Neraca Energi Terbarukan Indonesia
4.1.1 Isu Terkait Proses Penyusunan KEN
Sampai saat ini, KEN belum ditetapkan oleh pemerintah dan masih menunggu sidang paripurna dan persetujuan DPR. Rancangan dan rumusan KEN merupakan tugas utama DEN sehingga permasalahan dalam proses penyusunan KEN secara langsung maupun tidak langsung akan berkaitan dengan DEN. Dalam hubungannya dengan hambatan dalam proses penyusunan KEN dua aspek yang perlu dikaji lebih mendalam yaitu aspek keanggotaan dan mekanisme kerja DEN.
A. Aspek Keanggotaan DEN
Sifat keanggotaan DEN memiliki kesempatan yang sama sehingga memiliki hak yang sama untuk menyampaikan pandangan yang diakomodasi dalam sidang atau rapat. Sidang adalah pertemuan yang dihadiri oleh AUP dan AUPK yang dipimpin oleh pimpinan DEN untuk membahas dan/atau memutuskan hal yang terkait dengan tugas DEN. Sementara rapat adalah pertemuan untuk membahas hal yang terkait dengan tugas DEN.
Dalam proses penyusunan KEN, aspek keanggotaan DEN yang perlu menjadi perhatian adalah:
a. Secara teknokratik, rumusan KEN didiskusikan antar anggota DEN. Proses ini baik untuk menghasilkan kebijakan yang akomodatif dan komprehensif. Namun dalam prosesnya, seringkali kesepakatan materi rumusan KEN antar anggota DEN membutuhkan waktu yang panjang. Dengan beragam latar belakang dan pemikiran yang a. Secara teknokratik, rumusan KEN didiskusikan antar anggota DEN. Proses ini baik untuk menghasilkan kebijakan yang akomodatif dan komprehensif. Namun dalam prosesnya, seringkali kesepakatan materi rumusan KEN antar anggota DEN membutuhkan waktu yang panjang. Dengan beragam latar belakang dan pemikiran yang
b. Proses rapat dan sidang seringkali tidak dihadiri oleh semua anggota secara lengkap, terutama dari instansi pemerintahan yang diwakili oleh pejabat yang tidak dapat mengambil keputusan. Permasalahan lebih lanjut muncul ketika anggota DEN yang tidak hadir pada rapat sebelumnya, menyampaikan pandangan ketika rumusan sudah diputuskan sehingga isu dan masalah tersebut harus dibahas kembali.
c. Anggota DEN Unsur Pemerintah (AUP) selama ini kurang aktif dalam pembahasan KEN dimana semestinya mereka dapat menjadi aktor utama dalam menentukan target penyelesaian dan mengarahkan KEN sehingga dapat diselesaikan secepatnya. Padahal keterlibatan aktif AUP akan mencerminkan keberhasilan KEN yang disusun mengingat posisinya sebagai unsur pemerintah yang akan menjadi tulang punggung dalam menjalankan kebijakan.
d. DEN memiliki banyak kegiatan lain di samping pembahasan KEN. Hal ini dikhawatirkan akan memecah konsentrasi anggota DEN dalam perumusan KEN.
B. Mekanisme Kerja
Dalam melaksanakan tugasnya, DEN dibantu oleh Sekretariat Jenderal yang bertanggung jawab secara fungsional kepada DEN dan bertanggung jawab secara administrasi kepada Menteri ESDM. DEN melakukan sidang paripurna secara berkala yang dihadiri pimpinan dan anggota DEN sekurang-kurangnya 2 (dua) kali dalam 1 (satu) tahun atau sewaktu-waktu jika diperlukan. DEN melakukan sidang anggota secara berkala yang dipimpin oleh ketua harian DEN dan dihadiri anggota DEN sekurang-kurangnya 1 (satu) kali dalam 2 (dua) bulan atau sewaktu-waktu jika diperlukan. Dalam sidang paripurna dan sidang anggota, Sekretaris Jenderal DEN ikut hadir dan bertindak sebagai sekretaris dalam sidang dimaksud, tanpa hak suara. Hasil sidang anggota dilaporkan oleh ketua harian DEN kepada ketua DEN guna mendapatkan arahan tindak lanjut dan/atau dibahas dalam sidang paripurna.
