DAMPAK KEBIJAKAN OTONOMI DAERAH TERHADAP SEKTOR PERTANIAN
Dampak Negatif Kebijakan Otonomi Daerah terhadap Sektor Pertanian
Sektor pertanian yang dalam para- digma pembangunan daerah merupakan prime over untuk meningkatkan pendapatan petani dan masyarakat, perlu mendapat perhatian, utamanya dalam distribusi komoditas per- tanian. Sentra produksi pertanian yang umum- nya jauh dari pasar menyebabkan produk pertanian harus melintasi antar wilayah (kabupaten, provinsi, dan antarpulau) untuk bisa sampai ke pasar dan dalam rangka otonomi daerah, berbagai daerah yang dilintasi produk pertanian tersebut telah membuat berbagai peraturan dan pungutan yang berhubungan dengan distribusi produk yang melintasi daerahnya untuk meningkatkan PAD. Peraturan dan pungutan yang tumpang-tindih dapat mengakibatkan biaya perdagangan
produk pertanian menjadi lebih tinggi, sehing-
ga konsumen harus membayar lebih mahal, sedangkan produsen tetap menerima harga yang rendah (SMERU, 2001).
Salah satu fokus kebijakan otonomi daerah adalah meningkatkan PAD melalui setiap sumber dan peluang yang memung- kinkan, seperti melalui pajak, restribusi, serta pungutan lainnya di semua sektor. Restribusi- restribusi dan pajak dapat menjadi andalan pemerintah daerah untuk meraup PAD dengan banyak dan cepat, namun dapat menjadi penghambat perkembangan sektor pertanian. Para pedagang produk pertanian menganggap bahwa berbagai macam restribusi tersebut akan menyebabkan ekonomi biaya tinggi dan menghambat perdagangan hasil pertanian, dan pada gilirannya pembangunan pertanian di daerah menjadi terpinggirkan (Mayrowani et al., 2003; Mayrowani, 2006). Bagi pemerintah daerah yang berkomitmen mengangkat poten- si sektor pertaniannya, hasil pungutan-pungut- an yang berupa retribusi oleh pemerintah daerah ini mungkin saja ditransfer kepada produsen dan konsumen atau dikembalikan dalam bentuk investasi publik di sektor pertanian, sehingga pada gilirannya akan mengurangi biaya transpor dan memperlancar distribusi produk pertanian. (Montgomery et al., 2000).
Masalah perdagangan semakin kom- pleks dengan adanya kebijakan otonomi daerah karena deregulasi untuk meningkatkan pendapatan petani yang terdistorsi oleh berbagai kebijakan pemerintah daerah atau oleh kepentingan pribadi legislator yang mengatas namakan berbagai kebijakan, serta praktek
pemerasan terselubung melalui peraturan daerah (Kompas, 14 Agustus 2003). Hal tersebut sejalan dengan pernyataan Bagnasco (1990), yakni ada struktur keter- kaitan yang relatif stabil antara ekonomi formal, ekonomi informal, dan ekonomi terse- lubung. Permasalahannya adalah bagaimana mencari keseimbangan untuk memperoleh hasil yang saling menguntungkan bagi semua pihak. Setelah Indonesia mengikatkan diri pada kesepakatan internasional WTO dan AFTA, telah terjadi berbagai kegagalan pasar. Otonomi daerah yang didasari pertimbangan yang bersifat non-ekonomi, seperti politik dan rente, menyebabkan pasar akan semakin pemerasan terselubung melalui peraturan daerah (Kompas, 14 Agustus 2003). Hal tersebut sejalan dengan pernyataan Bagnasco (1990), yakni ada struktur keter- kaitan yang relatif stabil antara ekonomi formal, ekonomi informal, dan ekonomi terse- lubung. Permasalahannya adalah bagaimana mencari keseimbangan untuk memperoleh hasil yang saling menguntungkan bagi semua pihak. Setelah Indonesia mengikatkan diri pada kesepakatan internasional WTO dan AFTA, telah terjadi berbagai kegagalan pasar. Otonomi daerah yang didasari pertimbangan yang bersifat non-ekonomi, seperti politik dan rente, menyebabkan pasar akan semakin
dikembangkan sehingga efisien (KPPOD, 2002b).
