1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kemajemukan bangsa Indonesia dikenal dengan banyaknya suku dan etnisnya, setiap suku, etnis ini tentunya memiliki kekhasan adat istiadat dan
budaya masing-masing. Dalam setiap warisan budaya nenek moyang yang sudah ada sejak dahulu dan salah satunya kesenian yang turun-temurun diwariskan
kepada generasinya walaupun pada setiap perkembangannya tidak bisa dijaga keutuhannya, baik itu seni tari, seni ukir, seni tekstil, seni patung, serta seni
musik, begitu juga kesenian yang ada disuku batak. Suku Batak sendiri dibagi atas lima bagian yaitu: Toba, Simalungun, Karo, Pakpak, dan Mandailing.
Orang Mandailing adalah salah satu puak Batak bertempat tinggal di kawasan Tapanuli Bahagian Selatan, kini secara administratif terdiri dari
Kabupaten Tapanuli Selatan, Kabupaten mandailing natal, kabupaten Padanglawas Utara, dan Kabupaten Padanglawas Selatan. Orang-orang
Mandailing ini termasuk puak Batak karena menggunakan bahasa yang sama secara umum dengan bahasa Batak Toba, Angkola, serta Simalungun. Begitu pula
dengan adat istiadatnya yang patrilinealistik
1
1
Patrilinealistik adalah suatu garis keturunan dari ayah.
. Juga menggunakan marga yang diturunkan secara turun temurun. Sebagian besar dari marga-marga tersebut
terdapat pula di belahan Toba, Angkola, dan Simalungun. Hal ini menimbulkan dugaan bahwa tentulah di masa yang lalu terdapat hubungan kekerabatan yang
terlupakan oleh sejarah tertulis.
2 Dalam sejarahnya masyarakat Mandailing hidup dengan sistem
pemerintahan tradisional, tradisi persawahan, pengembalaan kerbau, pelombongan arau penambangan emas, persenjataan, dan perairan. Kaya dengan mitologi asal-
usul marga, Mandailing tercatat dalam kitab Nagarakertagama pada abad ke 14 M, namun sulit mendapatkan catatan sejarah mengenai mereka.
Mandailing sendiri dibagi dua walaupun sebenarnya adatnya sama. Pembagian itu adalah Mandailing Godang dan Mandailing Julu. Daerah
Mandailing Godang didominasi oleh marga Nasution yang wilayahnya mulai dari Sihepeng di sebelah utara Penyabungan sampai Maga di sebelah selatan serta
daerah Batang Natal sampai Muara Soma dan Amara Parlampungan di sebelah barat. Daerah Mandailing Julu, didominasi oleh marga Lubis. Wilayahnya, mulai
dari Laru dan Tambangan di sebelah utara. Di sebelah selatan mulai dari Kotanopan sampai Pakantan dan Hutanagodang.
Bagi etnik Batak Mandailing, musik menjadi sebuah kebutuhan yang banyak digunakan untuk tujuan hiburan, ritual, serta upacara adat, maka
terdapatlah beberapa ensambel. Ensambel tersebut antara lain, ensembel gordang sambilan, gordang lima, gondang dua, gondang tano, dan lain-lainnya.
Komponen musik gordang sambilan terdiri dari: sembilan gordang, momongan tali sisasayak, dan sarune, dimana setiap daerah di Mandailing memiliki
permainan gordang sambilan. Pada upacara adat masyarakat Mandailing tidak terlepas dari pemain ensambel musik yang dimainkan secara bersamaan sesuai
pola yang berlaku bagi masyarakat Mandailing. Namun begitupun ada juga yang terlepas dari bagian musik ini tidak termasuk didalam ensambel musik. Adapun
alat-alat musik tradisional Mandailing dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
3 1. Membranofon: gordang sambilan dan gondang dua gondang boru,
2.. Aerofon: suling, salung, sordam, tulila, talatoid, saleot, dan uyup-uyup. 3. Idiofon: etek, dongung-dongung, pior, gondang aek dan eor-eor. ogung,
momongan, doal, dan talisasayat 4. Kordofon: gordang tano, gondang bulu.
Musik dan kehidupan tradisional masyarakat Mandailing dapat dibagi atas 3 kategori yaitu:
1. Berhubungan dengan ritual keagamaan tradisional maupun adat.
Contohnya ensambel gordang sambilan, ensambel gordang lima, dan ensambel gondang dua. Sebenarnya masih ada satu lagi yang
penggunaannya lebih berbeda dan spesifik yaitu gordang tano. 2.
Berhubungan dengan aktivitas hiburan pribadi atau sosial. Contohnya sordam, gondang bulu, otuk, uyup-uyup batang ni eme, dan tulila.
