Pasangan Usia Subur Kanker Serviks

commit to user dikehendaki. Kedalaman pengetahuan yang ingin diketahui atau diukur dapat disesuaikan dengan 6 tingkatan pengetahuan Notoatmodjo, 2003. Beberapa penelitian di Indonesia menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan tentang kanker serviks yang memiliki persentase paling besar adalah tingkat pengetahuan cukup. Tingkat pengetahuan tentang kanker serviks di Kelurahan Campaka, Bandung dengan kategori baik sebanyak 14,7, sedang 56,9, dan kurang sebanyak 14,7 Huda, 2011. Di Kelurahan Joho, Kabupaten Sukoharjo, terdapat 23,9 sampel dengan tingkat pengetahuan baik, 50,3 dengan tingkat pengetahuan cukup dan 25,8 dengan tingkat pengetahuan kurang Dewi, 2010.

2. Pasangan Usia Subur

Pasangan Usia Subur PUS adalah pasangan yang wanitanya berusia 15- 49 tahun dimana kelompok ini merupakan pasangan yang aktif melakukan hubungan seksual Suratun, 2008.

3. Kanker Serviks

a. Pengertian Kanker serviks adalah kanker yang tumbuh dan berkembang pada serviks atau mulut rahim, khususnya berasal dari lapisan epitel atau lapisan terluar permukaan serviks. Samadi, 2011 commit to user b. Penyebab Penyebab utama kanker serviks adalah infeksi Human Papilloma Virus HPV. Pada lebih dari 90 kanker serviks ditemukan DNA virus HPV Edianto, 2006 HPV adalah anggota famili paporidae, yaitu sekelompok virus heterogen yang memiliki untaian ganda DNA tertutup. Gen virus ini mengkode 6 protein pembaca kerangka pembuka awal early open reading fame protein yaitu E1, E2, E3, E4, E5, E6 dan E7 yang berfungsi sebagai protein pengatur. Selain itu, gen virus ini juga mengkode 2 protein pembaca kerangka pembuka lambat late open reading frame protein L1 dan L2 yang menyusun kapsid virus Garcia, 2009. Menurut risiko dalam menimbulkan kanker serviks, HPV diklasifikasikan sebagai berikut Samadi, 2011: 1 Risiko rendah: tipe 6, 11, 42, 43, 44, disebut tipe non-onkogenik. Jika terinfeksi, hanya menimbulkan lesi jinak, misalnya kutil dan jengger ayam. 2 Risiko tinggi: tipe 16, 18, 31, 33, 35, 39,45, 51, 52, 56, 58, 59, 68, disebut tipe onkogenik. Jika terinfeksi dan tidak diketahui ataupun tidak diobati, bisa menjadi kanker. HPV risiko tinggi ditemukan pada hampir semua kasus kanker serviks 99. Sel kanker serviks pada awalnya berasal dari sel epitel serviks yang mengalami mutasi genetik sehingga mengubah perilakunya. Sel yang bermutasi ini melakukan pembelahan sel yang tidak terkendali, immortal, commit to user dan menginvasi jaringan stroma di bawahnya. Keadaan yang menyebabkan mutasi genetik yang tidak dapat diperbaiki akan menyebabkan terjadinya pertumbuhan kanker ini. Komponen DNA Deoxyribonucleic acid virus HPV telah terdeteksi dalam lebih dari 90 Lesi Intraepitel Squamosa LIS dan kanker serviks invasif dibandingkan dengan presentase yang lebih rendah didapat pada kontrol. Baik penelitian yang menggunakan hewan coba maupun menggunakan bukti biologi molekuler, keduanya menyatakan bahwa virus HPV berpotensi menginduksi transformasi maligna dari lesi Garcia, 2009. Infeksi HPV terjadi dalam presentase yang besar pada wanita yang aktif secara seksual. Kebanyakan dari infeksi virus ini sembuh sempurna dalam beberapa bulan hingga tahun dan hanya sebagian kecil saja yang berkembang menjadi suatu kanker. Ini berarti bahwa diperlukan faktor- faktor penting lainnya yang harus ada untuk mencetuskan suatu proses karsinogenik Garcia, 2009. Terdapat tiga faktor utama yang mempengaruhi terjadinya proses keganasan serviks uteri akibat infeksi HPV. Termasuk dalam hal ini adalah durasi dan tipe HPV yang menginfeksi, kondisi imunitas pejamu host , dan faktor-faktor lingkungan. Sebagai tambahan, berbagai variasi ginekologik seperti usia menarke, usia pertama kali melakukan koitus, dan jumlah pasangan seksual, secara signifikan meningkatkan risiko kejadian kanker serviks Garcia, 2009. commit to user c. Patogenesis Virus HPV genitalis