Pembahasan HASIL DAN PEMBAHASAN

3.2 Pembahasan

Ikan dengan perlakuan ekstrak purwoceng 5 gkg pakan menunjukkan rata- rata bobot testis tertinggi dengan perlakuan lainnya. Pemberian ekstrak purwoceng melalui pakan meningkatkan rata-rata bobot testis ikan uji sehingga lebih tinggi daripada ikan uji pada perlakuan kontrol. Hal ini sejalan dengan penelitian sebelumnya tentang pengujian ektrak purwoceng terhadap anak ayam jantan yang memperlihatkan adanya efek androgenik pada penggunaan akar purwoceng yaitu ditandai dengan peningkatan ukuran jengger dan ditunjang dengan adanya peningkatan bobot testis Kosin 1992; Usmiati dan Yuliani 2010. Juniarto 2004 menyatakan bahwa ekstrak purwoceng dapat meningkatkan hormon LH, FSH dan testosteron yang mempengaruhi proses spermatogenesis. Peningkatan bobot testis berhubungan dengan proses spermatogenesis Cerda et al ., 1996 dalam Affandi dan Tang, 2004. Spermatogenesis merupakan proses pembentukan sperma yang terjadi dalam tubulus semiferus yang terdapat di dalam testis hewan vertebrata. Ada lima tingkatan perkembangan testis ikan lele Clarias batrachus yang dikemukakan secara anatomi antara lain spermatogonia, spermatosit primer, spermatosit sekunder, spermatid, dan spermatozoa Chinabut at al .1991; Tucker dan Hargreaves 2004 Perlakuan purwoceng memperlihatkan peningkatan bobor testis pada ikan uji tetapi rata-rata bobot tubuh ikan uji yang diberi ekstrak purwoceng nilainya lebih rendah dibandingkan ikan pada perlakuan kontrol. Hal ini kurang sesuai dengan pernyataan Effendie 1997 bahwa pertambahan berat gonad akan diikuti oleh pertambahan berat ikan. Umumnya pertambahan berat gonad pada ikan jantan 5 sampai 10 dari berat tubuh. Ikan yang diberi perlakuan ekstrak purwoceng memiliki bobot testis yang lebih tinggi dibandingkan ikan kontrol namun rata-rata bobot tubuhnya lebih rendah dibanding kontrol. Ikan uji yang diberi ekstrak purwoceng dosis 5 gkg pakan memiliki rata-rata bobot testis tertinggi serta berbeda nyata terhadap kontrol P0,05 namun ikan uji tersebut memiliki bobot tubuh terendah yaitu sebesar 396,8±37,1 gram. Berdasarkan penelitian sebelumnya, ekstrak purwoceng dilaporkan memiliki kandungan fitosterol yang dapat di konversi menjadi hormon steroid pada hewan vertebrata khususnya mamalia yang digunakan untuk meningkatkan 11 spermatogenesis. Reseptor androgen dan estrogen pada hewan dapat mengikat fitosterol Tremblay dan Kraak 1998 sehingga dapat mempengaruhi seks rasio, gonad, dan hormonal Hewit et al. 2008. Pengikatan tersebut akibat dari adanya kemiripan struktur molekul stigmasterol, kolesterol dan testosteron. Selain itu, Zairin 2003 menyatakan bahwa struktur kimia hormon dari kelompok steroid seperti kortisol, testosteron, dan 17 α-hidroksiprogesteron sama, baik untuk mamalia maupun ikan. Hasil perhitungan persentase nilai GSI ikan menunjukkan bahwa ikan uji yang diberi ekstrak purwoceng memiliki nilai GSI yang lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol. Ikan lele pada perlakuan 5 gkg pakan memiliki nilai GSI tertinggi dibanding perlakuan lain. Hal ini berbanding lurus dengan nilai bobot testis pada perlakuan yang sama. Sedangkan berdasarkan perhitungan spermatokrit yaitu persentase padatan sperma terhadap cairan sperma juga menunjukkan perbedan yang nyata antar perlakuan. Cairan sperma adalah larutan spermatozoa yang berada dalam cairan seminal dan dihasilkan