Aktivitas superoksida dismutase, askorbat peroksidase dan akumulasi asam askorbat akibat cekaman kekeringan dan herbisida paraquat pada kedelai budidaya dan kedelai liar

AKTIVITAS SUPEROKSIDA DISMUTASE, ASKORBAT PEROKSIDASE
DAN AKUMULASI ASAM ASKORBAT AKIBAT CEKAMAN
KEKERINGAN DAN HERBISIDA PARAQUAT PADA KEDELAI
BUDIDAYA DAN KEDELAI LIAR

HASEP SODIKIN

DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2009

ABSTRAK
HASEP SODIKIN. Aktivitas superoksida dismutase, askorbat peroksidase dan akumulasi asam
askorbat akibat cekaman kekeringan dan herbisida paraquat pada kedelai budidaya dan kedelai
liar. Dibimbing oleh HAMIM dan TRIADIATI.
Untuk mengetahui mekanisme pertahanan terhadap peningkatan senyawa oksidatif pada
kedelai budidaya (Tidar, Burangrang dan Panderman) dan kedelai liar akibat cekaman kekeringan
dan paraquat maka dilakukan pengamatan terhadap perubahan aktivitas enzim superoksida
dismutase (SOD), askorbat peroksidase (APX) dan akumulasi antioksidan asam askorbat (ASA).

Tanaman disiram setiap hari dan dihentikan pada umur tanaman 30 hari setelah tanam (HST)
(kedelai budidaya dan jagung) dan 40 HST (kedelai liar). Untuk perlakuan kontrol dan paraquat
penyiraman tetap dilakukan hingga panen, sedangkan tanaman yang diberi perlakuan cekaman
kekeringan dibiarkan selama 10 hari (kedelai budidaya dan jagung) dan 20 hari (kedelai liar).
Perlakuan paraquat dilakukan dengan cara menyemprot paraquat (dosis 90 g active ingredient
(ai/ha)) sebanyak satu kali. Pengaruh perlakuan terhadap perubahan aktivitas enzim dan akumulasi
antioksidan diuji dengan menggunakan uji t-student.
Perlakuan kekeringan menurunkan Kadar Air Media (KAM) dan Kadar Air Relatif (KAR).
Kekeringan juga mampu menurunkan tinggi tajuk namun tidak menunjukkan pengaruh yang nyata
terhadap panjang akar. Selain itu, kekeringan dapat mengakibatkan penurunan bobot kering total
tanaman, bobot dan jumlah biji per tanaman. Perlakuan paraquat dapat menurunkan KAR namun
tidak berpengaruh terhadap tinggi tajuk, panjang akar maupun bobot kering total tanaman. Pada
cekaman kekeringan peningkatan aktivitas SOD kurang responsif dibandingkan APX. Berbeda
dengan cekaman kekeringan, perlakuan paraquat meningkatkan aktivitas enzim SOD dan APX
lebih besar. Peningkatan akumulasi ASA akibat cekaman kekeringan jauh lebih besar
dibandingkan cekaman paraquat

ABSTRACT
HASEP SODIKIN. Activities of superoxide dismutase, ascorbate peroxidase and accumulation of
ascorbic acid affected by drought and paraquat herbicide on cultivated and wild soybean.

Supervised by HAMIM and TRIADIATI.
In order to obtain knowledge about defense mechanisms towards the increase of oxidative
substance in cultivated soybeans (Tidar, Burangrang, and Panderman) and wild soybeans affected
by drought stress and paraquat application, observations were made to the change in the activities
of superoxide dismutase (SOD), ascorbate peroxidase (APX), and the accumulation of ascorbic
acid antioxidant (ASA).
Plants were watered every day until 30 days after planting (DAP) (cultivated soybean and corn)
and 40 DAP (wild soybean). Control and paraquat treatment watering is continued until harvest
time, while plants with drought stress treatment were left without watering for 10 days (cultivated
soybean and corn) and 20 days (wild soybean). Paraquat treatment was done by spraying paraquat
(dosage of 90 g active ingredient (ai/ha)) for one time. Treatments effecting the changes in
enzymes activities and antioxidant accumulation were analyzed using the t-student test.
Drought reduced the Media Water Content (MWC) and Relative Water Content (RWC)
dramatically. Drought also reduced the shoot height but did not affect the root length. Besides that,
drought also caused the reduction on the plant’s total dry weight and the seed’s weight and
quantity per plant. Paraquat application reduced RWC but not the shoot height, root length nor the
plant’s total dry weight. The increase of SOD activity was not as responsive as APX activity
during drought stress. On the other side, paraquat application increased SOD and APX activities.
Drought increased ASA accumulation more than paraquat application.


AKTIVITAS SUPEROKSIDA DISMUTASE, ASKORBAT PEROKSIDASE
DAN AKUMULASI ASAM ASKORBAT AKIBAT CEKAMAN
KEKERINGAN DAN HERBISIDA PARAQUAT PADA KEDELAI
BUDIDAYA DAN KEDELAI LIAR

HASEP SODIKIN

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains pada
Departemen Biologi

DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2009

LEMBAR PENGESAHAN
Judul


: Aktivitas Superoksida Dismutase, Askorbat Peroksidase dan Akumulasi
Asam Askorbat Akibat Cekaman Kekeringan dan Herbisida Paraquat
pada Kedelai Budidaya dan Kedelai Liar

Nama : Hasep Sodikin
NIM

: G34103038

Menyetujui :

Pembimbing I,

Pembimbing II,

Dr. Ir. Hamim, M.Si
NIP 19650322 199002 1 001

Dr. Triadiati, M.Si

NIP 19600224 198603 2 001

Mengetahui :
Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Institut Pertanian Bogor

Dr. Drh. Hasim, DEA
NIP 19610328 198601 1 002

Tanggal Lulus:

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 25 Oktober 1984. Penulis merupakan putra ketiga
dari tiga bersaudara dari Bapak Haerudin dan Ibu Saodah. Pada tahun 2003 penulis lulus dari SMU
Negeri 30 Jakarta dan diterima di Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui Undangan Seleksi Masuk IPB.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah mendapatkan beasiswa Student Equity/DIKTI
(periode 2003-2008). Selain itu, penulis juga aktif di beberapa organisasi kemahasiswaan seperti,
anggota Wahana Muslim Himabio (WMH) pada tahun 2004/2005 dan ketua divisi Syiar dan
Kajian Islam WMH pada tahun 2005/2006, anggota Paguyuban Mahasiswa Biologi (Pamabi) pada

tahun 2005/2006 dan ketua Badan Pengawas Himpro Himabio pada tahun 2005/2006.
Penulis menjadi asisten mata kuliah Biologi Dasar Tingkat Persiapan Bersama pada tahun
2005-2008, Fisiologi Tumbuhan 2005/2006, Anatomi dan Morfologi Tumbuhan 2006-2008,
Biologi Alga dan Bryophyta 2007/2008, dan Biologi Pra Universitas Beasiswa Utusan Daerah
tahun 2007/2008. Pada tahun 2006, penulis melakukan praktik lapangan di perkebunan teh PT
Tenggara, Cianjur, Jawa Barat.

PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Penelitian yang berjudul Aktivitas Superoksida
Dismutase, Askorbat Peroksidase dan Akumulasi Asam Askorbat Akibat Cekaman Kekeringan
dan Herbisida Paraquat pada Kedelai Budidaya dan Kedelai Liar ini dilaksanakan sejak bulan
Februari 2007 hingga Februari 2008 di rumah kaca kampus IPB Baranangsiang, Laboratorium
Fisiologi Tumbuhan dan Laboratorium Terpadu, Departemen Biologi Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA), Institut Pertanian Bogor.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. Hamim, M.Si. dan Dr. Triadiati, M.Si.
selaku dosen pembimbing yang telah memberikan saran dan bimbingannya dalam pelaksanaan
penelitian dan penyusunan karya ilmiah ini. Terima kasih penulis sampaikan kepada Dr. Anja
Meryandini, M.S. selaku dosen penguji yang telah memberikan saran dan kritik untuk perbaikan
skripsi ini. Ucapan terima kasih penulis sampaikan juga kepada Pa Hind, Irfan, Yusi, Mba Vil,

Eki, Sari, Arip, Dendi, Iwan, Bu Hilda dan Dania atas bantuan dan semangat yang telah diberikan
selama penelitian ini. Penghargaan terbesar penulis berikan kepada Mimih, Bapak, a Azis, a Uus
dan Yulia atas segala do’a, kasih sayang serta dukungan baik material maupun moral yang telah
diberikan kepada penulis selama ini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2009

Hasep Sodikin

DAFTAR ISI
Halaman

DAFTAR TABEL ...................................................................................................vi
DAFTAR GAMBAR ..............................................................................................vi
DAFTAR LAMPIRAN ...........................................................................................vi
PENDAHULUAN ................................................................................................... 1
BAHAN DAN METODE ........................................................................................1
Bahan................................................................................................................... 2
Rancangan Penelitian .......................................................................................... 2

Metode................................................................................................................. 2
HASIL ......................................................................................................................3
Kadar Air Media (KAM) .................................................................................... 3
Kadar Air Relatif Pada Daun (KAR) .................................................................. 4
Respon Umum Pertumbuhan .............................................................................. 4
Aktivitas Enzim Superoksida dismutase (SOD) ................................................. 6
Aktivitas Enzim Askorbat peroksidase (APX) ................................................... 6
Kandungan Asam Askorbat (ASA) ..................................................................... 7
PEMBAHASAN .................................................................................................... 10
SIMPULAN ...........................................................................................................12
SARAN ..................................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 12

DAFTAR TABEL
Halaman

1 Nilai rata-rata KAM (%) perlakuan cekaman kekeringan selama 10 hari
(kedelai budidaya dan jagung) dan 20 hari (kedelai liar) ................................... 4
2 Kadar air relatif (%) tanaman kedelai dan jagung yang diberi perlakuan
cekaman kekeringan selama 10 hari (kedelai budidaya dan jagung) dan 20 hari

(kedelai liar) ........................................................................................................ 4
3 Kadar air relatif (%) tanaman kedelai dan jagung pada perlakuan herbisida
paraquat selama 5 hari ........................................................................................ 4
4 Bobot biji per tanaman dan jumlah biji pada perlakuan cekaman kekeringan. .. 6
DAFTAR GAMBAR
Halaman

1 Skema penghambatan transpor elektron fotosintesis oleh herbisida paraquat
(Taiz & Zeiger 2002). ......................................................................................... 1
2 Tinggi tajuk tanaman kedelai dan jagung pada perlakuan kekeringan. .............. 5
3 Tinggi tajuk tanaman kedelai dan jagung pada perlakuan paraquat. .................. 5
4 Panjang akar tanaman kedelai dan jagung pada perlakuan kekeringan ............. 5
5 Panjang akar tanaman kedelai dan jagung pada perlakuan paraquat. ................. 5
6 Bobot kering total tanaman kedelai dan jagung pada perlakuan kekeringan. ..... 5
7 Bobot kering total tanaman kedelai dan jagung pada perlakuan paraquat. ......... 5
8 Nisbah akar-tajuk tanaman kedelai dan jagung pada perlakuan kekeringan. ..... 6
9 Nisbah akar-tajuk tanaman kedelai dan jagung pada perlakuan paraquat. ......... 6
10 Aktivitas SOD pada perlakuan cekaman kekeringan 10 hari (kedelai budidaya
dan jagung) dan 20 hari (kedelai liar). Tanda panah menunjukkan saat
tanaman disiram kembali. ................................................................................. 7

11 Aktivitas SOD pada perlakuan paraquat selama 5 hari. .................................... 7
12 Aktivitas APX pada perlakuan cekaman kekeringan 10 hari (kedelai budidaya
dan jagung) dan 20 hari (kedelai liar). Tanda panah menunjukkan saat
tanaman disiram kembali. ................................................................................. 8
13 Aktivitas APX pada perlakuan paraquat selama 5 hari ..................................... 8
14 Kandungan ASA pada perlakuan cekaman kekeringan 10 hari (kedelai
budidaya dan jagung) dan 20 hari (kedelai liar). Tanda panah menunjukkan
saat tanaman disiram kembali. .......................................................................... 9
15 Kandungan ASA pada perlakuan paraquat selama 5 hari ................................. 9
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman

1
2
3
4

Rumus menghitung nilai KAM ......................................................................... 15
Rumus menghitung nilai KAR .......................................................................... 15
Daftar perhitungan aktivitas enzim antioksidan dan kandungan antioksidan ... 15

Formulasi dosis paraquat................................................................................... 16

PENDAHULUAN
Kekeringan merupakan kondisi alamiah
yang dihadapi tanaman dalam siklus
hidupnya. Kondisi kekeringan merupakan
salah satu faktor yang dapat menekan pertumbuhan dan perkembangan tanaman di
seluruh dunia (Schwanz & Polle 2001).
Pada tumbuhan, gejala pertama yang
disebabkan oleh cekaman kekeringan ialah
penurunan potensial air kemudian diikuti oleh
penutupan stomata (Chaves 1991; Brodribb &
Holbrook 2003) sehingga menyebabkan
pengambilan CO2 untuk fotosintesis terhambat yang pada akhirnya menurunkan laju
fotosintesis (Lawlor 2002; Neumann 2008).
Apabila kekeringan berlanjut maka akan
menyebabkan pertumbuhan fase generatif
terganggu, terjadinya senesense dan bahkan
kematian (Neumann 2008).
Selain itu, cekaman kekeringan mungkin
juga dapat menginduksi cekaman oksidatif
(Borsani et al. 2001; Iturbe-Ormaetxe et al
1998). Cekaman oksidatif merupakan suatu
kondisi saat lingkungan seluler mengalami
peningkatan produksi Reactive Oxygen
Species (ROS) akibat over-reduksi dari sistem
cahaya fotosintesis karena senyawa reduktan
yang tidak termanfaatkan akibat terhambatnya
CO2 selama cekaman kekeringan, cekaman
suhu, intensitas cahaya yang tinggi dan polusi
(Borsani et al. 2001). Cekaman oksidatif akan
menyebabkan kerusakan sel pada tanaman.
Selain disebabkan oleh cekaman kekeringan,
pembentukan senyawa oksidatif dapat diinduksi oleh pemberian herbisida (McKersie
& Leshem 1994).
Paraquat merupakan salah satu herbisida
yang penggunaannya begitu luas. Paraquat
merupakan herbisida kontak non selektif
yang diaplikasi ke daun. Penggunaan herbisida paraquat akan mempengaruhi proses
fotosintesis, yaitu menyebabkan aliran
elektron ke NADP+ pada sistem cahaya I (PSI)
terhenti. Paraquat bertindak sebagai penerima
elektron kemudian mereaksikannya dengan
oksigen membentuk superoksida (O2¯ ) yang
dapat merusak komponen lipid dan membran
kloroplas (Gambar 1) (Taiz & Zeiger 2002).
Beberapa tanaman toleran paraquat
memiliki mekanisme pertahanan untuk
mencegah kerusakan yang terjadi akibat
paraquat, yaitu mereduksi pergerakan
paraquat di daun, eksklusi herbisida dari
dalam sel dan menghambat translokasi
paraquat ke jaringan daun muda (Fuerst et al.

1985; Preston et al. 1992). Selain itu,
beberapa tanaman memiliki sistem pertahanan
terhadap paraquat dengan cara detoksifikasi
oksigen aktif yang terbentuk secara enzimatis
(Fuerst & Vaughn 1990).

Gambar 1

Skema penghambatan transpor
elektron
fotosintesis
oleh
herbisida paraquat (Taiz &
Zeiger 2002).

