Dampak Penggunaan ZA secara Terus Menerus terhadap Status Hara Mikro Tanah pada Beberapa Kebun di Perkebunan Tebu PG Colomadu PTP XV-XVI Surakarta

Motto :

" ........Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantaramu dan orangorang yanq diberi ilmu
beberapa derajat (Q.S. A1
Mujadalah : 11)"

".......

Sesungguhnya orang
yang paling mulia disisi
Allah adalah orang yang
paling bertaqwa
(Q.S. AL Hujurat : 13)"

.............

Kupersembahkan karyaku ini
buat :
Ayahanda, Ibunda, Om Wido, Om
Djoko, Bulik Moer, Om Tulus,
Kakakku, Adik-adikku, Rekanrekan HMIT, Rekan-rekan HUMUS,

Rekan-rekan AYUMAS (Paquyuban
Mahasiswa Solo) serta buat
seseorang yang ' kan mendampinqi hidupku

...............

DAMPWK PENGGUNAWN ZA SECAWA TEWUS MENERUS
TERHADAP STBUS HARA MlKWO TANAH
PADA BEBEWAPA KEBUN DI PERKEBUMAN TEBU
PG COLQMADU P T P XY-XVl
SURWKAWTA

Oleh
MUHAMMAD SHOLEH
A 23.0677

JURUSAN TANAH
FAMULTAS BERTANIAN
INSTtTUT


PERTANIAN BOGOR

1991

SHOLEH.

Dampak Penggunaan ZA Secara Terus Mene-

rus ~ e r h a d aStatus
~
Hara Mikro Tanah

pada Beberapa Kebun

di Perkebunan Tebu PG Colomadu, PTP XV-XVI Surakarta (Di
bawah bimbingan SUDARSONO).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dampak
penggunaan ZA (Ammonium Sulfat) secara terus menerus
terhadap status hara mikro tanah (Cu, Zn, Mn dan Fe) serta
hubungannya dengan produksi dan rendemen tebu pada beberapa kebun di perkebunan tebu PG Colomadu, PTP XV-XVI

karta, Jawa Tengah.

Sura-

Penelitian ini mengambil lokasi 6

blok kebun, yaitu kebun Pandeyan (PD 11), Sobokerto (SB
11) Kuwiran (KW), Singopuran (SP), Gentan (GT) serta
Klodran (KD).

Keenam lokasi tersebut termasuk wilayah

kerja PG Colomadu.

Pengambilan contoh tanah dan pengama-

tan lapang dilakukan dari tanggal 13 sampai 25 Agustus
1990, dan analisa contoh tanah dilakukan dari bulan Sep-

tember 1990 sampai Januari 1991.


Analisa tanah dan tana-

man dilakukan di laboratorium Jurusan Tanah, Fakultas
Pertanian IPB dan laboratorium Balai Penelitian Tanaman
Pangan Bogor.

Analisa Tanah meliputi sifat-sifat kimia

tanah berupa SO4 sebelum dan sesudah dioksidasi, unsurunsur mikro tanah (Cu, Zn, Mn dan Fe) baik sebelum maupun
sesudah dioksidasi, basa-basa dapat ditukar, KTK, KB, pH
dan sifat fisik tanah berupa tekstur.

Sedangkan analisa

jaringan tanaman didasarkan atas jaringan daun tebu umur
3-4 bulan pada daun ke-4 dari atas/pucuk.

Data produksi


dan rendemen tebu serta pemupukan pada lokasi penelitian
digunakan sebagai data penunjang dalam penelitian ini.
Tanah yang diteliti merupakan wilayah perkebunantebu
yang telah diusahakan bertahun-tahun lamanya dengan sistem
qlebaqan.

Pupuk ZA telah digunakan secara terus menerus

selama bertahun-tahun.

Hasil analisa menunjukkan bahwa

pada tanah-tanah yang diteliti telah terjadi pencucian
sulfat, akibatnya terjadi akumulasi sulfat pada kedalaman
tertentu.

Adanya perubahan penggunaan tanah secara ber-

gantian antara tebu dan padi menyebabkan perubahan reaksi
tanah pula.


Transformasi sulfat menjadi sulfida terjadi

pada saat tanah digenangi (anaerobik).

Akumulasi sulfida

akan terjadi pada kedalaman antara 15-30 cm (Kebun Pandeyan) , 50-70 cm (Kebun Sobokerto) , 30-45 cm (Kebun Kuwiran
dan Gentan) dan 50-75 cm (Kebun Singopuran).

Bentuk-

bentuk sulfida yang mengendap ini akan mengikat ion-ion
logam berat seperti cu2',

zn2+, ~

n dan
~ ~
+ e ~ + Akibatnya

.

unsur-unsur mikro ini menjadi turut mengendap dan menjadi
kurang tersedia bagi tanaman.
Pengendapan S-sulfida berkorelasi sangat nyata terhadap pengendapan'~e-sdan tidak nyata terhadap Cu-S, Zn-S
dan Mn-S.

Pengendapan Cu-S berkorelasi sangat nyata

terhadap pengendapan Fe-S dan berkorelasi tidak nyata
terhadap penurunan produksi dan rendemen tebu (akan tetapi

produksi cenderung menurun). Pengendapan Zn-S berkorelasi
nyata terhadap penurunan kadar Fe daun.

Kadar Zn daun

berkorelasi nyata terhadap rendemen tebu.

Sedangkan kadar


Fe daun berkorelasi nyata terhadap penurunan rendemen.
Kadar Zn daun berkorelasi sangat nyata dengan kadar Mn
dam.
Hasil analisa jaringan tanaman menunjukkan adanya
defisiensi Cu pada kelima blok kebun yang diteliti (Kebun
Pandeyan, Sobokerto, Kuwiran, Singopuran, dan Gentan).
Secara m u m penggunaan ZA secara terus menerus pada
perkebunan tebu sawah akan menimbulkan dampak negatif
terhadap status hara mikro tanah, akibat lebih lanjut
adalah menurunkan produksi dan rendemen tebu.

Hal ini

mengisyaratkan perlunya dipikirkan pengqunaan pupuk mikro
pada perkebunan tebu sawah ataupun perbaikan sistem pemupukan yang dilakukan.

DAMPAK PENGGUNAAN ZA SECARA TERUS MENERUS
TERH?+DAP STATUS HARA MIKRO TANAH
PADA BEBERAPA KEBUN D I PERKEBUNAN TEBU

PG COLOMADU P T P XV-XVI
SW?AKARTA

Skripsi
Sebagai salah s a t u s y a r a t
untuk m e m p e r o l e h gelar Sarjana P e r t a n i a n
pada
Fakultas Pertanian, I n s t i t u t P e r t a n i a n B o g o r

Oleh

SHOLEH
A 23.0677

JURUSAN TANAH
FAKULTAS PERTANIAN
I N S T I T U T PERTANIAN BOGOR

1991


: Dampak Penggunaan ZA

Judul

Secara

Terus

Menerus Terhadap Status Hara

Mikro

Tanah

Pada

Perkebunan

Beberapa


Tebu PG

XV-XVI Surakarta
Nama Mahasiswa

: Kuk-a

Nomor Pokok

: A 23.0677

Skoleh

Menyetujui,
Dosen Pembimbing
A

Dr. Ir. Sudarsono, MSc.
NIP 130 607 618

-as Pertanian IPB

Tanggal Lulus

: 9 Desember 1991

Kebun

di

Colomadu,

PTP

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Sragen, Jawa Tengah pada tanggal 10 Januari 1968 sebagai putra tunggal dari Bapak
Soegijo dan Ibu Siti 'Aisyah.
Pada tahun 1980 penulis menamatkan pendidikan Sekolah
Dasar Negeri 1 Girimargo di Sragen.

Kemudian penulis

melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Pertama (SMP)
A1 Islam 1 Surakarta (Solo) dan lulus pada tahun 1983.
Pendidikan Sekolah Menengah Atas dilalui di SMA A1 Islam 1
Surakarta hingga lulus pada tahun 1986.

