IMUNOGENISITAS HEAT KILLED VAKSIN INAKTIF Aeromonas salmonicida PADA IKAN MAS (Cyprinus carpio)

(1)

ABSTRACT

THE IMMUNOGENICITY OF HEAT KILLED INACTIVE VACCINE OF Aeromonas salmonicida IN COMMON CARP (Cyprinus carpio)

By

FREDI WINTOKO

Aeromonas salmonicida is bacteria that cause furunculosis disease and carp erytrodermatitis. We have developed inactive vaccine A. salmonicida with formalin which has a fairly high immunogenicity. Inactive vaccine with other methods need to be done, one of which was inactivated by heating (heat killed). The purpose of this study was to determine the immunogenicity of heat killed vaccine A. salmonicida in carp (Cyprinus carpio). The research was conducted from October to December 2012, in the Laboratory of Aquaculture, Faculty of Agriculture, University of Lampung. The research was conducted by comparing the vaccine and non-vaccine with each of 3 replications. A. salmonicida inactivated by heating at temperature 100 ºC for 1 hour. Viability test performed on GSP (Glutamat Starch Pseudomonas) media to ensure the bacteria was inactive. Vaccine concentrations measured by spectrophotometer ( = 625 nm) and compared with standard Mc Farland. Vaccination by injection was done in two stages intraperitoneally, vaccination I was done with the concentration of 107 cell/fish with a volume of 0.1 ml/fish. Vaccination II was performed 8 day later with the same concentration. Blood sampling for hematology observations conducted before vaccination I, 7 days after first vaccination, and 7 days after vaccination. Vaccinated fish showed a marked increase in immunogenicity with increasing antibody titer values, total leukocytes, and a negative correlation between total leukocytes and hematocrit.


(2)

ABSTRAK

IMUNOGENISITAS HEAT KILLED VAKSIN INAKTIF Aeromonas salmonicida PADA IKAN MAS (Cyprinus carpio)

Oleh

FREDI WINTOKO

Aeromonas salmonicida merupakan bakteri penyebab penyakit furunculosis dan carp erytrodermatitis. Saat ini sudah dikembangkan vaksin inaktif A. salmonicida dengan formalin yang memiliki imunogenisitas yang cukup tinggi. Vaksin inaktif dengan metode lain perlu dilakukan, salah satunya inaktivasi dengan pemanasan (heat killed). Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui imunogenisitas heat killed vaksin A. salmonicida pada ikan mas (Cyprinus carpio). Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Oktober sampai Desember 2012, di Laboratorium Budidaya Perikanan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung. Penelitian ini dilakukan dengan membandingkan antara pemberian vaksin dan tanpa pemberian vaksin. Bakteri A. salmonicida diinaktifasi dengan pemanasan pada suhu 100ºC selama 1 jam. Uji viabilitas dilakukan pada media GSP (Glutamat Starch Pseudomonas) untuk memastikan bakteri sudah inaktif. Konsentrasi vaksin diukur dengan spektofotometer ( =625 nm) dan dibandingkan dengan standar Mc Farland. Vaksinasi dilakukan dua tahap secara injeksi intraperitoneal, vaksinasi I dilakukan dengan konsentrasi 107 sel/ikan dengan volume 0,1 ml/ikan. Vaksinasi II dilakukan 8 hari setelahnya dengan konsentrasi yang sama. Pengambilan darah untuk pengamatan hematologi dilakukan sebelum vaksinasi, 7 hari setelah vaksinasi I, 7 hari setelah vaksinasi II. Ikan yang divaksinasi menunjukan adanya peningkatan imunogenisitas yang ditandai dengan peningkatan nilai titer antibodi, total leukosit, dan korelasi negatif antara total leukosit dengan hematokrit.


(3)

IMUNOGENISITAS HEAT KILLED VAKSIN INAKTIF Aeromonas salmonicida PADA IKAN MAS (Cyprinus carpio)

Oleh

FREDI WINTOKO

(Skripsi)

Sebagai Salah Satu Sarat Untuk Mencapai Gelar SARJANA PERIKANAN

Pada

Program Studi Budidaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Lampung

PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS LAMPUNG 2013


(4)

Judul Skripsi : IMUNOGENISITAS HEAT KILLED VAKSIN INAKTIF Aeromonas salmonicida PADA IKAN MAS (Cyprinus carpio).

Nama : Fredi Wintoko

No. Pokok Mahasiswa : 0814111035

Program Studi : Budidaya Perairan

Fakultas : Pertanian

MENYETUJUI 1. Komisi Pembimbing

Agus setyawan, S.Pi., M.P Ir. Siti Hudaidah, M.Sc. NIP. 198408052009121003 NIP. 196402151996032001

2. Ketua Program Studi Budidaya Perairan

Ir. Siti Hudaidah, M.Sc. NIP. 196402151996032001


(5)

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua : Agus setyawan, S.Pi., M.P. ………

Sekretaris : Ir. Siti Hudaidah, M.Sc. ………

Penguji Utama : Mahrus Ali S.Pi., M.P. ………

2. Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S. NIP. 196108261987021001


(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Desa Bumi Kencana Kec. Seputih Agung, Lampung Tengah pada tanggal 22 Februari 1990, sebagai anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Sukaendi dan Ibu Sutarmi.

Pendidikan formal penulis diawali dari Sekolah Dasar (SD) Negeri 2 Bumi Kencana pada tahun 1996-2002, di lanjutkan Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 1 Terbanggi Besar pada tahun 2002-2005, dan Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 1 Seputih Agung pada tahun 2005-2008. Pada tahun 2008 penulis terdaftar sebagai mahasiswa Program Studi Budidaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negri (SNMPTN).

Selama kuliah penulis aktif dalam organisasi HIDRILA (Himpunan Mahasiswa Budidaya Perairan Unila) periode 2008/2009. Penulis juga pernah menjadi anggota staff siar islam UKM FOSI (Fakultas Pertanian Unila). 2009/20010 penulis pernah menjadi kepala staff KESTARI UKM FOSI (Fakultas Pertanian Unila). Penulis juga pernah menjadi anggota BEM U Universitas Lampung.


(7)

Penulis melakukan Praktik Umum (PU) di Balai Penelitian Pemulian Ikan (BPPI) Sukamandi, Subang, Jawa Barat pada tahun 2012. Penulis menyelesaikan tugas akhir perkuliahan dengan menulis skripsi yang berjudul “Imonogenisitas Heat Killed Vaksin Inaktif Aeromonas salmonicida Pada Ikan Mas (Cyprinus carpio ).


(8)

Jika niat sudah terikrar karena Allah,

Tidak ada halangan yang bisa menghentikan seorang

melakukan sesuatu,

Niat karena Allah ialah motivator yang utama,

Dan seharusnya menjadi satu-satunya motivator kita.

Siapa yang memudahkan seseorang yang sedang kesulitan,

Niscaya Allah SWT,

Akan memudahkannya,di dunia dan akhirat.

(Al-Hadits)


(9)

ALHAMDULILAH, dengan penuh rasa syukur kepada Allah SWT, kupersembahkan karya kecilku ini kepada

Ibu dan Bapak ku

yang selalu mendoakan, yang selalu mau berkorban, yang selalu berusaha, yang selalu memberi semangat di setiap langkah hidupku

Mbok’ku, Adikku dan Oomku

yang senantiasa menyayangi dan mendoakanku Sepupuku dan sodaraku

yang selalu memberikan tawa dalam hidupku DD ketemu gede yang akan mendampingiku nantinya

G’ling yang banyak membantuku, mengingatkanku, dan menyemangatiku Almamater tercinta “Universitas Lampung”

Juga teman teman ku seperjuangan menimba ilmu 5N BAF dan BAFEN Yang selalu memberikan semangat, ceria dan,tawa tersendiri,

Teman satu angkatan dan seperjuangan

Yang telah bersama sama memperjuangkan dan menimba ilmu

diprogram studi


(10)

SANWACANA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi dengan judul “Imonogenisitas Heat Killed Vaksin Inaktif Aeromonas salmonicida Pada Ikan Mas (Cyprinus carpio)” ini disusun sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Perikanan di Universitas Lampung.

Dalam kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S. selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

2. Ibu Ir. Siti Hudaidah, M.Sc. selaku Ketua Program Studi Budidaya Perairan dan selaku pembimbing kedua yang telah membimbing, memberi masukan, kritik, saran, serta menberi motivasi dalam proses penyusunan skripsi ini. 3. Bapak Agus Setyawan, S.Pi., M.P. selaku pembimbing utama yang telah

membimbingan penulis dalam proses penyusunan skripsi ini.