produsen
perlu
produsen akses terhadap informasi pasar Pungutan
untuk menghindari penggeseran beban pu- cenderung makin marak pada era OTDA. Ada
ngutan oleh pedagang. Perbaikan infrastruktur kesan kuat bahwa Pemda sengaja meng-
jalan dan angkutan perlu mendapat perhatian gunakan momentum OTDA untuk memperkuat
agar mekanisme pasar dapat bekerja dengan basis keuangannya dengan berbagai cara.
baik.
Banyak pihak yang menyayangkan kebijakan Permasalahan lain dalam kebijakan pungutan hanya berorientasi pada memungut
otonomi daerah di sektor pertanian adalah sebanyak-banyaknya tanpa mempertimbang-
penyuluhan pertanian. Penyuluhan pertanian kan dampak distortif yang ditimbulkan. Hal ini
mempunyai peranan penting dalam pem- akan menimbulkan dampak negatif terhadap
bangunan pertanian di perdesaan. Sistem perkembangan perdagangan komoditas per-
penyuluhan pertanian bila dirumuskan dan tanian di daerah. Kecenderungan dampak dari
dijalankan dengan baik, diperkirakan dapat kebijakan OTDA ini terhadap perdagangan
kesejahteraan masyarakat hasil pertanian adalah : 1) meningkatkan biaya
meningkatkan
petani. Pemberlakuan Undang-Undang No. 16 distribusi; 2) menekan harga yang diterima
Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Per- produsen; dan 3) menekan daya saing daerah
tanian, Perikanan, dan Kehutanan mempunyai dan komoditi ekspor (Mayrowani et al., 2003).
kekuatan hukum bagi kegiatan penyuluhan Perda-perda yang mengatur perdagangan
dalam memberikan dukungan bagi keberha- hasil pertanian dalam era OTDA sangat
silan pembangunan pertanian di perdesaan sedikit, yang terkena peraturan ini umumnya
(Indraningsih et al, 2011). Sesuai dengan pedagang/pengusaha besar. Tumpang-tindih
kebijakan otonomi daerah, kewenangan di dan tidak konsistennya pungutan antar wilayah
bidang penyuluhan pertanian sejak tahun 2001 dalam pengangkutan hasil pertanian meng-
dilimpahkan kepada pemerintah daerah agar akibatkan biaya perdagangan meningkat.
daerah mampu meningkatkan kinerja penyu- Keadaan ini akan menekan harga yang
luhan pertanian. Sejalan dengan pelaksanaan diterima petani. Ekonomi biaya tinggi ini lama-
otonomi daerah, otoritas penyuluhan pertanian kelamaan akan menekan daya saing daerah
juga telah didelegasikan dari Pemerintah dan komoditas ekspor.
Pusat kepada Pemerintah Daerah tingkat Hambatan-hambatan dalam perdaga-
kabupaten. Meskipun masih perlu didukung ngan hasil pertanian adalah: (a) ketidak-
dengan data-data empiris, kecenderungan seimbangan penawaran
umum menunjukkan bahwa kebijakan Peme- antara produsen/ petani dengan konsumen
dan
permintaan
rintah Daerah beberapa tahun terakhir kurang berskala besar; (b) restrukturisasi kelemba-
mendukung terhadap kegiatan terkait penyu- gaan Pemda akibat implementasi kebijakan
luhan pertanian sehingga kinerja penyuluhan OTDA menurunkan kualitas pembinaan ter-
pertanian menurun (Akhmadi, 2004). hadap komoditas pertanian; (c) kebijakan
Otonomi daerah tidak memberikan ekonomi global; dan (d) iklim usaha yang
pengaruh yang positif bagi perbaikan kualitas kurang kondusif untuk berinvestasi yang
penyuluh dan penyuluhan, petani kurang ditimbulkan
dilibatkan dalam perencanaan program penyu- OTDA.