Tumbuhan memiliki mekanisme pertahanan terhadap peningkatan senyawa-senyawa
oksidatif yang terbentuk akibat cekaman
kekeringan dan aplikasi paraquat. Pembentukan senyawa antioksidan, seperti askorbat
(ASA), -tokoferol dan glutation, merupakan
salah satu sistem pertahanan tanaman tersebut.
Selain itu, peningkatan karotenoid (MunnéBosch et al. 1999) dan aktivitas enzim
antioksidan, seperti enzim superoksida
dismutase (SOD), askorbat peroksidase (APX)
(Prohazkova et al 2001), glutation reduktase
(GR) (Keleş & Öncel 2002) juga bisa terjadi
jika senyawa-senyawa oksidatif terbentuk.
Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian
yang berhubungan dengan dampak cekaman
kekeringan dan paraquat terhadap perubahan
aktivitas enzim-enzim seperti SOD, APX dan
ASA khususnya pada tanaman budidaya
masih diperlukan.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan mengetahui
aktivitas APX, SOD dan kandungan ASA
pada kedelai budidaya dan kedelai liar yang
diberi perlakuan cekaman kekeringan dan
herbisida paraquat.

BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan
Febuari 2007 sampai dengan Febuari 2008 di
rumah kaca kampus Institut Pertanian Bogor
(IPB) Baranangsiang, Laboratorium Fisiologi
Tumbuhan dan Laboratorium Terpadu
Biologi, Departemen Biologi, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan, IPB.

2

Bahan
Bahan tanaman yang digunakan ialah biji
kedelai
yaitu
varietas
Burangrang,
Panderman, Tidar dari Balai Penelitian
Tanaman Kacang-Kacangan dan Ubi-Ubian
(Balitkabi) Malang, kedelai liar yang
diperoleh dari Pusat Penelitian Sumber Daya
Hayati dan Bioteknologi Tumbuhan IPB dan
jagung hibrida (sebagai pembanding tanaman
C4) yang diperoleh dari toko komersil. Bahan
media tanam ialah tanah jenis latosol dan pasir
dengan perbandingan 1:1 (v/v). Selain itu juga
digunakan bahan-bahan untuk analisis ASA,
APX, SOD dan herbisida paraquat dengan
merek dagang Gramoxon 276 g l-1.
Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan Rancangan
Acak Lengkap faktorial (RAL faktorial) yang
terdiri atas 2 faktor dengan 3 ulangan. Faktor
pertama adalah jenis tanaman yang terdiri atas
1 kedelai liar, 1 jagung dan 3 kedelai
budidaya,
yaitu
varietas
Burangrang,
Panderman dan Tidar. Faktor yang kedua
terdiri atas perlakuan kekeringan dan
paraquat, serta tanpa perlakuan sebagai
kontrol. Analisis data secara statistik
dilakukan menggunakan analisis IndependentSimple T Test.
Metode
Persiapan Media Tanam
Tanah latosol dari daerah Sindangbarang
Bogor dikering-anginkan selama 2 minggu.
Kemudian tanah dihaluskan dan disaring
(ukuran 1x1 cm) agar diperoleh ukuran yang
seragam. Tanah hasil saringan dicampur
dengan pasir (1:1) hingga homogen, kemudian
dimasukkan ke dalam polybag ukuran 35 x 35
cm sebanyak 8 kg dan diberi air hingga jenuh
untuk mengetahui kapasitas lapangnya.
Penanaman dan Pemeliharaan Tanaman
Penanaman dilakukan setelah tanah
dijenuhkan dengan air satu hari sebelumnya.
Setiap polybag ditanam benih sebanyak 4 biji.
Pada umur tanaman 7 hari setelah tanam
(HST) dibuat penjarangan menjadi 2 tanaman
per polybag.
Pemeliharaan meliputi pemberian pupuk
dan penyiraman tanaman. Pemberian pupuk
dilakukan sebanyak dua kali, yaitu sebelum
penanaman dan sebelum perlakuan. Pupuk
yang diberikan ialah NPK dengan dosis
sebanyak 1,67 g dan TSP dengan dosis 1,12 g
per polybag. Pupuk diletakkan di bagian

tengah polybag dengan kedalaman 3-5 cm
kemudian ditutup kembali dengan tanah.
Penyiraman tanaman dilakukan setiap hari dan
dihentikan pada umur tanaman 30 HST
(varietas Tidar, Burangrang, Panderman dan
jagung) dan 40 HST (kedelai liar). Pada umur
tersebut perlakuan kekeringan diberikan.
Setelah perlakuan usai, tanaman disiram
kembali seperti sediakala. Pemeliharaan
tanaman yang dilakukan juga meliputi
penyiangan gulma.
Perlakuan Cekaman Kekeringan dan
Paraquat
Perlakuan kekeringan dilakukan dengan
cara menunda penyiraman pada umur tanaman
30 HST selama 10 hari hingga tanaman layu
kemudian diamati pada hari ke-4, 8, 10 dan
12. Untuk kedelai liar perlakuan kekeringan
diberikan pada umur tanaman 40 HST (agar
diperoleh ukuran daun yang relatif sama
dengan kedelai budidaya) selama 20 hari
hingga tanaman layu kemudian diamati pada
hari ke-4, 8, 10, 18, 20 dan 22. Setelah
perlakuan usai, yaitu hari ke-12 (varietas
Tidar, Burangrang, Panderman dan jagung)
tanaman kembali diberi air (rewatering) untuk
melihat kemampuan recovery. Pada kedelai
liar rewatering dilakukan pada hari ke-22.
Perlakuan paraquat dilakukan dengan cara
menyemprot paraquat (dosis 90 g active
ingredient (ai/ha) sebanyak satu kali pada
umur tanaman 30 HST (varietas Tidar,
Burangrang, Panderman dan jagung) dan 40
HST (kedelai liar), kemudian diamati
sebanyak 4 kali, yaitu 4 jam setelah perlakuan
(JSP), 1, 3 dan 5 hari setelah perlakuan (HSP).
Pengukuran Kadar Air Media
Kadar air media (KAM) ditentukan dengan
cara mengambil tiga bagian (atas, tengah,
bawah) media tanam. Tanah yang telah
diambil kemudian ditimbang dengan menggunakan timbangan digital untuk mengetahui
bobot basah (BB) tanah. Kemudian tanah
dikeringkan di oven pada suhu 80oC selama
tiga hari lalu ditimbang untuk mengetahui
bobot kering (BK) tanah. Perhitungan nilai
KAM berdasarkan rumus sebagaimana terlampir pada Lampiran 1.
Pengukuran Kadar Air Relatif Pada Daun
Pengukuran kadar air relatif (KAR)
berdasarkan Prochazkova et al. (2001). Kadar
air relatif ditentukan dengan cara mengambil
10 potongan daun berdiameter 1 cm. Potongan
daun tersebut ditimbang menggunakan neraca
analitik untuk mengetahui bobot segar (BS),