4. Bapak Mahrus Ali, S.Pi., M.P. selaku pembahas yang telah memberi masukan, kritik, dan saran dalam proses penyusunan skripsi ini.

5. Bapak Supono, S.Pi., M.Si. yang telah membantu banyak dalam penelitian. 6. Ibu Rara Diantari, S.Pi., M.Sc. selaku pembimbing akademik yang telah

memberikan dukungan, nasehat, dan bimbingan selama menimba ilmu di program studi Budidaya Perairan


(11)

7. Ibu Esti Harpeni, S.T., M.AppSc. dan Bapak Supono, S.Pi., M.Si., yang telah banyak membantu dalam menyelesaikan skripsi ini.

8. Ibu, Bapak, Adik, dan Mbok serta keluarga yang selalu menjadi penyemangat dalam hidupku.

9. Basis F. Guard, Nurmazanna hazzulli, Nur’ani okta trilia atas kebersamaan menghadapi suka-duka dalam penelitian.

10. Teman-teman seperjuangan angkatan 2008 yang selalu ceria, terima kasih atas kebersamaan kita selama ini.

11. Anak-anak Havea Club yang memberikan tawa dan canda dalam setiap harinya.

Semoga Allah SWT memberikan berkah, rahmat, dan hidayah-Nya atas kebaikan dan pengorbanan kita. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Bandar Lampung, Mei 2013 Penulis,


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

DAFTAR ISI ... iii

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Tujuan ... 5

C. Rumusan Masalah ... 5

D. Hipotesis ... 7

E. Manfaat dan Kegunaan Penelitian ... 7

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Aeromonas salmonicida ... 8

B. Ikan Mas (Cyprinus carpio) ... 11

C. Sistem Pertahanan Tubuh Ikan ... 14

D. Vaksin dan Vaksinasi ... 17

E. Parameter Hematologi Darah ... 22

III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat ... 26

B. Alat dan Bahan ... 26

C. Rancangan Penelitian ... 27

D. Prosedur Penelitian ... 28

1. Tahap Persiapan ... 28

a. Sterilisasi Alat dan Bahan ... 28

b. Persiapan Wadah dan Ikan Uji ... 29

c. Pembuatan Vaksin A. salmonicida ... 29


(13)

a. Pemberian Vaksin ... 30

b. Uji Titer Antibodi ... 30

3. Tahap Pengamatan ... 30

a. Titer Antibodi ... 30

b. Pemeriksaan Darah ... 31

c. Pengukuran Kadar Hematokrit ... 32

d. Kualitas Air... 33

E. Analisis Data ... 33

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A.Hasil ... 34

1. Titer Antibodi Heat Killed Vaksin Inaktif A. salmonicida ... 34

2. Total leukosit Heat Killed Vaksin Inaktif A. salmonicida ... 35

3. Nilai Hematokrit Heat Killed Vaksin Inaktif A. salmonicida ... 36

4. Parameter Kualitas Air ... 38

B. Pembahasan ... 39

V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 48

B. Saran ... 48


(14)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman 1. Grafik Rata-rata Titer Antibodi Ikan Mas sebelum Vaksinasiasi, Satu Minggu

Setelah Vaksinasiasi I, Satu Minggu Setelah Vaksinasiasi II (Booster) ... 35 2. Grafik Rata-rata Total Leukosit Ikan Mas sebelum Vaksinasiasi, Satu Minggu setelah Vaksinasiasi I, Satu Minggu setelah Vaksinasiasi II (Booster) ... 36 3. Gambaran Volume Sel Darah dan Plasma Darah ... 36 4. Grafik Rata-rata Persentase Hematokrit Ikan Mas sebelum Vaksinasi, Satu

Minggu setelah Vaksinasi I, Satu Minggu setelah Vaksinasiasi II (Booster) 38 5. Gambaran Uji Reaksi Aglutinasi ... 41 6. Gambaran Pengamatan Total Leukosit Secara Mikrokopis dengan


(15)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman 1. Nilai Rata-rata Hasil Titer Antibodi (Dalam 2log Y) pada Perlakuan

(A) Ikan Kontrol Tanpa Pemberian Vaksinasi, (B) Ikan Yang Divaksinasi Secara Injeksi. ... 34 2. Jumlah Rata-rata Total Leukosit pada Perlakuan (N X 103 Sel/Mm3) pada

Perlakuan (A) Ikan Kontrol Tanpa Pemberian Vaksinasi, Perlakuan (B) Ikan yang Divaksinasi Secara Injeksi.. ... 35 3. Nilai Rata-rata Hematokrit selama Pemeliharaan pada Perlakuan (A)

Ikan Kontrol Tanpa Pemberian Vaksinasi, Perlakuan (B) Ikan yang

Divaksinasi Secara Injeksi ... 37 4. Parameter Kualitas Air dalam Penelitian ... 39


(16)

i

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Alat-alat yang Digunakan dalam Penelitian ... 54

2. Bahan-bahan yang Digunakan dalam Penelitian ... 56

3. Pembuatan Media TSA ... 58

4. Pembuatan Media TSB ... 59

5. Komposisi Bahan Penelitian ... 60

6. Tata Letak Penyusunan Akuarium Selama Penelitian ... 61

7. Pengenceran Konsentrasi Bakteri ... 62

8. Hasil Titer Antibodi pada Ikan Penelitian (Ikan Mas) ... 63

9. Hasil Total Leukosit pada Ikan Penelitian (Ikan Mas) ... 64

10. Nilai Hematokrit pada Ikan Penelitian (Ikan Mas) ... 65

11. Proses Pengamatan Titer Antibodi ... 66

12. Proses Pembuatan Preparasi Total Leukosit ... 67

13. Proses Perhitungan Persentase Hematokrit ... 68

14. Ikan dan Lokasi Pengambilan ... 69


(17)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Aeromonas salmonicida merupakan jenis bakteri Aeromonas sp, yang diindikasikan mampu menyerang semua spesies ikan baik ikan air tawar maupun air laut, tergolong hama penyakit ikan karantina (HPIK), juga merupakan salah satu bakteri pathogen yang banyak menyerang ikan dan penularannya sangat cepat melalui air atau lingkungan, peralatan, dan kontak langsung dengan ikan yang sakit (DKP, 2009).

A. salmonicida adalah bakteri obligat, yaitu bakteri yang tidak mampu hidup tanpa menempel pada inang dan bersifat tidak motil. Bakteri obligat A. salmonicida, merupakan salah satu agen etiologi untuk furunkulosis, yaitu sebuah penyakit yang menyebabkan septikemia, pendarahan, lesi otot, radang usus, pembesaran limpa, yang menyebabkan kematian pada populasi ikan salmonid (Austin and Austin, 2007)

Bakteri obligat A. salmonicida juga mampu menginfeksi spesies ikan air tawar golongan cyprinid misalnya pada ikan mas hias dan ikan mas konsumsi, yang meninmbulkan penyakit carp erytrodermatitis (Irianto, 2005). Bakteri ini menginfeksi bagian luar dan dalam tubuh ikan, seperti kulit, pangkal sirip dan insang ikan, juga bagian dada, perut, saluran pencernaan ikan, sehingga ikan yang


(18)

2

terserang penyakit ini akan mengalami pendarahan. Penyakit akibat bakteri ini sangat mudah menular, sehingga ikan yang terserang bakteri cukup parah harus segera dimusnahkan (Floyd, 1991).

Dampak negatif infeksi bakteri A. salmonicida terhadap sistem budidaya mengakibatkan menurunnya status kesehatan ikan hingga menyebabkan kematian, dan pada akhirnya akan menyebabkan penurunan kualitas dan kuantitas produk budidaya yang dihasilkan (Afrianto dan Liviawaty, 1992).

Pencegahan dalam mengantisipasi serangan penyakit dalam sistem budidaya, antara lain dengan penerapan biosecurity secara ketat melalui screening aging, pemberian probiotik, vaksinasi dan pemberian obat-obatan yang mengandung bahan kimia. Penggunaan obat-obatan dan bahan kimia mulai dihindari karena berdampak negatif, seperti timbulnya resistensi bakteri, adanya residu dalam tubuh ikan, menyebabkan pencemaran lingkungan (Soeripto, 2002), bahkan bisa menjadi sebab penolakan ekspor oleh negara lain (Schnick, 2001)

Untuk pengendalian penyakit carp erytrodermatitis diperlukan pencegahan alternatif yang aman baik bagi ikan, manusia dan lingkungan, salah satunya dengan penggunaan vaksin. Vaksin memiliki beberapa keuntungan dalam pencegahan penyakit ikan, yaitu dampak sampingan relatif tidak ada atau sangat kecil baik terhadap lingkungan hidup maupun ikan, dapat meningkatkan respon imunitas yang memberikan perlindungan cukup tinggi, dan cukup lama sehingga dengan satu kali vaksinasi dapat melindungi ikan dari infeksi selama pemeliharaan 3–4 bulan (Kamiso, 1990).