oleh implementasi
kebijakan
luhan sehingga antusiasme untuk mengikuti Pembenahan dan pemantapan kebi-
kegiatan penyuluhan menurun dan pelaksana- jakan OTDA perlu dilakukan dengan sistimatik
an program penyuluhan bersifat jalan ditempat dan
karena tidak ada penjelasan yang memadai perbaikan/pengaturan baik substansi maupun
koordinasi antar
wilayah.
Perlu
bagi tugas serta fungsi penyuluh dan formula untuk menghindarkan penafsiran yang
penyuluhan. Seperti telah diuraikan terdahulu, berbeda dalam pelaksanaan ekonomi di
banyak kasus dibubarkannya lembaga khusus lapangan.
yang melayani penyuluhan pertanian di dilaksanakan secara utuh, tidak dikaitkan
kabupaten. Sebagian kecil tidak berubah, dengan kebijakan-kebijakan lain, seperti politik
sebagian berganti kelembagaan dengan kewe- dan sebagainya. Informasi pasar di pusat
nangan yang lebih sempit, sebagian ber-
PEMBANGUNAN PERTANIAN PADA ERA OTONOMI DAERAH : KEBIJAKAN DAN IMPLEMENTASI Henny Mayrowani PEMBANGUNAN PERTANIAN PADA ERA OTONOMI DAERAH : KEBIJAKAN DAN IMPLEMENTASI Henny Mayrowani
persepsi petani dengan kepemilikan kecil Beberapa
merasa telah ditinggalkan oleh pihak yang dialihfungsikan menjadi staf struktural bahkan
berkompeten dalam pertanian. Petani merasa dipindah ke dinas yang tidak terkait dengan
bahwa petugas pertanian tidak lagi mem- pertanian. Pembangunan pertanian dan sistem
bantunya dalam menemukan penyelesaian penyuluhan pertanian yang tidak efektif
masalah-masalah yang muncul secara praktis berdampak pada ketidakmampuan untuk me-
sebagaimana dulu dilakukan ketika revolusi ningkatkan produktifitas komoditas pertanian.
hijau.
Kinerja dan aktivitas penyuluhan per- Di berbagai negara penyuluhan per- tanian yang menurun antara lain disebabkan
tanian telah dianggap memberikan kesuk- oleh: perbedaan persepsi antara pemerintah
sesan dalam pembangunan pertanian, banyak pusat dengan daerah dan antara eksekutif
pihak mengkritisi kinerja public extension dengan legislatif terhadap arti penting dan
service. Institusi tersebut dikritisi karena peran penyuluhan pertanian, keterbatasan
kurang efisien, kurang efektif dan pentargetan anggaran untuk penyuluhan pertanian dari
lemah. World Bank (2002) melalui evaluasi pemerintah daerah, ketersediaan materi infor-
pada proyek-proyek penyuluhan mengindikasi- masi pertanian terbatas, penurunan kapasitas
kan bahwa penyuluhan belum memenuhi dan kemampuan managerial dari penyuluh
orientasi dan kepentingan client, kapasitas serta penyuluh pertanian kurang aktif untuk
sumberdaya manusia dan komitmen peme- mengunjungi
Beberapa masalah yang kunjungan lebih banyak dikaitkan dengan
dihadapi kadangkala berupa external factors proyek. Subejo (2002) mengindikasikan bahwa
lemahnya komitmen politik dan transformasi penyuluhan pertanian sedang
seperti
ketergantungan pada complementary policies. berlangsung di berbagai negara. Perubahan
Salah satu alternatif yang dapat dilakukan terjadi pada organisasi, sistem penugasan,
sebagai bagian dari reformasi institusi untuk dan praktek sistem penyuluhan pertanian dan
