Gambaran Umum United Nation – REDD+ Programme di Indonesia

3.4 Gambaran Umum United Nation – REDD+ Programme di Indonesia

Pada konvensi perubahan iklim di Nusa Dua Bali pada tahun 2007, delegasi Indonesia meluncurkan program Reducing Emissions From Deforestation in Developing Countries, sebagai salah satu upaya menanggulangi pemanasan global. Indonesia melalui Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup meluncurkan program REDD+ dan usulan REDD+ ini akan dibawa dalam perundingan tingkat tinggi konferensi perubahan iklim yang dihadiri sejumlah kepala negara pada 12 – 14 Desember 2007 (Muhi, 2011 : 10).

Indonesia merupakan negara dengan luas hutan tropika terbesar ketiga, dimana luas hutan ini mencapai kurang lebih 60% dari luas daratannya. Akan

tetapi, berdasarkan citra satelit yang dikeluarkan oleh pemerintah, diperkirakan bahwa antara tahun 2003 sampai 2006, luas hutan Indonesia mengalami deforestasi dan degradasi rata – rata sebesar 1,17 juta Ha per tahun. Deforestasi dan degradasi hutan yang terjadi telah menyebabkan hilangnya keanekaragaman hayati yang ada di Indonesia dan juga kontribusi secara nyata terhadap perubahan iklim. Di level global, sekitar 17% emisi gas rumah kaca berasal dari kegiatan degradasi hutan dan deforestasi, sedangkan di Indonesia, sebagian besar emisi gas rumah kaca berhubungan dengan degradasi lahan, penggunaan lahan yang tidak tepat dan konversi lahan (http://www.dephut.go.id/uploads/files/6.UN-REDD_Factsheet_0.pdf. Diakses tanggal 4 Desember 2015).

Sebagai salah satu negara yang ikut meratifikasi UNFCCC (United Nation Framework Convention on Climate Change) dan telah mengesahkan konvensi tersebut dengan Undang – Undang Nomor 6 Tahun 1994, Indonesia wajib melakukan upaya untuk mengatasi perubahan iklim. Salah satu upaya tersebut yaitu dengan mengakomodir penyelenggara REDD+ di Indonesia. REDD+ sendiri adalah sebuah mekanisme yang bertujuan untuk mewujudkan perlindungan dan pengelolaan terhadap kelestarian hutan dengan cara memberikan insentif bagi negara – negara berkembang atas kontribusinya dalam mengusahakan segala upaya untuk melawan perubahan iklim. Program REDD+ ini dimaksudkan untuk menjadikan hutan lebih berharga untuk dipertahankan keberadaannya dari pada ditebang untuk keperluan lainnya. Hal tersebut direalisasikan dengan menciptakan suatu nilai finansial terhadap Sebagai salah satu negara yang ikut meratifikasi UNFCCC (United Nation Framework Convention on Climate Change) dan telah mengesahkan konvensi tersebut dengan Undang – Undang Nomor 6 Tahun 1994, Indonesia wajib melakukan upaya untuk mengatasi perubahan iklim. Salah satu upaya tersebut yaitu dengan mengakomodir penyelenggara REDD+ di Indonesia. REDD+ sendiri adalah sebuah mekanisme yang bertujuan untuk mewujudkan perlindungan dan pengelolaan terhadap kelestarian hutan dengan cara memberikan insentif bagi negara – negara berkembang atas kontribusinya dalam mengusahakan segala upaya untuk melawan perubahan iklim. Program REDD+ ini dimaksudkan untuk menjadikan hutan lebih berharga untuk dipertahankan keberadaannya dari pada ditebang untuk keperluan lainnya. Hal tersebut direalisasikan dengan menciptakan suatu nilai finansial terhadap

