commit to user
dikehendaki. Kedalaman pengetahuan yang ingin diketahui atau diukur dapat  disesuaikan  dengan  6  tingkatan  pengetahuan  Notoatmodjo,
2003. Beberapa  penelitian  di  Indonesia  menunjukkan  bahwa  tingkat
pengetahuan  tentang  kanker  serviks  yang  memiliki  persentase  paling besar  adalah  tingkat  pengetahuan  cukup.  Tingkat  pengetahuan  tentang
kanker serviks di Kelurahan Campaka,  Bandung dengan kategori baik sebanyak  14,7,  sedang  56,9,  dan  kurang  sebanyak  14,7    Huda,
2011.  Di  Kelurahan  Joho,  Kabupaten  Sukoharjo,  terdapat  23,9 sampel  dengan  tingkat  pengetahuan  baik,  50,3  dengan  tingkat
pengetahuan  cukup  dan  25,8  dengan  tingkat  pengetahuan  kurang Dewi, 2010.
2. Pasangan Usia Subur
Pasangan Usia Subur  PUS adalah pasangan  yang  wanitanya berusia 15- 49  tahun  dimana  kelompok  ini  merupakan  pasangan  yang  aktif  melakukan
hubungan seksual Suratun, 2008.
3. Kanker Serviks
a. Pengertian
Kanker  serviks  adalah  kanker  yang  tumbuh  dan  berkembang  pada serviks atau mulut rahim, khususnya berasal dari lapisan epitel atau lapisan
terluar permukaan serviks. Samadi, 2011
commit to user
b. Penyebab
Penyebab  utama  kanker  serviks  adalah  infeksi
Human  Papilloma Virus
HPV.  Pada  lebih  dari  90  kanker  serviks  ditemukan  DNA  virus HPV Edianto, 2006
HPV  adalah  anggota  famili
paporidae,
yaitu  sekelompok  virus heterogen  yang  memiliki  untaian  ganda  DNA  tertutup.  Gen  virus  ini
mengkode 6 protein pembaca kerangka pembuka  awal
early  open  reading fame  protein
yaitu  E1,  E2,  E3,  E4,  E5,  E6  dan E7  yang  berfungsi  sebagai protein pengatur. Selain itu, gen virus ini juga mengkode 2 protein pembaca
kerangka  pembuka  lambat
late  open  reading  frame  protein
L1  dan  L2 yang menyusun kapsid virus Garcia, 2009.
Menurut risiko
dalam menimbulkan
kanker serviks,
HPV diklasifikasikan sebagai berikut Samadi, 2011:
1 Risiko  rendah:  tipe  6,  11,  42,  43,  44,  disebut  tipe  non-onkogenik.  Jika
terinfeksi,  hanya  menimbulkan  lesi  jinak,  misalnya  kutil  dan  jengger ayam.
2 Risiko  tinggi:  tipe  16,  18,  31,  33,  35,  39,45,  51,  52,  56,  58,  59,  68,
disebut tipe onkogenik. Jika terinfeksi dan tidak diketahui ataupun tidak diobati,  bisa  menjadi  kanker.  HPV  risiko  tinggi  ditemukan  pada  hampir
semua kasus kanker serviks 99. Sel  kanker  serviks  pada  awalnya  berasal  dari  sel  epitel  serviks  yang
mengalami  mutasi  genetik  sehingga  mengubah  perilakunya.  Sel  yang bermutasi  ini  melakukan  pembelahan  sel  yang  tidak  terkendali,
immortal,
commit to user
dan menginvasi jaringan stroma di bawahnya. Keadaan  yang menyebabkan mutasi  genetik  yang  tidak  dapat  diperbaiki  akan  menyebabkan  terjadinya
pertumbuhan  kanker  ini.  Komponen  DNA
Deoxyribonucleic  acid
virus HPV telah terdeteksi dalam lebih dari 90
Lesi Intraepitel Squamosa
LIS dan  kanker  serviks  invasif  dibandingkan  dengan  presentase  yang  lebih
rendah  didapat  pada  kontrol.  Baik  penelitian  yang  menggunakan  hewan coba maupun menggunakan bukti biologi molekuler, keduanya menyatakan
bahwa  virus  HPV  berpotensi  menginduksi  transformasi  maligna  dari  lesi Garcia, 2009.