Sidang anggota pertama DEN yang merupakan awal dimulainya kegiatan DEN dalam pelaksanaan tugas dilaksanakan pada tanggal 12 Juni 2009. Penyusunan KEN dimulai setelah disepakatinya Terms of Reference penyusunan KEN pada sidang anggota DEN ke-2 Sidang anggota pertama DEN yang merupakan awal dimulainya kegiatan DEN dalam pelaksanaan tugas dilaksanakan pada tanggal 12 Juni 2009. Penyusunan KEN dimulai setelah disepakatinya Terms of Reference penyusunan KEN pada sidang anggota DEN ke-2
Tabel 6. Time Table Pelaksanaan Sidang Anggota DEN
Sidang
2011 2012 Anggota DEN
Sidang ke-1
12 Juni
Sidang ke-2
21 Agus
Sidang ke-3
14 Okt
Sidang ke-4
19 Mar
Sidang ke-5
30 Jul
Sidang ke-6 4 Nov Sidang ke-7
11 Jan
Dari sisi mekanisme kerja DEN, hal yang menjadi hambatan penyelesaian KEN adalah:
a. Belum terlaksananya mekanisme kerja sesuai dengan Perpres 26/2008. Dari tabel di atas, terlihat bahwa sidang anggota tidak dilaksanakan secara berkala sekurang-kurangnya 1 (satu) kali dalam 2 (dua) bulan sebagaimana yang diatur Perpres 26/2008. Demikian halnya dengan sidang paripurna sekurang-kurangnya 2 (dua) kali dalam 1 (satu) tahun juga belum dilaksanakan. Berkurangnya agenda rapat dan sidang mengakibatkan berkurangnya waktu pembahasan KEN. Akibatnya proses penyusunan KEN membutuhkan waktu yang lebih lama.
b. Regulasi mengenai kode etik dan tata tertib DEN dalam rangka efektivitas pelaksanaan tugas dan tanggung jawab DEN baru ditetapkan pada tanggal 11 Mei 2011 melalui
Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral selaku Ketua Harian DEN Nomor
07 Tahun 2011. Penyusunan KEN yang telah berlangsung kurang lebih 3 tahun perlu dipercepat melalui peningkatan efektivitas pelaksanaan tugas dan tanggung jawab DEN dalam menyelesaikan rancangan dan rumusan KEN.
4.1.2 Isu Terkait Substansi KEN
A. Tujuan
Kebijakan Energi suatu negara secara umum ditujukan untuk menjamin ketahanan energi dari suatu negara. Sebagaimana diketahui ketahanan energi merupakan suatu kondisi dimana kebutuhan masyarakat luas akan energi terjamin pemenuhannya secara berkelanjutan, berdasarkan kriteria 3A, yaitu: ketersediaan (availability), keterjangkauan (accessibility) dan akseptabilitas (mutu dan harga). Energy Security memerlukan dukungan keterjaminan terhadap akses ataupun sumber-sumber energi primer serta dukungan fasilitas untuk proses konversi energi primer dan distribusi energi final. Oleh karenanya tujuan kebijakan energi suatu negara intinya adalah untuk mencapai tiga indikator di atas (3A ; Availability, accessibility dan acceptability)
Sementara berdasarkan draft terakhir KEN, tujuan dari KEN sangat luas mencakup 9 tujuan sebagai berikut :
a. Perubahan paradigma dalam pengelolaan energi;
b. Kemandirian pengelolaan energi;
c. Menjamin ketersediaan energi di dalam negeri;
d. Optimalisasi pengelolaan sumber daya energi;
e. Effisiensi pemanfaatan energi;
f. Meningkatkan akses energi;
g. Mengembangkan kemampuan dan kemandirian teknologi dan industri energi;
h. Penciptaan lapangan kerja;
i. Menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup. Luasnya tujuan dari KEN ini sebenarnya perkembangan yang sangat baik dalam hal
