DIREKTORAT SUMBER DAYA ENERGI MINERAL DA

DIREKTORAT SUMBER DAYA ENERGI, MINERAL DAN PERTAMBANGAN BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL POLICY PAPER

KESELARASAN KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL (KEN) DENGAN RENCANA UMUM ENERGI NASIONAL (RUEN)

DAN RENCANA UMUM ENERGI DAERAH (RUED) LAPORAN AKHIR

KATA PENGANTAR

Sejak tahun 1980an, pemerintah sudah menyadari pentingnya peranan energi dalam pembangunan. Melalui Kebijakan Umum Bidang Energi yang dikeluarkan tahun 1981, pengelolaan energi Indonesia telah mulai ditata. Namun demikian sampai sekarang, kebijakan energi nasional yang telah dikeluarkan belum menghasilkan perubahan yang berarti dalam mencapai kondisi keenergian yang positif. Permasalahan implementasi, koordinasi dan payung regulasi masih menjadi kendala utama. Melihat kondisi demikian, pada tahun 2007 pemerintah bersama DPR mengesahkan UU No. 30 tahun 2007 tentang Energi yang salah satu amanatnya menyusun Kebijakan Energi Nasional (KEN) yang dirumuskan Dewan Energi Nasional dan ditetapkan Pemerintah setelah mendapat persetujuan DPR. KEN ini akan menjadi pedoman bagi Rencana Umum Energi Nasional serta Rencana Umum Energi Daerah.

Sampai saat ini, Draft KEN yang sudah tersusun belum dibahas bersama DPR. Sementara proses penyusunan RUEN masih bersifat sosialisasi. Walaupun demikian beberapa daerah telah menyusun draft RUED. Isu strategis dalam semua proses tersebut di atas adalah keselarasan antara ketiga produk tersebut. Hal ini akan menentukan keberhasilan implementasi kebijakan energi di masa mendatang.

Penyusunan Policy Paper “Keselarasan KEN dengan RUEN dan RUED” dilakukan untuk memetakan permasalahan dan bottlenecking dalam penyelesaian penyusunan KEN, RUEN dan RUED selain isu-isu strategis berkaitan keselarasan dari ketiga produk tersebut. Dari hasil pemetaan itu diharapkan dapat tersusun solusi berupa strategi dalam menyelesaikan penyusunan KEN, RUEN dan RUED dengan saling mendukung. Policy Paper ini disusun melalui studi literatur, diskusi, dan seminar untuk mendapatkan masukan dari narasumber dan para stakeholder .

Sebagai penutup, kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu pelaksanaan penyusunan Policy Paper ini, mulai dari persiapan, diskusi, seminar, sampai dengan penulisan laporan. Semoga policy paper ini dapat memberikan kontribusi dalam rangka penyusunan kebijakan dan perencanaan di sektor energi. Saran dan kritik sangat kami harapkan demi penyempurnaan laporan ini.

Jakarta, Desember 2012 Direktur Sumber Daya Mineral, Energi dan Pertambangan

Montty Girianna

ABSTRAK

Penyusunan kajian bertujuan untuk merumuskan arah kebijakan atau pedoman dalam mendukung tercapainya keselarasan yang saling mendukung antara RUEN dan RUED yang yang akan disusun dengan KEN yang saat ini dalam tahap finalisasi. Penyusunan policy paper ini dilakukan melalui brainstorming dengan serangkaian diskusi dan seminar yang mengundang berbagai pihak yang berkaitan dengan penyusunan KEN, RUEN dan RUED baik secara langsung maupun tidak langsung dari kalangan pemerintah pusat, pemerintah daerah, maupun dari kalangan akademisi atau universitas, serta para pelaku usaha dan asosiasi yang langsung terlibat dalam sektor energi ini.

Saat ini, sektor energi memiliki peran strategis dalam mencapai kemakmuran ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Atas dasar itulah perlu adanya suatu kebijakan yang khusus tentang energi. Sejak tahun 1981 Indonesia mulai menyusun kebijakan energi. Sampai tahun 2006, kebijakan energi yang dikeluarkan cenderung bersifat parsial dan kurang melibatkan sektor selain energi. Melalui UU No. 30 tahun 2007 tentang Energi dibentuk Dewan Energi Nasional untuk menyusun kebijakan energi nasional secara komprehensif. Sebagai kebijakan publik, KEN setidaknya harus memiliki unsur ‘paksaan’ dan insentif selain tentunya mengikuti siklus kebijakan yaitu dapat dirumuskan, dapat diimplementasikan, dimonitoring dan dievaluasi

Untuk mengimplementasikan KEN, RUEN dibentuk sebagai pentahapan dari pencapaian sasaran KEN dan juga memuat lokasi detail dari program yang akan dijalankan. RUEN dan RUED merupakan perencanaan yang memadukan perencanaan sektor (aspasial) dan perencanaan spasial. Dalam prakteknya, RUEN dan RUED akan saling mempengaruhi dengan perencanaan sektor lainnya yang berkaitan dengan sektor energi.

Isu terkait KEN terdiri dari proses penyusunannya dan substansi dari KEN itu sendiri. Dalam proses penyusunannya, aspek keanggotaan dan mekanisme kerja DEN mempengaruhi lambatnya penyelesaian KEN. Sementara dari sisi substansi, terkait dengan fungsi KEN sebagai kebijakan publik, aspek tujuan, keterkaitan KEN dengan kebijakan sektor non energi dan aspek kekuatan hukum perlu ditinjau lebih dalam agar efektif dalam mencapai sasaran yang ditentukan. Sementara isu terkait RUEN dan RUED adalah belum adanya regulasi yang jelas mengenai pedoman penyusunan RUEN dan RUED selain tentunya kondisi kapasitas sumber daya manusia dan kelembagaan yang belum sepenuhnya mendukung terutama di daerah. Terkait substansi RUEN dan RUED, tantangan terbesar adalah menselaraskan dengan perencanaan sektor lainnya selain tentunya menselaraskan dengan sasaran yang ditetapkan RUEN dan RUED.

Beberapa rekomendasi dalam keselarasan KEN dengan RUEN dan RUED a dalah : penentuan roadmap yang jelas dalam penyelesaian KEN, RUEN dan RUED, penentuan roadmap yang jelas dalam sinkronisasi kebijakan masing-masing subsektor energi dan kebijakan sektor lainnya, peningkatan koordinasi vertikal dan horizontal terkait perencanaan energi antara pusat dan daerah dan antar daerah, pengkajian mekanisme insentif dan disinsentif yang jelas, pembentukan expert pool, intensifikasi pemetaan potensi dan kebutuhan energi daerah, mempromosikan pembentukan Unit Pelaksana Teknis Kegiatan (UPTK) di daerah yang berfungsi inventarisasi data, mempromosikan pembentukan Forum Energi Daerah, memutuskan segera mengenai asumsi, kriteria dan tool model yang akan digunakan pada penyusunan rencana umum energi nasional dan daerah.

ii

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dengan pertumbuhan ekonomi sebesar 6 – 7 persen saat ini, Indonesia menjadi salah satu negara dengan potensi ekonomi yang cukup kuat di Asia. Terlebih lagi pada tahun- tahun terakhir ini, di tengah krisis global yang melanda dunia, Indonesia masih mampu tumbuh secara ekonomi. Namun demikian, sebenarnya potensi ekonomi Indonesia masih bertumpu pada tingkat konsumsi dalam negeri yang tinggi. Sementara tingkat produktivitas Indonesia masih belum kuat yang ditandai dengan masih lemahnya daya saing Indonesia dibandingkan dengan negara-negara sekitarnya.

