Kebijakan Penggunan Media Baru di Komunitas Nelayan

26 kerjasama dengan PT.XL Axiata Tbk membuat aplikasi mfish untuk mendeteksi keberadaan ikan. Program tersebut di-implementasikan pada berbagai kelompok nelayan di NTB. Sumber : Liputan 6.com, dan Kompas.comdiakses0592015 Gambar, 3. Kerjasama KKP dengan PT.Axiata Tbk Ketika diluncurkan aplikasi tersebut mendapat apresiasi positif dari masyarakat elite lokal dan para pejabat yang menghadirinya. Apakah nelayan baik dalam individu maupun kelompok langsung menggunakan aplikasi yang diluncurkan tersebut, masih belum terjawab secra pasti. Sumber : Kompas.com Sumber : Kompas.com, 06 Juli, 2015 Gambar,4. Aplikasi Kerjasama KKP dengan XL Aplikasi mfish diklaim dapat membantu KKP guna meningkatkan kesejahteraan nelayan yang hingga saat ini masih banyak yang masuk katagori kemiskinan. Aplikasi ini Liputan6.com, Lombok - PT XL Axiata Tbk XL turut serta dalam mendukung program Kementerian Kelautan dan Perikanan KKP dan Kementerian Komunikasi dan Informatika Kemkominfo, dalam bentuk program mFish. 872015 KOMPAS.com - Sejak pertama diluncurkan Februari lalu, aplikasi mFish dari operator XL Axiata telah digunakan oleh 250 nelayan di provinsi Nusa Tenggara Barat NTB. Informasi itu disampaikan di sela-sela acara peresmian layanan 4G LTE tahap kedua XL di Mataram, KOMPAS.com, 672015 : Aplikasi mFish kerjasama KKP dengan operator XL Axiata rencananya akan digunakan oleh 250 nelayan di Provinsi Nusa Tenggara Barat NTB. Informasi ini direalis di sela- sela peresmian layanan 4G LTE tahap kedua XL di Mataram, Lombok, NTB, tetapi realitasnya masih banyak nelayan yang belum paham penggunaannya 27 menyediakan akses informasi yang dibutuhkan nelayan, seperti informasi cuaca, ketinggian pasang surut gelombang air laut, peta permukaan laut, lokasi pencarian ikan dan plankton, info nilai komersial jenis ikan hasil tangkapan, dan informasi pasar. Aplikasi ini sekaligus menjadi bentuk dukungan terhadap Indonesia Broadband Plan Rencana Pita Lebar Indonesia yang di programkan Kementerian Komunikasi dan Informatika 2015. Selain bentuk dukungan terhadap program KKP dan Kominfo, aplikasi mfish ini juga untuk mendorong terwujudnya masyarakat informasi di era digital. Pilot project ini direncanakan untuk wilyah Lombok, Karimun Jawa, Demak dan Tegal, yang kemudian rencananya dikembang untuk wilayah Kendari Sulawesi Selatan. Program peluncuran aplikasi mfish untuk nelayan ini ramai menjadi konsumsi publikasi berbagai media oneline ternama di Indonesia. Hal ini karena menghadirkan berbagai pejabat Menteri dan pimpinan Perusahaan yang bersangkutan. Nuansa publikasi tersebut lebih cenderung dalam konteks serimonial, dibanding substansi manfaat yang akan diterima nelayan. Dimana dalam berbagai kajian menyebutkan jika pemahaman kalangan nelayan terhadap media baru ini umumnya masih sangat rendah. Penggunaan media baru berbasis internet di desa nelayan ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat nelayan secara signifikan. Teknologi dalam media baru tersebut memang tidak dapat memperbaiki pembangunan yang gagal, tetapi setidaknya ia dapat membuat pembangunan yang belum berhasil menjadi lebih baik. Teknologi hanyalah satu komponen dalam pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan nelayan. Masih ada sejumlah komponen lain yang berfungsi efektif agar media baru dan sejenisnya dapat memberikan sumbangannya. Dimana komponen-komponen yang telah berjalan baik dalam pembangunan, kenelayanan selama ini akan berperan lebih efektif lagi ketika penggunaan media baru berbasis internet, sudah membudaya di komunitas nelayan. Jika media baru tersebut salah pemanfaatannya ia akan menjadi beban, dan menimbulkan kekecewaan di komunitas nelayan itu sendiri. Kondisi tersebut akan semakin mendorong