Kedepannya, Skema ini akan membantu menurunkan tingkat kemiskinan dan mencapai pertumbuhan ekonomi berkelanjutan khususnya bagi Indonesia. Penerapan program REDD+ mengutamakan keterlibatan para pemangku kepentingan serta mempertimbangkan suara dari masyarakat, penduduk asli dan komunitas tradisional untuk memastikan hak mereka yang tinggal di dalam dan sekitar hutan akan terjamin. Selain itu, strategi REDD+ di Indonesia bertujuan untuk mengatur sumber daya alam secara berkelanjutan sebagai aset nasional demi kesejahteraan bangsa, yang mana tujuan tersebut dapat dicapai dengan mengembangkan lima area fungsional, yakni: pembangunan institusi dan proses yang menjamin peningkatan tata kelola hutan dan lahan gambut, pengkajian ulang dan peningkatan kerangka peraturan, meluncurkan program strategis untuk manajemen lanskap, mengubah paradigma lama dan melibatkan pemangku kepentingan utama secara bersamaan (Wicaksono dan Yurista, 2013 : 3 – 4).

Tujuan dari program United Nations – REDD di Indonesia adalah untuk membantu pemerintah Indonesia dalam mengembangkan dan mengorganisir suatu arsitektur REDD+ yang adil, setara, dan transparan, termasuk di dalamnya untuk mencapai kesiapan menyambut REDD (REDD – Readiness ). Tujuan ini hanya dapat dipenuhi melalui suatu kerjasama yang Tujuan dari program United Nations – REDD di Indonesia adalah untuk membantu pemerintah Indonesia dalam mengembangkan dan mengorganisir suatu arsitektur REDD+ yang adil, setara, dan transparan, termasuk di dalamnya untuk mencapai kesiapan menyambut REDD (REDD – Readiness ). Tujuan ini hanya dapat dipenuhi melalui suatu kerjasama yang

Program ini juga ditentukan untuk menyediakan suatu contoh yang berhasil dalam menentukan suatu Referensi Level Emisi (reference emission level ), suatu sistem pengukuran, pelaporan dan verikasi (measuring, reporting and verification system ) dan sistem pembayaran yang adil pada level profinsi dengan berdasarkan atas arsitektur REDD+ nasional. Sehubungan dengan adanya sistem desentralisasi pemerintahan di Indonesia, pembangunan kapasitas menjadi hal yang utama dalam penerapan REDD+ di pemerintahan desentralisasi khususnya di level kabupaten. Kegiatan ini mencakup juga pemberdayaan para pihak yang ada di ddaerah sehingga mereka nantinya akan dapat memperoleh manfaat dari arsitektur REDD+.

Berdasarkan tugas tersebut, Satgas (satuan tugas) REDD+ diharapkan mampu mewujudkan adanya penanganan implementasi program REDD+ yang terpadu dan serasi. Pelaksanaan program REDD+ sangat penting dalam rangka mitigasi perubahan iklim di Indonesia. Oleh karena pelaksanaannya berpotensi untuk mempertahankan keberadaan paparan hutan yang ada di Indonesia. Selayaknya diketahui oleh masyarakat umum bahwa keberadaan hutan memberikan banyak manfaat, diantaranya mengurangi semakin bertambahnya Berdasarkan tugas tersebut, Satgas (satuan tugas) REDD+ diharapkan mampu mewujudkan adanya penanganan implementasi program REDD+ yang terpadu dan serasi. Pelaksanaan program REDD+ sangat penting dalam rangka mitigasi perubahan iklim di Indonesia. Oleh karena pelaksanaannya berpotensi untuk mempertahankan keberadaan paparan hutan yang ada di Indonesia. Selayaknya diketahui oleh masyarakat umum bahwa keberadaan hutan memberikan banyak manfaat, diantaranya mengurangi semakin bertambahnya

3.4.1 Letter of Intent Indonesia – Norwegia

Tujuan dan fokus kemitraan ini adalah untuk berkontribusi terhadap pengurangan emisi gas rumah kaca yang signifikan dari deforestasi, degradasi hutan dan konversi lahan gambut, melalui :

a. Melakukan dialog mengenai kebijakan perubahan iklim internasional, khususnya kebijakan internasional mengenai REDD+.

b. Berkolaborasi dan memberikan dukungan dalam pengembangan dan implementasi strategi REDD+ Indonesia.