3

kemudian dilakukan hidrasi selama 24 jam di
botol kecil. Setelah 24 jam dilakukan
penimbangan untuk mengetahui bobot jenuh
(BJ). Untuk mengetahui bobot kering (BK)
maka potongan daun tersebut dikeringkan di
oven pada suhu 80oC selama 24 jam.
Perhitungan nilai KAR berdasarkan rumus
sebagaimana terlampir pada Lampiran 2.
Pengamatan Pertumbuhan dan Produksi
Parameter pertumbuhan yang diamati
meliputi tinggi tajuk (cm), panjang akar (cm),
bobot tajuk (g) dan bobot akar (g).
Parameter produksi meliputi jumlah biji
dan bobot biji (g).
Tinggi Tajuk dan Panjang Akar
Tinggi tanaman diukur mulai dari permukaan tanah hingga titik tumbuh (pucuk)
untuk tanaman kedelai, sedangkan untuk
tanaman jagung pengukuran tinggi tanaman
hingga bagian ujung daun.
Panjang akar diukur mulai dari bagian
pangkal akar hingga ujung akar.
Pengamatan tinggi tanaman dan panjang
akar dilakukan pada saat panen atau 8 minggu
setelah tanam (MST).
Bobot Tajuk dan Bobot Akar
Bobot basah tajuk dan akar ditimbang pada
saat panen (8 MST). Bagian tajuk tanaman
dipisahkan dari akarnya. Kemudian masingmasing bagian ditimbang untuk mendapatkan
BB tajuk dan akar tanaman. Tajuk dan akar
dibungkus dengan menggunakan kertas buram
kemudian dikeringkan dengan oven pada suhu
80oC selama 36 jam. Kemudian ditimbang
untuk mengetahui BK.
Jumlah dan Bobot Biji
Jumlah dan bobot biji pertanaman diukur
pada saat panen (8 MST). Biji yang diperoleh
dikeringkan dengan dijemur selama 1 minggu.
Kemudian dilakukan penimbangan.
Analisis Superoksida dismutase (SOD)
Aktivitas SOD dianalisis berdasarkan
metode
yang
dikembangkan
oleh
Giannopolitis dan Ries (1977) yang telah
dimodifikasi. Sampel daun (0,2 g) digerus
dengan larutan yang mengandung 50 mM
buffer fosfat pH 7, 1% PVP, 0,2 mM asam
askorbat. Hasil gerusan disentrifugasi pada
kecepatan 3000 rpm selama 30 menit
sehingga diperoleh supernatan.
Supernatan yang diperoleh dimasukkan ke
dalam kuvet berisi larutan yang mengandung:
50 mM buffer fosfat (pH 7,8), EDTA 0,1 mM

dan riboflavin 0,3 mM. Kemudian diinkubasi
selama 5 menit pada suhu kamar lalu
ditambahkan nitroblue tetrazolium (NBT)
0,03 mM. Setelah penambahan NBT, larutan
tersebut diberi cahaya lampu (55W, 20 cm di
atas larutan) selama 30 detik dalam 2,5 menit
lalu dilakukan pengukuran dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 560 nm.
Larutan tanpa ekstrak daun digunakan sebagai
kontrol. Aktivitas enzim dinyatakan dalam
unit mg-1 protein. Perhitungan SOD berdasarkan rumus sebagaimana terlampir pada
Lampiran 3.
Kandungan protein diukur dengan menggunakan bovine serum albumin sebagai
standar berdasarkan metode Bradford (1976).
Analisis Askorbat peroksidase (APX)
Aktivitas APX dianalisis berdasarkan
metode Nakano dan Asada (1981). Ekstrak
enzim dicampur dengan larutan yang
mengandung 50 mM buffer fosfat pH 7, asam
askorbat 0,5 mM, EDTA 0,1 mM dan H2O2
0,1 mM. Larutan tanpa sampel dan H 2O2 0,1
mM digunakan sebagai blangko.
Pengukuran aktivitas APX dilakukan
dengan spektrofotometer setiap 10 detik
selama 1 menit pada panjang gelombang 290
nm. Perhitungan APX berdasarkan rumus
sebagaiman terlampir pada Lampiran 3.
Analisis Asam Askorbat (ASA)
Kandungan ASA dianalisis berdasarkan
metode yang dikembangkan Reiss (1993)
yang telah dimodifikasi. Kandungan ASA
diukur dengan menggunakan metode titrasi.
Sampel daun (0,5 g) digerus dengan asam
metafosforik 5% kemudian difiltrasi dengan
menggunakan kertas saring Whatman no 1.
Filtrat yang diperoleh kemudian dititrasi
dengan dichlorophenol-indophenol (DCIP)
0,8 g/l. Larutan DCIP yang digunakan untuk
titrasi distandarisasi dengan larutan ASA
murni dengan cara titrasi. Sebanyak 1 ml
larutan ASA murni (4 mg/l) dan 9 ml asam
metafosforik 5%. Titrasi dihentikan ketika
terjadi perubahan warna menjadi merah muda.
Kandungan ASA dihitung berdasarkan rumus
sebagaimana terlampir pada Lampiran 3.

HASIL
Kadar Air Media (KAM)
Secara umum cekaman kekeringan
menyebabkan penurunan rata-rata nilai KAM
secara nyata yaitu sebesar 12-14% dibandingkan tanaman kontrolnya (17-23%) (Tabel 1).

4

Tabel 1 Nilai rata-rata KAM (%) perlakuan
cekaman kekeringan selama 10 hari
(kedelai budidaya dan jagung) dan
20 hari
(kedelai
liar)(%) perlakuan
Tabel 1 Nilai
rata-rata
KAM
cekaman kekeringan selama
10 (%)
hari (kedelai
KAM
Varietas
budidaya
dan jagung)
dan 20 hari (kedelai
kontrol
kering
liar)
Tidar
22,86 ± 4,44a 14,12 ± 2,72b
Burangrang
Panderman
Kedelai Liar
Jagung

17,48 ± 1,60a
20,86 ± 5,09a
22,13 ± 5,04a
23,29 ± 1,43a

12,58 ± 1,81b
13,03 ± 2,13b
14.35 ± 3,29b
13,96 ± 3,24b

Ket: - Data menunjukkan nilai rata-rata ± standar deviasi
- Angka yang diikuti huruf yang sama pada baris yang
sama tidak berbeda nyata secara T-Test.

terkecil terjadi pada jagung yaitu 12% namun
tidak berbeda nyata dengan kontrol (Tabel 2).
Perlakuan herbisida paraquat juga menurunkan nilai KAR. Secara umum penurunan nilai KAR mulai dari 20 hingga lebih dari
75%. Penurunan nilai KAR tertinggi terjadi
pada jagung yaitu 76% pada hari ke-3 setelah
aplikasi paraquat, sedangkan penurunan nilai
KAR terkecil terjadi pada varietas Tidar yaitu
20% pada 4 jam setelah aplikasi paraquat
(Tabel 3).
Respon Umum Pertumbuhan

Tinggi Tajuk dan Panjang Akar
Kadar Air Relatif Pada Daun (KAR)
Secara umum, cekaman kekeringan
mengakibatkan penurunan tinggi tajuk.
Cekaman kekeringan dapat mengakibatPenurunan tinggi tajuk terbesar pada cekaman
kan penurunan nilai KAR mulai dari 30%
kekeringan terjadi pada varietas Tidar yaitu
hingga lebih dari 50% kecuali pada jagung
41%, sedangkan penurunan tinggi tajuk
yaitu sebesar 12%. Penurunan nilai KAR
terkecil terjadi pada kedelai liar yaitu 4%.
tertinggi terjadi pada hari ke-10 untuk semua
Penurunan tinggi tajuk kedelai liar dan
tanaman kecuali pada kedelai liar yang terjadi
varietas Panderman tidak berbeda nyata
pada hari ke-20. Penurunan nilai KAR
dengan kontrol (Gambar 2).
tertinggi terdapat pada varietas Panderman
yaitu 59%, sedangkan penurunan nilai KAR
Tabel 2 Kadar air relatif (%) tanaman kedelai dan jagung yang diberi perlakuan cekaman
kekeringan selama 10 hari (kedelai budidaya dan jagung) dan 20 hari (kedelai liar)
Periode Setelah Kekeringan
10
12
Kontrol
Tidar
80,19 ± 1,46a 77,64 ± 4,52a 81,41 ± 0,78a 70,82 ± 4,55a 81,79 ± 7,79a
Burangrang 79,05 ± 3,55a 81,86 ± 0,11a 81,07 ± 9,70a 77,43 ± 2,86a 80,72 ± 0,99a
Tabel
2 Kadar air relatif (%) tanaman kedelai
Panderman
80,90 ± 3,62a 75,30 ± 2,48a 86,89 ± 4,20a 80,77 ± 2,37a 89,15 ± 1,87a
dan
jagung yang diberi perlakuan cekaman
Kedelai Liar 82,93 ± 4,94a 80,86 ± 3,54a 89,83 ± 2,85a 83,40 ± 3,02a
kekeringan
selama
hari± (kedelai
Jagung
75,71
± 3,80a1079,06
4,06a 85,95budidaya
± 5,95a 85,34 ± 2,97a 85,61 ± 1,17a
dan jagung) dan 20 hari (kedelai liar)
Kekeringan
Tidar
80,19 ± 1,46a 72,63 ± 4,80a 59,24 ± 12,7b 48,97 ± 16,0b 71,93 ± 19,0a
Burangrang 79,05 ± 3,55a 70,40 ± 4,39b 50,54 ± 9,70b 42,05 ± 2,95b 76,88 ± 2,32a
Panderman
80,90 ± 3,62a 77,84 ± 4,63a 51,97 ± 5,49b 32,45 ± 10,0b 83,68 ± 5,49a
Kedelai Liar 82,93 ± 4,94a 83,00 ± 3,05a 85,47 ± 3,27a 87,86 ± 0,16a
Jagung
75,71 ± 3,80a 74,74 ± 0,31a 77,74 ± 11,1a 74,78 ± 5,54b 82,52 ± 2,96a
Varietas

Ket:

0

4

8

18

20

22

63,71 ± 7,33a

76,15 ± 10,9a

75,91 ± 4,54a

42,96 ± 8,65b

39,40 ± 6,75b

83,96 ± 2,62a

- Data menunjukkan nilai rata-rata ± standar deviasi
- Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata secara T-Test.

