya menjadi wewenang wahyu sedangkan bidang ilmu pengetahuan menjadi wewenang manusia untuk mengusahakan dan mengumpulkannya dalam kehidupan dunia ini. Ilmu itu meliputi tentang alam dan tentang manusia (sejarah). Untuk memperoleh ilmu pengetahuan tentang nilai kebenaran sejauh mungkin, manusia harus melihat alam dan kehidupan ini sebagaimana adanya tanpa melekatkan padanya kualitas-kualitas yang bersifat ketuhanan. Sebab sebagaimana diterangkan dimuka, alam diciptakan dengan wujud yang nyata dan objektif sebagaimana adanya. Alam tidak menyerupai Tuhan, dan Tuhan pun untuk sebagian atau seluruhnya tidak sama dengan alam. Sikap memper-Tuhan-kan atau mensucikan (sakralisasi) haruslah ditujukan kepada Tuhan sendiri. Tuhan Allah Yang Maha Esa.

Ini disebut "Tauhid" dan lawannya disebut "syirik" artinya mengadakan tandingan terhadap Tuhan, baik seluruhnya atau sebagian maka jelasnya bahwa syirik menghalangi perkembangan dan kemajuan peradaban, kemanusiaan menuju kebenaran.

Sesudahnya atau kehidupan duniawi ini ialah "hari kiamat". Kiamat merupakan permulaan bentuk kehidupan yang tidak lagi bersifat sejarah atau duniawi, yaitu kehidupan akhirat. Kiamat disebut juga "hari agama", atau yaumuddin, dimana Tuhan menjadi satu-satunya pemilik dan raja. Disitu tidak lagi terdapat kehidupan historis, seperti kebebasan, usaha dan tata masyarakat. Tetapi yang ada adalah pertanggunggan jawab individu manusia yang bersifat mutlak dihadapan illahi atas segala perbuatannya dahulu didalam sejarah.

Selanjutnya kiamat merupakan "hari agama", maka tidak yang mungkin kita ketahui selain daripada yang diterangkan dalam wahyu. Tentang hari kiamat dan kelanjutannya / kehidupan akhirat yang non-historis manusia hanya diharuskan percaya tanpa kemungkinan mengetahui kejadian-kejadiannya.


(27)

B. PENGERTIAN-PENGERTIAN DASAR TENTANG KEMANUSIAAN

Telah disebutkan di muka, bahwa manusia adalah puncak ciptaan, merupakan mahluk yang tertinggi dan adalah wakil dari Tuhan di bumi. Sesuatu yang membuat manusia yang menjadi manusia bukan hanya beberapa sifat atau kegiatan yang ada padanya, melainkan suatu keseluruhan susunan sebagai sifat-sifat dan kegiatan-kegiatan yang khusus dimiliki manusia saja yaitu Fitrah. Fitrah membuat manusia berkeinginan suci dan secara kodrati cenderung kepada kebenaran (Hanief).

"Dlamier" atau hati nurani adalah pemancar keinginan pada kebaikan, kesucian dan kebenaran. Tujuan hidup manusia ialah kebenaran yang mutlak atau kebenaran yang terakhir, yaitu Tuhan Yang Maha Esa. Fitrah merupakan bentuk keseluruhan tentang diri manusia yang secara asasi dan prinsipil membedakannya dari mahluk-mahluk yang lain. Dengan memenuhi hati nurani, seseorang berada dalam fitrahnya dan menjadi manusia sejati.

Kehidupan dinyatakan dalam kerja atau amal perbuatanya. Nilai- nilai tidak dapat dikatakan hidup dan berarti sebelum menyatakan diri dalam kegiatan-kegiatan amaliah yang kongkrit. Nilai hidup manusia tergantung kepada nilai kerjanya. Di dalam dan melalui amal perbuatan yang berperikemanusiaan (fitrah sesuai dengan tuntutan hati nurani) manusia mengecap kebahagiaan, dan sebaliknya di dalam dan melalui amal perbuatan yang tidak berperikemanusiaan (jihad) ia menderita kepedihan. Hidup yang pernuh dan berarti ialah yang dijalani dengan sungguh-sungguh dan sempurna, yang didalamnya manusia dapat mewujudkan dirinya dengan mengembangkan kecakapan-kecakapan dan memenuhi keperluan-keperluannya. Manusia yang hidup berarti dan berharga ialah dia yang merasakan kebahagiaan dan kenikmatan dalam kegiatan-kegiatan yang membawa perubahan kearah kemajuan-kemajuan baik yang mengenai alam maupun masyarakat yaitu hidup berjuang dalam arti yang seluas-luasnya. Dia diliputi oleh semangatmencari kebaikan, keindahan dan kebenaran. Dia menyerap segala sesuatu yang baru dan berharga sesuai dengan perkembangan kemanusiaan dan menyatakan dalam hidup berperadaban dan berkebudayaan. Dia adalah aktif, kreatif dan kaya akan kebijaksanaan (widom, hikmah).