risiko tinggi dimulai saat virus masuk ke dalam tubuh melalui epitel skuamosa yang mengalami luka mikro saat koitus atau melalui epitel skuamosa yang immature di daerah zona transisional T zone Garcia, 2009. Menurut Mardjikoen 2005, T zone atau Squamous Collumnar Junction SCJ adalah daerah peralihan epitel skuamosa yang terdapat di ektoserviks porsio menjadi epitel kolumnar yang terdapat di endoserviks. Pada awalnya virus menempel di permukaan sel, kemudian virus melakukan penetrasi melalui membran plasma sel. Virus memasukkan DNA-nya ke dalam sel dan melakukan uncoating atau pelepasan kapsid. DNA virus yang telah memasuki sel kemudian melakukan penyisipan insertion pada protoonkogen DNA manusia Garcia, 2009. Protoonkogen yang telah mengalami mutasi tersebut selanjutnya disebut sebagai onkogen Garcia, 2009. Pada sel normal, protoonkogen mengkode pembuatan peptida yang merangsang pertumbuhan dan diferensiasi sel, tetapi tidak menimbulkan kanker. Sebaliknya, protoonkogen yang telah mengalami transformasi menjadi onkogen mengkode pembuatan peptida yang dapat menimbulkan kanker Sukardja, 2000. Onkogen tersebut menyebabkan terjadinya mutasi pada gen penekan tumor tumor cupressor gene TP53 sehingga terjadi degradasi protein p53 melalui pengikatan dengan E6 dan RB melalui pengikatan dan penginktivasian protein Rb oleh E7 sehingga sel mengalami commit to user resistensi terhadap apoptosis, menyebabkan pertumbuhan sel yang tak terkontrol setelah terjadinya kerusakan DNA. Akhirnya, hal inilah yang menyebabkan terjadinya malignasi Garcia, 2009. d. Patologi Sebagian besar kanker serviks terjadi pada epitel skuamosa bertingkat yang menunjukkan perubahan prakanker. Displasia diketahui dengan adanya kelainan sitologik pada hapusan serviks dan dipastikan melalui biopsi serviks. Perubahan sitologik meliputi peningkatan ukuran inti, peningkatan rasio inti sitoplasma, hiperkromatisme, penyebaran kromatin abnormal dan kelainan membran inti Chandrasoma, 2005. Displasia serviks adalah pertumbuhan sel abnormal yang mencakup berbagai lesi epitel yang secara baik sitologi maupun histologi berbeda dibandingkan epitel normal, tidak mengenai epitel basalis, dan belum menunjukkan kriteria karateristik keganasan. Karateristik keganasan tersebut adalah peningkatan selularitas, abnormalitas nukleus, dan peningkatan rasio nukleussitoplasma. Keadaan ini harus dibedakan dengan metaplasia normal yang secara alami terjadi pada serviks normal. Metaplasia pada serviks normal terjadi akibat saling desak kedua jenis epitel yang melapisi serviks. Dengan masuknya mutagen, porsio yang mengalami metaplasia fisiologik dapat berubah menjadi patologik displastik- diskariotik Mardjikoen, 2005. Secara histopatologi, sebagian besar 90 kanker berasal dari sel skuamosa, sedangkan sisanya 10 berasal dari sel kelenjar serviks. commit to user Kebanyakan kanker sel skuamosa melibatkan ostium uteri eksternum sehingga dapat terlihat pada pemeriksaan dengan menggunakan spekulum. Lesi dapat berupa eksofitik maupun endofitik. Kanker sel skuamosa invasif berbeda-beda berdasarkan derajat diferensiasi selularnya, tetapi umumnya terlihat sebagai jaringan berkeratin Pitkin, 2003. Tumor pada penyakit ini dapat tumbuh secara eksofitik, endofitik, maupun ulseratif. Pertumbuhan eksofitik terjadi bila tumor tumbuh mulai dari Squamous Collumnar Junction SCJ ke arah lumen vagina sebagai masa poliferatif yang mengalami infeksi sekunder dan nekrosis. Dikatakan sebagai pertumbuhan endofitik bila pertumbuhan dimulai dari SCJ kemudian tumor tumbuh ke dalam stroma serviks dan cenderung merusak struktur jaringan serviks dengan melibatkan awal forniks vagina untuk menjadi ulkus yang luas disebut sebagai pertumbuhan ulseratif Mardjikoen, 2005. Angka harapan hidup 5 tahun jika kanker ini diketahui dan diobati pada stadium I adalah 85, pada stadium II sebesar 60, pada stadium III hanya 33, dan pada stadium