Perkembangan Nasionalisme Bangsa Yahudi

A. Perkembangan Nasionalisme Bangsa Yahudi

1. Sejarah Singkat Bangsa Yahudi

Bangsa Yahudi atau Israel merupakan cabang rumpun keluarga Semit. Rumpun lain keluarga Semit adalah bangsa Babilonia, Abissinia, Kaldea, Assiria, Aramia, Phoenesia, dan Arab. Semit adalah saudara dari Ham, leluhur bangsa- bangsa Afrika yang juga bersaudara dengan Yaphet anak tertua nabi Nuh yang menjadi leluhur bangsa di Eropa. Dibandingkan Israel atau Yahudi, bangsa Arab merupakan rumpun keluarga paling kentara identitas Semit nya, baik dari segi bahasa, ciri-ciri fisik, maupun budaya. Namun istilah anti Semit, yang muncul di belahan benua Eropa dan Amerika, lebih dimaksudkan sebagai kebencian terhadap bangsa Israel Yahudi, tidak meliputi Abissinia, Arab dan lainnya. Bangsa Semit ini mendiami daerah-daerah di kawasan Timur Tengah, terutama daerah bulan sabit subur masa sekarang, mereka adalah penduduk Yaman, Arab Saudi, Irak, Syria, Libanon, Yordania, Mesir dan negara lainnya (Abu Bakar, 2008: 10).

Bangsa Yahudi atau Israel juga dikenal dengan nama Ibrani, Ibri dan Hebrew. Menurut sejumlah ahli sejarah, Ibrani barasal dari bangsa Arab ’Abara, yang berarti melakukan pejalanan melalui lembah atau sungai. Para sarjana telah bersepakat bahwa nama Ibrani merujuk pada sebuah rumpun keluarga anak keturunan nabi Ibrahim. Alasannya, salah satu anak keturunan Ibrahim yaitu Ishak beserta keluarganya gemar melakukan pengembaraan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Melalui arti inilah Ibrani memiliki kesejajaran makna dengan Badui di gurun pasir (Abu Bakar, 2008: 9-10).

Dalam sejarah dunia, Nabi Ibrahim dianggap sebagai bapak dari bani Ishak (kemudian bani Israel) dan bani Ismail (kini bangsa Arab). Nabi Ibrahim pada mulanya berasal dan tinggal di desa Ur di wilayah Khaldea (Irak Selatan). Beliau meninggalkan kampung halamannya dan merantau ke arah barat sampai tiba di wilayah Kana’an (orang-orang Romawi kemudian menamakan Palestina). Di Dalam sejarah dunia, Nabi Ibrahim dianggap sebagai bapak dari bani Ishak (kemudian bani Israel) dan bani Ismail (kini bangsa Arab). Nabi Ibrahim pada mulanya berasal dan tinggal di desa Ur di wilayah Khaldea (Irak Selatan). Beliau meninggalkan kampung halamannya dan merantau ke arah barat sampai tiba di wilayah Kana’an (orang-orang Romawi kemudian menamakan Palestina). Di

Nabi Ishak kemudian berputera Nabi Ya’qub, Nabi Ya’qub diberi gelar Israel, sehingga anak cucu Nabi Ya’qub kelak dipanggil dengan bani Israel. Diantara keturunan nabi Ya’qub adalah nabi Yusuf. Setelah nabi Yusuf menjadi pembesar di Mesir menjadi pejabat kementerian urusan ekonomi dalam kerajaan Fir’aun, Nabi Ya’qub beserta seluruh keluarganya hijrah ke Mesir. Di Mesir mereka mengalami kemajuan dan perkembangan, baik dari segi jumlah orang, maupun kekayaan dan kedudukan. Setelah Nabi Yusuf meninggal dunia, kondisi sosial dan ekonomi mereka yang semula terhormat mulai bergeser, karena mereka meninggalkan amar ma’ruf dan nahi munkar, serta jauh dari syariat Nabi Yusuf. Kerajaan Mesir yang tadinya mereka kuasai, diambil alih kembali oleh penduduk asli Mesir. Sejak itulah bangsa Yahudi mengalami nestapa, mereka diperbudak berabad-abad lamanya oleh bangsa Hykhos ”nama suku dari Asia” dan bangsa Mesir sendiri.

Sesuai dengan kehendak Allah kemudian Nabi Musa lahir, Musa keturunan bani Israel dari suku Levi, beliau menjadi putra angkat Fir”aun sampai menginjak dewasa. Karena membunuh orang Mesir untuk membela orang Yahudi, Nabi Musa melarikan diri ke Madyan dan menikah dengan seorang puteri Nabi Syu’aib. Setelah selama sepuluh tahun bersama keluarga besar Nabi Syu’aib, beliau kembali ke Mesir, sebagai seorang rasul yang diutus Allah kepada bani Israel. Nabi Musa pun berdakwah menyebarkan risalah agama Ibrahim, sampai beliau bersama sejumlah pengikutnya harus hijrah kembali ke Palestina, karena dibawah perintah Fir’aun Ramses II berkehendak membersihkan keturunan bani Israel dari Mesir (http://kaunee.com/2009/03/09).