Dia berpengalaman luas, berpikir bebas, berpandangan lapang dan terbuka, bersedia mengikuti kebenaran dari manapun datangnya. Dia adalah manusia toleran dalam arti kata yang benar, penahan amarah dan pemaaf. Keutamaan itu merupakan kekayaan manusia yang menjadi milik daripada pribadi-pribadi yang senantiasa berkembang dan selamanya tumbuh kearah yang lebih baik.

Seorang manusia sejati (insan kamil) ialah yang kegiatan mental dan phisiknya merupakan suatu keseluruhan. Kerja jasmani dan kerja rohani bukanlah dua kenyataan yang terpisah. Malahan dia tidak mengenal perbedaan antara kerja dan kesenangan, kerja baginya adalah kesenggangan dan kesenangan ada dalam dan melalui kerja. Dia berkepribadian, merdeka, memiliki dirinya sendiri,menyatakan ke luar corak perorangannya dan mengembangkan kepribadian dan wataknya secara harmonis. Dia tidak mengenal perbedaan antara kehidupan individu dan kehidupan komunal, tidak membedakan antara perorangan dan sebagai anggota masyarakat, hak dan kewajiban serta kegiatan-kegiatan untuk dirinya adalah juga sekaligus untuk sesama ummat manusia.


(28)

Baginya tidak ada pembagian dua (dichotomy) antara kegiatan-kegiatan rokhani dan jasmani, pribadi dan masyarakat, agama dan politik maupun dunia akherat. Kesemuanya dimanifestasikan dalam suatu kesatuan kerja yang tunggal pancaran niatnya, yaitu mencari kebaikan, keindahan dan kebenaran. Dia seorang yang ikhlas, artinya seluruh amal perbuatannya benar-benar berasal dari dirinya sendiri dan merupakan pancaran langsung dari pada kecenderungannya yang suci yang murni. Suatu pekerjaan dilakukan karena keyakinan akan nilai pekerjaan itu sendiri bagi kebaikan dan kebenaran, bukan karena hendak memperoleh tujuan lain yang nilainya lebih rendah (pamrih). Kerja yang ikhlas mengangkat nilai kemanusiaan pelakunya dan memberikannya kebahagiaan. Hal itu akan menghilangkan sebab-sebab suatu jenis pekerjaan ditinggalkan dan kerja amal akan menjadi kegiatan kemanusiaan yang paling berharga. Keikhlasan adalah kunci kebahagiaan hidup manusia, tidak ada kebahagiaan sejati tanpa keikhlasan dan keikhlasan selalu menimbulkan kebahagiaan.

Hidup fitrah ialah bekerja secara ikhlas yang memancarkan dari hati nurani yang hanief atau suci.

C. KEMERDEKAAN MANUSIA (IKHTIAR) DAN KEHARUSAN UNIVERSAL (TAKDIR)

Keikhlasan yang insani itu tidak mungkin ada tanpa kemerdekaan. Kemerdekaan dalam arti kerja sukarela tanpa paksaan yang didorong oleh kemauan yang murni, kemerdekaan dalam pengertian kebebasan memilih sehingga pekerjaan itu benar-benar dilakukan sejalan dengan hati nurani. Keikhlasan merupakan pernyataan kreatif kehidupan manusia yang berasal dari perkembangan tak terkekang daripada kemauan baiknya. Keikhlasan adalah gambaran terpenting daripada kehidupan manusia sejati. Kehidupan sekarang di dunia dan abadi (external) berupa kehidupan kelak sesudah mati di akherat. Dalam aspek pertama manusia melakukan amal perbuatan dengan baik dan buruk yang harus dipikul secara individual, dan komunal sekaligus. Sedangkan dalam aspek kedua manusia tidak lagi melakukan amal perbuatan, melainkan hanya menerima akibat baik dan buruknya dari amalnya dahulu di dunia secara individual. Di akherat tidak terdapat pertanggung jawaban perseorangan (mutlak). Manusia dilahirkan sebagai individu, hidup ditengah alam dan masyarakat sesamanya, kemudian menjadi individu kembali.