Pada tahun 1986

pula penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui
jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SIPENMARU).
Setahun kemudian, pada tahun 1987 penulis diterima menjadi
mahasiswa Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian IPB.
Semasa menjadi mahasiswa penulis berperan aktif dalam
organisasi Himpunan Mahasiswa Ilmu Tanah (HMIT) IPB dan
Forum Komunikasi Himpunan Mahasiswa Ilmu Tanah Indonesia
(FOKUSHIMITI) dan pernah diangkat menjadi asisten praktikum pada mata ajaran Dasar-dasar Ilmu Tanah pada semester
ganjil tahun ajaran 1990/1991 dan 1991/1992, sekaligus
juga diangkat rnenjadi asisten praktikum pada mata ajaran
Dasar-dasar Interpretasi Foto Udara pada semester ganjil
tahun ajaran 1991/1992.

Penulis juga pernah mewakili

Fakultas Pertanian IPB dalam Lomba Karya Inovatif Produktif (LKIP) Tingkat Nasional tahun 1990/1991 serta menjadi
delegasi IPB dalam Seminar Nasional Ilmu Tanah di Solo
pada tahun 1990.

DAFTAR IS1

Halarnan
DAFTAR IS1
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
KATA PENGANTAR

.......................................
Latar Belakang ................................
Tujuan ........................................
TINJAUAN PUSTAKA ...................................

PENDAHULUAN

Sifat Umum Tanah Grumusol

.....................

......................
Sifat Umum Tanah Mediteran ....................
Sifat Umum Tanah Aluvial ......................
Sifat Umum Tanah Regosol

Botani dan Syarat Tumbuh Tanaman Tebu
charum officinarum L.)

(Sac-

.................

Pupuk ZA (Ammonium Sulfat) dan Pengaruhnya terhadap Tanah

..............................
Perilaku Belerang dalarn Tanah .................
Unsur Mikro (Cu. Zn. Mn dan Fe) dalam Tanah ...
BAHAN DAN METODE ...................................
Waktu dan Tempat Penelitian ...................
Bahan dan Alat ................................
Metode ........................................

...............................
Keadaan Umum Lokasi Penelitian ................
Penyebaran Belerang dalam Tanah ...............
Penyebaran Unsur Mikro dalam Tanah ............

HASIL DAN PEXl3AHASAN

Hubungan Antara Pengendapan Sulfida Terhadap
RataUnsur Mikro. Produksi dan Rendemen
rata Serta Kadar Unsur Mikro dalam Jaringan
Tanaman

..................................
KESIMPULAN DAN SARAN ...............................
Kesimpulan ....................................
Saran .........................................
DAFTAR PUSTAKA .....................................

11.
12.

Penyebaran S-Sulfida dan Unsur Mikro di Dalam
Tanah Yang Mengalami Pengendapan .......

57

Hubungan Antara Ketersediaan Sulfida, Unsur
Mikro (Sampai Kedalaman 30 cm) dengan
Produksi dan Rendemen Rata-rata Serta
Analisa Kadar Unsur Mikro dalam Jaringan
Tanaman

58

Data Produksi dan Rendemen Tebu di 5 Lokasi
Kebun Selma 10 Tahun terakhir

.........

58

Rata-rata Produksi dan Rendemen Tebu Pada 5
Lokasi Penelitian Selama 10 Tahun Terakhir

..................................

59

Hasil Uji Jaringan tanaman Berdasarkan Analisa Daun ke-4 Dari Atas Umur 3-4 Bulan dan
Titik Kritik Kecukupan Berdasarkan Analisa Jaringan

59

................................

13.
14.

15.

............................

Nomor

Halaman

1.

Siklus Peredaran Belerang di Alam

..............

15

2.

Peta Lokasi Daerah Penelitian Wilayah PG Colomadu , PTP XV-XVI

30

Peta Tanah Perkebunan Tebu Wilayah kerja PG
lomadu, PTP XV-XVI

31

3.

4.
5.

............................

Pola Penyebaran Belerang
Pandeyan

dalam Tanah di Kebun

...................................

Pola Penyebaran Belerang

dalam

7.
8.
9.
10.
11.

12.
13.

34

Tanah di Kebun

..............

35

Pola Penyebaran Belerang -dalam Tanah di Kebun
Kuwiran

35

Pola Penyebaran Belerang
singopuran

dalam

36

Pola Penyebaran Belerang
Gentan

dalam

Sobokerto.....................
6.

Co-

.........................

...................................
Tanah di

Kebun

................................

Tanah di Kebun

....................................

Pola Penyebaran S-sulfida dan Unsur Mikro
Tanah di Kebun Pandeyan

dalam

Pola Penyebaran S-sulfida dan Unsur Mikro
Tanah di Kebun Sobokerto

dalam

Pola Penyebaran S-sulfida dan Unsur Mikro
Tanah di Kebun Kuwiran

dalam

Pola Penyebaran S-sulfida dan Unsur Mikro
Tanah di Kebun Singopuran

dalam

Pola Penyebaran S-sulfida dan Unsur Mikro
Tanah di Kebun Gentan

dalam

...................

..................

....................

.............:...

.....................

36
38
39
39

40
40

~ismillahirrohmanirrohim

Rssalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Subhanahu Wata'ala atas rahmah, hidayah serta inayah-Nya yang
telah dilimpahkan kepada penulis hingga selesainya skripsi
ini.

Penelitian ini dilaksanakan untuk memenuhi syarat

memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
skripsi ini membahas tentang dampak penggunaan ZA
secara terus menerus terhadap status hara mikro tanah di
perkebunan tebu PG Colomadu Surakarta.

Selanjutnya diha-

rapkan dari penelitian ini diperoleh rekomendasi intensifikasi tanaman tebu, terutama dalam ha1 pemupukan tanah
yang lebih baik.

Dengan demikian produksi tebu dapat

ditingkatkan dan ketergantungan impor gula saat ini dapat
dikurangi.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih
kepada :
1.

Bapak Dr. Ir. Sudarsono, NSc. selaku pembimbing

atas

kesediaannya membimbing penulis sampai selesainya
skripsi ini.
2.

Bapak Abraham Moeljono, BSc. selaku Administratur dan
Bapak Ir. Suroto selaku Kepala Tanaman
beserta

staf

PG

Colomadu

dan karyawannya yang telah mengijinkan

dan membantu penelitian di PG Colomadu.

Karyawan

3.

laboratorium

dan

rumah kaca Jurusan Tanah

IPB yang telah membantu lancarnya penelitian ini.
Ibu Ratna Setiati, BA

4.

dan lnbak Siti Rustini (Pegawai

Perpustakaan Jurusan Tanah IPB).
Rekan-rekan

5.

:

Inay, Evi, Yanti, Ina, Haniek, Rika,

Endang, Wowon, Popi, Adhi, Neno, Santi, Wanny, Erlien,
Uci, Yoen, Linda, Deta, Ida, Bibin, Yenny, Kentus,
Banpol, Eko, Ali, A'iem, Birno, Bambang, Yayu', Budi,
Tuti dan The Soil Outsider atas dorongan serta bantuannya sehingga selesainya penulisan skripsi ini.
Rekan-rekan

6.

mahasiswa Jurusan Tanah

pihak-pihak lain yang telah

lainnya

serta

banyak membantu lancarnya

penelitian ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan skripsi
ini masih jauh dari sempurna.

Oleh karena itu saran dan

kritik sangat kami harapkan untuk kesempurnaan skripsi

.

ini

Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua yang berkepentingan.

Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Bogor,

3 Jumadilakhir 1412 H
9 Desember
1991 M

Penulis

Latar Belakanq

Semula Indonesia merupakan negara penghasil dan
pengekspor gula terbesar di dunia setelah Kuba.
terjadi sebelum perang dunia 11.

Hal ini

Pada masa itu para

petani dipaksa untuk menyerahkan lahan-lahan kelas 1
kepada pengusaha perkebunan tebu yang pada umumnya adalab
kalangan pabrik gula.

Jaman kolonial telah memaksa tanah-

tanah yang subur untuk disewa pemerintah guna ditanami
tebu.