mengakomodasi kepentintingan sektor lain namun hal ini dikhawatirkan justru mengaburkan tiga tujuan utama dari kebijakan energi sehingga pencapaian dari tiga tujuan tersebut kurang optimal. Selain itu, tujuan KEN tersebut tentunya harus dijabarkan secara lebih lanjut dalam mengakomodasi kepentintingan sektor lain namun hal ini dikhawatirkan justru mengaburkan tiga tujuan utama dari kebijakan energi sehingga pencapaian dari tiga tujuan tersebut kurang optimal. Selain itu, tujuan KEN tersebut tentunya harus dijabarkan secara lebih lanjut dalam
B. Keterkaitan KEN Dengan Kebijakan Sub Sektor Energi Dan Kebijakan Sektor Lainnya
Secara konsep, KEN tidak terlepas dari kebijakan lainnya di sektor energi seperti kebijakan migas, batubara dan kebijakan kelistrikan nasional beserta undang-undangnya. Sinergitas antar kebijakan-kebijakan tersebut mutlak diperlukan untuk efektifitas pelaksanaannya. Hubungan antara kebijakan tersebut dapat dilihat pada gambar berikut.
UU lainnya yang
Kelistrikan
diantaranya : UU
berkaitan
Sektor Pengguna
Energi : Pengaruh
Indusri, UU Tata
Ruang, dan
sebagainya
Gambar 14. Keterkaitan KEN dengan Kebijakan Subsektor Energi dan Kebijakan Sektor Lainnya
Hal ini akan menjadi tantangan terberat dari KEN sehingga perlu dikaji lebih lanjut strategi dalam mensinkronisasikan kebijakan subsektor energi dan mensinergikan dengan kebijakan sektor lainnya yang berhubungan dengan energi seperti transportasi, industri, tata ruang, lingkungan dan lainnya. Sebagai alat monitoring, perlu adanya roadmap dengan timeline yang jelas dalam sinkronisasi antar kebijakan ini.
C. Kekuatan Hukum
Berdasarkan evaluasi kebijakan energi yang terdahulu, seringkali implementasi di tataran masyarakat tidak mencapai hasil optimal. Hal ini salah satunya disebabkan kurangnya konsistensi pemerintah selain tidak adanya kekuatan hukum yang kuat baik terhadap otoritas kebijakan maupun terhadap masyarakat. Akibatnya muncul fenomena
‘ Populist Paradox ’ yang artinya kebijakan yang sudah ditetapkan tidak dapat diimplementasikan karena kontradiksi dengan kebijakan yang saat ini sedang dilaksanakan. Sebagai contoh kebijakan konservasi energi yang dicanangkan pada kebijakan energi sebelumnya dengan kebijakan pemberian subsidi yang berlangsung lama sampai sekarang.
4.2 Isu Strategis RUEN dan RUED
4.2.1 Isu Terkait Penyusunan RUEN Dan RUED
A. Mekanisme Penyusunan RUEN
Hingga saat ini, peraturan yang menetapkan KEN belum dapat diterbitkan. Belum terbitnya peraturan KEN ini, secara operasional menjadi hambatan dalam penyusunan RUEN dan RUED mengingat RUEN dan RUED merupakan penjabaran operasional KEN yang akan dilakukan oleh pemerintah dan pemerintah daerah.
Penyusunan RUEN dan RUED merupakan amanat UU 30/2007. Hal ini merupakan sebuah kebijakan baru yang belum pernah dilakukan oleh pemerintah dan pemerintah daerah. Untuk itu, diperlukan kejelasan mengenai bagaimana mekanisme dan rumusan RUEN dan RUED harus dilakukan. Sayangnya, amanat UU 30/2007 untuk menerbitkan Perpres tentang penyusunan RUEN sampai saat ini pun belum ada. Padahal dari segi waktu, penerbitan Perpres dan sosialisasi ini tidak harus menunggu KEN selesai sehingga dapat segera disosialisasikan terutama ke daerah.