Jadi individualitas adalah pernyataan asasi yang pertama dan terakhir, dari pada kemanusiaan, serta letak kebenarannya daripada nilai kemanusiaan itu sendiri. Karena individu adalah penanggung jawab terakhir dan mutlak daripada awal perbuatannya, maka kemerdekaan pribadi, adalah haknya yang pertama dan asasi.

Tetapi individualitas hanyalah pernyataan yang asasi dan primer saja dari pada kemanusiaan. Kenyataan lain, sekalipun sifat sekunder , ialah bahwa individu dalam suatu hubungan tertentu dengan dunia sekitarnya. Manusia hidup ditengah alam sebagai makhluk sosial hidup ditengah sesama. Dari segi ini manusia adalah bagian dari keseluruhan alam yang merupakan satu kesatuan. Oleh karena itu kemerdekaan harus diciptakan untuk pribadi dalam kontek hidup ditengah masyarakat. Sekalipun kemerdekaan adalah esensi daripada kemanusiaan, tidak berarti bahwa manusia selalu dan dimana saja merdeka. Adanya batas-batas dari kemerdekaan adalah suatu kenyataan. Batas-batas


(29)

tertentu itu dikarenakan adanya hukum-hukum yang pasti dan tetap menguasai alam. Hukum yang menguasai benda-benda maupun masyarakat manusia sendiri yang tidak tunduk dan tidak pula bergantung kepada kemauan manusia. Hukum-hukum itu mengakibatkan adanya "keharusan Universal " atau "kepastian hukum " dan takdir. 3) jadi kalau kemerdekaan pribadi diwujudkan dalam kontek hidup di tengah alam dan masyarakat dimana terdapat keharusan universal yang tidak tertaklukan, maka apakah bentuk yang harus dipunyai oleh seseorang kepada dunia sekitarnya?

Sudah tentu bukan hubungan penyerahan, sebab penyerahan berarti peniadaan terhadap kemerdekaan itu sendiri. Pengakuan akan adanya keharusan universal yang diartikan sebagai penyerahan kepadanya sebelum suatu usaha dilakukan berarti perbudakan. Pengakuan akan adanya kepastian umum atau takdir hanyalah pengakuan akan adanya batas-batas kemerdekaan. Sebaliknya suatu persyaratan yang positif daripada kemerdekaan adalah pengetahuan tentang adanya kemungkinan-kemungkinan kretif manusia. Yaitu tempat bagi adanya usaha yang bebas dan dinamakan "ikhtiar" artinya pilih merdeka.

Ikhtiar adalah kegiatan kemerdekaan dari individu, juga berarti kegiatan dari manusia merdeka. Ikhtiar merupakan usaha yang ditentukan sendiri dimana manusia berbuat sebagai pribadi banyak segi yang integral dan bebas; dan dimana manusia tidak diperbudak oleh suatu yang lain kecuali oleh keinginannya sendiri dan kecintaannya kepada kebaikan. Tanpa adanya kesempatan untuk berbuat atau berikhtiar, manusia menjadi tidak merdeka dan menjadi tidak bisa dimengerti untuk memberikan pertanggung jawaban pribadi dari amal perbuatannya. Kegiatan merdeka berarti perbuatan manusia yang merubah dunia dan dirinya sendiri. Jadi sekalipun terdapat keharusan universal atau takdir manusia dengan haknya untuk berikhtiar mempunyai peranan aktif dan menentukan bagi dunia dan dirinya sendiri.