Tabel 3 Kadar air relatif (%) tanaman kedelai dan jagung pada perlakuan herbisida paraquat
selama 5 hari
Jam Setelah Aplikasi Paraquat
24
72
120
Kontrol
Tidar
80,19 ± 1,46a
80,19 ± 1,46a 64,82 ± 4,86a
80,17 ± 1,62a
77,97 ± 0,03a
Burangrang
79,05 ± 3,55a
83,74 ± 2,84a 61,49 ± 9,95a
63,27 ± 10,8a
78,30 ± 6,26a
Panderman
80,90 ± 3,62a
80,90 ± 3,62a 77.87 ± 2,90a
71,79 ± 6,32a
75,67 ± 4,53a
Kadar
(%)
tanaman
kedelai
Kedelaiair
Liarrelatif
82,93
± 4,94a
85,15
± 4,39a 77,69 ± 2,33a
80,86 ± 3,54a
82,00 ± 0,55a
dan
pada
perlakuan
Jagung jagung75,71 ±
3,80a
74,77
± 3,15a 74,60 ± 4,87a
77,18 ± 4,34a
80,02 ± 1,03a
Paraquat
herbisida paraquat selama 5 hari
Tidar
80,19 ± 1,46a
63,62 ± 8,47b 63,37 ± 20,9a
73,19 ± 0,82b
70,69 ± 0,03b
Burangrang
79,05 ± 3,55a
80,82 ± 2,53a 74,10 ± 4,24b 81,81 ± 0,08b
77,46 ± 0,42a
Panderman
80,90 ± 3,62a
68,59 ± 7,21b 37,17 ± 11,7b 61,92 ± 7,98a
74,44 ± 8,47a
Kedelai Liar
82,93 ± 4,94a
74,55 ± 7,02a 22,51 ± 0,05b 79,24 ± 5,62a
69,86 ± 6,10a
Jagung
75,71 ± 3,80a
56,58 ± 23,7a 32,31 ± 8,86b 19,1 ± 16,60b
39,46 ± 30,7b
Ket: - Data menunjukkan nilai rata-rata ± standar deviasi
- Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata secara T-Test.
Varietas

Tabel 3

0

4

Panjang akar (cm)

Tinggi tajuk (cm)

5

Gambar 5 Panjang akar tanaman kedelai dan
jagung pada perlakuan paraquat.

Gambar 2 Tinggi tajuk tanaman kedelai dan
jagung pada perlakuan kekeringan.
 Kontrol

 Kekeringan

 Kontrol

 Paraquat

Pada perlakuan paraquat, penurunan tinggi
tajuk terjadi pada semua kedelai budidaya dan
kedelai liar. Namun, penurunan tinggi tajuk
hanya nyata terjadi pada varietas Tidar yaitu
sebesar 16%, sedangkan pada varietas
Burangrang, Panderman dan kedelai liar
penurunannya tidak nyata dibandingkan
dengan kontrol. Hal yang berbeda terjadi pada
tanaman jagung. Pada tanaman jagung tidak
terjadi perbedaan tinggi tajuk akibat perlakuan
paraquat (Gambar 3).

Bobot Kering Total Tanaman dan Nisbah
Akar-Tajuk
Secara umum cekaman kekeringan
menyebabkan penurunan bobot kering total
pada semua tanaman yang diuji. Pada varietas
Burangrang dan kedelai liar penurunan bobot
kering total hingga lebih dari 50% (Gambar
6). Penurunan bobot kering total tersebut baik
disebabkan oleh penurunan bobot kering tajuk
maupun akar tanaman.

Gambar 3 Tinggi tajuk tanaman kedelai dan
jagung pada perlakuan paraquat.

Bobot Kering Total (g)

Gambar 5 Panjang akar tanaman kedelai dan
jagung pada perlakuan paraquat.

Tinggi tajuk (cm)

Gambar 2 Tinggi tajuk tanaman kedelai dan
jagung pada perlakuan kekeringan.

Gambar 6 Bobot kering total tanaman kedelai
dan jagung pada perlakuan kekeringan.
 Kontrol

 Paraquat

Gambar 3 Tinggi tajuk tanaman kedelai dan
jagung pada perlakuan paraquat.

Panjang akar (cm)

Berdasarkan nilai panjang akar, perlakuan
cekaman kekeringan tidak menunjukkan
pengaruh yang nyata terhadap nilai panjang
akar, meskipun ada kecenderungan penurunan nilai panjang akar kecuali pada kedelai liar
(Gambar 4). Hal sama juga terjadi pada
perlakuan paraquat (Gambar 5).

Gambar 4 Panjang akar tanaman kedelai dan
jagung pada perlakuan kekeringan

 Kekeringan

Gambar 6 Bobot kering total tanaman kedelai
dan jagung pada perlakuan kekeringan.
Perlakuan paraquat mengakibatkan penurunan bobot kering total tanaman pada
varietas Panderman dan kedelai liar. Penurunan bobot kering total terbesar terjadi pada
varietas Panderman yaitu sebesar 37%. Pada
tanaman jagung perlakuan paraquat mengakibatkan peningkatan bobot kering total
tanaman, tetapi peningkatan tersebut tidak
berbeda nyata dengan kontrol (Gambar 7).
Bobot Kering Total (g)

 Kontrol

Gambar 7 Bobot kering total tanaman kedelai
dan jagung pada perlakuan
paraquat.
 Kontrol

 Kekeringan

Gambar 4 Panjang akar tanaman kedelai dan
jagung pada perlakuan kekeringan

 Kontrol

 Paraquat

Gambar 7 Bobot kering total tanaman kedelai
dan jagung pada perlakuan
paraquat.

6

Berdasarkan nilai nisbah akar-tajuk,
cekaman kekeringan cenderung meningkatkan
nilai nisbah akar-tajuk pada semua varietas
kedelai budidaya dan kedelai liar. Peningkatan
nilai nisbah akar-tajuk pada varietas Tidar,
Panderman, kedelai liar dan jagung tidak
menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap
kontrol, kecuali pada varietas Burangrang
(Gambar 8). Meskipun demikian hanya
Burangrang yang mengalami peningkatan
nisbah akar tajuk secara nyata, sedangkan
tanaman lainnya tidak mengalami peningkatan.

nilai bobot biji terkecil terjadi pada varietas
Tidar yaitu 4%.
Penurunan jumlah biji tertinggi juga
terjadi pada varietas Panderman hingga 21%,
sedangkan penurunan jumlah biji terkecil
terjadi pada varietas Tidar yaitu 1% namun
tidak berbeda nyata dengan kontrol (Tabel 4).
Tabel 4 Bobot biji per tanaman dan jumlah biji
pada perlakuan cekaman kekeringan.
Tabel 4 Bobot biji per tanaman dan jumlah
Bobot biji (gram)
Jumlah biji
Varietas biji
pada kering
perlakuan
cekaman
kontrol
kontrol
kering
kekeringan.
Tidar
7,98 ± 1,67a 7,66 ± 2,91a 132 ± 26,68a 131 ± 40,21a
Burangrang
Panderman

10,69 ± 2,40a
13,80 ± 3,22a

9,41 ± 3,57a
10,39 ± 3,60a

85 ± 12,46a
89 ± 13,55a

77 ± 22,67a
69 ± 20,82b

Nisbah akar-tajuk (g)

Ket: - Data menunjukkan nilai rata-rata ± standar deviasi
- Angka yang diikuti huruf yang sama pada baris
yang sama tidak berbeda nyata secara T-Test.

