Seleksi Genotipe Jagung (Zea Mays L ) Generasi S1 Dan S2 Di Dua Lokasi

SELEKSI GENOTIPE JAGUNG (Zea mays L.)
GENERASI S1 DAN S2 DI DUA LOKASI

UMI SALAMAH

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Seleksi Genotipe Jagung
(Zea mays L.) Generasi S1 dan S2 di Dua Lokasi adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Mei 2016
Umi Salamah
NIM A253130071

RINGKASAN

UMI SALAMAH. Seleksi Genotipe Jagung (Zea mays L.) Generasi S1 dan S2 di
Dua Lokasi. Dibimbing oleh HAJRIAL ASWIDINNOOR dan WILLY
BAYUARDI SUWARNO.
Peningkatan produksi jagung dinilai penting dalam rangka memenuhi
kebutuhan pangan, pakan, dan industri saat ini dan masa depan. Salah satu upaya
peningkatan produksi yang dapat dilakukan adalah melalui penggunaan varietas
jagung unggul. Pembentukan varietas hibrida jagung unggul baru memerlukan
galur-galur murni potensial dengan daya gabung yang baik. Tujuan penelitian ini
adalah (1) mengidentifikasi galur-galur S1 dan S2 yang memiliki keragaan
agronomi yang baik, (2) menduga ragam genetik dan heritabilitas untuk peubah
agronomi dan daya hasil, (3) menduga korelasi antar karakter tanaman, (4)
menduga tingkat ketidakmiripan genetik antar genotipe uji dan galur-galur murni
yang dievaluasi, dan (5) mengevaluasi tingkat inbreeding depression yang
terimbangi dengan seleksi dari generasi S1 ke generasi S2.

Penelitian dilaksanakan selama dua musim, masing-masing untuk generasi
S1 dan S2. Percobaan musim ke-1 dilaksanakan pada bulan Juni sampai September
2014, sedangkan percobaan musim ke-2 dilakukan pada bulan Januari sampai Mei
2015. Penelitian ditiap musim dilaksanakan di dua lokasi yaitu Kebun Percobaan
IPB Leuwikopo dan Kebun Percobaan IPB Cikabayan, Dramaga, Bogor.
Percobaan ditiap musim-lokasi menggunakan rancangan augmented kelompok
lengkap teracak dengan menggunakan 72 genotipe uji, 3 galur murni, dan 5
varietas hibrida F1 sebagai pembanding.
Hasil percobaan menunjukkan bahwa heritabilitas kategori tinggi generasi
S1 dan S2 terdapat pada karakter tinggi tanaman, diameter tongkol, jumlah baris
biji, jumlah biji per baris, bobot 100 biji, bobot tongkol per tanaman, bobot biji
per tongkol, dan hasil. Heritabilitas kategori sedang adalah umur berbunga betina
dan jumlah daun, sedangkan heritabilitas kategori rendah terlihat pada persentase
tidak rebah akar dan persentase tidak rebah batang. Terdapat beberapa populasi
dasar yang galur-galurnya termasuk 10 terbaik pada generasi S1 dan S2 yaitu
P27xNK6326, PERTIWI3xP31, NK6326xP31, P31xNK6326, dan P31xNK33.
Karakter produksi generasi S1 dan S2 berkorelasi nyata terhadap karakter tinggi
letak tongkol, tinggi tanaman, panjang tongkol, dan diameter tongkol. Pengaruh
inbreeding depression terlihat pada karakter hasil namun tidak pada tinggi
tanaman. Ketidakmiripan genetik antar ketiga galur murni (Mr4, Mr14, dan

Nei9008) relatif besar berdasarkan karakter-karakter kuantitatif yang diamati.
Beberapa genotipe uji mengelompok pada masing-masing galur murni yang
berbeda (Mr4, Mr14 dan Nei9008). Galur-galur terseleksi dinilai potensial untuk
pengembangan varietas jagung unggul baru.
Kata kunci: heritabilitas, inbreeding depression, korelasi

SUMMARY

UMI SALAMAH. Selection of S1 and S2 maize genotypes in two locations.
Supervised by HAJRIAL ASWIDINNOOR and WILLY BAYUARDI
SUWARNO.
Increasing maize productivity is of importance to meet the need for food,
fuel, and industry nowadays and in the future. One approach for increasing yield
potential is through utilization of improved maize varieties. Hybrid maize
breeding relies on the availability of good performing inbred lines with superior
combining ability. The objectives of this study were to (1) identify good
performing S1 and S2 maize genotypes, (2) estimate genetic variance and
heritability for agronomic and yield traits, (3) estimate correlations of yield and
agronomic traits, (4) estimate dissimilarities among the test genotypes and the
inbred lines evaluated, and (5) estimate inbreeding depression levels that were

balanced with selection from S1 to S2 generations.
The S1 trial was conducted from June to September 2014, and followed by
the S2 trial from January to May 2015. Each trial was performed in two locations,
namely Cikabayan and Leuwikopo experimental stations of IPB, Dramaga, Bogor.
Each trial was arranged in an augmented randomized complete block design with
three blocks, consisting of 72 test genotypes, 3 inbred lines, and 5 commercial
hybrid varieties as checks.
The results showed that in both S1 and S2 generations, the heritability
estimates were high for plant height,ear height, number of kernel rows, number of
kernels per row, 100-grain weight, ear weight per plant, grain weight per ear, and
grain yield. The heritability estimate were moderate for days to silking and
number of leaf, and were low for stem and root lodging. The best performing
genotypes in S1 and S2 generations were originated from the base populations of
P27xNK6326, PERTIWI3xP31, NK6326xP31, P31xNK6326, and P31xNK33.
Grain yield was significantly correlated with ear height, plant height, ear length,
and ear diameter. The S2 generation exhibited inbreeding depression for grain
yield, but not for plant height. Genetic dissimilarities were relatively large among
the three inbred lines (Mr4, Mr14 and Nei9008) based on the quantitative traits
observed. The selected genotypes are considered potential for development of new
maize varieties.


Key words: correlation, heritability, inbreeding depression

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa
mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk
kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan,
penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak
merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

SELEKSI GENOTIPE JAGUNG (Zea mays L.)
GENERASI S1 DAN S2 DI DUA LOKASI

UMI SALAMAH

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Magister Sains
pada
Program Studi Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Prof Dr Muhammad Syukur, SP MSi

PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala nikmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “Seleksi
Genotipe Jagung (Zea mays L.) Generasi S1 dan S2 di Dua Lokasi”.
Penulis menyampaikan terima kasih kepada Bapak Dr Ir Hajrial
Aswidinnoor, MSc dan Bapak Dr Willy Bayuardi Suwarno, SP MSi selaku
pembimbing telah sabar membimbing dan memotivasi penulis dengan sangat luar
biasa. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Prof Dr Muhammad
Syukur SP MS selaku dosen penguji luar komisi. Penulis ucapkan terima kasih

kepada Ibu Dr Ir Yudiwanti Wahyu EK, MS selaku ketua program studi yag telah
membantu banyak selama ini terutama saat-saat menjelang ujian.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada orang tua yang begitu
berpengaruh besar. Untuk Ibu Sumini yang telah memberikan doa yang tiada
henti, nasihat, dan semangat yang tulus, terima kasih telah menjadi penegar dalam
hidup. Untuk Almarhum Bapak Yakub yang hanya ditemui lewat doa, terima
kasih telah menghadirkan ke dunia. Untuk Bapak Bejo yang telah menjadi
penuntun kehidupan hingga sekarang, terima kasih atas kesabaran yang tidak
dapat diukur. Ketiga orang hebat tersebut yang membuat penulis mampu melalui
semuanya dengan baik.
Penulis ucapkan terima kasih kepada dosen pengajar Pemuliaan dan
Bioteknologi Tanaman yang telah memberikan ilmunya selama perkuliahan.
Penulis ucapkan terima kasih kepada teknisi Kebun Percobaan Cikabayan dan
Kebun Percobaan Leuwikopo Institut Pertanian Bogor yang telah membantu
terlaksannya penelitian ini. Penulis ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Kementrian Pendidikan dan
Kebudayaan yang telah memberikan kesempatan melanjutkan studi melalui
beasiswa BPP-DN 2013. Penulis ucapkan terima kasih kepada keluarga besar
Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman 2013 yang telah membersamai hingga
beberapa tahun ini. Penulis ucapkan terima kasih kepada teman-teman yang telah

membantu selama penelitian Rony Ramdani dan Rudiansyah yang berkecimpung
di lahan selama penelitian. Penulis ucapkan terima kasih kepada sahabat
seperjuangan Dia Novita Sari dan Eny Rolenti Togatorop yang telah bersamasama berjuang dengan keyakinan. Penulis ucapkan terima kasih kepada temanteman Baju Daerah yaitu Andi Adriani Wahditya, Ratna Ningsih Tarrafanur,
Aqlima, Rahmi Hendayani, Desi Ratnasari dan Yudia Azmi serta Gerland
Akhmadi yang telah bersam-sama mengisi banyak waktu disini. Penulis ucapkan
terima kasih kepada adik-adik kosan An-nur yang telah menjadi saudara. Penulis
ucapkan terima kasih kepada Sucipto, Yuli Susanti, dan Tria Ningsih atas diskusi
dan pertemuan kembali di sini setelah sekian lama. Dan semua pihak yang
terlibat. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Mei 2016
Umi Salamah

59

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Hipotesis
2 TINJAUAN PUSTAKA
Asal Usul dan Deskripsi Tanaman Jagung
Pemuliaan Tanaman Jagung
3 BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat
Prosedur Percobaan
Analisis Data
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Keragaan Karakter-Karakter Agronomi Genotipe Jagung S1 dan S2
Pendugaan Komponen Ragam dan Heritabilitas Arti Luas
Korelasi Antar Karakter Agronomi dan Hasil
Pengelompokan Genotipe Generasi S1 dan S2
Pendugaan Tingkat Inbreeding Depression yang Diimbangi dengan
Seleksi dari Generasi S1 ke S2
5 SIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

vi
vii
viii
1
1
2
2
3
3
4
7
7
7
11
14
14
18

24
26
30
32
33
39
58

60

DAFTAR TABEL

1
2
3
4

5

6
7
8
9
10
11
12
13

Pengujian sidik ragam rancangan augmented kelompok lengkap
teracak genotipe jagung di dua lokasi
Rekapitulasi sidik ragam gabungan karakter-karakter genotipe jagung
generasi S1
Rekapitulasi sidik ragam gabungan karakter-karakter genotipe jagung
generasi S2
Nilai duga komponen ragam genetik (VG), ragam lingkungan (VE),
ragam interaksi (VGxE) dan heritabilitas h2(bs) gabungan dua lokasi
genotipe jagung generasi S1
Nilai duga komponen ragam genetik (VG), ragam lingkungan (VE),
ragam interaksi (VGxE), dan heritabilitas (h2bs) gabungan dua lokasi
genotipe jagung generasi S2
Nilai tengah hasil dan komponen hasil sepuluh genotipe jagung
terbaik generasi S1
Nilai tengah komponen vegetatif berdasarkan hasil sepuluh genotipe
jagung terbaik tanaman jagung generasi S1
Nilai tengah hasil dan komponen hasil sepuluh genotipe jagung
terbaik generasi S2
Nilai tengah komponen vegetatif berdasarkan hasil sepuluh genotipe
jagung terbaik generasi S2
Koefisien korelasi antar karakter genotipe jagung generasi S1
Koefisien korelasi antar karakter genotipe jagung generasi S2
Lima genotipe jagung pembanding (hibrida) generasi S1 ke S2
menggunakan uji t
Pendugaan inbreeding depression 72 genotipe uji jagung generasi S1
ke S2 menggunakan uji t

12
16
17

19

20
21
22
23
23
24
25
30
31

61

DAFTAR GAMBAR

1
2
3
4
5
6

Bentuk ujung daun tanaman jagung
Lidah daun (ligule) (A) dan bunga jantan jagung (tassel) (B)
Tipe tassel (A) dan bagian tassel jagung (B)
Posisi biji dalam baris tongkol jagung
Dendogram genotipe jagung generasi S1
Dendogram genotipe jagung generasi S2

10
10
10
11
27
28

DAFTAR LAMPIRAN

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13

Nama genotipe jagung generasi S1 dan S2
Pengacakan genotipe jagung dengan rancangan augmented kelompok
lengkap teracak musim 1 Cikabayan
Pengacakan genotipe jagung dengan rancangan augmented kelompok
lengkap teracak musim 1 Leuwikopo
Pengacakan genotipe jagung dengan rancangan augmented kelompok
lengkap teracak musim 2 Cikabayan
Pengacakan genotipe jagung dengan rancangan augmented kelompok
lengkap teracak musim 2 Leuwikopo
Karakter kualitatif fase vegetatif genotipe jagung generasi S1
Karakter kualitatif fase generatif genotipe jagung generasi S1
Karakter kualitatif fase vegetatif genotipe jagung generasi S2
Karakter kualitatif fase generatif genotipe jagung generasi S2
Sepuluh genotipe jagung terpilih generasi S1 (musim 1)
Sepuluh genotipe jagung terpilih generasi S2 (musim 2)
Tiga galur murni genotipe jagung
Lima hibrida pembanding genotipe jagung