meningkatkan pelayanan penyuluhan adalah perdesaan. Tantangan untuk mengintrodusir
penyuluhan (privatization of suatu sistem institusi baru yang lebih sesuai
privatisasi
extension). Dalam implementasi privatisasi menjadi pertimbangan dalam mereformasi
penyuluhan pertanian di India, salah satu sistem penyuluhan pertanian. Jika hal tersebut
keunggulan penyuluhan sektor private adalah dikesampingkan maka system pelayanan
penyediaan akses pada dua sisi yaitu pasar penyuluhan akan menjadi suatu yang usang
input dan output yang dikombinasikan dengan dan ketinggalan. Disentralisasi dipandang
bimbingan dan konsultasi yang tepat waktu penting karena membuka ruang partisipasi
(Sulaiman dan Suresh, 2005). yang lebih luas bagi masyarakat dalam me-
Salah satu alternatif yang dapat mantau kebijakan pemerintah, dan diharapkan
dilakukan untuk meningkatkan pelayanan dapat mendukung dan meningkatkan kinerja
penyuluhan pada era otonomi daerah ini penyuluhan pertanian.
adalah privatisasi penyuluhan seperti dikemu- Kebijakan otonomi daerah terkait
kakan oleh World Bank (2002). Argumentasi penyuluhan pertanian memberikan dampak
privatisasi penyuluhan negatif. Mawardi
tentang
perlunya
(2004) mengidentifikasi menurut Rivera (1997) yaitu: (1) pelayanan beberapa kendala penyuluhan pertanian era
dan penyampaian lebih efisien, (2) menu- otonomi daerah: (1) adanya perbedaan
runkan anggaran belanja pemerintah, dan pandangan birokrasi dan DPRD terhadap
pelayanan dengan kualitas tinggi. Kidd et al. peran penyuluhan pertanian dalam pemba-
(2000) menyatakan umumnya sektor private ngunan pertanian, (2) kecilnya alokasi ang-
terbebas dari sistem administratif/birokrasi dan garan pemerintah daerah untuk kegiatan
hambatan kepentingan politik. Hal ini meng- penyuluhan pertanian, (3) ketersediaan dan
implikasikan suatu kemampuan yang cukup dukungan informasi pertanian sangat terbatas,
pada sektor private untuk mengalokasikan (4) makin merosotnya kemampuan manajerial
sumberdaya dengan lebih efisien. Namun penyuluh. Penelitian World Bank di beberapa
demikian, privatisasi juga memiliki potensi
FORUM PENELITIAN AGRO EKONOMI, Volume 30 No. 1, Juli 2012 : 31 - 47 FORUM PENELITIAN AGRO EKONOMI, Volume 30 No. 1, Juli 2012 : 31 - 47
spesifik lokasi (unik). Di beberapa kabupaten, sama karena keberagaman agency dan
para perencana dan pembuat kebijakan kesulitan berkoordinasi dengan kelompok luar
berhasil mengidentifikasikan potensi produksi dan departemen pemerintah. Agen penyu-
padi organik dan mengimplementasikan ber- luhan pertanian swasta akan lebih berorientasi
bagai kebijakan yang membantu petani. Kasus pada komersialisasi dan kurang bertanggung-
ini membuktikan bahwa peluang Pemerintah jawab terhadap arah kebijakan yang dibuat
Daerah di era otonomi daerah untuk mengem- pemerintah. Namun, berkaitan dengan isu
bangkan pertanian daerah adalah sangat demokratisasi dan privatisasi penyuluhan
besar.
pertanian, bagaimanaupun juga peran agen/
kebijakan pertanian penyuluh pemerintah tetap penting. Kidd et al.