Infeksi  HPV  terjadi  dalam  presentase  yang  besar  pada  wanita  yang aktif  secara  seksual.  Kebanyakan  dari  infeksi  virus  ini  sembuh  sempurna
dalam  beberapa  bulan  hingga  tahun  dan  hanya  sebagian  kecil  saja  yang berkembang  menjadi  suatu  kanker.  Ini  berarti  bahwa  diperlukan  faktor-
faktor  penting  lainnya  yang  harus  ada  untuk  mencetuskan  suatu  proses karsinogenik  Garcia,  2009.  Terdapat  tiga  faktor  utama
yang mempengaruhi  terjadinya  proses  keganasan  serviks  uteri  akibat  infeksi
HPV.  Termasuk  dalam  hal  ini  adalah  durasi  dan  tipe  HPV  yang menginfeksi, kondisi imunitas pejamu
host
, dan faktor-faktor lingkungan.
Sebagai  tambahan,  berbagai  variasi  ginekologik  seperti  usia  menarke,  usia pertama  kali  melakukan  koitus,  dan  jumlah  pasangan  seksual,  secara
signifikan meningkatkan risiko kejadian kanker serviks Garcia, 2009.
commit to user
c. Patogenesis Virus  HPV  genitalis  risiko  tinggi  dimulai  saat  virus  masuk  ke  dalam
tubuh melalui epitel skuamosa yang mengalami luka mikro saat koitus atau melalui epitel skuamosa yang
immature
di daerah zona transisional
T zone
Garcia,  2009.  Menurut  Mardjikoen  2005,
T  zone
atau
Squamous Collumnar  Junction
SCJ  adalah  daerah  peralihan  epitel  skuamosa  yang terdapat  di  ektoserviks  porsio  menjadi  epitel  kolumnar  yang  terdapat  di
endoserviks. Pada  awalnya  virus  menempel  di  permukaan  sel,  kemudian  virus
melakukan  penetrasi  melalui  membran  plasma  sel.  Virus  memasukkan DNA-nya  ke  dalam  sel  dan  melakukan
uncoating
atau  pelepasan  kapsid. DNA  virus  yang  telah  memasuki  sel  kemudian  melakukan  penyisipan
insertion
pada protoonkogen DNA manusia Garcia, 2009. Protoonkogen yang telah mengalami mutasi tersebut selanjutnya disebut sebagai onkogen
Garcia, 2009. Pada  sel  normal,  protoonkogen  mengkode  pembuatan  peptida  yang
merangsang  pertumbuhan  dan  diferensiasi  sel,  tetapi  tidak  menimbulkan kanker.  Sebaliknya,  protoonkogen  yang  telah  mengalami  transformasi
menjadi  onkogen  mengkode  pembuatan  peptida  yang  dapat  menimbulkan kanker Sukardja, 2000. Onkogen tersebut menyebabkan terjadinya mutasi
pada  gen  penekan  tumor
tumor  cupressor  gene
TP53  sehingga  terjadi degradasi  protein  p53  melalui  pengikatan  dengan  E6  dan  RB  melalui
pengikatan dan penginktivasian protein Rb oleh E7 sehingga sel mengalami
commit to user
resistensi  terhadap  apoptosis,  menyebabkan  pertumbuhan  sel  yang  tak terkontrol  setelah  terjadinya  kerusakan  DNA.  Akhirnya,  hal  inilah  yang
menyebabkan terjadinya malignasi Garcia, 2009. d. Patologi
Sebagian besar kanker serviks terjadi pada epitel skuamosa bertingkat yang menunjukkan perubahan prakanker. Displasia diketahui dengan adanya
kelainan  sitologik  pada  hapusan  serviks  dan  dipastikan  melalui  biopsi serviks.  Perubahan  sitologik  meliputi  peningkatan  ukuran  inti,  peningkatan
rasio  inti  sitoplasma,  hiperkromatisme,  penyebaran  kromatin  abnormal  dan kelainan membran inti Chandrasoma, 2005.
