PENELITIAN PENDAHULUAN HASIL DAN PEMBAHASAN

15

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. PENELITIAN PENDAHULUAN

Penelitian pendahuluan dilakukan dengan tujuan untuk mengidentifikasi dan karakterisasi awal bahan baku yang akan diproses menjadi biodiesel. Penelitian pendahuluan ini terdiri dari karakterisasi bahan baku berupa buah dan biji bintaro, proses ekstraksi dan karakterisasi minyak biji bintaro serta proses degumming dan karakterisasi minyak hasil proses degumming . Karakterisasi bahan baku dilakukan dengan menganalisis buah dan biji bintaro. Buah bintaro dilakukan analisis berupa bobot dan penampakan Tabel 6, sedangkan biji bintaro dilakukan analisis berupa kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, kadar serat dan kadar karbohidrat by different. Analisis biji bintaro dilakukan terhadap biji yang segar dan biji yang telah kering. Tabel 7 menyajikan hasil karakterisasi biji bintaro. Tabel 6. Hasil karakterisasi buah bintaro Bagian buah Hasil analisis Gambar gram Persen Kulit buah 58.05 24.08 Serat sabut 141.75 58.81 Kulit biji 20.60 8.55 Biji 20.65 8.57 Total 241.05 100 16 Tabel 7. Hasil karakterisasi biji bintaro Uji Biji Bintaro Segar Kering Kadar Air 38.36 1.44 Kadar Abu 2.32 2.54 Kadar Protein 7.22 12.66 Kadar Lemak 31.50 58.73 Kadar Serat 15.83 18.48 Kadar Karbohidrat 4.79 6.14 Berdasarkan hasil karakterisasi biji bintaro, baik biji bintaro segar maupun biji bintaro kering terlihat bahwa kadar lemak kandungan minyak biji bintaro paling besar yaitu 58.73 atau sekitar 35 dari total keseluruhan. Oleh karena itu, biji bintaro sangat prospektif untuk dimanfaatkan sebagai energi alternatif biodiesel. Biji bintaro yang digunakan sebagai bahan baku adalah biji yang sudah kering, hal ini dikarenakan kandungan air dalam biji sudah menurun akibat proses pengeringan. Air merupakan komponen yang tidak diperlukan dalam proses pembuatan biodiesel karena dapat merusak mesin diesel sehingga bahan baku yang dipergunakan haruslah bahan baku yang memiliki kandungan air terendah. Untuk mendapatkan minyak biji bintaro, maka diperlukan proses ekstraksi untuk mengeluarkan minyak dari biji bintaro. Menurut Ketaren 1986 terdapat beberapa metode ekstraksi minyak atau lemak, diantaranya metode rendering, metode ekstraksi dengan pelarut solvent extraction, metode pressing pengepresan atau kempa dan metode ekstraksi dengan menggunakan enzim. Metode yang digunakan sangat tergantung oleh bahan yang akan diekstrak. Untuk bahan yang keras dengan kandungan minyak yang relatif tinggi di atas 20 maka metode yang cocok digunakan adalah ekstraksi dengan pengepresan. Hal ini dikarenakan metode pengepresan menggunakan tekanan atau pengempaan yang memungkinkan sel-sel yang terkandung minyak akan pecah dan minyak akan keluar dari bahan. Proses ekstraksi atau proses pengeluaran minyak dari biji bintaro kering dilakukan melalui proses pengepresan dengan panas hot pressing. Pemanasan dilakukan untuk mempermudah keluarnya minyak karena dengan suhu yang lebih tinggi viskositas minyak menjadi lebih rendah encer sehingga minyak akan mudah keluar dari sel-sel biji bintaro. Proses ini dilakukan di laboratorium biodiesel, Pusat Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Bogor dengan menggunakan alat kempa hidrolik panas yang memiliki suhu sekitar 60-70 o C dan tekanan 20 ton. Sebelum dipres, biji bintaro yang telah kering digiling dengan menggunakan penggiling mekanis untuk memperluas permukaan bidang keluar minyak dari sel-sel biji bintaro. Dari hasil