Jaminan sosial berbasis komunitas bagi pekerja mandiri sektor informal dalam upaya pengembangan jenis perlindungan sosial: studi kasus di Kelurahan Jamika Kecamatan Bojongloa Kaler Kota Bandung

JAMINAN SOSIAL BERBASIS KOMUNITAS
BAG1 PEKERJA MANDlRl SEKTOR INFORMAL
DALAM UPAYA PENGEMBANGAN
JENlS PERLINDUNGAN SOSIAL
(Studi Kasus di Kelurahan Jamika
Kecamatan Bojongloa Kaler Kota Bandung)

Yunizar Mutiara

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2006

PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR
DAN SUMBER INPORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tugas akhir dengan judul
Jaminan Sosial Berbasis Komunitas bagi Pekerja Mandiri Sektor
Informal dalam Upaya Pengembangan Jenis Perlindungan Sosial: Studi
Kasus di Kelurahan Jamika Kecamatan Bojongloa Kaler Kota Bandung,

adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun
kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis
lain telah disebutkan dalam teks dan dicanturnkan dalam Daftar Pustaka
di bagian akhir tugas ini.

Bogor, September 2006

WNIZAR MUTIARA
A. 154050015

Abstrak
YUNIZAR MUTIARA, Jaminan Sosial Berbasis Komunitas Dalam Upaya
Pengembangan Jenis Perlindungan Sosial (Studi Kasus di Kelurahan Jamika
Kecamatan Bojongloa Kaler Kota Bandung). Dibimbing oleh CAROLINA
NITIMIHARDJO dan FREDIAN TONNY NASDIAN.
Masalah kemiskinan bukan merupakan isu baru, melainkan isu yang tiada
hentinya dibicarakan sepanjang masa. Cukup mengenaskan bahwa dijaman yang
sudah semakin canggih, kemiskinan masih merupakan masalah yang sangat
dominan. Namun terjadi situasi yang sangat kontradiktif, dimana disatu sisi ada

program pengentasan kemiskinan dan sisi lainnya sering juga kemiskinan dijadikan
alat untuk kepentingan kelompok tertentu. Kemiskinan sesungguhnya merupakan
suatu kondisi yang ditolak oleh manusia, namun pada kenyataannya sulit untuk
dihindari.
Jumlah penduduk Kota Bandung sebanyak 2.232.624 jiwa dengan kepadatan
rata-rata 13.346 jiwa/Km2, sedangkan jumlah penduduk miskin sebanyak 71.292
orang atau 3,193% dan yang bekerja sebagai pekerja mandiri sektor informal
sebanyak 390.709 jiwa atau 17,5%. (jabar.bps.go.id:2005).
Perlindungan sosial merupakan kewajiban negara, sesuai dengan ketentuan
hukum yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945, khususnya Pasal
34 Ayat 1 yang berbunyi "fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh negara",
dan Pasal 34 Ayat 2 yang menyatakan "negara mengembangkan sistem jaminan
sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak
mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan", maka amanat tersebut semakin
relevan seiring dengan pergeseran paradigma pembangunan Indonesia yang
mengedepankan otonomi daerah dan otonomi masyarakat. Namun bukan berarti
masvarakat tidak bisa turut bemeran dalam membentuk sistem iaminan sosial.
Pengelolaan jaminan sosial tersebut dapat melibatkan institusi lokal yang diprakarsai
oleh komunitas lokal. Sasaran vang akan diberdayakan adalah pekeria mandii sektor
informal yang

Kaler Kota
.
- berada di ~ & r a h a nJamika ~ecamatan~ojongloa
.
Bandung.
Tujuan kajian adalah mengkaji jaminan sosial berbasis komunitas sebagai
upaya pengembangan jenis perlindungan sosial inklusif dan selanjutnya menyusun
rencana program pengembangan jaminan sosial dimaksud melalui pemberdayaan
komunitas Kelurahan Jamika, karena Intewensi dalam bentuk pemberdayaan
merupakan salah satu altematif yang penting dalam proses pengembangan
masyarakat.
Metode penelitian yang digunakan dalam kajian adalah Metode Penelitian
Kualitatif dan sistem peng~unpulandata dilakukan melalui obsewasi, wawancara
mendalam, diskusi kelompok, dan studi dokumentasi. Strategi yang dilakukan dalam
perencanaan pengembangan masyarakat dilakukan melalui Technology of
Participation (TOP), yaitu teknik perencanaan pengembangan masyarakat secara
partisipatif, sehingga seluruh pihak memiliki kesempatan yang sama untuk
mengemukakan ide dan menolong setiap orang untuk mampu mengapresiasikan ide
orang lain.


Abstract
YUNIZAR MUTIARA, Community-Based Social Security in the Effort to Develop
the Kinds of Social Protection (A Case Study Conducted at Kelurahan Jamika,
Kecamatan Bojongloa Kaler, Kota Bandzing). This study was advised by
CAROLINA NITIMIHARDJO and FREDIAN TONNY NASDIAN.
The poverty problem is not the new issue but it is the one that will continue to
be discussed all the time. It is worried that, in the more and more sophisticated era,
the poverty is still to be dominant problem. However, it has been a contradictory
situation where on one hand, the awakening program of poverty has been facilitated
but on the other hand, the poverty itself often becomes a way to meet the certain
group interest. The poverty is actually a condition rejected by human being but is
difficult to be avoided.
The number of Bandung people is 2,232,624 persons with the average density
of 13,346-2,
while the number of poor population is 71,292 persons or 3.193 %
and people who work as independent workers in the informal sector are 390,709
persons or 17.5 % (jabar.bps.go.id;2005).
The Social Protection is the government obligation and this is relevant to the
law regulation included in the Undang-Uizdang Dasar 1945 (The 1945 Constitution)
specifically on the Article 34 Clause 1 that says, "the poor and the neglected child

are maintained by the state'', and the Article 34 Clause 2 that says, "the state
develops social security system for all Indonesian people and empowers the weak
and unable people in accordance with the human dignity". Therefore, the above
message is much more relevant in line with the paradigm change of Indonesia
development prioritizing regional and community independence (otonomy). Yet, this
does not mean that the community may not participate in the establishment of the
social security system. The management of social security may involve local
institutions initiated by the local community. The target to be empowered is the
independent workers working in the informal sector living at Kelurahan Jamika,
Kecamatan Bojongloa Kaler, Koia Bandung.
The purpose of the study is to implement the community-based social security
as the effort in developing a kinds of the inclusive social protection and further, to
formulate the planning of development program of the so-called social security
through the empowerment of Kelurahan Jamika community for the empowerment
intervention is one important alternative in developing the community.
The research method used in this study is Qualitative Research Method and the
data were collected through observations, in-depth interviews, group discussion, and
the document study. The strategy of community development planning was done
through Technology of Participation (TOP) that is the technique of community
development planning implemented in a participatory way in order that all significant

others have the same opportunity to put forward their ideas and help everyone be
able to appreciate the other people's ideas.

@ Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2006

Hak eipta dilindungi

Dilarang tnengutip dun memperbanyak tanpa izin tertulis dari
Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk
apapun, baik cetak,fotocopi, microfilm, dun sebagainya.

JAMINAN SOSIAL BERBASIS KOMUNITAS
BAG1 PEKERJA MANDlRl SEKTOR INFORMAL
DALAM UPAYA PENGEMBANGAN
JENIS PERLINDUNGAN SOSIAL
(Studi Kasus di Kelurahan Jamika
Kecamatan Bojongloa Kaler Kota Bandung)

Yunizar Mutiara


Tugas Akhir
Sebagai salah satu syarat memperoleh geiar
Magister Profesional pada
Program Studi Pengembangan Masyarakat

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2006

Judul Tugas Akhir

: Jaminan Sosial Berbasis Komunitas Bagi Pekerja
Mandiri
Sektor Informal
Dalam
Upaya
Pengembangan Jenis Perlindungan Sosial.
(Studi Kasus di Kelurahan Jarnika, Kecarnatan
Bojongloa Kaler, Kota Bandung, Provinsi Jawa

Barat)

Nama

: YUNIZAR MUTIARA

NIM

Disetujui
Komisi Pembimbing

/

Dr.Carolina Nitirnihardio
Ketua

Ir. Fredian Tonnv, MS
Anggota

Diketahui


Ketua Program Studi Magister
Profesional Pengembangan Masyar

Tanggal ujian : 13 Nopernber 2006

Tanggal Lulus : 1 1
b&

r

PRAKATA
Dengan penuh rasa syukur ke hadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan
karunia-Nya, akhimya penulis dapat menyelesaikan penyusunan hasil kajian
pengembangan masyarakat ini.
Penulis mengkaji tentang "Jaminan Sosial Berbasis Komunitas bagi Pekega
Mandiri Sektor Informal dalam Upaya Pengembangan Jenis Perlindungan Sosial"
yang berada di Kelurahan Jamika, Kecamatan Bojongloa Kaler, Kota Bandung.
Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih yang sedalamdalamnya kepada:


1. Ibu Dr. Carolina Nitimihardjo dan bapak Ir. Fredian Tonny, MS, selaku
pembimbing pada pelaksanaan kajian yang penulis lakukan..
2. Ketua dan dosen-dosen Program Studi Magister Profesional Pengembangan
Masyarakat yang telah membekali ilmu-ilmu pengembangan masyarakat.

3. Ketua Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial Bandung yang telah memberikan
kelancaran kepada seluruh mahasiswa Program Pascasarjana MPPM angkatan
2005.
4. Bapak Drs. Muntasir Umar selaku Lurah Jamika Kecamatan Bojongloa Kaler
Kota Bandung beserta aparatnya yang telah memberi ijin kepada penulis untuk
melaksanakan praktek di wilayahnya dan memberikan bantuan teknis lainnya.

5. Ibu Indriati, Ketua Yayasan Setia Budi Utama, yang memberikan berbagai
informasi mengenai pelaksanaan Program Askesos di Kelurahan Jamika.
6. Suami dan puteri tercinta serta kedua orang tua yang telah memberikan
dorongan, doa, semangat, dan pengertian selama menempuh pendidikan ini
hingga selesai.

7. Teman-teman dan semua pihak yang telah banyak membantu hingga penulis
dapat menyelesaikan kajian ini.

Semoga kajian pengembangan masyarakat ini dapat memberikan manfaat
bagi pihak-pihak yang akan menindaklanjuti dan khusus bagi masyarakat
Kelurahan Jamika dapat memberikan makna yang berarti dalam peningkatan taraf
kehidupannya.. Penulis menyadari, hasil kajian ini masih belum sempurna, untuk
itu saran dan kritik dari semua pihak sangat penulis harapkan, sehingga akan
memperkaya rencana program yang akan dilaksanakan bagi pengembangan
masyarakat di Kclurahan Jamika, Kecamatan 13ojongloa Kaler, Kota Bandung.
Bandung, September 2006
Yunizar Mutiara

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kota Bandung Provinsi Jawa Barat pada tanggal
16 Juni 1964 dari pasangan H. Kemas Miswar dengan Hj. Wan Azzah.
Penulis menyelesaikan pendidikan mulai dari Sekolah Dasar hingga
Perguruan Tinggi di Kota Bandung. Sekolah Dasar penulis selesaikan pada
tahun 1976, pada tahun 197911980 penulis menamatkan Sekolah Lanjutan
Tingkat Pertama, tahun 1982J1983 penulis menyelesaikan Sekolah Lanjutan
Tingkat Atas, dan pada tahun 198811989, penulis menyelesaikan kuliah di
Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial Bandung.

Tahun 1990 sampai dengan 1997, penulis bekerja di Kantor Wilayah
Departemen Sosial Provinsi Jawa Barat, selanjutnya tahun 1998 hingga tahun
1999 penulis bertugas di Kantor wilayah Departemen Sosial Provinsi Daerah
Istimewa Aceh, dan yang terakhir mulai tahun 2000 hingga sekarang penulis
bertugas di Direktorat Jaminan Kesejahteraan Sosial, Direktorat Jenderal
Bantuan dan Jaminan Sosial, Departemen Sosial N di Jakarta.

DAFTAR IS1
Halaman

DAFTAR TABEL ....................................................................
DAFTAR GAMBAR

............................................................

DAFTAR LAMPIRAN ..........................................................
I. PENDAHULUAN

.................................................
1.1 Latar Balakang
...............................................
1.2 Rumusan Masalah ..............................................
..
1.3 Tujuan Kqian ...................................................
..
1.4 Kegunaan Kajian ................................................

.

.........................................
2.1 Kemiskinan dalarn Perspektif Pekerjaan Sosial ..............
2.2 Konsep Jaminan Sosial ..................................................
2.3 Konsep Pemberdayaan ..................................................

11 TINJAUAN PUSTAKA

.

111 METODOLOGI KAJIAN ...............................................
..
3.1 Kerangka Pemlkiran ..............................................
..
3.2 Metode Kajian ................................................................
..
3.2.1 Batas-Batas Kajian .............................................
. . .
3.2.2 LokasiKqlan .....................................................
..
3.2.3 Waktu Kajian ....................................................
3.2.4 Teknik Pengumpulan Data ................................
3.2.5 Pengolahan dan Analisis Data ...........................
3.2.6 Metode Perencanaan Program ...........................
IV. PETA SOSIAL KELURAHAN JAMIKA ......................
4.1. Lokasi .............................................................
4.2. Kependudukan .......................................................
4.3. Sistem Ekonomi .....................................................
4.4. Struktur Komunitas ................................................
4.5. Lembaga Kemasyarakatan ......................................
4.6. Sumberdaya Lokal ..................................................
4.7. Masalah Kesejahtertaan Sosial ...............................

.

V EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN
MASYARAKAT DI KELURAHAN JAMIKA ................
5.1 Deskripsi Kegiatan ...................................................
5.2 Aspek Pengembangan Ekonomi Lokal .....................
5.3 Aspek Pengembangan Modal dan
Gerakan Sosial .........................................................
5.4 Aspek Kebijakan dan Perencanaan
Sosial ......................................................................
5.5 Ikhisar ......................................................................