IV menjadi 7. Sedangkan jika penyakit ditemukan saat masih lesi pra kanker, penderita bisa diobati secara sempurna Price dan Wilson, 2005. Gambaran patologis perkembangan kanker serviks adalah sebagai berikut: 1 Didahului oleh lesi prekanker yang disebut displasia Cervical Intraepithel Neoplasm . Displasia ditandai dengan adanya perubahan commit to user morfologi berupa gambaran sel-sel imatur, inti sel yang atipik, perubahan rasio inti sitoplasma dan kehilangan polaritas yang normal. Displasia bukan merupakan suatu bentuk kanker tetapi akan mengganas menjadi kanker bila tidak diatasi Hacker, 2005. Displasia dikelompokkan lagi menjadi 3 berdasarkan perkembangan luas perubahan morfologi yang terjadi pada epitel leher rahim. yaitu: a Displasia ringan CIN I : sel-sel yang mengalami perubahan morfologi hanya sebatas 13 bagian atas dari lapisan epithelium serviks; b Displasia sedang CIN II : ditandai dengan perubahan morfologi sel yang telah mencapai 23 bagian dari lapisan atas epithelium serviks; c Displasia berat CIN III : ditandai dengan lebih banyaknya variasi dari sel dan ukuran inti, orientasi yang tidak teratur, dan hiperkromasi yang telah melebihi 23 lapisan atas epithelium serviks, namun belum menginvasi jaringan stroma di bawahnya. 2 Perkembangan terakhir adalah bila perubahan displasia berlanjut hingga menginvasi jaringan stroma di bawahnya, maka perubahan ini disebut karsinoma in situ atau kanker Aziz, 2002. e. Faktor Risiko Faktor risiko kanker serviks adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan inisiasi transformasi atipik serviks dan perkembangan dari displasia. Transformasi atipik merupakan daerah atipik abnormal yang terletak di antara perbatasan sel-sel squamouscolumnar serviks yang asli dengan sel-sel commit to user yang baru terbentuk akibat metaplasia sel columnar menjadi sel squamous Azis, 2002. Penyakit keganasan khusus wanita ini merupakan penyakit menular seksual yang berasosiasi dengan infeksi kronik Human Papiloma Virus HPV tipe onkogenik. Oleh sebab itu, faktor risiko kanker serviks cenderung sama dengan faktor risiko penyakit menular seksual lainnya Randall, 2005. Beberapa faktor-faktor yang menyebabkan perempuan terpapar HPV sebagai penyebab dari kanker leher rahim adalah sebagai berikut: 1 Hubungan seks pada usia muda Faktor ini merupakan salah satu faktor risiko terpenting karena penelitian para pakar menunjukkan bahwa semakin muda wanita melakukan hubungan seksual maka semakin besar risiko terkena kanker leher rahim. Wanita yang melakukan hubungan seks pertama sekali pada usia kurang dari 17 tahun mempunyai risiko 3 kali lebih besar daripada wanita yang berhubungan seksual pertama sekali pada usia lebih dari 20 tahun Sukaca, 2009. 2 Multipartner seksual Risiko terkena kanker serviks meningkat 10 kali lipat pada wanita yang mempunyai teman seksual 6 orang atau lebih. Bukan hanya ini saja, bila seorang suami juga berganti-ganti pasangan seksual dengan wanita lain misalnya Wanita Tuna Susila WTS, maka suaminya dapat membawa virus HPV kepada istrinya Sukaca, 2009. commit to user 3 Jumlah paritas Paritas merupakan keadaan di mana seorang wanita pernah melahirkan bayi yang dapat hidup viable . Paritas yang berisiko adalah dengan memiliki jumlah anak lebih dari 2 orang atau jarak persalinan terlampau dekat. Hal ini dikarenakan persalinan yang demikian dapat menyebabkan timbulnya perubahan sel-sel abnormal pada mulut rahim. Jika jumlah anak yang dilahirkan melalui jalan normal banyak, maka dapat menyebabkan terjadinya perubahan sel abnormal dari epitel pada mulut rahim, dan dapat berkembang menjadi keganasan Sukaca, 2009. 4 Pemakaian alat kontrasepsi Penggunaan kontrasepsi oral dalam jangka waktu lama 5 tahun atau lebih meningkatkan risiko kanker leher rahim hingga 2 kali lipat Sukaca, 2009. Dalam hal ini, yang dimaksud adalah kontrasepsi yang hanya mengandung progestin Smith et al , 2003. 