41
43
44
45
46
47
49
51
53
55
56
57
57

1

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang
Jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu tanaman yang paling penting
di dunia. Jagung memiliki posisi unggul karena pemanfaatannya yang sangat luas
dalam berbagai bidang, seperti pangan, pakan ternak, bahan bakar, dan industri
(Troyer dan Wellin 2009). Produksi jagung pada tahun 2012 sebesar 19 387 022
ton pipilan kering menurun menjadi 18 506 287 ton pada tahun 2013 (BPS 2014).
Produksi tahun 2012 lebih tinggi dibandingkan tahun 2013 tetapi, tetap dilakukan
impor mencapai 1 797 876 ton. Rendahnya produksi jagung tersebut disebabkan
karena berbagai faktor diantaranya adalah penggunaan benih unggul di kalangan
petani masih rendah, teknik budidaya yang tidak sesuai dengan anjuran, serangan
biotik, dan cekaman abiotik. Peningkatan produksi menjadi sangat penting dalam
rangka meningkatkan potensi untuk memenuhi kebutuhan pangan di masa depan
memerlukan kompetisi yang kuat, namun kebutuhan sumber daya yang ada masih
terbatas (Meng et al. 2013).
Varietas hibrida yang unggul biasanya dicirikan dengan nilai heterosis dan
daya hasil yang tinggi (Yustiana et al. 2013). Perakitan varietas unggul jagung
banyak dilakukan dengan berbagai cara seperti pendekatan biologi molekuler
yang telah berhasil dilakukan dengan mengunakan elektroporasi (D’Halluin et al.
1992), penembak biolistik (Frame et al. 2000), dan Agrobacterium tumefaciens
(Negrotto et al. 2000; Frame et al. 2002; Utomo 2005). Namun, pemuliaan
tanaman konvensional masih memiliki peran besar dalam pengembangan kultivar
tanaman jagung (Campos et al. 2004; Kumar 2002).
Metode yang digunakan dalam program pemuliaan tanaman meliputi
pemilihan tetua, hibridisasi, seleksi, evaluasi, dan pengujian daya adaptasi.
Pentingnya mengetahui sifat unggul dan kualitas dari suatu tanaman agar dapat
mempelajari jenis aksi gen dan transfer sifat. Hal ini akan lebih mudah untuk
mempelajari cara kerja gen dan pola pewarisan sifat (Ali et al. 2014). Informasiinformasi populasi yang potensial diperlukan untuk merakit jagung hibrida yang
unggul. Populasi yang unggul dibangun dari sumber plasma nutfah yang memiliki
keragaman genetik. Adanya jarak genetik antar tetua akan memberikan peluang
dalam menghasilkan kultivar baru dengan variabilitas genetik luas (Tenda et al.
2009). Genotipe yang diperoleh dari berbagai sumber untuk menghasilkan
varietas yang baik perlu diseleksi pada beberapa lingkungan. Variabilitas genetik
yang luas merupakan modal dasar dalam program pemuliaan tanaman (Babic et
al. 2011). Penampilan hibrida tergantung pada latar belakang genetik galur murni
(Suwarno 2014). Pembentukan galur murni yang potensial perlu dilakukan
kegiatan penyerbukan sendiri (selfing) selama beberapa generasi saat tahap
seleksi. Menurut Syukur (2012) penyerbukan sendiri cenderung menurunkan
persentase heterozigositas dan menurunkan sifat-sifat suatu tanaman dalam
populasi yang dikenal dengan inbreeding depression. Tingkat inbreeding
depression pada jagung varietas Azam yang tinggi terdapat pada bobot 100 biji
(Ahmad et al. 2010).
Ada beberapa jenis hibrida seperti hibrida silang tunggal (single cross),
hibrida silang ganda (double cross) dan hibrida silang tiga (three way cross).

2

Hibrida silang ganda diperoleh dari empat galur murni yang berbeda misalnya A,
B, C, dan D dapat ditulis sebagai (A x B) x (C x D). Penelitian di Brazil
menunjukkan bahwa sekitar 20% dari benih komersil melibatkan kultivar hibrida
silang ganda. Hal ini untuk mempertahankan heterosis antar sepasang hibrida
silang tunggal. Sobrinho et al. (2002) melaporkan bahwa hibrida silang ganda
pada tanaman jagung mampu memberikan hasil yang tinggi dari hibrida silang
tunggal terbaik. Catenallos (2011) melaporkan bahwa hibrida silang ganda dapat
memperkecil tingkat inbreeding depression. Balestre et al. (2011) menyatakan
bahwa informasi mikrosatelit memberikan kemampuan prediksi yang relatif baik
pada hibrida silang ganda, dengan korelasi antara nilai-nilai fenotipik yang
diamati dan nilai-nilai genotipe berkisar antara 0.27–0.54.
Menurut Ahmad et al. (2010), penyerbukan sendiri (selfing) pada tanaman
menyerbuk silang memberikan peluang alel tetua identik yang akan diwariskan
kepada turunannya (fillial). Jagung merupakan tanaman dengan tingkat
heterozigositas yang tinggi (Ganal et al. 2011), sehingga untuk memperkecil
keragaman dilakukan seleksi agar meningkatkan persentase homozigositas.
Homozigositas pada tanaman menyerbuk silang akan menghasilkan galur murni.
Hibrida yang dihasilkan dari persilangan dari hasil inbreeding dikenal dengan
galur murni atau inbred. Menurut Guo et al. (2013) Untuk mendapatkan galur
murni terbaik dari hibrida superior perlu dilakukan seleksi dan selfing yang
berulang untuk setiap generasi. McClosky et al. (2013) melaporkan bahwa
kemajuan seleksi yang diikuti dengan selfing sebesar >70% pada populasi 100500 tanaman.
Balitsereal telah mengeluarkan 27 varietas jagung hibrida, di antaranya
BIMA-17, BIMA-18, BIMA 19-URI (STJ107), dan Bima-20 URI (Balitsereal
2014). Upaya perakitan varietas unggul jagung dengan daya hasil tinggi terus
dilakukan, termasuk oleh Balai Penelitian Serealia (Balitsereal) dan Institut
Pertanian Bogor. Varietas-varietas jagung baru diharapkan dapat membantu
meningkatkan produksi jagung nasional.
Tujuan Penelitian

1.
2.
3.
4.
5.

Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :
Mengidentifikasi galur-galur S1 dan S2 yang memiliki keragaan agronomi
yang baik.
Menduga ragam genetik dan heritabilitas untuk peubah agronomi dan daya
hasil.
Menduga korelasi antar karakter tanaman.
Menduga tingkat ketidakmiripan genetik antar genotipe uji dan galur-galur
murni yang dievaluasi.
Mengevaluasi tingkat inbreeding depression yang terimbangi dengan seleksi
dari generasi S1 ke generasi S2.
Hipotesis

Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini terdapat satu atau lebih
galur-galur yang memiliki tingkat keragaan dan daya hasil yang baik dari seleksi
pada generasi S1 dan S2 masing-masing di dua lokasi.

3

2 TINJAUAN PUSTAKA

Asal Usul dan Deskripsi Tanaman Jagung
Jagung (Zea mays L.) merupakan tanaman penting di dunia. Ada beberapa
teori tentang asal-usul tanaman jagung. Teori tentang jagung berasal dari Meksiko
kemudian menyebar ke utara ke Kanada dan ke selatan sampai Argentina (Brown
et al. 1985). Hal ini didukung oleh penemuan fosil tepung sari dan tongkol jagung
dalam gua, dan kedua spesies mempunyai keragaman genetik yang luas. Teori lain
mengatakan bahwa tanaman jagung yang ada di wilayah Asia diduga berasal dari
Himalaya. Hal ini ditandai oleh ditemukannya tanaman keturunan jali (Coix spp.).
Tanaman jagung berasal dari dataran tinggi Andean Peru, Bolivia, dan Ekuador.
Hal ini didukung oleh hipotesis bahwa jagung berasal dari Amerika Selatan dan
jagung Andean mempunyai keragaman genetik yang luas, terutama di dataran
tinggi Peru (Bonavia 2013).
Daerah yang memproduksi jagung terbesar adalah Amerika Serikat, Cina,
Brasil, dan Meksiko dengan 70% dari produksi dunia. India menyumbang
5% dari areal jagung dan memberikan kontribusi sebesar 2% dari produksi di
dunia. Di negara maju, jagung dikonsumsi terutama dalam bentuk daging, telur
dan produk susu. Di negara-negara berkembang, jagung dikonsumsi langsung dan
berfungsi sebagai makanan diet. Selain itu, jagung diolah menjadi makanan sereal
untuk menu sarapan. Namun, dalam bentuk olahan juga jagung dapat
dimanfaatkan sebagai bahan bakar (etanol) dan pati (Plessis 2003).
Selain sebagai sumber karbohidrat, jagung juga merupakan sumber protein
yang penting dalam menu masyarakat Indonesia. Kandungan gizi utama jagung
adalah pati (72–73%), dengan nisbah amilosa (25–30%) dan amilopektin (70–
75%), akan tetapi pada jagung pulut (waxy maize) nisbah amilosa 7% dan
amilopektin sebesar 93–100%. Kadar gula jagung (glukosa, fruktosa, dan
sukrosa) berkisar 13%. Protein jagung sebesar 8–11% terdiri atas lima fraksi,
yaitu albumin, globulin, prolamin, glutelin, dan nitrogen nonprotein (Suarni
2007).
Jagung memiliki batang yang tinggi (1 – 4 m), merupakan tanaman annual
dan tanaman monecious. Tanaman ini memiliki kelobot yang tumpang tindih dan
mencolok tajam. Tanaman jagung juga memiliki spikelets stamen di dalam tandan
yang panjang yang membentuk malai (tassel). Selain itu bunga betina jagung
terdapat di axils daun, pada tongkol jagung terdapat 8 sampai 16 baris biji,
memiliki panjang tongkol sekitar 30 cm, dan memiliki sumbu hampir berkayu.
Seluruh struktur (telinga) tertutup dalam berbagai bracts foliaceous besar dan
memiliki rambut (silk) menonjol dari ujung seperti benang halus (Milind dan Isha
2013). Purwono dan Purnamawati (2013) mengatakan bahwa tanaman jagung
tidak memiliki persyaratan tanah yang khusus. Namun, beberapa persayaran ideal
diantaranya pH tanah 5.6–7.5 dan berdrainase baik. Pertumbuhan tanaman jagung
sangat membutuhkan sinar matahari penuh.

4

Pemuliaan Tanaman Jagung
Secara alami jagung adalah tanaman menyerbuk silang dengan persentase
99.9%. Tanaman jagung bersifat monoesius, namun bunga jantan jagung matang
lebih dahulu dibandingkan bunga betinanya (protandri) (Fehr, 1987). Polen
mengalami kematangan (anthesis) selama 4-10 hari sebelum munculnya rambut
tongkol (silk). Adanya selang waktu ini memungkinkan polen dari satu tanaman
untuk menyerbuki tongkol tanaman yang lain, sedangkan tongkolnya sendiri
diserbuki oleh polen tanaman lain.
Informasi lain dalam pembentukan varietas unggul jagung yaitu tentang
ketahanan serangan biotik dan cekaman abiotik. Beberapa penelitian tentang
ketahanan terhadap serangan biotik yaitu ketahanan terhadap kumbang Maize
weevil (Sitophilus zeamais Motschulsky.) pada tanaman jagung (Dari et al. 2010)
dan cekaman abiotik yaitu jagung toleran kekeringan (Ziyomo dan Bernado
2012), toleran suhu tinggi (Li et al. 2013), jagung toleran terhadap setres
rendaman air (Papathanasiou et al. 2015).
Menurut Allard (1960) untuk memperoleh genotipe baru, keragaman
menjadi modal utama untuk perbaikan varietas tanaman. Keberhasilan suatu
program pemuliaan tanaman pada hakekatnya sangat bergantung pada keragaman
genetik yang diturunkan (Poehlman, 1983). Dengan demikian semakin tinggi
keragaman genetik semakin tinggi pula peluang untuk mendapatkan sumber gen
bagi karakter yang akan diperbaiki. Populasi yang memiliki keragaman rendah
hingga sedang digolongkan sebagai populasi dengan variabilitas genetik sempit
sedangkan populasi yang memiliki keragaman cukup tinggi dan tinggi
digolongkan dalam variabilitas genetik luas. Menurut Zen dan Bahar (2001),
karakter yang memiliki nilai variabilitas genetik luas dapat digunakan dalam
perbaikan genotipe, mampu meningkatkan potensi genetik karakter pada generasi
selanjutnya sehingga seleksi terhadap karakter tersebut dapat berlangsung secara
efektif. Karakter yang memiliki nilai koefisien keragaman genetik rendah sampai
sedang menunjukkan bahwa perbedaan genetik dari karakter tersebut masih
memiliki keragaman kecil atau dapat dikatakan bahwa keragaman tersebut
memiliki genetik yang hampir seragam. Ruchjaningsih et al. (2002) menyatakan
bahwa bila suatu keragaman genetik yang dimiliki tanaman bervariabilitas sempit,
maka setiap individu dalam populasi tersebut hampir seragam sehingga tidak
mungkin dilakukan perbaikan keragaman genetik melalui seleksi.
Seleksi genotipe unggul biasanya berdasarkan atas ekspresi fenotipik.
Genotipe yang dapat mempertahankan derajat ekspresi yang tinggi pada
lingkungan tumbuh yang luas, umumnya merupakan genotipe yang diminati
program perakitan varietas unggul baru. Pada kenyataannya, ekspresi karakter
kuantitatif pada beberapa genotipe menunjukkan keragaman dari satu lingkungan
tumbuh ke lingkungan tumbuh lainnya (Khan et al. 2009). Ragam genetik
merupakan ukuran tentang besarnya perbedaan genetik dari genotipe yang terbaik
sampai yang tidak baik. Semakin besar ragam genetik peluang untuk memperoleh
genotipe yang diinginkan semakin besar. Besarnya keragaman genetik suatu sifat
dalam populasi akan mempengaruhi besarnya heritabilitas. Agar seleksi sifat
penting dapat diturunkan kepada zuriat hibrida, tetua galur murni harus memiliki
kemampuan dalam mewariskan sifat untuk perakitan varietas baru (Fehr 1987).

5

Evaluasi persilangan antar galur murni merupakan tahapan penting dalam
pengembangan varietas hibrida jagung (Yustiana et al. 2013). Dalam
pembentukan hibrida jagung, pembentukan galur murni dilakukan tahapan
penyerbukan sendiri (selfing). Terlepas dari pentingnya penyerbukan sendiri
dalam pemuliaan jagung, di Brasil relatif mengalami penurunan hasil akibat
depresi tangkar dalam (inbreeding depression) (Hallauer et al 1988). Inbreeding
depression terjadi akibat tanaman yang menyerbuk silang terus menerus
mengalami penyerbukan sendiri yang mungkin sangat membatasi potensi dari
frekuensi galur yang potensial dari suatu populasi (Crow dan Kimura 1970).
Varietas jagung dengan penyerbukan sendiri pada galur superior atau inferior
dapat diidentifikasikan potensi genetiknya. Inbreeding depression dapat diamati
pada karakteristik seperti tinggi tanaman, bobot, hasil, komponen hasil, dan sifatsifat kematangan (Ahmad et al. 2010). Menurut Pacheco et al. (2002)
pengurangan hasil yang ditemukan pada populasi jagung generasi S0 ke S1
bervariasi dari 34% menjadi 59% dengan rata-rata penurunan hasil berkisar
49.1%. Inbreeding menawarkan banyak keuntungan tetapi juga menyajikan
beberapa kendala untuk perbaikan genetik seperti pada tanaman singkong
(Manihot esculenta Crantz) (Rojas et al 2009).
Seleksi adalah memilih serta mencari keturunan pertama tanaman yang
memiliki sifat atau karakter yang baik, yang berguna untuk meningkatkan hasil
serta mutunya. Karakter-karakter suatu tanaman ditentukan oleh genotipe tetapi
ekspresinya dipengaruhi oleh lingkugan. Efektifitas suatu seleksi untuk
memperbaiki suatu sifat sangat bergantung pada heritabilitas, intensitas seleksi,
dan ragam fenotipe dari populasi seleksi. Karakter dengan heritabilitas tinggi
merupakan respon seleksi. Karakter dengan heritabilitas tinggi memberikan
respon seleksi yang tidak sama untuk setiap siklus dengan karakter berbeda
(Allard 1960).
Menurut Phoespodarsono (1998) seleksi merupakan proses yang individu
atau kelompok tanaman dipisahkan dari populasi dasar seleksi dapat terjadi secara
alami atau buatan. Seleksi akan efektif apabila keragaman dalam suatu populasi
sebagaian besar dipengaruhi oleh faktor genetik, yang diekspresikan sebagai
keragaman fenotipik, sementara penampilan suatu sifat tidak dapat dikatakan
secara mutlak akibat faktor lingkungan atau faktor genetik. Dengan demikian
harus dapat dibedakan keragaman yang diamati pada suatu sifat itu terutama
disebabkan oleh faktor genetik atau faktor lingkungan. Karena itu, tanpa
berpedoman pada parameter genetik, seleksi secara visual belum tentu
memberikan hasil yang memuaskan. Syukur et al (2012) menyatakan apabila
seleksi telah dilakukan terhadap suatu populasi tanaman, diharapkan turunan dari
tanaman terpilih akan memberikan hasil yang lebih baik atau ada kemajuan
seleksi. Hal ini dapat dikatakan bahwa kemajuan seleksi merupakan selisih antara
nilai tengah turunan hasil seleksi dengan nilai tengah populasi yang diseleksi.
Sumber keragaman genetik didapat dari introduksi, persilangan, mutasi, atau
melalui proses transgenik. Hasil persilangan merupakan sumber keragaman yang
umum dilakukan dibandingkan menciptakan sumber keragaman dengan cara
lainnya. Keragaman genetik dan heritabilitas dapat mempengaruhi efektifitas
seleksi. Seleksi diperkirakan akan efektif apabila keragaman genetik luas dan
heritabilitas tingggi.

6

Heritabilitas merupakan suatu parameter genetik yang mengukur
kemampuan suatu genotipe dalam populasi tanaman untuk mewariskan
karakteristik-karakteristik yang dimiliki. Makin tinggi nilai heritabilitas suatu sifat
maka makin besar pengaruh genetiknya dibanding lingkungan. Interaksi antara
genotipe lingkungan mempunyai arti penting dalam program seleksi. Seleksi
sering tidak efektif karena adanya interaksi ini. Seleksi diharapkan untuk
memperoleh genotipe yang dapat menunjukkan keunggulan pada berbagai lokasi,
musim dan tahun (Poespodarsono 1988).

7

3 BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan di Kebun Leuwikopo Percobaan Institut Pertanian
Bogor dengan ketinggian 250 m dpl dan Kebun Percobaan Cikabayan Bawah
Percobaan Institut Pertanian Bogor dengan ketinggian 180 m dpl Kabupaten
Bogor, Provinsi Jawa Barat. Penelitian dilaksanakan selama dua musim masingmasing untuk percobaan generasi S1 dan S2. Percobaan musim ke-1 dilakukan
pada bulan Juni sampai September 2014, sedangkan percobaan musim ke-2
dilakukan pada bulan Januari sampai Mei 2015.
Alat dan Bahan
Materi genetik yang digunakan dalam penelitian ini adalah 72 galur S1
berasal dari hibrida silang ganda untuk musim ke-1 dan 72 galur S2 hasil selfing
S1 untuk musim ke-2. Setiap percobaan menggunakan 3 galur murni koleksi
Balitsereal (Mr4, Mr14 dan Nei9008) dan 5 varietas hibrida F1 sebagai
pembanding (NK33, NK6326, Pertiwi3, P21, dan P27). Percobaan ditiap lokasimusim disusun berdasarkan rancangan augmented kelompok lengkap teracak
dengan 75 genotipe uji tidak diulang dan lima varietas pembanding (check)
diulang tiga kali. Areal percobaan dibuat dalam tiga blok, pada masing-masing
blok terdapat 30 plot percobaan. Genotipe uji ditempatkan secara acak pada
seluruh blok dan kelima genotipe pembanding ditempatkan pada masing-masing
blok.
Prosedur Percobaan
Persiapan tanam dilakukan dengan mengolah tanah menggunakan mesin
bantu traktor. Luas lahan yang digunakan adalah 500 m2. Jarak tanam yang
digunakan adalah 70 cm antar baris tanaman dan 20 cm antar tanaman dalam
baris. Setiap baris tanaman diberikan label percobaan sesuai dengan genotipe yang
digunakan. Penanaman dilakukan dengan terlebih dahulu melubangi sedalam 3
cm menggunakan tugal. Jumlah benih yang ditanam sebanyak 2 benih per lubang
tanam.
Pupuk dasar yang digunakan adalah Urea dan NPK Phonska. Pemupukan
dilakukan dua kali selama percobaan. Pemberian pupuk dilakukan seminggu
setelah tanam dengan Urea dosis 100 kg ha-1 dan NPK Phonska dosis 200 kg ha-1.
Pemupukan kedua dilakukan pada tanaman yang telah berumur 4 minggu dengan
Urea dosis 200 kg ha-1 dan NPK Phonska dosis 100 kg ha-1. Pemberian pupuk
dilakukan dalam larikan yang berjarak 7–8 cm dari lajur lubang tanam dengan
kedalaman 8–10 cm. Penjarangan dilakukan dengan membuat satu tanaman tiap
lubang tanam. Penjarangan dilakukan setelah berumur 2 minggu setelah tanam.
Pembubunan dilakukan dua minggu setelah penanaman. Pembubunan dilakukan
dengan menggunakan cangkul. Hal ini dilakukan untuk memperkokoh tanaman
selama tumbuh dan berkembang. Gulma yang mengganggu pertumbuhan tanaman

8

disiangi secara manual menggunakan alat pemotong rumput. Pengendalian hama
penyakit dilakukan dengan menggunakan pestisida berbahan aktif karbofuran 17
kg ha-1. Penyakit yang menyerang tanaman jagung adalah bulai
(Peronosclerospora maydis dan P. turcicum). Tanaman yang telah di serang
penyakit bulai dilakukan dengan mencabut dan dijauhkan dari lahan percobaan.
Hal ini dilakukan agar tidak menyerang tanaman yang lainnya. Pemanenan
dilakukan setelah tanaman berumur 110 hari. Tanaman yang sudah memasuki
masa panen memiliki ciri-ciri yaitu warna kelobot telah mongering, biji
mengkilap, dan terlihat ada lapisan hitam (black layer) pada pangkal yang
menempel pada tongkol di biji serta tingkat kehijauan tanaman menurun.
Peubah pengamatan sebagian besar diamati pada 10 tanaman contoh yang
diambil secara acak di setiap satuan percobaan (plot). Peubah pengamatan yang
akan diamati berdasarkan Descriptors for Maize (CIMMYT 1991) adalah sebagai
berikut :
A. Peubah Kuantitatif
Peubah kuantitatif yang akan diamati adalah sebagai berikut :
1. Tinggi tanaman (cm). Pengamatan dilakukan setelah stadia pembungaan
pada bunga jantan dan betina menggunakan meteran, diukur dari
permukaan tanah sampai dasar bunga jantan (tassel).
2. Tinggi letak tongkol. Diukur bersamaan dengan pengukuran tinggi
tanaman, diukur dari permukaan tanah hingga pangkal tongkol utama
(tongkol yang paling atas).
3. Jumlah daun. Pengamatan dilakukan setelah fase pembungaan.
4. Jumlah daun di atas daun tongkol (termasuk teratas). Daun tongkol adalah
daun yang berada tepat di bawah tongkol, seringkali agak menutupi
tongkol. Pengamatan dilakukan setelah tahap susu (milky stage).
5. Panjang daun (cm). Diukur dari ligule (lidah daun) ke ujung daun. Dipilih
dari daun yang berada tepat di bawah tongkol teratas. Pengamatan
dilakukan setelah fase pembungaan.
6. Umur berbunga jantan (days to tasseling) (hst). Pengamatan dilakukan
pada fase pembungaan saat anthesis (munculnya kotak sari) dengan
persentase 50% tanaman dalam setiap baris.
7. Umur berbunga betina (days to silking) (hst). Pengamatan dilakukan pada
fase pembungaan saat keluar rambut dengan persentase 50% tanaman
dalam setiap baris.
8. Panjang tassel (cm). Pengamatan dilakuakan setelah tahap susu (milky
stage) setelah tongkol keluar rambut.
9. Jarak cabang tassel (cm). Jarak antara cabang primer pertama dan terakhir.
Pengamatan dilakuakan setelah tahap susu.
10. Jumlah cabang utama tassel. Pengamatan dilakuakan setelah tahap susu
(milky stage).
11. Persentase tidak rebah akar (%). Jumlah tanaman tidak rebah akar dibagi
jumlah tanaman seluruhnya di dalam plot. Diamati dua minggu sebelum
panen (sekitar umur 96 hst).
12. Persentase tidak rebah batang (%). Jumlah tanaman tidak rebah batang
dibagi jumlah tanaman seluruhnya di dalam plot. Diamati dua minggu
sebelum panen.

9

13. Diameter tongkol (cm). Pengamatan dilakukan setelah panen dengan
menggunakan jangka sorong diukur tepat di tengah-tengah tongkol.
14. Panjang tongkol (cm). Pengamatan dilakukan setelah panen menggunakan
penggaris diukur dari pangkal tongkol hingga ke ujung tongkol.
15. Jumlah baris biji dalam tongkol. Pengamatan diukur dengan menghitung
baris biji dalam setiap tongkol.
16. Jumlah biji dalam baris. Pengamatan dilakukan dengan menghitung
jumlah biji dalam satu baris per tongkol.
17. Panjang biji (mm). Rata-rata dari 10 biji yang diambil berturut-turut dari
satu baris di tengah tongkol, diukur menggunakan jangka sorong.
18. Lebar biji (mm). Diukur pada 10 biji seperti pada panjang biji.
19. Tebal biji (mm). Diukur pada 10 biji seperti pada panjang biji.
20. Bobot tongkol per tanaman (g). Pengamatan dengan menimbang tongkol
utama (tongkol paling besar) yang sudah dibuka klobotnya tetapi belum
dipipil.
21. Bobot biji per tongkol (g). Pengamatan dengan menimbang biji dari
tongkol yang telah dipipil.
22. Bobot 100 biji (g). Pengamatan dilakukan dengan menimbang bobot 100
biji.
23. Rendemen biji (%). Pengamatan dilakukan dengan mengukur persentase
bobot biji per tongkol terhadap bobot tongkol.
24. Kadar air biji panen (%). Biji hasil pipilan dicampur kemudian diukur
kadar airnya dengan menggunakan digital seed moisture tester.
25. Produksi (ton ha-1). Dihitung menggunakan rumus berikut:
Hasil (ton ha-1) =

x B x JT x 0.7

Keterangan :
KA = Kadar air biji kering
JT = Jumlah tanaman per ha (71 000 tanaman)
B = Bobot biji per tongkol (asumsinya, satu tanaman memiliki satu
tongkol produktif)
B. Peubah Kualitatif
Peubah kualitatif yang akan diamati adalah sebagai berikut :
1. Warna antosianin pada pelepah daun. Pengamatan dilakukan pada daun
pertama dengan skor penilaian: (1) tidak ada atau sangat lemah (3) lemah
(5) sedang (7) kuat (9) sangat kuat.
2. Bentuk ujung daun. Pengamatan dilakukan pada daun pertama dengan skor
runcing dengan skor penilaian: (1) tajam (2) tajam agak bulat (3) bulat (4)
bulat agak tumpul (5) tumpul.
3. Warna antosianin batang. Skor pengamatan dengan (1) tidak ada atau
sangat lemah (3) lemah (5) sedang (7) kuat sangat (9) kuat.
4. Warna batang. Pengamatan dilakukan dengan melihat warna batang antara
dua tongkol paling atas. Diamati pada fase pembungaan. Skor
pengamatan: (1) hijau (2) merah kekuningan (3) merah (4) ungu (5) coklat.

10

Gambar 1 Bentuk ujung daun tanaman jagung
5. Orientasi daun. Pengamatan dilakukan setelah fase berbunga. Skor
pengamatan: (1) tegak (2) terkulai.
6. Lidah daun (leaf ligule). Pengamatan dilakukan setelah fase berbunga.
Skor pengamatan: (1) ada (0) tidak ada.

(A)
(B)
Gambar 2 Lidah daun (ligule) (A) dan bunga jantan jagung (tassel) (B)
7. Urat daun. Diamati pada daun yang berada di bawah tongkol. Skor
pengamatan: (1) ada (3) tidak ada.
8. Tipe tassel. Pengamatan dilakukan pada tahap susu. Skor pengamatan (1)
primer (2) primer-sekunder (3) primer-sekunder-tersier (lihat Gambar. 3)
9.

(A)
(B)
Gambar 3 Tipe tassel (A) dan bagian tassel jagung (B)

11

Gambar 4 Posisi biji dalam baris tongkol jagung
10. Ukuran tassel. Pengamatan dilakukan setelah tahap susu (milky stage).
Skor pengamatan (3) kecil (5) sedang (7) besar.
11. Tipe biji. Pengamatan dilakukan setelah panen. Skor pengamatan: (1)
mutiara (flint) (2) intermediet, di antara mutiara dan gigi kuda (dent),
tetapi lebih dekat dengan dent (3) gigi kuda (dent).
12. Warna tongkol. Pengamatan dilakukan saat panen. Skor pengamatan: (1)
putih (2) merah (3) coklat (4) ungu (5) variegata (6) lainnya.
13. Warna pericarp. Skor pengamatan: (1) tidak berwarna (2) putih keabuabuan (3) merah (4) coklat (5) lainnya.
14. Warna endosperma. Skor pengamatan: (1) putih (2) kuning muda (3)
kuning tua (5) oranye.
Analisis Data
Analisis Ragam Gabungan
Analisis ragam gabungan dilakukan dengan uji F untuk melihat pengaruh
utama genotipe, lokasi, dan pengaruh interaksi genotipe x lokasi. Analisis
dilakukan dengan menggunakan software SAS 9.1. Model linier untuk analisis
gabungan antar lokasi memiliki persamaan sebagai berikut, dan garis besar sidik
ragamnya ditampilkan pada Tabel 1.
Yijk = µ + Li + B(L)ji + Gk + GLki + εijk
Keterangan :
Yijk
= Nilai pengamatan pada lingkungan ke-i, kelompok ke-j, dan genotipe ke-k
µ
= Nilai umum
Li
= Pengaruh lingkungan ke-i, dimana i=1,2
B(L)ji = Pengaruh kelompok ke-j dalam lingkungan ke-i, dimana j=1,2,3
Gk
= Pengaruh genotipe ke-k, dimana k =1,2,3,....80
GLki = Pengaruh interaksi genotipe ke-k dan lingkungan ke-i
εijk
= Galat percobaan pada lingkungan ke-i, kelompok ke-j, dan genotipe ke-k

12

Tabel 1 Sidik ragam rancangan augmented kelompok lengkap teracak pengujian
genotipe jagung di dua lokasi
Derajat
bebas
(nilai)
1
4
79
74
4
1
79
74
4
1
16
179

Derajat bebas
(rumus)

Sumber keragaman
Lokasi (l)
Blok (lokasi) (r)
Genotipe
Galur (g)
Pembanding (c)
Galur vs pembanding (g vs c)
Lokasi x genotipe
Lokasi x Galur
Lokasi x Pembanding
Lokasi x (Galur vs pembanding)
Galat
Total terkoreksi

l-1
r-1(l)
(g+c)-1
g-1
c-1
1
(l-1) (g+c)-1
(l-1)( g-1)
(l-1)( c-1)
1
(l-1) r-1(l)(c-1)
r(g+c)-1

E (KT)

σ2 + 1.1 σ2ge+ 2.2 σ2g

σ2 + 1.1 σ2ge

σ2

E(KT) = harapan (kuadrat tengah); l = jumlah lokasi, r = jumlah ulangan, g = banyaknya genotipe uji, c =
banyaknya genotipe kontrol.

Pendugaan Komponen Ragam dan Nilai Heritabilitas
Nilai heritabilitas tanaman yang dihitung merupakan heritabilitas dalam
arti luas yaitu perbandingan ragam genetik dan ragam fenotipe (Syukur et al.
2012). Pendugaan komponen ragam yaitu ragam genotipe, ragam lingkungan, dan
interaksi genetik x lingkungan berdasarkan nilai harapan kuadrat tengah pada
Tabel 1 dihitung dengan SAS PROC GLM. Nilai heritabilitas disajikan dalam
rumus sebagai berikut:
VG

=

VGxE
VE

=
1.1
= KTgalat

VP

=

h2(bs) =

2.2

.

+



x 100%



+V

Keterangan:
h2(bs)
= Heritabilitas arti luas
VG
= Ragam genotipe
VE
= Ragam lingkungan
VP
= Ragam fenotipe
KTG
= Kuadrat tengah genotipe
KTgalat
= Kuadrat tengah galat
KTGxE
= Kuadrat tengah interaksi (genotipe x lokasi)
Kriteria nilai heritabilitas arti luas (h2bs) dikelompokkan menurut Stanfield
(1983): 0.50 < h2bs < 1.00 = tinggi, 0.20 < h2bs < 0.50 = sedang, dan h2bs < 0.20 =
rendah.

13

Seleksi Genotipe Terbaik Generasi S1 dan S2
Genotipe generasi S1 dan S2 diseleksi berdasarkan rataan produksi dan
diseleksi sebanyak 10 genotipe. Jika terdapat perbedaan nilai, dilakukan uji lanjut
BNT 0.05 + rataan genotipe uji.
Korelasi Antar Peubah Agronomi dan Daya Hasil
Nilai korelasi antar peubah agronomi dan daya hasil dapat diduga dengan
menggunakan rumus sebagai berikut :
Cov
r , =

V .V

Keterangan:
r(X1,X2)
Cov.X1.X2
V(X1)
V(X2)

= Korelasi antara X1 dan X2
= Kovarian antara X1 dan X2
= Ragam X1
= Ragam X2

Pengelompokan Genotipe
Pengelompokan genotipe dilakukan dengan menggunakan analisis
gerombol. Analisis gerombol dilakukan untuk mengetahui koefisien
ketidakmiripan genetik antar genotipe menggunakan metode Gower. Data yang
digunakan dalam pengelompokan adalah data kuantitatif. Perhitungan jarak
gerombol dilakukan dengan menggunakan metode average linkage menggunakan
software R 3.1.1.
Eevaluasi Tingkat Inbreeding Depression yang diimbangi dengan Seleksi dari
Generasi S1 ke Generasi S2
Pendugaan inbreeding depression pada tanaman jagung dari generasi S1 ke
generasi S2 dilakukan melalui uji t, menggunakan perangkat lunak SAS 9.1.
Pengaruh musim dipelajari melalui uji t antara nilai tengah pembanding di musim
pertama (S1) dengan nilai tengah pembanding di musim kedua (S2). Jika pengaruh
musim nyata dilakukan perhitungan nilai tengah rataan genotipe terseleksi
(adjusted entry means). Perhitungan ini dilakukan dengan mengurangi nilai
masing-masing genotipe 72 uji (galur) dengan rataan 5 genotipe pembanding
dengan pengaruh musim.

14

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Keragaan Karakter-Karakter Agronomi Genotipe Jagung S1 dan S2
Karakter merupakan cerminan setiap individu tanaman. Setiap individu
terbentuk dapat dilihat dari seberapa besar karakter yang diamati. Hasil analisis
ragam gabungan dua lokasi menunjukkan bahwa setiap karakter memiliki
pengaruh yang berbeda-beda pada lokasi, kelompok, genotipe, dan lokasi x
genotipe. Partisi lokasi x genotipe meliputi galur (line), hibrida pembanding
(check), interaksi galur x pembanding, interaksi lokasi x pembanding, interaksi
lokasi x galur, dan interaksi lokasi x (pembanding vs galur) (Tabel 2 dan Tabel 3).
Pengaruh Lokasi dan Blok (lokasi) Terhadap Keragaan Karakter-Karakter
Agronomi Genotipe Jagung S1 dan S2
Pengaruh lokasi nyata untuk sebagian besar karakter yang diamati pada
musim pertama, kecuali karakter rendemen biji, bobot 100 biji, dan kadar air
sedangkan pengaruh blok (lokasi) menunjukkan tidak berbeda nyata pada
sebagian besar karakter. Pengaruh blok (lokasi) yang sangat nyata terdapat pada
karakter umur silking, umur anthesis, dan diameter tongkol sedangkan pengaruh
blok (lokasi) yang nyata terdapat pada karakter tinggi letak tongkol, panjang
tassel, persentase tidak rebah akar, bobot biji per tongkol, panjang biji, rendemen
biji, dan hasil (Tabel 2).
Pengaruh lokasi nyata untuk sebagian besar karakter yang diamati pada
musim kedua, kecuali karakter tidak rebah batang, panjang biji, lebar biji,
rendemen biji, bobot 100 biji, dan kadar air. Pada musim kedua, blok (lokasi)
sangat berpengaruh nyata pada karakter umur berbunga betina, umur berbunga
jantan, jumlah daun di atas tongkol, dan produksi, berpengaruh nyata terhadap
karakter tinggi letak tongkol, panjang daun, panjang biji, tebal biji, bobot tongkol
per tanaman, bobot biji per tongkol, rendemen biji, dan bobot 100 biji (Tabel 3).
Pengaruh Genotipe Terhadap Keragaan Karakter-Karakter Agronomi
Genotipe Jagung S1 dan S2
Pengaruh genotipe musim pertama nyata pada semua karakter yang
diamati kecuali karakter jumlah daun di atas tongkol, karakter persentase tidak
rebah akar, persentase tidak rebah batang, dan kadar air. Pengaruh genotipe
meliputi tiga partisi yaitu pengaruh galur, pembanding, dan galur vs pembanding.
Pengaruh genotipe nyata dan ketiga partisi nyata terdapat pada karakter tinggi
tanaman, tinggi letak tongkol, panjang daun, panjang tassel, jarak cabang tassel
jumlah cabang utama tassel, diameter tongkol, panjang tongkol, panjang biji, dan
lebar biji. Pengaruh genotipe nyata dengan pengaruh galur dan pengaruh rata-rata
pembanding dan rata-rata galur nyata terdapat pada karakter umur berbunga
jantan, umur berbunga betina, jumlah biji per baris, dan tebal biji. Pengaruh
genotipe nyata dengan pengaruh pembanding dan pengaruh galur nyata terdapat
pada karakter jumlah daun per tanaman, jumlah baris biji, rendemen biji, dan
hasil. Pengaruh genotipe tidak nyata dan ketiga partisi tidak nyata terdapat pada
karakter peresntase tidak rebah batang, persentase tidak rebah akar, bobot tongkol
per tanaman, dan kadar air (Tabel 2).

15

Pengaruh genotipe musim kedua menunjukkan nyata pada beberapa
karakter kecuali pada karakter jarak tinggi tanaman cabang tassel, persentase tidak
rebah akar, persentase tidak rebah batang, panjang tongkol, diameter tongkol,
lebar biji, dan kadar air. Pengaruh genotipe nyata dan ketiga partisi nyata terdapat
pada karakter jumlah daun, jumlah daun di atas tongkol, panjang daun, panjang
tassel, jumlah cabang utama tassel, jumlah baris biji, panjang biji, bobot tongkol
per tanaman, dan rendemen biji. Pengaruh genotipe nyata karena pengaruh galur
dan pengaruh rata-rata pembanding dan rata-rata galur nyata terdapat pada
karakter umur berbunga betina, umur berbunga jantan, tinggi letak tongkol,
jumlah biji per baris, bobot 100 biji, dan hasil. Pengaruh genotipe tidak nyata
tetapi pengaruh rata-rata pembanding dan rata-rata galur nyata terdapat pada
karakter jarak cabang tassel, panjang tongkol, dan diameter tongkol (Tabel).
Pengaruh Interaksi Lokasi x Genotipe Terhadap Keragaan KarakterKarakter Agronomi Genotipe Jagung S1 dan S2
Adanya interaksi genotipe dan lingkungan memerlukan evaluasi genotipe
berbagai lingkungan untuk menemukan genotipe yang diinginkan (Zali et al.
2008). Interaksi lokasi x genotipe musim pertama berpengaruh nyata pada
karakter umur berbunga, panjang daun, panjang tassel, dan lebar biji berpengaruh
sangat nyata terhadap karakter jumlah daun, jarak cabang tassel, jumlah cabang
utama tassel, diameter tongkol, panjang tongkol, jumlah baris biji, panjang biji,
dan rendemen biji. Interaksi genotipe x lokasi terdiri dari tiga partisi meliputi
lokasi x galur, lokasi x pembanding, dan lokasi x (galur vs pembanding) (Tabel
2).
Interaksi lokasi x genotipe nyata yang hanya dipengaruhi oleh interaksi
lokasi x galur yaitu terdapat pada karakter jumlah daun per tanaman, panjang
daun, panjang tassel, jarak cabang tassel, lebar biji, dan rendemen biji. Hal ini
menunjukkan bahwa interaksi genotipe x lokasi dipengaruhi oleh interaksi ratarata galur yang berbeda antar lokasi. Interaksi lokasi x genotipe nyata dengan
pengaruh interaksi lokasi x galur dan pengaruh interaksi lokasi x (galur vs
pembanding) nyata yaitu terdapat pada karakter umur berbunga betina, umur
berbunga jantan, dan panjang biji. Hal ini menunjukkan bahwa interaksi lokasi x
genotipe dipengaruhi oleh interaksi galur dan lokasi dengan rata-rata galur dan
pembanding yang berbeda antar lokasi. Interaksi lokasi x genotipe nyata dengan
pengaruh interaksi lokasi x pembanding dan pengaruh interaksi lokasi x galur
nyata terdapat pada karakter jumlah cabang utama tassel, bobot 100 biji, dan
diameter tongkol (Tabel 2).
Interaksi genotipe x lokasi musim kedua sebagian besar tidak berpengaruh
nyata terhadap karakter-karakter yang diamati. Interaksi genotipe x lokasi
berpengaruh nyata terdapat pada karakter umur berbunga jantan, umur berbunga
betina, panjang daun, bobot tongkol per tanaman, dan bobot 100 biji, berpengaruh
sangat nyata pada karakter jumlah daun, jumlah cabnag sekunder tassel, panjang
biji, dan rendemen biji (Tabel 3). Interaksi genotipe nyata dipengaruhi oleh ketiga
partisi terdapat pada karakter bobot 100 biji. Interaksi lokasi x genotipe nyata
yang hanya dipengaruhi oleh interaksi lokasi x galur terdapat pada karakter umur
berbunga betina dan jumlah daun per tanaman. Interaksi genotipe x lokasi nyata
dipengaruhi oleh interaksi lokasi x galur dan lokasi x pembanding terdapat pada

16

16
Tabel 2 Rekapitulasi sidik ragam gabungan karakter-karakter genotipe jagung generasi S1
Peubah
Umur berbnga jantan (hst)
Umur berbunga betina (hst)
Tinggi tanaman (cm)
Tinggi letak tongkol (cm)
Jumlah daun per tanaman
Jumah daun di atas tongkol
Panjang daun (cm)
Panjang tassel (cm)
Jarak cabang tassel (cm)
Jumlah cabang utama tassel
Persentase tidak rebah akar (%)
Persentase tidak rebah batang (%)
Diameter tongkol (cm)
Panjang tongkol (cm)
Jumlah baris biji
Jumlah biji per baris
Panjang biji (mm)
Lebar biji (mm)
Tebal biji (mm)
Bobot biji pertongkol (g)
Bobot tongkol per tanaman (g)
Bobot 100 biji (g)
Rendemen biji (%)
Kadar air (%)
Hasil (ton ha-1)

Lokasi
54.80 **
345.00 **
102742.4 **
66811.98 **
203.55 **
4.50 **
6173.47 **
405.89 **
413.67 **
395.74 **
1984.96 **
1044.67 *
252.98 **
153.96 **
26.10 **
57.84 *
9.58 **
12.90 **
4.83 **
2820.88 *
25993.67 **
1464.04 tn
17.28 tn
1049.03 tn
7.85 *

Blok
Genotipe
(lokasi)
19.03 **
9.62 **
15.40 **
8.09 **
739.64 tn
701.61 *
592.92 *
405.77 *
1.33 tn
3.76 **
0.47 tn
0.43 tn
39.73 tn
125.36 **
15.61 *
34.98 **
2.23 tn
7.84 **
2.47 tn
17.52 **
501.82 *
134.56 tn
209.35 tn
156.72 tn
10.40 **
27.69 **
1.79 tn
11.42 **
2.02 tn
13.82 **
7.98 tn
41.25 **
0.93 *
50.86 **
0.54 tn
2.22 **
0.23 tn
0.70 *
1896.08 * 1712.65 **
2156.55 tn 3006.01 **
17.92 tn
104.61 **
38.01 *
102.30 **
1.70 tn
5.72 tn
4.56 *
3.87 **

Galur
(L)
8.17 **
6.91 *
552.22 *
405.