KARAKTERISTIK KOMPOSISI KIMIA TEPUNG ILES-ILES

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 KARAKTERISTIK KOMPOSISI KIMIA TEPUNG ILES-ILES

Umbi iles-iles merupakan umbi batang dengan kadar air yang tinggi. Penelitian ini menggunakan tepung iles-iles yang merupakan hasil dari penghancuran chips kering umbi dan lolos ayakan 40 mesh. Hasil uji proksimat tepung iles-iles disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Komposisi kimia tepung iles-iles Amorphophallus oncophyllus Komponen Tepung iles-iles bk Air Abu Protein Lemak Serat kasar Karbohidrat by difference 8.34 bb 12.22 8.65 1.45 8.85 77.68 11.10 bb 3.36 3.29 0.04 3.08 95.64 Glukomanan Pati 28.35 34.44 23.10 - Selulosa Hemiselulosa Lignin 8.04 13.93 5.00 - - - Nurjanah 2010 Pada Tabel 3, terlihat bahwa karbohidrat merupakan komponen utama penyusun tepung iles- iles yaitu sebesar 77.68 bk. Hal ini juga didukung oleh Zahid dan Siregar 1991 yang menyebutkan bahwa iles-iles dapat dijadikan sebagai sumber karbohidrat karena kandungan karbohidratnya hingga 85. Karbohidrat pada tepung iles-iles terdiri atas pati, serat dan glukomanan. Glukomanan merupakan komponen karbohidrat yang paling penting dalam iles-iles. Menurut Erniati dan Laksamanahardja 1994, kadar glukomanan pada umbi iles-iles segar berkisar antara 44 – 46 tergantung dari varietas tanaman iles-iles tersebut. Salah satu jenis iles-iles yang mempunyai kadar glukomanan tinggi adalah iles-iles kuning Amorphophallus oncophyllus yaitu sekitar 55 – 65 dari total padatan. Selain itu, jenis lain yang juga mengandung glukomanan dalam jumlah yang cukup tinggi adalah iles-iles putih yaitu sekitar 10 – 15 dari total padatan Gumbira Sa’id dan Rahayu 2009. Sumarwoto 2004 juga menyebutkan bahwa umur panen dapat mempengaruhi tinggi rendahnya kadar glukomanan pada umbi iles-iles, dimana umur umbi 6, 17 dan 24 bulan akan menghasilkan kadar glukomanan berturut-turut sebesar 37.99, 47.34 dan 48.54. Pengukuran kadar glukomanan dilakukan dengan mengekstraksi tepung glukomanan dari tepung iles-iles dengan pengkristalan kembali menggunakan larutan etanol 95 Murtinah 1977. Dengan metode tersebut, didapatkan kadar glukomanan pada tepung iles-iles sebesar 28.35 bk. Kadar glukomanan pada tepung iles-iles ini lebih tinggi dibandingkan dengan kadar glukomanan yang didapatkan oleh Nurjanah 2010 yaitu 23.10 bk. Perbedaan kadar glukomanan pada tepung iles- iles dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut, antara lain perlakuan pendahuluan bentuk 17 pengirisan, umur panen, bagian-bagian yang digiling, alat yang digunakan, kecepatan putaran alat penggiling dan ulangan waktu penggilingan Arifin 2001. Komponen karbohidrat lain, selain glukomanan adalah pati. Pati dalam tepung iles-iles terikat secara fisik dengan sel-sel manan yang merupakan komponen utama dalam umbi. Pati tersebut menyelimuti semua permukaan sel-sel manan dan tidak dapat dihilangkan jika masih dalam bentuk umbi iles-iles. Oleh karena itu, umbi iles-iles perlu diolah menjadi tepung terlebih dahulu sebelum dimurnikan dengan enzim. Kadar pati merupakan salah satu kriteria mutu untuk tepung, baik sebagai bahan pangan maupun non-pangan. Kadar pati yang didapatkan dalam tepung iles-iles pada penelitian ini sebesar 34.44 bk. Menurut Ambarwati dan Murti 2001, kandungan glukomanan umbi berkorelasi positif sangat nyata terhadap kandungan pati. Hal tersebut berarti meningkatnya kandungan glukomanan akan berpengaruh terhadap kandungan pati, dimana semakin tinggi kandungan glukomanan akan selalu diikuti dengan bertambah tingginya kandungan pati umbi. Selain glukomanan dan pati, serat juga merupakan bagian dari karbohidrat. Dari pengujian serat kasar, didapatkan data serat kasar tepung iles-iles sebesar 8.85 bk. Kadar serat tepung iles- iles ini juga lebih besar dibandingkan kadar serat pada penelitian Nurjanah 2010 yaitu 3.08 bk. Hal tersebut disebabkan oleh kadar serat tepung dan pati dipengaruhi oleh umur panen umbi segarnya. Jika kadar pati pada umbi telah mencapai optimum, maka selanjutnya pati pada umbi akan