.

VI JAMINAN SOSIAL BERBASIS KOMUNITAS
BAG1 PEKERJA MANDIRI SEKTOR INFORMAL
DALAM UPAYA PENGEMBANGAN JENIS
PERLINDUNGAN SOSIAL DI KELURAHAN
JAMIKA KECAMATAN BOJONGLOA KALER .......
Keragaan Pekerja Mandiri Sektor Informal ............
Karakteristik Pekerja Mandiri Sektor Informal
Di Kelurahan Jamika ...............................................
6.2 Pemanfaatan Potensi Lokal Oleh Pekerja Mandiri
Di Sektor Informal ..................................................
6.3. Perluasan Jejaring bagi Pekerja Mandiri Sektor
Informal .................................................................
6.4. Faktor yang Berpengaruh Terhadap Partisipasi
Pekerja Mandiri Sektor Informal .............................

6.1
6.1

6.5. Identifikasi Jaminan Sosial Dalam Komunitas ........
6.6. Ikhtisar ....................................................................

VII. PENYUSUNAN PROGRAM PENGUATAN
KAPASITAS PEKERJA MANDIRI Dl SEKTOR
INFORMAL SECARA PARTISIPATIF .............
7.1. Tahap Identifikasi Masalah .........................
7.2. Tahap Identifikasi Potensi Lokal .................
7.3. Tahap Pendayagunaan Sumber-Sumber
Lokal ........................... ...................... ..........
7.4. Tahap Perencanaan Program .......................
7.4.1 Penyusunan Tujuan .......................
7.4.2 Perancangan Program ....................
VIII. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
KEBIJAKAN ........................ ................................
8.1. Kesimpulan .................................................
8.2. Rekomendasi Kebijakan ...............................
8.2.1 Rekomendasi Kebijakan Kepada
Pemerintah Daerah dan Dinas Sosial
8.2.2 Rekomendasi Kebijakan Kepada
Pemerintah Lokal ............................
8.2.3 Rekomendasi Kebijakan Kepada
Lembaga-Lembaga yang Ada di
Lokasi ............................................
8.2.4 Rekomendasi Kebijakan Kepada
Pekerja Mandiri di Sektor Informal
Dan Institusi Lokal .........................
DAFTAR PUSTAKA

.......................................................

DAFTAR TABEL
Halaman

.....................

30

2. Jarak Kantor Kelurahan ke Pusat Pemerintahan ..........

36

3. Penggunaan Tanah Kelurahan ....................................

38

1. Sumber dan Teknik Pengumpulan Data

4. Jumlah Penduduk Kelurahan Jamika Berdasarkan Usia

Dan Jenis Kelamin .....................................................

5. Komposisi Penduduk Berdasarkan Pendidikan

...........

6. Komposisi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian ..
7. Jumlah Pekerja Mandiri Sektor Informal Berdasarkan
Jenis Usaha ..................................................................
8. Jumlah Pekerja Mandiri Sektor Informal yang Mengikuti
Program Askesos Berdasarkan Pendidikan ...................

9. Potensi Lokal yang dapat Diakses oleh Pekerja Mandiri
Sektor Informal ..............................................................
10. Akses dan Kontrol Pekerja Mandiri di Sektor Informal
Terhadap Kelembagaan Formal dan Informal Serta
Faktor Pendukung ..........................................................
11. Daftar Stakeholder dalam Penguatan Kapasitas Pekerja
Mandiri Sektor Informal ............................................

12. Rancangan Pelaksanaan Program Penguatan kapasitas
Pekerja Mandiri di sektor Informal melalui Institusi
Lokal Dalam Upaya Pengembangan Perlindungan
Sosial ..................................................... .........................

DAFTAR GAMBAR
Halaman

1. Faktor-Faktor yang Berpengaruh Pada Pembangunan
Sosial d m Kesejahteraan Sosial ...............................

2. Bidang-Bidang yang Terkait Dengan Pembangunan
Sosial .......................................................................
3.

Kerangka Pemikian Kajian Jaminan Sosial Berbasis
Komunitas ................................................................

4. Peta Wilayah Kelurahan Jamika .............................

5. Piramida Penduduk Berdasarkan Usia dan Jenis
Kelamin Kelurahan Jamika Tahun 2005 .................
6. Hubungan Kepemimpinan Formal d m Informal .....

7. Dua Titik Tolak Gerakan Sosial: Ketertindasan dan
Pengharapan .............................................................
8. Tipologi Kelembagaan .............................................
9. Partnership-Based Governance System

....................

DAFTAR LAMPIRAN

1. Pedoman PengumpiIan Data ..........................................
2. Pedoman Wawancara (Responden):
Bagi Pekerja Mandiri Sektor Informal
(Anggota Askesos dan Non Anggota)

...........................

3. Pedoman Wawancara Bagi Institusi Lokal
dan Pengelola Program Askesos ...................................

4. Pedoman wawancara (Informan)

5. Rencana Kerja Diskusi Kelompok

..................................

................................

6. Pedoman diskusi Kelompok Bagi Stakeholder .............

7. Rencana Kerja Pelaksanaan Perencanaan Partisipatif ...
8. Photo Dokumentasi Kegiatan Kajian Pengembangan
Masyarakat di Kelurahan Jamika ..................................

I.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Pembangunan kesejahteraan sosial merupakan upaya peningkatan kualitas
kesejahteraan sosial perorangan, keluarga, kelompok dan komunitas dalam
masyarakat yang memiliki harkat dan martabat, dirnana setiap orang mampu
mengambil peran dan menjalankan fungsinya dalam kehidupan.
Pada masa Orde Baru pemerintahan yang bersifat sentralistik sangat kuat
dalam segala aspek. Pembangunan di daerah dikendalikan oleh Pusat, sehingga
cenderung membuat pasif masyarakat di daerah dan mematikan daya kreatifitas
mereka. Namun dengan berjdannya waktu, keadaan tersebut tahap demi tahap
berubah. Desentralisasi, demokratisasi, dan akuntabilitas pemerintahan daerah
merupakan tiga kata kunci yang penting dalam perubahan tersebut dan dalam
implementasi otonomi daerah yang disahkan melalui Undang-undang Nomor 22
Tahun 1999 yang direvisi menjadi Nomor 32 Tahun 2004. Otonomi daerah
bermakna sebagai peluang yang diberikan kepada pemerintah daerah untuk
mengembangkan kualitas masyarakatnya dan berbagi tanggungjawab dengan
pemerintah pusat dalam rneningkatkan pelayanan di bidang pendidikan,
kesehatan, dan pelayanan sosial lainnya.
Hal ini rnerupakan sirnbol perubahan dalam tata pemerintahan di Indonesia
pasca Reformasi 1998. Era tersebut sebagai ruang bagi masyarakat untuk
berpartisipasi dalam menentukan arah pembangunan. Mandat dalam Undangundang No. 32 tahun 2004 tersebut menyatakan bahwa masyarakat memperoleh
kesempatan untuk mengartikulasikan aspirasinya secara leluasa ke dalam
mekanisme formal dalam sistem politik pemerintahan di tingkat daerah.
Kehidupan bermasyarakat dan bernegara rnenjadi semakin dinamis dan yang
paling penting adalah adanya pengalaman baru bagi masyarakat untuk
mengembangkan kreatifltas dan prakarsanya secara konstruktif.
Bila kita lihat amanat konstitusi Undang-Undang Dasar 1945 dimana negara
mempunyai kewajiban sesuai dengan ketentuan hukum yang tercanturn dalam
Undang-Undang Dasar Tal~un1945, khususnya Pasal 34 Ayat 1 yang berbunyi
"fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh negara", dan Pasal34 Ayat 2 yang