oleh hidrasi testis Hoar 1969 dalam Affandi dan Tang 2002. Menurut Affandi dan Tang 2002, campuran antara seminal plasma dengan spermatozoa disebut semen. Kadar spermatokrit dapat digunakan sebagai indikator kekentalan sperma. Jika nilai spermatokrit tinggi maka dapat disimpulkan bahwa cairan sperma tersebut bersifat kental sehingga memiliki padatan spermatozoa yang lebih banyak dibandingkan dengan cairan seminalnya. Kadar spermatokrit yang rendah menunjukkan cairan sperma tersebut memiliki kandungan padatan spermatozoa yang lebih sedikit dibandingkan dengan cairan seminalnya. Kadar spermatokrit ikan lele yang diberi perlakuan ekstrak purwoceng lebih tinggi dibandingkan ikan lele pada perlakuan kontrol. Nilai spermatokrit tertinggi terdapat pada perlakuan 2,5 gkg pakan yaitu 65,0±7,07. Hal ini menunjukkan bahwa dalam setiap 1 ml cairan sperma terdiri dari 0,65 ml padatan spermatozoa serta 0,35 ml berupa cairan seminal. Menurut Gwo et al. 1991 dalam Affandi 2002, konsentrasi spermatozoa yang tinggi dapat menghambat aktifitas spermatozoa karena berkurangnya daya gerak sehingga spermatozoa sukar menemukan atau menembus mikrofil sel telur yang mengakibatkan rendahnya fertilitas spermatozoa. Peningkatan jumlah spermatozoa seharusnya diikuti dengan 12 peningkatan volume cairan seminal sehingga spermatozoa tetap mendapatkan zat makanan yang cukup dari cairan seminal tersebut. Caropeboka 1980 meneliti pengaruh ekstrak purwoceng terhadap tikus jantan yang dikebiri. Penelitian tersebut menunjukkan adanya peningkatan aktivitas pada kelenjar prostat dan kelenjar seminalis pada tikus. Kelenjar prostat dan kelenjar seminalis berfungsi menghasilkan cairan nutrisi untuk sperma cairan seminal. Menurut Ganong 2003, cairan semen mengandung spermatozoa dan sekresi dari kelenjar vesikula seminalis, prostat serta kelenjar cowper. Gardiner dalam Nurman 1995 melaporkan bahwa semen yang encer banyak mengandung glukosa, sehingga memberikan motilitas yang lebih baik terhadap spermatozoa. Penelitian Scott dan Baynes 1980 tentang komposisi kimia semen ikan menyatakan bahwa semen yang kental dengan konsentrasi tinggi mengandung kadar potassium lebih tinggi akan menghambat pergerakan spermatozoa, sehingga motilitasnya rendah. Adanya peningkatan bobot testis, nilai GSI, dan kadar spermatokrit pada ikan uji menunjukkan peningkatan proses spermatogenesis pada ikan lele yang diberikan ekstrak purwoceng. Hal ini sesuai dengan penelitian Juniarto 2004 yang menunjukkan bahwa ekstrak purwoceng dapat meningkatkan aktifitas testis sehingga meningkatkan derajat spermatogenesis. Proses spermatogenesis dipengaruhi oleh hormon LH dan testosteron. Hasil uji farmakologis pada tikus jantan menunjukkan pemberian ekstrak purwoceng dapat meningkatkan kadar testosteron dan kadar LH. Peningkatan kadar testosteron ini disebabkan efek stimulasi ekstrak purwoceng terhadap LH dan konversi fitosterol yang ada pada ekstrak purwoceng menjadi testosteron pada jaringan hewan uji Taufiqurrahman dan Wibowo 2006. Testoteron dibentuk dari ester kolesterol di dalam sel Leydig testis, sisanya sekitar 5 dihasilkan oleh kortek adrenal di mana prekursor seperti sterol dari tanaman akan dikonversi menjadi testoteron di dalam jaringan pheripheral Graner 1996 dalam Taufiqqurrachman dan Wibowo 2006. Aktivitas androgenik testosteron adalah mempengaruhi inisiasi dan pemeliharaan spermatogenesis