Displasia  serviks  adalah  pertumbuhan  sel  abnormal  yang  mencakup berbagai  lesi  epitel  yang  secara  baik  sitologi  maupun  histologi  berbeda
dibandingkan  epitel  normal,  tidak  mengenai  epitel  basalis,  dan  belum menunjukkan  kriteria  karateristik  keganasan.  Karateristik  keganasan
tersebut  adalah  peningkatan  selularitas,  abnormalitas  nukleus,  dan peningkatan rasio nukleussitoplasma. Keadaan ini harus dibedakan dengan
metaplasia  normal  yang  secara  alami  terjadi  pada  serviks  normal. Metaplasia pada serviks normal terjadi akibat saling desak kedua jenis epitel
yang melapisi serviks. Dengan masuknya mutagen, porsio yang mengalami metaplasia  fisiologik  dapat  berubah  menjadi  patologik  displastik-
diskariotik Mardjikoen, 2005. Secara  histopatologi,  sebagian  besar  90  kanker  berasal  dari  sel
skuamosa,  sedangkan  sisanya  10  berasal  dari  sel  kelenjar  serviks.
commit to user
Kebanyakan  kanker  sel  skuamosa  melibatkan
ostium  uteri  eksternum
sehingga  dapat  terlihat  pada  pemeriksaan  dengan  menggunakan  spekulum. Lesi dapat berupa eksofitik maupun endofitik. Kanker sel skuamosa invasif
berbeda-beda  berdasarkan  derajat  diferensiasi  selularnya,  tetapi  umumnya terlihat sebagai jaringan berkeratin Pitkin, 2003.
Tumor  pada  penyakit  ini  dapat  tumbuh  secara  eksofitik,  endofitik, maupun  ulseratif.  Pertumbuhan  eksofitik  terjadi  bila  tumor  tumbuh  mulai
dari
Squamous  Collumnar  Junction
SCJ  ke  arah  lumen  vagina  sebagai masa  poliferatif  yang  mengalami  infeksi  sekunder  dan  nekrosis.  Dikatakan
sebagai  pertumbuhan  endofitik  bila  pertumbuhan  dimulai  dari  SCJ kemudian  tumor  tumbuh  ke  dalam  stroma  serviks  dan  cenderung  merusak
struktur  jaringan  serviks  dengan  melibatkan  awal  forniks  vagina  untuk menjadi ulkus yang luas disebut sebagai pertumbuhan ulseratif Mardjikoen,
2005. Angka  harapan  hidup  5  tahun  jika  kanker  ini  diketahui  dan  diobati
pada stadium I adalah 85, pada stadium  II sebesar 60, pada stadium III hanya    33,  dan  pada  stadium  IV  menjadi  7.  Sedangkan  jika  penyakit
ditemukan  saat  masih  lesi  pra  kanker,  penderita  bisa  diobati  secara sempurna Price dan Wilson, 2005.