5 Riwayat merokok Risiko kanker serviks tipe skuamosa oleh tipe HPV tipe 16 atau HPV tipe 18 meningkat pada perokok berat Kapeu, 2009. Tembakau mengandung bahan-bahan karsinogenik baik yang dihisap sebagai rokok maupun yang dikunyah. Asap rokok menghasilkan polycylic aromatic hydrocarbons heterocylic amine yang sangat karsinogenik dan mutagenik, sedangkan bila dikunyah akan menghasilkan nitrosamine . Bahan dari tembakau yang dihisap terdapat pada getah serviks wanita perokok dan dapat menjadi kokarsinogen infeksi HPV. Selain itu, commit to user bahan-bahan pada tembakau tersebut juga dapat menyebabkan kerusakan DNA epitel serviks Rasjidi, 2007. Fey 2004 menyatakan bahwa wanita yang merokok lebih dari 10 batang per hari memiliki risiko tinggi memperoleh lesi prakanker tingkat tinggi. f. Tanda dan Gejala Tidak ada tanda atau gejala spesifik untuk kanker serviks. Karsinoma servikal prainvasif tidak memiliki gejala, namun karsinoma invasif dini dapat menyebabkan sekret vagina atau perdarahan vagina. Walaupun perdarahan adalah gejala yang signifikan, perdarahan tidak selalu muncul pada saat-saat awal, sehingga kanker dapat sudah dalam keadaan lanjut pada saat didiagnosis. Jenis perdarahan vagina yang paling sering adalah pascakoitus atau bercak antara menstruasi Price dan Wilson, 2005. Selain perdarahan abnormal, keputihan juga merupakan gejala yang sering ditemukan. Getah yang keluar dari vagina ini makin lama akan berbau busuk akibat infeksi dan nekrosis jaringan. Warnanya pun menjadi kekuningan. Dalam hal demikian, pertumbuhan tumor menjadi ulseratif Mardjikoen, 2005. Perdarahan spontan saat defekasi dapat pula ditemukan. Hal ini terjadi akibat tergesernya tumor eksofitik dari serviks oleh skibala. Adanya perdarahan abnormal pervaginam saat defekasi perlu dicurigai kemungkinan adanya kanker serviks tingkat lanjut Mardjikoen, 2005. Gejala-gejala hematuria atau perdarahan per rektal timbul bila tumor sudah menginvasi vesika urinaria atau rektum. Jika terjadi perdarahan kronik, maka penderita commit to user akan mengalami anemia, kehilangan berat badan, lelah dan gejala konstitusional lainnya Randall, 2005. Pasien kanker serviks dapat mengeluhkan nyeri yang berat. Nyeri dapat dirasakan saat penderita melakukan hubungan seksual. Nyeri di pelvis atau di hipogastrium dapat disebabkan oleh tumor yang nekrotik atau radang panggul. Bila muncul nyeri di daerah lumbosakral maka dapat dicurigai terjadinya hidronefrosis atau penyebaran ke kelenjar getah bening yang meluas ke arah lumbosakral. Nyeri di epigastrium timbul bila penyebaran mengenai kelenjar getah bening yang lebih tinggi Randall, 2005. Pada pemeriksaan fisik dapat terlihat lesi pada daerah serviks. Beberapa lesi dapat tersembunyi di kanal bagian endoserviks, namun dapat diketahui melalui pemeriksaan bimanual. Semakin lebar diameter lesi maka semakin sempit jarak antara tumor dengan dinding pelvis Randall, 2005. g. Stadium Kanker Serviks Setelah diagnosis kanker serviks ditegakkan, pemeriksaan histopatologi jaringan biopsi dapat dilakukan untuk penentuan stadium. Stadium kanker serviks juga dapat ditentukan melalui pemeriksaan klinis dan sebaiknya dilakukan di bawah pengaruh anastesi umum. Penentuan stadium kanker serviks menurut FIGO Federation of Gynecology and Obsetrics masih berdasarkan pemeriksaan klinis praoperatif ditambah dengan foto toraks, sistoskopi, serta rektoskopi Edianto, 2006. commit to user Tabel 2. 