Konvensi Perubahan Iklim TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konvensi Perubahan Iklim

Perubahan iklim adalah berubahnya kondisi fisik atmosfer bumi antara lain suhu dan distribusi curah hujan yang membawa dampak luas terhadap berbagai sektor kehidupan manusia. Perubahan fisik ini tidak hanya terjadi sesaat. tetapi dalam kurun waktu yang cukup panjang. Perubahan ini terjadi karena adanya perubahan komposisi kimia gas-gas yang terdapat di atmosfer. yang disebut sebagai gas rumah kaca Kementerian l.ingkungan hidup 2001 Gas Rumah Kaca GRK adalah gas-gas yang mempunyai kemampuan menyerap radiasi gelombang panjang dan memancarkan lagi ke permukaan bumi dalam bentuk energi panas. Dalam konteks isu perubahan iklim konvensi maka yang dimaksud dengan GRK adalah yang diakibatkan oleh manusia. Salah satu gas rumah kaca yang memberikan kontribusi terbesar terhadap efek rumah kaca adalah CO 2 karena tingkat emisinya yang sangat tinggi. Gas CO 2 menyumbang 50 dari efek rumah kaca. Sumber CO 2 yang dilepaskan ke atmosfer terutama berasal dari kegiatan manusia yaitu penggunaan bahan bakar fosil dan perubahan penggunaan lahan atau deforestasi. Jumlah yang lebih kecil berasal dari hasil proses industri Sobar 2004. Isu perubahan iklim pertama kali dibicarakan dalam agenda politik pada pertengahan decade 1980. Berdasarkan laporan pertama Intergovernmental Panel on Climate Change IPCC bahwa terjadi perubahan iklim yang menunjukkan adanya dampak negatif terhadap semua aspek kehidupan manusia. Oleh karena itu, Perserikatan Bangsa-Bangsa dalam pertemuan umum tahun 1990 meluncurkan Kerangka Kerja Konvensi perubahan Iklim United Nation Framework Convention on Climate Change , UNFCCC dan membentuk Komite Negoisasi Antar Negara Intergovernmental Negotiating Committee, INC Kementerian Lingkungan Hidup 2001. Konvensi Perubahan Iklim telah berlaku dan mengikat secara hukum sejak tanggal 21 maret 1994 setelah diratifikasi lebih dari 50 negara. Tujuan utamanya adalah untuk menstabilkan konsentrasi GRK di atmosfer pada tingkat yang tidak membahayakan sistem iklim. Tingkat konsentrasi tersebut harus dicapai dalam kurun waktu tertentu agar ekosistem dapat beradaptasi secara alamiah, produksi pangan tidak terancam dan tercapainya pembangunan berkelanjutan. Indonesia telah meratifikasi Konvensi tersebut dengan Undang-Undang No.6 tahun 1994 Kementerian Lingkungan Hidup 2001. Dalam rangka pelaksanaan komitmen tersebut pada Konferensi Para Pihak Conference of The PartiesCOP ketiga di Kyoto disepakati adanya aturan pelaksanaan yang dikenal dengan Protokol Kyoto. Protokol Kyoto memberikan 3 mekanisme penurunan emisi kepada Negara Annex B yaitu Joint Implementation JI, Clean Development Mechanism CDM dan Emission Trading ET