Salah satu faktor produksi yang saat ini penting dalam menumbuhkan tingkat produktivitas adalah energi. Pada saat ini, fungsi energi menjadi lebih strategis, tidak hanya sebagai sumber penerimaan negara tetapi juga dapat berfungsi sebagai katalisator pertumbuhan ekonomi dan bahkan sebagai aspek penting yang menentukan ketahanan nasional suatu negara.

Kondisi keenergian Indonesia saat ini masih memiliki banyak persoalan. Besarnya ketergantungan energi Indonesia terhadap minyak bumi dan rendahnya pemanfaatan energi terbarukan bila dibandingkan dengan potensi yang dimiliki masih menjadi tantangan tersendiri di sektor energi. Selain itu, keterbatasan infrastruktur energi juga membatasi akses masyarakat terhadap energi dan juga penggunaan energi yang masih belum efisien.

Kompleksitas permasalahan sektor energi di Indonesia memerlukan suatu pengelolaan energi nasional yang komprehensif melalui Kebijakan Energi Nasional yang jelas dan terukur. Atas dasar itulah, Undang Undang (UU) No. 30 tahun 2007 tentang Energi mengamanatkan penyusunan Kebijakan Energi Nasional (KEN) sebagai pedoman dalam pengelolaan energi nasional. Kebijakan ini dirancang dan dirumuskan oleh Dewan Energi Nasional (DEN) dan ditetapkan oleh pemerintah dengan persetujuan DPR-RI.

Prinsip dasar yang menjadi acuan dalam proses penyusunan KEN sebagaimana tercantum dalam UU No. 30 tahun 2007 pasal 1 angka 25 adalah prinsip berkeadilan, berkelanjutan dan berwawasan lingkungan guna tercapainya kemandirian dan ketahanan Prinsip dasar yang menjadi acuan dalam proses penyusunan KEN sebagaimana tercantum dalam UU No. 30 tahun 2007 pasal 1 angka 25 adalah prinsip berkeadilan, berkelanjutan dan berwawasan lingkungan guna tercapainya kemandirian dan ketahanan

1.2 Tujuan dan Sasaran

Tujuan dari kegiatan penyusunan policy paper ini adalah untuk merumuskan arah kebijakan atau pedoman dalam mendukung tercapainya keselarasan yang saling mendukung antara RUEN dan RUED yang akan disusun dengan KEN yang saat ini dalam tahap finalisasi. Tujuan selanjutnya adalah untuk memberi landasan yang kuat dan cukup comprehensif kepada stakeholders yang terlibat, terutama KESDM dan pemerintah daerah, dalam mengintegrasikan rencana umum energi dengan proses penyusunan rencana di sektor atau daerahnya.

Adapun sasaran kegiatan penyusunan policy paper ini adalah tersusunnya arah kebijakan atau pedoman agar terjadi keselarasan yang saling mendukung antara RUEN dan RUED dengan KEN.

1.3 Ruang Lingkup Studi

a. Inventarisasi dan mengevaluasi peraturan dan ketentuan berkaitan dengan pengelolaan energi secara umum maupun energi berdasarkan jenisnya.

b. Identifikasi masalah-masalah yang ada dalam penyusunan KEN, RUEN dan RUED.

c. Analisis kajian akademis sebagai landasan penyusunan pedoman keselarasan KEN dengan RUEN dan RUED.

d. Perumusan strategi kebijakan dalam rangka sinkronisasi antara KEN dengan RUEN dan RUED.

1.4 Pendekatan Studi

a. Melaksanakan koordinasi melalui rapat, konsinyiring, lokakarya ataupun seminar.

b. Melakukan FGD dengan stakeholder terkait dari berbagai kalangan seperti instansi pemerintahan baik pusat dan daerah, praktisi, pelaku usaha untuk melihat sejauh mana pemahaman terhadap KEN yang sedang disusun, dan RUEN serta RUED yang akan mengacu pada KEN.

c. Melakukan kunjungan lapangan ke beberapa daerah untuk lebih memahami permasalahan energi dalam ruang lingkup kedaerahan yang lebih kecil.

1.5 Keluaran

Keluaran dari penyusunan policy paper ini adalah laporan yang dapat dijadikan rekomendasi kebijakan sinkronisasi KEN dengan RUEN dan RUED untuk stakeholder . Selain itu laporan ini juga dapat dijadikan bahan pendukung yang akan disampaikan dalam forum-forum internasional terkait dengan pengembangan energi.

BAB 2 KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL

2.1 Peran Penting Kebijakan Energi Nasional

Selama beberapa tahun terakhir, pertumbuhan energi Indonesia mencapai angka 7 –

8 persen per tahun. Pertumbuhan ini lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi Indonesia saat ini yang berkisar antara 5 – 6 persen. Meskipun demikian, masih tingginya elastisitas energi Indonesia yang berada pada kisaran 1,6, mencerminkan belum efisiennya penggunaan energi di Indonesia. Sebagai perbandingan, Thailand dan Singapura memiliki elastisitas energi sebesar 1,4 dan 1,1. Sementara negara-negara maju seperti Jepang dan Amerika memiliki elastisitas energi yang berkisar antara 0,1 dan 0,2.

Namun pertumbuhan energi yang tinggi ini tidak pula ditunjang dengan kebijakan penyediaan energi yang baik. Data menunjukkan, pada tahun 2011, minyak masih menjadi energi dengan pangsa terbesar yang mencapai 49,5 persen dari jumlah total energi sebesar 1,176 miliar Setara Barel Minyak (SBM)/ Barrel Oil Equivalent (BOE). Pangsa terbesar selanjutnya adalah Batubara dan Gas dengan jumlah proporsi masing-masing sebesar 26 persen dan 20,4 persen (Gambar 1). Hal ini menunjukkan sangat tingginya ketergantungan Indonesia terhadap energi fosil yang mencapai 95 persen.

Bauran Energi 2011

Panas Bumi

1.2 % ET Lainnya

Gambar 1. Kondisi Bauran Energi Indonesia Tahun 2011

Sumber : (Pusdatin, KESDM, 2012)

Kondisi ini perlu mendapat perhatian serius mengingat dari tahun ke tahun kondisi cadangan energi fosil semakin menipis. Berdasarkan data neraca energi tahun 2011 (Tabel 1), diperkirakan potensi minyak bumi Indonesia akan habis sekitar 23 tahun dari sekarang, sementara gas bumi dan batubara diperkirakan akan habis masing-masing pada 55 dan 83 tahun dari sekarang. Kondisi tersebut mengisyaratkan keharusan untuk mengoptimalkan pemanfaatan energi baru dan terbarukan. Dengan kondisi geologis dan letak geografisnya, Indonesia memiliki potensi sumber daya energi terbarukan yang sangat besar.