Saat ini belum ada RUED yang telah ditetapkan sebagaimana amanat Pasal 18 UU 30/2007. Namun demikian, ada pemerintah daerah yang telah memulai penyusunan RUED- nya. Tentu saja ini akan menimbulkan permasalahan apabila RUED yang telah disusun tidak sejalan dengan KEN dan RUEN yang ditetapkan kemudian. Contoh pemerintah daerah yang telah dan akan menyusun RUED adalah:
a. Pemerintah Kabupaten Luwu Timur melalui Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral telah menggelar kegiatan ekspose laporan pembuatan dokumen RUED Tahun 2011yang a. Pemerintah Kabupaten Luwu Timur melalui Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral telah menggelar kegiatan ekspose laporan pembuatan dokumen RUED Tahun 2011yang
b. Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Pemerintah Provinsi Jawa Barat pada awal tahun 2012 telah mengumumkan rencana pengadaan penyusunan RUED senilai Rp 200 juta.
B. Kapasitas Kelembagaan dan Sumber Daya Manusia
Rumusan materi RUEN tentu saja harus sejalan dengan KEN. Sama halnya dengan RUED yang juga harus sejalan dengan KEN dan RUEN. Hal ini diperlukan agar tercapai sinergi antara KEN, RUEN, dan RUED.
Rumusan materi RUED mencakup antara lain penyusunan database energi-ekonomi (profil energi daerah) dan model energi, mengkaji pola pemakaian energi saat ini, memperkirakan pemakaian energi masa depan, mengkaji potensi sumber daya energi daerah, menyusunan skenario supply-demand energi, mengkaji biaya dan dampak sosio-ekonomi dan lingkungan dari berbagai skenario supply-demand energi dan menyusun strategi pengembangan energi daerah.
Untuk menyusun RUED, maka pemerintah daerah perlu memiliki kemampuan yang cukup termasuk pada aspek metodologi dan asumsi-asumsi yang digunakan dalam memproyeksikan kebutuhan dan pasokan energinya. Untuk menyusun RUED yang realistis dan berwawasan berkelanjutan maka pemerintah daerah perlu memiliki pengertian yang memadai mengenai KEN dan RUEN.
Penyusunan RUED juga digunakan sebagai dasar untuk menyusun RUEN. Namun perlu diperhatikan bahwa regional balance sheet tidak akan dapat tergambar secara akurat karena pemenuhan energi daerah sering kali dipenuhi dari daerah lain (tidak bisa menggambarkan suatu daerah secara tertutup). Prediksi atau proyeksi energy demand daerah harus menggunakan tools proyeksi energi yang ‘seragam’ secara nasional sehingga proyeksi energi tiap daerah angkanya dapat kompatible dan dapat diadopsi atau dikutip secara nasional.
Dalam proses penyusunan RUED, beberapa daerah tidak terlalu memerlukan rencana umum energi dikarenakan daerah teresebut merupakan daerah strategis yang penyediaan Dalam proses penyusunan RUED, beberapa daerah tidak terlalu memerlukan rencana umum energi dikarenakan daerah teresebut merupakan daerah strategis yang penyediaan
Selain itu, lemahnya hubungan antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota menyebabkan banyak kebijakan antar pemerintah tidak terkomunikasikan dengan baik. Pemerintah Daerah sering tidak dilibatkan dalam proyek- proyek nasional yang berlokasi di daerah, seperti proyek-proyek pertambangan migas dan pusat pembangkit tenaga listrik skala besar, sehingga proses penyusunan RUED kurang dapat dilakukan secara akurat. Hal ini juga disebabkan belum terlaksananya Forum Energi Daerah di setiap provinsi.