(19)

3

Vaksinasi menjadi cara yang paling efektif untuk mencegah penyakit. Keberhasilan vaksinasi pada ikan dibuktikan pada tahun 1993 di Norwegia. Vaksin Aeromonas salmonicida memberikan dampak yang luar biasa dimana wabah penyakit furunculosis menurun dan penggunaan antibiotik yang semula mencapai puluhan ton per tahun menjadi hanya beberapa ratus kiloGram saja (Soeripto, 2002).

Saat ini sedang dikembangkan vaksin A. salmonicida di laboratorium Jurusan Budidaya Perairan Fakultas Pertanian. Pengembangan vaksin melalui penelitian, dilakukan untuk mencari formula yang tepat dalam menciptakan vaksin yang baik dan mengetahui efektivitas vaksin A. salmonicida yang diujikan pada ikan mas. Hasil Penelitian uji imunogenisitas vaksin inaktif whole cell A. salmonicida pada ikan mas (Cyprinus carpio), dengan antigen H A. salmonicida yang diperoleh dengan cara bakteri diinaktivasi menggunakan formalin 1%, menunjukan bahwa vaksin inaktif whole cell A. salmonicida memiliki imonogenisitas yang tinggi pada ikan mas (Cyprinus carpio), dibuktikan dengan hasil titer antibodi ikan saat vaksinasi I, dan vaksinasi II/booster yang lebih tinggi dibandingkan dengan hasil titer antibodi sebelum perlakuan (Setyawan dkk., 2012).

Metode inaktifasi vaksin lain yang sering digunakan adalah dengan pemanasan (heat killed). Hasil penelitian terhadap imunogenisitas vaksin inaktif melalui pemanasan air sampai 100ºC (heat killed), untuk pencegahan penyakit Streptococcosis pada ikan nila (Oreochromis niloticus) yang disebabkan bakteri Streptococcus spp. menunjukkan, vaksin mampu menstimulasi kekebalan pada tubuh ikan uji. Hal ini dibuktikan dengan hasil pemeriksaan terhadap titer antibodi dengan metode direct aglutination, menujukan ada perbedaan antara kelompok perlakuan dan kontrol.


(20)

4

Titer pada kelompok perlakuan relatif lebih tinggi dari kelompok kontrol (Purwaningsih dan Taukhid, 2010).

Penelitian terhadap imonogenisitas vaksin inaktif melalui heat killed (dengan metode pemanasan pada suhu 47ºC selama 30 menit), untuk pencegahan penyakit bintik putih (ichthyophthiriasis) pada ikan jambal siam (Pangasius sutchi) yang disebabkan Ichthyophthirius multifiliis), menunjukan, ikan yang tidak diberi vaksinasi (kontrol) tidak mampu melawan serangan Ichthyophthirius multifiliis pada saat uji tantang, dibuktikan dengan sintasan lebih rendah dari ikan yang diberi vaksinasi (Syawal dan Siregar, 2010).

Pada penelitian uji imunogenisitas dan efikasi vaksin Aeromonas hydrophila pada ikan lele dumbo (C. gariepinus), vaksin dengan antigen-O yang digunakan diperoleh melalui pemanasan 100ºC . Hasil pengamatan menunjukan adanya peningkatan titer antibodi pada minggu kedua dan ketiga setelah vaksinasi (Kamiso dkk., 1997). Imunogenisitas vaksin inaktif A. salmonicida (dengan pemanasan air sampai 100ºC) pada ikan mas (Cyprinus carpio), dengan antigen-O A. salmonicida, belum diketahui.

Oleh karenanya perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui respon imunogenisitas heat killed vaksin inaktif A. salmonicida dan efikasinya terhadap penyakit carp erytrodermatitis pada ikan mas (Cyprinus carpio).


(21)

5

B. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui imunogenisitas heat killed vaksin A. salmonicida pada ikan mas (Cyprinus carpio).

C. Perumusan Masalah

A. salmonicida merupakan jenis bakteri Aeromonas sp, yang diindikasi mampu menyerang semua spesies ikan baik air tawar maupun air laut. A. salmonicida adalah bakteri obligat, yaitu bakteri yang tidak mampu hidup tanpa menempel pada inang dan bersifat tidak motil. Bakteri obligat A. salmonicida mampu menginfeksi spesies ikan air tawar golongan cyprinid misalnya pada ikan mas hias dan ikan mas konsumsi, penyakit yang ditimbulkan yaitu carp erytrodermatitis (Irianto, 2005).

Dampak negatif dari bakteri A. salmonicida terhadap sistem budidaya mengakibatkan menurunnya status kesehatan ikan hingga menyebabkan kematian, dan pada akhirnya akan menyebabkan menurunnya kualitas dan kuantitas produk budidaya yang dihasilkan. Hal itulah yang akan berimbas kepada menurunnya produksi serta kerugian secara ekonomi (Afrianto dan Liviawaty, 1992).

Oleh sebab itu untuk pengendalian penyakit tersebut diperlukan adanya pencegahan penyakit yang aman, baik bagi ikan, manusia dan lingkungan, salah satunya dengan penggunaan vaksin. Vaksinasi menjadi cara yang paling efektif untuk pencegahan penyakit. Keberhasilan vaksinasi pada ikan dapat dibuktikan pada tahun 1993 di Norwegia, vaksin A. salmonicida memberikan dampak yang luar biasa dimana wabah penyakit furunculosis menurun dan penggunaan


(22)

6

antibiotik yang semula mencapai puluhan ton per tahun menjadi hanya beberapa ratus kiloGram saja (Soeripto, 2002).

Penelitian sebelumnya menunjukan bahwa vaksin A. salmonicida yang diinaktivasi menggunakan 1% formalin memiliki imunogenesitas yang cukup tinggi pada ikan mas (Cyprinus carpio) yang ditunjukan dengan reaksi titer antibodi mencapai 27 (Setyawan dkk., 2012).

Sejauh ini belum diketahui imonogenisitas vaksin inaktif A. salmonicida pada ikan mas (Cyprinus carpio), yang diperoleh dengan cara bakteri diinaktifasi melalui pemanasan air sampai 100ºC. Dengan pemanasan tersebut maka bagian membran hanya mengandung polisakarida (karbohidrat), karena pada saat pemanasan bagian lipid telah terhidrolisis sehingga yang ada hanya polisakarida yang mampu bertahan pada pemanasan yang tinggi (termostabil).

Beberapa penelitian menunjukan adanya peningkatan imunogenisitas vaksin yang diinaktivasi dengan pemanasan antara lain vaksin Streptococcus spp. pada ikan nila (Oreochromis niloticus) (Purwaningsih dan Taukhid, 2010), vaksin Ichthyophthirius multifiliis pada ikan jambal siam (Pangasius sutchi) (Syawal dan Siregar, 2010), dan vaksin Aeromonas hydrophila pada ikan lele dumbo (C. gariepinus) (Kamiso dkk., 1997). Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian imunogenisitas heat killed vaksin inaktif A. salmonicida pada ikan mas (Cyprinus carpio).


(23)

7

D. Hipotesis

H0 : Heat killed vaksin A. salmonicida tidak memiliki imunogenisitas dan tidak mempengaruhi nilai titer antibodi, total leukosit, dan hematokrit pada ikan mas (Cyprinus carpio).

H1 : Heat killed vaksin A. salmonicida memiliki imunogenisitas dan dapat mempengaruhi nilai titer antibodi, total leukosit, dan hematokrit pada ikan mas (Cyprinus carpio).

E. Manfaat dan Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan pengetahuan baru tentang aplikasi vaksin A. salmonicida yang diinaktivasi dengan pemanasan 100ºC, untuk meningkatkan respon imun spesifik dan nonspesifik ikan mas (Cyprinus carpio), sehingga mampu melindungi ikan mas dari penyakit yang disebabkan bakteri A. salmonicida.