Nabi Musa beserta pengikutnya meninggalkan negeri itu untuk menyelamatkan diri dari dari kejaran Fir’aun Ramses II dan bala tentaranya menuju Palestina. Ketika nabi Musa wafat, mereka belum bisa memasuki pintu Nabi Musa beserta pengikutnya meninggalkan negeri itu untuk menyelamatkan diri dari dari kejaran Fir’aun Ramses II dan bala tentaranya menuju Palestina. Ketika nabi Musa wafat, mereka belum bisa memasuki pintu

G. Carr 1991: 14). Menurut ahli sejarah, Daud (David) menjadi raja Israel dan membangun sebuah kerajaan di Palestina. Selama pemerintahan putranya Sulaiman (Solomon), batas-batas Israel diperluas dari sungai Nil di Selatan hingga sungai Eufrat di negara Syiria sekarang. Di Yerusalem, Sulaiman membangun sebuah istana dan biara luar biasa (kuil Sulaiman). Ini adalah sebuah masa gemilang bagi kerajaan Israel dalam banyak bidang, terutama arsitektur. Setelah kematian Sulaiman, Kerajaan Yahudi terbelah menjadi dua di utara Israel dengan ibukota Samarria dan di Selatan dengan Ibukota Yerusalem ( http://blogspot.com /2009/03/09 ).

Berlalunya waktu, tanah Palestina jatuh di bawah kekuasaan kerajaan- kerajaan lain. Dalam sejarah tercatat bahwa beberapa kali bani Israel (keturunan dari nabi Ibrahim melalui Ishak dan Ya’qub) mengalami peperangan dan pembuangan. Dalam rentan waktu yang lama negeri Palestina pernah berada di bawah kekuasaan beberapa kerajaan. Pada tahun 721 SM, kerajaan Israel ditaklukkan oleh Tiglath-Pileser III, raja Assyiria. Pada tahun 586 SM Nebuchadrezzar II dari Babilonia menguasai Suriah dan Palestina.

Nebuchadrezzar II dari Babilonia menyerbu kerajaan Israel yang beribu kota di Yerusalem, kemudian menghancurkan kuil Sulaiman. Orang-orang Yahudi ditawan dan digiring ke Babilonia kemudian mulai orang Yahudi tersebar ke seluruh dunia (diaspora). Di sinilah para tokoh Yahudi membesarkan hati kaumnya dengan konsep janji Tuhan dan bumi nenek moyang. Sejak itu, dalam perjalanan mereka selalu berusaha untuk bisa kembali ke Palestina dengan berbagai cara dan upaya. Namun mereka selalu menemui kegagalan, meskipun Nebuchadrezzar II dari Babilonia menyerbu kerajaan Israel yang beribu kota di Yerusalem, kemudian menghancurkan kuil Sulaiman. Orang-orang Yahudi ditawan dan digiring ke Babilonia kemudian mulai orang Yahudi tersebar ke seluruh dunia (diaspora). Di sinilah para tokoh Yahudi membesarkan hati kaumnya dengan konsep janji Tuhan dan bumi nenek moyang. Sejak itu, dalam perjalanan mereka selalu berusaha untuk bisa kembali ke Palestina dengan berbagai cara dan upaya. Namun mereka selalu menemui kegagalan, meskipun

Pada tahun 550 SM, hampir seluruh kawasan Palestina diintegrasikan kedalam kekuasaan kerajaan Achaemanid Persia. Pada masa kekuasaan kerajaan Persia mengizinkan orang-orang Yahudi kembali dari pelarian mereka, tetapi banyak orang Yahudi yang tidak kembali. Ketika Alexander the greath menguasai Palestina pada tahun 334 SM, Alexander membawa bangsa Yahudi ke Yunani, dari sini mereka kemudian menyebar ke berbagai kawasan di Eropa pada masa kekuasaan Alexander juga terjadi diaspora. Setelah itu Palestina berada dibawah Ptolemy dari Mesir dan dinasti Seleucid dari Asia Kecil bagian barat.

Kira-kira tahun 100 SM Romawi muncul dalam arena percaturan politik. Tahun 63 SM Palestina diintegrasikan kedalam kekaisaran Romawi dengan rajanya Herod Agung setelah menaklukkan kerajaan Seleucid dari Asia Kecil. Sejak itu Palestina diintegrasikan kedalam kekuasaan kekaisaran Romawi. Raja Herod Agung membangun Kuil Sulaiman kembali, disamping memberikan kebebasan kepada penduduk Yahudi. Tahun 66 M di Palestina timbul pemberontakan oleh orang-orang Yahudi. Pada tahun 67 M Raja Romawi pada saat itu Titus, membantai puluhan ribu orang Yahudi untuk memadamkan pemberontakan. Setelah pemberontakan orang Yahudi terhadap penguasa Romawi gagal, pengungsian besar-besaran bangsa Yahudi terjadi lagi pada tahun 67 M sampai tahun 70 M. Pada tahun 70 M penguasa Romawi di Palestina memusnahkan Baitul Maqdis (kota Yerusalem). Kemudian raja mengeluarkan peraturan melarang orang Yahudi berdiam di Yerusalem, sehingga menimbulkan tersebarnya bangsa Yahudi kepenjuru dunia. Pengungsian orang-orang Yahudi berulang kembali pada masa kekuasaan Kerajaan Romawi.

Bangsa Yahudi yang tersebar di dunia dapat digolongkan dalam tiga golongan besar. Golongan pertama bangsa Yahudi yang tinggal di dunia Arab dan Afrika Utara disebut juga golongan Sefardim. Golongan kedua yang tinggal di Amerika, Kanada dan Eropa Barat dan golongan ketiga adalah tinggal di Eropa Timur, golongan kedua dan ketiga ini disebut juga golongan Ashkenazim. Golongan Sefardim ini berbahasa dan berbudaya arab, mereka mengalami perlakuan yang sama oleh penguasa setempat. Nasib mereka adalah baik sekali dan mereka bebas menjalankan ibadahnya dan syariat agamanya. Betapa tidak, karena mereka dianggap oleh orang-orang Islam sebagai Ahli-Kitab.