Pada masa kejayaannya produktivitas gula di Indone-

sia mencapai 17.67 ton hablur per hektar, ha1 itu merupakan suatu prestasi yang belum dapat diungguli sampai saat

.

ini

Pada masa pendudukan Jepang, industri gula mulai
kehilangan arti.
telah luntur.

Posisinya sebagai komoditi strategis

Hal ini disebabkan kerusakan yang ditimbul-

kan perang dan revolusi yang mengakibatkan kemerosotan
produksi gula di Indonesia.

Datangnya depresi ekonomi

dunia merupakan alamat buruk bagi perkebunan besar yang
sedang mekar.

Dan kemerosotan produksi gula nasional

mencapai titik terendah pada tahun 1967, saat itu Indonesia mulai kehilangan peran sebagai eksportir.

Produksi

gula dalam negeri tidak mampu lagi memenuhi kebutuhan
penduduk yang berkembang begitu pesatnya.
dapat dilihat pada Tabel Lampiran 1.

Fenomena ini

Berbagai usaha untuk mengembalikan sukses di bidang
produksi gula nasional telah dilakukan pemerintah. Adapun
usaha yang dilakukan di antaranya adalah

: (I)

perluasan

areal tebu ke luar Jawa (ekstensifikasi); (2) rehabilitasi
pabrik-pabrik gula yang ada; (3) pembangunan pabrik-pabrik
gula kecil di luar Jawa; dan

(4)

Intensifikasi penanaman

tebu rakyat, terutama di pulau Jawa.
Usaha-usaha tersebut selanjutnya disertai dengan
sebuah terobosan untuk mengatasi kelesuan industri gula,
yaitu dengan diberlakukannya Instruksi Presiden RI nomor 9
tahun 1975 tentang pelaksanaan program Tebu Rakyat Intensifikasi (TRI).

Akan tetapi dalam pelaksanaannya TRI

banyak menemui hambatan, terutama dalam menghadapi sikap
mental para petani.

Secara kultural, petani di pulau Jawa

mempunyai keterikatan untuk memanfaatkan lahan yang dimiliki untuk tanaman pangan, terutama padi.

Benturan peng-

gunaan lahan untuk tebu di satu pihak dan untuk padi sawah
dalam menunjang usaha mempertahankan swasembada beras
nasional telah mengisyaratkan perlunya usaha-usaha lain
untuk menyelaraskan kedua kepentingan tersebut.
Di samping itu kemerosotan produksi gula tebu juga
disebabkan menurunnya produktivitas lahan.

Penggunaan

lahan yang terus menerus serta pemupukan yang berat dengan
pupuk-pupuk anorganik juga merupakan penyebab menurunnya
produktivitas lahan tersebut.

Untuk itu usaha intensifi-

kasi pertanian dirasakan merupakan langkah yang tepat
untuk mengatasi masalah tersebut.

Selain pemupukan yang tepat, tanaman tebu juga membutuhkan pengolahan tanah yang tepat pula.

Kondisi fisik

tanah yang baik perlu diusahakan untuk menunjang perturnbuhan tanaman yang baik.
struktur tanah.

Hal ini berhubungan erat dengan

Sistem penggunaan tanah yang umum dilaku-

kan pada perkebunan tebu adalah sistem glebagan.

Sistem

ini memungkinkan reduksi sulfat yang berasal dari pupuk ZA
menjadi sulfida pada tanah-tanah perkebunan tebu yang
disawahkan.

Dalam suasana aerobik belerang umumnya dalam

bentuk sulfat, tetapi dalam keadaan anaerobik karena
penggenangan, maka bentuk ini akan segera direduksi menjadi sulfida.

Fenomena ini akan menyebabkan unsur-unsur

mikro bereaksi dengan sulfida dan menjadi tidak tersedia
bagi tanaman.

Bilamana ha1 ini terjadi secara terus

menerus, tentu saja akan menyebabkan penurunan produksi
tanaman yang dalam ha1 ini adalah tanaman tebu.
Tuiuan

Penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui dampak

penggunaan pupuk ZA (Ammonium Sulfat) secara terus menerus
terhadap status hara mikro tanah (Cu, Zn, Mn dan Fe) pada
beberapa kebun (Pandeyan, Sobokerto, Kuwiran, Singopuran,
dan Gentan) dan hubungannya dengan produksi tebu di perkebunan tebu PG Colomadu, PTP XV-XVI Surakarta, Jawa
Tengah.

TINJAUAN PUSTAKA

sifat Umum Tanah Grumusol
Jenis Tanah ini ditemukan di daerah dengan curah
hujan 1 000 sampai 2 500 mm tiap tahun dengan bulan kering
4 bulan dan iklimnya digolongkan dalam Am

-

As (Koppen)

atau C, D, E, F (Schmidt dan Ferguson), dibentuk dari
bahan induk endapan batu kapur, batu liat, tufa volkan,
atau aluvium liat, terletak di atas medan miring, berombak
atau bergelombang, mempunyai relief mikro gilgai, umumnya
berada kurang dari 200 meter di atas permukaan air laut

.

(Soepardi, 1983)

Proses pembentukan tanah ini adalah kalsifikasi,
pedoturbasi dan pencampuran sendiri.

Solumnya agak dalam,

berhorizon A-B-C dan retakan mencapai kedalaman 0.5 m,
berwarna kelabu hingga hitam dengan chroma permanen,
tekstur liat dan makin dalam makin berat berstruktur menyerupai bunga kubis di permukaan dan berblok di bagian
dalam, konsistensi teguh bila lembab, lekat bila basah,
keras bila kering, biasanya dijurnpai konkresi kapur dan
Mn,

dan di bagian

lebih dalam

dijumpai bidang licin/

s l i c k e n s l i d e (Soepardi, 1983).
Reaksi tanah berkisar dari agak masam hingga alkalin,
berkadar bahan organik rendah, kejenuhan basa lebih dari
dari 35 %, umumnya jenuh Ca dan Mg dan KTK liat lebih dari
24 me/100 g, keadaan hara tergantung dari bahan induk
(miskin bila berasal dari endapan kapur atau batu liat,

tetapi kaya bila berasal dari tufa volkan), P akan diikat
dalam suasana alkalin, mineral liat yang dominan adalah
tipe 2 : 1, permeabilitas lambat dan peka terhadap erosi
(Soepardi, 1983).
Selanjutnya Sarief (1986) mengatakan bahwa Grumusol
mempunyai pH antara 6.0

-

8.0, yaitu asam agak alkalis.

Kandungan unsur hara banyak tergantung kepada bahan induknya, yaitu bahan induk dari mergel atau napal, batu liat
dan tufa volkan.

Yang berasal dari batu liat dan mergel

umumnya lebih miskin, sedangkan dari tufa volkan relatif
lebih kaya.

Mineral liat pada tanah ini adalah dari

golongan montmorilonit.

Daya menahan air cukup baik,

sedangkan permeabilitasnya cukup lambat dan sangat peka
terhadap erosi.
Sifat nmum Tanah Reqosol

Jenis tanah ini ditemukan di daerah dengan iklim
beragam, berasal dari abu volkan, pasir pantai, atau bahan
sedimen yang telah bercerai-berai; berada di medan bergelombang, bergunung atau miring, vegetasinya beragam
(Soepardi, 1983)

.

Proses pembentukannya adalah tanpa alterasi atau
alterasi lemah. Solumnya berkisar dari dangkal sampai
dalam, berwarna kelabu hingga kuning, mempunyai horizon

(A)-C tetapi batasnya samar-samar, bertekstur pasir dan
debu, bertekstur tunggal, dan konsistensi gembur serta
lepas (Soepardi, 1983).

Reaksi tanah beragam, kadar bahan organik rendah,
kejenuhan basa beragam dengan KTK rendah, kadar hara
beragam, permeabilitas cepat dan peka terhadap erosi
(Soepardi, 1983).
Menurut Sarief (1986), Regosol mempunyai sedikit atau
belum banyak

perkembangan profilnya.

Oleh sebab itu

umumnya tebal solum tanah tidak melebihi 25 cm.