Tabel 1. Neraca Energi Fosil Indonesia

Rasio Energi Fosil

Sumber

Rasio

Produksi No

Cadangan

Daya

Sd/Cad

Cad/Prod

(Tidak terbarukan)

6 7 = 4/6 1 MinyakBumi(miliar

2 Gas Bumi(TSCF)

51 2.9 55 3 Batubara(miliarton)

20.98 18 0.254 83 4 Coal Bed Methane/ 453

- CBM (TSCF)

** ) Dengan asumsi tidak ada penemuan baru ) Termasuk blok Cepu

Sumber : KESDM, 2012

Tabel 2. Neraca Energi Terbarukan Indonesia

Sumber

Kapasitas

No Energi Terbarukan RasioKT/SD(%)

Daya(SD)

Terpasang(KT)

1 Tenaga Air

7.54 2 Panas Bumi

75,670 MW

5,705.29 MW

4.17 3 Mini/Mikro Hidro

3.25 5 2 Tenaga Surya 4.80 kWh/m /day

49,810 MW

1,618.40 MW

- 6 Tenaga Angin

Sumber : KESDM, 2012 Tingginya pertumbuhan dan elastisitas energi ternyata belum diiringi dengan

tingginya konsumsi energi per kapita Indonesia. Berdasarkan data tahun 2011, konsumsi energi per kapita Indonesia hanya mencapai 0,85 Ton Oil Equivalent (TOE) di bawah rata- rata konsumsi dunia sebesar 1,7 TOE dan beberapa negara ASEAN (Singapura 3,7 TOE, Malaysia 2,5 TOE, dan Thailand 1,5 TOE) (Gambar 2).

Konsumsi Energi Per kapita (ToE)

Elastisitas Energi

Gambar 2. Perbandingan Konsumsi Energi Per Kapita dan Elastisitas Energi Indonesia, Malaysia, Thailand dan Singapura (KESDM, 2011)

Rendahnya konsumsi energi per kapita ini disebabkan masih rendahnya akses masyarakat terhadap energi. Hal ini dapat dilihat dari rasio elektrifikasi tahun 2011 sebesar 72,95 persen, yang artinya masih ada 27,05 persen rumah tangga di Indonesia masih belum mendapatkan layanan listrik. Penyebab utama rendahnya rasio elektrifikasi ini adalah kurangnya pembangunan infrastruktur energi terutama di daerah terpencil dan pulau-pulau terluar yang pembangunannya akan memakan biaya yang tidak sedikit.

Selain isu-isu di atas, di masa mendatang, kondisi energi Indonesia tentunya akan dipengaruhi juga oleh isu lingkungan global seperti komitmen Presiden RI di dunia internasional untuk menurunkan emisi sebesar 26 persen melalui upaya sendiri dan 41 persen dengan bantuan pihak luar di tahun 2020. Tentunya isu lingkungan ini akan mempengaruhi kebijakan energi yang akan diambil.

KEN akan menjadi kebijakan strategis dalam mencapai ketahanan energi nasional yang turut menentukan keberhasilan pembangunan Indonesia di masa mendatang. Sebagai ilustrasi mengenai peran strategis sektor energi, gambar berikut ini memperlihatkan adanya korelasi antara pertumbuhan sektor energi dengan pertumbuhan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat dalam suatu negara.

ka r 14000 e

GDP USD per kapita

China

Malaysia Singapura

Korea Selatan Indonesia

Philipina

Gambar 3. Korelasi Antara Konsumsi Listrik Dengan Perekonomian (GDP) Di Beberapa Negara Tahun 2010

United States

s Li

Singapore

25,000 Korea (Republic of) United Arab Emirates

onsum K

20,000 Saudi Arabia Malaysia

Thailand Philippines Paraguay

Viet Nam Occupied Palestinian Territories

5,000 Indonesia

Peringkat IPM

Gambar 4. Korelasi Antara Konsumsi Listrik Dengan Kesejahteraan (Peringkat IPM)

Di Beberapa Negara Tahun 2008

2.2 Perkembangan Kebijakan Energi Nasional

Sampai dengan tahun tujuh puluhan, sumber daya energi dianggap masih sangat melimpah. Persoalan utama pada masa itu adalah usaha pemerintah untuk meningkatkan produksi minyak bumi melalui kontrak bagi hasil. Dengan meningkatnya produksi minyak maka penerimaan negara yang masih bertumpu pada ekspor komoditas ini diharapkan semakin besar.

Gagasan penyusunan kebijakan energi di Indonesia itu sendiri pertama kali muncul pada tahun 1976. Tujuan dari kebijakan tersebut adalah untuk memaksimalkan pemanfaatan sumber daya energi. Pemerintah kemudian membentuk Badan Koordinasi Energi Nasional (BAKOREN) yang setingkat dengan departemen dan bertanggung jawab memformulasikan kebijakan energi serta mengkoordinasikan implementasi kebijakan ini. BAKOREN untuk pertama kalinya mengeluarkan Kebijaksanaan Umum Bidang Energi (KUBE) pada tahun 1981. Kebijakan ini terus menerus diperbarui sesuai dengan perkembangan strategis lingkungan yang mempengaruhi pembangunan energi di Indonesia.

KUBE 1981 yang selanjutnya direvisi pada tahun 1987, dan 1991 memfokuskan pada intensifikasi, diversifikasi dan konservasi energi. Upaya intensifikasi dilakukan melalui peningkatan kegiatan survei dan eksplorasi sumber daya energi untuk mengetahui potensinya secara ekonomis. Diversifikasi merupakan upaya untuk penganekaragaman penggunaan energi non-minyak bumi melalui pengurangan penggunaan minyak dan menetapkan batubara sebagai bahan bakar utama pembangkit listrik dan industri semen. Konservasi dilakukan melalui penggunaan peralatan pembangkit maupun peralatan pengguna energi yang lebih efisien.

Pada awal tahun sembilan puluhan, ekspor komoditas energi mulai berkurang peranannya dan digantikan dengan komoditas industri berbasis manufaktur. Ekspor lebih diarahkan pada komoditas yang mempunyai nilai tambah yang tinggi dari pada ekspor sumber daya alam yang nilai tambahnya rendah. Seiring dengan proses industrialisasi ini banyak terjadi kerusakan lingkungan. Aspek lingkungan mulai mendapat perhatian dan kebijakan energi mulai diarahkan untuk menggunakan energi terbarukan yang lebih ramah lingkungan.