Orang-orang Yahudi yang tinggal di benua Amerika dan Eropa Barat pada akhir abad ke 19 telah mencapai taraf emansipasi dengan orang-orang Eropa Barat dan Amerika. Mereka memiliki hak dan kewajiban yang sama. Umumnya mereka terdiri dari orang-orang yang memiliki kapital yang besar dan juga berasimilasi dengan penduduk asli. Mereka yang tinggal di Eropa Timur, nasib mereka buruk sekali. Nasib buruk yang mereka alami adalah hanya sebagian akibat dari kerakusan mereka dan ketidak setiaan mereka kepada penguasa tempat mereka berdiam. Akibatnya mereka diharuskan tinggal di perkampungan khusus yang dinamakan Ghetto (Chefik Chehab, 1980: 7).

Pada tahun 637 M kekuasaan bangsa Romawi berhasil di taklukan oleh ‘Umar ibn al-Chattab ra dan Palestina menjadi tanah air orang Islam (bangsa Arab). Larangan terhadap Yahudi yang diam di Palestina, dihapuskan oleh mereka dan oleh kemurahan hati bangsa Arab itu, dapatlah bangsa Yahudi kembali tinggal di Palestina. Selama jaman pertengahan (middeleeuwen) bangsa Yahudi berdatangan ke Palestina oleh karena mereka ditindas, diburu, dan dikejar oleh bangsa-bangsa barat yang tidak menyukai mereka (HSA Bachtiar 1848: 3). Sampai kepada waktu meletusnya Perang Dunia I Palestina berada dibawah kekuasan Islam (bangsa Turki) (1517-1917) yang memerintah negeri itu selama 400 tahun lamanya (M.Nur El Ibrahimy, 1955 : 5). Dalam naungan Islam, negeri Palestina dan kehidupan antar bangsa Yahudi serta bangsa Arab mengalami perdamaian sampai negeri Palestina lepas dari naungan Islam pada tahun 1918 setelah Inggris (Sekutu) mengalahkan bani Ustmaniyyah (Turki) dalam Perang

Dunia I. Setelah Perang Dunia I panglima-panglima sekutu yang berkonferensi di San Remo pada bulan April 1920 memutuskan untuk meletakan Palestina di bawah mandat Inggris. Pembela Palestina yang utama hilang bersamaan dengan runtuhnya bani Ustmaniyyah pada tahun 1924.

2. Latar Belakang Nasionalisme Yahudi Latar belakang timbulnya nasionalisme Yahudi disebabkan oleh dua faktor yaitu : (1) Perasaan Superioritas bangsa Yahudi atas bangsa lain dan (2) Gerakan Antisemitisme yang tumbuh di Eropa.

a. Perasaan Superioritas Bangsa Yahudi merupakan suatu bangsa yang mempunyai karakteristik yang khas di bandingkan dengan bangsa-bangsa lain di dunia ini. Yahudi berkeyakinan bahwa mereka adalah bangsa pilihan Tuhan, mereka adalah suci, mereka adalah manusia sedangkan bangsa yang lain adalah hewan yang berwujud manusia yang diciptakan untuk menjadi budak mereka. Sumber pembenaran dan yang menimbulkan keyakinan itu adalah adalah kitab suci agama Yahudi, yaitu Taurat yang menyebut Bangsa Yahudi bangsa pilihan Tuhan. Sebagai bangsa pilihan mereka beranggapan bahwa secara kualitatif dan normatif bangsa Yahudi berbeda dengan bangsa-bangsa non Yahudi berbeda dalam arti lebih unggul.

Bangsa Yahudi juga berkeyakinan bahwa mereka adalah bangsa yang dipilih Tuhan untuk memimpin dunia dan merasa diistimewakan dengan kelebihan ilmu dan kecerdasan. Hak itu menurut mereka telah dirampas oleh rakyat selain mereka (ghoyyim). Karena dosa rakyat yang amat besar itulah, maka Tuhan lalu dianggap mengijinkan mereka (Yahudi) untuk mengambil jalan apa saja yang bisa ditempuh demi mengembangkan keistimewaan yang telah diperoleh itu setelah dirampas oleh manusia selain Yahudi (Majid Kailani 189: 25).

Orang Yahudi dari dulu hingga sekarang memiliki satu pandangan superioritas yang tinggi sekali, hingga melebihi peranan sosial mereka diantara bangsa lain. Sehingga karena pandangan mereka seperti itu, mereka dikucilkan dari komunitas dunia. Karena merasa ekskusif, tidak bisa membaur dengan Orang Yahudi dari dulu hingga sekarang memiliki satu pandangan superioritas yang tinggi sekali, hingga melebihi peranan sosial mereka diantara bangsa lain. Sehingga karena pandangan mereka seperti itu, mereka dikucilkan dari komunitas dunia. Karena merasa ekskusif, tidak bisa membaur dengan

Pernyataan bangsa Yahudi bahwa mereka bangsa yang terpilih oleh Tuhan, maka memunculkan rasa superioritas terhadap bangsa-bangsa lain. Dari rasa superioritas atas bangsa lain itu menimbulkan nasionalisme yang khas dari bangsa Yahudi. Bangsa Yahudi mempunyai kesadaran diri sebagai suatu bangsa, mempunyai kecintaan yang mendalam terhadap bangsanya dan tidak lupa disertai mengecilkan arti dan sifat bangsa-bangsa lain.