Dengan pendekatan umum dan prinsip – prinsip dalam kerjasama, para peserta berniat untuk :

a. Memastikan bahwa kemitraan ini akan didasarkan pada UNFCCC dan kemitraan global REDD+ dan bahwa tidak ada satupun hal dalam kemitraan ini yang bertentangan atau akan bertentangan dengan hal – hal tersebut.

b. Memberikan kesempatan partisipasi penuh dan efektif kepada semua pemangku kepentingan terkait, termasuk penduduk asli, komunitas setempat dan masyarakat sipil, b. Memberikan kesempatan partisipasi penuh dan efektif kepada semua pemangku kepentingan terkait, termasuk penduduk asli, komunitas setempat dan masyarakat sipil,

c. Mengupayakan peningkatan pendanaan, tindakan hasil secara proporsional dan progesif sejalan dengan waktu, berdasarkan prinsip kontribusi untuk hasil.

d. Sepenuhnya transparan dalam hal pendanaan, tindakan dan hasil.

e. Memastikan adanya koordinasi dengan semua inisiatif REDD+ lainnya, termasuk UN-REDD Programme, Forest Carbon Partnership Facility, Forest Investment Program dan inisiatif REDD+ lainnya yang bersifat multilateral yang dilaksanakan di Indonesia.

f. Berupaya untuk memastikan keberlanjutan ekonomi, sosial dan lingkungan serta integrasi usaha – usaha REDD+ kedua negara (diolah dari Letter of Intent antara Pemerintah Kerajaan Norwegia dan Pemerintah Republik Indonesia. https://www.google.co.id/url?q=http://burung.org/index,ph p%3Foption%3Dcom_docman%26task. Diakses tanggal 10 Desember 2015).

Kemitraan akan dilakukan dalam tiga fase. Sasarannya adalah untuk melaksanakan kedua fase pertama dalam masa 3 – 4 tahun, dimana dalam fase pertama adalah fase persiapan. Pada fase ini, akan

diambil langka – langka persiapan utama untuk implementasi strategi REDD+ Indonesia, mencakup; menyelesaikan strategi REDD+ nasional yang juga menangani semua pemicu utama emisi hutan dan lahan gambut, mengembangkan strategi dan membentuk kerangka kerja awal suatu lembaga independen untuk sistem pemantauan nasional, pelaporan dan verifikasi emisi gas rumah kaca hasil manusia yang terkait hutan dan lahan gambut menurut sumber – sumber dan hilangnya tempat penyimpanan stok karbon hutan dan perubahan area hutan alam serta menyalurkan sumber daya finansial hanya untuk implementasi REDD+ di Indonesia.

Pada fase kedua yang dimulai ada tahun 2011 sampai pada akhir tahun 2013. Pada fase ini, upaya Indonesia dan dukungan Norwegia berfokus pada :

a. Pengembangan kapasitas nasional, pengembangan dan implementasi kebijakan serta reformasi dan penegakan hukum;

b. Satu atau lebih kegiatan uji coba REDD+ berskala penuh di tingkat Provinsi.

Sasaran fase ini adalah menjadikan Indonesia siap untuk fase pengurangan emisi berdasarkan kontribusi yang diverifikasi serta memprakarsai tindakan mitigasi berskala besar.