Pada tahun 1998, BAKOREN menyusun KUBE baru menggantikan KUBE 1991. KUBE ini bertujuan untuk menciptakan iklim yang mendukung terlaksananya strategi Pada tahun 1998, BAKOREN menyusun KUBE baru menggantikan KUBE 1991. KUBE ini bertujuan untuk menciptakan iklim yang mendukung terlaksananya strategi

Kebijakan utama tersebut adalah:

a. Diversifikasi, yaitu penganekaragaman pemanfaatan energi, baik yang terbarukan maupun yang tidak terbarukan. Untuk energi fosil tidak menutup kemungkinan untuk melakukan impor sejauh menguntungkan secara ekonomis dan tidak merusak lingkungan.

b. Intensifikasi, yaitu pencarian sumber energi melalui kegiatan survei dan eksplorasi agar dapat meningkatkan cadangan baru terutama energi fosil. Pencarian sumber daya energi diarahkan di daerah yang belum pernah disurvei dan untuk daerah yang terindikasi dilakukan upaya untuk peningkatan status cadangan menjadi lebih pasti.

c. Konservasi, yang dilakukan mulai dari sisi hulu sampai ke hilir.

d. Penetapan harga rata-rata energi yang secara bertahap diarahkan mengikuti mekanisme pasar.

e. Memperhatikan aspek lingkungan dalam pembangunan di sektor energi termasuk didalamnya memberikan prioritas dalam pemanfaatan energi bersih.

Sedangkan kebijakan pendukung meliputi: meningkatkan investasi, memberikan insentif dan disinsentif, standardisasi dan sertifikasi, pengembangan infrastruktur, peningkatan kualitas sumber daya manusia, pengelolaan sistem infomasi, penelitian dan pengembangan, serta pengembangan kelembagaan dan pengaturan.

Pada akhir tahun 2003, DESDM mengeluarkan Kebijakan Energi Nasional (KEN) baru dan Kebijakan Pengembangan Energi Terbarukan dan Konservasi Energi (Energi Hijau). Kebijakan ini merupakan pembaruan dari KUBE tahun 1998 yang penyusunannya dilakukan bersama-sama dengan stakeholders di bidang energi. Selain itu, kebijakan ini juga menjadi acuan utama dalam penyusunan Rancangan Undang-Undang tentang energi yang saat itu sedang dipersiapkan. Kebijakan yang ditempuh masih serupa dengan KUBE Pada akhir tahun 2003, DESDM mengeluarkan Kebijakan Energi Nasional (KEN) baru dan Kebijakan Pengembangan Energi Terbarukan dan Konservasi Energi (Energi Hijau). Kebijakan ini merupakan pembaruan dari KUBE tahun 1998 yang penyusunannya dilakukan bersama-sama dengan stakeholders di bidang energi. Selain itu, kebijakan ini juga menjadi acuan utama dalam penyusunan Rancangan Undang-Undang tentang energi yang saat itu sedang dipersiapkan. Kebijakan yang ditempuh masih serupa dengan KUBE

Secara umum, sasaran dari kebijakan energi, yaitu mengurangi ketergantungan pada minyak bumi sebagai sumber energi melalui diversifikasi dan intensifikasi sumber daya energi, sudah cukup berhasil. Namun sasaran efisiensi penggunaan melalui konservasi dapat dikatakan gagal. Hal ini disebabkan adanya kontradiksi antara kebijakan konservasi dengan kebijakan pemberian subsidi bahan bakar minyak (BBM).

Meskipun proses pembuatan kebijakan energi dari waktu ke waktu mengalami perbaikan tetapi masih banyak terjadi kontradiksi materi kebijakan. Strategi pengembangan energi baik jangka pendek maupun jangka panjang juga belum tersusun dengan jelas. Kebijakan-kebijakan yang ada masih terkesan sebagai kebijakan parsial yang tidak ada aliran strategis terhadap program jangka panjangnya.

Dalam perkembangannya, kebijakan-kebijakan tersebut belum dapat menjawab permasalahan secara menyeluruh, sehingga untuk mengimplementasikan KEN disusunlah Blueprint Pengelolaan Energi Nasional 2005-2025 yang mencakup aspek-aspek peningkatan produksi, diversifikasi, permintaan, maupun kebijakan harga, yang realistis dan bersifat lintas sektor sehingga berbagai sumber energi yang ada diharapkan dapat dikelola secara optimal. Blueprint tersebut telah ditetapkan menjadi kebijakan pemerintah melalui Peraturan Presiden Nomor 5 tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional (KEN) sebagai pedoman dalam pengelolaan energi nasional.

Berdasarkan Perpres No 5 Tahun 2006 tersebut, tujuan kebijakan energi nasional adalah untuk mengarahkan upaya-upaya dalam mewujudkan keamanan pasokan energi dalam negeri. Sementara sasaran kebijakan energi nasional adalah:

a. Tercapainya elastisitas energi lebih kecil dari satu pada tahun 2025.

b. Terwujudnya bauran energi primer dengan peranan masing-masing jenis energi pada tahun 2025 adalah:

- Minyak bumi menjadi kurang dari 20 persen. - Gas Bumi menjadi lebih dari 30 persen. - Batubara menjadi lebih dari 33 persen. - Bahan bakar nabati menjadi lebih dari 5 persen. - Panasbumi menjadi lebih dari 5 persen.

- Biomassa, nuklir, mikrohidro, tenaga surya, dan tenaga angin menjadi5 persen. - Batubara yang dicairkan menjadi lebih dari 2 persen.

Sasaran kebijakan energi nasional seperti disebutkan dalam Perpres No. 5 Tahun 2006 merupakan suatu tantangan yang cukup berat untuk diwujudkan. Mengingat bauran energi primer pada saat ini masih menunjukkan ketergantungan yang sangat tinggi terhadap minyak bumi.Untuk itu, pemerintah telah menerbitkan Undang-undang No.30 tahun 2007 tentang Energi yang diharapkan akan dapat menjawab persoalan bidang energi. Pada era setelah UU Energi ini, kebijakan energi nasional akan bergeser tidak hanya bertujuan untuk mengamankan pasokan energi seperti di Perpres 2006 tetapi juga mencakup kebijakan pemanfaatan energi (

Gambar 5).

Gambar 5. Konsep Kebijakan Energi Nasional dalam Pembangunan Nasional (KESDM, 2012)

2.3 Kebijakan Energi Nasional 2010 – 2050

2.3.1 KEN sebagai Kebijakan Publik

Sebagai kebijakan publik, dilihat dari aspek subyek dan obyeknya, KEN 2010 – 2050 memiliki tiga aspek yaitu pemerintah, masyarakat dan umum. Dalam dimensi subyek, Sebagai kebijakan publik, dilihat dari aspek subyek dan obyeknya, KEN 2010 – 2050 memiliki tiga aspek yaitu pemerintah, masyarakat dan umum. Dalam dimensi subyek,

Selain itu, KEN sebagai kebijakan publik harus dapat mengarahkan pemanfaatan yang strategis terhadap sumber daya energi yang ada untuk memecahkan masalah-masalah publik secara umum sehingga KEN yang dihasilkan tidak hanya melihat permasalahan energi tetapi juga memperhatikan permasalahan di sektor lainnya yang memanfaatkan energi seperti transportasi, industri dan lainnya.

Easton (1969) menyatakan bahwa kebijakan publik merupakan pengalokasian nilai- nilai kekuasaan untuk seluruh masyarakat yang keberadaannya mengikat. Dalam hal ini, hanya pemerintah yang dapat melakukan suatu tindakan kepada masyarakat dan tindakan tersebut merupakan bentuk dari sesuatu yang dipilih oleh pemerintah dan merupakan bentuk dari pengalokasian nilai-nilai kepada masyarakat. Oleh karena itu, KEN tidak hanya bersifat

normatif tetapi juga mengandung unsur tindakan baik berupa ‘paksaan’ maupun ‘insentif’ yang dilakukan pemerintah kepada masyarakat yang menjadi obyek kebijakan. Tanpa adanya tindakan tersebut, kebijakan yang dihasilkan umumnya tidak terlaksana secara efektif.