b. Gerakan Anti Semitisme Akhir abad ke 19 mengalami kemajuan pesat dalam bidang ilmu-ilmu biologi. Dalam bentuknya yang kasar, ilmu-ilmu itu bersama-sama dengan teori Darwin tentang ”perjuangan untuk mempertahankan hidup”, banyak berpengaruh kepada nasionalisme. Dimana pengertian barat tentang kebangsaan adalah suatu pengertian politik berdasarkan perorangan yang bebas, maka sekarang paham kesukubangsaan ”kodrati” kuno hidup kembali dalam bentuk-bentuk modern. Kebangsaan, kesetiaan politik dan rohani didasarkan kepada asal-usul atau ”darah”, yang dianggap sebagai hakikat yang menentukan sifat manusia (Hans Kohn, 1984: 95).

Teori tentang jenis bangsa (rasialisme) di Eropa teristimewa menjelma sebagai anti Semitisme, dalam arti khusus terhadap bangsa Yahudi. Hal ini diiringi dengan penolakan individualisme dan liberalisme, yang dianggap bertanggung jawab atas kejatuhan Eropa dan membuat orang Yahudi bertambah merdeka dan maju. Kaum anti Semit menganggap orang Yahudi sebagai orang asing dalam tanah air Eropa.

Seiring terciptannya negara-negara bangsa baru di Eropa, masyarakat barat berupaya menciptakan identitas nasional baru bagi mereka sendiri dan dalam rangka itu mereka menjadikan kaum Yahudi sebagai musuh bagi karakter nasional tersebut. Masyarakat yang sedang terbakar oleh patriotisme kemudian Seiring terciptannya negara-negara bangsa baru di Eropa, masyarakat barat berupaya menciptakan identitas nasional baru bagi mereka sendiri dan dalam rangka itu mereka menjadikan kaum Yahudi sebagai musuh bagi karakter nasional tersebut. Masyarakat yang sedang terbakar oleh patriotisme kemudian

Gerakan anti Semitisme masyarakat Eropa itu menimbulkan tekanan- tekanan terhadap bangsa Yahudi yang tinggal disana, antara lain mereka ada yang dibuang untuk bisa keluar dari negara, dimasukkan ke penjara, penganiayaan, disita harta bendanya dan bahkan ada pembunuhan-pembunuhan terhadap orang- orang Yahudi. Gerakan anti Semitisme Eropa tersebut menimbulkan tumbuhnya rasa nasionalisme di kalangan bangsa Yahudi untuk keluar dari negara yang menerapkan anti Semitisme, untuk pindah ketanah air mereka sendiri. Mereka menganggap bahwa Palestina adalah tanah air mereka, pendapat orang Yahudi tentang tanah Palestina adalah bahwa Palestina adalah tanah Tuhan yang dijanjikan untuk orang-orang Yahudi. Dalam iklim nasionalistik tersebut, wajar bagi kaum Yahudi untuk mencari sebuah solusi nasional bagi mereka sendiri. Banyak dari para pemukim Yahudi generasi awal yang percaya hanya dengan membangun kembali kontak fisik dengan tanah leluhur mereka (Palestina) maka mereka dapat menemukan kembali jiwa sejati mereka.

Beberapa gerakan anti Semitisme di Eropa antara lain, sebagai berikut :

1) Anti Semitisme di Perancis Pada tahun 1854, seorang penulis Prancis, K. Gobineau menurunkan tulisannya yang berjudul, “Essai Sur I’inegalite desraces humaines”, persamaan antara umat manusia. Dalam tulisan itu ia membedakan antara jenis bangsa Aria (Indo German) dan bangsa Semitis atau Yahudi. Dengan itu K. Gobineau menyerang kegiatan orang-orang Yahudi di lapangan politik. Kemudian menyusul pula penulis lainnya bernama Gionioda Musso, seorang rohaniawan yang menyerang bahaya kaum Yahudi dari segi agama dan kebudayaan. Gionioda Musso menyatakan bahwa bangsa Yahudi itu tidak pernah mengindahkan kebenaran, tidak pernah merasa terdorong untuk berlaku benar dan ikhlas terhadap non Yahudi meskipun dilakukan dengan sumpah. Ia selanjutnya mengungkakan bahwa sumber bahaya terbesar mereka tersembunyi dalam usaha untuk meleyapkan kegiatan kerohanian (spiritual) dari dunia keagamaan, dan mengutamakan benda daripada rohani.

Maka seluruh Eropa terancam oleh ajaran Yahudi yang merusak itu. Dalam Masyarakat abad XIX, reaksi terhadap bangsa Yahudi hampir serupa dan nampak lebih terbuka, sehingga banyak bentuk letupan gerakan yang merakyat melawan Yahudi di Jerman, Perancis, Austria, Hungaria dan Rusia (Asy. Saek As Bayudhattamimi, 1992: 58-59).

Kaum anti Semit di Perancis mencurigai adanya komplotan Yahudi, yang sering bekerjasama dengan Anglo Saxon, Jerman, atau protestan untuk menghancurkan Perancis yang asli dan agama Katolik. Agitasi ini memuncak dalam peristiwa Dreyfus. Kapten Alfred Dreyfus, perwira Yahudi satu-satunya di staf umum angkatan perang Perancis pada tahun 1894 dijatuhi hukuman, dituduh menjadi mata-mata Jerman. Maka timbullah pertentangan yang sengit untuk membuktikan bahwa sebenarnya Alfred Dreyfus tidak bersalah. Penentangan- penentanganya menyatakan bahwa kepentingan nasional dan keamanan harus diutamakan daripada keadilan yang abstrak dan pertimbangan-pertimbangan obyektif (Hans Kohn, 1984: 96).