menyatakan "negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat
dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan
martabat kemanusiaan", maka amanat tersebut semakin relevan seiring dengan
pergeseran paradigma pembangunan Indonesia yang mengedepankan otonomi
daerah dan otonomi masyarakat.
Masalahnya

sekarang,

masyarakat

telah

ter"ninabobokanV

pada

ketergantungan pemerintah pusat, sehingga memarjinalkan peran masyarakat
lokal. Setelah termarjinalisasi akibat represi kekuasaan pusat selama tiga dekade,
masyarakat lokal mengalami kesulitan untuk mengartikulasikan otonominya
sebagai gerakan perkembangan yang mandiri
Ketika gelombang krisis yang terjadi pada pertengahan tahun 1997, ekses
yang ditimbulkannya masih sangat terasa hingga sekarang. Kondisi yang sudah
buruk tersebut semakin parah dengan ditambahnya konflik internal yang muncul

sebagai manifestasi krisis kebangsaan. Kerusakan akibat kebrutalan massa
semakin memperberat beban krisis.
Krisis yang berkepanjangan ini tak m g berimplikasi pada penurunan
derajat hidup rakyat. Pengangguran dan kemiskinan adalah akibat yang tidak
dapat dihindari. Diantara masyarakat yang paling rentan tertimpa beban krisis,
tidak lain adalah rakyat yang berpenghasilan rendah atau marginal.
Keadaan masyarakat yang semakin terpuruk, menunjukkan situasi darurat
yang segera memerlukan pertolongan.

Fenomena yang terjadi seperti ini

memerlukan "campur tangan" dari pihak yang benvenang untuk mengubah
keadaan mereka agar memiliki kehidupan yang lebih baik. "Campur tangan"
tersebut dapat berbentuk perlindungan sosial dan atau pemberdayaan.
Jaminan Sosial yang merupakan bagian dari perlindungan sosial terbagi
dalam dua bagian, yaitu bantuan sosial dan asuransi sosial. Bantuan sosial dapat
bersifat permanen dan tidak permanen, dimana yang pemanen peruntukkannya
adalah kepada orang-orang yang tidak dapat lagi diberdayakan, sedangkan yang
tidak permanen adalah untuk orang-orang yang mengalami musibah seperti
bencana alam atau bencana sosial (kerusuhan). Asuransi sosial saat ini lebih
banyak yang bersifat komersial.

Jaminan sosial merupakan komponen dalam kaitannya dengan hak-hak asasi
manusia yang berlaku universal bagi seluruh warga Negara. Tujuan utama
jaminan sosial adalah memberikan perlindungan sosial terhadap upaya
pemenuhan hak atas kebutuhan dasar. Kaidah ini menekankan bahwa, jaminan
sosial mengandung muatan normatif yang mengatur hak dari setiap warga Negara
untuk memperoleh taraf kesejahteraan sosial yang layak bagi kemanusiaan. Oleh
karena itu, jaminan sosial dapat diformulasikan secara kontekstual dalam
pembangunan kesejahteraan sosial sebagai refleksi dari pelaksanaan kewajiban
Negara terhadap warganya yang mengalami resiko sosial (social hazards).
Eksistensi jaminan sosial semakin relevan karena dalam kenyataan
menunjuWtan bahwa warga masyarakat baik perorangan, kelompok, keluarga
maupun

komunitas tertentu

seringkali mengalami ketidakpastian

yang

mengganggu atau menghambat fungsi sosialnya. Ketidakberfungsian sosial ini
mengakibatkan tidak terpenuhinya kebutuhan dasar mereka, seperti kehilangan
penghasilan ketika tidak bekerja, resiko kerja, pendidikan dasar untuk anak,
pelayanan kesehatan dasar, dan kebutuhan dasar lainnya. Dalam kondisi seperti
ini, jaminan sosial menjadi sangat penting karena merupakan landasan bagi
pemenuhan pelaksanaan hak asasi manusia (HAM), sehingga mutlak dilaksanakan
oleh pemerintah. Namun demikian bukan berarti masyarakat tidak dapat berperan
serta dalam memberikan perlindungan sosial terhadap warga masyarakat lain yang
tidak memiliki kemampuan untuk menjalankan fungsi sosialnya secara baik.
Mereka bisa memberikan perhatiannya dalam berbagai bentuk bantuan baik yang
bersifat materiil maupun non materiil.
Jurnlah penduduk Kota Bandung sebanyak 2.232.624 jiwa dengan
kepadatan rata-rata 13.346 jiwaKm2, sedangkan jumlah penduduk miskin
sebanyak 71.292 orang atau 3,193%. (jabar.bps.go.id:2005).
Berdasarkan jumlah penduduk miskin Kota Bandung yang relatif cukup
tinggi, maka perlu adanya peningkatan kualitas sumberdaya manusia. Untuk
rnencapai sumberdaya manusia yang berkualitas perlu peningkatan kemampuan
intelegensia, penguasaan teknik-teknik pekerjaan dan pembinaan perilaku. Ini
dilakukan dengan tujuan untuk menempatkan komunitas miskin tersebut pada
martabat yang lebih baik.

Untuk menunjang ha1 tersebut, maka perlu adanya pemberdayaan terhadap
komunitas. Pemberdayaan itu sendiri merupakan penciptaan suasana atau iklim
yang memungkinkan potensi masyarakat berkembang, sehingga terbentuk
komunitas yang mandiri. Di samping itu, "campur tangan" dalam bentuk
pemberdayaan juga merupakan salah satu alternatif yang penting dalam proses
pengembangan masyarakat. Tujuan pemberdayaan itu sendiii adalah untuk
meningkatkan derajat hidup masyarakat, kesejahteraan dan keseimbangan di
dalam banyak segi kehidupan baik lingkungan fisik maupun sosial.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka dalam proses pemberdayaan perlu
dilakukan kolaborasi dengan berbagai pihak yang berkepentingan (stakeholders).
Untuk itu perlu dibentuk jejaring agar proses pemberdayaan tersebut dapat
bermanfaat secara maksimal yang dirasakan oleh komunitas bersangkutan.
Pelaksanaan pemberdayaan itu sendiri tidak terlepas dari partisipasi dan
inisiatif komunitas tersebut, karena adanya prakarsa lokal akan menegakkan
konsep pembangunan yang partisipatif sekaligus memberdayakan potensi lokal.
Program pengembangan masyarakat merupakan salah satu alternatif untuk
mengubah pola hidup masyarakat miskin menjadi kehidupan yang lebih baik.
Dalam proses pengembangan masyarakat dapat dilakukan pendampingan
melalui disiplin ilmu pekerjaan sosial. Pada hakekatnya pekerjaan sosial
merupakan suatu bidang keahlian yang mempunyai tanggung jawab untuk
memperbaiki dan atau mengembangkan interaksi diantara orang dengan
lingkungan sosialnya, sehingga orang itu memiliki kemampuan untuk
menyelesaikan tugas-tugas kehidupan mereka, mengatasi kesulitan-kesulitan,
serta mewujudkan aspirasi-aspirasi dan nilai-nilai mereka.
Berdasarkan uraian di atas, maka pertanyaan pokok kajian adalah :

