I Gusti Ngoerah dkk 1981 dalam “Arsitektur tradisional Bali” Danang Rudarin 1994 dalam tesis : “Pintu gerbang Kraton Yogyakarta”, Altman mengacu pada analis Raglan 1964 dalam Irwin Ahwan dan Martin
- istirahat Dari penelitian ini terlihat aspek nilai fungsional dari suatu pintu gerbang
regol.
2. Ikaputra 1996 dalam: “A Study on The Contemporary Utilization of Javanese Urban Heritage and Its Effect on History” memberikan pengertian
regol adalah pintu gerbang dengan atau tanpa atap padurekso. Umum terdapat empat ruang dipisahkan oleh dinding dalam 2 pasangan. Sepasang
diluar dalem dan sepasang dihalaman dalem. Tiap pasang dipisahkan oleh jalan masuk melalui pintu besar. Tiap ruang batasi pagar setinggi 70-90 inci,
kadang perbedaan batas lantai dengan muka tanah halaman berupa perbedaanselisih ketinggian. Karena pintu masuk merupakan titik lemah
maka diadakan penjagaan caos, memfungsikan regol dan ruang regol juga berfungsi sebagai ruang tunggu. Penampilan ornamen atau estetika
dimaksudkan sebagai landmark lingkungan yang tidak saja menarik perhatian orang lewat tetapi juga menggugah rasajiwa. Variasi bentuk atap regol adalah
variasi bentuk atap rumah jawa. Dari penelitian ini terlihat aspek fungsi, pola dan estetika sebagai fungsi
penanda terhadap lingkungannya.
3. Darsiti Soeratman 1989: 43: 207; 215 dalam : “kehidupan dunia Kraton Surakarta 1830-1939” memberikan pengertian kori adalah ‘kromoinggil’ dari
“lawang”, regol adalah pintu halaman depan pada rumah tradisional jawa dengan atap diatasnya dan gapura yang disamakan Candi Bentar.
Darsiti mengungkapkan aspek ‘style’ dan setting’ dari kori dan regol, melalui ciri-ciri pintu, halamn, rumah, atap dan parameter ; depan rumah jawa.