2) Anti Semitisme di Jerman Di Jerman seniman-seniman dan sarjana-sarjana yang terkemuka memeluk paham anti Semit. Richard Wagner (1813-1883) banyak jasanya dalam menyebarkan paham anti Semitisme dan ahli sejarah yang termasyur pada tahun itu 1879 menerbitkan suatu karangan berjudul “Bangsa Yahudi Adalah Sebab Kemalangan Kita”. Karangan ini benar-benar merupakan panji yang mengerahkan tenaga gerakan anti Semit di Jerman.

Jerman menjadi tanah air anti Semit modern, disana sistem diperkembangkan dan semboyan-semboyannya diciptakan. Kesusastraan Jerman adalah yang paling banyak mengandung tulisan-tulisan yang bersifat anti Yahudi. Pada tahun 1815 Friedrich Rush, seorang profesor dalam ilmu sejarah di Universitas Berlin, sudah menuntut supaya orang-orang Yahudi di Jerman harus memakai suatu tanda istimewa pada pakaiannya supaya mudah dikenali (Hans Kohn, 1984: 99).

Ada kelompok pemujaan baru yang terdiri atas rakyat yang mengaitkan jiwa orang-orang Jerman dengan tanah air mereka. Jiwa ini, menurut kepercayaan Ada kelompok pemujaan baru yang terdiri atas rakyat yang mengaitkan jiwa orang-orang Jerman dengan tanah air mereka. Jiwa ini, menurut kepercayaan

Pada tahun (1933-1945), saat Adolf Hitler berkuasa gerakan Anti Semitisme atau anti Yahudi di Jerman mencapai puncaknya. Karena Hitler ingin menjaga kemurnian rasnya yaitu ras suku bangsa Aria (Indo German) dan kaum Yahudi dituduh hendak menghancurkan Jerman. Sehingga orang-orang Yahudi menjadi sasaran penangkapan, penyiksaan dan pembantaian secara besar-besaran.

3) Anti Semtisme di Hungaria dan Austria Di Hungaria, pastur Katolik Roetbach, membongkar lebih banyak penyakit yang terdapat dalam ajaran Yahudi kuno, terutama apa yang terkandung dalam Tamlud yang menyerukan penghancuran semua di luar Yahudi. Pikirannya itu dimuat dalam bukunya yang berjudul “Yahudi Talmud” yang diterbitkan pada tahun 1871. Begitu dia diangkat menjadi dosen agama Katolik pada Universitas Praha, namanya semakin terkenal, ajarannya disambut hangat oleh masyarakat dan ternyata ia selaras dengan pergerakan politik yang memusuhi Yahudi di Praha.

Di Ausria lebih tenang dan stabil keadaannya dari segi politik, karena masyarakat sudah mulai bangkit di Wina dan menyadari peran kerusakan dan pengeksploitasian yang dilakukan orang Yahudi di seluruh kawasan kerajaan. Lalu mereka menyusun program gerakan yang memusuhi orang Yahudi yang paling menonjol diantaranya yang dipimpin oleh Dr. Louges, yang partainya mendapat restu Paus pada tahun 1895. Pada tahun yang sama ia menjadi calon walikota Wina, namun raja menolak pemilihan dan pencalonannya menduduki jabatan tersebut. Sang raja baru menyetujuinya sesudah pemilihannya diulang Di Ausria lebih tenang dan stabil keadaannya dari segi politik, karena masyarakat sudah mulai bangkit di Wina dan menyadari peran kerusakan dan pengeksploitasian yang dilakukan orang Yahudi di seluruh kawasan kerajaan. Lalu mereka menyusun program gerakan yang memusuhi orang Yahudi yang paling menonjol diantaranya yang dipimpin oleh Dr. Louges, yang partainya mendapat restu Paus pada tahun 1895. Pada tahun yang sama ia menjadi calon walikota Wina, namun raja menolak pemilihan dan pencalonannya menduduki jabatan tersebut. Sang raja baru menyetujuinya sesudah pemilihannya diulang

Terjadi skandal politik dan keuangan yang melibatkan tiga tokoh terkenal Yahudi, sehingga lebih menyakinkan rakyat terhadap kebenaran seruan pimpinannya. Ditambah lagi dengan perwira Yahudi ”Diraivoes” yang dituduh telah bersekongkol dengan Jerman dan memindahkan dokumen-dokumen rahasia Jerman. Peristiwa ini terutama di Prancis telah meruncingkan situasi dan menambah kedengkian orang Nasrani terhadap orang Yahudi (Asy. Saek As Bayudhattamimi, 1992: 63-64).

4) Anti semitisme di Rusia Orang-orang Yahudi yang menetap di Rusia juga pernah menjalankan provokasi yang sama di negeri itu. Pada abad ke 19 Rusia telah melindungi lebih dari setengah bangsa Yahudi di dunia. Tetapi mereka hidup tercecer tidak menentu. Diantara mereka ada yang hidup dengan cara meminta-minta sedekah, kotor dan lusuh. Ada yang menjadi penghianat dan selalu melanggar undang- undang negara (Ahmad Shalaby 1991: 83).

