Hubungan Tingkat Pengetahuan Wanita Pasangan Usia Subur Tentang Kanker Serviks dengan Pemanfaatan Pelayanan Tes Inspeksi Visual Asetat di Puskesmas Sangkrah, Surakarta.
commit to user
PASANGAN USIA SUBUR (PUS) TENTANG KANKER
SERVIKS DENGAN PEMANFAATAN PELAYANAN TES
INSPEKSI VISUAL ASETAT (IVA) DI PUSKESMAS
SANGKRAH, SURAKARTA
SKRIPSI
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran
Siti Arifah G0009200
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET
Surakarta 2013
(2)
commit to user
ii
Skripsi dengan judul: Hubungan Tingkat Pengetahuan Wanita Pasangan Usia Subur (PUS) tentang Kanker Serviks dengan Pemanfaatan Pelayanan Tes
Inspeksi Visual Asetat (IVA) di Puskesmas Sangkrah, Surakarta
Siti Arifah, NIM: G0009200, Tahun: 2013
Telah diuji dan sudah disahkan di hadapan Dewan Penguji Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta
Pada Hari Jumat, Tanggal 11 Januari 2013
Pembimbing Utama
Nama : Heru P. Samadi, dr., Sp.OG (K)
NIP : 19650831 199003 1 002 (……….)
Pembimbing Pendamping
Nama : Nur Hafidha Hikmayani, dr., M. Clin.Epid.
NIP : 19761225 2005 01 2 001 (……….)
Penguji Utama
Nama : H. Tri Budi W, dr., Sp.OG (K)
NIP : 19510421 198011 1 002 (……….)
Penguji Pendamping
Nama : Endang Sahir Ies, Dra., M.S., A.And
NIP : 19500107 197903 2 001 (……….)
Surakarta,
Ketua Tim Skripsi Dekan FK UNS
Muthmainah, dr., M.Kes Prof. Dr. Zainal Arifin Adnan, dr., Sp.PD-KR-FINASIM
(3)
commit to user
iii
Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan penulis tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Surakarta, 11 Januari 2013
Siti Arifah NIM G0009200
(4)
commit to user
iv
Siti Arifah, G.0009200, 2013. Hubungan Tingkat Pengetahuan Wanita Pasangan
Usia Subur (PUS) dengan Pemanfaatan Pelayanan Tes Inspeksi Visual Asetat (IVA). Skripsi, Fakultas Kedokteran, Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
Latar Belakang : Di Indonesia, setiap tahun terdeteksi lebih dari 15.000 kasus
kanker serviks, dan kira-kira sebanyak 8000 kasus di antaranya berakhir dengan kematian. Tingginya prevalensi kematian akibat kanker serviks di Indonesia kemungkinan disebabkan oleh keterlambatan diagnosis sehingga saat terdeteksi, penyakit telah mencapai stadium lanjut. Kondisi ini dikarenakan masih rendahnya pelaksanaan skrining yaitu <5%, jauh dari target ideal sebesar 80%. Deteksi dini kanker serviks dengan metode IVA sangat cocok diaplikasikan di negara berkembang karena selain mudah, murah, efektif, tidak invasif, juga dapat dilakukan langsung oleh dokter, bidan atau paramedis. Namun dalam pelaksanaannya, metode ini masih mengalami kendala seperti keraguan akan pentingnya pemeriksaan, ketakutan merasa sakit saat pemeriksaan, serta kurangnya pengetahuan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan tingkat pengetahuan wanita Pasangan Usia Subur (PUS) tentang kanker serviks dengan pemanfaatan pelayanan Tes IVA di Puskesmas Sangkrah, Surakarta.
Metode Penelitian: Desain penelitian ini menggunakan analitik observasional
dengan pendekatan cross sectional. 90 responden didapat dari data wanita PUS di Puskesmas Sangkrah, Surakarta dengan metode simple random sampling. Instrumen dalam penelitian ini adalah kuesioner yang telah divalidasi dan digunakan untuk mengukur pengetahuan tentang kanker serviks meliputi definisi, etiologi, dan faktor risiko kanker serviks, serta pengetahuan tentang Tes IVA. Tingkat pengetahuan dibagi dalam 3 kategori , baik (21-30), sedang (15-20), dan rendah (0-14). Pemanfaatan pelayanan Tes IVA ditanyakan kepada responden dan dikonfirmasi dengan data Puskesmas. Data dianalisis menggunakan uji Chi-square dengan taraf signifikansi 0,1.
Hasil Penelitian: Persentase wanita Pasangan Usia Subur yang memanfaatkan
pelayanan Tes IVA adalah 37,8 %. Tidak didapatkan adanya responden dengan tingkat pengetahuan tentang kanker serviks rendah. Dari 34 responden yang memanfaatkan pelayanan tes IVA, 20 di antaranya memiliki pengetahuan baik; hanya 15 reponden berpengetahuan baik yang tidak memanfaatkan pelayanan Tes IVA. Hasil uji Chi-square menunjukkan hubungan yang signifikan antara pengetahuan tentang kanker serviks dengan pemanfaatan pelayanan Tes IVA (nilai
χ2
=9,137, p=0,003).
Simpulan Penelitian: Terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan wanita PUS
tentang kanker serviks dengan pemanfaatan pelayanan Tes IVA dimana wanita PUS dengan pengetahuan tentang kanker serviks tinggi, lebih cenderung untuk melakukan pemanfaatan pelayanan Tes IVA.
(5)
commit to user
v ABSTRACT
Siti Arifah. G.0009200. 2013. Association between Knowledge Level of Cervical
Cancer and Utilization of Visual Inspection with Acetic Acid (VIA) Test among Women of Reproductive Age Couples at Puskesmas Sangkrah, Surakarta.
Background: In Indonesia, more than 15,000 cases of cervical cancer were detected
each year and approximately 8,000 cases of which were fatal. The high mortality rate were mostly caused by delays in detection leading to advanced stage of cervical cancer when diagnosed; these were partly due to the overall low implementation of screening (<5%), far from the ideal target of 80%. Early detection of cervical cancer by Visual Inspection with Acetic Acid (VIA) test is cheap, direct, non-invasive, has high sensitivity and specificity, can be easily done by physicians, midwives or paramedics, and is therefore suitable to be applied in developing countries. In practice, however, it faces several problems such as doubt of importance of the examination, fear of pain during examination, and lack of knowledge. This study aimed to find the association between knowledge level of cervical cancer and utilization of VIA test among women of reproductive age couples (RACs) at Puskesmas Sangkrah, Surakarta.
Methods: This was an observational study with cross sectional approach. Ninety
women were selected from list of RACs at Puskesmas Sangkrah, Surakarta using simple random sampling method. A modified closed-ended questionnaire was first validated and used to measure respondents’ knowledge of cervical cancer. The questionnaire items asked definition, etiology, and risk factor for cervical cancer as well as issues on VIA test. Knowledge level was classified into good (if respondents scored 21-30), moderate (15-20), and poor (0-14). Utilization of VIA test was asked to respondents and was ascertained with Puskesmas data. Data were analyzed using Chi-Square test at a significance level of 0,1.
Results: Proportion of respondents utilizing VIA test was 37.8%. No respondents
with poor knowledge of cervical cancer were found. Of 34 respondents utilizing VIA test, 20 women had good knowledge; only 15 respondents not utilizing VIA test had good knowledge. Result from Chi-Square test showed a significant association between knowledge of cervical cancer and VIA test utilization (χ2 value=9,137, p=0,003).
Conclusions: Knowledge level of cervical cancer was significantly associated with
utilization of VIA test among women of RAC at Puskesmas Sangkrah, Surakarta. Women with better knowledge of cervical cancer were more likely to utilize VIA test.
Key words: knowledge level, cervical cancer, visual inspection with acetic acid
(6)
commit to user
vi PRAKATA
Segala puji bagi Allah, atas rahmat dan pertolongan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang “Hubungan Tingkat Pengetahuan Wanita
Pasangan Usia Subur (PUS) tentang Kanker Serviks dengan Pemanfaatan Pelayanan Tes Inspeksi Visual Asetat (IVA) Di Puskesmas Sangkrah, Surakarta” Shalawat dan salam tercurah kepada Rasulullah Muhammad dan
keluarganya yang suci.
Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat dalam menyelesaikan program pendidikan dokter di FK UNS Surakarta. Dalam proses penyusunan skripsi ini, penulis tak lepas dari bantuan dan dukungan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Zainal Arifin Adnan, dr., SpPD-KR-FINASIM selaku Dekan FK UNS Surakarta.
2. Muthmainah, dr., M.Kes, selaku Ketua Tim Skripsi FK UNS Surakarta. 3. Heru Priyanto Samadi, dr., Sp. OG (K), selaku Pembimbing Utama yang
telah memberikan bimbingan dan motivasi bagi penulis dalam penelitian ini. 4. Nur Hafidha Hikmayani, dr., M. Clin.Epid., selaku Pembimbing Pendamping
yang telah memberikan bimbingan dan motivasi bagi penulis dalam penelitian ini.
5. H. Tri Budi W., dr., Sp. OG (K), selaku Penguji Utama yang telah memberikan saran dan masukan demi kesempurnaan penulisan skripsi ini. 6. Endang Sahir Ies, Dra., M.S., A.And., selaku Penguji Pendamping yang telah
memberikan saran dan masukan demi kesempurnaan penulisan skripsi ini. 7. Seluruh Dosen dan Staf Bagian Obstetri Ginekologi RSUD Dr. Moewardi,
Surakarta dan Bagian Skripsi FK UNS Surakarta.
8. Seluruh Staf Puskesmas Sangkrah Surakarta yang telah banyak membantu dalam pelaksanaan penelitian skripsi ini.
9. Keluarga tercinta, Ayah, Mama, dan Mas Tosa yang menjadi motivator utama penulis dalam menyusun skripsi ini.
10.Sahabat-sahabat yang tak tergantikan Regina, Fiqih, Laili, dan Rully yang telah memberikan dukungan dan motivasi dan selalu membantu penulis. 11.Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini.
Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat.
Surakarta, Januari 2013
(7)
commit to user vii DAFTAR ISI
PRAKATA ... vi
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR TABEL ... ix
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 3
C. Tujuan Penelitian ... 4
D. Manfaat Penelitian ... 4
BAB II LANDASAN TEORI ... 5
A. Tinjauan Pustaka ... 5
B. Kerangka Pemikiran ... 29
C. Hipotesis ... 30
BAB III METODE PENELITIAN ... 31
A. Jenis Penelitian ... 31
B. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 31
C. Subjek Penelitian ... 31
D. Rancangan Penelitian ... 33
E. Definisi Operasional, Variabel Penelitian, dan Skala Pengukuran .... 33
G. Metode dan Alat Pengumpulan Data ... 34
H. Metode Pengolahan Data dan Analisis Data ... 37
BAB IV HASIL PENELITIAN ... 40
A. Hasil Uji Validitas dan Realibilitas Kuesioner ... 40
B. Karakteristik Subjek Penelitian ... 41
C. Tingkat Pengetahuan tentang Kanker Serviks ... 42
(8)
commit to user viii
E. Hubungan Tingkat Pengetahuan tentang Kanker Serviks dengan
Pemanfaatan Pelayanan Tes Inspeksi Visual Asetat (IVA) ... 46
BAB V PEMBAHASAN ... 48
A. Validitas dan Realibilitas Kuesioner Tingkat Pengetahuan tentang Kanker Serviks ... 48
B. Karakteristik Sosiodemografis Responden ... 49
C. Tingkat Pengetahuan tentang Kanker Serviks dan Pemanfaatan Pelayanan Tes Inspeksi Visual Asetat (IVA) ... 50
D. Kelemahan Penelitian ... 53
BAB VI PENUTUP ... 54
A. Simpulan ... 54
B. Saran ... 54
Daftar Pustaka ... 55 Lampiran
(9)
commit to user ix
DAFTAR TABEL
Tabel 2. 1. Stadium Kanker Serviks Menurut FIGO 2000... 22 Tabel 2. 2. Klasifikasi IVA Sesuai Temuan Klinis ... 26 Tabel 4. 1. Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan Umur ... 41 Tabel 4. 2. Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan Tingkat Pendidikan 41 Tabel 4. 2. Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan Tingkat Pengetahuan
tentang Kanker Serviks ... 42 Tabel 4. 4. Tabulasi Silang antara Tingkat Pengetahuan tentang Kanker
Serviks dengan Umur ... 43 Tabel 4. 5. Tabulasi Silang antara Tingkat Pengetahuan tentang Kanker
Serviks dengan Tingkat Pendidikan ... 44 Tabel 4. 6. Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan Pemanfaatan
Pelayanan Tes Inspeksi Visual Asetat (IVA) ... 45 Tabel 4. 7. Tabulasi Silang antara Pemanfaatan Pelayanan Tes Inspeksi Visual
Asetat (IVA) dengan Umur ... 45 Tabel 4. 8. Tabulasi Silang antara Pemanfaatan Pelayanan Tes Inspeksi Visual
Asetat (IVA) dengan Tingkat Pendidikan ... 46 Tabel 4. 9. Hubungan antara Tingkat Pengetahuan Wanita PUS tentang Kanker Serviks dengan Pemanfaatan Pelayanan Tes IVA ... 46
(10)
commit to user BAB I PENDAHULUAN
A.Latar Belakang Masalah
Kanker atau dalam bahasa medisnya biasa disebut karsinoma adalah sekelompok penyakit yang ditandai oleh pertumbuhan dan perkembangan sel-sel yang tidak terkontrol dan tidak normal (Price dan Wilson, 2005). Kanker dapat dicetuskan oleh faktor eksternal dan faktor internal yang memicu terjadinya proses karsinogenesis (proses pembentukan kanker). Faktor eksternal dapat berupa infeksi, radiasi, zat kimia tertentu, dan konsumsi tembakau, sedangkan faktor internal meliputi mutasi (baik yang diturunkan maupun akibat metabolisme), hormon, dan kondisi sistem imun (American Cancer Society, 2008).
Pada wanita, kanker juga dapat menyerang berbagai organ reproduksi. Salah satunya yaitu kanker serviks. Kanker reproduktif wanita ini diperkirakan membunuh lebih dari 26.400 wanita di Amerika Serikat setiap tahunnya, sekitar 15.800 adalah kasus baru kanker serviks invasif yang dapat menyebabkan 4800 kematian (Brunner dan Suddarth, 2001).
Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO), infeksi Human Papilloma
Virus (HPV) merupakan faktor risiko utama kanker leher rahim. Setiap tahun,
ratusan ribu kasus HPV terdiagnosis di dunia dan ribuan wanita meninggal karena kanker serviks, yang disebabkan oleh infeksi HPV. Saat ini penyakit kanker serviks menempati peringkat teratas di antara berbagai jenis kanker
(11)
commit to user
yang menyebabkan kematian pada perempuan di dunia. Di Indonesia, setiap tahun terdeteksi lebih dari 15.000 kasus kanker serviks, dan kira-kira sebanyak 8000 kasus di antaranya berakhir dengan kematian. Sedangkan setiap hari sekitar 40-45 kasus baru ditemukan dan 20-25 perempuan meninggal dunia akibat penyakit tersebut. Temuan ini menempatkan Indonesia sebagai negara dengan jumlah penderita kanker serviks yang tertinggi di dunia. (WHO,2007) Menurut Departemen Kesehatan RI (2008), insidensi kanker serviks adalah 100 per 100.000 perempuan pertahun. Dari data laboratorium patologi anatomi seluruh Indonesia, dilaporkan frekuensi kanker serviks adalah paling tinggi di antara kanker yang ada di Indonesia (Aziz, 2002).
Tingginya prevalensi kanker serviks di Indonesia kemungkinan disebabkan oleh keterlambatan diagnosis sehingga saat terdeteksi, penyakit telah mencapai stadium lanjut. Hampir 70% kasus kanker serviks ditemukan dalam kondisi stadium lanjut (>stadium IIB). Kondisi ini dikarenakan masih rendahnya pelaksanaan skrining yaitu <5%, jauh dari target ideal sebesar 80% (Samadi, 2011).
Beberapa jenis tes untuk deteksi dini kanker leher rahim untuk saat ini, antara lain : deteksi HPV onkogenik, tes pap smear, kolposkopi, servikografi, dan Inspeksi Visual Asetat (IVA) (Sukardja, 2000).
Deteksi dini kanker serviks dengan metode IVA sangat cocok diaplikasikan di negara berkembang karena selain mudah, murah, efektif, tidak invasif, juga dapat dilakukan langsung oleh dokter, bidan atau paramedis.
(12)
commit to user
Hasilnya pun langsung didapat, dan sensitivitas serta spesifitasnya cukup baik (Samadi, 2011).
Namun dalam pelaksanaannya, metode ini masih mengalami kendala seperti keengganan wanita diperiksa karena malu. Penyebab lain seperti keraguan akan pentingnya pemeriksaan, kurangnya pengetahuan, serta ketakutan merasa sakit saat pemeriksaan (Irawan, 2010). Pengetahuan tentang kanker serviks di Indonesia masih tergolong rendah, hanya sekitar 2% dari wanita di Indonesia yang tahu tentang kanker serviks (Retnosari, 2006).
Karena alasan inilah, peneliti ingin memahami lebih jauh tentang pemanfaatan pelayanan metode IVA sebagai metode pencegahan kanker serviks di Puskesmas Sangkrah, Surakarta dan menghubungkannya dengan tingkat pengetahuan wanita Pasangan Usia Subur tentang kanker serviks itu sendiri.
Puskesmas Sangkrah dipilih karena memiliki klinik Infeksi Menular Seksual (IMS) yang menyediakan layanan tes Inspeksi Visual Asetat (IVA). Layanan ini sudah cukup banyak dimanfaatkan oleh wanita Pasangan Usia Subur di Wilayah Kerja Puskesmas Sangkrah dibandingkan Puskesmas lainnya di Surakarta.
B.Perumusan Masalah
Adakah hubungan tingkat pengetahuan wanita Pasangan Usia Subur (PUS) tentang kanker serviks dengan pemanfaatan pelayanan tes Inspeksi Visual Asetat (IVA) di Puskesmas Sangkrah, Surakarta?
(13)
commit to user C.Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara tingkat pengetahuan wanita Pasangan Usia Subur (PUS) tentang kanker serviks dengan pemanfaatan pelayanan tes Inspeksi Visual Asetat (IVA) di Puskesmas Sangkrah, Surakarta.
D.Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoretis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi ilmiah mengenai hubungan antara tingkat pengetahuan wanita Pasangan Usia Subur (PUS) tentang kanker serviks dengan pemanfaatan pelayanan tes Inspeksi Visual Asetat (IVA).
2. Manfaat aplikatif
a. Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan oleh petugas kesehatan untuk mengetahui gambaran tingkat pengetahuan wanita tentang deteksi dini kanker serviks dengan tes IVA di Wilayah Kerja Puskesmas Sangkrah, Surakarta sehingga dapat direncanakan suatu strategi pelayanan kesehatan untuk menindaklanjutinya.
b. Hasil penelitian ini dapat menambah tingkat pengetahuan masyarakat tentang deteksi dini kanker serviks dengan tes IVA sehingga menumbuhkan perilaku positif untuk pencegahan kanker serviks melalui skrining dengan tes IVA.
(14)
commit to user BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Pengetahuan
a. Pengertian Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu yang terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia yaitu indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan yang siap pakai membantu seseorang untuk berpikir cepat dan tepat (Notoadmojo, 2003). Berdasarkan kamus besar Bahasa Indonesia (2005) pengetahuan (knowledge) didefinisikan sebagai kepandaian atau segala sesuatu yang diketahui. Pengetahuan juga bisa didefinisikan sebagai informasi atau maklumat yang diketahui atau disadari oleh seseorang (Depdiknas, 2005)
b. Cara Memperoleh Pengetahuan
Berbagai macam cara yang telah digunakan sepanjang sejarah manusia untuk memperoleh pengetahuan maka dapat dikelompokkan menjadi dua yakni cara tradisional (non ilmiah) melalui cara coba salah (trial and error), kekuasaan atau otoritas, pengalaman pribadi, serta
(15)
commit to user
jalan pikiran dan dengan cara modern (cara ilmiah) (Notoadmojo, 2005).
Cara tradisional yang pertama yakni cara coba-salah dipakai orang sebelum mengenal kebudayaan bahkan mungkin peradaban. Cara coba-salah ini digunakan dalam pemecahan masalah dan apabila tidak berhasil kemungkinan pemecahan yang lain, begitu seterusnya. Cara tradisional lain yakni kekuasaan atau otoritas adalah pengetahuan yang diperoleh berdasarkan kehidupan sehari-hari dan tradisi-tradisi yang dilakukan orang tanpa adanya penalaran apakah yang dilakukan itu baik atau tidak. Kebiasaan-kebiasaan ini selalu diwariskan turun-temurun ke generasi berikutnya. Pengetahuan berdasarkan pengalaman pribadi diperoleh setelah terjadi pada seseorang dan diulangi lagi keadaan tersebut untuk memecahkan masalah seperti yang lalu (Notoadmojo, 2005). Sumber pengetahuan dapat didefinisikan dari beberapa aspek, di antaranya kepercayaan berdasarkan tradisi, kesaksian orang lain, panca indera, rasionalisme dan intuisi (Suhartono, 2005). Kepercayaan berdasarkan tradisi, merupakan pengetahuan yang bersumber dari kepercayaan yang menunjukkan bahwa pengetahuan itu diperoleh melalui cara mewarisi apa saja yang ada di dalam suatu kehidupan masyarakat, adat istiadat, nilai-nilai, kebiasaan-kebiasaan dan kehidupan dalam beragama atau dengan kata lain pengetahuan itu diperoleh berdasarkan pemahaman atas situasi baru dengan berpegang pada kepercayaan yang telah dibenarkan. Kesaksian orang lain,
(16)
commit to user
termasuk pengetahuan yang masih tetap ada dalam susunan kehidupan yang terdahulu pada orang-orang tertentu yang dapat dipercaya, karena sudah dianggap memiliki pengetahuan yang benar, lalu menjadi panutan yang handal bagi orang lain pada umumnya dalam hal-hal bagaimana memandang, bersikap dan cara hidup serta bagaimana bertingkah laku (Suhartono, 2005).
Panca indera bagi manusia merupakan alat vital dalam kehidupan sehari-hari, dapat dikatakan bahwa hampir seluruh persoalan hidup sehari-hari bisa diatasi dengan menggunakan alat panca indera. Rasionalisme merupakan sumber satu-satunya dari pengetahuan manusia berdasarkan akal budi. Rasio memberikan pengetahuan melalui observasi. Sedangkan intuisi merupakan pengetahuan yang berasal dari dalam dirinya sendiri (Suhartono, 2005).
Cara ilmiah dilakukan dengan melalui proses deduksi dan induksi yang dilakukan secara sistematis dan memenuhi 6 kriteria yaitu, berdasarkan fakta, bebas dari prasangka, menggunakan prinsip-prinsip analisis, menggunakan hipotesis, menggunakan ukuran obyektif, serta menggunakan teknik kuantitatif (Gulo, 2002).
c. Tingkat Pengetahuan
Pengetahuan yang dicakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan yaitu:
1) Tahu (know) diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya atau mengingat kembali (recall) sesuatu
(17)
commit to user
yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Tahu merupakan tingkatan pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja yang bisa digunakan antara lain menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan menyatakan dan sebagainya.
2) Memahami (comprehension) merupakan suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang sudah paham suatu materi atau objek harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya terhadap objek yang telah dipelajari.
3) Aplikasi (application) diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi yang sebenarnya (real). Misalnya penggunaan rumus, hukum-hukum, metode, prinsip dan sebagainya.
4) Analisis (analysis), yaitu kemampuan untuk menjabarkan materi atau objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam satu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Biasanya menggunakan kata kerja membedakan, memisahkan, mengelompokkan dan sebagainya.
5) Sintesis (syntesis), menunjuk kepada kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain, sintesis adalah
(18)
commit to user
kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada. Contoh sintesis adalah, dapat menyusun, dapat merencanakan, dapat meringkaskan, dapat menyesuaikan dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah ada.
6) Evaluasi (evaluation) berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu objek atau materi. Penilaian tersebut didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri ataupun yang telah ada. Misalnya, dapat membandingkan antara anak yang cukup gizi dengan anak yang kekurangan gizi.
d. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan
Secara umum, pengetahuan seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor, di antaranya:
1) Pendidikan
Pendidikan adalah sebuah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok dan juga usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan, yang bertujuan untuk mencerdaskan manusia. Melalui pendidikan seseorang akan memperoleh pengetahuan. Semakin tinggi tingkat pendidikan formal seseorang maka semakin berkualitas hidupnya di mana seseorang akan dapat berpikir logis dan memahami informasi yang diperolehnya.
(19)
commit to user
2) Media
Media adalah sarana yang dapat dipergunakan oleh seseorang dalam memperoleh pengetahuan, misalnya televisi, radio, koran, dan majalah.
3) Paparan Informasi
Informasi adalah data yang diperoleh dari observasi terhadap lingkungan sekitar yang diteruskan melalui komunikasi dalam kehidupan sehari-hari (Meliono, 2007).
4) Pengalaman
Pengetahuan yang didapat dari pengalaman langsung (first hand
knowlegde) adalah pembentuk sikap yang sangat kuat (Gregory,
2004).
e. Pengetahuan tentang Kanker Serviks
Pengetahuan tentang kanker serviks merupakan pencapaian individu terhadap salah satu dari 6 tingkat pengetahuan di atas tentang pengertian, penyebab, tanda dan gejala, faktor risiko, serta upaya pencegahan kanker serviks. Pengetahuan terhadap penyakit kanker serviks dapat diperoleh individu melalui cara masing-masing, dan umumnya berkorelasi dengan tingkat pendidikan, paparan informasi mengenai kanker serviks baik berupa penyuluhan, iklan, maupun ada tidaknya keluarga yang menderita kanker serviks. Pengukuran pengetahuan tersebut dapat dilakukan dengan teknik wawancara atau menanyakan isu dasar seputar kanker serviks kepada subjek yang
(20)
commit to user
dikehendaki. Kedalaman pengetahuan yang ingin diketahui atau diukur dapat disesuaikan dengan 6 tingkatan pengetahuan (Notoatmodjo, 2003).
Beberapa penelitian di Indonesia menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan tentang kanker serviks yang memiliki persentase paling besar adalah tingkat pengetahuan cukup. Tingkat pengetahuan tentang kanker serviks di Kelurahan Campaka, Bandung dengan kategori baik sebanyak 14,7%, sedang 56,9%, dan kurang sebanyak 14,7% (Huda, 2011). Di Kelurahan Joho, Kabupaten Sukoharjo, terdapat 23,9% sampel dengan tingkat pengetahuan baik, 50,3% dengan tingkat pengetahuan cukup dan 25,8% dengan tingkat pengetahuan kurang (Dewi, 2010).
2. Pasangan Usia Subur
Pasangan Usia Subur (PUS) adalah pasangan yang wanitanya berusia 15-49 tahun dimana kelompok ini merupakan pasangan yang aktif melakukan hubungan seksual (Suratun, 2008).
3. Kanker Serviks
a. Pengertian
Kanker serviks adalah kanker yang tumbuh dan berkembang pada serviks atau mulut rahim, khususnya berasal dari lapisan epitel atau lapisan terluar permukaan serviks. (Samadi, 2011)
(21)
commit to user
b. Penyebab
Penyebab utama kanker serviks adalah infeksi Human Papilloma
Virus (HPV). Pada lebih dari 90% kanker serviks ditemukan DNA virus
HPV (Edianto, 2006)
HPV adalah anggota famili paporidae, yaitu sekelompok virus heterogen yang memiliki untaian ganda DNA tertutup. Gen virus ini mengkode 6 protein pembaca kerangka pembuka awal (early open reading fame protein) yaitu E1, E2, E3, E4, E5, E6 dan E7 yang berfungsi sebagai protein pengatur. Selain itu, gen virus ini juga mengkode 2 protein pembaca kerangka pembuka lambat (late open reading frame protein) L1 dan L2 yang menyusun kapsid virus (Garcia, 2009).
Menurut risiko dalam menimbulkan kanker serviks, HPV diklasifikasikan sebagai berikut (Samadi, 2011):
1) Risiko rendah: tipe 6, 11, 42, 43, 44, disebut tipe non-onkogenik. Jika terinfeksi, hanya menimbulkan lesi jinak, misalnya kutil dan jengger ayam.
2) Risiko tinggi: tipe 16, 18, 31, 33, 35, 39,45, 51, 52, 56, 58, 59, 68, disebut tipe onkogenik. Jika terinfeksi dan tidak diketahui ataupun tidak diobati, bisa menjadi kanker. HPV risiko tinggi ditemukan pada hampir semua kasus kanker serviks (99%).
Sel kanker serviks pada awalnya berasal dari sel epitel serviks yang mengalami mutasi genetik sehingga mengubah perilakunya. Sel yang bermutasi ini melakukan pembelahan sel yang tidak terkendali, immortal,
(22)
commit to user
dan menginvasi jaringan stroma di bawahnya. Keadaan yang menyebabkan mutasi genetik yang tidak dapat diperbaiki akan menyebabkan terjadinya pertumbuhan kanker ini. Komponen DNA (Deoxyribonucleic acid) virus HPV telah terdeteksi dalam lebih dari 90 % Lesi Intraepitel Squamosa (LIS) dan kanker serviks invasif dibandingkan dengan presentase yang lebih rendah didapat pada kontrol. Baik penelitian yang menggunakan hewan coba maupun menggunakan bukti biologi molekuler, keduanya menyatakan bahwa virus HPV berpotensi menginduksi transformasi maligna dari lesi (Garcia, 2009).
Infeksi HPV terjadi dalam presentase yang besar pada wanita yang aktif secara seksual. Kebanyakan dari infeksi virus ini sembuh sempurna dalam beberapa bulan hingga tahun dan hanya sebagian kecil saja yang berkembang menjadi suatu kanker. Ini berarti bahwa diperlukan faktor-faktor penting lainnya yang harus ada untuk mencetuskan suatu proses karsinogenik (Garcia, 2009). Terdapat tiga faktor utama yang mempengaruhi terjadinya proses keganasan serviks uteri akibat infeksi HPV. Termasuk dalam hal ini adalah durasi dan tipe HPV yang menginfeksi, kondisi imunitas pejamu (host), dan faktor-faktor lingkungan. Sebagai tambahan, berbagai variasi ginekologik seperti usia menarke, usia pertama kali melakukan koitus, dan jumlah pasangan seksual, secara signifikan meningkatkan risiko kejadian kanker serviks (Garcia, 2009).
(23)
commit to user
c. Patogenesis
Virus HPV genitalis risiko tinggi dimulai saat virus masuk ke dalam tubuh melalui epitel skuamosa yang mengalami luka mikro saat koitus atau melalui epitel skuamosa yang immature di daerah zona transisional (T zone) (Garcia, 2009). Menurut Mardjikoen (2005), T zone atau Squamous
Collumnar Junction (SCJ) adalah daerah peralihan epitel skuamosa yang
terdapat di ektoserviks (porsio) menjadi epitel kolumnar yang terdapat di endoserviks.
Pada awalnya virus menempel di permukaan sel, kemudian virus melakukan penetrasi melalui membran plasma sel. Virus memasukkan DNA-nya ke dalam sel dan melakukan uncoating atau pelepasan kapsid. DNA virus yang telah memasuki sel kemudian melakukan penyisipan
(insertion) pada protoonkogen DNA manusia (Garcia, 2009). Protoonkogen
yang telah mengalami mutasi tersebut selanjutnya disebut sebagai onkogen (Garcia, 2009).
Pada sel normal, protoonkogen mengkode pembuatan peptida yang merangsang pertumbuhan dan diferensiasi sel, tetapi tidak menimbulkan kanker. Sebaliknya, protoonkogen yang telah mengalami transformasi menjadi onkogen mengkode pembuatan peptida yang dapat menimbulkan kanker (Sukardja, 2000). Onkogen tersebut menyebabkan terjadinya mutasi pada gen penekan tumor (tumor cupressor gene) TP53 (sehingga terjadi degradasi protein p53 melalui pengikatan dengan E6) dan RB (melalui pengikatan dan penginktivasian protein Rb oleh E7) sehingga sel mengalami
(24)
commit to user
resistensi terhadap apoptosis, menyebabkan pertumbuhan sel yang tak terkontrol setelah terjadinya kerusakan DNA. Akhirnya, hal inilah yang menyebabkan terjadinya malignasi (Garcia, 2009).
d. Patologi
Sebagian besar kanker serviks terjadi pada epitel skuamosa bertingkat yang menunjukkan perubahan prakanker. Displasia diketahui dengan adanya kelainan sitologik pada hapusan serviks dan dipastikan melalui biopsi serviks. Perubahan sitologik meliputi peningkatan ukuran inti, peningkatan rasio inti sitoplasma, hiperkromatisme, penyebaran kromatin abnormal dan kelainan membran inti (Chandrasoma, 2005).
Displasia serviks adalah pertumbuhan sel abnormal yang mencakup berbagai lesi epitel yang secara baik sitologi maupun histologi berbeda dibandingkan epitel normal, tidak mengenai epitel basalis, dan belum menunjukkan kriteria karateristik keganasan. Karateristik keganasan tersebut adalah peningkatan selularitas, abnormalitas nukleus, dan peningkatan rasio nukleus/sitoplasma. Keadaan ini harus dibedakan dengan metaplasia normal yang secara alami terjadi pada serviks normal. Metaplasia pada serviks normal terjadi akibat saling desak kedua jenis epitel yang melapisi serviks. Dengan masuknya mutagen, porsio yang mengalami metaplasia fisiologik dapat berubah menjadi patologik (displastik-diskariotik) (Mardjikoen, 2005).
Secara histopatologi, sebagian besar (90%) kanker berasal dari sel skuamosa, sedangkan sisanya (10%) berasal dari sel kelenjar serviks.
(25)
commit to user
Kebanyakan kanker sel skuamosa melibatkan ostium uteri eksternum
sehingga dapat terlihat pada pemeriksaan dengan menggunakan spekulum. Lesi dapat berupa eksofitik maupun endofitik. Kanker sel skuamosa invasif berbeda-beda berdasarkan derajat diferensiasi selularnya, tetapi umumnya terlihat sebagai jaringan berkeratin (Pitkin, 2003).
Tumor pada penyakit ini dapat tumbuh secara eksofitik, endofitik, maupun ulseratif. Pertumbuhan eksofitik terjadi bila tumor tumbuh mulai dari Squamous Collumnar Junction (SCJ) ke arah lumen vagina sebagai masa poliferatif yang mengalami infeksi sekunder dan nekrosis. Dikatakan sebagai pertumbuhan endofitik bila pertumbuhan dimulai dari SCJ kemudian tumor tumbuh ke dalam stroma serviks dan cenderung merusak struktur jaringan serviks dengan melibatkan awal forniks vagina untuk menjadi ulkus yang luas disebut sebagai pertumbuhan ulseratif (Mardjikoen, 2005).
Angka harapan hidup 5 tahun jika kanker ini diketahui dan diobati pada stadium I adalah 85%, pada stadium II sebesar 60%, pada stadium III hanya 33%, dan pada stadium IV menjadi 7%. Sedangkan jika penyakit ditemukan saat masih lesi pra kanker, penderita bisa diobati secara sempurna (Price dan Wilson, 2005).
Gambaran patologis perkembangan kanker serviks adalah sebagai berikut:
1) Didahului oleh lesi prekanker yang disebut displasia (Cervical
(26)
commit to user
morfologi berupa gambaran sel-sel imatur, inti sel yang atipik, perubahan rasio inti/ sitoplasma dan kehilangan polaritas yang normal. Displasia bukan merupakan suatu bentuk kanker tetapi akan mengganas menjadi kanker bila tidak diatasi (Hacker, 2005). Displasia dikelompokkan lagi menjadi 3 berdasarkan perkembangan luas perubahan morfologi yang terjadi pada epitel leher rahim. yaitu:
a) Displasia ringan (CIN I) : sel-sel yang mengalami perubahan morfologi hanya sebatas 1/3 bagian atas dari lapisan epithelium serviks;
b) Displasia sedang (CIN II) : ditandai dengan perubahan morfologi sel yang telah mencapai 2/3 bagian dari lapisan atas epithelium serviks; c) Displasia berat (CIN III) : ditandai dengan lebih banyaknya variasi
dari sel dan ukuran inti, orientasi yang tidak teratur, dan hiperkromasi yang telah melebihi 2/3 lapisan atas epithelium serviks, namun belum menginvasi jaringan stroma di bawahnya.
2) Perkembangan terakhir adalah bila perubahan displasia berlanjut hingga menginvasi jaringan stroma di bawahnya, maka perubahan ini disebut karsinoma in situ atau kanker (Aziz, 2002).
e. Faktor Risiko
Faktor risiko kanker serviks adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan inisiasi transformasi atipik serviks dan perkembangan dari displasia. Transformasi atipik merupakan daerah atipik (abnormal) yang terletak di antara perbatasan sel-sel squamouscolumnar serviks yang asli dengan sel-sel
(27)
commit to user
yang baru terbentuk akibat metaplasia sel columnar menjadi sel squamous (Azis, 2002).
Penyakit keganasan khusus wanita ini merupakan penyakit menular seksual yang berasosiasi dengan infeksi kronik Human Papiloma Virus
(HPV) tipe onkogenik. Oleh sebab itu, faktor risiko kanker serviks cenderung sama dengan faktor risiko penyakit menular seksual lainnya (Randall, 2005).
Beberapa faktor-faktor yang menyebabkan perempuan terpapar HPV (sebagai penyebab dari kanker leher rahim) adalah sebagai berikut:
1) Hubungan seks pada usia muda
Faktor ini merupakan salah satu faktor risiko terpenting karena penelitian para pakar menunjukkan bahwa semakin muda wanita melakukan hubungan seksual maka semakin besar risiko terkena kanker leher rahim. Wanita yang melakukan hubungan seks pertama sekali pada usia kurang dari 17 tahun mempunyai risiko 3 kali lebih besar daripada wanita yang berhubungan seksual pertama sekali pada usia lebih dari 20 tahun (Sukaca, 2009).
2) Multipartner seksual
Risiko terkena kanker serviks meningkat 10 kali lipat pada wanita yang mempunyai teman seksual 6 orang atau lebih. Bukan hanya ini saja, bila seorang suami juga berganti-ganti pasangan seksual dengan wanita lain misalnya Wanita Tuna Susila (WTS), maka suaminya dapat membawa virus HPV kepada istrinya (Sukaca, 2009).
(28)
commit to user
3) Jumlah paritas
Paritas merupakan keadaan di mana seorang wanita pernah melahirkan bayi yang dapat hidup (viable). Paritas yang berisiko adalah dengan memiliki jumlah anak lebih dari 2 orang atau jarak persalinan terlampau dekat. Hal ini dikarenakan persalinan yang demikian dapat menyebabkan timbulnya perubahan sel-sel abnormal pada mulut rahim. Jika jumlah anak yang dilahirkan melalui jalan normal banyak, maka dapat menyebabkan terjadinya perubahan sel abnormal dari epitel pada mulut rahim, dan dapat berkembang menjadi keganasan (Sukaca, 2009). 4) Pemakaian alat kontrasepsi
Penggunaan kontrasepsi oral dalam jangka waktu lama (5 tahun atau lebih) meningkatkan risiko kanker leher rahim hingga 2 kali lipat (Sukaca, 2009). Dalam hal ini, yang dimaksud adalah kontrasepsi yang hanya mengandung progestin (Smith et al, 2003).
5) Riwayat merokok
Risiko kanker serviks tipe skuamosa oleh tipe HPV tipe 16 atau HPV tipe 18 meningkat pada perokok berat (Kapeu, 2009). Tembakau mengandung bahan-bahan karsinogenik baik yang dihisap sebagai rokok maupun yang dikunyah. Asap rokok menghasilkan polycylic
aromatic hydrocarbons heterocylic amine yang sangat karsinogenik dan
mutagenik, sedangkan bila dikunyah akan menghasilkan nitrosamine. Bahan dari tembakau yang dihisap terdapat pada getah serviks wanita perokok dan dapat menjadi kokarsinogen infeksi HPV. Selain itu,
(29)
commit to user
bahan-bahan pada tembakau tersebut juga dapat menyebabkan kerusakan DNA epitel serviks (Rasjidi, 2007). Fey (2004) menyatakan bahwa wanita yang merokok lebih dari 10 batang per hari memiliki risiko tinggi memperoleh lesi prakanker tingkat tinggi.
f. Tanda dan Gejala
Tidak ada tanda atau gejala spesifik untuk kanker serviks. Karsinoma servikal prainvasif tidak memiliki gejala, namun karsinoma invasif dini dapat menyebabkan sekret vagina atau perdarahan vagina. Walaupun perdarahan adalah gejala yang signifikan, perdarahan tidak selalu muncul pada saat-saat awal, sehingga kanker dapat sudah dalam keadaan lanjut pada saat didiagnosis. Jenis perdarahan vagina yang paling sering adalah pascakoitus atau bercak antara menstruasi (Price dan Wilson, 2005).
Selain perdarahan abnormal, keputihan juga merupakan gejala yang sering ditemukan. Getah yang keluar dari vagina ini makin lama akan berbau busuk akibat infeksi dan nekrosis jaringan. Warnanya pun menjadi kekuningan. Dalam hal demikian, pertumbuhan tumor menjadi ulseratif (Mardjikoen, 2005).
Perdarahan spontan saat defekasi dapat pula ditemukan. Hal ini terjadi akibat tergesernya tumor eksofitik dari serviks oleh skibala. Adanya perdarahan abnormal pervaginam saat defekasi perlu dicurigai kemungkinan adanya kanker serviks tingkat lanjut (Mardjikoen, 2005). Gejala-gejala hematuria atau perdarahan per rektal timbul bila tumor sudah menginvasi vesika urinaria atau rektum. Jika terjadi perdarahan kronik, maka penderita
(30)
commit to user
akan mengalami anemia, kehilangan berat badan, lelah dan gejala konstitusional lainnya (Randall, 2005).
Pasien kanker serviks dapat mengeluhkan nyeri yang berat. Nyeri dapat dirasakan saat penderita melakukan hubungan seksual. Nyeri di pelvis atau di hipogastrium dapat disebabkan oleh tumor yang nekrotik atau radang panggul. Bila muncul nyeri di daerah lumbosakral maka dapat dicurigai terjadinya hidronefrosis atau penyebaran ke kelenjar getah bening yang meluas ke arah lumbosakral. Nyeri di epigastrium timbul bila penyebaran mengenai kelenjar getah bening yang lebih tinggi (Randall, 2005).
Pada pemeriksaan fisik dapat terlihat lesi pada daerah serviks. Beberapa lesi dapat tersembunyi di kanal bagian endoserviks, namun dapat diketahui melalui pemeriksaan bimanual. Semakin lebar diameter lesi maka semakin sempit jarak antara tumor dengan dinding pelvis (Randall, 2005). g. Stadium Kanker Serviks
Setelah diagnosis kanker serviks ditegakkan, pemeriksaan histopatologi jaringan biopsi dapat dilakukan untuk penentuan stadium. Stadium kanker serviks juga dapat ditentukan melalui pemeriksaan klinis dan sebaiknya dilakukan di bawah pengaruh anastesi umum. Penentuan stadium kanker serviks menurut FIGO (Federation of Gynecology and
Obsetrics) masih berdasarkan pemeriksaan klinis praoperatif ditambah
(31)
commit to user
Tabel 2. 1. Stadium Kanker Serviks Menurut FIGO 2000 (Edianto,
2006)
Stadium Keterangan
Stadium 0 Karsinoma in situ, karsinoma intraepithelial Stadium I Karsinoma masih terbatas di serviks
(penyebaran ke korpus uteri diabaikan)
Stadium Ia Invasi kanker ke stroma hanya dapat dikenali secara mikroskopik, lesi yang dapat dilihat secara langsung walau dengan invasi yang sangat superfisial dikelompokkan sebagai stadium Ib. Kedalaman invasi stroma tidak lebih dari 5 mm dan lebarnya tidak lebih dari 7 mm
Stadium Ia1 Invasi ke stroma dengan kedalaman tidak lebih dari 3 mm dan lebar tidak lebih dari 7 mm Stadium Ia2 Invasi ke stroma dengan kedalaman lebih dari 3
mm tapi kurang dari 5 mm dan lebar tidak lebih dari 7 mm
Stadium Ib Lesi terbatas di serviks atau secara mikroskopis lebih dari Ia
Stadium Ib1 Besar lesi secara klinis tidak lebih dari 4 cm Stadium Ib2 Besar lesi secara klinis lebih dari 4 cm
(32)
commit to user
melibatkan parametrium
Stadium IIb Infiltrasi ke parametrium, tetapi belum mencapai dinding panggul
Stadium III Telah melibatkan 1/3 bawah vagina atau adanya perluasan sampai dinding panggul. Kasus dengan hidronefrosis atau gangguan fungsi ginjal dimasukkan dalam stadium ini, kecuali kelainan ginjal dapat dibuktikan oleh sebab lain.
Stadium IIIa Keterlibatan 1/3 bawah vagina dan infiltrasi parametrium belum mencapai dinding panggul Stadium IIIb Perluasan sampai dinding panggul atau adanya
hidronefrosis atau gangguan fungsi ginjal Stadium IV Perluasan ke luar organ reproduksi
Stadium IVa Keterlibatan mukosa kandung kemih atau mukosa rektum
Stadium IVb Metastase jauh atau telah keluar dari rongga panggul
h. Deteksi Dini Kanker Leher Rahim
Deteksi dini kanker serviks merupakan upaya pencegahan sekunder kanker serviks. Skrining dilakukan dengan menggunakan tes tertentu untuk mendeteksi dini kanker serviks pada fase prakanker.
(33)
commit to user
Menurut Octiyanti (2006), deteksi dini kanker serviks perlu dilakukan karena:
1) Kanker leher rahim merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting di negara-negara berkembang dengan sumber daya terbatas. 2) Fase prakanker dapat dikenali dan dideteksi sehingga dapat ditatalaksana
secara aman, efektif dan dengan cara yang dapat diterima.
3) Perkembangan dari fase prakanker menjadi kanker dapat membutuhkan waktu relatif lama (hingga sepuluh tahun) sehingga cukup waktu untuk melakukan deteksi dan terapi.
4) Terapi pada fase prakanker amat murah dibandingkan dengan penatalaksanaan bila sudah terjadi kanker.
5) Target deteksi dini adalah menemukan lesi prakanker serviks.
6) Bila dilakukan terapi pada lesi prakanker serviks, kesembuhan dapat mencapai 100%.
Deteksi dini kanker serviks direkomendasikan bagi seluruh wanita yang telah aktif secara seksual dan dapat dimulai dalam tiga tahun setelah koitus pertama (Zeller, 2007). Rasjidi (2007) menyebutkan beberapa cara deteksi dini kanker serviks adalah melalui:
1) Pemeriksaan Pap smear, merupakan pemeriksaan sitologi dari serviks dan porsio untuk melihat adanya perubahan atau keganasan pada epitel serviks atau porsio yang ditandai dengan adanya displasia. Pemeriksaan ini dilakukan dengan mengambil contoh sel epitel serviks melalui kerokan dengan spatula khusus, kemudian hasil kerokan dihapuskan pada
(34)
commit to user
kaca objek tersebut selanjutnya diamati di bawah mikroskop oleh ahli patologi (American Cancer Society, 2008).
2) Pemeriksaan Inspeksi Visual Asetat (IVA), pemeriksaan ini mendeteksi kanker serviks dengan cara mengoleskan larutan asam asetat 3%-5% pada serviks sebelum melakukan inspeksi visual. Penilaian serviks dilakukan setelah beberapa menit pasca pengolesan asam asetat dengan menggunakan penerangan yang layak. Serviks normal akan terlihat merah muda pada bagian entoserviks dan kemerahan di bagian endoserviks, sedangkan serviks yang mengalami lesi prakanker akan terlihat putih di sekitar porsio serviks (Carr, 2004).
3) Kolposkopi, merupakan pemeriksaan visual serviks dengan menggunakan alat optik khusus yang disebut kolposkop. Pemeriksaan ini dapat mengenali displasia maupun kanker dengan baik, baik in situ
maupun invasif (Randall, 2005).
4) Pemeriksaan HPV-DNA, merupakan pengambilan sampel untuk dengan menggunakan lidi kapas atau sikat kemudian dilakukan pemeriksaan biomolekular dengan metode Hybrid Capture 2 yang mampu mendeteksi HPV pada sel serviks (Kampono, 2006).
4. Tes IVA
a. Definisi
Tes visual dengan menggunakan larutan asam cuka (asam asetat 2%) dan larutan iodium lugol pada leher rahim dan melihat perubahan
(35)
commit to user
warna yang terjadi setelah dilakukan olesan. Tujuannya untuk melihat adanya sel yang mengalami displasia sebagai salah satu metode skrining kanker leher rahim (Amrantara, 2009).
b. Interpretasi Hasil
Adapun hasil temuan IVA dapat diklasifikasikan sesuai dengan temuan klinis yang diperoleh, sebagai berikut:
Tabel 2. 2. Klasifikasi IVA Sesuai Temuan Klinis (Nuranna, 2006)
Klasifikasi IVA Temuan Klinis
Normal licin, merah muda, bentuk porsio normal Atipik servisitis (inflamasi, hiperemis) banyak fluor
ektropion polip atau ada cervical wart
Abnormal plak putih epitel acetowhite
Kanker serviks masa seperti bunga kol masa mudah berdarah
(36)
commit to user
Gambar 2. Gambaran acetowhite
Gambar 3. Kanker serviks
Pengolesan asam asetat pada epitel abnormal serviks dapat memberikan gambaran bercak putih yang disebut acetowhite.
Gambaran ini muncul karena tingginya kepadatan inti dan konsentrasi protein. Hal ini memungkinkan pengenalan bercak putih pada serviks dengan mata telanjang (tanpa pembesaran). Membran sel terdiri dari lipid bilayer dengan protein yang tersisip di dalamnya atau terikat pada permukaan sitoplasma. Protein integral membran tertanam kuat dalam lapisan lipid. Sebagian lain tertanam dalam lapisan luar atau lapisan ganda lipid protein perifer dan terikat secara longgar pada permukaan internal membran. Pada sel yang mengalami onkogenesis,
(37)
commit to user
protein yang awalnya normal berubah menjadi onkoprotein. Pada onkoprotein, terjadi perubahan susunan asam amino sehingga sel mudah mengalami destruksi oleh asam yang menyebabkan terjadinya koagulasi. Pemberian asam asetat akan menyebabkan peningkatan osmolaritas cairan ekstrasel sehingga cairan intrasel tertarik keluar dan jarak antarsel makin dekat. Akibatnya bila permukaan mendapat sinar, maka sinar tidak diteruskan ke dalam stroma namun akan dipantulkan keluar sel. Asam asetat juga mempunyai efek koagulasi protein pada sitoplasma dan inti. Epitel abnormal memiliki inti dengan kepadatan tinggi sehingga menghambat cahaya menembus epitel. Hal ini menimbulkan gambaran bercak putih (acetowhite) pada sel (Nuranna, 2006).
c. Keunggulan
Menurut Amrantara (2009), keunggulan tes IVA antara lain : 1) Akurasi tes IVA pada beberapa penelitian terbukti cukup baik. 2) Sensitivitas setara dengan tes Pap untuk mendeteksi lesi derajat
tinggi.
3) Pelatihan IVA untuk tenaga medis lebih cepat dan sederhana dibandingkan sitoteknisi.
4) Hasil pemeriksaan dapat segera diketahui. 5) Murah dan sederhana.
6) Dapat dikerjakan pada fasilitas kesehatan dengan sumber daya terbatas.
(38)
commit to user
7) Dapat dikerjakan kapan saja, tidak perlu persiapan klien. d. Keterbatasan
Adapun keterbatasan tes IVA adalah sebagai berikut (Amrantara, 2009) :
1) Spesifisitas lebih rendah dari tes Pap (positif palsu lebih tinggi). 2) Angka hasil tes positif tinggi (10-35%).
3) Nilai prediksi positif untuk hasil tes positif rendah (10-30%). 4) Terapi akan berlebihan bila dilakukan skrining dan terapi sekaligus. 5) Kemampuan yang amat terbatas untuk mendeteksi lesi pada
endoserviks.
B. Kerangka Pemikiran
Keterangan : Tidak diteliti : Diteliti : Pengetahuan tentang
kankerserviks Pencegahan Penyebab dan
faktor risiko
Deteksi dini
Tes IVA Kolposkopi
Pap Smear
Pemeriksaan DNA HPV
Pengetahuan tentang tes IVA
Perilaku
Tidak melakukan Tes IVA Melakukan
(39)
commit to user C. Hipotesis
. Ada hubungan antara tingkat pengetahuan wanita Pasangan Usia Subur (PUS) tentang kanker serviks dengan pemanfaatan pelayanan Tes Inspeksi Visual Asetat (IVA) di Wilayah Kerja Puskesmas Sangkrah, Surakarta.
(40)
commit to user BAB III
METODE PENELITIAN
A.Jenis Penelitian
Desain penelitian ini adalah observasionalanalitik dengan pendekatan
cross sectional.
B.Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Wilayah Kerja Puskesmas Sangkrah, Surakarta. Penelitian ini dijadwalkan akan dimulai pada minggu ke-1 hingga minggu ke-4 bulan Desember tahun 2012.
C.Subjek Penelitian
1. Populasi target
Populasi target dalam penelitian ini adalah wanita Pasangan Usia Subur (PUS) yang pernah atau sedang memeriksakan diri di Klinik Kesehatan Ibu dan Anak Puskesmas Sangkrah, Surakarta. 2. Kriteria Inklusi dan Eksklusi
Kriteria inklusi adalah karakteristik umum yang harus dimiliki setiap subjek dari suatu populasi target yang akan diteliti (Nursalam, 2003). Adapaun kriteria inklusi sampel yang akan diteliti yaitu:
a. Wanita Pasangan Usia Subur usia 15-49 tahun b. Tidak buta huruf
c. Sedang dalam keadaan sehat dan tidak terganggu jiwanya
(41)
commit to user
d. Bersedia menjadi responden dan telah menandatangani informed consent
Kriteria eksklusi adalah keadaan yang menyebabkan subjek memenuhi kriteria inklusi tetapi tidak dapat diikutsertakan dalam penelitian (Nursalam, 2003). Adapaun kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah:
a. Tenaga medis
b. Mahasiswa di bidang kesehatan. 3. Sampel dan Teknik Sampling
Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini adalah dengan menggunakan simple random sampling (SRS).
Penetapan jumlah sampel dengan menggunakan rumus Notoatmodjo (2005) dimana jumlah populasi target adalah 857 orang.
顈 1 N dN
顈 1 857 0,1857
顈 89,6 90orang
n : jumlah sampel yang akan diteliti N : jumlah populasi
d : tingkat kepercayaan dan ketepatan 10% (0,1)
Berdasarkan perhitungan di atas diperoleh sampel sebanyak 90 responden.
(42)
commit to user
D. Rancangan Penelitian
E.Definisi Operasional, Variabel Penelitian, dan Skala Pengukuran
1. Variabel Bebas
Tingkat pengetahuan tentang kanker serviks adalah kemampuan responden dalam memahami kanker serviks yang dinilai menggunakan kuesioner (Lampiran 1). Tingkat pengetahuan tentang kanker serviks dibagi menjadi kategori rendah (skor 0-14), sedang (skor 15-20) dan tinggi (skor 21-30).
Skala pengukuran variabel: ordinal
Tingkat Pengetahuan Kurang Tingkat Pengetahuan
Baik
Analisis Data Tingkat Pengetahuan
Sedang
Pemanfaatan Pelayanan Tes IVA
Pemanfaatan + Pemanfaatan - Sampel
Populasi
Kriteria Inklusi/ Eksklusi
(43)
commit to user
2. Variabel_Terikat
Pemanfaatan pelayanan tes IVA merupakan suatu tindakan yang dilakukan wanita Pasangan Usia Subur dalam menyikapi adanya pelayanan tes IVA. Pemanfaatan tes IVA dikategorikan menjadi 2 yaitu memanfaatkan layanan dan tidak memanfaatkan layanan yang dinilai dari jawaban atas pertanyaan dalam kuesioner (Lampiran 1) dan dikonfirmasi dengan data dari Puskesmas Sangkrah. Jika terdapat perbedaan, maka data yang dipakai adalah data dari Puskesmas.
Skala pengukuran variabel: nominal 3. Variabel Luar
Variabel luar (tidak dikendalikan) yang mempengaruhi hasil penelitian ini adalah tingkat pendidikan, paparan informasi, dan pengalaman.
F. Metode dan Alat Pengumpulan Data
1. Metode Pengumpulan Data
Untuk bisa melakukan pencuplikan sampel dengan teknik SRS, diperlukan sampling frame (kerangka sampel) terlebih dahulu.
Sampling frame diperoleh dari Puskesmas Sangkrah, berupa data wanita
usia subur di Wilayah Kerjanya. Pencuplikan acak dari sampling frame
dilakukan dengan bantuan program SPSS. Sesuai ukuran sampel yang telah ditetapkan, individu yang terpilih akan menjadi sampel (responden) penelitian.
(44)
commit to user
Metode yang digunakan untuk mengumpulkan data pada penelitian ini adalah dengan pemberian kuesioner pada responden penelitian. Data primer diperoleh peneliti secara langsung dari responden dengan menggunakan kuesioner yang berisi pertanyaan yang berhubungan dengan kanker serviks. Sebelum kuesioner diberikan kepada responden, responden diberikan penjelasan tentang tujuan penelitian kemudian diminta kesediaan untuk tanda tangan pada lembar persetujuan. Peneliti datang sendiri ke responden yang berada di Wilayah Kerja Puskesmas Sangkrah Surakarta dan selama mengisi kuesioner didampingi oleh peneliti, bila ada yang tidak jelas maka dapat ditanyakan kepada peneliti.
2. Instrumen
Alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner yang meliputi pertanyaan-pertanyaan berkaitan dengan tingkat pengetahuan mengenai kanker serviks dan pemanfaatan pelayanan tes IVA. Kuesioner yang dipakai adalah modifikasi dari kuesioner penelitian berjudul Tingkat Pengetahuan dan Sikap Petugas Kesehatan terhadap Bahaya Kanker Serviks di Rumah Sakit Pelabuhan Medan Belawan (Hisworo, 2010) dan penelitian berjudul Pengetahuan dan Sikap Wanita yang Telah Menikah terhadap Pemeriksaan IVA untuk Mendeteksi Kanker Leher Rahim di Puskesmas Medan Area Selatan (Ningsih, 2011). Beberapa item pertanyaan ditambahkan sesuai dengan teori yang ada seputar kanker serviks.
(45)
commit to user
3. Uji Coba Instrumen
Sebelum instrumen digunakan dilakukan uji coba terlebih dahulu yaitu dengan pengujian validitas dan reliabilitas.
a. Uji Validitas Instrumen
Menurut Notoatmodjo (2002), validitas adalah suatu indeks yang menunjukkan alat ukur itu benar-benar mengukur apa yang seharusnya diukur. Kuesioner tentang kanker serviks yang telah dimodifikasi akan dibagikan kepada sekelompok individu yang memiliki kesamaan dengan sampel penelitian, dalam hal ini kuesioner diujicobakan kepada wanita Pasangan Usia Subur di Wilayah Kerja Puskesmas Ngoresan, Surakarta. Uji validitas dilakukan dengan penghitungan korelasi item-total dengan bantuan
sofware SPSS 21.0 for Windows. Korelasi item-total (item-total
correlation) menilai konsistensi internal alat ukur dengan
mengorelasikan masing-masing item dan total pengukuran, minus item yang bersangkutan. Karena dikurangi dengan item yang bersangkutan, maka korelasi total disebut juga korelasi item-sisa (item-rest correlation). Prinsipnya, suatu item dapat digunakan dalam alat ukur jika memiliki korelasi item-total > 0,20. Item yang berkorelasi lebih rendah hendaknya disingkirkan, atau ditulis ulang. Tetapi item yang berkorelasi terlalu tinggi (> 0,90) juga perlu dicermati karena mungkin merupakan akibat dari redundansi
(46)
commit to user
(duplikasi) pengukuran, sehingga salah satu item perlu disingkirkan (Murti, 2011).
b. Uji Reliabilitas Instrumen
Reliabilitas ialah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Uji reliabilitas dilakukan untuk menguji item pertanyaan yang telah dilakukan uji validitasnya. Data dikatakan reliabel jika nilai Alpha Cronbach ≥
0,60. Apabila nilai yang diperoleh di bawah angka kritis, maka kuesioner tersebut tidak reliabel sebagai alat ukur (Ghozali, 2006).
G. Metode Pengolahan Data dan Analisis Data
1. Metode Pengolahan Data
Pada penelitian ini, data yang sudah dikumpulkan diolah sedemikian rupa sehingga jelas sifat-sifat yang dimiliki oleh data tersebut. Adapun langkah-langkah pengolahan data sebagai berikut:
a. Entry data
Kuesioner yang telah diisi oleh responden terlebih dahulu diperiksa untuk mengecek kebenaran data berdasarkan pengisian kuesioner. Pada tahap ini peneliti melakukan pengecekan kelengkapan data yang ada terutama dalam kelengkapan data kuesioner.
(47)
commit to user
b. Skoring
Pada tahap ini dilakukan penilaian pada data yaitu untuk skor pengetahuan kanker serviks. Untuk masing-masing item pertanyaan diberi nilai 1 jika jawaban responden benar, dan diberi nilai 0 jika jawaban salah. Selanjutnya dilakukan perhitungan skor total untuk tiap responden.
c. Coding
Dilakukan dengan memberi tanda pada masing-masing jawaban dengan kode berupa angka, sehingga memudahkan proses pemasukan data di komputer. Dalam hal ini, tingkat pengetahuan mengenai kanker serviks dikode sebagai 2 (tinggi), 1 (sedang), dan 0 (rendah). Pemanfaatan pelayanan Tes IVA dikode sebagai 1 (memanfaatkan) dan 0 (tidak memanfaatkan).
d. Cleaning
Cleaning adalah kegiatan pengecekan kembali data penelitian, apakah ada kesalahan dalam entry, skoring dan coding. Kesalahan dapat terjadi pada saat data diproses ke dalam komputer.
e. Processing
Processing adalah proses pengolahan data agar dapat dianalisis
(48)
commit to user
2. Analisis Data
Analisis data terdiri dari analisis deskriptif dan analitik. Analisis deskriptif menjelaskan karakter sampel penelitian, sedangkan analisis analitik terdiri dari analisis univariat dan bivariat.
a. Analisis Univariat
Analisis ini digunakan untuk mendeskripsikan frekuensi dan persentase masing-masing variabel, baik variabel bebas maupun variabel terikat.
b. Analisis Bivariat
Analisis ini digunakan untuk menjelaskan hipotesis hubungan variabel bebas dengan variabel terikat. Hubungan antara variabel bebas (tingkat pengetahuan kanker serviks) dengan variabel terikat (pemanfaatan pelayanan tes IVA) dianalisis dengan uji χ2. Dari hasil analisis ini dapat ditetapkan apakah hipotesis penelitian (Ha) diterima. Ha diterima jika nilai p lebih kecil dari 0,1 (α = 0,1).
(49)
commit to user BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner
Analisis uji validitas dan reliabilitas dilakukan terhadap 20 wanita Pasangan Usia Subur di Ngoresan, Kecamatan Jebres, Surakarta. Corrected
Item-Total Correlation menunjukkan validitas suatu item dalam kuesioner
sedangkan Cronbach’s Alpha if Item Deleted menunjukkan reliabilitasnya. Prinsipnya, suatu item dapat digunakan dalam alat ukur jika memiliki korelasi item-total > 0,20. Item yang berkorelasi lebih rendah hendaknya disingkirkan (Murti, 2011). Pada uji validitas, dapat dilihat bahwa terdapat 3 (tiga) item yang memiliki nilai korelasi item-total < 0,20 yaitu item nomor 15 (Pada stadium awal kanker leher rahim, penderita mengalami pendarahan), 21 (Anda dapat menjalani tes IVA kapan saja dalam siklus menstruasi), dan 30 (Anda dapat melakukan tes IVA di praktek dokter umum) sehingga ketiga item tersebut dikeluarkan dari kuesioner.
Analisis reliabilitas sebelum menyingkirkan 3 item yang tidak valid dari 33 item keseluruhan dalam kuesioner menunjukkan nilai alpha Cronbach
sebesar 0,867. Sedangkan setelah 3 item tersebut dikeluarkan, nilai alpha
Cronbach naik menjadi 0,904.
Hasil analisis selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 2.
(50)
commit to user B. Karakteristik Subjek Penelitian
Dari kuesioner yang sudah diuji validitas dan reliabilitasnya dan diberikan kepada 90 responden, dilakukan analisisis tentang karakteristik subjek penelitian. Karakteristik responden berdasar umur disajikan pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur
Umur (tahun) Frekuensi Persentase (%)
<20 3 3,3
20-30 22 24,4
30-40 45 50,0
>40 20 22,2
Total 90 100,0
Tabel 4.1 menunjukkan bahwa sebagian besar responden yaitu sebanyak 45 orang (50%) berusia antara 30-40 tahun. Kemudian sebanyak 22 orang (24,4%) berusia antara 20-30 tahun. Selebihnya yaitu sebanyak 20 orang (22,2%) berusia lebih dari 40 tahun dan hanya 3 orang (3,3%) yang berusia kurang dari 20 tahun.
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Pendidikan Terakhir Frekuensi Persentase (%)
SD-SMP 37 41,1
SMA 46 51,1
Perguruan Tinggi 7 7,8
Total 90 100,0
Tabel 4.2 yang memperlihatkan distribusi frekuensi responden menurut tingkat pendidikan formal menunjukkan bahwa sebagian besar responden
(51)
commit to user
yaitu sebanyak 46 orang (51,1%) memiliki pendidikan terakhir SMA. Selebihnya yaitu sebanyak 37 orang (41,1%) pendidikan terakhirnya adalah SD-SMP dan sebanyak 7 orang (7,8%) memiliki pendidikan terakhir Perguruan Tinggi.
C. Tingkat Pengetahuan tentang Kanker Serviks
Hasil pengukuran tingkat pengetahuan tentang kanker serviks disajikan dalam Tabel 4.3 berikut ini.
Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat Pengetahuan
tentang Kanker Serviks Tingkat
Pengetahuan Frekuensi Persentase (%)
Sedang 55 61,1
Tinggi 35 38,9
Total 90 100,0
Tabel 4.3 memperlihatkan pembagian responden menurut tingkat pengetahuan tentang kanker serviks. Dapat dilihat bahwa sebagian besar responden yaitu sebanyak 55 orang (61,1%) memiliki tingkat pengetahuan yang sedang. Selebihnya yaitu sebanyak 35 orang (38,9%) memiliki tingkat pengetahuan yang tinggi.
Tingkat pengetahuan responden tentang kanker serviks berdasarkan umur disajikan dalam Tabel 4.4.
(52)
commit to user
Tabel 4.4 Tabulasi Silang antara Tingkat Pengetahuan tentang Kanker
Serviks dengan Umur Tingkat
Pengetahuan
Umur (tahun)
Total <20 20-30 30-40 >40
Sedang Frekuensi 3 17 23 12 55 Persentase (%) 5,5 30,9 41,8 21,8 100 Tinggi Frekuensi 0 5 22 8 35 Persentase (%) 0 14,3 62,9 22,9 100 Total Frekuensi 3 22 45 20 90 Persentase (%) 3,3 24,4 50,0 22,2 100
Tabel 4.4 menyajikan data yang menunjukkan jumlah responden dengan tingkat pengetahuan tinggi yang berusia 30-40 tahun adalah 22 orang (62,9%) dan yang berusia lebih dari 40 tahun sebanyak 8 orang (22,9%). Sedangkan yang berusia 20-30 tahun sebanyak 5 orang (14,3%) dan tidak ada responden dengan tingkat pengetahuan tinggi berusia kurang dari 20 tahun. Responden yang memiliki tingkat pengetahuan sedang mayoritas berusia 30-40 tahun yaitu sebanyak 23 orang (41,8%), yang berusia 20-30 tahun sebanyak 17 orang (30,9%) dan yang berusia lebih dari 40 tahun sebanyak 12 orang (21,8%). Sedangkan yang berusia di bawah 20 tahun hanya sebanyak 3 orang (3.3%).
Tingkat pengetahuan responden tentang kanker serviks berdasarkan tingkat pendidikan disajikan dalam Tabel 4.5.
(53)
commit to user
Tabel 4.5 Tabulasi Silang antara Tingkat Pengetahuan tentang Kanker
Serviks dengan Tingkat Pendidikan
Tingkat Pengetahuan
Tingkat Pendidikan
Total
SD-SMP
SMA PT
Sedang Frekuensi 21 32 2 55 Persentase (%) 38,2 58,2 3,6 100 Tinggi Frekuensi 16 14 5 35 Persentase (%) 45,7 40 14,3 100 Total Frekuensi 37 46 7 90 Persentase (%) 41,1 51,1 7,8 100
Pada tabel 4.5 dapat dilihat bahwa jumlah responden dengan tingkat pengetahuan tinggi yang memiliki pendidikan terakhir SD-SMP adalah 16 orang (45,7%), yang memiliki pendidikan terakhir SMA sebanyak 14 orang (40%) dan selebihnya sebanyak 5 orang (14,3%) memiliki pendidikan terakhir Perguruan Tinggi. Responden yang memiliki tingkat pengetahuan sedang mayoritas memiliki pendidikan terakhir SMA yaitu sebanyak 32 orang (58,2%), yang memiliki pendidikan terakhir SD-SMP sebanyak 21 orang (38,2%), sedangkan yang memiliki pendidikan terakhir Perguruan Tinggi hanya sebanyak 2 orang (3.6%).
D. Pemanfaatan Pelayanan Tes Inspeksi Visual Asetat (IVA)
Data mengenai distribusi responden berdasarkan pemanfaatan pelayanan Tes IVA disajikan dalam Tabel 4.6.
(54)
commit to user
Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pemanfaatan Pelayanan Tes Inspeksi Visual Asetat (IVA)
Pemanfaatan Pelayanan
Tes IVA Frekuensi Persentase (%)
Tidak 56 62,2
Ya 34 37,8
Total 90 100,0
Tabel 4.6 memperlihatkan pembagian responden menurut pemanfaatan pelayanan tes IVA. Dapat dilihat bahwa 34 responden (37,8%) memanfaatkan pelayanan tes IVA. Selebihnya yang tidak memanfaatkan pelayanan tes IVA ada sebanyak 56 responden (62,2%).
Hasil analisis pemanfaatan pelayanan tes IVA berdasarkan umur disajikan pada Tabel 4.7.
Tabel 4.7 Tabulasi Silang antara Pemanfaatan Pelayanan Tes IVA dengan
Umur
Pemanfaatan Pelayanan Tes IVA
Umur (tahun)
Total <20 20-30 30-40 >40
Tidak Frekuensi 3 19 28 6 56 Persentase (%) 5,4 33,9 50 10,7 100 Ya Frekuensi 0 3 17 14 34 Persentase (%) 0 8,8 50 41,2 100 Total Frekuensi 3 22 45 20 90 Persentase (%) 3,3 24,4 50,0 22,2 100
Hasil analisis pemanfaatan pelayanan tes IVA berdasarkan tingkat pendidikan disajikan pada Tabel 4.8.
(55)
commit to user
Tabel 4.8 Tabulasi Silang antara Pemanfaatan Pelayanan Tes IVA dengan
Tingkat Pendidikan
Pemanfaatan Pelayanan Tes IVA
Tingkat Pendidikan
Total
SD-SMP
SMA PT
Tidak Frekuensi 18 35 3 56 Persentase (%) 32,1 62,5 5,4 100 Ya Frekuensi 19 11 4 34 Persentase (%) 55,9 32,4 11,8 100 Total Frekuensi 37 46 7 90 Persentase (%) 41,1 51,1 7,8 100
E. Hubungan Tingkat Pengetahuan tentang Kanker Serviks dengan
Pemanfaatan Pelayanan Tes Inspeksi Visual Asetat (IVA)
Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara tingkat pengetahuan wanita Pasangan Usia Subur (PUS) dengan pemanfaatan pelayanan Tes IVA. Hasil analisis ditampilkan dalam Tabel 4.9.
Tabel 4.9 Hubungan antara Tingkat Pengetahuan Wanita PUS tentang
Kanker Serviks dengan Pemanfaatan Pelayanan Tes IVA
Tingkat Pengetahuan
Pemanfaatan Pelayanan Tes
IVA Uji Statistik Frekuensi Persentase (%) χ2 p Sedang (n = 55) 14 25,5
9,137 0,003 Tinggi (n = 35) 20 57,1
Pada Tabel 4.9 disajikan hasil-hasil analisis bivariat hubungan antara tingkat pengetahuan wanita PUS tentang kanker serviks dengan pemanfaatan pelayanan tes IVA. Diketahui bahwa dari 55 responden yang memiliki tingkat
(56)
commit to user
pengetahuan sedang, ada 14 responden (25,5%) yang memanfaatkan pelayanan tes IVA. Adapun dari 35 responden yang memiliki tingkat pengetahuan tinggi, ada 20 responden (57,1%) yang memanfaatkan pelayanan tersebut. Pengujian statistik menghasilkan nilai uji statistik (χ2) sebesar 9,137 dengan signifikansi (p) sebesar 0,003. Nilai p < 0,1 berarti bahwa pada taraf kepercayaan 90% atau tingkat signifikansi 10% hubungan kedua variabel signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan wanita PUS tentang kanker serviks dengan pemanfaatan pelayanan tes IVA di Puskesmas Sangkrah, Surakarta.
(57)
commit to user BAB V PEMBAHASAN
A. Validitas dan Reliabilitas Kuesioner Tingkat Pengetahuan tentang Kanker Serviks
Alat ukur (instrumen) yang baik harus mengukur dengan benar (valid) dan konsisten (reliabel) (Murti, 2011). Oleh sebab itu, uji validitas dan reliabilitas alat ukur dalam hal ini berupa kuesioner sangat penting dilakukan sebelum penelitian. Dari segi validitas isi, telah terdapat kesesuaian antara item-item pertanyaan dalam kuesioner dengan isi dari variabel tingkat pengetahuan tentang kanker serviks sebagaimana dimaksudkan oleh peneliti. Pada uji validitas (Lampiran 2), dapat dilihat bahwa terdapat 3 (tiga) item yang memiliki nilai korelasi item-total < 0,20. Ketiga item ini dikeluarkan dari kuesioner karena suatu item yang berkorelasi < 0 ,20 berarti tidak valid. Jika ada item yang berkorelasi terlalu tinggi (> 0,90) juga perlu dicermati karena mungkin merupakan akibat dari duplikasi pengukuran, sehingga salah satu item perlu disingkirkan (Murti, 2011). Pada tabel hasil uji validitas tidak ditemukan adanya item yang berkorelasi terlalu tinggi, sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi duplikasi pengukuran pada kuesioner.
Alpha Cronbach merupakan koefisien konsistensi internal yang paling
sering digunakan untuk analisis reliabilitas. Cutoff minimal alpha Cronbach untuk sebuah alat ukur adalah 0,60. Sejumlah penulis menggunakan cutoff 0,70 untuk mengklasifikasi konsistensi internal sebagai memadai, dan 0,80 sebagai baik
(58)
commit to user
(Murti, 2011). Setelah menyingkirkan 3 item yang tidak valid dari 33 item keseluruhan dalam kuesioner, nilai alpha Cronbach mengalami peningkatan dari 0,867 menjadi 0,904. Hal ini menunjukkan bahwa reliabilitas kuesioner semakin baik dan memiliki konsistensi internal yang tinggi. Alat ukur yang konsisten secara internal dan stabil dapat digunakan kembali pada penelitian selanjutnya dan akan memberikan hasil yang juga signifikan dengan kondisi-kondisi yang identik.
Secara keseluruhan, kuesioner tingkat pengetahuan tentang kanker serviks yang digunakan dalam penelitian ini dapat digunakan oleh peneliti lain dalam penelitian yang berhubungan dengan tingkat pengetahuan tentang kanker serviks karena validitas dan reliabilitasnya cukup baik.
B. Karakteristik Sosiodemografis Responden
Responden yang berusia kurang dari 20 tahun berjumlah 3 (3,3%). Usia 20 sampai dengan 30 tahun berjumlah 22 responden (24,4%) dan usia 30 hingga 40 tahun berjumlah 45 responden (50%). Sedangkan yang berusia lebih dari 40 tahun berjumlah 20 responden (22,2%). Karena sampel diambil dengan teknik
simple random sampling, maka setiap orang yang berada pada batasan usia 15-49
tahun dan masuk kriteria inklusi dapat dijadikan responden. Persentase responden berusia 30-40 tahun yang tinggi ini sesuai dengan proporsi wanita Pasangan Usia Subur di Wilayah Kerja Puskesmas Sangkrah. Menurut data dari Petugas Lapangan Keluarga Berencana (PLKB) Kecamatan Pasar Kliwon, di Wilayah Kerja Puskesmas Sangkrah terdapat 1,04% wanita PUS berusia kurang dari 20 tahun, 16,08% berusia 20-29 tahun, dan 82,88% berusia 30-49 tahun.
(59)
commit to user
Distribusi frekuensi responden menurut tingkat pendidikan formal menunjukkan bahwa sebagian besar responden yaitu sebanyak 46 orang (51,1%) memiliki pendidikan terakhir SMA. Hasil ini menunjukkan bahwa pada umumnya wanita Pasangan Usia Subur di Wilayah Kerja Puskesmas Sangkrah memiliki tingkat pendidikan yang cukup baik.
C. Tingkat Pengetahuan tentang Kanker Serviks dan Pemanfaatan Pelayanan Tes IVA
Sebagian besar responden yaitu sebanyak 55 orang (61,1%) memiliki tingkat pengetahuan yang sedang, selebihnya yaitu sebanyak 35 orang (38,9%) memiliki tingkat pengetahuan yang tinggi. Mengingat tidak adanya responden yang memiliki tingkat pengetahuan rendah maka dapat dikatakan bahwa secara keseluruhan tingkat pengetahuan wanita Pasangan Usia Subur (PUS) di Wilayah Kerja Puskesmas Sangkrah Surakarta sudah termasuk baik. Hal ini disebabkan sudah cukup baiknya sosialisasi yang dilakukan pihak Puskesmas Sangkrah, Surakarta maupun pihak lain, misalnya Rotary Club Solo Kartini. Hal ini juga dapat disebabkan terlalu rendahnya cutoff tingkat pengetahuan rendah, sehingga responden yang sebenarnya memiliki tingkat pengetahuan rendah diklasifikasikan menjadi tingkat pengetahuan sedang. Dengan pengetahuan yang baik mengenai kanker serviks maka terdorong oleh pemahaman tentang pentingnya deteksi dini kanker ini, wanita PUS akan memanfaatkan pelayanan tes IVA.
Dari 55 responden dengan tingkat pengetahuan sedang, 23 di antaranya (41,8%) berusia 30-40 tahun. Sedangkan mayoritas responden dengan tingkat
(60)
commit to user
pengetahuan tinggi (62.9%) juga berusia 30-40 tahun. Hal ini dimungkinkan karena tingginya persentase reponden dengan rentang usia 30-40 tahun yaitu 50%.
Sebagian besar responden dengan tingkat pengetahuan kanker serviks sedang memiliki pendidikan terakhir SMA. Sedangkan persentase terbesar (45,7%) responden dengan tingkat pengetahuan kanker serviks tinggi memiliki pendidikan terakhir SD-SMP. Namun jika dilihat lebih cermat, proporsi responden berpengetahuan kanker serviks tinggi dengan pendidikan terakhir Perguruan Tinggi tetap menunjukkan angka paling tinggi (71, 4%). Sedangkan proposi responden yang memiliki pendidikan terakhir SD-SMP sebesar 43,2% dan pendidikan terakhir SMA sebesar 30,4%. Tingkat pendidikan formal sebenarnya tidak memiliki pengaruh langsung terhadap pengetahuan tentang kanker serviks mengingat disiplin ilmu yang dipelajari bukan mengenai kesehatan. Dalam penelitian ini tenaga medis dan mahasiswa di bidang kesehatan merupakan kriteria eksklusi. Namun memang tidak bisa dipungkiri bahwa pendidikan yang tinggi akan mendorong tingginya kemampuan belajar (tingkat pemahaman akan sesuatu) dan luasnya wawasan yang merupakan faktor penting terbentuknya atau meningkatnya pengetahuan tentang kanker serviks.
Cakupan pelaksanaan skrining kanker serviks di Indonesia belum mencapai 5%, jauh dari target ideal sebesar 80% (Samadi, 2011). Responden yang memanfaatkan pelayanan tes IVA berjumlah 34 (37,8%) sedangkan yang tidak memanfaatkan pelayanan tes IVA ada berjumlah 56 responden (62,2%). Persentase responden yang memanfaatkan pelayanan tes IVA dalam penelitian ini sudah cukup tinggi, namun belum memenuhi target ideal.
(1)
commit to user
(Murti, 2011). Setelah menyingkirkan 3 item yang tidak valid dari 33 item keseluruhan dalam kuesioner, nilai alpha Cronbach mengalami peningkatan dari 0,867 menjadi 0,904. Hal ini menunjukkan bahwa reliabilitas kuesioner semakin baik dan memiliki konsistensi internal yang tinggi. Alat ukur yang konsisten secara internal dan stabil dapat digunakan kembali pada penelitian selanjutnya dan akan memberikan hasil yang juga signifikan dengan kondisi-kondisi yang identik.
Secara keseluruhan, kuesioner tingkat pengetahuan tentang kanker serviks yang digunakan dalam penelitian ini dapat digunakan oleh peneliti lain dalam penelitian yang berhubungan dengan tingkat pengetahuan tentang kanker serviks karena validitas dan reliabilitasnya cukup baik.
B. Karakteristik Sosiodemografis Responden
Responden yang berusia kurang dari 20 tahun berjumlah 3 (3,3%). Usia 20 sampai dengan 30 tahun berjumlah 22 responden (24,4%) dan usia 30 hingga 40 tahun berjumlah 45 responden (50%). Sedangkan yang berusia lebih dari 40 tahun berjumlah 20 responden (22,2%). Karena sampel diambil dengan teknik
simple random sampling, maka setiap orang yang berada pada batasan usia 15-49
tahun dan masuk kriteria inklusi dapat dijadikan responden. Persentase responden berusia 30-40 tahun yang tinggi ini sesuai dengan proporsi wanita Pasangan Usia Subur di Wilayah Kerja Puskesmas Sangkrah. Menurut data dari Petugas Lapangan Keluarga Berencana (PLKB) Kecamatan Pasar Kliwon, di Wilayah Kerja Puskesmas Sangkrah terdapat 1,04% wanita PUS berusia kurang dari 20 tahun, 16,08% berusia 20-29 tahun, dan 82,88% berusia 30-49 tahun .
(2)
commit to user
Distribusi frekuensi responden menurut tingkat pendidikan formal menunjukkan bahwa sebagian besar responden yaitu sebanyak 46 orang (51,1%) memiliki pendidikan terakhir SMA. Hasil ini menunjukkan bahwa pada umumnya wanita Pasangan Usia Subur di Wilayah Kerja Puskesmas Sangkrah memiliki tingkat pendidikan yang cukup baik.
C. Tingkat Pengetahuan tentang Kanker Serviks dan Pemanfaatan Pelayanan
Tes IVA
Sebagian besar responden yaitu sebanyak 55 orang (61,1%) memiliki tingkat pengetahuan yang sedang, selebihnya yaitu sebanyak 35 orang (38,9%) memiliki tingkat pengetahuan yang tinggi. Mengingat tidak adanya responden yang memiliki tingkat pengetahuan rendah maka dapat dikatakan bahwa secara keseluruhan tingkat pengetahuan wanita Pasangan Usia Subur (PUS) di Wilayah Kerja Puskesmas Sangkrah Surakarta sudah termasuk baik. Hal ini disebabkan sudah cukup baiknya sosialisasi yang dilakukan pihak Puskesmas Sangkrah, Surakarta maupun pihak lain, misalnya Rotary Club Solo Kartini. Hal ini juga dapat disebabkan terlalu rendahnya cutoff tingkat pengetahuan rendah, sehingga responden yang sebenarnya memiliki tingkat pengetahuan rendah diklasifikasikan menjadi tingkat pengetahuan sedang. Dengan pengetahuan yang baik mengenai kanker serviks maka terdorong oleh pemahaman tentang pentingnya deteksi dini kanker ini, wanita PUS akan memanfaatkan pelayanan tes IVA.
Dari 55 responden dengan tingkat pengetahuan sedang, 23 di antaranya (41,8%) berusia 30-40 tahun. Sedangkan mayoritas responden dengan tingkat
(3)
commit to user
pengetahuan tinggi (62.9%) juga berusia 30-40 tahun. Hal ini dimungkinkan karena tingginya persentase reponden dengan rentang usia 30-40 tahun yaitu 50%.
Sebagian besar responden dengan tingkat pengetahuan kanker serviks sedang memiliki pendidikan terakhir SMA. Sedangkan persentase terbesar (45,7%) responden dengan tingkat pengetahuan kanker serviks tinggi memiliki pendidikan terakhir SD-SMP. Namun jika dilihat lebih cermat, proporsi responden berpengetahuan kanker serviks tinggi dengan pendidikan terakhir Perguruan Tinggi tetap menunjukkan angka paling tinggi (71, 4%). Sedangkan proposi responden yang memiliki pendidikan terakhir SD-SMP sebesar 43,2% dan pendidikan terakhir SMA sebesar 30,4%. Tingkat pendidikan formal sebenarnya tidak memiliki pengaruh langsung terhadap pengetahuan tentang kanker serviks mengingat disiplin ilmu yang dipelajari bukan mengenai kesehatan. Dalam penelitian ini tenaga medis dan mahasiswa di bidang kesehatan merupakan kriteria eksklusi. Namun memang tidak bisa dipungkiri bahwa pendidikan yang tinggi akan mendorong tingginya kemampuan belajar (tingkat pemahaman akan sesuatu) dan luasnya wawasan yang merupakan faktor penting terbentuknya atau meningkatnya pengetahuan tentang kanker serviks.
Cakupan pelaksanaan skrining kanker serviks di Indonesia belum mencapai 5%, jauh dari target ideal sebesar 80% (Samadi, 2011). Responden yang memanfaatkan pelayanan tes IVA berjumlah 34 (37,8%) sedangkan yang tidak memanfaatkan pelayanan tes IVA ada berjumlah 56 responden (62,2%). Persentase responden yang memanfaatkan pelayanan tes IVA dalam penelitian ini sudah cukup tinggi, namun belum memenuhi target ideal.
(4)
commit to user
Sebagian besar responden yang memanfaatkan pelayanan tes IVA berusia 30-40 tahun (50%). Hal ini tidak terlepas dari tingginya persentase responden dalam rentang usia tersebut. Sedangkan dilihat dari tingkat pendidikannya, mayoritas responden yang memanfaatkan pelayanan tes IVA memiliki pendidikan terakhir SD-SMP (55,9%). Banyaknya responden yang memiliki minat tinggi untuk melakukan tes IVA meski dengan tingkat pendidikan dan pengetahuan rendah juga dipengaruhi keaktifan dalam kegiatan sosial di daerah tempat tinggal karena banyak informasi yang didapat responden melalui kegiatan tersebut.
Setelah dianalisis didapatkan hubungan yang signifikan antara tingkat pengetahuan dengan pemanfaatan pelayanan tes IVA (p = 0.003). Hasil ini menunjukkan bahwa semakin tinggi pengetahuan, persentase pemanfaatan pelayanan tes IVA semakin besar. Dengan kata lain tingkat pengetahuan tentang kanker serviks berbanding lurus dengan pemanfaatan pelayanan tes IVA. Responden dengan tingkat pengetahuan yang lebih tinggi akan lebih cenderung untuk memanfaatkan pelayanan tes IVA.
Hasil ini mendukung penelitian Maharsie (2012) yang menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara pengetahuan yang dimiliki dengan perilaku ibu dalam keikutsertaannya melakukan tes IVA. Hasil ini juga memperkuat penelitian Rahma dan Prabandari (2011) yang menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara tingkat pengetahuan wanita usia subur tentang kanker serviks terhadap minat untuk melakukan tes IVA.
(5)
commit to user
D. Kelemahan Penelitian
Pada penelitian ini terdapat variabel yang tidak diteliti yaitu paparan informasi dan pengalaman. Sebenarnya jika diteliti, hasilnya dapat memberikan informasi apakah hanya tingkat pengetahuan tentang kanker serviks atau ada variabel lain yang memiliki hubungan signifikan secara statistik dengan pemanfaatan pelayanan tes IVA
Kelemahan lain terkait kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini adalah tidak dilakukannya analisis faktor yang memungkinkan untuk menilai item mana yang menginterpretasikan tingkat pengetahuan tentang kanker serviks secara lebih spesifik meliputi definisi, etiologi, faktor risiko, serta deteksi dini. Kuesioner hanya mampu menilai tingkat pengetahuan secara umum dan kompleks, sehingga tidak dapat diketahui pada ranah mana responden memiliki pengetahuan yang baik maupun kurang baik.
(6)
commit to user 54
BAB VI PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan pada wanita Pasangan Usia Subur (PUS) di Puskesmas Sangkrah, Surakarta dapat diambil simpulan bahwa terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan wanita PUS tentang kanker serviks dengan pemanfaatan pelayanan Tes IVA di Puskesmas Sangkrah, Surakarta di mana wanita PUS dengan pengetahuan tentang kanker serviks tinggi, lebih cenderung untuk melakukan pemanfaatan pelayanan tes IVA.
.
B. Saran
Berkenaan dengan penelitian yang telah dilakukan maka penulis mengajukan beberapa saran sebagai berikut.
1. Perlu dilakukan penyuluhan mengenai kanker serviks dimulai dari unit organisasi terkecil dalam masyarakat misalnya dasawisma atau Rukun Tetangga (RT) agar pemanfaatan pelayanan tes IVA sebagai deteksi dini kanker serviks meningkat.
2. Perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan mengontrol variabel tingkat pengetahuan mengenai kanker serviks, tingkat pendidikan, paparan informasi, dan pengalaman terhadap pemanfaatan pelayanan tes IVA.