Tanah ini

berwarna kelabu, coklat atau coklat kekuning-kuningan
sampai keputih-putihan.

Strukturnya lepas atau butir

tunggal, sedang teksturnya pasir sampai lempung berdebu,
konsistensi lepas atau teguh dan keras atau pejal bila
memadat.

Bahan induknya adalah dari abu volkan, merge1

atau napal dan pasir pantai.

Kandungan unsur haranya

banyak tergantung dari bahan induk tadi.

Tanah ini mem-

punyai permeabilitas dan infiltrasi yang cepat sampai
sangat cepat, daya menahan air sangat rendah dan sangat
peka terhadap erosi.
S i f a t UIIIUBLTanah Mediteran

Jenis Tanah ini dijumpai di daerah dengan curah hujan
800 hingga 2 500 mm setahun dengan bulan kering lebih dari

3 bulan dan iklimnya tergolong Aw atau Am (Koppen) atau C,
D dan E (Schmidt dan Ferguson); dibentuk dari bahan induk
batu kapur berkristal, batu endapan mengandung kapur, batu
atau tufa volkanik, bereaksi sedang hingga alkalin; terbentuk di atas medan berombak hingga berbukit dari 0
sampai 700 m di atas permukaan laut; vegetasi utama
atau hutan (Soepardi, 1983).

Proses pembentukan tanah ini adalah liksiviasi,
solumnya agak dalam, mempunyai horizon A-B2-C bila terbentuk dari tufa atau A-BZt-C bila terbentuk dari batu kapur;
berwarna kuning sampai merah, warnanya mantap atau berkhroma tinggi; bertekstur lempung hingga liat, di horizon
B2 terdapat kadar liat maksimum; struktur berblok hingga
prismatik clan konsistensi teguh (Soepardi, 1983).
Reaksi tanah berkisar dari agak masam hingga alkalin;
berkadar bahan organik rendah; kejenuhan basa lebih dari
35 %,

jenuh Ca dan Mg dan KTK liat lebih dari

24 me/100 g

dengan permeabilitas baik; agak peka terhadap erosi;
mineral liat terdiri dari campuran tipe 1 : 1 dan 2 : 1
(Soepardi, 1983).
Sedangkan Sarief (1986) menyatakan bahwa tanah ini
mempunyai solum yang cukup tebal, yaitu antara 90 sampai
200 cm, tetapi batas antara horizon tidak begitu jelas.
Warna tanah coklat sampai merah.

Teksturnya agak berva-

riasi dari lempung sampai liat, dengan struktur gumpal
sampai gumpal bersudut, sedangkan konsistensinya gembur
sampai teguh.

Pada horizon A atau lapisan tanah atas

paling tinggi 3 % bahan organik.
pH antara 6.0 sampai 7.5.

Reaksi tanah dicirikan

Kadar unsur hara umumnya ting-

gi, tetapi banyak tergantung dari bahan induknya.

Bahan

induknya adalah batu kapur, batuan endapan dan tuf volkan.
Daya retensi air dan permeabilitasnya sedang.

Sifat U m m Tanah Aluvial
Tanah aluvial ditemukan di daerah dengan iklim yang
beragam; terbentuk dari bahan induk aluvial atau koluvial;
terbentuk di atas medan datar sampai agak bergelombang di
dataran rendah, cekungan atau daerah banjir sungai; vegetasinya beragam (Soepardi, 1983).
Proses pembentukan tanah ini adalah tanpa alterasi
atau alterasi lemah.

Tanah ini belum memperlihatkan

pembentukan horizon, umumnya berwarna kelabu hingga coklat; bertekstur pasir dan debu; berstruktur qumpal atau
tanpa struktur; dan konsistensi teguh bila lembab, plastis
bila basah dan keras bila kering (Soepardi, 1983).
Reaksi tanah beragam, kadar bahan organik tergolong
rendah, kejenuhan basa sedang hingga tinggi dan KTK tinggi; kadar hara tergantung dari bahan induk; permeabilitas
lambat; dan peka terhadap erosi (Soepardi, 1983).
Sedangkan menurut Sarief (1986), Tanah aluvial ini
juga disebut sebagai tubuh tanah endapan atau recent
deposits yang belum memiliki perkembangan profil yang
baik.

Tanah ini berwarna kekelabu-kelabuan sampai ke-

coklat-coklatan.

Tekstur tanahnya adalah liat atau liat

berpasir dengan kandungan pasir kurang dari 50 %.

Struk-

turnya pejal atau tanpa struktur, sedangkan konsistensinya
keras bila kering dan teguh bila lembab.

Kandungan unsur

haranya relatif kaya tergantunq kepada bahan induknya.
Bahan induknya berasal dari bahan aluvial dan koluvial.

Reaksi tanahnya sangat bervariasi dari masam, netral
sampai basa.

Permeabilitas umumnya lambat atau drainase-

nya rata-rata sedang dan cukup peka terhadap erosi.
Proses pembentukannya adalah alterasi lemah atau tanpa
pembentukan.
Botani dan Svarat Tumbuh Tebu (Saccharu~noffieinarum L.)

Tebu termasuk dalam tumbuhan kelas Monocotyledoneae,
ordo Glumaceae, Famili Gramineae, Sub famili Andropogoneae, dan Genus Saccharum.

Terdapat lima species tebu

yang mempunyai arti penting dalam pemuliaan tebu untuk
tujuan komersial.

Kelima species tersebut adalah : Sac-

charum officinarum, S. sinensis, S. barbei, S. spontaneum,
dan S. robusta (Sudiatso, 1983).
Batang tebu terdiri dari ruas-mas yang dibatasi oleh
buku-buku. Pada setiap buku terdapat mata tunas (bud) dan
bakal akar (Muljana, 1982; Sudiatso, 1983).
Selanjutnya Sudiatso (1983) juga mengatakan bahwa
tanaman tebu (S. officinarum L.) merupakan salah satu
tanaman penting sebagai penghasil gula.
produksi gula dunia berasal dari tebu.

Sebagian besar

Batangnya merupa-

kan bagian terpenting dalam memproduksi gula, karena
mengandung nira.

Panjang batang terbagi atas beberapa

ruas, jarak antar ruas tanaman tebu dipengaruhi oleh
faktor luar, antara lain : iklim, kesuburan tanah, keadaan
air dan kesehatan tanaman.

Batang tanaman yang sehat

mempunyai ruas yang pendek pada bagian pangkal, semakin ke

atas ruas batang semakin panjang dan kemudian memendek di
bagian puncaknya.
Tanaman tebu membutuhkan iklim panas dan lengas.
Tanaman ini ditemukan antara 35O lintang utara dan 35O
lintang selatan, yaitu pada daerah tropis dan sub tropis
(Wirjodihardjo, 1953)

.

Selanjutnya Notojoewono (1964)

menyatakan bahwa iklim sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan, hasil tebu, rendemen dan gula. Tanaman tebu tumbuh
baik di daerah tropik sampai sub tropik di sekitar khatulistiwa sampai dengan batas isotherm 20°
lintang utara sampai 35O lintang selatan.

C , yaitu 3g0

Di Indonesia

tanaman ini banyak diusahakan di dataran rendah. Suhu
optimum bagi pertumbuhan tebu berkisar antara 24O C sampai
30° C.

hpabila kurang dari 24O C, aktivitas hormon tumbuh

berkurang dan pertumbuhannya terhambat, sedangkan pada
suhu di atas 30° C proses respirasi tanaman tebu berjalan
cepat sehingga akumulasi pembentukan gula tidak terbentuk
karena terbongkar lagi untuk respirasi.
baik adalah 1 500

-

Curah hujan yang

3 000 mm per tahun dengan penyebaran

yang sesuai untuk pertanaman tebu.

Selanjutnya juga

dijelaskan bahwa dalam masa pertumbuhan tanaman tebu
banyak memerlukan air, sedangkan menjelang masa masak dan
siap dipanen dikehendaki suasana yang kering tidak ada
hujan, sampai pertumbuhan tanaman terhenti.