Permasalahan lainnya adalah ketidaktegasan pemerintah untuk menjalankan aturan insentif dan disinsentif terhadap penyelesaian RUED, sehingga meskipun telah diamanatkan di undang-undang tetapi belum dilaksanakan oleh pemerintah daerah. Perlu ada upaya khusus sebagaimana yang dilakukan oleh Kementerian Pekerjaan Umum dengan mengumumkan bahwa daerah-daerah yang belum memiliki Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) tidak akan mendapatkan kucuran Dana Alokasi Khusus Infrastruktur tahun 2013. Hal ini secara tidak langsung akan memacu daerah-daerah yang belum menyelesaikan penyusunan RTRW untuk segera menyelesaikan RTRW-nya.
Penyusunan RUED juga terhambat oleh kurangnya informasi mengenai mekanisme bagaimana penyusunan RUED itu sendiri. Selain itu, kurangnya pendampingan untuk melakukan proses proyeksi permintaan dan penyediaan energi di setiap daerah dan kurangnya data untuk melakukan proyeksi juga menjadi salah satu faktor penghambat penyusunan RUED.
4.2.2 Isu Terkait Substansi RUEN
Untuk membentuk RUEN perlu memperhatikan Rencana Umum Ketenegakalistrikan Nasional (RUKN), Rencana Umum Migas, dan Rencana umum energi lainnya. Secara substansi rencana-rencana tersebut masih belum ideal. Sebagai contoh RUKN disusun dengan asumsi bahwa semua energi yang diperlukan tersedia seperti gas, batubara dan sebagainya. Namun dalam kenyataan di lapangan, justru energi-energi itu sulit diperoleh Untuk membentuk RUEN perlu memperhatikan Rencana Umum Ketenegakalistrikan Nasional (RUKN), Rencana Umum Migas, dan Rencana umum energi lainnya. Secara substansi rencana-rencana tersebut masih belum ideal. Sebagai contoh RUKN disusun dengan asumsi bahwa semua energi yang diperlukan tersedia seperti gas, batubara dan sebagainya. Namun dalam kenyataan di lapangan, justru energi-energi itu sulit diperoleh
Selain isu di atas, karakteristik logistik pasokan energi bisa bersifat distributed atau integrated (centralized, regionalized) sehingga perlu diperjelas dalam RUEN dan RUED karena wilayah administratif (Prov./Kab.) tidak sama dengan wilayah logistik suplai energi. Jika tidak sistem logistik energi yang terfragmentasi dan tidak efisien, kecuali sistem logistik yang bisa stand alone/distributed terutama sumber energi terbarukan seperti mikro hidro, biogas, surya, angin dan biofuels.
Tantangan lainnya adalah menselaraskan hasil penghitungan model energi RUEN dengan sasaran KEN. Berdasakan hasil simulasi sementara dari model energi RUEN dari Pusdatin terdapat perbedaan mencolok diantaranya :
a. Kapasitas pembangkit pada tahun 2025 mencapai 122,53 GW sementara target KEN pada tahun 2025 adalah 115 GW.
b. Kebutuhan listrik per kapita di tahun 2025 mencapai 1487,8 Kwh per kapita. Target KEN 2500 Kwh per kapita.
c. Target penyediaan energi primer KEN di tahun 2025 sebesar 400 MTOE dengan bauran terdiri dari : minyak 25 persen, gas 20 persen, batubara 30 persen dan EBT 25 persen. Sementara hasil simulasi sementara draft RUEN penyediaan energi primer di tahun 2025 sebesar 621,6 MTOE dengan bauran terdiri dari minyak 40 persen, gas 14 persen, batubara 27 persen, dan EBT 19 persen.