Gambaran  patologis  perkembangan  kanker  serviks  adalah  sebagai berikut:
1 Didahului  oleh  lesi  prekanker  yang  disebut  displasia
Cervical Intraepithel  Neoplasm
.  Displasia  ditandai  dengan  adanya  perubahan
commit to user
morfologi berupa gambaran sel-sel imatur, inti sel yang atipik, perubahan rasio  inti  sitoplasma  dan  kehilangan  polaritas  yang  normal.  Displasia
bukan  merupakan  suatu  bentuk  kanker  tetapi  akan  mengganas  menjadi kanker  bila  tidak  diatasi  Hacker,  2005.  Displasia  dikelompokkan  lagi
menjadi  3  berdasarkan  perkembangan  luas  perubahan  morfologi  yang terjadi pada epitel leher rahim. yaitu:
a Displasia  ringan  CIN  I  :  sel-sel  yang  mengalami  perubahan
morfologi  hanya  sebatas  13  bagian  atas  dari  lapisan  epithelium serviks;
b Displasia  sedang  CIN  II  :  ditandai  dengan  perubahan  morfologi  sel
yang telah mencapai 23 bagian dari lapisan atas epithelium serviks; c
Displasia  berat  CIN  III  :  ditandai  dengan  lebih  banyaknya  variasi dari sel dan ukuran inti, orientasi yang tidak teratur, dan hiperkromasi
yang telah melebihi 23 lapisan atas epithelium serviks, namun belum menginvasi jaringan stroma di bawahnya.
2 Perkembangan  terakhir  adalah  bila  perubahan  displasia  berlanjut  hingga
menginvasi  jaringan  stroma  di  bawahnya,  maka  perubahan  ini  disebut karsinoma
in situ
atau kanker Aziz, 2002. e. Faktor Risiko
Faktor  risiko  kanker  serviks  adalah  segala  sesuatu  yang  berhubungan dengan inisiasi transformasi atipik serviks dan perkembangan dari displasia.
Transformasi  atipik  merupakan  daerah  atipik  abnormal  yang  terletak  di antara perbatasan sel-sel squamouscolumnar serviks yang asli dengan sel-sel
commit to user
yang  baru  terbentuk  akibat  metaplasia  sel  columnar  menjadi  sel  squamous Azis, 2002.
Penyakit  keganasan  khusus  wanita  ini  merupakan  penyakit  menular seksual  yang  berasosiasi  dengan  infeksi  kronik
Human  Papiloma  Virus
HPV tipe  onkogenik.  Oleh  sebab  itu,  faktor  risiko  kanker  serviks
cenderung  sama  dengan  faktor  risiko  penyakit  menular  seksual  lainnya Randall, 2005.
Beberapa  faktor-faktor  yang  menyebabkan  perempuan  terpapar  HPV sebagai penyebab dari kanker leher rahim adalah sebagai berikut:
1 Hubungan seks pada usia muda
Faktor  ini  merupakan  salah  satu  faktor  risiko  terpenting  karena penelitian  para  pakar  menunjukkan  bahwa  semakin  muda  wanita
melakukan hubungan seksual maka semakin besar risiko terkena kanker leher  rahim.  Wanita  yang  melakukan  hubungan  seks  pertama  sekali
pada  usia  kurang  dari  17  tahun  mempunyai  risiko  3  kali  lebih  besar daripada  wanita  yang  berhubungan  seksual  pertama  sekali  pada  usia
lebih dari 20 tahun Sukaca, 2009. 2
Multipartner seksual Risiko terkena kanker serviks meningkat 10 kali lipat pada wanita
yang  mempunyai  teman  seksual  6  orang  atau  lebih.  Bukan  hanya  ini saja,  bila  seorang  suami  juga  berganti-ganti  pasangan  seksual  dengan
wanita lain misalnya Wanita Tuna Susila WTS, maka suaminya dapat membawa virus HPV kepada istrinya Sukaca, 2009.
commit to user
3 Jumlah paritas
Paritas  merupakan  keadaan  di  mana  seorang  wanita  pernah melahirkan bayi yang dapat hidup
viable
. Paritas yang berisiko adalah dengan  memiliki  jumlah  anak  lebih  dari  2  orang  atau  jarak  persalinan
terlampau  dekat.  Hal  ini  dikarenakan  persalinan  yang  demikian  dapat menyebabkan timbulnya perubahan sel-sel abnormal pada mulut rahim.