(24)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Aeromonas salmonicida

1. Klasifikasi Aeromonas salmonicida

Aeromonas salmonicida (sinonim Bacillus salmonicida, Bacterium trutta) pertama kali ditemukan pada ikan Trout di Jerman oleh Emmerich and Weibel (1894). Aeromonas salmonicida terdiri dari 4 sub spesies, yaitu A. salmonicida, A. achromogenes, A. masoucida, dan A. smithia. (Cipriano and Bullock, 2001)

Klasifikasi ilmiah A. salmonicida menurut Buchanan dan Gibbsons (1974) dalam DKP (2007), adalah sebagai berikut :

Domain : Bacteria Kingdom : Proteobacteria

Filum : Gammaproteobacteria Kelas : Aeromonadales Genus : Aeromonas

Species : Aeromonas salmonicida

A. salmonicida merupakan bakteri Gram negatif (Austin and Austin, 2007). Bakteri Gram-negatif adalah bakteri yang tidak mempertahankan zat warna metil ungu pada metode pewarnaan Gram. A. salmonicida berbentuk batang pendek ( 1,3-2,0 x 0,8-1,3 µm ), non motil atau tidak bergerak, tidak membentuk spora,


(25)

9

fakultatif anaerob, pertumbuhan optimum pada suhu 22⁰C, memproduksi brown pigmen yang diffusible (untuk strain typical) (Pusat Karantina Ikan, 2007). Secara taksonomi A. salmonicida dibagi menjadi 2 jenis yaitu typical dan atypical. Strain typical mempunyai inang dominan ikan-ikan salmonid dan menyebabkan penyakit furunculosis dengan gejala klinis yang khas sedang strain atypical mempunyai karakteristik memiliki banyak variasi dari sifat fisiologi, biokimia dan serelogi serta ketahanan terhadap antibiotik.

Koloni bakteri A. salmonicida berwarna putih, kecil, bulat, dan cembung. Strain typical dapat menghasilkan pigmen coklat yang akan lebih kelihatan apabila medium ditambah dengan tyrosine atau phenylalanine (Robert, 1989). Pada media dengan kandungan asam amino tinggi pigmen coklat akan jelas kelihatan pada umur kultur 48 jam. Secara biokimia bakteri ini mempunyai sifat-sifat oksidase positif dan memfermentasi glukosa (DKP, 2009).

2. Penyebaran A. salmonicida

Menurut Nitimulyo et al., (1993) dan Inglis et al., (1993) dalam (Sugianti, 2005) bakteri A. salmonicida banyak dijumpai di perairan laut dan tawar serta mempunyai kisaran inang yang luas mulai dari ikan-ikan air laut dan tawar. Bakteri ini dapat bertahan hidup dalam air atau sedimen selama beberapa hari atau beberapa minggu tetapi tidak dapat berbiak dan bersifat obligat. A. salmonicida dapat bertahan dalam air pada periode waktu yang lama. Lamanya waktu tergantung pada kandungan mineral, pH dan temperatur air. Dengan meningkatnya suhu, virulensinya juga bertambah tinggi. Furunculosis yang disebabkan oleh A. salmonicida dilaporkan telah tersebar luas di dunia yaitu


(26)

10

Amerika Serikat, Kanada, Negara-negara Eropa (Perancis, Norwegia, Belgia, Austria dan Swiss), Australia dan Asia termasuk Indonesia (DKP, 2007).

Penyakit akibat bakteri ini sangat mudah menular pada ikan secara horizontal, yaitu penularan penyakit ke ikan lain melalui kontak langsung, vektor, peralatan, atau lingkungan (Afrianto dan Liviawaty, 1992). Contoh penularan yang diakibatkan oleh ikan karier, yaitu ikan yang memang sudah membawa patogen. Jika ikan ini bergabung dengan ikan yang sehat, melakukan interaksi, dan bersenggolan, maka kemungkinan besar ikan yang sehat akan terkontaminasi pathogen sehingga akan ikut sakit. Hal ini akan lebih memungkinkan lagi jika ikan mengalami luka pada tubuh bagian luar.

Ikan karier juga dapat menularkan penyakit ini melalui kotoran atau fesesnya. Kotoran yang dikeluarkan ikan karier mengandung bakteri pathogen yang akan mencemari air dan akhirnya mengkontaminasi ikan yang sehat (Nitimulyo, et al., 1993 dalam Sugianti, 2005). Apabila ikan yang memiliki tanda-tanda terserang Aeromonas salmonicida dan terdapat ikan karir dalam sistem budidaya, segara diangkat dan diberi penanganan atau dimusnahkan. Ini dilakukan agar ikan-ikan yang lain tidak terkontaminasi dan ikut sakit (Floyd, 2002).

3. Patogenitas

Secara umum mekanisme patogenisitas bakteri karna kemampuannya menghasilkan toksin baik endotoksin maupun eksotoksin, misalnya LPS untuk bakteri Gram negative, kemampuannya menghasilkan enzim atau protein tertentu yang mampu merusak sistem imun pada ikan. Morfologi Ikan yang terserang bakteri Aeromonas salmonicida biasanya akan memperlihatkan gejala berupa: warna tubuhnya berubah menjadi agak gelap, kulitnya menjadi kasat dan timbul


(27)

11

pendarahan yang selanjutnya akan menjadi borok (hemoragi), seluruh siripnya rusak dan insang menjadi berwarna keputih-putihan, mata rusak dan agak menonjol (exopthalmia) (Afrianto dan Liviawaty, 1992).

Gejala klinis atau tanda-tanda utama serangan Aeromonas salmonicida pada ikan menyebabkan kemampuan berenangnya menurun dan sering ke permukaan air dikarenakan insang rusak, yang menyebabkan pendarahan pada insang, sehingga sulit bernapas, sering terjadi perdarahan pada organ bagian dalam seperti hati, ginjal maupun limpa, sering pula terlihat perutnya agak kembung (dropsi), lendir berdarah pada rectum, pembentukan cairan berdarah, pendarahan pada pangkal sirip, pendarahan didasar sirip dada, dan kematian yang tinggi (McCarthy and Robert, 1980 dalam Koski, 2005).

B. Ikan Mas

1. Biologi Ikan Mas

Klasifikasi ikan mas menurut (Khairuman, 2008) : Phyllum : Chordata

Subphyllum : Vertebrata Superclass : Pisces

Class : Osteichthyes Family : Cyprinidae Subfamily : Cyprininae

Genus : Cyprinus


(28)

12

Ikan mas atau yang juga dikenal dengan nama Common carp, secara garis besar memiliki ciri–ciri bentuk tubuhnya memanjang dan pipih (compress) dengan warna tubuh keemasan, dan berbagai warna variasi lainnya, seperti warna putih, kuning, merah, hitam dan corak kombinasi. Mulut ikan mas dapat disembulkan dengan struktur bibir lunak dan berada pada ujung tengah (terminal). Memiliki dua buah sungut atau kumis, dan hampir seluruh tubuhnya ditutupi oleh sisik. Sisik yang berukuran relatif besar digolongkan dalam sisik tipe sikloid, terkecuali ikan mas dengan ras tertentu seperti Mirror carp yang sebagian atau hampir seluruh tubuhnya tidak ditutupi sisik. Ikan mas memiliki sirip punggung berjari-jari keras bertulang dan terletak di muka atau bertepatan dengan sirip perut. Gurat sisi (linea literalis) terletak di pertengahan tubuh, melintang dari tutup insang sampai ke ujung belakang pangkal.

2. Penyebaran dan Habitat

Ikan mas menyebar merata di daratan Asia, Eropa sampai ke Amerika Utara hingga Australia. Ikan ini berasal dari daratan Asia dan telah lama dibudidayakan sebagai ikan konsumsi oleh bangsa Cina sejak 400 tahun SM. Pembudidayaan ikan mas di Indonesia banyak ditemui di Jawa dan Sumatra dalam bentuk empang, balong maupun keramba terapung yang di letakan di danau atau waduk besar. Budidaya modern di Jawa Barat menggunakan sistem air deras untuk mempercepat pertumbuhannnya. Di Indonesia ada beberapa jenis atau ras ikan mas yang dikenal berdasarkan bentuk, warna dan wilayah penyebarannya, diataranya adalah Mas Majalaya, Punten, Nyonya, Kaca, Kancra Domas, Kumpay dan lain sebagainya (Cholik et al., 2005).