Dengan demi-

kian tanaman tebu menghendaki adanya perbedaan yang nyata
antara musim hujan dan musim kemarau.

Di daerah pertana-

man tebu di pulau Jawa umumnya memiliki musim kemarau dari
bulan Mei hingga Oktober dan musim hujan dari bulan Nopember hingga April.

Oleh karena itu maka waktu tanam ter-

baik adalah bulan Mei, Juni dan Juli.

Jika tidak ada

hujan dapat digantikan dengan pemberian air irigasi.
Pupuk %A (Ammonium Gulfat) dan Penuamhnva terhadap Tanah

Tebu termasuk golongan tanaman yang membutuhkan
banyak hara tanah, untuk itu tanaman tebu perlu dipupuk
meskipun pada umumnya tanaman tebu ditanam pada tanah yang
subur (Adisewojo, 1982).

Pupuk yang banyak yang diqunakan

untuk pertanaman tebu adalah pupuk ZA.

Hasil gula dari

tanaman tebu berkaitan erat dengan pemupukan ini (~irjodihardjo, 1953)

.

Ammonium sulfat atau rumus kimianya (NH4)2S04 di
Indonesia dikenal juga dengan nama ZA (Zwavelzure
Amoniak).
2NH3

Pupuk ini dihasilkan dari reaksi sederhana :

+

H2S04

------>

Pupuk ini mengandung 21

(NH4)2S04
%

N dan memberikan efek residu

masam terhadap tanah, terutama apabila diberikan secara
terus menerus.

Sisa ~

0 akan
~ melarutkan
~
A1 pada mineral

liat, sehingga penurunan produksi tanaman akan terjadi
dengan tajam.
Ammonium sulfat merupakan pupuk kristal yang berwarna
putih, mengandung f 23 % S sebagai hara esensial.
dalam tanah (NH4)2S04 cepat larut, kemudian NH4'
kan dan dijerap koloid tanah.

Di

dibebas-

Pada bagian lain So42-

larut dalam larutan tanah dan dapat digunakan langsung
oleh tanaman (Leiwakabessy dan Sutandi, 1988).
Selanjutnya Soepardi (1983) menyatakan bahwa ammonium
sulfat dihasilkan secara sintetik.

Ion NH*+ dalam keadaan

yang tepat dapat dinitrifikasikan, jadi membantu memperlancar penggunaan nitrogen.

Di sawah, ion NH4+ tetap

berada dalam bentuk ini dan terhindar dari kemungkinan
tercuci, karena ia bereaksi dengan kompleks koloidal.
Karena pupuk ammonium sulfat bersifat masam, maka penggunaan di tanah ber-pH sedang hingga basa memberikan hasil
yang memuaskan.
Kadar nitrogen dalam
pupuk

pupuk ZA antara 20.5

21.0 %.

ini dapat dikatakan tidak higroskopis, baru

menarik air dari udara pada kelembaban nisbi
30° C.

-

+

80

%

akan
pada

Oleh karena itu jika dipakai terus menerus pupuk

ini akan mengasamkan tanah, maka dikatakan bahwa pupuk ini
mempunyai reaksi fisiologis masam.

Pengaruh mengasamkan

tanah ini dinyatakan dengan equivalent acidity-nya.
Equivalent acidity (EA) adalah jumlah CaCQ3 (kg) pupuk
yang diperlukan untuk meniadakan keasaman yang disebabkan
oleh 100 kg pupuk yang bersangkutan.

Untuk ZA nilai

equivalent acidity-nya adalah 110 (Sarief, 1985).
Menurut Tisdale, Nelson dan Beaton (1985), ammonium
sulfat (ZA) mempunyai keuntungan karena bersifat tidak
higroskopis, sifat kimia yang stabil dan

sesuai untuk

tanaman, karena pupuk tersebut merupakan sumber N dan S
yang baik.
Pupuk ZA telah lama dipergunakan sebagai pupuk utama
di perkebunan tebu.

Sampai tahun 1960 saja penggunaan ZA

di pabrik gula mencapai 30 600 ton.

Pupuk ZA ini mudah

hancur dalam air, tetapi karena mudah diserap oleh butirbutir tanah (Notojoewono, 1964).
Wirjodihardjo (1953), juga mengatakan bahwa penggunaan ZA yang terlalu banyak di perkebunan tebu akan menyebabkan rendemen gula menurun.

Bilamana karena pemupukan

dengan ZA, amoniak dinitrif ikasikan maka ion-ion

so4'-

yang ditinggalkan mengakibatkan naiknya kadar H+ dan ini
mengganggu keseimbangan antara ion-ion di dalam air tanah.
Air pengairan yang banyak mengandung elektrolit akan
mendesak ion-ion H+ yang ada di dalam kompleks tanah liat
ini dan menggantinya dengan kation-kation air pengairan.
Qleh sebab itu maka bahaya kemasaman karena pemupukan
dengan ZA tak perlu dikhawatirkan.

Akan tetapi bila air

pengairan mengandung hanya sedikit elektrolit-elektrolit
dan reaksi air pengairan masam, maka lambat laun pemupukan
ZA akan menimbulkan tanah yang masam.
P e r i l a h Beleranu dalam Tanah

Kadar belerang
0.06

-

0.1

dalam kerak bumi diperkirakan sekitar

% dan merupakan unsur yang ke-13 terbanyak.

Belerang juga banyak terdapat dalam air laut dalam bentuk

so4'-

dengan kadar

+2

700 ppm.

Sedangkan dalam air tawar

kadarnya rendah antara 0.5

-

50 ppm, kecuali yang berasal

dari danau salin atau daerah endapan garam sulfat, kadarnya dapat mencapai 6 %.

Belerang juga dapat dihasilkan

oleh industri dalam bentuk SO2 yang secara langsung dapat
diambil oleh tanaman.

Kadar 0.5 ppm SO2 di udara tergo-

Long sangat tinggi, sehingga dapat meracuni tanaman yang
sensitif (Tisdale, Nelson dan Beaton, 1985).
Belerang di dalam tanah mengalami proses mineralisasi
dan immobilisasi (Buckman dan Brady, 1959).

Bentuk orga-

nik harus dimineralisasi oleh jasad mikro sebelum dapat
diserap tanaman, ha1 ini diilustrasikan oleh Soepardi
(1983) sebagai berikut :
Belerang organik ---->
(Protein dan kombinasi lainnya)

Hasil pelapukan
(H2S dan sulfida
lain)

---->

Sulfat

Faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan perubahan tersebut adalah kelembaban, suhu, dan kemasaman tanah (Waksman
dan Starkey, 1961).
Ada tiga sumber alam dimana tanaman dapat memperoleh
belerang, yaitu : (a) mineral tanah, (b) gas belerang
dalam atmosfir, dan (c) belerang yang terikat secara
organik.

Ada beberapa mineral tanah yang mengandung

belerang dan belerang ini dibebaskan menjadi tersedia bagi
tanaman, contohnya sulfida besi, nikel dan tembaga (Soepardi, 1983)

.

Kemudian Sarief (1986) menggambarkan siklus belerang
di alam sebagai berikut :

ana am an --+ Hewan

Belerang Oksida

dari fosil
Immobilisasi Mineralisasi

H U an
~
t
I
sulfat-sulfat <

r

Oksidasi

7

H2S =+-----

Gambar 1.

Reduksi

rn

Sulfida-sulfida

t

Belerang

I

Siklus Peredaran Belerang di Alam (Sarief,
1986)

Selanjutnya Leiwakabessy (1988) mengatakan bahwa
belerang terdapat dalam bentuk sulfida besi dari berbagai
logam seperti pirit dan markasit (FeS2), sfalerit (ZnS),
chalcopirit (CuFeS2), cobaltit (CoAsS), galena (PbS),
pirkotit (Fellsl2), arsen pirit (FeS2.FeAs2), pentlondit
(Fe,Ni), S8.

Dalam batuan, S sering berasosiasi dengan

unsur-unsur seperti Fe, Cu, Zn, Co, Au dan lain-lain.
Bentuk-bentuk belerang di dalam tanah merupakan bentuk
anorganik dan organik.
terlarut, SO4'-

Bentuk S anorganik meliputi sulfat

teradsorpsi, -SO4- diendapkan, dan

S-anorganik tereduksi.

