PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

REALITAS REFERENSIAL LABA AKUNTANSI SEBAGAI REFLEKSI KANDUNGAN INFORMASI Studi Interpretif-Kritis Dari Komunitas Akuntan dan Non-Akuntan AKHMAD RIDUWAN 1 Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia STIESIA Surabaya ABSTRACT The main aim of the research is to understand the interpretation of accounting earnings by accountants and non-accountants, and its underlied accounting concepts. This research is motivated by the fact that accounting earnings is one of many simbols in the financial statements used to representing certain reality in the communication space. Equality of accounting earning interpretation in that communication space will determine the communication effectivity. Based on hermeneutics, or particularly named as an interpretive approach, the result of this research gives an understanding that accounting earnings are differently interpreted by accountants and non-accountants. In the accountants’ interpretation frame, accounting earnings are the signifier of enterprises’ economic reality changes, should not signify by the net cash inflows in the reporting period. However, in the non-accountants’ interpretation frame, the reality represented by accounting earnings sign is not clear: is that an economic reality, financial reality, or accounting reality, so that usefulness of accounting earnings information in decision making is low. Analogically, in the perspective of non- accountants, accounting earnings are not differ with the reality reflected from the cracked mirror. Nevertheless, in the everyday accounting practice, non accountants still accepted and used the accounting earnings information calculated based on the accounting and financial reporting standards. Implications of this research are the rising of the needs for: a decomposite of accounting and financial reporting standards that useful to accomodate the ”habitus” difference between accountants and non-accountants; b eliminate the hegemony in accounting practice; and c reasking of the meaning of ”generally accepted accounting principles”. Key-Words: Accounting Earnings, Refferential Reality, Information Contents, Interpretation, Communication, Hegemony, Decomposition.

1. PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

Akuntansi adalah bahasa teknis perusahaan. Akuntansi adalah teks yang menjadi media ko- munikasi informasi keuangan antara manajer dan pihak-pihak yang berada di luar perusahaan, ketika manajer tidak memiliki kesempatan secara langsung untuk berkomunikasi melalui wi- cara. Ray J. Chambers menyatakan bahwa akuntansi adalah bahasa tulis yang berfungsi seba- gai pengganti bahasa wicara tersebut, dan berpendapat bahwa aspek komunikasi dari akuntan- si ini seharusnya menjadi dasar dalam pengembangan teori akuntansi lihat Lee 1982, 152. 1 Penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Prof. Iwan Triyuwono, SE., Ak., MEc., PhD.; Gugus Irianto, SE., Ak., MSA., PhD., serta Dr. Unti Ludigdo, SE., Ak., MSi. Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya Malang atas arahan beliau dalam pelaksanaan dan penulisan hasil penelitian. Walaupun demikian, semua kesalahan dan kekhilafan dalam penulisan ringkasan sebagian hasil penelitian ini sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis. 1 Pengakuan Chambers bahwa akuntansi merupakan bahasa teknis perusahaan, memper- oleh respon dan dukungan positif dari kalangan profesi maupun akademisi akuntansi misal- nya Li 1972; Lusk 1973, Ijiri 1975; Heath 1987; Fiol 1989; Fischer dan Stoken 2001; serta Suwardjono 2005, 28. Ijiri 1975, 23 memberikan dukungan dengan menyatakan bahwa di samping berhubungan erat dengan masalah pengukuran, akuntansi juga berkaitan erat dengan masalah komunikasi, sehingga betapapun efektif proses pengukuran yang dilakukan dalam akuntansi, informasi yang dihasilkannya akan kurang bermanfaat jika tidak dikomunikasikan dengan tepat. Sependapat dengan Chambers, Belkaoui 1980, 363 juga mengakui bahwa akuntansi dapat disebut sebagai sebuah bahasa, karena akuntansi memiliki karakteristik leksikal maupun gramatikal. Dengan