Hal ini disebabkan asumsi skenario yang digunakan Pusdatin berbeda dengan yang digunakan DEN. Selain itu asumsi tahun dasar DEN adalah 2008 sementara asumsi tahun dasar yang digunakan RUEN adalah 2011. Berdasarkan hal ini perlu segera ditetapkan KEN agar kerelevanan data sebagai dasar pengambilan kebijakan tidak menjadi kadaluarsa
BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
5.1 Kesimpulan
Paradigma lama yang hanya menjadikan energi sebagai sumber pendapatan telah berubah menjadi sebagai katalisator perekonomian nasional. Dengan peran strategis tersebut, sektor energi akan sangat menentukan keberhasilan pembangunan nasional ke depan. Permasalahan energi tidaksemata-mata menjadi permasalahan sektor energi dengan penanggung jawab KESDM, akan tetapi menjadi isu nasional yang menjadi tanggung jawab bersama. Atas dasar hal tersebut, KEN perlu disusun dengan melibatkan semua sektor terkait, tidak hanya oleh KESDM. Selain unsur pemerintahan, keterlibatan unsur masyarakat dalam keanggotaan DEN yang bertugas menyelesaikan KEN diharapkan dapat menghasilkan KEN yang tidak hanya komprehensif dan representatif tetapi juga dapat diimplementakan pada tataran operasional di daerah
Meskipun demikian, mekanisme pelibatan banyak unsur dari berbagai sektor dan keahlian dalam DEN sedikit banyak memiliki pengaruh terhadap kinerja penyusunan KEN. Dengan dinamika musyawarah dan diskusi para anggota DEN dalam rapat dan sidang, proses teknokratik dalam penyusunan KEN seharusnya dapat dilakukan dengan matang. Namun dalam prosesnya, penyusunan KEN juga dilakukan melalui proses politik di DPR. Panjangnya proses teknokratik dan politik ini menjadi penyebab berlarut-larutnya penyelesaian KEN yang pada akhirnya berakibat pada pergeseran perencanaan.
Penyusunan KEN didahului oleh proses pemodelan energi yang tertuang pada naskah akademik. Proses pemodelan energi juga akan dilakukan pada saat penyusunan RUEN dan RUED. Proses ini dilakukan dengan pertimbangan asumsi dan kriteria tertentu dengan bantuan metode/tool tertentu pula.
Sebagai dokumen perencanaan, RUEN dan RUED bersifat gabungan antara rencana spasial (RTRWN/D) dengan rencana aspasial (RPJPN/D – RPJMN/D), sesuai dengan definisi yang tercantum dalam UU No. 30 tahun 2007 tentang Energi. Penyusunan rencana tersebut perlu memperhitungkan semua sektor yang memanfaatkan energi, tidak hanya terbatas pada sektor energi. Terkait keselarasan antara KEN dengan RUEN dan RUED, Sebagai dokumen perencanaan, RUEN dan RUED bersifat gabungan antara rencana spasial (RTRWN/D) dengan rencana aspasial (RPJPN/D – RPJMN/D), sesuai dengan definisi yang tercantum dalam UU No. 30 tahun 2007 tentang Energi. Penyusunan rencana tersebut perlu memperhitungkan semua sektor yang memanfaatkan energi, tidak hanya terbatas pada sektor energi. Terkait keselarasan antara KEN dengan RUEN dan RUED,
5.2 Rekomendasi
Beberapa rekomendasi yang perlu dilakukan dalam menyempurnaan rancangan KEN dan RUEN serta RUED yang akan disusun adalah :
A. Penentuan roadmap yang jelas dalam penyelesaian KEN, RUEN dan RUED Pemberian batas waktu penyelesaian KEN dan RUEN perlu diperjelas baik dari proses teknokratis maupun politis. Hal ini diperlukan dengan pertimbangan bahwa semakin lama selang waktu antara tahun dasar asumsi (2008) dengan tahun awal penerapan kebijakan (2012 atau 2013?), maka kondisi dan asumsi yang dibuat menjadi semakin tidak sesuai. Akibatnya kebijakan energi yang dihasilkan pun menjadi kurang relevan.
B. Penentuan roadmap yang jelas dalam sinkronisasi kebijakan masing-masing subsektor energi dan kebijakan sektor lainnya. Secara timbal balik, KEN akan saling mempengaruhi dengan kebijakan subsektor di bawahnya. Selain itu kebijakan sektor lainnya seperti industri dan transportasi sebagai pemenfaat energi perlu disesuaikan melalui roadmap dan timeline yang jelas.