3. Berhubungan dengan lingkungan kerja, terutama di bidang pertanian.
Contohnya: dotuk aek, etek, doting-doting, otor, dan dorang. Pada tulisan ini penulis ingin membahas sebuah alat musik yang
termasuk didalam kebudayaan mandailing yaitu Etek buluh. Etek termasuk dalam klasifikasi idiophone, alat musik ini terbuat dari satu setengah ruas atau dua ruas
bambu buluh
2
2
Seperti halnya pada Batak toba, Mandailing juga menyebut bambu dengan buluh. Bambu tergolong pada ras rerumputan dengan nama latin
Schizostachyum brachycladum Kurz
yang disebut dengan buluh soma, yang banyak ditemukan dalam hutan. Bambu yang dijadikan alat musik ini mempunyai diameter kurang lebih 10-
14 cm dan pada bagian tengah tabung tube bambu dibuat lubang berbentuk empat persegi panjang, yang lebarnya 4 cm dan begitu pula panjangnya kurang
lebih 30-35 cm. Tube tabung bambu terdiri dari satu ruas dan kedua bongkolnya
4 tetap dibiarkan utuh. Kurang lebih setengah ruas yang sisa ke samping dibentuk
seperti huruf ’U’ dengan membuang bagian tengahnya. Bagian bambu yang sisa pada sebelah atas dan bawah mempunyai lebar kurang lebih 4 cm. Selanjutnya
yang lebih umum, di mana pada sebelah ruas lainnya dibentuk pula hal yang serupa, akan tetapi hanya untuk bagian atas saja, yang panjangnya sekitar 20 cm
dan lebarnya kurang lebih 4 cm juga. Umumnya lapisan luar kulit bambu tidak dibuang, tapi ada juga alat musik etek yang semua bagian luar bambu yang
dibuang, dan kemudian dibubuhi cat pewarna atau tidak dicat sama sekali. Dari hasil wawancara dengan Bapak Ridwan Nasution
3
Alat musikal yang oleh masyarakat Mandailing dinamakan etek atau otuk ini, penamaannya yang demikian itu dikarenakan produk bunyi yang
pada tanggal 3 Juli 2015, dengan melihat perkembangannya saat ini keberadaan etek sebenarnya
tidak seperti apa yang terjadi pada waktu dahulu. Beliau mengatakan bahwa alat musik ini tidak lagi difungsikan sebagaimana fungsinya pada zaman dahulu.
Beliau juga mengatakan bahwa alat musik etek ini adalah alat untuk menghibur ataupun pelipur lara bagi para lelaki yang telah lelah satu harian kerja di ladang
ataupun sawah dan untuk mengusir rasa kesepian di dalam sopo atau gubuk di ladang mereka.
Selebihnya, alat musik etek Mandailing ini juga difungsikan sebagai pengusir hama binatang, contohnya adalah burung pada sawah dan juga kera-kera
yang ada di ladang mereka yang kerap mengganggu serta merugikan tanaman para petani. Mata pencaharian sebagai petani ini adalah mata pencaharian utama
orang-orang Mandailing.
3
Sebelum melakukan penelitian ke desa Marisi, penulis terlebih dahulu telah melakukan penelitian perdana dimana Bapak Ridwan Aman Nasution sebagai narasumber penulis untuk alat
musik Etek Mandailing.
5 dihasilkannya ketika sedang dimainkan yaitu berupa onomatopeik tiruan bunyi di
dalam memori pemain musik: tek … tek … tek … dan tuk … tuk … tuk …. Etek atau otuk ini dapat diklasifikasikan kepada slit drum
4
Pada masyarakat Tapanuli Selatan etek disebut dengan otor. Informan yang penulis dapati pada desa ini cukup diandalkandalam mengorek informasidalam
penggunaan etek ini pada masa lampau. Mengingat sekarang memang sudah tidak ada lagi peladang-peladang yang menggunakan etek tersebut diladang mereka.
Padi pada sawah yang sekarang sudah memakai jaring dalam menghalau burung. Ladang-ladang atau kebun yang sekarang sudah menjadi lahan karet dan sawit
dahulu durian. , yang dimainkan pada saat
seseorang menjaga ladangnya untuk mengusir rasa sepi, dan dapat juga dipergunakan untuk menghalau hama tanaman di ladang, misalnya seperti
monyet, kera, tupai, dan lain-lain. Biasanya etek ini dapat dijumpai di setiap sopo gubuk di ladang dan seringkali dimainkan pada siang hari. Tidak jarang, antara
sesama peladang di lereng-lereng bukit itu memainkan etek secara bersahut- sahutan, layaknya suatu alat komunikasi sesama mereka. Seseorang yang
memainkannya mungkin bermaksud mengetahui apakah temannya sudah berada di ladangnya atau tidak. Apabila temannya itu ternyata berada di ladangnya, tentu
ia akan membalas panggilan kawannya itu lewat permainan etek pula. Bagaimanapun pada zaman dahulu belum ada suatu komunikasi seperti zaman
sekarang ini seperti handphone yang dengan mudahnya memanggil teman yang sudah diladang dan juga belum ada kendaraan yg bisa mengantar para petani
dalam menjangkau ladang mereka yang ada di hutan pedalaman.
4
Slit drum adalah alat musik yang berbentuk tabung silindris yang mempunyai lubang resonator yang terbuat dari bambu atau kayu dimainkan dengan cara memukul badan dari alat musik
tersebut idiophone
6 Bagaimana alat musik ini dilakukan dan bagaimana kajian dari pembuatan
atau kebudayaan material musik dalam etnomusikologi seperti yang telah dikemukakan oleh Khasima Shusuma, maka penulis akan mencoba meneliti,
mengkaji dan menuliskannya dalam bentuk karya tulisan ilmiah dengan judul
:“Etek dalam kebudayaan Mandailing di desa Marisi, Kecamatan Angkola Timur, Kabupaten Tapanuli Selatan.”
1.2 Pokok permasalahan