Jika  jumlah  anak  yang  dilahirkan  melalui  jalan  normal  banyak,  maka dapat menyebabkan terjadinya perubahan sel abnormal dari epitel pada
mulut rahim, dan dapat berkembang menjadi keganasan Sukaca, 2009. 4
Pemakaian alat kontrasepsi Penggunaan  kontrasepsi  oral  dalam  jangka  waktu  lama  5  tahun
atau  lebih  meningkatkan  risiko  kanker  leher  rahim  hingga  2  kali  lipat Sukaca, 2009. Dalam hal ini, yang dimaksud adalah kontrasepsi yang
hanya mengandung progestin Smith et al
,
2003. 5
Riwayat merokok Risiko  kanker  serviks  tipe  skuamosa  oleh  tipe  HPV  tipe  16  atau
HPV  tipe  18  meningkat  pada  perokok  berat  Kapeu,  2009.  Tembakau mengandung  bahan-bahan  karsinogenik  baik  yang  dihisap  sebagai
rokok  maupun  yang  dikunyah.  Asap  rokok  menghasilkan
polycylic aromatic hydrocarbons heterocylic amine
yang sangat karsinogenik dan mutagenik,  sedangkan  bila  dikunyah  akan  menghasilkan
nitrosamine
. Bahan  dari  tembakau  yang  dihisap  terdapat  pada  getah  serviks  wanita
perokok  dan  dapat  menjadi  kokarsinogen  infeksi  HPV.  Selain  itu,
commit to user
bahan-bahan  pada  tembakau  tersebut  juga  dapat  menyebabkan kerusakan DNA epitel serviks Rasjidi, 2007.  Fey  2004 menyatakan
bahwa  wanita  yang  merokok  lebih  dari  10  batang  per  hari  memiliki risiko tinggi memperoleh lesi prakanker tingkat tinggi.
f. Tanda dan Gejala Tidak ada tanda atau gejala spesifik untuk kanker serviks. Karsinoma
servikal  prainvasif  tidak  memiliki  gejala,  namun  karsinoma  invasif  dini dapat  menyebabkan  sekret  vagina  atau  perdarahan  vagina.  Walaupun
perdarahan  adalah  gejala  yang  signifikan,  perdarahan  tidak  selalu  muncul pada saat-saat awal, sehingga kanker dapat sudah dalam keadaan lanjut pada
saat  didiagnosis.  Jenis  perdarahan  vagina  yang  paling  sering  adalah pascakoitus atau bercak antara menstruasi Price dan Wilson, 2005.
Selain  perdarahan  abnormal,  keputihan  juga  merupakan  gejala  yang sering  ditemukan.  Getah  yang  keluar  dari  vagina  ini  makin  lama  akan
berbau  busuk  akibat  infeksi  dan  nekrosis  jaringan.  Warnanya  pun  menjadi kekuningan.  Dalam  hal  demikian,  pertumbuhan  tumor  menjadi  ulseratif
Mardjikoen, 2005. Perdarahan spontan saat defekasi dapat pula ditemukan. Hal ini terjadi
akibat  tergesernya  tumor  eksofitik  dari  serviks  oleh  skibala.  Adanya perdarahan abnormal pervaginam saat defekasi perlu dicurigai kemungkinan
adanya  kanker  serviks  tingkat  lanjut  Mardjikoen,  2005.  Gejala-gejala hematuria  atau  perdarahan  per  rektal  timbul  bila  tumor  sudah  menginvasi
vesika urinaria atau rektum. Jika terjadi perdarahan kronik, maka penderita
commit to user
akan  mengalami  anemia,  kehilangan  berat  badan,  lelah  dan  gejala konstitusional lainnya Randall, 2005.