pengepresan, didapatkan rendemen minyak bintaro adalah 43.79 dari bobot biji kering. Rendemen tersebut masih relatif rendah dibandingkan dengan potensi yang ada yaitu mencapai 58.73 analisis dengan pelarut hexan metode solvent extraction . Rendahnya rendemen minyak biji bintaro disebabkan oleh berbagai faktor, diantaranya sifat fisis dari biji dan minyak bintaro itu sendiri. Biji bintaro memiliki gum yang cenderung tinggi sehingga menyulitkan minyak keluar dari biji. Minyak biji bintaro tergolong kental dan mempunyai sifat lengket sehingga saat dilakukan pengepresan masih terdapat minyak yang tertinggal pada bungkil dan alat kempa. Selain itu disebabkan oleh proses pengeringan biji bintaro dengan menggunakan oven yang memungkinkan minyak sudah keluar dari biji sehingga mengurangi rendemen. Kemudian penggunaan alat pengempa biji bintaro 17 yang masih sederhana berupa hydraulic press yang menggunakan tenaga manusia sehingga biji tidak tertekan seluruhnya. Untuk dapat mengeluarkan minyak biji bintaro secara maksimum, maka alat pengepres yang digunakan hendaknya berupa screw press yang menggunakan tenaga motor sebagai penggerak. Minyak biji bintaro yang didapatkan dari hasil ekstraksi dengan metode pengepresan masih berupa minyak kasar, yaitu minyak yang masih kotor dimana terdapat banyak kotoran dan senyawa pengotor dalam minyak seperti gum, lendir, fosfatida, resin, air, residu dan lain- lain. Untuk itu dilakukan proses degumming dengan larutan asam fosfat 20 sebanyak 0.3 vw. Degumming merupakan tahapan awal proses pemurnian minyak yang bertujuan untuk memisahkan minyak dari komponen pengotor minyak seperti getah atau lendir, fosfatida, protein, resin, air, residu dan asam lemak bebas. Karakterisasi minyak biji bintaro sebelum dan setelah proses degumming dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Karakteristik minyak biji bintaro sebelum dan setelah proses degumming Uji Minyak Biji Bintaro sebelum degumming setelah degumming Bilangan Asam mg KOHg 1.50 1.19 FFA 0.75 0.60 Bilangan iod g I 2 100 g 38.76 41.33 Bilangan Peroksida mg O 2 g 7.20 5.62 Bilangan Penyabunan mg KOHg 128.96 143.54 Viskositas cSt 41.00 36.31 Densitas gcm 3 0.90 0.90 Kadar Air 0.03 0.03 Rendemen 93.88 Berdasarkan hasil karakterisasi tersebut terlihat bahwa minyak biji bintaro setelah proses degumming memiliki kualitas mutu yang lebih baik lebih tinggi dibandingkan dengan minyak biji bintaro sebelum proses degumming. Hal ini dapat diketahui dari nilai kadar asam lemak bebas FFA minyak biji bintaro setelah proses degumming yang paling rendah yaitu 0.60, nilai bilangan asam yang paling rendah yaitu 1.19 mg KOHg, bilangan iod yang paling tinggi yaitu 41.33 g I 2 100 g, bilangan peroksida yang paling rendah yaitu 5.62 mg O 2 g dan nilai viskositas yang paling rendah yaitu 36.31 cSt. Karakteristik tersebut menunjukkan bahwa minyak telah mengalami proses pemurnian, dimana zat pengotor minyak seperti getahlendir, fosfatida, protein, resin, air, residu dan asam lemak bebas telah dihilangkan melalui proses degumming. Hal ini pun terlihat dari perbedaan warna antara minyak kasar sebelum proses degumming dengan minyak setelah proses degumming Gambar 6 dimana minyak setelah proses degumming memiliki warna yang lebih kuning jernih dibandingkan dengan minyak kasar sebelum proses degumming. Rendemen minyak biji bintaro setelah proses degumming adalah 93.88. 18 Minyak biji Minyak hasil proses bintaro kasar degumming Gambar 6. Minyak biji bintaro sebelum dan setelah proses degumming

4.2. PENELITIAN UTAMA