"Bagaimana strategi yang tepat untuk melaksanakan jaminan sosial berbasis
komunitas dalam upaya pengembangan model perlindungan sosial? "
1.2 Rumusan Masalah
Lokasi kajian yang praktikan lakukan adalah di Kelurahan Jamika
Kecamatan Bojongloa Kaler Kota Bandung. Lokasi tersebut berada di sebelah
Barat pusat Kota Bandung dan memiliki ciri komunitas yang unik akibat dari

heterogennya masyarakat setempat, tidak saja dari berbagai daerah di Indonesia
namun juga dari etnis lain, terutama etnis Cina.
Kelurahan

Jamika

merupakan

daerah

yang

menjadi

pionir

dikembangkannya mekanisme jaminan sosial melalui rintisan ujicoba program
Askesos dari Departemen Sosial RI, dimana daerah ini terpilih karena beberapa
ha1 ,yaitu :
1. Daerah terpadat di Indonesia

Penduduk Kelurahan Jamika adalah 25.461 jiwa yang terdiri dari 12.831 jiwa
laki-laki dan 12.630 jiwa perempuan, tidak sebanding dengan jurnlah luas
lahan yang hanya 54 Ha.
2. Antusias warga yang ingin ikut program Askesos dan tenaga-tenaga lapangan

yang siap merekrut nasabah.
3. Keinginan yang kuat untuk meningkatkan kesejahteraan hidupnya, sehingga

berkembang dengan baik dan akhirnya mendapat dampak yang baik pula yaitu
diadopsi menjadi kebijakan Pemerintah Daerah Tingkat Provinsi dengan
diluncurkannya dana APBD yang menyebar pada beberapa kabupatedkota
lainnya.
Kelurahan Jamika sering dijadikan tempat pencanangan program-program
pemerintah daiam memberdayakan masyarakat. Kelurahan Jamika juga telah
mengembangkan

kerjasama

dengan

berbagai

pihak

eksternal

dalam

pengembangan potensi kemasyarakatan melalui warganya yang banyak aktif di
tingkat Kecamatan maupun Pemerintah Kota, dan selalu mendapat penghargaan.
Amanat konstitusi Undang-undang Dasar 1945 yang dijabarkan lebih rinci
dalam Undang-Undang No. 6 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kesejahteraan
Sosial, Pasal 4 Ayat (I), menyatakan bahwa "usaha pembangunan di bidang
kesejahteraan sosial meliputi pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial melalui
penyelenggaraan suatu sistem jaminan sosial", dan Pasal 8 yang menyatakan
bahwa "masyarakat mempunyai kesempatan yang seluas-luasnya untuk
mengadakan

usaha

kesejahteraan

sosial

dengan

mengindahkan

garis

kebijaksanaan dan ketentuan-ketentuan sebagaimana ditetapkan dengan peraturan
perundang-undangan".

Amanat konstitusi dan Undang-undang ini semakin relevan seiring dengan
pergeseran paradigma pembangunan Indonesia yang mengedepankan otonomi
daerah dan otonomi masyarakat.
Sistem jaminan sosial seperti yang telah diamanatkan dalam konstitusi dan
Undang-undang, merupakan komponen dalam hak-hak asasi manusia yang
berlaku universal bagi seluruh warga negara, yang diarahkan untuk memberikan
perlindungan terhadap ketidakmampuan seseorang dalam situasi tertentu. Oleh
karena itu, jaminan sosial merupakan manifestasi dari hak setiap warga negara
atas taraf kesejahteraan sosial yang layak bagi kemanusiaan.
Beranjak dari amanat tersebut di atas, maka berbagai upaya atau program
perlindungan sosialljaminan sosial bagi warga negara telah dibentuk dan
dilaksanakan, namun jangkauannya belum mencakup seluruh lapisan masyarakat,
karena baru sebagian kecil saja yang dilayani, seperti Pegawai Negeri Sipil, TNI,
POLRI, dan pekerja formal yang pelaksanaannya dilakukan oleh BUMN, seperti
PT. TASPEN, PT. ASKES, Asabri, dan PT. Jamsostek, sedangkan sektor informal
sampai saat ini belum ada yang menyentuh.
Menurut Badan Pusat Statistik, tahun 2004 jumlah penduduk Indonesia
adalah sebanyak 212.003.000 jiwa. Dari jumlah penduduk tersebut, yang bekerja
di sektor informal sebanyak 40.702.603 jiwa (19%), seperti pedagang kecil,
penjual jasa (tukang ojeg, becak, kuli, dan lain-lain) serta buruh yang tidak
memiliki hubungan kerja dengan pihak lain (majikan-pekerja).
Jumlah penduduk Kota Bandung yang bekerja di sektor informal sebanyak
390.709 jiwa atau 17,5%. (jabar.bps.go.id:2005). Mereka inilah yang menjadi
prioritas sasaran program jaminan sosial (perlindungan dan pemeliharaan
kesejahteraan sosial) karena termasuk para pekerja yang beresiko kehilangan
pekerjaan dan penghasilan.
Mengingat jumlah para pekerja mandiri sektor informal yang begitu besar
dan belum terjangkau oleh badan asuransi sosial yang ada, maka Pemerintah
melalui Departemen Sosial sejak tahun 1996 telah melaksanakan ujicoba Program
Jaminan Sosial dengan kegiatan Asuransi Kesejahteraan Sosial (Askesos) bagi
para pekerja dimaksud, dengan melibatkan organisasi sosial sebagai mitra
pengelola program.