Perumusan KEN sebagai kebijakan publik haruslah mempertimbangkan faktor-faktor strategis, di antaranya :

a. Faktor politik Faktor ini perlu dipertimbangkan karena dalam perumusan kebijakan diperlukan dukungan dari stakeholder baik dari pemerintah maupun dari lembaga non-pemerintah seperti DPR. Besar dan jenis dukungan ini tentunya akan mempengaruhi isi kebijakan.

b. Faktor ekonomi dan finansial Faktor ekonomi dan finansial selalu menjadi faktor penting dari kebijakan. Dukungan faktor ekonomi dan finansial akan sangat mempengaruhi keberhasilan dari kebijakan walaupun bukan sebagai penentu. Hal yang perlu dipertimbangkan adalah pembiayaan dari kebijakan tersebut dan dampak dari kebijakan tersebut terhadap kondisi ekonomi negara. Indikator yang perlu diperhatikan antara lain adalah tingkat inflasi danhutang luar negeri, daya beli dan pendapatan perkapita penduduk,serta potensi daerah dan komoditas unggulan.

c. Faktor kelembagaan dan administratif Pelaksanaan kebijakan akan sangat ditentukan oleh kesiapan kelembagaan yang didukung dengan proses administrasi yang jelas.

d. Faktor teknologi Pertimbangan faktor ini akan menjadi hal yang pertama kali dilakukan untuk mentukan kebijakan yang akan diambil. Kebijakan publik terutama dalam hal keteknikan akan selalu melihat kesiapan teknologi yang mendukung.

e. Faktor sosial dan budaya Faktor ini seringkali menjadi faktor yang dilupakan dalam pertimbangan kebijakan publik seperti energi. Hal ini umumnya karena kurangnya keterlibatan masyarakat umum secara aktif. Padahal dalam praktiknya, faktor sosial dan budaya kadang kala menjadi faktor penentu efektifnya kebijakan.

f. Faktor keamanan dan pertahanan Perlu dipertimbangkan apakah kebijakan yang akan dikeluarkan ini tidak akan mengganggu stabilitas keamanan negara.

Setiap kebijakan publik, sebagaimana juga KEN, akan memiliki tiga aspek yaitu input, proses dan output. Sebagai input dalam hal ini adalah permasalahan energi yang timbul karena faktor lingkungan dan keadaan yang melatarbelakangi suatu peristiwa yang menyebabkan timbulnya “masalah kebijakan” tersebut, yang berupa tuntutan masyarakat atau tantangan dan peluang, dan diharapkan dapat diatasi melalui suatu kebijakan publik. Sementara itu, proses perumusan KEN telah berjalan dengan mengikuti tata kerja DEN yang ditetapkan melalui Permen ESDM. Untuk output, KEN masih menunggu persetujuan DPR. Penyusunan KEN harus juga memperhatikan siklus kebijakan yaitu dapat dirumuskan, dapat diimplementasikan, dapat dimonitoring dan dapat dievaluasi.

2.3.2 Perkembangan Penyusunan KEN 2010 - 2050

Penyusunan KEN dilakukan atas dasar amanat UU No. 30 tahun 2007 tentang Energi yang keluar pada tahun 2007 sebagai kebijakan pengelolaan energi yang berdasarkan prinsip berkeadilan, berkelanjutan, dan berwawasan lingkungan guna terciptanya kemandirian dan ketahanan energi nasional. Secara substansi, KEN meliputi :

a. Ketersediaan energi untuk kebutuhan nasional

b. Prioritas pengembangan energi

c. Pemanfaatan sumberdaya energi nasional

d. Cadangan penyangga energi nasional KEN yang saat ini disusun akan didasarkan pada tahun dasar 2008 dengan tahun target 2050. Secara ruang lingkup dan fokus kebijakan, KEN yang diamanatkan UU No. 30 tahun 2007 ini sangat berbeda dengan kebijakan energi yang sudah dikeluarkan sebelumnya seperti yang dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar 6. Perbandingan Fokus Kebijakan Energi Nasional (1981 – sekarang)

KEN yang telah disusun nantinya akan ditetapkan oleh pemerintah dengan persetujuan DPR (Pasal 11 Ayat 2, UU No. 30 tahun 2007). Dalam proses penyusunan KEN, Presiden membentuk DEN yang bertugas :

a. Merancang dan merumuskan KEN untuk ditetapkan oleh pemerintah dengan persetujuan DPR.

b. Menetapkan Rencana Umum Energi Nasional (RUEN).

c. Menetapkan langkah-langkah penanggulangan kondisi krisis dan darurat energi.

d. Mengawasi pelaksanaan kebijakan bidang energi yang bersifat lintas sektor. Berdasarkan Perpres No. 26 tahun 2008, DEN terdiri dari Pimpinan dan Anggota

sebagai berikut:

Tabel 3. Susunan Keanggotaan Dewan Energi Nasional

Wakil Ketua

Wakil Presiden

Ketua Harian

Menteri ESDM

Anggota

Unsur Unsur Pemerintah (AUP) Unsur Unsur Pemangku Kepentingan (AUPK) Menteri Keuangan

2 orang kalangan akademi (pakar energi) Menteri PPN/Kepala Bappenas Menteri Perhubungan

2 orang kalangan industri (praktisi industri energi)

Menteri Perindustrian Menteri Pertanian

1 orang kalangan teknologi (pakar rekayasa) Menteri Riset dan Teknologi

1 orang kalangan lingkungan (pakar lingkungan energi)

Menteri Lingkungan Hidup

2 orang kalangan konsumen (masyarakat pengguna energi)

Khusus untuk anggota unsur pemangku kepentingan, pengangkatan dan penetapannya dilakukan setelah melalui proses pemilihan oleh DPR. AUPK tidak diberhentikan dari jabatan organik dan/atau kehilangan statusnya sebagai pegawai tempat yangbersangkutan bekerja selama menjadi anggota DEN. Setelah melalui fit and proper test pada akhir tahun 2008, AUPK yang terpilih adalah :

a. Ir. Agusman Effendi dari kalangan konsumen;

b. Prof. Dr. Herman Agustiawan dari kalangan konsumen;

c. Dr. Ir. Tumiran, M.Eng dari kalangan akademisi;

d. Prof.Dr.Ir. Rinaldi Dalimi, M.Sc, Ph. D dari kalangan akademisi;

e. Ir. Eddie Widiono S, M.Sc dari kalangan Industri; e. Ir. Eddie Widiono S, M.Sc dari kalangan Industri;

g. Prof. Widjajono Partowidagdo, Ph.D (Alm) dari kalangan pakar teknologi; dan

h. Dr. Ir. Mukhtasor, M. Eng. Ph.D dari kalangan lingkungan hidup; AUP menunjuk wakil tetap AUP yaitu sekurang-kurangnya pejabat eselon I untuk

mewakili AUP secara tetap dan terus menerus apabila yang bersangkutan berhalangan hadir dalam mengikuti sidang atau rapat.