Dana yang dialokasikan untuk fase pertama akan disediakan oleh Norwegia atas dasar pencapaian yang disalurkan melalui Dana yang dialokasikan untuk fase pertama akan disediakan oleh Norwegia atas dasar pencapaian yang disalurkan melalui

Fase ketiga, pengurangan emisi berdasarkan kontribusi yang diverifikasi. Keinginan bersama kedua belah pihak adalah untuk memulai fase ketiga pada tahun 2014, berdasarkan pengurangan emisi tahun 2013. Pada fase ini, mekanisme pengurangan emisi berdasarkan kontribusi yang diverifikasi akan diimplementasikan, mencakup :

a. Indonesia menerima kontribusi tahunan atas pengurangan emisi nasional yang diverifikasi secara independen menurut tingkat acuan UNFCCC (atau tingkat acuan yang ditentukan oleh Indonesia dengan mitranya berdasarkan janji pengurangan emisi dan panduan meteorologi UNFCCC (4/CP 15), sesuai dengan keputusan – keputusan terkait konferensi para pihak, bila tingkat acuan UNFCCC untuk Indonesia belum ditetapkan).

b. Norwegia (dan kemungkinan juga mitra – mitra lain yang tergabung dalam kemitraan ini) menyalurkan kontribusi finansial ke instrument fnansial sebagaimana diuraikan dalam fase pertama (diolah dari Surat Peryataan Kehendak LoI antara Pemerintah Kerajaan Norwegia dengan Pemerintah Republik Indonesia).

3.4.2 Perangkat Hukum REDD+ di Indonesia

Terdapat tiga peraturan yang telah ditetapkan oleh Kementrian Kehutanan yang langsung berhubungan dengan REDD, yaitu :

1. Peraturan Menteri Kehutanan (Permenhut) No. 68/Menhut- II/2008 tentang Penyelenggaraan Demonstration Activities Pengurangan Emisi Karbon dari Defeorstasi dan Degradasi Hutan (REDD).

2. Peraturan Menteri Kehutanan (Permenhut) No. 30/Menhut- II/2009 tentang Tata Cara Pengurangan Emisi dari Deforestasi dan Degradasi Hutan (REDD).

3. Peraturan menteri Kehutanan (Permenhut) No. 36/Menhut- II/2009 tentang Tata Cara Perizinan Usaha Pemanfaatan Penyerapan dan/atau Penyimpanan Karbon Pada Hutan Produksi dan Hutan Lindung (Nurtjahjawilasa, Duryat, dkk. 2013 : 32).

Sementara itu, Peratutan Menteri Kehutanan No. 36 merupakan peraturan mengenai (PJL) Pemanfaatan Jasa Lingkungan berupa penyerapan karbon (corbon sequestration) dan peyimpanan karbon (carbon sink). Konsep PJL itu sendiri sudah dirumuskan dalam berbagai peraturan perundang – undangan baik secara langsung maupun tidak. Beberapa contoh peraturan tentang pemanfaatan jasa lingkungan bisa dilihat sebagai berikut : Sementara itu, Peratutan Menteri Kehutanan No. 36 merupakan peraturan mengenai (PJL) Pemanfaatan Jasa Lingkungan berupa penyerapan karbon (corbon sequestration) dan peyimpanan karbon (carbon sink). Konsep PJL itu sendiri sudah dirumuskan dalam berbagai peraturan perundang – undangan baik secara langsung maupun tidak. Beberapa contoh peraturan tentang pemanfaatan jasa lingkungan bisa dilihat sebagai berikut :

b. UU No. 41 tahun 1999, tentang Kehutanan Pasal 26 ayat 1 : pemanfaatan hutan lindung dapat berupa pemanfaatan kawasan, pemanfaatan jasa lingkungan dan pemungutan hasil hutan bukan kayu.

c. PP No. 6 tahun 2007, tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan Perencanaan Hutan Serta Pemanfaatan Hutan Pasal 1 angka 6 : pemanfaatan jasa lingkungan adalah kegiatan untuk memanfaatkan potensi jasa lingkungan dengan tidak merusak lingkungan dan mengurangi fungsi utamanya (Nurtjahjawilasa, Duryat, dkk. 2013 : 31).