Sedangkan bentuk S-organik terdiri

dari S-mudah direduksi, S-diikat karbon dan S--organikyang
resisten.

Dalam suasana aerobik S umumnya terdapat dalam

bentuk ~

0 tetapi
~
~
dalam
- suasana anaerobik akan direduksi

menjadi sulfida.
Sulfat dapat tereduksi menjadi sulfida yang membentuk
senyawa-senyawa sukar larut dengan besi, mangan, seng dan
sebagainya (Engler dan Patrick, 1975).

Dalam keadaan

tergenang sulfat akan berubah menjadi sulfida besi ( ~ e ~ + )
yang sukar larut (Ponnamperuma, 1972).
Keadaan reduksi akan lebih menonjol pada tanah-tanah
bertekstur berat dan di daerah sub soil.

Menurut Van De

Venter (1915) dalam Notojoewono (1964) dikatakan bahwa
salah satu penyebab tidak suburnya tanah di perkebunan
tebu adalah adanya bahan yang tereduksi.

Tanah yang

kekurangan udara (terendam air terlalu lama, becek) menimbulkan proses reduksi yang menghasilkan racun bagi tanaman
seperti sulfida besi yang berwarna hitam yang sangat
meracuni tanaman.
Selanjutnya De Datta (1981) mengemukakan bahwa transformasi utama belerang pada tanah-tanah tergenang adalah
reduksi sulfat menjadi sulfida dan perubahan belerang
organik menjadi H2S ini bereaksi dengan ion-ion logam
berat dalam tanah (seperti ~ e ~ +2n2+,
,
dan cu2+) yang
menjadikan sulfida tidak larut.

Akibatnya unsur mikro

menjadi tidak tersedia bagi tanaman.

Hal ini juga dinya-

takan oleh Elkins dan Ersminger (1971) bahwa potensial
oksidasi-reduksi dan

sulfat menurun,

sedangkan

sulfida

total untuk seluruh unsur belerang yang bersenyawa dengan
unsur logam serta H2S meningkat.
U n s w M i k r o tCu,

Zn. Eln dan Fe) dalam Tanah

Unsur mikro adalah unsur hara esensial bagi tanaman
yang dibutuhkan dalam jumlah sedikit (Soepardi, 1983;
Sarief, 1986; Tisdale, Nelson dan Beaton, 1985).
Perhatian terhadap unsur mikro di akhir dua dasawarsa
ini meningkat dengan pesat.

Hal tersebut disebabkan : (a)

terangkutnya unsur mikro dalam tanaman menyebabkan ketersediaan dalam tanah mencapai titik tidak dapat menunjang pertumbuhan normal; (b) penggunaan jenis unggul dan
pemakaian pupuk makro yang meningkat dosisnya mempertajam
menurunnya unsur mikro tanah; (c) pengqunaan kadar pupuk
berkadar unsur tinggi meniadakan peluang digunakannya
bahan-bahan kurang murni, sehingga kontaminasi unsur mikro
dalam pupuk berkurang, dan (d) kemampuan mengenal gejala
kekurangan unsur mikro telah demikian meningkatnya dibandingkan dengan masa lalu (Soepardi, 1983).
Menurut Leiwakabessy (1988), sumber unsur mikro
berasal dari batuan beku (sumber utama), batuan sedimen
dan batuan metamorfik.

Selanjutnya V. M. ~oldschmidt

d a l a n Leiwakabessy (1988), rata-rata kandungan unsur mikro

dalam kerak bumi adalah seperti tertera pada Tabel 1.

Kandungan Cu dalam tanah sangat rendah, yaitu berkisar antara 10

-

80 ppm.

Pada pH yang 'lebih rendah dari

6.9 ion divalen cu2+ merupakan ion yang dominan, sedangkan

pada pH yang lebih tinggi lagi maka bentuk ell(OlQ2 paling
banyak ditemukan.

Bentuk CUOH+ banyak ditemukan pada pH

sekitar netral (Tisdale, Nelson dan Beaton, 1985).
Lindsay (1972b) mengemukakan suatu reaksi kesetirnbangan antara Cu dalam larutan tanah dengan Cu dalam kompleks jerapan tanah, yaitu sebagai berikut :
cu2+

- Cu-tanah + 2H+

+ tanah

[~u2+] = 10-3-2 CH+I
Kelarutan cu2+ sangat rendah dan tergantung pH.
Tisdale, Nelson dan Beaton (1985) menyatakan reaksi hidrolisis Cu sebagai berikut :
ell2+

CUOH+

+

+

H ~ O

H20

-

CUOH+

+

Cu (OH)

H+

+

H+

Semakin tinggi konsentrasi ion Hf dalam larutan tanah maka
bentuk ion Cu yang dominan adalah cu2+.
Unsur Cu dibutuhkan tanaman dalam jumlah yang sangat
sedikit, tetapi mempunyai peranan yang cukup penting.
Anderseon dan Underwood dalam Lindsay (1972a) menyebutkan
bahwa Zn, Cu dan Mo merupdkan unsur-unsur hara mikro yang
sering ditemukan dalam keadaan kurang pada tanah-tanah
pertanian.

Unsur-unsur ini merupakan bagian penting dari

beberapa enzim oksidase.

Lebih lanjut Sabiham, Djokosudardjo dan Soepardi
(1982) mengemukakan bahwa tanah-tanah yang kekurangan Cu
biasanya dicirikan oleh bertekstur pasir, mengandung bahan
organik tinggi dan tanah yang mempunyai pH tinggi.

Jumlah

Cu yang dikandung dalam tanah berkisar dari 2 sampai 100

P P.~
Gejala defisiensi pada berbagai tanaman ditunjukkan
oleh warna tanaman yang tidak normal, perkembangan yang
tidak normal, hasil dan buah yang rendah dan panenan yang
rendah pula (Darst and Reeves, 1968 serta Berger, 1965
dalam Morvedt, Giordano dan Lindsay, 1972).

Selanjutnya

Soepardi (1983) menambahkan bahwa kekurangan Cu akan
mengganggu sintesis protein dan menyebabkan senyawa nitrogen larut meningkat.

Kepekatan qula-reduksi pada tanaman

yang kekurangan Cu adalah rendah sedangkan kadar asam
organiknya tinggi.
Seng (Zn) merupakan penyusun dari berbagai enzim
logam meliputi dehidrogenase, di antaranya dehidrogenase
alkohol dan laktat.

Di samping itu seng juga dapat ber-

fungsi sebagai kofaktor berbagai enzim tetapi tidak mempunyai kekhususan yang tinggi.

Kekurangan seng menyebab-

kan pertumbuhan secara drastik terganggu, daun mengecil
dan ruas tanaman memendek membentuk suatu roset, yaitu
ruas-ruas gaga1 memanjang, sehingga daun dari beberapa
buku bertumpukan (Soepardi, 1983).

Sarief (1986) menyatakan juga bahwa kekurangan Zn
pada tanaman mempunyai beberapa macam gejala pokok yang
berbeda dan tergantung pada jenis-jenis tanaman. beberapa
gejala kekurangan Zn adalah : daun-daun kecil, daun mengalami salah bentuk (kecil dan menyempit) , khlorosis pada
puncak pertumbuhan baru dan membentuk pertumbuhan melingkar (roset) dan pengguguran daun terjadi mulai dari bawah
(base) menuju ke puncak.
Mangan (Mn) di dalam tanaman berfungsi sebagai aktivator dari berbagai enzim, di antaranya enzim pentransfer
fosfat dan enzim dalam Daur Krebs.

Mangan juga merupakan

bagian penting dari khloroplas dan turut dalam reaksi yang
menghasilkan oksigen.

Kekurangan unsur ini akan mempenga-

ruhi susunan khloroplas.

Kepekatan mangan yang tinggi

dalam media dapat menimbulkan kekurangan besi dalam tanaman (Soepardi, 1983).
Dalam keadaan reduksi Mn ditemukan dalam bentuk Mn2+
sedangkan dalam keadaan oksidasi sering dijumpai dalam
bentuk Mn02.