karakteristik tersebut, akuntansi dapat diartikan sebagai seperangkat sim- bol bahasa atau representasi simbolik yang menunjuk pada suatu makna atau realitas tertentu. Karena efek komunikatif merupakan sasaran penyampaian informasi dari penyedia informasi kepada pengguna informasi, maka ungkapan bahasa harus tepat sehingga maknanya dapat diinterpretasikan sama persis dengan makna yang dimaksudkan. Oleh karena itu, di samping aspek sintaktik pengukuran dan pragmatik kebermanfaatan, teori akuntansi perlu dikem- bangkan dengan mempertimbangkan aspek semantik realitas yang direpresentasikan. Dari sekian banyak simbol, salah satu simbol akuntansi yang dikomunikasikan melalui laporan keuangan untuk merepresentasikan realitas tertentu adalah simbol ”laba”. Dalam esai kritis-filosofisnya, Macintosh et al. 2000, 38 mengungkapkan bahwa saat ini akuntansi ber- hadapan dengan transaksi-transaksi ekonomik yang semakin kompleks, termasuk dalam peng- gunaan nilai moneter sebagai unit pengukur. Dalam situasi demikian, simbol laba income dan modal capital tidak memiliki referen pada objek dan peristiwa yang nyata. Dalam pandangan Macintosh et al., simbol laba akuntansi tersebut hanya merupakan simulakra murni 2 , yang berarti bahwa referensi laba akuntansi adalah pada dirinya sendiri, dan berputar- putar pada dirinya sendiri membentuk dunia hiperrealitas. Secara keseluruhan, tidak terbatas pada simbol laba, Macintosh et al. 2000, 13 berpendapat bahwa banyak simbol akuntansi yang tidak memiliki rujukan secara jelas pada objek dan peristiwa nyata, sehingga akuntansi 2 Nugroho 2006, 279 mengartikan simulakra sebagai “suatu simbol tanpa ada yang disimbolkan”, sedangkan Piliang 2003, 132-134 mengartikan simulakra sebagai sebuah duplikasi dari duplikasi, yang aslinya tidak pernah ada, sehingga perbeda-an antara yang duplikat dan yang asli menjadi kabur. Simulakra merupakan suatu citra image atau konsep yang terbentuk melalui simulasi – yaitu proses penciptaan bentuk nyata melalui model-model yang tidak ada asal- usul atau referensi realitasnya, sehingga memampukan manusia untuk menjadikan hal-hal yang supernatural, ilusi, fantasi, dan khayali menjadi tampak nyata. 2 tidak secara penuh menjalankan fungsinya sesuai logika representasi, pertanggungjawaban, atau penyajian informasi ekonomik secara transparan. 3 Berbeda dengan Macintosh et al. 2000, tetapi dengan substansi yang sama, Mattessich 2003, 452 menyatakan bahwa semua simbol akuntansi – kata dan angka – selalu memiliki relasi dengan realitas referensialnya, hanya saja realitas referensial dari simbol-simbol akuntansi tersebut mungkin berada pada tingkatan yang berbeda-beda. Khusus untuk simbol laba income misalnya, Mattessich menyatakan bahwa realitas referensial atas simbol laba tersebut tidak berada pada tingkatan realitas fisis, tetapi berada pada tingkatan ”realitas sosial” social reality – artinya, realitas tersebut menjadi ”ada” karena kesepakatan yang terjadi dalam komunitas akuntansi 4 . Berbagai pendapat yang berbeda tentang relasi antara simbol laba dengan realitas referen- sialnya sebagaimana terungkap melalui kajian kritis-filosofis dari Macintosh et al. 2000 dan Mattessich 2003 tersebut, merefleksikan adanya peluang akan timbulnya perbedaan inter- pretasi laba akuntansi dalam sebuah ruang komunikasi. Perbedaan interpretasi laba akuntansi ini tentu akan mempengaruhi efektivitas komunikasi informasi laba itu sendiri, karena realitas yang sesungguhnya ingin direpresentasikan oleh simbol laba ternyata diinterpretasikan secara berbeda oleh pihak-pihak yang terlibat dalam komunikasi. Jika hal ini terjadi, maka efek pemengaruhan yang diharapkan dalam pengkomunikasian laba akuntansi tidak tercapai kare- na respon terhadap informasi menjadi bias. Perbedaan interpretasi laba dan timbulnya respon yang bias ini merupakan penanda bahwa laba akuntansi tidak memiliki kandungan informasi information contents. Penelitian-penelitian akuntansi, terutama yang dilakukan dengan pendekatan kuantitatif, banyak mengungkapkan bukti empiris bahwa a laba akuntansi memiliki makna dan b laba akuntansi memiliki kandungan informasi. 