Di Rusia, anti Semit muncul setelah terbunuhnya Alexander II di tahun 1881. Kasus pembunuhan Alexander tersebut diduga kuat melibatkan seorang Yahudi revolusioner. Sebagai akibat terbunuhnya Alexander muncullah aksi dari kaum tani dan penduduk kota bangkit serentak menyerbu orang-orang Yahudi untuk melampiaskan dendam atas kematian raja mereka. Aksi ini dilancarkan secara rapi dan terorganisir. Sejumlah elite pemerintahan dan politisi Rusia turut terlibat, meskipun mereka berada di balik layar. Bangsa Israel Yahudi di Rusia menjadi dibuat kalang kabut cemas, takut, serta sangat terancam. Diberbagai pelosok kota di negeri Rusia, bangsa Israel Yahudi benar-benar dibawah ancaman maut. Mereka dikejar-kejar untuk kemudian disiksa dan dibunuh. Harta benda mereka juga musnah di jarah. Sejumlah peraturan segara dikeluarkan bagi Israel Yahudi untuk membawa harta mereka keluar kota, diharuskan tinggal di ghetto dan larangan menjadi pagawai pemerintahan. Sebagai akibat aksi tersebut, bangsa

Israel Yahudi terpaksa harus meninggalkan Rusia menuju ke Eropa Barat, Amerika dan Palestina (Abu Bakar, 2008: 79-80).

Penderitaan-penderitaan yang dialami oleh bangsa Yahudi akibat adanya sikap dan Gerakan Anti Semitisme. Mereka menjadi sasaran penganiaan, pengusiran, pengejaran dan pembantaian. Penderitaan-penderitaan ini memperkuat persatuan diantara bangsa Yahudi, menumbuhkan kesadaran sebagai bangsa, menumbuhkan tekad yang kuat untuk mewujudkan sebagai bangsa yang utuh dan menumbuhkan tekad untuk memilik suatu kediaman nasional, terpisah dari bangsa dan negara lain. Dalam iklim nasionalistik tersebut, wajar bagi kaum Yahudi mencari sebuah solusi nasional bagi mereka sendiri. Banyak dari pemukim Yahudi generasi awal yang percaya bahwa hanya dengan membangun kembali kontak fisik dengan tanah leluhur mereka maka dapat menemukan kembali jiwa sejati mereka (Karen Armstrong 2006: 138).

3. Zionisme Sebagai Wujud Nasionalisme Bangsa Yahudi Secara bahasa Zionisme berasal dari kata Zion. Zion adalah istilah bahasa Inggris yang barasal dari bahasa latin “sion”, terambil dari bahasa Ibrani, yaitu “tyson”. Sementara “tyson” memiliki konotasi makna bukit suci di Yerusalem. Zion adalah sebuah bukit yang terletak di sebelah selatan Baitul Maqdis (Yerusalem). Nabi Daud pernah menyerbu pada masa pemerintahannya, merebut dari kekuasaan kaum Yabus yang mendiaminya. Nabi Daud telah menaklukan benteng Zion, tinggal di dalam benteng itu dan dinamakan bandar Daud (Ahmad Shalaby, 1990: 99). Sejak itu nama Zion menjadi tempat yang suci. Menurut kepercayaan bangsa Israel Yahudi, bukit suci Zion adalah tempat tinggal sesembahan mereka, tuhan Yahweh di muka bumi (Abu Bakar, 2008: 212). Zionisme dalam pengertiannya yang simpel ialah menempatkan kaum Yahudi di Palestina, yakni di bukit Zion dan sekitarnya.

Pemahaman utama dalam Zionisme adalah bahwa alternatif satu-satunya untuk permasalahan Yahudi adalah kembalinya Yahudi ke tanah Israel (Palestina) dengan mendirikan negara Yahudi. Untuk menempuh hal itu, perlu dilaksanakan hijrah dari berbagai pelosok dunia ke tanah Israel (Usep Romli H.M dkk 2003:

63). Zionisme sebagai sebuah faham dan juga sebagai sebuah institusi atau organisasi internasional, dia memiliki kekuatan utama pada orang-orang Yahudi. Sehingga dalam Zionisme ini orang-orang Yahudilah yang merupakan inti dari gerakan itu.

Dalam pembentukannya sesungguhnya gerakan Zionisme ini relatif baru. Zionisme sebagai salah satu gerakan politik di zaman modern ini, menuntut penetapan kembali orang-orang Yahudi di Palestina yang dianggap sebagai tanah yang di janjikan Tuhan. Para tokoh zionis telah mengubah makna religius kepada makna politik, sebagaimana mereka juga mengubah simbol dan slogan-slogan religius menjadi simbol atau slogan-slogan politik (Haitsam Al-Kailani, 2001: 41).

Di sini ada dua hal yang membedakan antara Zionisme religius dan Zionisme politik, yaitu :

1. Zionisme religius Nilai keagamaan bukit suci Zion tersebut melatar belakangi kemunculan gerakan zionisme keagamaan di tengah bangsa Israel Yahudi. Mereka percaya dan siap pergi ke Palestina untuk menyambut kedatangan sang juru selamat di atas tanah suci Zion. Sementara, bagi Kristen Protestan Millenaria, kedatangan massal bangsa Israel di Palestina adalah pertanda kedatangan Yesus untuk kali kedua di muka bumi. Oleh sebab itu, mereka siap turut menyukseskan proses kepindahan bangsa Israel Yahudi ke Palestina (Abu Bakar, 2008: 212-113),

Zionisme religius sering juga disebut sebagai mistik Yahudi. Hal ini dihubungkan dengan harapan messianik pada Yudaisme, yaitu datangnya messiah dari kerajaan Tuhan di akhir zaman, untuk mengumpulkan seluruh keluarga di bumi, yang akan menyempurnakan seluruh umat manusia. Kerajaan itu akan berpusat di tempat berlangsunnya kisah-kisah Ibrahim dan Musa.