Program Askesos merupakan suatu upaya penguatan kapasitas warga
untuk dapat mengembangkan kegiatan ekonomi produktifnya secara optimal,
namun dibarengi oleh adanya bentuk perlindungan sosial yang memang
seharusnya menjadi tumpuan pemerintah. Perintisan model pemberdayaan melalui
Program Askesos dalam konteks otonomi daerah, pada dasarnya dapat dikatakan
bertujuan ganda, yaitu: pertama, melepaskan diri dari jebakan alur penghisapan
sumberdaya warga ke luar kontrolnya; dan kedua, sekaligus mencari jalan untuk
mengelola proses produksi dan konsumsi lokal yang dapat memenuhi syaratsyarat sosial dan ekologis yang tepat. Pada tingkatan awal Askesos ini lebih
merupakan penguatan kapasitas kolektif yang belum bergerak kearah aksi.
Melalui Program Askesos, persoalan pengembangan dan pemecahan
masalah dalam kegiatan ekonomi sehari-hari dibicarakan secara terprogram.
Langkah pengembangan kemampuan ini merupakan salah satu kunci untuk dapat
memberdayakan warga yang selama ini secara sadar maupun tidak berada pada
posisi dimana sumberdaya mereka ditarik ke luar wilayah kelolanya, yakni pada
kehidupan mereka yang marginal, sehingga yang diperoleh tidak dapat dinikmati
apalagi disimpan dalam bentuk tabungan ataupun dimanfaatkan untuk
kepentingan yang lebih krusial. Selama bertahun-tahun Kelurahan Jamika terkenal
dengan kepadatan penduduknya yang dimbangi dengan kumuhnya pemukiman
serta jumlah angka kemiskinan yang cukup signifikm, sehingga mengakibatkan
penurunm produkstivitas warga, khususnya pengusaha kecil yang mandiri
menjadi buruh usaha dan makin banyaknya penarik becak serta orang-orang yang
di PHK akibat krisis ekonomi tahun 1998-2000 yang lalu. Secara m u m , posisi
mereka tidak pemah beranjak dari kedudukannya yang terlalu rendah untuk dapat
menjaga keselamatan ekonomi dan kesejahteraannya.
Buruh, ibu-ibu pedagang bakulan dan pekerja mandiri sektor informal
lainnya lebih sering menjadi aktor bagi akumulasi surplus yang mereka tidak
ketahui mekanismenya tapi mereka dapat merasakan dampaknya. Hanya sebagian
kecil dari mereka yang bisa mendapatkan kembali 'tetesan surplus' melalui upah
dan margin tipis dari penjualan produk yang mereka terima. Upaya untuk
memahami mengapa secara ekonomi mereka tidak berdaya dan bagaimana
tindakan-tindakan kolektif dapat dikembangkan, akhirnya mereka bersama-sama

dengan fasilitator lokal yang dibantu oleh Yayasan Setia Budi Utama (YASBU)
serta adanya Program yang diluncurkan oleh Departemen Sosial mengembangkan
program bersama dalam Program Askesos yang dimulai pada tahun 1996. Aspek
terpenting dari program ini adalah berupaya meneguhkan kembali kedaulatan
ekonomi mereka atas sumber daya yang ada di Kelurahan Jamika dan sekitarnya
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dimmuskan masalah kajian
sebagai berikut :
1. Bagaimana karakteristik pekerja mandiri sektor informal di Kelurahan Jamika

Kota Bandung ?

2. Bagaimana hubungan pekerja mandiri sektor informal dengan berbagai
potensi lokal yang ada di wilayah Kelurahan Jamika ?
3. Bagaimana pengetahuan pekerja mandiri

sektor informal mengenai

keberadaan program janlinan sosial ?

4. Apakah faktor internal dan eksternal pekerja mandiri sektor informal dapat
mempengaruhi jalannya program jaminan sosial ?
5. Bagaimana perenacanaan program pengembangan jaminan sosial dalam upaya

pemberdayaan komunitas ?
1.3 Tujuau Kajian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan, maka tujuan umum
yang akan dicapai melalui kajian ini adalah mengkaji jaminan sosial berbasis
komunitas sebagai upaya pengembangan jenis perlindungan sosial inklusif dan
selanjutnya menyusun rencana program pengembangan jaminan sosial dimaksud
melalui pemberdayaan komunitas Kelurahan Jamika, khususnya pekerja mandiri
sektor informal.
Untuk mencapai tujuan mum tersebut, maka tujuan khusus dari kajian ini
adalah :
1. Mendeskripsikan karakteristik pekerja mandiri sektor informal di Kelurahan

Jamika Kota Bandung.
2. Menganalisis hubungan pekerja mandiri sektor informal dengan berbagai

potensi lokal yang ada di wilayah Kelurahan Jamika.

3. Memahami pengetahuan pekerja mandiri sektor informal terhadap keberadaan
program jaminan sosial.
4. Menganalisis faktor internal dan eksternal pekerja mandiri sektor informal

yang dapat mempengaruhi jalannya program jaminan sosial.

5. Merencanakan program pengembangan jaminan sosial dalam upaya
pemberdayaan komunitas.
1.4 Kegunaan Kajian
1. Kegunaan praktis, diharapkan dapat menjadi masukan model kebijakan yang

partisipatif bertumpu pada warga masyarakat, khususnya bagi instansi yang
terlibat dalam pelaksanaan jaminan sosial.
2. Kegunaan strategis, diharapkan dapat memberikan kontribusi atas penyusunan

strategi pelayanan sosial yang melibatkan banyak pihak dan bertumpu pada
kemampuan masyarakat lokal, sehingga perumusan kerangka kerja strategis
penanganan masalah-masalah sosial tetap mempertimbangkan konteks lokal
dalam perspektif pemberdayaan masyarakat.

3. Kegunaan akademis, diharapkan memperkaya referensi tentang praktekpraktek pengembangan masyarakat yang tumbuh secara partisipatif.

11. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kemiskinan daIam Perspektif Pekerjaan Sosial
Konsep kemiskinan bersifat multidimensional, oleh karena itu cara pandang
yang dipergunakan untuk memecahkan persoalan kemiskinan hendaknya juga
meliputi beberapa aspek dari kemiskinan. Menurut Tjokrowinoto dalam
Sulistiyani (2005), dilihat dari sisi poverty projle masyarakat, kemiskinan tidak
hanya menyangkut persoalan kesejahteraan (welfare) semata, tetapi juga
menyangkut persoalan kerentanan (vulnerability), ketidakberdayaan @owerless),
tertutupnya akses pada pelbagai peluang kerja, rendahnya akses terhadap pasar.
Kemiskinan itu sendiri terefleksi dalam budaya kemiskinan yang diwarisi dari
satu generasi ke generasi berikutnya.
Ketidakberdayaan secara politik tampak nyata di dalam komunitas miskin,
sehingga akses untuk ikut serta dalam proses formulasi kebijakan sulit dilakukan.
Ketakberdayaan secara sosial tampak dalam bangunan stratifikasi sosio-kulhxal
dalam masyarakat. Komunitas miskin biasanya menempati urutan paling bawah
dalam segmentasi sosial masyarakat. Dengan demikian komunitas miskin
memiliki porsi yang sangat kecil dalam proses pembangunan yang bertujuan
untuk kesejahteraan rakyat.
Kata pembangunan sudah menjadi kata bagi segala hal. Secara umum, kata
ini diartikan sebagai usaha untuk memajukan kehidupan masyarakat dan
warganya. Seringkali, kemajuan yang dimaksud, terutama adalah kemajuan
material, maka pembangunan seringkali diartikan sebagai kemajuan yang dicapai
oleh sebuah masyarakat di bidang ekonomi.
Pembangunan sosial sebagai salah satu pendekatan dalam pembangunan
seringkali dipertentangkan dengan pembangunan ekonomi. Hal ini terkait dengan
pemahaman banyak orang yang menggunakan istilah "pembangunan" yang
dikonotasikan sebagai perubahan ekonomi yang diakibatkan oleh adanya
industrialisasi (Midgley dalam Adi : 2002).
Pengertian pembangunan sosial menurut Midgley dalam Adi (2002), yaitu
sebagai: "a process ofplanned social change designed to promote the well-being

of the population as a whole inconjunction with a dynamic process of economic

development"