Manusia tidak dapat berbicara mengenai takdir suatu kejadian sebelum kejadian itu menjadi kenyataan. Maka percaya kepada takdir akan membawa keseimbangan jiwa tidak terlalu berputus asa karena suatu kegagalan dan tidak perlu membanggakan diri karena suatu kemunduran. Sebab segala sesuatu tidak hanya terkandung pada dirinya sendiri, melainkan juga kepada keharusan yang universal itu.

D. KETUHANAN YANG MAHA ESA DAN KEMANUSIAAN

Telah jelas bahwa hubungan yang benar antara individu manusia dengan dunia sekitarnya bukan hubungan penyerahan. Sebab penyerahan meniadakan kemerdekaan dan keikhklasan dan kemanusiaan. Tatapi jelas pula bahwa tujuan manusia hidup merdeka dengan segala kegiatannya ialah kebenaran. Oleh karena itu sekalipun tidak tunduk pada sesuatu apapun dari dunia sekelilingnya, namun manusia merdeka masih dan mesti tunduk kepada kebenaran. Karena menjadikan sesuatu sebagai tujuan adalah berarti pengabdian kepada-Nya. Jadi kebenaran-kebenaran menjadi tujuan hidup dan apabila demikian maka sesuai dengan pembicaraan terdahulu maka tujuan hidup yang terakhir dan mutlak ialah kebenaran terakhir dan mutlak sebagai tujuan dan tempat menundukkan diri. Adakah kebenaran terakhir dan mutlak itu ?. Ada, sebagaimana tujuan akhir dan mutlak daripada hidup itu ada. Karena sikapnya


(1)

ORGANISASI SEBAGAI ALAT PERJUANGAN

Ada berbagai macam tipe organisasi, yang umum dikenal yakni :

a. Bentuk Lini

Yang pertama ini sering pula dinamakan :bentuk lurus”, “bentuk jalur” dan “bentuk militer”. Bentuk lini ini mula-mula diperkenalkan oleh seorang ahli adminstrasi berkebangsaan Perancis, Henry Fayol. Bentuk lini dipandang sebagai bentuk yang paling tua dan dipergunakan secara luas pada masa perkembangan industri pertama. Organisasi ini banyak dipergunakan di lingkungan militer dan perusahaan-perusahaan kecil.

Ciri-cirinya :

♦ Garis komando langsung dari atasan ke bawahan atau dari pimpinan tertinggi ke berbagai tingkat operasional.

♦ Masing-masing pekerja bertanggungjawab penuh terhadap semua kegiatannya.

♦ Otoritas dan tangungjawab tertinggi pada puncak makin lama makin berkurang menurut jenjang.

♦ Organisasinya kecil, begitu pula karyawannya sedikit.

♦ Hubungan kerja antara pimpinan dan bawahan bersifat langsung.

♦ Tujuan, alat-alat yang digunakan dan struktur organisasinya masih sederhana.

♦ Pemilik organisasi biasanya menjadi pimpinan tertinggi.

Keuntungan organisasi yang berbentuk lini :

♦ Kekuasaan dan tanggungjawab dapat ditetapkan secara definitif.

♦ Orang yang mempunyai kekuasaan dan tanggungjawab diketahui oleh semua pihak.

♦ Proses pengambilan keputusan berjalan dengan cepat, karena jumlah orang yang perlu diajak berembuk tidak begitu banyak.

♦ Disiplin mudah dipertahankan.

♦ Solidaritas para anggota masih besar, karena masih saling kenal mengenal.

♦ Tersedianya kesempatan yang baik bagi pimpinan organisasi untuk mengembangkan bakat-bakat pemimpin.

b. Bentuk Lini dan Staf

Di dalam organisasi-organisasi kecil, semua karyawan supervisor adalah merupakan orang-orang lini (line personnel). Tetapi ketika organisasi melai membesar, maka semakin terasa pentingnya penyediaan tenaga spesialis mampu memberikan nasihat-nasihat teknis dan memberikan jasa-jasa kepada unit-unit operasional lainnya. Orang-orang inilah yang biasanya disebut “staf personnel” (orang-orang staf yang melaksanakan fungsi-fungsi staf). Dan orang-orang staf ini dapat digolongkan menjadi dua macam, yaitu : (1) para penasihat dan (2) “auxilliary personnel”, bertugas melakukan kegiatan-kegiatan penunjang demi lancarnya meknisme organisasi.