Zionisme religius inilah yang membangkitkan tradisi ziarah kaum Yahudi ke tanah suci dan bahkan membentuk komunitas spiritual yang mantap, terlebih di Safed, ketika dikejar-kejar raja-raja katholik yang fanatik Zionisme religius inilah yang membangkitkan tradisi ziarah kaum Yahudi ke tanah suci dan bahkan membentuk komunitas spiritual yang mantap, terlebih di Safed, ketika dikejar-kejar raja-raja katholik yang fanatik

Zionisme keagamaan ini hanya menginginkan sebuah pusat kegiatan spiritual yang memungkinkan tersebarnya agama dan kebudayaan Yahudi ke seluruh dunia. Mereka tidak menghendaki sebuah agama tersendiri. Oleh karena itu, kehadiran mereka tidak menyebabkan keresahan. Bahkan mereka bisa bergaul dengan penduduk lainnya yang beragama Islam atau Kristen secara damai (M Riza Sihbudi dkk 1993: 107).

2. Zionisme politik Zionisme dalam pengertian politik memiliki arti lain dan menjadi ancaman serius bagi muslim di Timur Tengah. Zionisme dalam pengertian ini lebih berarti sebagai sebuah ideologi ”pulang kampung” bangsa Israel Yahudi dari negeri rantauan ke tanah Israel (Palestina). Mereka berusaha untuk mengorganisasi bangsa Israel Yahudi yang ada di Asia, Afrika, Eropa, Amerika dan Ausralia untuk menduduki dan mendirikan negara bangsa di atas tanah milik muslim Palestina. Dalam rangka melaksanakan usaha-usaha tersebut, apapun caranya, semua dianggap halal tanpa pengecualian. Pada batas-batas inilah zionisme lebih tepat digambarkan sebagai bentuk kolonialisme kuno di abad modern (Abu Bakar, 2008: 213),

Zionisme politik bermula dari doktrin-doktrin Theodore Herzl (1860- 1904) yang disusun tahun 1882 di Wina, dan di sistematikannya pada 1896 lalu dibukukan dengan judul Negeri Yahudi (Der Judenstaat). Kemudian, mulai di terapkan secara nyata pada Konggres Zionis Dunia di Basle pada tahun 1897 (R Garaudy 1983: 3).

Pertama-tama pandangan Herzl seorang aquastik (tidak peduli agama), berbeda dengan Zionisme religius, dan bahkan menentang dengan sengit siapa saja yang mengatakan Yudaisme sebagai agama. Dalam pandangan Zionisme politik, bangsa Yahudi lebih unggul daripada seluruh bangsa.

Konferensi Zionisme pertama kali diadakan di Basel, Swiss pada tahun 1897 merupakan lembaran baru dalam sejarah gerakan Zionisme. Konferensi tersebut memutuskan untuk menetapkan tujuan utama gerakan zionisme yaitu mendirikan negara Israel dan menciptakan komunitas Yahudi yang mempunyai kekuasaan independen di atas tanah Palestina yang diakui sebagai tanah leluhur bangsa Yahudi. Caranya dengan mengembangkan tanah Israel secara sistematis dengan memindahkan orang-orang Yahudi yang tersebar dipenjuru dunia ke Palestina (Haitsam Al-Kailani, 2001: 54)

Untuk merealisasikan tujuannya mereka telah sepakat dengan menempuh dua jalan yaitu :

1. Usaha dari dalam, yaitu bahwa orang-orang Zionis akan bekerja keras untuk menyusun barisan mereka dan menyediakan untuk tujuan menjajah Palestina.

2. Usaha keluar, yaitu bahwa mereka akan mencari sebuah kerajaan yang dapat menyokong mereka dalam merealisasikan cita-cita itu.

Untuk melaksanakan cara yang pertama itu mereka telah membentuk jetera-jetera pengendali yang teratur untuk mengumpulkan uang. Kemudian dibentuknya suatu organisasi simpatisan zionis untuk mengajarkan bahasa Ibrani dan selanjutnya mengajarkan bahasa Ibrani dan selanjutnya menyeru untuk mendirikan daerah-daerah kekuasaan Yahudi dari ladang-ladang tanaman di Palestina. Hal ini dapat dicapai dengan membeli ladang milik bangsa Arab, tidak peduli berapa harganya. Kemudian menggalakkan bangsa Yahudi untuk hijrah ke Palestina sebanyak mungkin agar populasi mereka lebih besar dari populasi bangsa Arab dalam waktu yang secepat-cepatnya. Banyak dari para hartawan Yahudi yang dengan suka rela mendermakan hartanya demi tercapainya proyek- proyek ini. Terutama sekali Lord Walter Rotsheld, seorang milioner Yahudi yang telah membuka kantongnya selebar-lebarnya untuk tujuan ini tanpa perhitungan lagi.