Implementasi
daerah di kebanyakan kabupaten di Indonesia, (2000) menyatakan bahwa capacity building
masih dalam tahap pengembangan. Terdapat pada penyuluh pertanian baik spesialis
juga ketidak sesuaian dalam implementasi maupun penyuluh lapangan akan tetap
kebijakan antara Pemerintah Pusat dan menjadi investasi yang penting bagi sektor
Pemerintah Daerah, dan jumlah Pemda yang public.
mengimplementasikannya masih sangat ter- batas. Pelaksanaan otonomi daerah yang secara teori sangat berpotensi memberdaya-
PENUTUP
kan inisiatif lokal harusnya lebih berpihak pada petani
perdesaan sehingga Setelah kebijakan disentralisasi mulai
dan warga
pendukung kebangkitan dilaksanakan pada tahun 2001,
program-program
petani perlu mendapat prioritas dan perlu kabupaten terus meningkat, hingga saat ini di
jumlah
segera diwujudkan. Pertanian yang telah Indonesia terdapat 387 kabupaten. Meningkat-
terbukti memberikan lapangan kerja, meng- nya jumlah kabupaten harus diantisipasi
hasilkan pangan, mendatangkan devisa serta dengan menghasilkan implementasi kebijakan
lingkungan, perlu yang sesuai dengan kondisi dan kebutuhan
menjaga
kelestarian
mendapat perhatian yang layak dan konsisten. daerah secara spesifik. Disisi lain, dengan
Layanan jasa penyuluhan pertanian seharus- makin mengecilnya wilayah kabupaten akibat
nya mampu menunjukkan akan manfaat pemekaran, beberapa Pemerintah Daerah
program kepada pemerintah daerah dengan kehilangan berbagai sumber pendapatan dan
menunjukan dampak positif yang akan di- sumberdaya
peroleh dengan adanya aktivitas penyuluhan, administrasi daerah.
namun kecenderungan umum menunjukkan bahwa kebijakan pemerintah daerah beberapa
Perda mengenai pertanian yang di- tahun terakhir kurang mendukung terhadap implementasikan setelah disentralisasi, lebih
kegiatan terkait penyuluhan pertanian sehing- dari setengahnya adalah mengenai pajak
ga kinerja penyuluhan pertanian menurun. daerah dan retribusi yang dapat meningkatkan
pendapatan Pemerintah Daerah. Walaupun Berdasarkan uraian diatas, beberapa kebijakan disentralisasi memberikan efek
alternatif kebijakan untuk pengembangan negatif terhadap sektor pertanian dengan
pertanian daerah dibawah sistem disentralisasi meningkatnya biaya pemasaran dan perma-
dapat disampaikan sebagai berikut: (1) salahan penyuluhan pertanian, namun usaha
Melakukan pengawasan yang baik terhadap Pemerintah Daerah untuk meningkatkan pen-
implementasi kebijakan pajak, agar iklim dapatan daerah telah membuat kondisi
investasi dan stabilitas keuangan Pemerintah keuangan Pemda stabil.
Daerah
sama-sama berkembang dengan baik; (2) Mengidentifikasi wilayah
dapat
Kontribusi Pemda terhadap pemba- pengembangan pertanian yang potensial ngunan pertanian daerah, dengan meningkat-
berdasarkan pemahaman kondisi lokal dan nya pendapatan dan kebebasan dalam
strategi pengembangan mengimplementasikan kebijakannya, memper-
memformulasikan
pertanian yang sepenuhnya menggunakan lihatkan bahwa Pemerintah Daerah dapat
potensi wilayah tersebut; (3) Memaksimalkan mengembangkan perekonomiannya dengan
efisiensi implementasi kebijakan. Jika sumber mengembangkan pertanian, yang berbasis
PEMBANGUNAN PERTANIAN PADA ERA OTONOMI DAERAH : KEBIJAKAN DAN IMPLEMENTASI Henny Mayrowani PEMBANGUNAN PERTANIAN PADA ERA OTONOMI DAERAH : KEBIJAKAN DAN IMPLEMENTASI Henny Mayrowani
Otonomi Daerah. Laporan Penelitian. memasukkan sumberdaya kedalam beberapa
adalah formulasi
program
dengan
Puslitbang Sosek Pertanian, Bogor model kasus dimana petani sekitarnya dapat
Montgomery, R., S. Sumarto, S. Mawardi, S. belajar
Usman, N. Toyamah. 2000. Deregulation Menyelaraskan kebijakan Pemerintah Pusat
dari kasus
of Indonesia’s Interregional Agricultural dan Pemerintah Daerah.