Masa jabatan anggota DEN yang berasal dari unsur pemerintah berakhir setelah tidak menjabat lagi, sementara untuk AUPK selama lima tahun. Dalam melaksanakan tugasnya, DEN dibantu oleh Sekjen DEN yang khusus bertugas memberikan dukungan teknis dan administratif kepada DEN. Walaupun demikian, secara administratif Setjen DEN ini bertanggungjawab kepada Menteri ESDM. Untuk kelancaran pelaksanaan tugas DEN, Menteri ESDM dapat membentuk Kelompok Kerja (Pokja) yang terdiri dari pejabat struktural eselon I. Berikut adalah tahapan yang sudah dilalui dalam proses penyusunan KEN yang sudah berlangsung.

2.4 Prinsip Pokok dan Susunan Rancangan KEN

Penyusunan rancangan KEN ditujukan untuk mecapai sasaran di bidang penyediaan energi primer, pemanfaatan energi primer perkapita, penyediaan kapasitas pembangkit dan pemanfaatan listrik perkapita. Untuk penyediaan energi primer, ditargetkan akan mencapai 400 MTOE pada tahun 2025 dan 100 MTOE pada tahun 2050. Sedangkan untuk pemanfaatan energi primer perkapita ditargetkan pada tahun 2025 akan mencapai 1.4 TOE dan 3.2 TOE pada tahun 2050. Di bidang penyediaan kapasitas pembangkit, ditargetkan 115 GW pada tahun 2025 dan 430 pada tahun 2050. Selain itu, untuk pemanfaatan listrik perkapita ditargetkan mencapai 2.500 KWh pada tahun 2025 dan pada tahun 2050 mencapai 7000 MW seperti pada Tabel 4.

Tabel 4. Sasaran Energi 2025-2050 (Draft KEN – DEN)

1.000 Pemanfaatan energi primer per kapita

Penyediaan energi primer

MTOE

3,2 Penyediaan kapasitas pembangkit

TOE

430 Pemanfaatan listrik per kapita

Prinsip lain yang akan dijadikan acuan untuk penyusunan KEN adalah sasaran bauran energi nasional sampai dengan tahun 2050. Ditargetkan pada tahun 2050, bauran energi nasional akan didominasi oleh Energi Baru Terbarukan (EBT) sebesar 40 persen yang meliputi energi air, panas bumi, biomasa sampah, Bahan Bakar Nabati (BBN), energi surya, energi laut, energi angin dan energi nuklir. Sedangkan untuk minyak bumi, gas bumi dan batubara akan berada di kisaran 20 persen.

Gambar 7. Sasaran Bauran Energi Dalam Draft Kebijakan Energi Nasional Dalam

Persentase (DEN, 2012)

Rancangan KEN yang sedang disusun akan berisi struktur berikut ini :

BAB I KETENTUAN UMUM BAB II TUJUAN DAN SASARAN

Bagian 1 Tujuan Bagian 2 Sasaran

BAB III ARAH KEBIJAKAN NASIONAL

Bagian 1 Ketersediaan Energi Bagian 2 Prioritas pengembangan Energi Bagian 3 Pemanfaatan Sumber Daya Energi Nasional Bagian 4 Cadangan Energi Nasional Bagian 5 Konservasi dan Diversifikasi Bagian 6 Lingkungan dan Keselamatan Bagian 7 Harga, Subsidi dan Intensif Energi Bagian 8 Infrastruktur dan Industri Energi Bagian 9 Penelitian dan Pengembangan Energi Bagian 10 Kelembagaan dan Pendanaan

BAB IV KETENTUAN PENUTUP

BAB 3 RENCANA UMUM ENERGI NASIONAL (RUEN) DAN RENCANA UMUM ENERGI DAERAH (RUED)

3.1 Konsep RUEN dan RUED dalam Perencanaan Nasional

Secara konsep, perencanaan adalah proses yang kontinyu, terdiri dari keputusan atau pilihan dari berbagai cara untuk menggunakan sumber daya yang ada, dengan sasaran untuk mencapai tujuan tertentu di masa mendatang. Dengan merencanakan berarti memilih berbagai alternatif tujuan agar tercapai kondisi yang lebih baik atau memilih cara/kegiatan untuk mencapai tujuan/sasaran dari kegiatan tersebut.

Sebagai suatu perencanaan, RUEN dan RUED harus bersifat sebagai berikut :

a. Sebagai alat untuk mengalokasikan sumber daya: SDA, SDM, Modal akibat keberadaannya yang terbatas. Sebagai konsekuensi, pengumpulan dan analisis data dan informasi mengenai ketersediaan sumber daya yang ada menjadi sangat penting.

b. Sebagai alat untuk mencapai tujuan/sasaran. Sebagai konsekuensi proses perencanaan akan membutuhkan dokumen perencanaan, organisasi, anggaran dan sebagainya.

c. Berhubungan dengan masa depan. Sebagai konsekuensi perencanaan akan membutuhkan perkiraan, penjadwalan, monitoring dan evaluasi.

Dalam kaitannya dengan RUEN dan RUED, UU No.30 tahun 2007 menyatakan bahwa Rencana Umum Energi adalah rencana pengelolaan energi di suatu wilayah, antar wilayah, atau nasional (pasal 1 angka 27). Dari uraian tersebut, RUEN dan RUED sangat mempertimbangkan perencanaan spasial. Kedudukan RUEN dan RUED merupakan gabungan dari rencana spasial (RTRWN/D) dengan rencana aspasial (RPJPN/D – RPJMN/D) seperti pada gambar berikut ini.

RENCANA A SPASIAL RENCANA SPASIAL

RPJPN/D  RPJMN/D

RTRWN/D

RUEN - RUED

Masterplan Tansportasi

Perencanaan lainnya: RAN GRK, dsb

Masterplan Industri

RPP Lingkungan Hidup

Gambar 8. Keterkaitan RUEN dan RUED dengan Perencanaan Lainnya

Rencana umum energi dilakukan di pusat dan di daerah sesuai dengan kewenangannya masing-masing sesuai dengan semangat otonomi daerah. RUEN dan RUED idealnya harus dapat menjadi pedoman bagi perencanaan subsektor energi seperti Rencana Umum Kelistrikan Nasional dan Rencana Pengelolaan Migas Nasional. RUEN dan RUED seyogyanya harus dapat menggambarkan Arus Energi, Energy Balance , serta implikasinya seperti dalam gambar 9 di bawah ini.