(29)

13

Ikan mas menyukai tempat hidup (habitat) di perairan tawar yang airnya tidak terlalu dalam dan alirannya tidak terlalu deras, seperti di pinggiran sungai atau danau. Ikan mas dapat hidup baik di daerah dengan ketinggian 150 sampai 600 meter di atas permukaan air laut. Umumnya hidup di air tawar, walaupun dapat juga hidup di lingkungan air payau dengan salinitas kurang dari 5 ppt (Rochdianto, 2005 dalam Anonim, 2012). Ikan mas dapat tumbuh normal, pada lokasi pemeliharaan dengan ketinggian antara 150-1000 m di atas permukaan laut, dengan suhu optimum antara 260C-280C , pH air antara 7-8. Kadar oksigen yang tinggi untuk kelangsungan hidupnya yaitu antara 4 hingga 5 ppm, walaupun ikan ini masih tahan hidup pada kadar oksigen 1 hingga 2 ppm (Cholik et al., 2005).

3. Indikasi Ikan Mas Terserang A. salmonicida

Ikan mas merupakan salah satu spesies ikan tawar yang diidentifikasi terserang bakteri A. salmonicida,yang ditandai adanya laporan yang menunjukan adanya gejala infeksi bakteri Aeromonas salmonicida pada ikan–ikan cyprinid, misalnya pada ikan mas hias dan ikan mas konsumsi (Irianto, 2005).

Sebagai contoh wabah penyakit yang disebabkan jenis bakteri Aeromonas sp, pernah menyerang Indonesia pada tahun 1980 di Jawa Barat dan menyebabkan kematian sebanyak 125 ribu ekor ikan dan kerugian mencapai 4 milyar rupiah. Dan pada bulan Agustus tahun 2002 di perairan Waduk Saguling terjadi kematian ikan secara masal, 361 ton ikan yang dipelihara dalam jaring apung mati akibat penyakit Aeromonasis. Tidak hanya di Indonesia, penyakit ini juga menyerang Skotlandia pada tahun 1989 sebanyak 15 kali pada ikan-ikan air tawar dan 127 kali pada ikan-ikan air laut (Maulina, 2006).


(30)

14

A. salmonicida mampu menyerang ikan dari golongan non-salmonids. Diantaranya yaitu ikan mas, penyakit yang disebabkannya disebut dengan Carp erythrodermatitis. Penyakit ini merupakan penyakit kulit kronis, dan dapat menular, bahkan menyebabkan kematian. Penyakit ini menginfeksi pada epidermis. Sebuah proses inflamasi berdarah kemudian mengembang antara epidermis dan dermis yang disebut dengan zona merah inflamasi.

Rusaknya jaringan mengarah pada pembentukan pusat ulkus, hal ini memungkinkan terjadi pada setiap lokasi di permukaan tubuh, terlihat lebih gelap warna tubuhnya. Infeksi sekunder dari ulkus oleh jamur atau bakteri lain merupakan hal yang umum. Jika ikan pulih, ditandai dengan bekas luka abu-abu-hitam. Bagian dalam dapat mengalami kontraksi kolagen dari jaringan parut bisa menyebabkan kelainan bentuk yang serius, yang mengurangi nilai komersial ikan (Fijan, 1972 dalam Austin, 2007).

C. Sistem Pertahanan Tubuh Ikan

Imunitas adalah suatu mekanisme kemampuan tubuh menahan atau mengeliminasi benda asing atau sel abnormal yang potensial berbahaya bagi tubuh. Imunitas berasal dari kata imun yang artinya kebal atau resisten. Sistem imun atau sistem pertahanan pada organisme golongan vertebrata dapat berkembang melindungi tubuhnya dari pathogen, seperti bakteri, virus, fungus, protozoa dan parasit. Termasuk jenis ikan yang merupakan vertebrata yang paling primitif (Ellis, 1997).


(31)

15

Berdasarkan sifat responnya dalam menghadapi agen patogen penyerang, sistem imun terbagi menjadi sistem pertahanan alamiah (innate immunity) yang bersifat non spesifik dan pertahanan adaptif (adaptive immunity) yang bersifat spesifik. Imunitas adaptif atau yang spesifik ini dibedakan lagi menjadi dua, yaitu imunitas humoral (antibody-mediated) dan imunitas seluler (cell-mediated) (Almendras, 2001).

Perbedaan respon imun non spesifik dan spesifik:

Non Spesifik Spesifik

Resistensi Spesifitas

Sel yang penting

Molekul yang penting

Tidak berubah oleh infeksi Umumnya efektif terhadap semua mikroorganisme Fagosit Sel NK Sel K Lizosim Komplemen Interveron

Membaik oleh infeksi berulang Spesifik untuk mikroorganisme yang sudah mensensitisasi sebelumnya Limfosit Antibodi Sitokin

Menurut (Almendras , 2001 dalam Ranopati, 2012) yang termasuk imunitas non-spesifik antara lain:

1. Pertahanan fisik, meliputi kulit termasuk sisik bagi ikan bersisik dan lendir. Lendir dan cairan pencernaan dapat menghasilkan bahan kimia yang bersifat bakterisidal. Lendir yang dihasilkan oleh sel goblet, mengandung imunoglobulin (IgM), precipitin, eglutinin alamiah, lysin, lysozime, C-reaktive protein, dan komplemen.

2. Pertahanan terlarut, merupakan cairan tubuh ikan yang mengandung jenis bahan atau molekul yang dapat berfungsi untuk melisiskan seperti enzim lysin, lisozim, dan protease; dan yang berfungsi menutupi atau menghambat


(32)

16

pertumbuhan patogen yang masuk ke dalam tubuh seperti transferin, laktoferin, ceruloplasmin, metallothionin, ceropins, dan marganins.

3. Pertahanan seluler meliputi;

1) Inflamasi, yaitu sutu respon lokal terhadap kerusakan jaringan akibat adanya infeksi patogen yang ditandai dengan adanya infiltrasi granulosit dan makrofag, pengeluaran atau pembuangan sel-sel mati, sel asing dan debris yang diikuti dengan regenerasi atau reparasi jaringan.

2) Natural cytotoxic cells, yaitu beberapa populasi sel yang mempunyai toksisitas terhadap sel asing, namun sifatnya tidak terinduksi dan tidak spesifik.

Salah satu peranan vaksin dalam hal ini adalah untuk memunculkan pertahanan humoral pada ikan dengan menghasilkan antibodi. Antibodi adalah protein berbentuk Y yang digunakan sebagai sistem imun untuk mengidentifikasi dan netralisasi benda asing seperti bakteri dan virus. Sedangkan antigen adalah suatu bahan yang dapat merangsang respon imun, khususnya produksi antibodi. Antigen biasanya protein atau polisakarida, tetapi dapat berupa berbagai tipe molekul, termasuk molekul kecil (hapten) yang disebut sebagai protein karier (Thomas, 2004).

Sistem imun atau antibodi akan bereaksi apabila bertemu dengan antigen, yaitu dengan menetralisirnya (Almendras, 2001). Pada ikan imunitas seluler bereaksi secara kontak langsung dari sel ke sel untuk mempertahankan tubuh dari serangan patogen yang menyerang sel inang dan sel tumor. Imunitas humoral bereaksi melalui produksi protein atau imunoglobulin atau antibodi yang ikut beredar ke seluruh tubuh bersama cairan darah dan limfa.


(33)

17

D. Vaksin dan Vaksinasi

aksin adalah suatu antigen yang biasanya berasal dari suatu jasad patogen yang telah dilemahkan atau dimatikan, ditujukan untuk meningkatkan ketahanan (kekebalan) organisme. Vaksin dapat diberikan pada ikan sebagai pemicu kekebalan aktif terhadap suatu penyakit tertentu.

Vaksinasi merupakan metode yang dipakai secara luas untuk menginduksi imunitas ikan terhadap bermacam-macam penyakit. Vaksinasi merupakan salah satu upaya penanggulangan penyakit pada hewan (termasuk ikan) dengan cara pemberian vaksin ke dalam tubuh hewan agar memiliki ketahanan terhadap serangan penyakit. Vaksinasi ada dua jenis yaitu vaksinasi aktif dan vaksinasi pasif. Vaksinasi aktif adalah pembentukan antibodi akibat pajanan ke suatu antigen, dan vaksinasi pasif adalah imunitas yang diperoleh segera setelah menerima antibodi yang sudah dikenal. Selain itu vaksinasi untuk meningkatkan antibodi spesifik. Meningkatnya antibodi tidak saja akan meningkatkan kemampuan pertahanan humoral tetapi juga pertahanan seluler (cell-mediated immunity) sehingga hasil kerja masing-masing maupun hasil kerja antara pertahanan humoral dan seluler meningkat. Vaksinasi memiliki kelebihan yaitu tidak meninggalkan residu antibakteri, tidak menyebabkan resistensi bakteri, dan biaya relative lebih murah (Soeripto, 2002).