C. Koordinasi vertikal dan horizontal terkait perencanaan energi antara Pusat dan Daerah dan antar Daerah memiliki peran yang penting. Walaupun secara teknis Pusdatin ESDM menjadi penanggung jawab dari RUEN, namun dalam mendukung penyelesaian RUEN dan monev, perlu ada suatu tim koordinasi untuk penyelesaian RUEN yang melibatkan lintas kementerian.
D. Mekanisme insentif dan disinsentif yang jelas Kebijakan energi nasional sebagai kebijakan publik harus memuat instrumen insentif dan disinsentif yang jelas dan didukung dengan peraturan di masing-masing sektor untuk mengefektifkan pelaksanaannya. Bentuk insentif dan disinsentif dapat bermacam- macam tergantung dari kondisi yang ada. Mekanisme insentif dan disinsentif ini juga dapat diberlakukan dalam rangka kewajiban daerah terhadap penyelesaian RUED.
E. Pembentukan expert pool Expert pool ditujukan untuk memberikan bantuan teknis kepada Pemda dalam penyusunan RUED (metodologi, modelling , sampling, dan pengolahan data) secara berkesinambungan. Disamping bantuan teknis dalam penyusunan RUED, expert pool juga dapat digunakan untuk membantu pengimplementasian RUED di daerah
F. Intensifikasi pemetaan potensi dan kebutuhan energi daerah Upaya intensifikasi ini berkaitan dengan potensi sumber daya energi yang ada serta kebutuhan energi di suatu daerah, terutamapada daerah-daerah yang memiliki tingkat krisis energi yang tinggi. Dengan demikian, dapat diidentifikasi daerah-daerah yang perlu melakukan penyusunan RUED dengan segera.
G. Mempromosikan pembentukan Unit Pelaksana Teknis Kegiatan (UPTK) di daerah yang melaksanakan pengelolaan data daerah Unit ini diperlukan untuk melakukan inventarisasi karakteristik wilayah dari sisi geografis, lingkungan, sosial, ekonomi dan budaya di wilayah-wilayah yang memiliki potensi energi alternatif. Data ini, yang juga mencakup data energi dan sumber daya mineral secara umum, akan digunakan dalam proses perencanaan energi termasuk didalamnya RUED.
H. Mempromosikan pembentukan Forum Energi Daerah Forum Energi Daerah yang diperlukan dalam penyusunan RUEDini bertujuan untuk: menyediakan data dan informasi yang diperlukan dalam skenario pengembangan energi; membahas isu-isu aktual tentang energi dan memberikan asumsi-asumsi untuk pemodelan energi; membahas tujuan dan implikasi dari kebijakan energi; memberikan rekomendasi tentang skenario energi yang akan dikaji; dan memberikan berbagai gagasan baru atau terobosan dalam pengembangan energi. Anggota Forum Energi Daerah sebaiknya berasal dari perwakilan sektor energi, sektor pemanfaat energi, instansi perencanaan daerah, dan juga pejabat perwakilan daerah produsen energi dari BUMN atau BUMD (PLN dan Pertamina).
I. Memutuskan segera mengenai asumsi, kriteria dan tool model yang akan digunakan pada penyusunan rencana umum energi nasional dan daerah. Keputusan ini diperlukan agar perencanaan yang dilakukan di tingkat pusat dan daerah memiliki sudut pandang yang sama dan selaras. Keputusan ini sudah harus diambil oleh
Pusdatin KESDM sebagai fokal poin dengan terlebih dahulu mempertimbangkan masukan-masukan dari instansi pemerintah lainnya terutama dari pemerintah daerah. Selanjutnya asumsi, kriteria dan tool modeling yang dipilih segera disosialisasikan ke setiap daerah dengan juga memberi pendampingan pada saat penyusunan RUEN/RUED.