3.2 Hubungan KEN dengan RUEN dan RUED

Rencana umum energi yang akan disusun terdiri dari Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) dan Rencana Umum Energi Daerah (RUED). RUEN disusun pemerintah berdasarkan KEN yang sudah ditetapkan dengan mengikutsertakan pemerintah daerah serta memperhatikan pendapat dan masukan dari masyarakat. Penetapan RUEN ini akan dilakukan DEN (Pasal 12) melalui Peraturan Presiden (pasal 17 ayat 3). Dengan mengacu pada RUEN yang telah ditetapkan melalui Peraturan Presiden, pemerintah daerah menyusun Rencana Umum Energi Daerah (RUED). Intinya, RUEN dan RUED merupakan penjabaran dan rencana pelaksanaan dari KEN yang meliputi :

a. Pentahapan untuk mencapai sasaran KEN

b. Pengalokasian kegiatan pelaksanaan per provinsi/kota/kabupaten

Gambar 9. Arus Energi dalam Neraca Energi 2011 (Pusdatin KESDM, 2012)

Dari draft pedoman RUEN tahun 2012, kurun waktu dari RUEN dan RUED ini akan mengikuti kurun waktu horizon KEN dengan siklus 5 tahunan (Gambar 10).

KEN JANGKA PANJANG S.D 2050

RUEN 5 TAHUNAN

RUEN TH ...

RUEN TH ...

RUEN TH ...

RUED KAB/KOTA ...

RUED

RUED

KAB/KOTA ... RUED

KAB/KOTA ...

RUED KAB/KOTA ...

RUED

KAB/KOTA ... RUED

KAB/KOTA ...

RUED KAB/KOTA ...

RUED

KAB/KOTA ...

KAB/KOTA ...

Gambar 10. Siklus Penyusunan KEN, RUEN, dan RUED

Alur proses penyusunan dan penetapan KEN dan RUEN meliputi dua ranah berbeda yaitu ranah legislatif dan ranah eksekutif. Kedua ranah tersebut saling berhubungan dalam melakukan persiapan dan penetapan KEN maupun RUEN. Berikut adalah skema alur proses penyusunan dan penetapan KEN dan RUEN yang sedang berlangsung.

Gambar 11. Alur Proses Penyusunan dan Penetapan KEN dan RUEN

RUEN akan berfungsi sebagai acuan dan pedoman dalam pengelolaan energi di tingkat nasional yang bersifat lintas sektor, dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan energi dalam negeri secara berkelanjutan, berkeadilan dan optimal dalam rangka mencapai ketahanan energi nasional. Sementara RUED akan berfungsi sebagai acuan dan pedoman dalam pengelolaan energi di tingkat daerah yang bersifat lintas sektor, dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan energi di daerah secara berkelanjutan, berkeadilan dan optimal dalam rangka mencapai ketahanan energi daerah dan sesuai dengan tujuan pengelolaan energi secara nasional.

Acuan RUEN

•Kebijakan •Peran Utama

Masyarakat •Kebijakan

Penunjang KEN

Gambar 12. Keterkaitan KEN dengan RUEN dan RUED

Dari gambar di atas, jelas terlihat bahwa RUED dapat disusun apabila RUEN sudah ada. Demikian halnya juga KEN harus sudah ada untuk menjadi pedoman dalam penyusunan RUEN. RUEN dan RUED disusun berdasarkan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan dengan sasaran:

a. Tercapainya keamanan pasokan energi domestik dengan cara pengalokasian energi untuk kebutuhan domestik (bahan baku dan bahan bakar) dan ekspor serta pengalokasian energi perwilayah dengan tetap mengutamakan keberpihakan kepada masyarakat tidak mampu;

b. Tercapainya pemenuhan kebutuhan energi domestik (energi tersedia dalam jumlah yang cukup);

c. Tercapainya nilai tambah ekonomi yang maksimal;

d. Tercapainya pengelolaan, penyediaan dan pemanfaatan sumberdaya dan sumber energi secara optimal, terpadu, efisien dan berkelanjutan;

e. Tercapainya pembangunan infrastruktur energi;

f. Terjaganya kelestarian fungsi lingkungan hidup

g. Tercapainya kemandirian pengelolaan energi.

3.3 Perkembangan Penyusunan RUEN

Proses penyusunan RUEN idealnya menunggu KEN disahkan oleh Presiden sebagai Ketua DEN. Namun untuk mengantisipasi keterlambatan KEN, proses penyiapan RUEN sudah mulai dilakukan Pusdatin ESDM sebagai penanggung jawab RUEN mulai dari penyiapan pedoman sampai penyiapan model energi dan simulasinya dalam mendukung penyusunan RUEN. Tabel 6 memperlihatkan kronologis dari proses penyusunan RUEN sampai Juni 2012.

Tabel 5. Proses Penyusunan RUEN dan Pedoman RUEN dan RUED

NO. TANGGAL

KEGIATAN

1. 9 Feb 2010 Biro Hukum melakukan pembahasan Pedoman Penyusunan RUEN dengan Unit di lingkungan KESDM

2. 17 Juni 2010 MESDM telah mengirimkan surat kepada Presiden RI, perihal Permohonan Persetujuan Penyusunan Rancangan Peraturan Presiden

3. 22 Juli 2010 Biro Hukum melakukan rapat antar kementerian untuk membahas Rancangan Pedoman Penyusunan RUEN yang dihadiri oleh Sekretariat Negara, Kemenkumham, Kemendagri, Kemenhub, dan Kemenkeu

4. 21 Okt 2010 Sekretaris Kabinet RI membalas surat permohonan MESDM, yang intinya agar penyusunan RPerpres tersebut perlu mempertimbangkan penyelesaian Rancangan KEN

5. 22 Nov 2010 Terbit Permen ESDM No.18/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja KESDM dimana didalamnya menyatakan Kegiatan Penyusunan RUEN menjadi tanggung jawab Pusdatin

6. 29 Jan 2011 Pusdatin melaksanakan FGD dalam rangka mendapatkan masukan untuk penyusunan format RUEN, dihadiri oleh wakil-wakil dari Ditjen Migas, UI, dan IPB

7. 27 Jan 2012 Pusdatin menyampaikan surat permintaan kepada Biro Hukum dan Humas dalam rangka pembahasan draft R-Perpres RUEN

8. 7 Maret 2012 Sidang Paripurna I membahas KEN bertempat di KESDM 9. 25 Juli 2012

Biro Hukum menyelenggarakan FGD dalam rangka pembahasan R- Perpres Pedoman Penyusunan RUEN, dengan mengundang Sekretaris Kabinet, Kementerian Hukum dan HAM, serta unit KESDM

3.4 Format RUEN dan RUED

Sampai saat ini Perpres tentang pedoman penyusunan RUEN dan RUED belum diterbitkan sehingga format RUEN dan RUED baru sebatas draft usulan. Berdasarkan rancangan Perpres pedoman penyusunan RUEN dan RUED, format dokumen adalah sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

a. Latar Belakang dan Arti Penting RUEN Menjelaskan latar belakang penyusunan RUEN, RUED-TP, dan RUED-TK dan arti pentingnya dalam tatanan pengelolaan energi nasional/daerah. Permasalahan dan tantangan dalam pengelolaan energi yang sedang dihadapi dan yang diperkirakan akan dihadapi di masa mendatang baik di tingkat daerah, nasional maupun global a. Latar Belakang dan Arti Penting RUEN Menjelaskan latar belakang penyusunan RUEN, RUED-TP, dan RUED-TK dan arti pentingnya dalam tatanan pengelolaan energi nasional/daerah. Permasalahan dan tantangan dalam pengelolaan energi yang sedang dihadapi dan yang diperkirakan akan dihadapi di masa mendatang baik di tingkat daerah, nasional maupun global

c. Hubungan RUEN dengan Sistem Perencanan Pembangunan Nasional Menjelaskan tentang posisi dan hubungan RUEN, RUED-TP, dan RUED-TK dalam dokumen perencanaan nasional/daerah serta sifat penyusunan RUEN, RUED-TP, dan RUED-TK yang melibatkan proses dari atas ke bawah ( top down ) dan juga sekaligus proses dari bawah ke atas ( bottom up )

d. Definisi dan Istilah Menjelaskan tentang istilah dan artinya yang terdapat dalam RUEN, RUED-TP, dan RUED-TK serta kaitannya dengan konteks pengelolaan energi nasional/daerah

