KEKUASAAN KEHAKIMAN KEKUASAAN KEHAKIMAN

207 NASKAH KOMPREHENSIF PERUBAHAN UUD 1945 - BUKU VI Perubahan UUD 1945 Mengenai Kekuasaan Kehakiman Namun, setelah terjadinya perubahan ketiga UUD 1945 yang ditetapkan pada tanggal 9 November 2001, ketentuan tentang rumusan Pasal-Pasal kekuasaan kehakiman semakin diperinci, yang tidak hanya dilakukan oleh MA dan lain- lain badan kehakiman. Akan tetapi, dipertegas mengenai kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi. Pelaksana kekuasaan kehakiman yang lain, yaitu Mahkamah Konstitusi serta badan peradilan akan dibahas pada bab selanjutnya. Secara umum, penegasan mengenai kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan serta diakuinya Mahkamah Konstitusi sebagai pelaku kekuasaan kehakiman di Indonesia. Hal tersebut dimaksudkan untuk memperkuat fungsi dan peran kekuasaan kehakiman dalam sistem ketatanegaraan Indonesia. Hasil rumusan final perubahan Bab IX kekuasaan kehakiman, khususnya mengenai kekuasaan kehakiman dan institusi pelaksananya, adalah sebagai berikut.

BAB IX KEKUASAAN KEHAKIMAN

Pasal 24 1 Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. 208 Perubahan UUD 1945 Mengenai Kekuasaan Kehakiman NASKAH KOMPREHENSIF PERUBAHAN UUD 1945 - BUKU VI 2 Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi Namun, untuk Pasal 24 pada akhirnya dilakukan penambahan satu ayat lagi, yakni Ayat 3. Pembahasan terkait Pasal 24 Ayat 3 dan Pasal 25 dilanjutkan pada masa persidangan Ketiga Tahun 2002.

4. Pembahasan Pada Perubahan Keempat

Pembahasan tentang Kekuasaan Kehakiman pada masa sidang 2002 dilakukan pada Rapat Finalisasi Ke-4 dan Rapat Finalisasi Ke-5 PAH I BP MPR RI. Namun, tidak terlalu banyak perdebatan terkait Pasal 24 dan 25. Kemudian pada Rapat Finalisasi Ke-6, 23 Juli 2002 terjadi pembahasan yang cukup alot terkait Pasal tersebut. Rapat itu diketuai oleh Harun Kamil. Adapun pembahasan tersebut kemudian dibahas kembali pada Rapat Finalisasi Ke-7 PAH I BP MPR RI, 24 Juli 2002, yang diketuai oleh Harun Kamil. Jalannya pembahasan adalah sebagai berikut. Pataniari Siahaan dari F-PDIP menyampaikan pandangannya sebagai berikut. Pertama-tama masalah Pasal 25. Kami teringat, memang pernah dibicarakan kemungkinan redundant dengan Pasal 24A Ayat 5, Pak. Tapi sebetulnya belum pernah dihapuskan memang di rapat kita, hanya pernah dibahas Tim Kecil. Jadi memang masih ada itu, maka Undang- Undang Kehakiman yang ada mengacu pada Pasal 25 yang saya sampaikan. Kemudian yang kedua, yang enteng-enteng saja. Kami justru mempersoalkan halaman terakhir, Pak. Halaman terakhir ini kami mohon teman-teman untuk memperhatikannya. 209 NASKAH KOMPREHENSIF PERUBAHAN UUD 1945 - BUKU VI Perubahan UUD 1945 Mengenai Kekuasaan Kehakiman Kelihatannya kurang tepat Pak, kalimat pertama ini. Justru tidak memperkuat maksud daripada amendemen. Mungkin lebih bagus kalimat pertama tidak usah ada. Ini mestinya statement terhadap seluruh amendemen sebetulnya. Kalau begini, seolah lampiran terpisah sendiri dia. Dan ini mereka pengulangan dari yang tercantum pada halaman 1 pada Ayat a sebetulnya. Mungkin tidak perlu ada lagi naskah tak terpisahkan dan sebagainya. Karena jelas ini amendemen tidak perlu seperti undang-undang di-adendum macam perjanjian mestinya. Jadi mungkin kalimat pertamanya tidak perlu ada? Ya. Kami pikir ini sudah tercantum di A. Jadi kalau boleh redaksi yang dimungkinkan dengan legal drafter, ahli bahasa, mungkin di sini bagian akhirnya adalah dengan ditetapkannya Perubahan Undang-Undang Dasar ini, mestinya jangan ditutup di sini, sebetulnya di satu kata “statement”. 196 Kemudian juru bicara dari F-PG yakni Andi Mattalatta mengungkapkan hal sebagai berikut. Ini pertanyaan, Pak. Ini makna kalimat merupakan bagian tak terpisahkan dari naskah Undang-Undang Dasar ini, maksudnya apa ini. Apakah bagian yang dimaksud naskah Undang-Undang Dasar yang utuh sebelum diubah atau yang sesudah diubah. Yang kedua, Pasal 25. Kalau kita lihat substansinya memang bisa kita beranggapan bahwa materinya seolah-olah sudah tercantum di dalam Pasal 24A Ayat 5. Hanya di dalam pengantar perubahan ketiga, Pasal 24 Ayat 5 ini Perubahan Ketiga, Pak. Di dalam pengantar pada bagian depan, Pasal 25 itu tidak dicantumkan sebagai hal yang dirubah dan ditambah. Jadi belum dicabut. Menurut teorinya Pak Pata, kalau belum dicabut masih hidup. Pak Pata, Pak, saya lihat di sini tidak termasuk bagian dicabut tidak, diganggu tidak. Jadi tidak ada disebut-sebut di sini. 196 Sekretariat Jenderal MPR RI, Risalah Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, 1999-2002, Tahun Sidang 2002, Buku Empat, Jakarta: Sekretariat Jenderal MPR RI, 2009, hlm. 316.