terus turun secara perlahan dan mulai terjadi perubahan pati menjadi serat Wahid et al. 1992. Komponen serat terdiri atas selulosa, hemiselulosa dan sedikit lignin. Berdasarkan hasil analisa dengan menggunakan pereaksi ADF dan NDF, didapatkan kadar selulosa, hemiselulosa dan lignin dalam bahan berturut-turut 8.04, 13.93 dan 5. Dari data tersebut, terlihat bahwa kadar hemiselulosa pada bahan lebih tinggi dibandingkan dengan selulosanya. Tingginya kadar hemiselulosa ini diduga karena umbi iles-iles memiliki kadar glukomanan yang cukup tinggi. Hasil analisis tersebut juga didukung oleh hasil penelitian Kusmiyati 2009, dimana kandungan hemiselulosa pada umbi iles-iles kering lebih tinggi dibandingkan dengan kadar selulosanya Selain kadar selulosa dan hemiselulosa, kadar lignin yang terdapat pada tepung iles-iles juga cukup tinggi. Begitu juga dengan kadar lignin umbi iles-iles kering yang didapatkan oleh Kusmiyati 2009. Tingginya kandungan lignin tersebut diduga akibat tidak dilakukannya proses pengupasan kulit umbi pada pembuatan tepung iles-iles. Selain itu, waktu atau umur panen juga dapat mempengaruhi kandungan bahan pada umbi. Jika panen dilakukan terlalu awal, maka kadar pati dalam umbi masih rendah. Jika panen dilakukan melebihi umur panen, maka kandungan lignin pada iles-iles akan meningkat dan kandungan patinya akan menurun Djuwardi 2008. Namun berdasarkan data analisis serat kasar dan komponennya, ternyata total persentasi selulosa, hemiselulosa dan lignin 26.97 tidak sama dengan persentase serat kasar 8.85, bahkan lebih besar. Ketidaksesuaian yang terjadi pada kedua hasil analisis ini disebabkan oleh larutnya hemiselulosa oleh asam sulfat pada pengujian kadar serat kasar. Hal ini juga disampaikan oleh Sitorus 2010 yang menyebutkan bahwa hemiselulosa relatif mudah dihidrolisis oleh asam menjadi komponen-komponen monomernya. Selain itu Suparjo 2010 menambahkan, serat kasar terutama mengandung selulosa dan hanya sebagian lignin, sehingga nilai ADF yang didapatkan lebih kurang 30 lebih tinggi dibandingkan serat kasar pada bahan yang sama. Selain karbohidrat, komponen proksimat lain yang juga terdapat dalam tepung iles-iles antara lain kadar air. Kadar air dalam bahan pangan sangat mempengaruhi kualitas dan daya simpan dari bahan pangan tersebut. Kadar air bahan pangan yang tinggi dapat menyebabkan beberapa kerusakan 18 antara lain pertumbuhan mikroba, reaksi pencoklatan dan hidrolisis lemak deMan 1997. Oleh karena itu, penentuan kadar air dari suatu bahan pangan sangat penting agar dalam proses pengolahan maupun pendistribusian mendapat penanganan yang tepat. Daya simpan suatu bahan dapat diperpanjang dengan menghilangkan sebagian air dalam bahan hingga mencapai kadar air tertentu. Batas kadar air minimum dimana mikroorganisme masih dapat tumbuh adalah sekitar 14 – 15 Fardiaz 1989. Oleh karena itu, pengubahan umbi iles-iles menjadi tepung merupakan salah satu cara untuk mengurangi kadar air bahan sampai mencapai batas tertentu sehingga pertumbuhan mikroorganisme dan aktivitas enzim penyebab kerusakan pada tepung iles-iles ataupun tepung glukomanan dapat dihambat. Berdasarkan hasil analisis, kadar air tepung iles-iles yang menjadi bahan baku pada penelitian ini adalah 8.34 bb. Jika dibandingkan dengan kadar air pada penelitian sebelumnya, kadar air tersebut lebih rendah dibandingkan hasil penelitian Nurjanah 2010 yaitu 11.10 bb. Kedua hasil analisis kadar air pada tepung iles-iles tersebut telah mencapai kadar air antara 8 sampai 12 dan diperkirakan sudah dapat menghambat pertumbuhan jasad renik dan aktivitas enzim Arifin 2001. Sekitar 96 bahan makanan, terdiri dari zat organik dan air, sementara sisanya terdiri dari unsur-unsur mineral yang merupakan zat anorganik. Dalam proses pembakaran, zat organik dalam bahan akan terbakar tetapi zat anorganiknya tidak sehingga disebut abu. Oleh karena itu, penentuan kadar abu berhubungan erat dengan kandungan mineral yang terdapat dalam suatu bahan. Menurut Syaefullah 1990, kandungan mineral yang dominan pada umbi iles-iles kuning