1. Stadium Kanker Serviks Menurut FIGO 2000 Edianto, 2006 Stadium Keterangan Stadium 0 Karsinoma in situ , karsinoma intraepithelial Stadium I Karsinoma masih terbatas di serviks penyebaran ke korpus uteri diabaikan Stadium Ia Invasi kanker ke stroma hanya dapat dikenali secara mikroskopik, lesi yang dapat dilihat secara langsung walau dengan invasi yang sangat superfisial dikelompokkan sebagai stadium Ib. Kedalaman invasi stroma tidak lebih dari 5 mm dan lebarnya tidak lebih dari 7 mm Stadium Ia1 Invasi ke stroma dengan kedalaman tidak lebih dari 3 mm dan lebar tidak lebih dari 7 mm Stadium Ia2 Invasi ke stroma dengan kedalaman lebih dari 3 mm tapi kurang dari 5 mm dan lebar tidak lebih dari 7 mm Stadium Ib Lesi terbatas di serviks atau secara mikroskopis lebih dari Ia Stadium Ib1 Besar lesi secara klinis tidak lebih dari 4 cm Stadium Ib2 Besar lesi secara klinis lebih dari 4 cm Stadium II Telah melibatkan vagina, tetapi belum commit to user melibatkan parametrium Stadium IIb Infiltrasi ke parametrium, tetapi belum mencapai dinding panggul Stadium III Telah melibatkan 13 bawah vagina atau adanya perluasan sampai dinding panggul. Kasus dengan hidronefrosis atau gangguan fungsi ginjal dimasukkan dalam stadium ini, kecuali kelainan ginjal dapat dibuktikan oleh sebab lain. Stadium IIIa Keterlibatan 13 bawah vagina dan infiltrasi parametrium belum mencapai dinding panggul Stadium IIIb Perluasan sampai dinding panggul atau adanya hidronefrosis atau gangguan fungsi ginjal Stadium IV Perluasan ke luar organ reproduksi Stadium IVa Keterlibatan mukosa kandung kemih atau mukosa rektum Stadium IVb Metastase jauh atau telah keluar dari rongga panggul h. Deteksi Dini Kanker Leher Rahim Deteksi dini kanker serviks merupakan upaya pencegahan sekunder kanker serviks. Skrining dilakukan dengan menggunakan tes tertentu untuk mendeteksi dini kanker serviks pada fase prakanker. commit to user Menurut Octiyanti 2006, deteksi dini kanker serviks perlu dilakukan karena: 1 Kanker leher rahim merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting di negara-negara berkembang dengan sumber daya terbatas. 2 Fase prakanker dapat dikenali dan dideteksi sehingga dapat ditatalaksana secara aman, efektif dan dengan cara yang dapat diterima. 3 Perkembangan dari fase prakanker menjadi kanker dapat membutuhkan waktu relatif lama hingga sepuluh tahun sehingga cukup waktu untuk melakukan deteksi dan terapi. 4 Terapi pada fase prakanker amat murah dibandingkan dengan penatalaksanaan bila sudah terjadi kanker. 5 Target deteksi dini adalah menemukan lesi prakanker serviks. 6 Bila dilakukan terapi pada lesi prakanker serviks, kesembuhan dapat mencapai 100. Deteksi dini kanker serviks direkomendasikan bagi seluruh wanita yang telah aktif secara seksual dan dapat dimulai dalam tiga tahun setelah koitus pertama Zeller, 2007. Rasjidi 2007 menyebutkan beberapa cara deteksi dini kanker serviks adalah melalui: 1 Pemeriksaan Pap smear , merupakan pemeriksaan sitologi dari serviks dan porsio untuk melihat adanya perubahan atau keganasan pada epitel serviks atau porsio yang ditandai dengan adanya displasia. Pemeriksaan ini dilakukan dengan mengambil contoh sel epitel serviks melalui kerokan dengan spatula khusus, kemudian hasil kerokan dihapuskan pada commit to user kaca objek tersebut selanjutnya diamati di bawah mikroskop oleh ahli patologi American Cancer Society , 2008. 2 Pemeriksaan Inspeksi Visual Asetat IVA, pemeriksaan ini mendeteksi kanker serviks dengan cara mengoleskan larutan asam asetat 3-5 pada serviks sebelum melakukan inspeksi visual. Penilaian serviks dilakukan setelah beberapa menit pasca pengolesan asam asetat dengan menggunakan penerangan yang layak. Serviks normal akan terlihat merah muda pada bagian entoserviks dan kemerahan di bagian endoserviks, sedangkan serviks yang mengalami lesi prakanker akan terlihat putih di sekitar porsio serviks Carr, 2004. 3 Kolposkopi, merupakan pemeriksaan visual serviks dengan menggunakan alat optik khusus yang disebut kolposkop. Pemeriksaan ini dapat mengenali displasia maupun kanker dengan baik, baik in situ maupun invasif Randall, 2005. 4 Pemeriksaan HPV-DNA, merupakan pengambilan sampel untuk dengan menggunakan lidi kapas atau sikat kemudian dilakukan pemeriksaan biomolekular dengan metode Hybrid Captu re 2 yang mampu mendeteksi HPV pada sel serviks Kampono, 2006.