Gambar 8 Nisbah akar-tajuk tanaman kedelai
dan jagung pada perlakuan kekeringan.
 Kontrol

 Kekeringan

Gambar 8 Nisbah akar-tajuk tanaman kedelai
dan jagung pada perlakuan
kekeringan.

Nisbah akar-tajuk (g)

Berbeda dengan cekaman kekeringan,
peningkatan nilai nisbah akar-tajuk pada
perlakuan paraquat tidak menunjukkan
pengaruh yang nyata terhadap kontrol pada
semua tanaman yang diuji (Tabel 9).

Gambar 9 Nisbah akar-tajuk tanaman kedelai
dan
jagung
pada
perlakuan
paraquat.

 Kontrol

 Paraquat

Gambar 9 Nisbah akar-tajuk tanaman kedelai
dan jagung pada perlakuan
paraquat.
Bobot Biji per Tanaman dan Jumlah Biji
Pada pengamatan produksi hanya dibandingkan tiga varietas kedelai budidaya saja
mengingat bahwa kedelai liar dan jagung
memiliki tingkat kematangan umur produksi
yang berbeda.
Secara umum cekaman kekeringan
menurunkan produksi biji. Penurunan nilai
bobot biji terjadi pada semua tanaman yang
diuji. Pada kedelai budidaya penurunan nilai
bobot biji tertinggi terjadi pada varietas
Panderman yaitu 25%, sedangkan penurunan

Aktivitas Enzim Superoksida dismutase
(SOD)
Secara
umum cekaman kekeringan
mengakibatkan peningkatan aktivitas SOD
meskipun tidak terlalu besar jika dibandingkan dengan perlakuan paraquat. Aktivitas
SOD akibat cekaman kekeringan meningkat
hingga 1,5 kali kontrol yang terjadi sejak hari
ke-4 setelah perlakuan pada varietas
Burangrang, sedangkan peningkatan SOD
pada varietas Tidar, Panderman dan jagung
tidak berbeda nyata dengan kontrol.
Peningkatan aktivitas SOD tertinggi terjadi
pada hari ke-10 (varietas Burangrang) setelah
kekeringan yaitu 1,33 unit mg-1 protein
(Gambar 10). Peningkatan aktivitas SOD pada
perlakuan paraquat terjadi pada awal perlakuan yaitu 4 jam setelah aplikasi paraquat.
Aktivitas SOD tertinggi terjadi pada varietas
Panderman yaitu sebesar 2,33 unit mg-1
protein (Gambar 11).
Aktivitas Enzim Askorbat peroksidase
(APX)
Cekaman
kekeringan
mengakibatkan
peningkatan aktivitas APX. Peningkatan
aktivitas APX pada cekaman kekeringan
terjadi sejak hari ke-4 (varietas Tidar,
Burangrang dan Panderman) dan hari ke-8
(kedelai liar dan jagung) setelah perlakuan.
Aktivitas APX tertinggi terjadi pada varietas
Panderman yaitu 3,89 mmol m-1 g-1 berat
segar (Gambar 12). Pemberian air (rewatering) pada akhir perlakuan dapat menurunkan
aktivitas enzim hingga mendekati kontrol
(Gambar 12).
Pada perlakuan paraquat, peningkatan
APX terjadi pada 4 jam setelah aplikasi
paraquat kemudian mengalami penurunan
hingga hari ke-5 setelah perlakuan (varietas

SOD (Unit mg-1 protein )

7

Gambar 2 Kandungan ASA daun kedelai dan jagung pada perlakuan herbisida paraquat.

Tidar

Panderman

Burangrang

SOD (Unit mg-1 protein )

Gambar 10 Aktivitas
SOD pada perlakuan
Kedelai Liar
cekaman kekeringan 10 hari (kedelai budidaya
dan jagung) dan 20 hari (kedelai liar). Tanda
panah menunjukkan saat tanaman disiram
kembali.
Gambar 2 Kandungan ASA daun kedelai dan jagung pada perlakuan herbisida paraquat.

Jagung

Periode cekaman kekeringan (Hari)
Kontrol

Kekeringan

SOD (Unit mg-1 protein )

Gambar 10 Aktivitas SOD pada perlakuan cekaman kekeringan 10 hari (kedelai budidaya dan
jagung) dan 20 hari (kedelai liar). Tanda panah menunjukkan saat tanaman disiram
kembali.
Gambar 2 Kandungan ASA daun kedelai dan jagung pada perlakuan herbisida paraquat.

Tidar

Panderman

SOD (Unit mg-1 protein )

Burangrang

Gambar 2 Kandungan ASA daun kedelai dan jagung pada perlakuan herbisida paraquat.

Jagung

Kedelai Liar

Gambar 11 Aktivitas SOD pada perlakuan
paraquat selama 5 hari.

Waktu setelah aplikasi paraquat (Hari)
Kontrol

Paraquat

Gambar 11 Aktivitas SOD pada perlakuan paraquat selama 5 hari.
Tidar, Burangrang dan kedelai liar). Pada
varietas Panderman dan jagung peningkatan
aktivitas APX terjadi hingga hari ke-1 setelah
aplikasi kemudian menurun hingga akhir
pengamatan. Aktivitas APX tertinggi terjadi
pada varietas Panderman yaitu 3,87 mmol m-1
g-1 berat segar (Gambar 13).
Kandungan Asam Askorbat (ASA)
Cekaman kekeringan meningkatkan kandungan ASA hingga melebihi 50%. Peningkatan kandungan ASA terjadi sejak hari ke-4
setelah perlakuan pada varietas Tidar (Gambar
14). Nilai kandungan ASA tertinggi terdapat

pada varietas Burangrang yaitu 11,59 mg /
100 g berat segar (Gambar 14).
Perlakuan paraquat juga dapat mengakibatkan peningkatan kandungan ASA. Ratarata peningkatan kandungan ASA hingga
42%. Secara umum, peningkatan kandungan
ASA terjadi pada 4 jam setelah aplikasi
paraquat (Gambar 15). Nilai kandungan ASA
tertinggi terdapat pada varietas Burangrang
yaitu 13,85 mg / 100 g berat segar.

Kedelai Liar

Jagung

Aktivitas APX pada perlakuan
cekaman kekeringan 10 hari
Periode
cekaman kekeringan (Hari)
(kedelai budidaya dan
jagung)
Kontrol
Kekeringan
dan 20 hari (kedelai liar). Tanda
panah
menunjukkan
saat
Gambar 12 Aktivitas APX pada perlakuan cekaman kekeringan 10 hari (kedelai budidaya dan
tanaman
jagung) disiram
dan 20 kembali.
hari (kedelai liar). Tanda panah menunjukkan saat tanaman disiram
kembali.

Burangrang

Tidar

APX (mmol m-1 g-1 berat segar)

APX (mmol m-1 g-1 berat segar)

Gambar 12

Panderman

Burangrang

Tidar

APX (mmol m-1 g-1 berat segar)

APX (mmol m-1 g-1 berat segar)

8

Kedelai Liar

Panderman

Jagung

Gambar 13 Aktivitas APX pada perlakuan
paraquat selama 5 hari

Waktu setelah aplikasi paraquat (Hari)
Kontrol

Paraquat

Gambar 13 Aktivitas APX pada perlakuan paraquat selama 5 hari.

ASA (mg/100 g berat segar)

9

Tidar

Panderman

Burangrang

ASA (mg/100 g berat segar)

Gambar 14 Kandungan ASA pada perlakuan
Liar budidaya
cekaman kekeringan 10 Kedelai
hari (kedelai
dan jagung) dan 20 hari (kedelai liar). Tanda
panah menunjukkan saat tanaman disiram
kembali.

Jagung

Periode cekaman kekeringan (Hari)
Kontrol

Kekeringan

ASA (mg/100 g berat segar)

Gambar 14 Kandungan ASA pada perlakuan cekaman kekeringan 10 hari (kedelai budidaya dan
jagung) dan 20 hari (kedelai liar). Tanda panah menunjukkan saat tanaman disiram
kembali.

Tidar

Panderman

Burangrang

ASA (mg/100 g berat segar)

Gambar 15 Kandungan ASA pada perlakuan
paraquat selama 5 hari
Jagung

Kedelai Liar

Waktu setelah aplikasi paraquat (Hari)
Kontrol

Paraquat

Gambar 15 Kandungan ASA pada perlakuan paraquat selama 5 hari.

10

PEMBAHASAN
Cekaman
Kekeringan
Menghambat
Pertumbuhan dan Produksi Tanaman
Kadar air relatif (KAR) merupakan
indikator utama kekeringan. Secara umum
cekaman kekeringan dan pemberian herbisida
paraquat menurunkan KAR hingga 50%
(Tabel 2 dan 3). Perlakuan kekeringan selama
10 hari mengakibatkan penurunan nilai KAR
pada varietas Panderman hingga 59%.
Sementara itu varietas kedelai toleran (Tidar),
hanya mengalami penurunan KAR sebesar
31% pada akhir periode cekaman kekeringan.
Hal ini menunjukkan bahwa varietas
Panderman mengalami penurunan tekanan
turgor yang lebih besar akibat cekaman
kekeringan, sedangkan pada tanaman jagung,
perlakuan kekeringan selama 10 hari mengakibatkan penurunan nilai KAR hingga 12%
(Tabel 2). Hal ini diduga terkait dengan
kemampuan jagung untuk beradaptasi
terhadap cekaman kekeringan.
Penurunan KAR karena cekaman kekeringan mengindikasikan terjadinya penurunan potensial air di daun akibat penurunan
kadar air media (KAM) (Tabel 1). Nilai KAM
yang rendah menunjukkan potensial air di
tanah sangat negatif sehingga air bergerak
sangat lambat di dalam tanah. Kondisi ini
membuat tanaman tidak mampu menyerap air
cukup cepat untuk menyesuaikan diri dengan
laju transpirasi, akibatnya tanaman menjadi
layu (Salisbury & Ross 1995).
Pada perlakuan paraquat, penurunan nilai
KAR terjadi sejak 4 jam setelah aplikasi
hingga hari ke-3 setelah aplikasi (Tabel 3).
Penurunan nilai KAR karena cekaman
paraquat diduga akibat rusaknya membran sel
karena meningkatnya oksigen aktif. Smirnoff
(1995) menjelaskan bahwa peningkatan
oksigen aktif akan menyebabkan kerusakan
membran sel karena peningkatan peroksidasi
lipid. Kerusakan membran sel akan mengakibatkan terganggunya potensial air di daun.
Cekaman kekeringan mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan tanaman. Hal ini
diduga terkait dengan penutupan stomata yang
diikuti berkurangnya asimilasi CO2 sehingga
potensial fotosintesis menurun (Chaves 1991;
Lawlor 2002). Pada tanaman yang mendapat
perlakuan cekaman kekeringan, penghambatan tajuk lebih besar dibandingkan akar. Tinggi
tajuk mengalami penurunan sebesar 4-41%
sedangkan akar sebesar 3-17% (Gambar 2 dan
4). Hal yang sama juga dilaporkan Hamim et
al. (1996) bahwa perlakuan cekaman kekeringan menekan pertumbuhan kedelai baik

tajuk maupun akar, dimana penghambatan
pertumbuhan tajuk lebih besar daripada
penghambatan pertumbuhan akar. Hal ini
diperlukan untuk menjaga keseimbangan air
dalam tubuh tumbuhan melalui reduksi
permukaan daun dan mempertahankan perkembangan akarnya sehingga mampu menyuplai air dengan cukup. Selain itu, penurunan pertumbuhan pada kondisi kekeringan
disebabkan karena terjadinya penghambatan
pemanjangan sel dan sintesis protein
(Lambers et al. 1998).
Akibat terganggunya pertumbuhan tanaman, baik tajuk maupun akar, cekaman kekeringan juga menyebabkan penurunan bobot
kering total tanaman (Gambar 6). Penurunan
bobot kering total tanaman terbesar terjadi
pada kedelai liar pada hari ke-20 setelah
perlakuan sebesar 57% dan penurunan
terendah terjadi pada jagung pada hari ke-10
sebesar 5% namun tidak berbeda nyata
dengan kontrol (Gambar 6). Meskipun kedelai
liar memiliki nilai penurunan bobot kering
total yang paling besar, kedelai liar lebih
tahan terhadap cekaman dibandingkan
varietas Burangrang yang memiliki penurunan
bobot kering total sebesar 44% (Gambar 6).
Schütz & Fangmeir (2001) melaporkan bahwa
cekaman kekeringan pada gandum dapat
menurunkan biomassa tajuk sebesar 40%.
Penurunan bobot tajuk dan akar diduga karena
penurunan laju fotosintesis akibat rendahnya
asimilasi CO2 akibat penutupan stomata.
Penutupan stomata pada daun merupakan
fenomena yang umum pada tanaman yang
mendapat cekaman kekeringan, hal ini terkait
dengan meningkatnya hormon asam absisat
(ABA) sebagai respon cekaman kekeringan.
Konsentrasi ABA dapat meningkat hingga 20
kali di daun akibat kekeringan (Salisbury &
Ross 1995).
Secara umum nisbah akar-tajuk akibat
cekaman kekeringan selama 10 hari mengalami peningkatan pada kedelai budidaya
hingga lebih dari 50% dan kedelai liar hingga
19% (Gambar 8). Peningkatan nisbah akartajuk merupakan respon terhadap cekaman
kekeringan. Fusiana (1997) melaporkan
bahwa ada korelasi antara toleransi cekaman
kekeringan dengan peningkatan nisbah akartajuk.
Selaras dengan penurunan bagian vegetatif
tanaman, cekaman kekeringan menyebabkan
penurunan bobot dan jumlah biji. Penurunan
bobot biji terjadi pada semua varietas kedelai
budidaya (Tabel 4). Cekaman kekeringan
mengakibatkan penurunan laju fotosintesis
sehingga dapat menurunkan fotosintat

11

tanaman. Selain itu, kekeringan juga dapat
mengganggu pengangkutan fotosintat dari
source ke sink (Salisbury & Ross 1995).
Terhambatnya pengangkutan fotosintat
dari source ke sink (biji merupakan salah satu
sink) diduga dapat menurunkan bobot biji.
Penurunan bobot dan jumlah biji akibat
cekaman kekeringan juga dapat disebabkan
karena kemampuan akar untuk menyerap hara
tereduksi (Lambers et al. 1998) sehingga
suplai hara untuk pembentukan biji tidak
terpenuhi.
Cekaman Kekeringan dan Paraquat
Meningkatkan Aktivitas Enzim SOD
Potensial air yang rendah akibat cekaman
kekeringan dapat memicu terjadinya cekaman
oksidatif sehingga terbentuk ROS (Borsani et.
al 2001). Tanaman memiliki mekanisme
pertahanan terhadap peningkatan senyawasenyawa oksidatif, baik secara enzimatik
maupun non-enzimatik (Jiang & Huang
2001).
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa
terjadi peningkatan aktivitas enzim SOD, baik
pada cekaman kekeringan maupun cekaman
paraquat (Gambar 10 & 11). Namun, peningkatan aktivitas enzim SOD akibat
cekaman kekeringan membutuhkan waktu
yang lebih lama dibandingkan paraquat.
Peningkatan aktivitas enzim SOD bertambah
seiring dengan bertambahnya periode
cekaman kekeringan.
Pemberian air pada akhir perlakuan
(rewatering) mampu menurunkan aktivitas
enzim SOD hingga mendekati kontrol.
Menurut Jiang dan Huang (2001) penurunan
aktivitas enzim SOD mungkin disebabkan
karena telah terjadi penurunan sintesis SOD.
Hal ini diduga karena pembentukan ROS di
daun telah mengalami penurunan.
Berbeda dengan cekaman kekeringan,
peningkatan aktivitas SOD akibat perlakuan
paraquat lebih besar dibandingkan cekaman
kekeringan (Gambar 10 & 11). Selain itu,
peningkatan aktivitas SOD akibat perlakuan
paraquat memiliki respon yang lebih cepat
dibandingkan cekaman kekeringan. Hal ini
karena paraquat merupakan generator radikal
bebas yang mampu menerima elektron pada
PSI kemudian mereaksikannya dengan
oksigen sehingga terbentuk senyawa ROS
(McKersie & Leshem 1994).
Cekaman Kekeringan dan Paraquat
Meningkatkan Aktivitas Enzim APX
Superoksida dismutase bukan satu-satunya
enzim yang terlibat dalam mengurangi

oksigen radikal yang terbentuk. Kombinasi
antara SOD dan APX dapat mengurangi
pengaruh cekaman oksidatif yang terbentuk
(Gupta et al 1993; Shigeoka et al. 2002).
Cekaman kekeringan dan perlakuan paraquat
mengakibatkan peningkatan enzim APX.
Peningkatan aktivitas enzim APX pada
perlakuan kekeringan meningkat seiring
dengan
lamanya
perlakuan
kemudian
menurun hingga mendekati kontrol setelah
rewatering (Gambar12). Penurunan aktivitas
APX setelah rewatering pada perlakuan
cekaman kekeringan diduga karena cekaman
oksidatif telah berkurang sehingga aktivitas
APX kembali normal.
Peningkatan aktivitas APX seiring dengan
peningkatan aktivitas SOD. Hal ini terjadi
diduga karena peningkatan aktivitas APX
terkait meningkatnya H2O2 akibat aktivitas
SOD. Ada kecenderungan bahwa peningkatan
aktivitas APX lebih besar dibandingkan
peningkatan aktivitas SOD. Hal yang sama
juga dilaporkan oleh Shigeoka et al. (2002)
yang menyebutkan bahwa terdapat peningkatan aktivitas APX yang lebih besar dibandingkan peningkatan SOD pada tanaman
tembakau transgenik yang mengalami overekspresi SOD maupun pada kontrol.
Enzim APX menggunakan ASA sebagai
penerima elektron untuk mereduksi H2O2
menjadi air dan monodehidroaskorbat
(MDHA) (Shigeoka et al. 2002).
Perlakuan paraquat juga meningkatkan
aktivitas APX. Peningkatan aktivitas APX
akibat perlakuan paraquat jauh lebih besar
dibandingkan cekaman kekeringan (Gambar
12 dan 13). Hal ini diduga karena paraquat
merupakan
herbisida
yang berpotensi
menambah produksi ROS dan merupakan
senyawa yang dapat memicu cekaman
oksidatif (Bowler et al. 1994).
Peningkatan aktivitas APX terjadi pada
awal pengamatan (4 jam setelah aplikasi)
kemudian mengalami penurunan hingga akhir
pengamatan (hari ke-5 setelah aplikasi).
Penurunan aktivitas APX diduga karena
melimpahnya akumulasi H2O2 sebagai
substrat enzim APX, sehingga tanaman tidak
mampu untuk mengurangi efek negatif yang
ditimbulkan oleh H2O2. Selain itu, penurunan
aktivitas APX pada hari ke-1 setelah aplikasi
paraquat diduga karena daun yang terkena
paraquat telah mati dan diganti dengan tunas
baru.

12

Cekaman Kekeringan dan Paraquat
Meningkatkan Kandungan ASA
Selain mekanisme pertahanan secara
enzimatik, cekaman kekeringan juga menginduksi akumulasi ASA (Pignocchi et al.
2003).
Pada cekaman kekeringan kandungan ASA
mengalami peningkatan seiring bertambahnya
periode cekaman (Gambar 14). IturbeOrmaetxe et al. (1998) menjelaskan bahwa
antioksidan seperti ASA dan glutation
mengalami peningkatan di kloroplas pada
kondisi kekeringan. Peningkatan ASA pada
tanaman berfungsi untuk mereduksi radikal
bebas yang terbentuk akibat cekaman
oksidatif (Mc Kersie & Leshem 1994). ASA
yang disintesis di sitosol akan bereaksi dengan
H2O2 sehingga menghasilkan MDHA dan air.
Kandungan ASA juga meningkat akibat
perlakuan paraquat. Peningkatan kandungan
ASA pada perlakuan paraquat terjadi sejak
awal perlakuan (4 jam setelah aplikasi
paraquat) (Gambar 15). Namun nilai rata-rata
peningkatan ASA pada perlakuan paraquat
lebih rendah dibandingkan cekaman kekeringan.

SIMPULAN
Secara umum cekaman kekeringan dapat
menekan pertumbuhan akar lebih besar
daripada tajuk sehingga menyebabkan
terjadinya peningkatan nisbah akar tajuk.
Berdasarkan nilai bobot dan jumlah biji,
varietas Tidar relatif lebih tahan terhadap
cekaman kekeringan.
Perlakuan cekaman kekeringan juga
menyebabkan
peningkatan
enzim-enzim
oksidatif, seperti SOD dan APX, dan
kandungan antioksidan askorbat. Terdapat
perbedaan waktu peningkatan aktivitas enzim
dan akumulasi antioksidan akibat ce

Dokumen yang terkait

Akumulasi enzim antioksidan dan prolin pada beberapa varietas kedelai toleran dan peka cekaman kekeringan.

0 17 148

Komparasi Respon Fisiologi Tanaman Kedelai yang Mendapat Cekaman Kekeringan dan Perlakuan Herbisida Paraquat

0 10 265

Peroksidasi lipid dan aktivitas superoksida dismutase pada kedelai dibawah kondisi cekaman kekeringan

0 8 24

Pemberian Beberapa Jenis Antioksidan terhadap Peningkatan Ketahanan Salinitas pada Turunan F4 Kedelai berdasarkan Aktivitas Enzim Peroksidase (POD) dan Superoksida Dismutase (SOD)

1 26 73

Pemberian Beberapa Jenis Antioksidan terhadap Peningkatan Ketahanan Salinitas pada Turunan F4 Kedelai berdasarkan Aktivitas Enzim Peroksidase (POD) dan Superoksida Dismutase (SOD)

0 0 13

Pemberian Beberapa Jenis Antioksidan terhadap Peningkatan Ketahanan Salinitas pada Turunan F4 Kedelai berdasarkan Aktivitas Enzim Peroksidase (POD) dan Superoksida Dismutase (SOD)

0 0 2

Pemberian Beberapa Jenis Antioksidan terhadap Peningkatan Ketahanan Salinitas pada Turunan F4 Kedelai berdasarkan Aktivitas Enzim Peroksidase (POD) dan Superoksida Dismutase (SOD)

0 0 4

Pemberian Beberapa Jenis Antioksidan terhadap Peningkatan Ketahanan Salinitas pada Turunan F4 Kedelai berdasarkan Aktivitas Enzim Peroksidase (POD) dan Superoksida Dismutase (SOD)

0 0 10

Pemberian Beberapa Jenis Antioksidan terhadap Peningkatan Ketahanan Salinitas pada Turunan F4 Kedelai berdasarkan Aktivitas Enzim Peroksidase (POD) dan Superoksida Dismutase (SOD)

0 0 5

Pemberian Beberapa Jenis Antioksidan terhadap Peningkatan Ketahanan Salinitas pada Turunan F4 Kedelai berdasarkan Aktivitas Enzim Peroksidase (POD) dan Superoksida Dismutase (SOD)

0 0 26