Ciri-ciri Pokok :

♦ Organisasinya besar dan kompleks.

♦ Jumlah karyawannya banyak.

♦ Terdapat dua kelompok karyawan (lini dan staf) sebagaimana dijelaskan di atas.


(2)

♦ Karena organisasi sudah semakin besar / kompleks, maka hubungan langsung di sini sudah tidak mungkin lagi terjadi antar anggota maupun antara pemimpin dan bawahan.

♦ Nampak adanya spesialisasi yang dikembangkangkan dan dipergunakan secara optimal.

Kebaikan-kebaikannya :

♦ Adanya pembagian tugas yang jelas antara kelompok lini yang melaksanakan tugas pokok organisasi, dan kelompok staf yang melaksanakan kegiatan penunjang.

♦ Asas spesialisasi dapat dijalankan, menurut bakat bawahan yang berbeda-beda.

♦ Prinsip “the right man in the right place” dapat diterapkan dengan mudah.

♦ Koordinasi mudah dijalankan dalam setiap unit kegiatan.

♦ Tipe organisasi demikian dapat dipergunakan oleh organisasi-organisasi yang lebih besar / kompleks.

Keburukannya :

♦ Pemimpin lini sering mengabaikan advis staf.

♦ Pimpinan staf sering mengabaikan gagasan-gagasan.

♦ Ada kemungkinan pimpinan staf melampaui kewenangan stafnya.

♦ Perintah-perintah lini, nasihat-nasihat dan perintah-perintah staf sering agak membingungkan anggota. Hal ini dapat terjadi, karena kedua jenis hirarki ini tidak selalu seirama dalam memandang sesuatu.

Meskipun terdapat kelemahan-kelemahan organisasi tipe lini dan staf ini, namun untuk organisasi yang semakin kompleks seperti dewasa ini lebih cenderung menggunakan bentuk lini dan staf.

c. Bentuk Fungsional

Organisasi Fungsional adalah suatu organisasi dimana kekuasaan dari pimpinan dilimpahkan kepada para pejabat yang memimpin satuan-satuan dibawahnya dalam suatu bidang pekerjaan tertentu. Tiap-tiap kepala dari satuan ini mempunyai kekuasaan untuk memerintah semua pejabat bawahan sepanjang mengenai bidangnya (The Liang Gie, dkk., 1981, hal. 136). Ciri lain dari organisasi demikian adalah bahwa didalam organisasi tidak terlalu menekankan pada hirarki struktural, akan lebih banyak didasarkan pada sifat dan macam fungsi yang harus dijalankan. Sebenarnya bentuk ini tidak populer, dan kebanyakan hanya dipergunakan dalam lingkungan usaha swasta seperti toko serba ada, dan yang sejenisnya.

Kebaikan-kebaikannya :

♦ Ada pembagian yang tegas antara kerja pikir dan fisik.

♦ Dapat dicapai spesialisasi yang baik.

♦ Solidaritas antara orang-orang yang menjalankan fungsi yang sama pada umumnya tinggi.

♦ Moral serta disiplin kerja tinggi.

♦ Koordinasi antara orang-orang yang ada dalam satu fungsi mudah dijalankan.


(3)

Kelemahannya :

♦ Sulit mengadakan pertukaran tugas, karena terlalu menspesialisasikan diri dalam satu bidang saja.

♦ Koordinasi yang bersifat menyeluruh sukar diadakan, karena orang-orang yang bergerak dalam satu bidang mementingkan fungsi saja.

♦ Inisiatif perorangan mudah tertekan, karena sudah dibatasi pada suatu fungsi.

c. Organisasi Tipe Panitia

Bentuk organisasi ini adalah suatu tipe di mana pimpinan dan para pelaksana dibentuk dalam kelompok-kelompok yang bersifat panitia. Maksudnya, pada tingkat pimpinan, keseluruhan unsur pimpinan menjadi panitia dan para pelaksana dibagi ke dalam kelompok-kelompok yang disebut “task force” atau satuan tugas.

Ciri-cirinya :

♦ Struktur organisasinya tidak begitu kompleks. Biasanya hanya terdiri dari ketua, sekretaris, bendahara, ketua seksi dan para petugas.