Prinsip dasar vaksinasi pada ikan adalah memasukkan antigen yang diperoleh dari patogen yang telah dihilangkan sifat patogenisitasnya, dimatikan atau berupa ekstrak ke dalam tubuh ikan. Untuk merangsang sel-sel limfosit membentuk antibodi (Anonim, 2004). Sehingga ketika patogen tersebut menyerang maka tubuh akan merespon untuk mempertahankan diri dari serangan patogen tersebut.


(34)

18

Respon pertahanan tubuh terhadap patogen tersebut akan berlangsung cukup lama karena tubuh memiliki memori terhadap patogen tersebut (Darmono, 2007).

1. Kualitas dan Kuantitas Vaksin

Vaksin adalah mikroorganisme yang diubah sedemikian rupa sehingga patogenisitasnya hilang tetapi masih tetap mengandung sifat antigenesitas. Faktor kualitas dan kuantitas yang dapat menentukan keberhasilan vaksinasi yaitu: cara pemberian, dosis, frekuensi atau jarak pemberian, dan jenis vaksin. Kualitas vaksin juga dipengaruhi oleh keasingan struktur molekuler vaksin, mudah dikenali oleh limfosit dan kekuatannya berikatan dengan antibodi. Faktor ikan meliputi antara lain, umur, jenis dan kondisi fisiologis. Salah satu faktor lingkungan budidaya yang sangat berpengaruh terhadap vaksinasi adalah suhu. Suhu media budidaya harus optimal bagi proses pembentukan respon imunitas spesifik (Alifuddin, 2002).

2. Jenis-Jenis Vaksin

Secara umum terdapat 2 jenis vaksin yakni vaksin konvensional dan vaksin moderen. Penjenisan ini semata-mata didasarkan atas teknologi produksi vaksin yang digunakan. Produk vaksin dengan teknologi tinggi (hi-tech) dikenal sebagai vaksin moderen; sedangkan vaksin konvensional diproduksi dengan teknologi sederhana.

Vaksin konvensional dibedakan atas vaksin mati dan vaksin hidup. Vaksin mati berasal dari patogen yang dimatikan, ekstrak atau bagian-bagian tertentu dari patogen; sedang vaksin hidup berasal dari patogen yang dilemahkan atau diatenuasi. Vaksin yang termasuk kelompok vaksin moderen atau vaksin biotek


(35)

19

adalah vaksin rekombinan, vaksin monoklonal, protein engineering vaccine dan genetic attenuation vaccine. Untuk mencapai sasaran vaksinasi yakni sintasan hidup yang tinggi, maka vaksin harus bersifat antara lain antigenik, imunogenik dan protektif. Sifat-sifat ini menunjukkan, bahwa vaksin yang diberikan harus memacu terbentuknya antibodi yang menyebabkan ikan tahan (imun) terhadap patogen tersebut. Disamping itu, vaksin harus aman dan tidak boleh menimbulkan tanda-tanda sakit yang secara spesifik diakibatkan oleh patogen tersebut (Alifuddin, 2002).

3. Penyimpanan Vaksin

Vaksin adalah produk biologis yang terbuat dari kuman, komponen kuman yang telah dilemahkan atau dimatikan yang berguna untuk merangsang timbulnya kekebalan spesifik secara aktif terhadap penyakit tertentu. Semua vaksin merupakan produk biologis yang rentan, memiliki karakteristik tertentu sehingga memerlukan penanganan khusus. Penyimpangan dalam pengelolaan vaksin mengakibatkan kerusakan potensi vaksin. Kualitas vaksin tidak hanya ditentukan dengan tes laboratorium (uji potensi vaksin), namun juga sangat tergantung pada kualitas pengelolaannya.

Yang mempengaruhi kualitas vaksin diantaranya yaitu suhu, baik dalam penyimpanan maupun dalam trasportasi. Suhu yang baik dalam penyimpanan maupun transportasi yaitu ±2-80C. vaksin yang disimpan dalam lemari es yang tidak kusus atau disimpan bersamaan dengan barang lain akan meningkatkan frekuensi buka tutup lemari es, yang pada akhirnya akan mempengaruhi suhu faksin. Suhu vaksin yang tidak adekuat merupakan salah satu masalah utama dalam penyimpanan vaksin . Sedangkan dalam trasportasi pembawaan vaksin


(36)

20

harus di kontrol sesuai dengan suhu yang dibutuhkan. Apabila adanya penyimpangan suhu vaksin yang akan digunakan sensitif potensinya akan berkurang (Kristini, 2008).

4. Metode Pemberian Vaksin

Metode pengaplikasian vaksin ada beberapa cara diantaranya adalah : suntik, oral, pencelupan langsung, perendaman, dan penyemprotan dengan tekanan tinggi. Metode suntik yang sering dilakukan dengan cara penyuntikan pada bagian intraperitoneal (IP), caranya jarum disisipkan disebelah lateral di depan anus dan dilakukan harus hati-hati agar tidak terjadi penetrasi pada organ dalam, cara ini lebih disukai karena lebih cepat mengabsorbsi antigen, makrofak akan cepat berakumulasi di rongga peritoneum dan aktif mengadakan fagositosis, sehingga cepat membentuk antibodi.

Penyuntikan intramuskuler memiliki kelebihan yaitu difusi antigen akan terjadi perlahan dan lebih konstan untuk menstimulasi antibodi, tetapi kekurangannya sering terjadi kerusakan didaerah otot. Sedangkan oral dilakukan dengan cara memasukkan vaksin dalam mulut ikan, selain itu cara oral dapat juga dilakukan dengan cara pencampuran vaksin dengan pakan dan lain – lain sehingga dimakan oleh ikan. Metode terakhir, yaitu perendaman dilakukan dengan menambahkan vaksin dalam wadah seperti baskom atau ember dengan pemberian aerasi kuat agar vaksin dapat terserap oleh ikan (Passarela, 2006).


(37)

21

5. Jenis Antigen

Menurut Anonim (2004), jenis antigen yang digunakan untuk vaksinasi yaitu: a. Antigen-O : berupa bakteri yang dilemahkan melalui pemanasan. Bagian

membran hanya mengandung polisakarida (karbohidrat) karena bagian lipid telah hilang saat pemanasan.

b. Antigen-H : berupa bakteri yang telah dilemahkan dengan rendaman formalin sehingga sel mengalami pengkerutan karena kehilangan cairan sel.

c. Supernatan, debris sel, dan lain-lain.

Antigen-O (Ag-O) dibuat dari kultur murni bakteri pada medium trypticase soy broth (TSB) yang telah berumur 18-24 jam. Inaktivasi bakteri dengan cara pemanasan pada suhu 100ºC selama 1 jam. Selanjutnya dicuci dengan phosphate buffer saline (PBS), (pH 7.0) sebanyak 3 kali dengan sentrifuse (3000 rpm selama 10 menit). Selanjutnya antigen-O tersebut disimpan dalam refrigerator sampai digunakan (Kamiso dkk., 1997).

Struktural studi pada antigen-O dari Aeromonas salmonicida, lipopolisakarida yang diisolasi dari sel barir melalui hidrolisis. Antigen-O polisakarida memiliki komposisi, monosakarida dari rhamnosa, glukosa dan N- acetylmannosamine dalam rasio molar 1.0 : 1.58 : 0.83 (Shaw et al., 1983).

Antigen-O merupakan susunan senyawa lipopolisakarida (LPS) yang mempunyai tiga region. Region I merupakan antigen-O spesifik atau antigen dinding yang terdiri dari unit-unit oligosakarida tiga sampai empat monosakarida. Region II merupakan bagian yang melekat pada antigen-O, yaitu core polysaccharide. yang konstan pada genus tertentu. Region III adalah lipid A yang melekat pada region


(38)

22

II dengan ikatan dari 2-keto-3-deoksioktonat (KDO). Lipid A ini memiliki unit dasar yang merupakan disakarida yang menempel pada lima atau enam asam lemak. Bisa dikatakan lipid A melekatkan LPS ke lapisan murein-lipoprotein dinding sel. Memunculkan respon kekebalan pada hewan merupakan salah satu fungsi penting lipopolisakarida. Membran luar lipopolisakarida terbentuk dari antigen-O atau O-polisakarida yang terbentuk dari polimer glycan yang berulang. Antigen-O juga dikenal sebagai rantai samping O (Michael, 2003).