Jumlah Total Mn dalam Tanah berkisar antara

20 sampai 300 ppm (Sabiham, Djokosudardjo dan Soepardi,

1982).
Rinsema (1983) menambahkan bahwa persenyawaan Mn yang
larut dapat dioksidasi menjadi tidak larut.

Dalam keadaan

yang kurang lebih anaerob, dapat berlangsung reduksi
kembali.

Timbulnya kekurangan Mn pada tanah berpasir

disebabkan oleh pH-nya.

Pada pH di atas 6.2 tanaman

menjadi sakit, sedangkan pada pH di bawah 5.4 tanaman
tetap sehat.

Gejala kekurangan Mn ini juga diungkapkan

oleh Sarief (1986), bahwa gejala kekurangan Mn menyerupai
kekurangan unsur besi, tetapi pada kekurangan Mn tulang
daun yang paling kecilpun tetap berwarna hijau, bahkan
hijaunya seringkali masih terdapat di sisi tulang-tulang
daun

.
Jones (1972) mengemukakan bahwa gejala kekurangan Mn

akan terlihat jika konsentrasi dalam jaringan tanaman
kurang dari 20 ppm pada bahan kering.

Akan tetapi banyak-

nya kadar kecukupan adalah pada konsentrasi antara 20
sampai 500 ppm Mn.

Dan pada konsentrasi di atas 500 ppm

kemungkinan akan menyebabkan keracunan bagi beberapa
tanaman.

Selanjutnya dikatakan oleh Gorsline et a l .

(1965) d a l a m Jones (1972) bahwa konsentrasi Mn dalam
jaringan ini akan bervariasi dari daun ke daun lainnya,
konsentrasinya akan meningkat dari daun di bagian bawah ke
atas.

Hal ini juga dinyatakan oleh Leiwakabessy (1988),

bahwa kadar normal Mn dalam tanaman berkisar antara 20
500 ppm.

-

Kekurangan Mn biasanya terjadi bila kadarnya

dalam bagian atas menjadi 15

-

25 ppm.

Mn diabsorbsi

tanaman dalam bentuk ion mangano, Mn2+, dan juga dalam
bentuk molekul senyawa kompleks organik.

Bentuk-bentuk

ini dapat diserap melalui daun.
Besi (Fe) merupakan bagian dari group prostetik
dengan bobot molekul rendah atau bagian integral dari

protein.

Group prostetik yang mengandung besi ialah

porfirin besi, seperti sitokhrom, katalase, peroksidase
dan dehidrogenase.

Besi juga dapat pula berperan sebagai

kofaktor dari berbagai enzim, tetapi jarang sekali mempunyai kekhususan tertentu.

Sebagian besar dari besi di

dalam daun dijumpai sebagai bagian khloroplas dan besi
sangat esensial dalam pembentukan khloxofil (Soepardi,
1983).
Tisdale, Nelson dan Beaton (1985) serta Leiwakabessy
(1988) menyatakan bahwa tanaman terutama mengambil Fe
dalam bentuk ~

e dan
~ +Fe-kompleks yang larut, walaupun

~ e ~ + - ~dapat
u n diserap.

Bentuk aktif dalam tanah adalah

~ e ~ + Kadar
.
Fe sebesar 50
cukup.

-

250 ppm dalam tanah dinilai

Besi diambil oleh tanaman dalam bentuk ion ataupun

dalam bentuk garam-garam kompleks organik (chelate) dan
dapat diabsorbsi oleh daun apabila besi sulfat ataupun
kompleks Fe-organik diberikan melalui daun.

Kekurangan Fe

sering terjadi di tanah-tanah masam apabila dilakukan
pemupukan fosfat yang terlalu berat.
Neubert et al. (1969) dalam Jones (1972) menyatakan
bahwa pada umumnya kadar Fe 50 ppm atau kurang dalam bahan
kering akan menyebabkan gejala def isiensi.

Kadar kecuku-

pan Fe dalam tanaman berkisar antara 50 sampai 250 ppm.
Konsentrasi Fe dalam tanaman muda dapat sangat tinggi,
yaitu antara 300 sampai 400 ppm.

Menurut Leiwakabessy (1988), faktor-faktor yang
mempengaruhi ketersediaan dan pergerakan Fe di dalam tanah
adalah : (1) ketidakseimbangan ion : Fe/(Cu + Mn) , dimana
Cu dan atau Mn tinggi akan menyebabkan defisiensi Fe; (2)

-

pengaruh pH, HC03

dan C03 di daerah berkapur; (3) pengge-

nangan; (4) bahan organik; dan (5) interaksi dengan unsur
lain.

Kelebihan unsur hara seperti Co, Cu, dan Zn juga

kadar P dan Mo yang tinggi dapat menyebabkan defisiensi
unsur Fe.
Fe, Mn dan Cu

yang dioksidasikan umumnya kurang

larut pada pH yang biasa dijumpai dalam tanah dibandingkan
bentuk-bentuk yang direduksikan.

Kelarutan Fe dalam tanah

ditentukan oleh konsentrasi oksidanya.

Hidrolisis, pH,

khelat, reauksi dan oksidasi merupakan faktor yang penting
dalam ha1 ini.

Fe-inorganik (111) di dalam larutan tanah

dapat dihidrolisis menjadi bentuk Fe2 (OH)24i,

F ~ o H ~ + F,~ ( O H2i,
) F ~ ( O H3°) dan Fe(0H)

-.

~ e ~ + ,

Empat bentuk

pertama tersebut terjadi pada pH di atas 7.0.

Tanaman

dapat mengabsorbsi ion-ion tersebut tergantung pada kesetimbangan dari masing-masing bentuk ion yang terjadi
(Tisdale, Nelson dan Beaton, 1985).

B

DAN ?SETODE

Waktu dan Tapat Penelitian

Pengambilan contoh tanah dilakukan pada beberapa blok
kebun (kebun Pandeyan, Sobokerto, Kuwiran, Singopuran,
Gentan dan Klodran) di lahan perkebunan tebu PG Colomadu,
PTP XV-XVI Surakarta, Jawa Tengah.

Berdasarkan Peta

Tanah dari lembaga Penelitian Tanah dan Pemupukan (1964),
jenis tanah yang terdapat di wilayah kerja PG Colomadu
tersebut adalah : Grumusol, Regosol, Hediteran dan Aluvial.

Pengambilan contoh tanah tersebut dilakukan dari

tanggal 13 sampai 25 Agustus 1990 pada lokasi yang diperkirakan terdapat pengendapan senyawa sulfida dan unsur
mikro .
Pengambilan contoh tanaman dilakukan pada bulan
Desember 1990 terhadap daun ke-3
pengambilan contoh tanah.
adalah umur 3

-

-

4 dari atas pada lokasi

Adapun contoh daun yang diambil

4 bulan.

Analisa sifat kimia clan fisika tanah serta jaringan
dilakukan di laboratorium Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor dan Laboratorium Balai Penelitian Tanaman Pangan (Balittan) Cimanggu, Bogor.

Analisa

tanah dan tanaman dilakukan dari bulan September 1990
sampai Januari 1991.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan untuk penelitian berupa sebidang
lahan di perkebunan tebu, daun tebu umur 3

-

4 bulan,

bahan-bahan kimia untuk penetapan sifat-sifat fisik dan
kimia tanah dan jaringan tanaman serta air sebagai pelarut
berbagai bahan kimia yang digunakan dalam penelitian.
Adapun alat yang digunakan adalah : Bor belgi, cangkul, pisau lapang, meteran, plastik, Munsell Soil Color

Chart, kertas label, alat-alat tulis, serta alat-alat
laboratorium untuk penetapan sifat-sifat fisik dan kimia
tanah serta jaringan tanaman di laboratorium.
Netode

Pemilihan lokasi penelitian didasarkan pada hasil
survai dengan mengacu kepada perkiraan adanya timbunan
senyawa logam sulfida yang berwarna hitam (atau warna

gley) pada sub soil.
Analisa contoh tanah didasarkan pada pengamatan tiap
lapisan/horizon tanah dari suatu profil.
Parameter yang diamati dalam penelitian ini adalah
diokberupa sifat-sifat kimia tanah berupa 5 0 ~ ~sebelum
sidasi (yaitu analisa contoh tanah yang dikeringkan dari
lapang tanpa perlakuan tambahan) dan ~

0 setelah
~
~ diok-

sidasi (yaitu analisa contoh tanah yang telah diberi
perlakuan oksidasi dengan H202), unsur-unsur mikro (Cu,
Zn, Mn, Fe) sebelum dioksidasi (tanpa perlakuan H202) dan
setelah dioksidasi (dengan H202), basa-basa dapat ditukar,

KTK, KB, pH dan sifat fisik tanah berupa tekstur tanah.
Sedangkan analisa jaringan tanaman didasarkan atas jaringan daun tebu umur 3

-

4 bulan pada daun ke 3

-

4 dari

atas/pucuk.
Adapun metode yang digunakan dalam penetapan sifatsifat kimia dan fisik tanah dan tanaman ini dapat dilihat
pada Tabel 2.
Data produksi tebu, rendemen serta pemupukan pada
lokasi penelitian digunakan sebagai data penunjang dalam

.

penelitian ini

Tabel 2. Bretode Penetapan Sifat-sifat Kimia dan Fisik
Tanah dan Tanaman dalam Penelitian
-

Jenis Analisa
Analisa
Tanah
so4:-- sebelum dioksidasi
SO4
setelah dioksidasi
Basa-basa dapat ditukar
Ca-dd
Brg-dd
K-dd
Ha-dd
KTK

Satuan

Metode Analisa

ppm
ppm

NH,OAc pH 4.8
oksidasi H202

me/lOO
mejl0O
me/100
me/100
me/100

g
g
g
g
g

NH40Ac
NH40Ac
NH40Ac
NHdOAc
NHd OAc

pH
pH
pH
pH
pH

7.0
7.0
7.0
7.0
7.0

KB

%

pH H20 (1 : 1)
Cu sebelum oksidasi
Zn sebelum oksidasi
Mn sebelum oksidasi
Fe sebelum oksidasi
Cu setelah oksidasi
Zn setelah oksidasi
Mn setelah oksidasi
Fe setelah oksidasi
Tekstur

PPm
PPm
PPm
PPm
PPm
PPm
PPm
PPm
% (Pr Dt L)

pH-meter
HC1 0.05 N
KC1 0.05 N
HCl 0.05 N
HCl 0.05 N
oksidasi H202
oksidasi- H202
oksidasi HZ02
oksidasi H202
pipet

PPm
PPm
PPm
PPm

pengabuan
pengabuan
pengabuan
pengabuan

Analisa Jarinqan Tanaman
Cu-daun
Zn-daun
Mn-daun
Fe-daun

kering
kering
kering
kering

ElAsIL DAN PKMB

AN

Keadaan Umum Lokasi Penelitian
Lokasi perkebunan tebu PG Colomadu PTP XV-XVI
Surakarta terletak pada ketinggian 110 meter di atas
permukaan laut, tipe iklim CZ-C3 (Oldeman,1975) dan Awa
(Koppen), jenis tanahnya meliputi Grumusol, Regosol,
Aluvial dan Mediteran (Lembaga Penelitian Tanah dan Pemupukan, 1964).

Dalam penelitian ini akan dibahas beberapa

blok kebun saja, yaitu kebun Pandeyan(PD 11), Sobokerto(SB
XI), Kuwiran (KW), Singopuran (SP), Gentan (GT) dan Klodran (KD).

Beberapa informasi tentang lokasi penelitian

disa-jikan pada Tabel Lampiran 2, sedangkan produksi tebu
di lokasi penelitian disajikan pada Tabel Lampiran 3 ,

4,

5, 6 dan 7. Kelima profil pertama setelah dianalisa akan

sulfatnya setelah dioksidasi menunjukkan gejala pencucian
di lapisan atas dan akumulasi sulfida pada kedalaman
tertentu, sedangkan pada profil di kebun Klodran tidak
menunjukkan adanya gejala akumulasi sulfida sehingga
analisa tanah ini tidak dilanjutkan (Tabel Lampiran 8).
Dugaan akumulasi sulfida ini juga ditunjukkan pada hasil
analisa warna tanah yang semakin gelap.

Pada tanah di

kebun Pandeyan dan Sobokerto ditunjukkan dengan penurunan
tingkat value pada warna Munsell Soil Color Chart dan
diikuti dengan akumulasi liat (dari hasil analisa
tekstur).

Sedangkan pada tanah di kebun Kuwiran, Singopu-

ran dan Gentan gejala berdasarkan sifat ini kurang tampak
(gejala ini dapat dilihat pada Tabel Lampiran 9).

Lokasi penelitian termasuk dalam DAS Bengawan Solo,
suhu rata-rata 29

-

31° C, kelembaban udara 45 - 56 %,

curah hujan rata-rata 2378.4 mm per tahun.
penelitian ini adalah 5

-

dan

Jarak lokasi

12 kin dari PG Colomadu (Gambar 2

dan 3).
Pengambilan contoh tanah dilakukan pada saat tanah
dalam keadaan oksidatif, kecuali pada tanah di kebun
Kuwiran dan Gentan yang baru saja ditanami padi dan baru
akan diolah untuk pertanaman tebu, kemungkinan pada tanah
ini keadaan tanah belum oksidatif sepenuhnya.
Secara umum lokasi penelitian merupakan wilayah
dengan fisiografi dataran, reaksi tanah agak masam sampai
agak basa.

Hal ini dimungkinkan oleh bahan induk pada

lokasi tersebut berasal dari endapan pasir, abu
pasir/pasir, tuf volkan intermedier

-

basa dan tuf volkan

alkali basis (Lembaga Penelitian Tanah dan Pernupukan,
1964).

Tanah-tanah di seluruh kebun yang diteliti

mem-

punyai kejenuhan basa yang sangat tinggi yaitu mencapai
100 %,

ha1 ini terlihat nyata terutama dari kandungan

kalsium dapat ditukar yang sangat mendominasi basa-basa
yang dapat ditukar pada tanah-tanah tersebut (Tabel Lampiran 10).

Hal inilah yang menyebabkan tanah-tanah tersebut

bersifat agak alkalin.

-

J a l a n besar

_,-.-.

Jalan kereta api

*.+.+. B a t a s P r o p i n s i

'*.+.,*.

Gambar

2.

r*.-t.*.J.,--l--,(

Peta Lokasi Daerah Penelitian Wilayah
Colomadu, PTP XV-XVI Surakarta

PG

D i k u t i p d a r i Lembaga P e n e l i t i a n Tanah dan Pemupukan, 1964

Gambar

3.

Peta Tanah Perkebunan Tebu Wilayah
PG Colomadu, PTP XV-XVI Surakarta

Kerja

Lokasi penelitian merupakan wilayah perkebunan tebu
yang telah lama diusahakan berpuluh-puluh tahun lamanya,
bahkan sejak jaman kolonial Belanda.

Sistem penggunaan

tanah yang umum digunakan dalam perkebunan tebu tersebut
adalah sistem qlebaqan, yaitu penanaman secara bergantian
antara tanaman tebu dan padi sawah.

Sebagai usaha inten-

sifikasi pada tanah di perkebunan tebu digunakan pemupukan
ZA.

Praktek penggunaan pupuk ZA tersebut telah lama digu-

nakan pada perkebunan tersebut.

Semula hanya digunakan

pupuk ZA saja, akan tetapi dengan berkembangnya masalah
pemupukan, kemudian digunakan juga pupuk TSP dan KC1.
Penggunaan pupuk ini semakin lama semakin intensif, ha1
ini dapat dilihat pada Tabel Lampiran 3, 4, 5, 6 dan 7.
Penvebaran Beleranu dalam Tanah
Kandungan belerang dalam bentuk sulfat sebelum dioksidasi pada tanah di kebun Pandeyan