♦ Struktur organisasinya secaa relatif tidak permanen. Organisasi tipe panitia hanya dipakai sewaktu-waktu ada kegiatan khusus (proyek-proyek tertentu), dan setelah kegiatan-kegiatan itu selesai dikerjakan, maka panitia dibubarkan.

♦ Tugas kepemimpinan dilaksanakan secara kolektif.

♦ Semua anggota pimpinan mempunyai hak, wewenang dan tanggungjawab yang sama.

♦ Para pelaksana dikelompokkan menurut tugas-tugas tertentu dalam bentuk satuan tugas (task force).

Keuntungan Tipe Panitia :

♦ Keputusan yang diambil selalu berhasil dengan baik dan tepat, karena sudah dibicarakan secara kolektif.

♦ Kemungkinan penggunaan kekuasaan secara berlebihan dari pimpinan kecil sekali.

♦ Usaha kerjasama bawahan mudah digalang.

Kelemahannya :

♦ Proses pengambilan keputusan agak lambat karena segala sesuatunya harus dibicarakan lebih dulu dengan para anggota organisasi.

♦ Apabila ada kemacetan kerja, tak seorang pun yang mau diminta pertanggungjawabannya melebihi dari yang lain.

♦ Para pelaksana sering bingung karena perintah tidak datang dari satu orang pimpinan saja.

♦ Kreativitas nampaknya sukar dikembangka, karena pelaksanaan didasarkan pada kolektifitas.

HUBUNGAN ANTARA KEPEMIMPINAN, MANAJEMEN DAN ORGANISASI Organisasi merupakan kumpulan dari orang-orang yang bekerjasama untuk mencapai tujuan, yang mana untuk mencapai tujuan tersebut memerlukan manajemen untuk mengatur orang-orang tersebut, yang mana manajemen tidak akan berhasil apabila tidak ada pemimpin di dalamnya dan seorang pemimpin pun harus memiliki ilmu kepemimpinan, jadi antara Kepemimpinan, manajemen dan organisasi merupakan suatu sistem yang tidak dapat berdiri sendiri dan tidak dapat terpisahkan.


(4)

3.2 Materi Penunjang

Seperti yang sudah dijelaskan terdahulu, materi penunjang adalah materi yang telah menjadi kemestian untuk ada dalam training (misal materi perkenalan dan orientasi latihan, dan materi evaluasi dan rencana tindak lanjut), atau materi yang merupakan prasyarat tercapainya pemahaman materi pokok (misal materi pengantar ideologi, dan materi pengantar filsafat ilmu, sebagai prasyarat optimalisasi pemahaman materi Nilai Dasar Perjuangan, atau materi teknik dan etika diskusi, sebagai prasyarat berjalannya diskusi yang baik dalam pertrainingan), atau materi yang memiliki hubungan/penurunan dari materi pokok dan memiliki keterkaitan dengan tujuan perkaderan yang menjadi karakter lokal. Dalam panduan ini hanya akan disampaikan materi tambahan yang sifatnya kemestian saja.

3.2.1 Materi Perkenalan dan Orientasi Latihan A. Silabus

JENJANG:

LATIHAN KADER I

PERKENALAN DAN ORIENTASI LATIHAN

ALOKASI WAKTU: 2 JAM

Tujuan Pembelajaran Umum

Peserta dapat memahami maksud dan tujuan Latihan Kader I, serta dapat membangun suasana training yang kondusif.

Tujuan Pembelajaran Khusus

1. Peserta mampu menjelaskan maksud dan tujuan serta sistem pengelolaan Latihan Kader I

2. Peserta kenal dengan sesama peserta dan pengelola

3. Peserta dapat menjalankan aturan training dengan kesadaran

B. Uraian Kegiatan

Perkenalan ini memiliki peran yang penting dalam mencapai keberhasilan training, karena pada tahap awal inilah terbangun suasana training, serta terbangun pemahaman peserta akan hakekat training sesungguhnya. Pemberian sesi ini dilakukan pertama kali setelah seremoni pembukaan berakhir. Sesi ini harus kondusif, dalam artian tidak terganggu oleh proses silaturahmi kader-kader HMI lain (yang tidak terlibat langsung dalam training, atau tidak bertugas di forum) yang hadir dalam acara pembukaan, sebaiknya silaturahmi dilakukan tidak berdekatan dengan forum.