ketidak percayaan nelayan pada keberadaan media baru itu sendiri. Banyak data menunjukan kegagalan implementasi media digital dan sejenisnya lebih didominasi oleh faktor internal pengguna seperti : tidak cocok dengan budaya, etika, karakteristik pengguna yang spesifik, keterbatasan keahlian, atau bahkan penolakan atas perubahan. Atas dasar inilah pembahasan tulisan ini lebih berorientasi ke aspek langkah-langkah strategis yang dapat dilakukan supaya implementasi media baru digital dapat meningkatkan kualitas hidup masyarakat nelayan. Untuk mendapatkan hasil optimal dalam penggunaan media baru berbasis internet di komunitas nelayan diperlukan strategi perencanaan konten aplikasi untuk nelayan. Artinya setiap penggunaan media baru berbasis internet untuk peningkatan kualitas kehidupan nelayan mensyaratkan para pengembang media digital untuk mendefinisikan unsur-unsur penunjang agar dapat dicapai hasil yang optimal. Implementasi media baru berbasis internet dikalangan nelayan berimplikasi pada perubahan nilai sosial dan budaya dikalangan nelayan. Bisa saja kondisi itu terjadi ketika masyarakat nelayan menerapkan media baru itu sesuai kebutuhannya. Implementasi mediabaru berbasis internet di kalangan nelayan untuk : 1. Mendorong terciptanya iklim usaha yang kondosif bagi nelayan. 2. Meningkatkan kuantitas dan kualitas pengetahuan di komunitas nelayan melalui akses informasi dari media baru berbasis internet. 3. Mengembangkan kemampuan dan potensi sumberdaya di 28 lingkungan nelayan itu sendiri. Realitas di lapangan masyarakat nelayan masih kental dengan kebiasaan menunggu pengarahan dari pemimpin formalnonformal sebelum melakukan aktivitas formalnya. Maka peran pemimpin formalnon-formal di komunitas nelayan masih dibutuhkan untuk menumbuhkan kesadaran penggunaan media baru berbasis internet ini. Mereka perlu pendampingan ketika belajar bagaimana mengakses informasi cuaca, harga ikan, fishfinder, melalui perangkat media baru berbasis internet, atau smartphone yang mereka miliki. Fungsi pendamping disini sebagai tutor bagi para nelayan yang mempunyai keinginan untuk belajar menggunakan media baru berbasis internet sampai mereka bisa mengoperasionalkan gadgednya sendiri. Menggunakan media baru berbasis internet hanya masalah kebiasaan. Bagi mereka yang telah terbiasa tidak mengalami hambatan, tetapi bagi nelayan yang belum terbiasa perlu pendamping sampai mereka bisa, kemudian dilepaskan. Di lingkungan nelayan sebenarnya telah terbentuk kelompok-kelompok diskusi dengan nama yang bervariasi. Namun kelompok organisasi semacam ini ada yang sudah difungsikan secara efektif, tetapi sebagian besar fungsinya belum optimal. Secara konseptual kelompok nelayan ini menjadi media bagi para komunitas nelayan. Pekerjaan nelayan hampir tidak ada waktu untuk bertemu baik sesama keluarga, maupun kelompok. Waktu mereka habis untuk melaut, menjual hasil tangkapan ikan, dan persiapan melaut hari berikutnya. Sedangkan untuk melakukan pertemuan kelompok biasanya sudah mereka jadwalkan berdasarkan kesepakatan bersama. Pada pertemuan kelompok itulah para nelayan berkumpul, dan berdiskusi. Tetapi karena agendanya masih banyak yang belum jelas sebagian hanya digunakan untuk ajang silaturami antar nelayan. Seharusnya pertemuan seperti itu bisa digunakan untuk sosialisasi dan pembelajaran kepada nelayan. Namun sayang, ketika peneliti melakukan kegiatan penelitian lain pada Bulan Mei 2016 yang lalu, ketika ketemu para ketua kelompok nelayan di NTB, ternyata aplikasi mfish tersebut sudah pada ditinggalkan oleh para nelayan di NTB. Nelayan kembali pada habitatnya lagi menggunakan sistem nelayan konvensional lagi. Umumnya aplikasi mfish tersebut sudah pada rusak dan tidak ada yang bisa memperbaiki, maka akhirnya di tinggalkan oleh nelayan setempat.