Trade. SMERU, Jakarta. Mubyarto dan Santosa, A. 2003. Pembangunan
Pertanian Berkelanjutan (Kritik terhadap
DAFTAR PUSTAKA
Paradigma Agribisnis), Available from URL:
http://www.Ekonomirakyat.org/edisi 15 /artikel_7.htm, Accessed July 24, 2010. Akhmadi, N, 2004, Pelaksanaan Otonomi Daerah, SMERU Newsletter, Desember 2004,
Mulyaningsih, A. 2010. Analisis Pendapatan ( www.smeru.or.id/newslet/2004/ed12/2004
Usahatani Padi Organik Metode SRI /200412spotlight.html ).
(System of Rice Intensification); Studi Kasus
Desa Cipeuyeum, Kecamatan Bagnasco, A. 1990. ‘The Informal Economy’, The
Haurwangi, Kabupaten Cianjur, Propinsi Journal
Jawa Barat. Skripsi. IPB. Association 38 (3), pp. 19-20.
of International
Sociological
Pranadji, T. 2011. Pertanian dalam Perspektif Darmawan, D.P. 2010. Kebijakan Pemerintah yang
Pembangunan Daerah. Mempengaruhi Daya Saing dan Efisiensi
Perencanaan
Makalah Seminar Pusat Sosial Ekonomi Sistem Komoditas Pertanian, Orasi Ilmiah
dan Kebijakan Pertanian. 8 Agustus 2011. Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap dalam Bidang Ekonomi Pertanian pada
Rachman, B., H. Mayrowani, A. Iswariyadi, D.H. Fakultas Pertanian Universitas Udayana,
Azahari, V. Darwis dan A.M. Arrozi. 2011. 24 Juli 2010.
Kajian Kebijakan Pupuk Organik. Laporan Penelitian. Pusat Sosial Ekonomi dan
Indraningsih, K.S., T. Pranadji, G.S. Budhi, Kebijakan Pertanian. Sunarsih, E.L. Hastuti, K. Suradisastra, R.N. Suhaeti. 2011. Revitalisasi Sisitem
Rivera, W.M and Cary, J.W. Privatizing Agricultural Penyuluhan Untuk Mendukung Daya Saing
Extension dalam Burton et al. (ed). 1997. Industri Pertanian Perdesaan. Laporan
Agricultural Extension: A Penelitian. PSEKP
Improving
Reference Manual. FAO. Kidd, A.D., Lamers J.P.A., Ficarelli P.P., and
Saragih, B. 2005, Agricultural Development Aims to Hoffman V. 2000. Privatising Agricultural
Jakarta Post. Com. Extension: Caveat Emptor dalam Journal
Beat
Poverty,
( www.thejakartapost.com/agrib21_1.asp ). of Rural Studies No.16 (2000) 95-102.
Saragih, B. 2002. Pembangunan Pertanian pada Pergamon Press.
Era Otonomi Daerah. Keynote Speech KPPOD News. Februari 2002. Pungutan Berganda :
Menteri Pertanian RI. Seminar Nasional Keragaman Objek, Pelanggaran Kewe-
dan Rekonsiliasi Mahasiswa Pertanian nangan. Jakarta. P. 16.
Indonesia. Universitas Gajah Mada, 22-23 Mei 2002.