BAB II KONDISI ENERGI NASIONAL/DAERAH SAAT INI DAN MASA MENDATANG

a. Isu dan Permasalahan Energi Uraian terhadap hasil identifikasi dari berbagai isu dan permasalahan energi, baik global, nasional maupun lokal. Secara spesifik, isu dan permasalahan umum sektor energi yang akan diungkapkan adalah:

 Isu dan Permasalahan Energi Global  Isu dan Permasalahan Energi Nasional

b. Kondisi Energi Nasional/Daerah Saat Ini Menginventarisasi dan memverifikasi data pengelolaan energi nasional/daerah pada tahun dasar permodelan, sesuai KEN yang mencakup antara lain:

 Indikator Sosio Ekonomi  Indikator Energi  Indikator Lingkungan

c. Kondisi Energi Nasional/Daerah di Masa Mendatang Berisikan hasil perhitungan pemodelan berupa proyeksi kondisi energi nasional/daerah di masa mendatang untuk mencapai target-target yang ditetapkan dalam KEN/RUEN/RUED. Hasil-hasil dari pemodelan tersebut terdiri dari; indikator sosio- ekonomi, indikator energi dan indikator lingkungan.

Langkah-langkah perhitungan pemodelan sebagai berikut:

 Inventarisasi dan verifikasi data  Struktur Model  Asumsi dasar (Pertumbuhan Penduduk dan Pertumbuhan PDB) dan skenario (dasar,

RUEN dan RUED)  Penggunaan model perangkat lunak

BAB III VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN ENERGI NASIONAL/DAERAH

a. Visi Visi yang terdapat di dalam RUEN, RUED-TP, dan RUED-TK merupakan rumusan umum mengenai terpenuhinya kebutuhan energi dalam negeri secara berkelanjutan, berkeadilan dan optimal dalam rangka mencapai ketahanan dan kemandirian energi nasional/daerah.

b. Misi Misi mencakup:  menjamin ketersediaan energi nasional/daerah;  mendorong pengelolaan energi yang berwawasan lingkungan;  mengakselerasikan pemakaian energi baru dan energi terbarukan;  meningkatkan aksesibilitas energi dengan harga terjangkau kepada seluruh

masyarakat;  mengoptimalkan peningkatan nilai tambah penggunaan energi;  memaksimalkan potensi nasional berupa sumber daya alam dan sumber daya

manusia untuk mencapai kemandirian energi.

c. Tujuan Untuk menyusun dan mengimplementasikan berbagai kebijakan, strategi dan program pengembangan energi untuk mencapai target-target yang ditetapkan dalam KEN/RUEN/RUED.

d. Sasaran Sasaran adalah target-target yang harus dicapai untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan KEN/RUEN/RUED.

BAB IV KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENGELOLAAN ENERGI NASIONAL /DAERAH

Menguraikan secara garis besar tentang kecenderungan arah kebijakan dan strategi energi nasional/daerah, baik dalam jangka panjang maupun jangka menengah, dalam menjawab kondisi lingkungan strategis yang sejalan dengan ekspektasi kondisi energi nasional/daerah di masa mendatang.

a. Kebijakan Menjabarkan hal-hal yang ditetapkan dalam KEN/RUEN yang mencakup Kebijakan Utama maupun Kebijakan Pendukung energi nasional/daerah untuk mencapai target yang telah ditetapkan.

b. Strategi Menjelaskan strategi sesuai dengan arah kebijakan nasional/daerah.

c. Kelembagaan Pengelolaan energi nasional/daerah melibatkan peranan eksekutif dan legislatif sesuai dengan tugas dan fungsinya masing-masing. Dalam penyusunan RUEN, RUED-TP, dan RUED-TK, perlu melibatkan beberapa kelembagaan secara komprehensif, antara lain; Kementerian Lingkungan Hidup, Kementerian Kehutanan, Kementerian Perindustrian, Kementerian Perhubungan, Kementerian Perdagangan, dan Kementerian terkait lainnya serta Bappenas, pemangku kepentingan terkait dan Pemerintah Daerah.

d. Instrumen Kebijakan Instrumen kebijakan merupakan perangkat peraturan perundang-undangan ini di tingkat nasional/provinsi/kabupaten/kota yang diperlukan untuk mendukung kegiatan sektor energi dan sumber daya mineral dan terkait dengan pengelolaan energi yang ditetapkan RUEN, RUED-TP, dan RUED-TK.

e. Upaya dan Program Pengembangan Energi Program Utama adalah kegiatan utama pemerintah pusat/daerah dan atau swasta nasional/asing yang merupakan penjabaran dari upaya yang berskala besar, bersifat penguraian masalah dan peningkatan nilai tambah serta berdampak terhadap perkembangan regional maupun nasional.Program Pendukung adalah kegiatan/proyek e. Upaya dan Program Pengembangan Energi Program Utama adalah kegiatan utama pemerintah pusat/daerah dan atau swasta nasional/asing yang merupakan penjabaran dari upaya yang berskala besar, bersifat penguraian masalah dan peningkatan nilai tambah serta berdampak terhadap perkembangan regional maupun nasional.Program Pendukung adalah kegiatan/proyek

BAB V PENUTUP

Merupakan kesimpulan RUEN, RUED-TP dan RUED-TK yang telah dijabarkan dalam bab- bab sebelumnya.

3.5 Struktur Model Energi RUEN

Dalam penyusunan draft RUEN, Pusdatin KESDM sementara ini menggunakan model LEAP untuk melakukan prediksi permintaan dan penyediaan energi pada tahun 2025. Struktur Model yang digunakan dalam permintaan energi mempunyai paramater utama antara lain: Laju pertumbuhan PDB/PDRB dan Laju Pertumbuhan Penduduk. Berikut adalah struktur model permintaan energi dan penyediaan energi:

Permintaan Energi

Penyediaan Energi

Gambar 13. Struktur Model Permintaan dan Penyediaan Energi

BAB 4 KESELARASAN KEN, RUEN DAN RUED

4.1 Isu Strategis KEN

Proses penyusunan KEN melibatkan berbagai instansi terkait di bidang keenergian dari Pemerintah, pemerintah daerah, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), perguruan tinggi, asosiasi perusahaan dan jasa keenergian, perwakilan negara sahabat dan organisasi energi internasional. Bentuk kegiatan yang dilakukan antara lain melalui rapat-rapat, sosialisasi, konsinyering, penyaringan pendapat publik serta pembahasan bersama dengan instansi pemerintah terkait dan stakeholder .