Forum pertama ini dipimpin langsung oleh koordinator pemandu/master of

training. Awal sesi dibuka dengan perkenalan tim pemandu, dan dilanjutkan

dengan perkenalan peserta, diharapkan dengan perkenalan ini suasana cair dalam training mulai terbentuk.

Selanjutnya pemandu menjelaskan maksud, tujuan, dan teknis pengelolaan training kepada peserta, sehingga peserta bisa paham apa yang menjadi


(5)

kemestian yang berlaku bagi mereka. Kemudian peserta menyampaikan harapan atau tujuan individu dalam mengikuti training, serta hal-hal yang tidak mereka inginkan (ketakutan) terjadi dalam training.

Pemandu mengolah harapan dan “ketakutan” peserta menjadi suatu aturan main yang mengikat dalam pelaksanaan training. Namun bisa pula aturan itu telah diatur sebelumnya dan dirasionalisikan sesuai dengan harapan dan “ketakutan” peserta. Dengan demikian diharapkan peserta secara sadar akan mematuhi aturan main yang dibuat karena berangkat dari harapan dan “ketakutan” peserta. 3.2.2 Materi Evaluasi dan Rencana Tindak Lanjut

A. Silabus JENJANG:

LATIHAN KADER I

EVALUASI DAN RENCANA TINDAK LANJUT

ALOKASI WAKTU: 2 JAM

Tujuan Pembelajaran Umum

Peserta dapat memahami esensi Latihan Kader I, serta dapat merencanakan langkah yang dilakukan pasca training sesuai dengan tujuan training.

Tujuan Pembelajaran Khusus

1. Peserta mampu menjelaskan rangkaian materi Latihan Kader I secara komprehensif

2. Peserta dapat merencanakan follow up training B. Uraian Kegiatan

Sesi ini dilakukan setelah semua materi training disampaikan kepada peserta, dan dipimpin oleh koordinator pemandu. Pemandu mengevaluasi pemahaman peserta terhadap materi-materi yang telah disampaikan, kemudian pemandu mempertajam dan merangkai materi-materi tersebut sebagai satu kesatuan yang utuh menyeluruh.

Selanjutnya pemandu “mengarahkan” peserta untuk membuat rencana aktivitas pasca Latihan Kader I, sesuai dengan hasil evaluasi terhadap materi-materi yang telah diberikan, dan pesan-pesan yang telah disampaikan dalam training secara keseluruhan.

3.2.3 Materi Tambahan Lain

Materi tambahan lain yang merupakan materi penunjang materi pokok disesuaikan dengan kebutuhan, maksudnya apabila SC berpendapat bahwa

bahan baku (peserta) telah menguasai atau telah mendapat materi tersebut

maka materi penunjang tidak perlu disampaikan. Misal, dalam maperca mereka telah mendapatkan materi Etika dan Teknik Diskusi, atau dalam kampus mereka telah mendapatkan Pengantar Filsafat Ilmu dan atau yang sejenis, atau telah memahami ideologi secara umum, maka materi-materi tersebut tidak perlu diberikan.

Jika cabang atau komisariat secara lokal ingin menambahkan materi tertentu dalam Latihan Kader I, maka yang jadi pertimbangan utama dalam pemberian


(6)

materi tersebut adalah materi tersebut harus menunjang atau berkaitan dengan materi pokok.

Dalam rangka standarisasi materi, maka dalam hal adanya penambahan materi, cabang atau komisariat harus menyampaikan silabus dan materi terurai dari materi tersebut kepada Badan Koordinasi Nasional Lembaga Pengelola Latihan untuk dilakukan verifikasi kelayakan materi. Sebelum materi yang bersangkutan lulus verifikasi maka materi tersebut belum boleh diberikan dalam Latihan Kader I HMI. Bagi materi yang telah diverifikasi oleh Bakornas LPL, maka materi tersebut dapat diberikan dalam LK I – LK I berikutnya tanpa harus diverifikasi lagi.

Penempatan materi tambahan dalam Latihan Kader I harus disesuaikan dengan kebutuhan dan kesesuaian dengan materi pokok. Pada dasarnya penambahan materi dilarang.