KPPOD. 2002. Pungutan Berganda: Keragaman Setyadi, B. 2007. Kajian Terhadap Kebijakan- Objek, Pelanggaran Kewenangan, KPPOD-
PEG-USAID, Jakarta. Kebijakan Dalam Perda Dalam Rangka Mendorong Pengembangan Usaha Mikro,
Mawardi, S. 2004. Persoalan Penyuluhan di Era Kecil dan Menengah. Bank Indonesia. 29 Otonomi Daerah, SMERU Newsletter,
Maret 2007.
Slamet, M. 2006. Paradigma Baru Penyuluhan Pertanian di Era Otonomi Daerah. Makalah Mayrowani, H., Supriyati, T. Sugino. 2010. Analisa
Desember 2004, www.smeru.or.id/newslet/ 2004/ed12/200412field3.html
pada Pelatihan Penyuluhan Pertanian. Usahatani Padi Organik di Kabupaten
Universitas Andalas. Juli 2006. Sragen. Laporan Penelitian. JIRCAS.
Subejo, 2002, Penyuluhan Pertanian Indonesia: Isu Mayrowani, H. 2006. Kebijakan Otonomi Daerah
Privatisasi dan Implikasinya, Jurnal Agro dalam Perdagangan Hasil Pertanian,
Ekonomi Vol.9 No.2, Desember 2002, Analisis Kebijakan Pertanian 4 (3), pp,
Jurusan Sosial Ekonomi, Fakultas Per- 212-225.
tanian UGM.
Mayrowani, H, Supriyati, B. Rachmanto, Erwidodo. 2003. Kajian Perdagangan Komoditas
FORUM PENELITIAN AGRO EKONOMI, Volume 30 No. 1, Juli 2012 : 31 - 47
Sugino, T. and H. Mayrowani. 2010. Perspective of Lessons for The New Extension Policy Organik Vegetable Production in Indonesia
Agenda, AgREN Paper No.141, Januari Under the Regional Economic Integra-
2005.
tion -Case study in West Java-, Sumanto, R.B. 2007. Tantangan Pelaksanaan Southeast Agriculture-Opportunities and
Otonomi Daerah : Perspektif Hukum dan Challenges under Economic Integration.
Perubahan Sosial. Pidato Pengukuhan JIRCAS Working Report.
Guru Besar Sosiologi Hukum. Universitas Sugino, T. 2010. Kebijakan Pertanian Daerah di
11 Maret. Surakarta. Indonesia pada Era Otonomi Daerah.
SMERU. 2001. Otonomi Daerah dan Iklim Usaha. Laporan Penelitian. JIRCAS.
SMERU-PEG-USAID, Jakarta. Sugino, T., H. Mayrowani dan Supriyati. 2010.
Suarta, K. dan Swastika, I.G.K. 2004. Evaluasi Dampak Kebijakan Pertanian terhadap
Pembangunan Pertanian di Bali selama Kelompok Tani di Kabupaten Sragen.
I dan Program Pembangunan Laporan Penelitian. JIRCAS.
PJP
Pertanian Tahun 2000-2004. Dinas Per- Suhaeti, R.N., T. Pranadji, A.R. Nurmanaf, W. K.
tanian Provinsi Bali, Denpasar. Sejati, E. L. Hastuti, G.S. Budhi, I.S.
The World Bank. 2002. World Bank Development Anugrah,
2002:Building Institutions for Kebijakan Pemda Dalam Alokasi Anggaran
P.B.M.
Market. Oxford University Press. dan Perda untuk Mengakselerasi Pem-
Wijaya, A.W. 1998. Titik Berat Otonomi pada bangunan Pertanian. Laporan Penelitian.
Daerah Tingkat II. Raja Grafindo Persada. PSEKP.
Jakarta.
Sulaiman, R. dan Suresh N. 2005, Effectiveness of Private Sektor Extension in India and
PEMBANGUNAN PERTANIAN PADA ERA OTONOMI DAERAH : KEBIJAKAN DAN IMPLEMENTASI Henny Mayrowani