adalah Ca, P, Fe, Na dan K. Berdasarkan hasil analisis kadar abu pada tepung iles-iles, didapatkan kadar abu yang cukup tinggi yaitu sebesar 12.22 bk. Kadar abu pada tepung iles-iles ini lebih tinggi dibandingkan kadar abu hasil analisis Nurjanah 2010 yaitu 3.36 bk. Tingginya kadar abu pada tepung iles-iles diduga akibat proses pengolahan umbi yang kurang baik, seperti proses pencucian umbi yang kurang bersih, kulit umbi yang tidak dikupas terlebih dahulu, kontaminasi dari peralatan dan tempat pengolahan yang kotor serta air yang digunakan. Selain itu, kadar abu juga dipengaruhi oleh kondisi tempat tumbuh umbi tersebut, dimana umbi iles-iles yang berasal dari tempat tumbuh yang berbeda akan menghasilkan karakteristik yang berbeda pula. Hal tersebut juga dikemukakan oleh Soebito 1988 yang mengatakan bahwa secara kuantitatif, kandungan mineral yang diperoleh dapat berasal dari umbi segar, penggunaan pupuk dan juga kontaminasi tanah dan udara selama pengolahan. Selain kadar air dan abu, dilakukan juga analisis terhadap protein kasar dalam bahan. Protein sendiri berarti senyawa organik kompleks berbobot molekul tinggi yang merupakan polimer dari monomer-monomer asam amino yang dihubungkan satu sama lain dengan ikatan peptida. Bobot molekul protein bervariasi antara 5,000 sampai jutaan. Molekul protein mengandung karbon, hidrogen, oksigen, nitrogen dan kadang kala sulfur serta fosfor yang tidak dimiliki oleh lemak dan karbohidrat Anonim 2011. Berdasarkan hasil yang didapatkan, protein kasar pada tepung iles-iles adalah 8.65 bk. Jika dibandingkan dengan penelitian sebelumnya yaitu 3.29 bk, protein kasar pada tepung iles-iles ini ternyata cukup tinggi. Adapun perbedaan kadar protein yang cukup jauh dapat disebabkan oleh asal umbi maupun metode pembuatan tepung iles-iles yang berbeda. Selain itu,metode Kjeldahl menganalisis kadar protein secara tidak langsung karena yang dianalisis dengan cara ini adalah kadar nitrogennya. Akibatnya, semua senyawa bukan protein yang juga mengandung nitrogen akan ikut 19 terbaca. Oleh karena itu, penggunaan pupuk tanaman yang mengandung nitrogen seperti urea juga bisa menjadi penyebab tingginya kadar protein tersebut. Komponen proksimat terakhir yang juga dianalisa pada tepung iles-iles adalah lemak kasar. Lemak merupakan sekelompok besar molekul-molekul alam yang terdiri atas unsur-unsur karbon, hidrogen dan oksigen meliputi asam lemak, sterol, monogliserida, digliserida, fosfolipid, glikolipid, terpenoid termasuk di dalamnya getah dan steroid dan lain-lain. Lemak terdapat hampir pada semua jenis bahan pangan, tetapi dengan kandungan yang berbeda-beda tergantung dari sumber bahan pangan tersebut. Lemak dalam bahan pangan biasanya berpengaruh pada perubahan mutu selama penyimpanan, dimana kerusakan lemak dapat menurunkan nilai gizi serta menyebabkan penyimpangan rasa dan bau. Berdasarkan analisis kadar lemak kasar, didapatkan hasil bahwa lemak yang terdapat pada tepung iles-iles ini cukup tinggi yaitu sebesar 1.45 bk. Kadar lemak ini juga lebih tinggi jika dibandingkan dengan hasil penelitian Nurjanah 2010 yang hanya 0.04 bk. Tingginya kadar lemak ini diduga disebabkan oleh tingginya zat-zat yang terlarut dalam lemak seperti sterol, phospholipid, asam lemak bebas, pigmen karotenoid atau klorofil. Kadar lemak yang terlampau tinggi kurang menguntungkan dalam proses penyimpanan tepung karena dapat mempengaruhi ketengikan. Biasanya lemak dalam tepung akan mempengaruhi sifat amilografinya dimana lemak akan berikatan kompleks dengan amilosa yang membentuk heliks pada saat gelatinisasi pati sehingga menghambat keluarnya amilosa dari granula pati. Selain itu, sebagian besar lemak akan diabsorbsi oleh permukaan granula sehingga berbentuk lapisan lemak yang bersifat hidrofobik di sekeliling granula. Lapisan lemak tersebut akan menghambat pengikatan air oleh granula pati. Hal ini menyebabkan kekentalan dan kelekatan pati berkurang akibat jumlah air berkurang untuk terjadinya pengembangan granula pati Collison 1968.

4.2 PENENTUAN AKTIVITAS DAN KONDISI KERJA ENZIM