Pasien  kanker  serviks  dapat  mengeluhkan  nyeri  yang  berat.  Nyeri dapat dirasakan saat penderita melakukan hubungan seksual. Nyeri di pelvis
atau di hipogastrium dapat disebabkan oleh tumor yang nekrotik atau radang panggul.  Bila  muncul  nyeri  di  daerah  lumbosakral  maka  dapat  dicurigai
terjadinya  hidronefrosis  atau  penyebaran  ke  kelenjar  getah  bening  yang meluas  ke  arah  lumbosakral.  Nyeri  di  epigastrium  timbul  bila  penyebaran
mengenai kelenjar getah bening yang lebih tinggi Randall, 2005. Pada  pemeriksaan  fisik  dapat  terlihat  lesi  pada  daerah  serviks.
Beberapa lesi dapat tersembunyi di kanal bagian endoserviks, namun dapat diketahui melalui pemeriksaan bimanual. Semakin lebar diameter lesi maka
semakin sempit jarak antara tumor dengan dinding pelvis Randall, 2005. g. Stadium Kanker Serviks
Setelah diagnosis
kanker serviks
ditegakkan, pemeriksaan
histopatologi  jaringan  biopsi  dapat  dilakukan  untuk  penentuan  stadium. Stadium  kanker  serviks  juga  dapat  ditentukan  melalui  pemeriksaan  klinis
dan  sebaiknya  dilakukan  di  bawah  pengaruh  anastesi  umum.  Penentuan stadium  kanker  serviks  menurut  FIGO
Federation  of  Gynecology  and Obsetrics
masih  berdasarkan  pemeriksaan  klinis  praoperatif  ditambah dengan foto toraks, sistoskopi, serta rektoskopi Edianto, 2006.
commit to user
Tabel 2. 1. Stadium Kanker Serviks Menurut FIGO 2000 Edianto,
2006
Stadium Keterangan
Stadium 0 Karsinoma
in situ
, karsinoma intraepithelial Stadium I
Karsinoma masih terbatas di serviks penyebaran ke
korpus uteri
diabaikan Stadium Ia
Invasi  kanker  ke  stroma  hanya  dapat  dikenali secara  mikroskopik,  lesi  yang  dapat  dilihat
secara  langsung  walau  dengan  invasi  yang sangat  superfisial  dikelompokkan  sebagai
stadium  Ib.  Kedalaman  invasi  stroma  tidak lebih dari 5 mm dan lebarnya tidak lebih dari 7
mm Stadium Ia1
Invasi ke stroma dengan kedalaman tidak lebih dari 3 mm dan lebar tidak lebih dari 7 mm
Stadium Ia2 Invasi ke stroma dengan kedalaman lebih dari 3
mm tapi kurang dari 5 mm dan lebar tidak lebih dari 7 mm
Stadium Ib Lesi terbatas di serviks atau secara mikroskopis
lebih dari Ia Stadium Ib1
Besar lesi secara klinis tidak lebih dari 4 cm Stadium Ib2
Besar lesi secara klinis lebih dari 4 cm Stadium II
Telah melibatkan
vagina, tetapi
belum
commit to user
melibatkan parametrium Stadium IIb
Infiltrasi ke
parametrium, tetapi
belum mencapai dinding panggul
Stadium III Telah  melibatkan  13  bawah  vagina  atau
adanya  perluasan  sampai  dinding  panggul. Kasus  dengan  hidronefrosis  atau  gangguan
fungsi  ginjal  dimasukkan  dalam  stadium  ini, kecuali  kelainan  ginjal  dapat  dibuktikan  oleh
sebab lain. Stadium IIIa
Keterlibatan  13  bawah  vagina  dan  infiltrasi parametrium belum mencapai dinding panggul
Stadium IIIb Perluasan sampai dinding panggul atau adanya
hidronefrosis atau gangguan fungsi ginjal Stadium IV
Perluasan ke luar organ reproduksi Stadium IVa
Keterlibatan  mukosa  kandung  kemih  atau mukosa rektum
Stadium IVb Metastase  jauh  atau  telah  keluar  dari  rongga
panggul
h. Deteksi Dini Kanker Leher Rahim Deteksi  dini  kanker  serviks  merupakan  upaya  pencegahan  sekunder
kanker serviks. Skrining dilakukan dengan menggunakan tes tertentu untuk mendeteksi dini kanker serviks pada fase prakanker.