6. Titer Antibody

Titer antibodi merupakan pengukuran berapa banyak antibodi yang dihasilkan organisme. Yaitu uji reaksi antara antigen dengan antibodi yang akan menimbulkan aglutinasi. Proses aglutinasi hanya dapat diperlihatkan bila antigen merupakan suatu butiran atau bila Ag (antigen) teradsorbsi pada permukaan suatu butiran yang memiliki ukuran seragam (sel darah merah). Bila antigen dicampur dengan serum, sel-sel atau butiran-butiran ini akan terangkai bersama dan menggumpal, gumpalan akan bersatu dan akhirnya mengendap sebagai gumpalan-gumpalan besar dan mudah terlihat, dan cairan di atasnya akan jernih (Jawetz et al., 2001 dalam Agustin, 2012).

E.Parameter Hematologi Darah

Menurut Bastiawan dkk., (1995), (2001) dalam Alamanda at al., (2007) pada ikan yang terserang penyakit terjadi perubahan pada nilai hematokrit, kadar hemoglobin, jumlah sel darah merah dan jumlah sel darah putih. Pemeriksaan darah (hematologis) dapat digunakan sebagai indikator tingkat keparahan suatu


(39)

23

penyakit. Studi hematologis merupakan kriteria penting untuk diagnosis dan penentuan kesehatan ikan (Lestari, 2001 dalam Alamanda at al., 2007).

Darah yang mengalami perubahan fisik dan kimia, baik secara kualitatif maupun kuantitatif dapat menentukan kondisi ikan atau status kesehatannya. Wedemeyer et al., 1977 dalam Zainun, 2007 menyatakan bahwa pemeriksaan darah penting untuk memastikan diagnosa suatu penyakit, yang dianggap dapat membuat menyimpangan anatomi, hematologis, dan sistem kebal ikan.

Leukosit merupakan salah satu komponen sel darah yang berfungsi sebagai pertahanan non-spesifik yang akan melokalisasi dan mengeliminasi patogen melalui fagositosis. Total leukosit merupakan salah satu indikasi adanya fase pertama infeksi, stress, ataupun leukemia Anderson, (1992); Alifuddin, (1999); Zainun, (2007).

Menurut Bastiawan dkk., (2001) dalam Alamanda et al., (2007) monosit berfungsi sebagai fagosit terhadap benda-benda asing yang berperan sebagai agen penyakit. Limfosit berfungsi sebagai penghasil antibodi untuk kekebalan tubuh dari gangguan penyakit. Neutrofil berperan dalam respon kekebalan terhadap serangan organisme patogen dan mempunyai sifat fagositik. Neutrofil dalam darah akan meningkat bila terjadi infeksi dan berperan sebagai pertahanan pertama dalam tubuh.

Eliminasi dan penghancuran patogen oleh leukosit dilakukan melalui mekanisme fagositosis oleh aktivitas fagositik sel makrofag. Meningkatnya aktivitas fagositosis menunjukkan adanya peningkatan kekebalan tubuh, sebagaimana


(40)

24

diungkapkan Brown, (2000); Amrullah, (2004); Zainun, (2007), yang menyatakan bahwa peningkatan kekebalan tubuh dapat diketahui dari peningkatan aktivitas sel fagosit dari hemosit. Sel fagosit ini berfungsi untuk melakukan fagositosis terhadap benda asing yang masuk ke dalam tubuh inang. Fagositosis adalah ingesti bahan partikel terutama bakteri ke dalam sitoplasma sel darah. Pola peningkatan persentase aktivitas fagositosis ini merupakan fungsi dari peningkatan total leukosit maupun persentase jenis leukosit masing-masing pada limfosit, monosit, dan neutrofil. Penghancuran kuman oleh fagositosis, terjadi dalam beberapa tingkat yaitu kemotaksis dimana sel-sel fagositosis mendekati mikroorganisme, kemudian menangkap, memakan (fagositosis), membunuh dan mencerna. Fagositosis merupakan langkah awal untuk mekanisme respon imunitas berikutnya yaitu terbentuknya respon spesifik yang berupa antibodi (Walczak, 1985 dalam Zainun, 2007).

Makrofag merupakan jaringan yang dibentuk oleh sel makrofag yang terdapat dalam darah, sebagai monosit dan didistribusikan secara luas keseluruh tubuh dalam sistem fagositik monoculear. Makrofag berfungsi ganda, yaitu sebagai imunitas alamiah (nonspesifik fagositosis dan menghancurkan kuman pathogen) dan imunitas spesifik (pemprosesan dan persentasi antigen) (Darmono, 2007).

Hematokrit merupakan perbandingan antara volume sel darah dan plasma darah. Kadar hematokrit juga dapat menunjukkan kondisi kesehatan ikan. Nilai hematokrit ini berhubungan dengan jumlah sel darah merah. Terjadinya peningkatan nilai hematokrit berkaitan dengan meningkatnya jumlah eritrosit. Hematokrit menggambarkan proporsi besarnya jumlah sel eritrosit dalam darah


(41)

25

ikan, dan jika dikaitkan dengan jumlah sel eritrosit maka nilai hematokrit juga dapat menggambarkan kondisi sel eritrosit. Nilai hematokrit ikan teleostei berkisar antara 20-30% dan untuk beberapa spesies laut bernilai sekitar 42%. Nilai hematokrit dapat menggambarkan naik dan turunnya eritrosit dan hemoglobin dalam darah. Menurunnya kadar hematokrit dapat dijadikan indikator rendahnya kandungan protein pakan, defisiensi vitamin atau ikan mendapat infeksi, sedangkan meningkatnya kadar hematokrit dan eritrosit menunjukkan bahwa ikan dalam keadaan stress (Klontz 1994; Johni et al., 2003 dalam Syawal et al, 2010).


(42)

III. METODOLOGI

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober sampai dengan Desember 2012 di Laboratorium Bioteknologi dan Laboratorium Budidaya Perikanan Fakultas Pertanian Universitas Lampung

B. Alat dan Bahan

1. Persiapan Awal Penelitian

a. Alat : Akuarium ukuran 60 x 40 x 40 cm3 6 buah, aerator, selang aerasi, batu aerator.

b. Bahan : Ikan mas berat ± 30 gr, isolat bakteri A. salmonicida, dan pakan. 2. Pembuatan Vaksin

a. Alat : Petridish, tabung reaksi, jarum ose, spektrofotometer, erlenmeyer, hot stirrer plate, corong, lampu bunsen, sentrifuge, inkubator, autoclave, sprayer, water bath.

b. Bahan : Media TSB, media TSA, Media GSP, alkohol 70%, isolat bakteri A. salmonicida, aquadest, PBS (phospat buffer saline).

3. Metode pemberian Vaksinasi

a. Alat : spuit 1 ml, alat penangkap ikan, baskom.

b. Bahan : Ikan mas berat ± 30 gr, vaksin inaktif A. salmonicida, minyak cengkeh.


(43)

27

4. Titer Antibodi

a. Alat : spuit 1 ml, refrigerator, microdilution plate, mikropipet, eppendorf, dan sentrifuge.

b. Bahan : Ikan mas yang akan diambil sampel darahnya (serum darah), per ulangan selama tiga waktu yaitu hari ke-0 (sebelum vaksin), 7 hari setelah vaksin, dan 7 hari setelah booster), PBS (phospat buffer saline) dan antigen-O A. salmonicida.

5. Pemeriksaan Darah (Jumlah Total Leokosit)

a. Alat : Spuit 1 ml, jarum suntik, tabung eppendorf, haemocytometer, mikroskop, pipet berskala, kaca pemulas dan kaca objek.

b. Bahan : Larutan EDTA 10% untuk mencegah pembekuan darah, alkohol 70%, larutan Turk’s, dan akuades.

6. Pengukuran Kadar Hematokrit

a. Alat : Tabung hematokrit, sentrifuse.

b. Bahan : Kretoseol (lilin), sampel darah ikan mas. 7. Analisis Kualitas Air

a. Alat : Termometer, pH meter, dan DO meter. b. Bahan : Sampel air akuarium pemeliharaan ikan mas.

C. Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian dilakukan dengan dua perlakuan, yakni kontrol (tanpa vaksin) dan perlakuan pemberian vaksin (melalui suntikan dengan konsentrasi vaksin A. salmonicida 107 sel/ikan dengan volume 0,1 ml/ikan. Semua perlakuan dilakukan tiga kali ulangan, dengan asumsi ukuran dan kondisi ikan pada tiap unit percobaan homogen.


(44)

28

D.Prosedur Penelitian

DiaGram prosedur penelitian:

Prosedur penelitian terdiri dari 3 tahap, yaitu:

1. Tahap persiapan, meliputi sterilisasi alat dan bahan, persiapan wadah dan ikan uji, serta pembuatan vaksin inaktif A. salmonicida.