Untuk melaksanakan cara yang kedua, mereka terpaksa harus mempelajari butir-butir mengenai kekuatan penjajahan yang sering berbentrokan agar mereka dapat mendompleng dengan kekuatan yang mempunyai tujuan sama dengan cita- Untuk melaksanakan cara yang kedua, mereka terpaksa harus mempelajari butir-butir mengenai kekuatan penjajahan yang sering berbentrokan agar mereka dapat mendompleng dengan kekuatan yang mempunyai tujuan sama dengan cita-

Para Zionis mampu mempengaruhi semua masyarakat Yahudi di segala penjuru dunia untuk masuk dalam barisan Zionisme. Setelah berhasil merekrut sejumlah besar dari masyarakat Yahudi ke dalam barisan Zionisme, maka para Zionis mewajibkan mereka yang datang ke Palestina untuk berpegang pada prinsip-prinsip Zionisme dan mereka berhasil merelokasikan sejumlah orang Yahudi yang menolak ajakan Zionisme. Mereka juga berhasil memiliterkan orang-orang Yahudi yang dulu menentang ide-ide, filosofis dan tujuan-tujuan politisnya. Mereka di beri penjelasan bahwa bangsa Yahudi merupakan bangsa merdeka yang terbuang dari tanah airnya dan hidup dalam pembuangan, bangsa yang terjaga dengan segala karakteristik kebangsaannya kecuali negerinya. Dengan hanya mendapatkan tanah airnya kembali, maka kembali semua karakteristiknya dan menjadi kesempurnaannya. Prinsip ini menuntut adanya gerakan memerangi pembaharuan Yahudi dalam masyarakat dimana mereka hidup, menimbulkan rasa terisolasi dan memperkokoh nasionalisme Yahudi dikalangan orang-orang yang berada di pembuangan untuk mendirikan tanah air bangsa Yahudi.

Untuk merealisasikan tujuan-tujuan tersebut, para Zionis bekerja keras menghidupkan bahasa Ibrani (Yahudi) dan menjadikannya sebagai bahasa pemersatu untuk komunikasi dikalangan imigran, disamping juga digunakan di sekolah-sekolah Yahudi. Faktor pendorong untuk menghidupkan bahasa ini adalah sebagai propaganda nasionalisme. Diantara kepentingan yang sangat mendesak adalah orang-orang Yahudi yang datang ke Palestina berbicara dengan bahasa dan dialek Ibrani. Oleh karena itu harus ada bahasa pemersatu yang digunakan oleh semua orang, sehingga bisa mempersatukan mereka.

Gerakan Zionisme lewat yayasan-yayasannya secara pelan masuk ke dalam pelajaran di sekolah-sekolah Yahudi. Pendidikan dijadikan sebagai sarana menciptakan sebuah generasi Yahudi yang militan terhadap Zionis, berjuang dan berkorban dalam rangka merealisasikan tujuan-tujuan Zionis, serta berusaha keras mendirikan negara Yahudi (Ismail Yaghi 2001: 70-71). Lewat pendidikan ini bisa dijadikan media untuk menanamkan jiwa nasionalisme kepada siswa sekolah dan kepada para pemuda Yahudi sehingga mempunyai fanatisme yang kuat terhadap sukunya.

Gerakan Zionisme berhasil menanamkan semangat nasionalisme dalam jiwa orang-orang Yahudi yang tersebar di berbagai dunia, disamping menanamkan pada diri mereka bahwa bangsa Arab merupakan rintangan yang sulit diatasi yang menghalangi tujuan mereka. Oleh karena itu, pandangan mereka terhadap Arab semakin menunjukan permusuhan.

Dokumen yang terkait

PENGGUNAAN MEDIA DAN KESENJANGAN KEPUASAN (Studi Tentang Tayangan Berita Liputan 6 Petang di SCTV dan Program Reportase Sore di Trans TV terhadap Kepuasan Menonton Siaran Berita Televisi dalam Usaha Mendapatkan Informasi yang Aktual di Kalangan Anggota DP

0 0 75

Perancangan papan landasan untuk aktivitas di kolong mobil (studi kasus : bengkel mobil cn world Banjarnegara) Skripsi

1 1 116

PEMASARAN POLITIK (POLITICAL MARKETING) PARTAI GOLONGAN KARYA DAN PARTAI DEMOKRAT (Studi Tentang Perbandingan Pemasaran Politik Partai Golkar dan Partai Demokrat Dalam Rangka Menarik Massa Pada Pemilihan Umum Legislatif Tahun 2009 di Daerah Pilihan II Kab

0 0 150

1 KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN Sekolah Menengah Internasional di Jakarta Dengan Penekanan Pada Green Architecture TUGAS AKHIR - Konsep perencanaan dan perancangan Sekolah Menengah Internasional di Jakarta dengan penekanan pada green architecture

4 17 55

Profil klub bola voli Yuso Yogyakarta tahun 2003-2007

2 4 56

Rumah susun dengan struktur hypar di Bantaran kali Pepe sebagai solusi hunian yang ekonomis bagi masyarakat lokal

0 2 35

ANALISIS TANGGUNG JAWAB PENGUSAHA HOTEL TERHADAP BARANG MILIK PENYEWA ARCADE ( Studi di Hotel Sahid Kusuma Surakarta)

0 1 66

ANALISIS PEMODELAN TARIKAN PERGERAKAN DEPARTMENT STORE (Studi Kasus di Wilayah Surakarta) Trip Attraction Model Analysis for Department Strore (Case Study in Area Surakarta) SKRIPSI

1 4 118

Pelaksanaan payment point online bank (ppob) di PT. PLN (persero) area pelayanan dan jaringan Surakarta

1 1 112

Program acara lek-lekan solo di solo radio

0 2 118