commit to user
Menurut Octiyanti 2006, deteksi dini kanker serviks perlu dilakukan karena:
1 Kanker  leher  rahim  merupakan  masalah  kesehatan  masyarakat  yang
penting di negara-negara berkembang dengan sumber daya terbatas. 2
Fase prakanker dapat dikenali dan dideteksi sehingga dapat ditatalaksana secara aman, efektif dan dengan cara yang dapat diterima.
3 Perkembangan  dari  fase  prakanker  menjadi  kanker  dapat  membutuhkan
waktu  relatif  lama  hingga  sepuluh  tahun  sehingga  cukup  waktu  untuk melakukan deteksi dan terapi.
4 Terapi  pada  fase  prakanker  amat  murah  dibandingkan  dengan
penatalaksanaan bila sudah terjadi kanker. 5
Target deteksi dini adalah menemukan lesi prakanker serviks. 6
Bila  dilakukan  terapi  pada  lesi  prakanker  serviks,  kesembuhan  dapat mencapai 100.
Deteksi  dini  kanker  serviks  direkomendasikan  bagi  seluruh  wanita yang  telah  aktif  secara  seksual  dan  dapat  dimulai  dalam  tiga  tahun  setelah
koitus  pertama  Zeller,  2007.  Rasjidi  2007  menyebutkan  beberapa  cara deteksi dini kanker serviks adalah melalui:
1 Pemeriksaan
Pap  smear
,  merupakan  pemeriksaan  sitologi  dari  serviks dan  porsio  untuk  melihat  adanya  perubahan  atau  keganasan  pada  epitel
serviks  atau  porsio  yang  ditandai  dengan  adanya  displasia.  Pemeriksaan ini  dilakukan  dengan  mengambil  contoh  sel  epitel  serviks  melalui
kerokan dengan spatula khusus, kemudian hasil kerokan dihapuskan pada
commit to user
kaca  objek  tersebut  selanjutnya  diamati  di  bawah  mikroskop  oleh  ahli patologi American Cancer Society
,
2008. 2
Pemeriksaan  Inspeksi  Visual  Asetat  IVA,  pemeriksaan  ini  mendeteksi kanker  serviks  dengan  cara  mengoleskan  larutan  asam  asetat  3-5
pada  serviks  sebelum  melakukan  inspeksi  visual.  Penilaian  serviks dilakukan  setelah  beberapa  menit  pasca  pengolesan  asam  asetat  dengan
menggunakan  penerangan  yang  layak.  Serviks  normal  akan  terlihat merah  muda  pada  bagian  entoserviks  dan  kemerahan  di  bagian
endoserviks,  sedangkan  serviks  yang  mengalami  lesi  prakanker  akan terlihat putih di sekitar porsio serviks Carr, 2004.
3 Kolposkopi,
merupakan pemeriksaan
visual serviks
dengan menggunakan alat optik khusus yang disebut kolposkop. Pemeriksaan ini
dapat  mengenali  displasia  maupun  kanker  dengan  baik,  baik
in  situ
maupun invasif Randall, 2005. 4
Pemeriksaan  HPV-DNA,  merupakan  pengambilan  sampel  untuk  dengan menggunakan  lidi  kapas  atau  sikat  kemudian  dilakukan  pemeriksaan
biomolekular dengan metode
Hybrid Captu
re 2 yang mampu mendeteksi HPV pada sel serviks Kampono, 2006.
4.  Tes IVA