Pengajar dan staf madrasah

intuitif dan rasionalftas.dalisme pendidikan yang menindas.Karena dengan pola interaksi yang demikian sebenarnya sistem pendidikan Islam klasik ini telah mencontohkan pola pendidikan demokrasi dengan menempatkan siswa sebagai sosok yang berpotensi untuk menguasai dan memahami realitas secara manusia dan ilmiah.Namun demikian, harus diakui bahwa Nizhamiyah dengan segala keunggulannya dan semua predikat agungnya, tidak terlepas dari kritikan dan kekurangan yang juga terdapat di dalamnya. Sebagaimana Azyumardi Azra dengan terus terang mengatakan bahwa pada dasarnya asas-asas pengembangan ilmu pengetahuan yang untuk masa sekarang sangat dipentingkan ternyata belum diakomodir oleh sistem madrasah pada abad ke-5. Dan kalaupun itu ada, maka kemampuan para ilmuwan muslim ketika itu lebih disebabkan semangat otodidak yang luar biasa dan bukan output dari madrasah. Barangkali hal ini diakibatkan karena sistem madrasah yang cenderung bersifat doktriner dan fiqh oriented. 129 Suasana belajar dan interaksi antara guru dan siswa juga merupakan indikasi bahwa madrasah Nizhamiyah tidak menganut sistem feodalisme pendidikan yang menindas.Karena dengan pola interaksi yang demikian sebenarnya sistem pendidikan Islam klasik ini telah mencontohkan pola pendidikan demokrasi dengan menempatkan siswa sebagai sosok yang berpotensi untuk menguasai dan memahami realitas secara manusia dan ilmiah. 130