(suatu proses perubahan sosial yang terencana yang dirancang

untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat sebagai suatu keutuhan, dimana
pembangunan ini dilakukan untuk saling melengkapi dengan dinamika proses
pembangunan ekonomi).
Tujuan pembangunal sosial adalah pengembangan dan peningkatan
kesejahteraan masyarakat. Menurut pernyataan Adi (2002), faktor-faktor yang
mempengaruhi pembangunan sosial dan kesejahteraan sosial dapat digambarkan
dalam skema sebagai berikut :
Gambar I
Faktor-Faktor yang berpengaruh
Pada Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan Sosial
Pembangun
an Politik

an Ekonomi

piq+-lZ-t+
Pembangun

Fl+FH
Pembangun

Spiritual

Pembangun
an Spiritual

Ketujuh faktor di atas dapat berinteraksi satu dengan lainnya guna
mempengaruhi pendekatan pembangunan sosial yang dilaksanakan.

Dari skema di atas, diasumsikan dengan pengembangan pendekatan
pembangunan sosial yang dilakukan secara baik dapat juga mempengaruhi derajat
kesejahteraan suatu masyarakat. Pembangunan sosial ditempatkan pada posisi
yang penting dalam proses pembangunan kesejahteraan sosial.
Pada dasarnya, berbagai upaya pembangunan yang dilaksanakan ditujukan
untuk mengembangkan tingkat kesejahteraan masyarakat. Sehubungan dengan ha1
tersebut, Spicker dalam Adi (2002), menggambarkan usaha kesejahteraan sosial
dalam kaitan dengan kebijakan sosial, sekurang-kurangnya mencakup lima bidang
utama yang disebut dengan "bigfive", yaitu :
1. Bidang Kesehatan.

2. Bidang Pendidikan.
3. Bidang Perumahan.
4. Bidang Jaminan sosial

5. Bidang Pekejaan sosial.
Kelima bidang di atas bila dikaitkan dengan pembangunan sosial, dapat
dilihat pada skema berikut :
Gambar 2
Bidang-Bidang yang terkait dengan Pembangunan Sosial

Dari konteks ini terlihat bahwa pembangunan kesejahteraan sosial
sebenarnya tidak hanya pada bidang pekerjaan sosial, tetapi jauh lebih luas dari
itu. Jaminan sosial, kesehatan, pendidikan, perumahan dan pekerjaan sosial

merupakan kunci untuk terjadinya proses pembangunan sosial secara optimal.
Dan ini sangat terkait dengan ketujuh faktor yang telah dijelaskan sebelumnya.
Sehingga pembangunan kesejahteraan sosial diharapkan dapat memberdayakan
manusia secara utuh.
Proses pembangunan mengandung konsekuensi baik bersifat positif maupun
negatif, tergantung dari akses yang diberikan kepada masyarakat. Pembangunan
merupakan proses pengembangan masyarakat, dimana dalam masyarakat terdapat
komunitas-komunitas yang harus dipertimbangkan dengan memperhatikan unsurunsur perasaan komunitas, yaitu seperasaan, sepenanggungan, dan saling
memerlukan.
Dalam kehidupan senyatanya, banyak fenomena yang terjadi pada proses
hakikat pembangunan itu sendiri, dimana dalam kehidupan masyarakat banyak
terjadi permasalahan yang sangat kompleks. Permasalahan tersebut dapat timbul
baik ekses dari pembangunan maupun dalam proses pembangunan itu sendiri.
Sering terjadi bahwa proses dan atau dampak dari pembangunan
mengakibatkan kondisi masyarakat yang miskin. Kemiskinan itu sendiri dapat
diartikan bilamana masyarakat berada pada suatu kondisi yang serba terbatas, baik
dalam aksesibilitas pada faktor produksi, peluangkesempatan berusaha,
pendidikan, fasilitas hidup lainnya, sehingga dalain setiap aktivitas maupun usaha
menjadi sangat terbatas (Sulistiyani : 2004). Tentunya ha1 ini perlu penanganan
yang seksama, karena menyangkut hajat hidup orang perorangan maupun
masyarakat. Salah satu strategi penanggulangan kemiskinan yang sangat erat
kaitannya dengan perspektif pembangunan kesejahteraan sosial dan pekerjaan
sosial adalah perlindungan sosial, dan pembangunan masyarakat menitik beratkan
pada pemberdayaan.
Bidang pekerjaan sosial berusaha memperbaiki kehidupan manusia yang
bermasalah tersebut. Dasar-dasar filsafat pekerjaan sosial merupakan penjelmaan
dari cita-cita serta kepercayaan dan pelayanan pekerja sosial sebagai suatu
ideologi. Pekerjaan sosial adalah suatu profesi dan praktek pertolongan yang
merupakan jawaban masyarakat terhadap pemenuhan kebutuhan-kebutuhan sosial
masyarakat (Iskandar:1992).

Dalam pembangunan perlu adanya modal sosial yang terbagi dalam empat
diiensi; pertama adalah integritas, yaitu adanya keterikatan antara anggota
keluarga dan keluarga dengan tetangga sekitarnya. Kedua adalah pertalian, yaitu
adanya ikatan di luar dari komunitasnya. Ketiga adalah integritas organisasional,
yaitu kemampuan institusi negara untuk menjalankan fungsinya dan salah satunya
adalah penyelenggaraan jaminan sosial bagi warga masyarakat yang tidak mampu.
Keempat adalah sinergi, yaitu relasi antara pemimpin dan institusi pemerintah
dengan komunitas. Titik berat pada sinergi ini adalah apakah negara memberikan
ruang yang luas atau tidak bagi partisipasi warganya (Nasdian & Dharmawan :
ZOOS).

Pengembangan masyarakat berbasis komunitas, terutama komunitas yang
kurang mampu harus ditopang oleh negara dan bentuk jaminan sosial merupakan
hak setiap orang untuk mendapatkannya.
Jaminan sosial merupakan salah satu faktor yang berfungsi sebagai sistem
perlindungan dasar bagi warga masyarakat beserta keluarganya, maka jaminan
sosial pada hakikatnya merupakan bagian dari kebijakan makro di bidang
kesejahteraan sosial dan dilaksanakan berlandaskan komponen hak azasi manusia
yang berdimensi luas bagi bak dan martabat manusia. Dengan demikian, jaminan
sosial erat kaitannya dengan kewajiban negara untuk melindungi warga negaranya
sebagaimana dituangkan dalam deklarasi universal HAM PBB tanggal 10
Desember 1948.
Adalah tugas para Pekerja Sosial dan professional kemanusiaan lainnya
menguak

ketersembunyian,

membuka

keterisolasian,

serta

membangun

keberdayaan para korban pelanggaran HAM, dengan mengggugah kesadaran
mereka akan hak-haknya.
Pekerja sosial selalu bergerak dalam lima konteks, yaitu wilayah geografis,
sosial ekonomi, politik, budaya dan keimanan yang dapat dianalisis secara
masing-masing tetapi merupakan bagian dari keseluruhan yang dapat memperkuat
koherensi d m kegayutan praktek pekerja sosial serta memberikan arah kepada
aspek HAM dalam pekerjaan sosial.
Fokus pekerjaan sosial kepada kebutuhan manusia, berdasarkan keyakinan
bahwa pemenuhan kebutuhan sosial manusia dan pelayanan serta perlindungan

bagi manusia yang tidak beruntung bukan semata-mata sebagai pilihan tetapi
sebagai keadilan dasar yang wajib. Dalam kaitan ini, pekerjaan sosial sejak awal
kelahirannya berurusan, berkepentingan dan memperjuangkan perwujudan hak
mendasar manusia akan kehidupan dan keadilan sebagai asas prakteknya,
walaupun dalam orientasi kebutuhan, bukan dalam orientasi hak. Nilai-nilai dan
asas praktek pekerjaan sosial tersebut, kemudian menjadi komponen HAM.
Transisi dari orientasi pemenuhan kebutuhan kepada perwujudan periu dilakukan
karena hak-hak akan keberhakan individu manusia yang nampak yang hams
dipenuhi negara terhadap warganya.
Hak Asasi Manusia tidak dapat dipisahkan dari nilai-nilai ,etika, teori, misi
dan praktek pekerjaan sosial. Hak-hak yang berkaitan dengan kebutuhan manusia
perlu dipegang teguh dan melekat pada pertimbangan dan motivasi bagi tindakan
pekerjaan sosial.
Pekerjaan sosial di dalam usahanya untuk mencapai tujuannya, yaitu
memecahkan permasalahan sosial dan meningkatkan kemampuan orang dalam
berinteraksi dengan orang lain maupun dengan sistem sumber perlu melaksanakan
fimgsi-fimgsi sebagaimana dikemukakan oleh Pincus dan Minahan (Sukoco:
1992), yaitu :
1. Help people enhance and more effectively utilize their own problem-solving

and coping capacities (membantu orang meningkatkan dan menggunakan
kemampuannya secara efektif untuk melaksanakan tugas-tugas kehidupan dan
memecahkan masalah-masalah sosial yang mereka alami)

2. Establish initial linkages between people and resource systems (mengkaitkan
orang dengan sistem-sistem sumber)

3. Facilitate interaction and modifi and built new relationships between people

and societal resource systenzs (memberikan fasilitas interaksi dan merubah dan
membangun hubungan dengan sistem-sistem sumber sosial)
4. Facilitate interaction and modzjj and built relationships between people within

resource systems (memberikan fasilitas interaksi dan merubah dan membangun
hubungan antara orang dengan sietem-sistem sumber)
5. Contribute to the development and 7nodiJicationof societypolicy (memberikan

kontribusi untuk pembangunan dan perubahan kebijakan sosial)

6. Dispense material resource (menyalurkan sumber-sumber material)

7. Serve as agent of social control (memberikan pelayanan sebagai pelaksana
kontrol sosial).
2.2 Konsep Jaminan Sosial
Jaminan sosial dalan rangka memberikan perlindungan bagi warga
masyarakat, pertama kali dilaksanakan melalui pendekatan pertumbuhan ekonomi
namun untuk melaksanakannya diperlukan modal dan investasi yang cukup besar
dan pendekatan ini tidak dapat dirasakan langsung oleh setiap lapisan masyarakat.
Melalui beberapa tahapan perkembangan, terakhir digunakan pendekatan
kebutuhan pokok (The Basic Needs Approach) dalam usaha menjangkau dan
memecahkan masalah penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan.
Sasaran dari pendekatan ini adalah :
1. Membuka lapangan pekerjaan.

2. Meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
3. Memenuhi kebutuhan pokok masyarakat.
Kemudian pendekatan ini diperluas dengan memasukkan beberapa unsur
kebutuhan kebutuhan pokok yang bersifat non-material, yaitu : (1) Pemenuhan
kebutuhan minimal keluarga berupa gizi pangan, sandang dan pemukiman, (2)
Pelayanan umum seperti, angkutan umum, pendidikan dan kesehatan
(Kertonegoro : 1987), sehingga dapat digunakan sebagai tolok ukur kualitas
kehidupan (qziality of life) dari kelompok masyarakat yang berada di bawah garis
kemiskinan.
Strategi yang terbaru ini justru memperkuat peranan dan kebutuhan jaminan
sosial dalam pengembangan masyarakat berbasis komunitas. Jaminan sosial
merupakan bagian dari perlindungan sosial, dan jaminan sosial terbagi dalam dua
bagian, yaitu bantuan sosial dan asuransi sosial.
Secara tradisional, jaminan sosial (sosial security) didefinisikan sebagai
komponen-komponen program yang dapat memberikan jaminan atas resiko yang
dihadapi oleh kelompok warga. Komponen tersebut meliputi perlindungan
terhadap angkatan kerja (termasuk pekeja anak); asuransi sosial (termasuk
pensiun) dan jaring keselamatan sosial (termasuk dana-dana sosial) (World Bank
dikutip Thamrin ;2003).

Benda-Beckmann mengemukakan konsep m u m tentang jaminan sosial
sebagai berikut :

Social security refers to the social phenomena with which the abstmct
domain of social security is filled, efforts of individuals, groups of
individuals and organizations to overcome insecuritues relate to their
existence, that is, concerningfood and water, shelter, care andphysical and
mental health, edz~cationand income, to the extent that the contingencies are
not considered a purely individual responsibility, as well as intended and
unintended consequences of these efforts.
Jaminan sosial mengacu pada gejala-gejala sosial yang mengisi ranah
jaminan sosial yang abstrak, yaitu upaya-upaya individu, kelompokkelompok perorangan dan organisasi untuk menanggulangi ketidakpastian
yang menyangkut eksistensi mereka, yaitu yang berkenaan dengan air dan
makanan, tempat perlindungan, pemeliharaan dan kesehatan fisik serta
mental, pendapatan dan pendidikan, selama kemungkinan itu tidak dianggap
sebagai tanggungjawab perorangan semata, dan juga konsekuensikonsekuensi yang dimaksud maupun tidak dimaksud dari upaya-upaya
tersebut (Benda-Beckmann, 1994:14).
Di Indonesia, bentuk jaminan sosial yang ada sangat eksklusif, karena
ditujukan bagi sekto