4. Tes IVA

Dokumen yang terkait

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN PERILAKU DETEKSI DINI KANKER SERVIKS PADA PASANGAN USIA SUBUR DI Hubungan Tingkat Pengetahuan Dengan Perilaku Deteksi Dini Kanker Serviks Pada Pasangan Usia Subur Di Wilayah Kerja Puskesmas Sangkrah, Kelurahan Sangkra

0 0 15

PENDAHULUAN Hubungan Tingkat Pengetahuan Dengan Perilaku Deteksi Dini Kanker Serviks Pada Pasangan Usia Subur Di Wilayah Kerja Puskesmas Sangkrah, Kelurahan Sangkrah, Kecamatan Pasar Kliwon, Surakarta.

0 1 6

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN PERILAKU DETEKSI DINI KANKER SERVIKS PADA PASANGAN USIA SUBUR DI Hubungan Tingkat Pengetahuan Dengan Perilaku Deteksi Dini Kanker Serviks Pada Pasangan Usia Subur Di Wilayah Kerja Puskesmas Sangkrah, Kelurahan Sangkra

0 0 16

Pengetahuan Dan Motivasi Wanita Usia Subur Tentang Tes Inspeksi Visual Asam Asetat Di Propinsi Bali Indonesia.

0 0 20

Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Pemanfaatan Pemeriksaan Inspeksi Visual Asam Asetat Oleh Wanita Pasangan Usia Subur di Puskesmas Mengwi I.

3 33 45

JUDUL HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP WANITA USIA SUBUR (WUS) DENGAN PEMERIKSAAN INSPEKSI VISUAL ASAM ASETAT (IVA) DI PUSKESMAS BULELENG I.

0 4 10

PENGARUH PENYULUHAN KANKER SERVIKS TERHADAP MOTIVASI WANITA USIA SUBUR UNTUK PEMERIKSAAN TES INSPEKSI VISUAL ASAM ASETAT (IVA) DI PUSKESMAS MANTRIJERON YOGYAKARTA

0 0 12

HUBUNGAN PENGETAHUAN WANITA USIA SUBUR TENTANG KANKER SERVIKS DENGAN KEIKUTSERTAAN IVA TEST DI PUSKESMAS UMBULHARJO II YOGYAKARTA

0 0 11

ANALISIS KORELASI ANTARA TINGKAT PENGETAHUAN SKRINING KANKER SERVIKS MENGGUNAKAN METODE INSPEKSI VISUAL DENGAN ASAM ASETAT (IVA) PADA WANITA PASANGAN USIA SUBUR (PUS) DENGAN PEMANFAATAN PELAYANAN SKRINING KANKER DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SIBELA KOTA SURA

0 0 10

1 GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG PENCEGAHAN DAN PENYEMBUHAN KANKER SERVIKS DENGAN PERILAKU DETEKSI DINI KANKER SERVIKS PADA WANITA PASANGAN USIA SUBUR SKRIPSI

0 0 20