C. Profil Objek Penelitian

Sebagaimana telah disampaikan dalam metode penelitian, bahwa lokus penelitian ini adalah 12 desa pertanian, dan 10 desa nelayan di lokasi penelitian terpilih. Baik desa pertanian maupun desa nelayan yang dipilih berdasarkan penelusuran dari internet, dan saran pejabat setempat yang mengetahui keberadaan desa yang bersangkutan. Semua informasi yang didapatkan diolah dan dilakukan konfirmasi sehingga terpilihlah objek penelitian ini. Pemilihan secara purposive dari objek penelitian ini bukan untuk mewakili kewilayahan, atau kepulauan dimana objek penelitian ini diputuskan. Pemilihan objek penelitian semata-mata untuk mendapatkan pengkayaan data agar menggambaran karakteristik objek penelitian yang beragam. Adapun objek penelitian ini yang sekaligus dipilih sebagai informannara sumber adalah 1. Kepala Dinas Pertanian dan Kelautan dan Perikanan di KabupatenKota dimana desa pertanian atau desa nelayan itu berada. 2. Kepala Desa di daerah pertanian, dan Kepala Desa di daerah nelayan yang dijadikan objek penelitian. 3. Ketua Kelompok Tani di desa pertanian, dan Ketua Kelompok nelayan di 29 desa nelayan. 4. Ketua KUD di desa pertanian, dan Ketua KUD Mina di desa nelayan. 5. Tokoh masyarakat petani di desa pertanian, dan tokoh masyarakat nelayan di desa nelayan. Informan tidak mewakili sebagai individu masyarakat petani, maupun nelayan, tetapi apa yang disampaikan dalam wawancara atas nama warga petani atau nelayan yang ia wakili. Diawal wawancara peneliti menanyakan dan mengingatkan kepada setiap informan, bahwa pendapat, persepsi, atau apresiasi yang mereka sampaikan adalah mewakili masyarakat petani dan nelayan di masing-masing lokasi penelitian. Jika dilihat dari latar belakang pendidikan formal, hanya informan pejabat Kepala Dinas Pertanian, maupun Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan di Pemerintahan Kabupaten dan Kota, dan Manager KUDKUD Mina yang umumnya berpendidikan setingkat S1, dan S2. Sedangkan informan di tingkat desa petani dan nelayan, sebagian besar berpendidikan setingkat SLTP dan SLTA, sebagian kecil mereka yang berpendidikan S1. Dilihat dari aspek lapangan kerja, para kepala dinas, lurahkades sebagai PNS, sedangkan informan dari kelompok petaninelayan, tokoh masyarakat bekerja sebagai petani dan nelayan, maupun swasta. Data penelitian ini menunjukkan bahwa para informan yang terpilih sebagai objek penelitian ini umumnya sudah berusia lanjut, yakni antara 45 tahun, sampai 60 Tahun. Hal yang sama bukan hanya informan, tetapi ketika peneliti melakukan observasi di lapangan, di Kabupaten Maros, Kota Makasar, dan Kabupaten Pekalongan melihat sendiri bahwa rata rata petani di daerah tersebut sudah tergolong berusia tua. Sedangkan kalangan pemudanya jarang yang terlihat di sawah, diladang, maupun dikebun mengerjakan pertanian. Hal yang tidak jauh berbeda fenomena di bagi masyarakat di desa nelayan. Hampir tidak ada kalangan muda yang mengikuti jejak orang tuanya sebagai nelayan, menjahit jaring, mendorong kapal, menurunkan ikan, dan sejenisnya. Dari gambaran profil petani dan nelayan tersebut dapat diasumsikan bagaimana ketika media baru berbasis internet diperkenalkan kepada mereka. Maka agar mencapai sasaran adopsi media baru digital berbasis internet dikomunitas petani dan nelayan diperlukan strategi yang bersifat khusus, atau setidaknya ada proses pembelajaran yang disesuaikan dengan karakteristik petani dan nelayan tersebut. Literasi penggunaan media baru berbasis internet di komunitas petani dan nelayan diperlukan kerjasama dengan pemerintah lokal. Hal ini karena merekalah yang lebih paham tentang permasalahan sumber daya masyarakat, baik untuk petani dan nelayan. Potensi seperti itu diperlukan untuk penyesuaian tingkatan literasi yang mungkin bisa diberikan kepada komunitas petani dan nelayan baik secara individu, maupunkelompok. Pemahaman komunitas petani dan nelayan terhadap pengetahuan, dan praktikum media digital, merupakan strategi untuk menyiapkan mereka agar penggunaan media baru di komunitas petani dan nelayan kelak menjadi lebih produktif. Penggunaan media baru yang efektif untuk meningkatkan produktivitas di komunitas petani dan nelayan, sangat tergantung dari bagaimana media digital itu merekagunakansesuaidengan kebutuhan untuk meningkatkan produktivitas di komunitas petani dan nelayan.