C. Pengajar dan staf madrasah

Selain berperan secara fisik terhadap perkembangan madrasah Nizhamiyah, Nizam al-Mulk juga berperan dalam menetapkan guru-guru yang akan mengajar pada madrsah Nizhamiyah. Nizam al-Mulk menetapkan jabatan-jabatan penting seperti mudarris staf pengajar yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaa pengajaran, wa’idh yang memberikan ceramah-ceramah umum dimadrasah. Mutawalli al-kuttub pustaka, muqri’ yang membaca dan mengajarkan al- qur’an, dan nahwuahli gramatika bahasa arab. 129 Menurut Stanton, proses transmisi ilmu-ilmu agama berkisar antara menulis catatan sari guru, membaca, imlak dan berdebat. Lihat Stanton,Higher Learning in Islam: The Clasiccal Period, h.21. Sementara penelitian Makdisi menyebutkan bahwa metode belajar-mengajar yang menjadi media transmisi ilmu agama meliputi hafalan, pengulangan, pemahaman, mudzakrah, mencatat, taligat debat tertulis, dan munazhakarah Lihat Makdisi, The Sunni Revival, dalam Islamic Civitization 950-1150, h. 99-104. 130 Abdurrahmansyah, Op.Cit, h.18. Orang-orang yang dipilih Nizam al-Mulk tersebut adalah orang yang menganut mazhab Syafi’i, paling untuk tiga jabatan mudarris, wa’idh, dan mutawalli al-kuttub diharuskan yang bermazhab Syafi’i karena ketiga jabatan tersebut yang paling berhak dan punya otoritas penuh menentukan arah dan kebijakan madrasah tersebut, bahkan dalam banyak kasus seorang mudarris juga bisa berfungsi sebagai administator atas nama pendirinya. Sebagai madrasah terbesar dizamannya, guru-guru yang mengajar pada madrasah Nizhamiyah adalah tokoh-t okoh yang punya reputasi tinggi, bermazhab Syafi’i. Adapun Guru-guru yang menngajar di madrasah Nizhamiyah antara lain yaitu: 131 1. Abu Ishak al-Syirazi w. 476 H 1083 M 2. Abu Nasr al-Shabbag w. 477 H 1084 M 3. Abnu Qasim al- A’lawi w.482 H 1089M 4. Abu Abdullah al-Thabari w. 495 H 1101 M 5. Aqbu Hamid al-Ghazali w. 505 H 1111M 6. Radliyud Din al-Qazwaini w. 575 H 1179 M 7. Al-Firuzabadi w. 817 H 1414 M Para pengajar dan staf nizhamiyah itu mendapat gaji dari harta waqaf yang sebagian besar berasal dari Nizam Mulk sendiri dan orang-orang kaya di daerah itu. Disamping guru dan pegawai madrasah, para siswa yang menuntut ilmu di madrasah ini juga memperoleh fasilitas-fasilitas yang memudahkan mereka menempuh pendidikan seperti beasiswa, asrama, pakaian, dan lain-lain. Kondisi ini menarik minat orang banyak terutama mereka yang kurang mampu. Dari gambaran di atas terlihatlah bagaimana petronase penguasa begitu dominan terhadap perkembangan dan keberlangsungan lembaga madrasah tersbut. Dukungan penuh yang diberikan oleh penguasa Nizam al-Mulk baik moril maupun materil melapangkan jalan dan mempercepat laju perkembangan madrasah ini ke berbagai wilayah, meskipun tidak dapat kita mungkiri bahwa petronase kekuasaan menentukan corak pendidikan madrasah Nizhamiyah yaitu intensitas mereka dalam mengembangkan, mempertahankan dan melestarikan ajaran mazhab Syafi’i dan paham Asy’ariyah. Tapi yang perlu di catat adalah petronase penguasa terhadap lembaga pendidikan islam bukanlah suatu yang baru atau aneh ketika itu, sebab ketika al-makmum berkuasa pada masanya 131 Mahmud Yunus, Op.Cit, h.75 potronase kekuasaannya cukup signifikan pada perkembangan bait al-Hikmah. Maka sesuai dengan keinginan dan kecendrungan al-Makmum sendiri, bait al-Hikmah kemudian menjadi lembaga seb agai sentral pengembangan teologi Mu’tazilah dan filsafat. Begitu pula yang cukup berarti ketika itu yang berawal dari lembaga pendidikan di al-Azhar, barulah kemudian pada masa Ayyubiyah yang beraliran Sunni, al-Azhar pun berubah menjadi pusat pengembangan sunni. Pada abad keenam madrasah-madrasah Nizhamiyah selain yang ada di Baghdad seperti di Nisapur, Kurasan, Isfahan, Merw dan tempat-tempat lainnya yang termashyur abad kelima telah berangasur-angsur lenyap. 132 Adapun penyebab lenyapnya adalah karena banyaknya terjadi peperangan-peperangan dan kekacauan yang menimpa negeri-negeri tersebut setelah runtuh nya dinastisaljuk. Sedangkan madrsah nizamiyah di baghdad lebih panjang umur nya dari yang lainnya. Madrsah nizamiyah terletak di ibukota, lebih kaya, lebih besar, sehingga berhasil memperoleh kekuatan dan mampu mengahdapi peristiwa- peristiwa tersebut sampai sampai permulan abad kesembilan. Pada masa itu orang-orang Turkman yang masuk ke Baghdad pada tahun 813 H, sibuk oleh peperangan yang dahsyat dengan orang –orang Mesir di Suriah dan dengan orang-orang Persia dan Turki di Anatoli. Peperangan tersebut merupakan pertempuran yang mengahncur leburkan dan melenyapkan banyak peninggalan-peninggalan sejarah dan lembaga-lembaga di kota Baghdad. Mungkin sekali menurut Syalabi bahwa madrsah Nizhamiyah adalah salah satu dari lembaga-lembaga yang telah ditimpa bencana peperangan. Peperangan tersebut menimbulkan krisis keuangan. Akhirnya madrsah itu rubuh dan menjadi puing-puing belaka.

D. Nizhamiyah: