IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Numerical Weather Prediction NWP
Atmosfer sebagai suatu sistem mungkin terlihat sangat rumit karena banyak proses dan
komponen yang terlibat di dalamnya, namun sistem tersebut tetap merupakan suatu
keteraturan. Terdapat dua jenis model atmosfer, yaitu model statistik dan model
dinamik. Model statistik menghitung kondisi atmosfer berdasarkan perilaku dari data-data
sebelumnya sejarah. Sedangkan, model dinamik menggunakan sejumlah persamaan
fisika untuk menggambarkan keadaan dan proses-proses
dalam atmosfer
yang diselesaikan dalam grid ruang dan waktu.
Model-model seperti
ini dapat
menggambarkan dinamika atmosfer, tetapi bergantung pada penyederhanaan, kondisi
awal initial value problem dan asimilasi data untuk mengatasi sistem atmosfer yang bersifat
chaotic. Seluruh proses yang terjadi dalam suatu
sistem atmosfer
tidak selalu
digambarkan dengan baik oleh suatu model, sehingga
dalam pemanfaatannya
perlu dilakukan
interpretasi ulang
dan memperhatikan faktor-faktor regional yang
dapat mempengaruhi dinamika cuaca. Model NWP yang digunakan dalam
penelitian ini merupakan model Global Data Assimilation System GDAS produk The
National Weather Services NWS, National Centers for Environmental Prediction NCEP
milik
Amerika Serikat USA. GDAS
dijalankan empat kali dalam sehari yaitu pada pukul 00, 06, 12 dan 18 UTC. Keluaran dari
model ini digunakan untuk waktu analisis dan prediksi 3, 6 dan 9 jam. GDAS1 merupakan
model skala global dengan waktu prediksi tiap 3 jam dengan ukuran grid satu derajat lintang-
bujur.
4.2 Kinerja Model NWP yang Digunakan
Kinerja model NWP yang digunakan dalam penelitian ini dilihat dengan adanya
peninjauan terhadap pola diurnal dari
berbagai variabel yang mampu mencirikan kondisi atmosfer yang selalu mengalami
perubahan dinamika selama satu siklus harian diurnal. Perubahan variabel yang
terjadi
kemudian dianalisis
dengan mempertimbangkan pola yang sesuai dengan
kondisi yang logis yang seharusnya terjadi, misalnya kapan waktu terjadinya suhu udara
maksimum atau minimum, dan kelembaban maksimum atau minimum.
Variabel yang akan ditinjau adalah variabel yang memiliki dinamika yang cukup
signifikan dalam satu siklus harian, yaitu suhu udara dan kelembaban udara. Berikut ini
Gambar 6 merupakan gambaran pola suhu rata-rata diurnal bulan Februari tahun 2008 di
seluruh wilayah kajian serta perbandingannya antar mandatory layer lapisan.
Gambar 6 Pola suhu rata-rata diurnal bulan Februari tahun 2008 untuk lima wilayah kajian
Ahrens 2009 menjelaskan bahwa suhu maksimum
terjadi pada
waktu yang
bervariasi. Jika setelah tengah hari kondisi langit cerah tak berawan, suhu maksimum
kemungkinan terjadi antara pukul 15.00 hingga 17.00. Sedangkan, jika setelah tengah
hari kondisi langit berawan, suhu maksimum biasanya terjadi satu atau dua jam lebih awal.
Hal ini digambarkan dengan cukup baik oleh model
NWP GDAS1,
seperti yang
ditunjukkan pada
Gambar 6.
Secara keseluruhan, nilai suhu maksimum pada
lapisan 1000 hPa T0 di lima wilayah kajian terjadi pada pukul 13.00 WS dan suhu
minimum terjadi pada pukul 04.00 WS. Sedangkan, pada mandatory layer 850 T8,
700 T7, dan 500 hPa T5 menunjukkan pola suhu rata-rata diurnal yang konstan terhadap
waktu. Hal ini memperlihatkan adanya pengaruh
karakteristik permukaan
bumi surface forcing terhadap pola diurnal suhu
dekat permukaan.
Suhu udara
dekat permukaan dipengaruhi oleh gradien suhu dan
perpindahan panas dari permukaan. Parameter selanjutnya, kelembaban relatif
RH, merupakan parameter yang biasa digunakan untuk menggambarkan kelembaban
moisture di atmosfer. Besaran nilai RH dinyatakan
dalam persen
tidak mengindikasikan jumlah aktual uap air di
udara, melainkan menggambarkan seberapa dekat udara untuk menjadi jenuh. Kelembaban
relatif merupakan rasio antara jumlah uap air di udara dengan jumlah maksimum uap air
yang dibutuhkan untuk menjenuhkan udara tersebut pada suhu dan tekanan yang sama
Ahrens 2009. Dengan kata lain, kelembaban relatif merupakan rasio kandungan uap air
suatu parsel udara terhadap kapasitas udara tersebut dalam menampung jumlah uap air
maksimum.
Pola diurnal RH rata-rata bulan Februari tahun 2008 untuk masing-masing wilayah
kajian memiliki pola yang berkebalikan dengan suhu diurnal. Secara umum, RH pada
lapisan 1000 hPa rh0 bernilai minimum pada kisaran waktu siang hari, di mana nilai
minimum tersebut terjadi pada pukul 13.00 WS, kecuali untuk wilayah kajian Palu terjadi
pada pukul 11.00 WS Gambar 7.
Gambar 7 Pola RH rata-rata diurnal bulan Februari tahun 2008 untuk lima wilayah kajian
Hal ini menunjukkan bahwa keluaran model NWP untuk variabel RH memiliki pola
yang sesuai dengan kondisi seharusnya. Informasi lain yang bisa didapatkan dari
grafik tersebut adalah adanya perbedaan pola kelembaban antar lapisan. Pola diurnal rh0
sama dengan pola RH 500 hPa rh5 yang memiliki nilai minimum saat siang hari. Pola
diurnal rh8 secara umum berkebalikan dengan pola rh0 di mana pola rh8 memiliki nilai
maksimum saat siang hari. Sedangkan, pola diurnal rh7 tidak memiliki pola yang seragam
untuk semua wilayah kajian.
4.3 Reduksi Data Kajian