dalam tubuliseminiferus testis. Hormon testosteron penting untuk mengontrol sifat - sifat seks sekunder dan aktivitas kelenjar reproduksi asesori Pineda, 1989. Testosteron tidak disimpan dalam tubuh tetapi segera dipecah 13 menjadi androgen yang relatif inaktif dan diekskresikan melalui urin dan feses Turner dan Bagnara 1983. Peningkatan spermatogenesis ikan lele jantan pada penelitian ini diduga karena pengaruh senyawa yang terkandung dalam ekstrak purwoceng yang diberikan. Akar purwoceng diketahui mengandung turunan senyawa kumarin, sterol, alkaloid, saponin Caropeboka Lubis 1975 dalam Ajijah, 2009; Rostiana et al . 2003, flavonoid, glikosida dan tanin Rostiana et al. 2003, kelompok furanokumarin seperti bergapten, isobargapten dan sphondin Sidik et al. 1975 dalam Ajijah, 2009, stigmasterol Suzery et al. 2004 dalam Ajijah 2009; Rahardjo et al. 2006; Rostiana et al. 2007, sitosterol Rahardjo et al. 2006; Rostiana et al. 2007, dan vitamin E Rahardjo et al. 2006. Gunawan 2002 menyebutkan bahwa pada ekstrak purwoceng terdapat beberapa senyawa seperti stigmasterol, sitosterol, serta isoorientin. Senyawa isoorientin yang dapat menambah produksi sperma sedangkan senyawa sitosterol dan stigmasterol pada tanaman purwoceng bersifat androgenik. Pengukuran kualitas sperma seperti jumlah kepadatan sperma dan motilitas sperma tidak dapat dilakukan dalam penelitian ini. Hal tersebut disebabkan pada beberapa ikan sampel memiliki jumlah sperma sangat sedikit sehingga tidak memungkinkan dilakukan pengamatan kualitas sperma. Jumlah sperma yang sedikit terutama dimiliki oleh ikan uji sebagai kontrol yang tidak diberikan ekstrak purwoceng. Penelitian ini dilakukan di laboratorium lapangan dengan kondisi lingkungan yang tidak homogen seperti di dalam ruangan. Air hujan dan penetrasi cahaya dapat mempengaruhi kondisi air pemeliharaan pada tiap bak sehingga terjadi fluktuasi lingkungan. Menurut Affandi dan Tang 2004, beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan gonad antara lain faktor lingkungan dan hormon. Scott 1979 menyatakan bahwa faktor lingkungan yang dominan mempengaruhi perkembangan gonad adalah suhu dan makanan, selain itu periode cahaya dan musim. Hasil penelitian Buwono 1995 tentang pengaruh periode cahaya terhadap kematangan gonad ikan lele yang menunjukkan bahwa pada fotoperiode 14 jam dapat meningkatkan nilai GSI dan spermatogenesis ikan lele jantan pra dewasa. Pengaruh suhu terhadap lama spermatogenesis pada ikan 14 teleostei bervariasi dari berbagai spesies sedangkan peran pakan dalam perkembangan gonad penting untuk fungsi endokrin yang normal. Hyder dalam Scott 1979 menjelaskan bahwa bagi beberapa spesies tropik, musim penghujan atau banjir mempengaruhi perkembangan gonad. 15

IV. KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Pemberian ekstrak purwoceng yang dicampur dalam pakan menunjukkan nilai bobot testis, nilai GSI dan kadar spermatokrit ikan lele jantan yang lebih tinggi daripada kontrol.

4.2 Saran

Ekstrak purwoceng dapat diaplikasikan sebagai fitoandrogen untuk mempercepat kematangan gonad ikan, namun masih perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk menguji manfaatnya sebagai hormon perangsang proses pemijahan pada organisme budidaya. Selain itu, faktor lingkungan harus terkontrol dalam penelitian reproduksi karena merupakan variabel yang mempengaruhi proses pematangan gonad. 16