3.4.3 Kontribusi Pendanaan Norwegia

Sesuai dengan kesepakatan kedua negara bahwa Norwegia berkehendak untuk menyalurkan dana untuk upaya – upaya REDD+ di Indonesia sebesar satu miliar Dolar Amerika Serikat. Kontribusi tersebut tergantung dari pembentukan mekanisme finansial sebagaimana diuraikan dan disetujui oleh para pihak, dan juga tingkat

– tingkat pencapaian yang memadai sebagaimana yang dikehendaki dalam LoI tersebut. Rincian syarat dan ketentuan untuk mendukung

hal tersebut tersebut akan ditetapkan dalam persetujuan kontribusi yang dibuat Norwegia dengan pengelola dana, jumlah pendanaan tahunan yang konkret tergantung pada alokasi parlemen Norwegia (diolah dari Letter of Intent Indonesia – Norwegia).

Dana tersebut didistribusikan dalam kurun waktu 7 hingga 8 tahun kedepan berdasarkan pengurangan emisi gas rumah kaca yang telah terverifikasi. Dana bantuan ini akan disalurkan berdasarkan kinerja dalam upaya pengurangan emisi yang aktual, dan dalam kaitannya dengan perubahan kebijakan dan reformasi kelembagaan yang diperlukan. Dimana setiap tahun, kelompok – kelompok pengkaji dari pihak ketiga yang independen akan melakukan verifikasi hasil – hasil tersebut dan melaporkannya kepada komite konsultasi bersama (Joint Consultation Committe) (http://www.reddplus.go.id/tentang- redd/kemitraan. Diakses tanggal 05 November 2015).

Satu isu utama lain dari REDD+ adalah benefit sharingyaitu bagaimana menciptakan skema pembagian manfaat sebagaimana yang sudah diberlakukan dalam ‘pembayaran untuk jasa lingkungan’ atau ‘(PES) payments for environmentalservice’ bertingkat ganda (internasional dan nasional), seperti diilustrasikan pada gambar berikut :

Gambar 3.2 Konsep Skema Pembayaran Jasa Lingkungan Bertingkat

Ganda Untuk REDD+.

Tingkat Bantuana Dana

Pasar Karbon

Dana Global

Internasional Luar Negeri

Skema Internasio nal REDD+

Pendanaan REDD

Pengurangan Emisi

Tingkat Dana REDD

Lain – Lain

Badan REDD

Nasional Pengurangan Emisi

Nasional

Nasional

Skema Nasional Pendanaan REDD

Pengurangan Emisi

REDD plus Tingkat

Pengguna Lahan

Masyarakat

Pemerintah Daerah

Sub Nasional

(sumber : www.nature.or.id/publikasi/laporan-dan.../modul-konsep-

redd.pdf. Diakses tanggal 26 Januari 2016) Di tingkat internasional, pembeli jasa akan membayar secara sukarela ataupun wajib kepada penyedia jasa (pemerintah atau badan – badan sub-nasional di negara berkembang) untuk jasa lingkungan (pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan), atau kegiatan yang dapat memberikan jasa tersebut (reformasi tenurial untuk penegakan hukum). Di tingkat negara, pemerintah nasional atau lembaga perantara lain (pembeli jasa) akan membayar pemerintah sub- redd.pdf. Diakses tanggal 26 Januari 2016) Di tingkat internasional, pembeli jasa akan membayar secara sukarela ataupun wajib kepada penyedia jasa (pemerintah atau badan – badan sub-nasional di negara berkembang) untuk jasa lingkungan (pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan), atau kegiatan yang dapat memberikan jasa tersebut (reformasi tenurial untuk penegakan hukum). Di tingkat negara, pemerintah nasional atau lembaga perantara lain (pembeli jasa) akan membayar pemerintah sub-

Strategi REDD nasional disamping (Payments for Environmental Service ) akan menyertakan serangkaian kebijakan seperti reformasi tenurial, pengelolaan kawasan hutan lindung yang lebih efektif dan kebijakan yang mengurangi ketergantungan pada hasil hutan dan lahan hutan. Salah satu keuntungan menggunakan pendektan nasional adalah kebijakan tersebut dapat memperoleh kredit bila terbukti mengurangi emisi (Nurtjahjawilasa, Duryat, Dkk. 2013 : 14).