5 Fakta bahwa laba akuntansi memiliki makna, dire- 3 Esai kritis Macintosh et al. 2000 atas laba dan modal direfleksikan pada tingkatan relasi tanda dan realitas referensialnya order of simulacra yang dikembangkan oleh Jean Baudrillard melalui pemikiran filosofisnya. Order of simulacra yang dikemukakan oleh Baudrillard adalah: 1 tanda merefleksikan realitas yang benar-benar nyata dan ada mendahului tanda profound reality. 2 tanda menyembunyikan dan menyimpangkan sifat-sifat asli dari profound reality; 3 tanda menyembunyikan ketidakhadiran realitas; 4 tanda muncul mendahului realitas, sehingga tanda tidak memiliki relasi apa pun dengan realitas, bahkan realitasnya sendiri belum atau tidak ada, atau simulakra murni pure simulacrum. 4 Esai kritis Mattessich 2003 atas laba dan modal direfleksikan pada konsep onion model of reality yang dibangunnya sendiri. Ia menyebut konsepnya sebagai metafor tentang realitas. Melalui konsep atau metafornya itu, Mattessich 2003, 446 menyatakan bahwa ”realitas” kenyataan atau fakta memiliki tingkatan yang berbeda atau berlapis- lapis berdasarkan perspektif yang bersifat multidimensi, termasuk dimensi waktu. Oleh karena itu, realitas tidak dapat dipandang secara linier berdasarkan dimensi tertentu yang bersifat tunggal. Mattessich menyebutkan bahwa onion model of reality membedakan dan menempatkan realitas dalam lima tingkatan, yaitu: 1 realitas sejati ultimate reality; 2 realitas fisis-kimiawi physical-chemical reality; 3 realitas biologis biological reality; 4 realitas mental mental reality; dan 5 realitas sosial social reality. 5 Hasil-hasil penelitian yang relevan dengan pernyataan ini sangat banyak. Hasil penelitian yang relevan dengan pernyataan ini misalnya dapat dilihat dalam Beaver 1968, Lipe 1968, May 1971, Bamber 1986, Finger 1994, Fairfield, et al., 1996, Landsman dan Maydew 2002, Bradshaw dan Sloan 2002, serta Diana dan Kusuma 2004. 3 fleksikan dari banyaknya perjanjian kontraktual misalnya debt covenant yang pelaksanaan- nya terikat atau diikatkan pada angka laba. Walaupun demikian, penelitian-penelitian tersebut tidak menjelaskan secara transparan tentang makna laba yang secara empiris diinterpretasikan oleh pihak-pihak yang terikat perjanjian kontraktual itu. Pada lingkup yang lain, beberapa penelitian juga mengungkapkan fakta empiris bahwa laba akuntansi memiliki kandungan informasi, yang direfleksikan oleh adanya respon investor terhadap informasi laba yang dipublikasikan. Kandungan informasi yang dimaksud dalam pe- nelitian tersebut adalah makna laba dalam perspektif investor, bukan dalam perspektif penyedia informasi. Walaupun demikian, tidak berbeda dengan penelitian yang disebutkan di atas, penelitian-penelitian tentang kandungan informasi laba tersebut juga tidak menjelaskan secara transparan tentang realitas referensial yang secara empiris merupakan kandungan informasi laba dalam perspektif investor, apalagi dalam pespektif penyedia informasi. Dengan pendekatan kualitatif, penelitian ini dimaksudkan untuk melengkapi temuan penelitian-penelitian tersebut. Berbeda dengan penelitian kuantitatif yang pada umumnya terfokus pada pengujian kandungan informasi laba berdasarkan relasi antara laba publikasian dan respon investor, penelitian ini berusaha mengungkapkan kandungan informasi laba akuntansi berdasarkan interpretasi tentang realitas yang direpresentasikan oleh laba akuntansi tersebut. Pertanyaan Penelitian Pertanyaan-pertanyaan yang ingin dijawab melalui penelitian ini adalah sebagai berikut: 1 bagaimanakah akuntan dan non-akuntan menginterpretasikan laba earnings yang tercantum dalam laporan laba-rugi?; dan 2 sejauh mana akuntan dan non-akuntan memahami konsep laba dalam rerangka konseptual akuntansi yang mempengaruhi penetapan laba tersebut? Motivasi Penelitian Penelitian ini termotivasi oleh beberapa hal berikut. Pertama, terdapat pandangan umum bahwa laba akuntansi tidak memiliki referen pada objek, peristiwa nyata atau realitas fisis, tetapi referen simbol laba tersebut hanya terbatas pada tingkatan realitas sosial – yaitu realitas yang hanya disepakati oleh akuntan Mattessich 2003, 452. Bahkan secara lebih radikal, Macintosh et al. 2000, 38 menyatakan bahwa simbol laba merupakan simulakra murni yang berarti ”simbol tanpa ada yang disimbolkan” karena merupakan hasil produksi dan reproduksi dari simbol-simbol akuntansi yang lain. Penelitian ini berusaha mengungkapkan apakah pernyataan-pernyataan tersebut konsisten dalam ranah empiris. 4 Kedua, berdasarkan konsep laba komprehensif, laba didefinisikan sebagai kenaikan aset bersih ekuitas yang tidak dipengaruhi oleh kontribusi dari dan distribusi kepada pemilik perusahaan. Dengan demikian, pengukuran dan pengakuan laba dilakukan secara bersamaan dengan pengukuran dan pengakuan perubahan aset bersih. IAI 2007 melalui KDPPLK paragraf 67 menyatakan bahwa ”hanya karena faktor kebetulan kalau jumlah ekuitas agregat sama dengan jumlah yang dapat diperoleh dengan melepaskan seluruh aset bersih”. Hal ini menunjukkan bahwa ekuitas tidak merujuk pada realitas objektif. Karena perubahan ekuitas menjadi pedoman dalam pengukuran dan pengakuan laba, maka dengan sendirinya laba itu sendiri juga tidak merujuk pada realitas objektif. Penelitian ini berusaha mengungkapkan sejauh mana konsep laba komprehensif dipahami oleh akuntan dan non-akuntan, dalam keterkaitannya dengan interpretasi mereka atas laba akuntansi. Tujuan Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk mencapai beberapa tujuan berikut: 1 memperoleh bukti empi- ris tentang kesimetrisan interpretasi laba akuntansi oleh akuntan dan non-akuntan. Sebagai simbol yang digunakan dalam komunikasi, laba yang dicantumkan dalam laporan laba-rugi seharusnya dimaknai secara sama, karena hanya dengan demikian komunikasi menjadi efektif; 2 memperoleh bukti empiris tentang pemahaman akuntan dan non-akuntan terhadap konsep laba yang digunakan dalam rerangka konseptual akuntansi. Pihak-pihak yang berke- pentingan dengan informasi laba diasumsikan telah memahami konsep laba yang dianut da- lam akuntansi ini, karena hanya dengan demikian mereka tidak menginterpretasikan laba akuntansi berdasarkan persepsinya masing-masing. Kontribusi Penelitian Konstribusi praktis. Jika ditemukan bukti bahwa laba yang dilaporkan dalam laporan laba- rugi dapat dipahami secara sama antara akuntan dan non-akuntan, berarti tujuan dan efek komunikasi informasi laba telah tercapai sesuai harapan. Tetapi, jika yang terbukti adalah sebaliknya, hal ini harus dikaji kasus per kasus. Sebagaimana dikatakan oleh Jones 1996, 86 bahwa problema komunikasi dapat terletak pada aspek readability atau aspek understand- ability laporan keuangan. Problema tersebut dapat diselesaikan dengan memperbaiki cara pengkomunikasian informasi laba, misalnya laporan laba-rugi disusun dengan isi dan bentuk yang tidak tunggal dan universal. 5 Kontribusi kebijakan. Konsep laba komprehensif mendasari spirit totalitas akuntansi untuk merepresentasikan realitas ekonomik perusahaan secara utuh, tunggal, ideal dan universal. Tetapi, realitas ekonomi yang dikonsepsikan akuntan melalui totalitas itu mungkin tidak selalu sejalan dengan realitas ekonomi yang dipersepsikan oleh non-akuntan. Jika hal ini yang terjadi, maka para pengambil kebijakan – khususnya penyusun standar akuntansi – perlu mempertimbangkan aspek-aspek ”pragmatisme” dalam persepsi non-akuntan, dan tidak hanya mengutamakan aspek ”idealisme” akuntan dalam penyusunan standar akuntansi. Kontribusi teoritis. Walaupun penelitian ini tidak bertujuan untuk melakukan generalisasi atas temuan, tetapi temuan penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pada tataran teoritis, yaitu melengkapi literatur-literatur akuntansi, khususnya yang berkaitan dengan makna laba dalam ruang komunikasi. Jika penelitian ini menemukan bukti bahwa laba tidak memiliki referen pada realitas objektif, tetapi terbatas pada realitas konseptual atau bahkan tidak merepresentasikan realitas apa pun pure simulacrum, maka tentu ada argumentasi lain yang perlu diungkap mengapa investor, kreditor serta pengguna lain masih memerlukan infor- masi laba akuntansi dari waktu ke waktu.

2. PROBLEMA TEKS DAN PEMBACA TEKS AKUNTANSI Readability dan Understandability