2. Tahap pelaksanaan, meliputi pemberian vaksin dan uji titer antibodi.

3. Tahap pengamatan, meliputi titer antibodi, pemeriksaan darah (total leukosit) pada ikan mas, pengukuran kadar hematokrit, dan kualitas air.

1. Tahap Persiapan

a. Sterilisasi Alat dan Bahan

Peralatan yang akan digunakan dalam penelitian disterilisasi untuk membebaskan dari mikroorganisme kontaminan menggunakan autoclave. Prosedur sterilisasi menggunakan autoclave adalah:

Tahap pengamatan

Tahap persiapan Tahap pelaksanaan

Persiapan wadah dan ikan uji Sterilisasi alat

dan bahan

pembuatan vaksin inaktif A.

salmonicida.

Pemberian vaksin

Uji titer antibodi

Titer antibodi Pemeriksaan darah ikan mas pengukuran kadar hematokrit Kualitas air.


(45)

29

1. Alat-alat yang akan digunakan dibungkus dengan plastik tahan panas untuk mencegah alat-alat tersebut terkena air.

2. Peralatan yang sudah dibungkus dimasukkan ke dalam autoclave.

3. Sterilisasi dilakukan pada suhu 121oC, tekanan 1 atm selama 15-20 menit. b. Persiapan Wadah dan Ikan Uji

Wadah yang digunakan berupa akuarium berukuran 60 x 40 x 40 cm dengan jumlah 6 unit. Sebelum digunakan, akuarium dibersihkan kemudian diisi air yang telah diendapkan selama 24 jam sampai ketinggian 25 cm dan diberi peralatan aerasi.

Ikan uji yang digunakan, ikan mas dengan berat ± 30 gr. Sebelum pemberian perlakuan, terlebih dahulu dilakukan adaptasi untuk ikan uji selama satu minggu ke dalam akuarium pemeliharaan yang digunakan sebagai wadah ikan uji.

c. Pembuatan Vaksin Inktif A. salmonicida

1. Bakteri A. salmonicida dikultur ke dalam media TSB ± 24 jam. 2. Dilakukan pengkayaan ke dalam TSA (dalam cawan petri) ± 24 jam. 3. Pemanenan bakteri A. salmonicida, dikumpulkan dengan batang spreader

dan dimasukan ke dalam erlenmeyer menggunakan corong.

4. Inaktivasi bakteri A. salmonicida dengan pemanasan 100ºC selama 1 jam. 5. Dicuci dengan Phosphate Buffer Salin (PBS) pH 7,0 sebanyak 3 kali. 6. Disentrifuse (3500 rpm selama 10 menit).

7. Hasil vaksin antigen-O tersebut disimpan dalam refrigerator sebelum digunakan (Kamiso dkk., 1997).


(46)

30

2. Tahap Pelaksanaan

a. Pemberian Vaksin

Pemberian vaksin dilakukan melalui injeksi intraperitoneal (IP), yaitu menyuntikkan vaksin sebanyak 0,1 ml/ikan dengan kepadatan 107 sel/ml kebagian abdomen (perut) ikan dengan 2x pengulangan vaksinasi, dengan selang waktu 8 hari setelah vaksinasi I. Skema vaksinasi dengan pengulangan dan pengamatan titer antibodi dapat dilihat dibawah ini:

Titer I Vaksinasi I Titer II Vaksinasi II Titer III 0 7 14 15 22

Keterangan: 0 (hari ke-0), 7 (hari ke-7), 14 (hari ke-14), 15 (hari ke-15), 22 (hari ke-22).

b. Uji Titer Antibodi

Pengambilan darah untuk uji ini dilakukan sebanyak tiga kali yaitu sebelum vaksinisasi untuk mengetahui titer antibodi awal, setelah vaksinisasi I untuk mengetahui kenaikan titer antibodi terhadap antigen-O A. salmonicida, dan setelah vaksinasi II (booster).

3. Tahapan Pengamatan

a. Titer Antibodi

Pengambilan serum darah ikan; sebelum divaksinasi, 7 hari setelah divaksinasi I, dan 7 hari setelah vaksinasi II (booster) sebanyak 0,2-0,3 ml. Pengambilan darah dilakukan dengan menyedot darah ikan menggunakan spuit 1 ml dari bagian vena caudal. Serum yang diambil disimpan pada refrigerator. Pengujian dengan metode aglutinasi mengacu pada prosedur standar mikroaglutinasi (Robberson, 1990 dalam Agustin, 2012).


(47)

31

Metode mikroaglutinasi, sebagai berikut :

1) Dimasukkan @ 25 ml serum ke dalam sumuran 1 dan 2.

2) Dimasukkan @ 25 ml PBS ke sumuran 2–12. (kecuali sumuran ke–11, sebagai pembatas).

3) Diripeting Sumuran 2 untuk mengencerkan serum, dilanjutkan sumur ke-3 sampai ke-10.

4) Dimasukkan @ 25 ml antigen-O ke sumuran 1–12.

5) Microdilution plate digoyang–goyangkan selama ±3 menit dengan pola membentuk angka 8 atau huruf S.

6) Diinkubasi dalam refrigator selama 1 malam.

7) Terbentuknya reaksi aglutinasi pada masing–masing sumur dapat diamati dengan adanya kabut warna keruh/putih atau dot yang menyebar ke seluruh sumuran.

8) Adanya reaksi aglutinasi yang terbentuk pada sumuran hingga pengenceran terakhir dicatat.

b. Pemeriksaan Darah

Pengambilan darah sebanyak 0,2-0,3 ml dilakukan melalui vena caudalis yang berada di pangkal ekor ikan menggunakan spuit 1 ml. Sebelumnya, jarum suntik dan tabung eppendorf dibilas dengan larutan EDTA 10% untuk mencegah pembekuan darah. Kemudian darah disimpan dalam tabung eppendorf. Pemeriksaan darah ikan dilakukan dengan menghitung total leukosit. Pengambilan sampel darah ikan dilakukan pada hari ke-0 (sebelum pemberian vaksinasi), 7 hari setelah vaksinasi I, dan 7 hari setelah vaksinasi II (booster).


(48)

32

Perhitungan total leukosit menurut Blaxhall dan Daisley (1973) adalah:

1) Bilik hitung haemocytometer dan kaca penutupnya dibersihkan dengan alkohol, kemudian kaca penutup dipasang pada haemocytometer.

2) Sampel darah dihisap dengan pipet berskala sampai 0,5 ml dilanjutkan dengan menghisap larutan Turk’s sampai skala 11 ml kemudian digoyangkan selama 3 menit agar homogen.

3) Empat tetesan pertama dibuang, tetesan berikutnya dimasukkan ke dalam haemocytometer dengan meletakkan ujung pipet pada bilik hitung tepat batas kaca penutup dan dibiarkan selama 3 menit agar leukosit mengendap dalam bilik hitung.

4) Bilik hitung tersebut diletakkan di bawah mikroskop menggunakan pembesaran kuat 400x.

5) Penghitungan dilakukan pada 4 kotak besar haemocytometer.

c. Pengukuran Kadar Hematokrit

1) Sampel darah dimasukan kedalam tabung hematokrit sampai kira-kira 4/5 bagian tabung, sumbat ujungnya (bertanda merah) dengan lilin (krestoseal).

2) Tabung hematokrit disentrufuse selama 15 menit dengan kecepatan 3.500 rpm.

3) Pengukuran kadar hematokrit dilakukan dengan membandingkan volume padatan sel darah dengan volume seluruh darah pada skala hematokrit.


(49)

33

d. Kualitas Air

Parameter kualitas air yang diamati adalah oksigen terlarut, pH, dan suhu. Pengukuran parameter kualitas air dilakukan secara mingguan. Dengan harapan parameter kualitas air selama penelitian terukur dan masih berada dalam kisaran standar kehidupan ikan uji (ikan mas).

E.Analisis Data

Analisis data pada penelitian ini, yaitu parameter utama berupa hasil titer antibodi, perhitungan total leukosit, pengukuran kadar hematokrit yang dianalisis menggunakan t-test, dan parameter pendukung berupa kualitas air dianálisis secara deskriptif. Setiap perlakuan hingga pengenceran yang tercatat akan disajikan dalam bentuk grafik dan tabel.


(50)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulan bahwa heat killed vaksin inaktif A. salmonicida secara nyata dapat meningkatkan imunogenisitas ikan mas (Cyprinus carpio).

B. Saran

Perlu dilakuan penelitian lanjutan dengan uji tantang dari isolat bakteri A. salmonicida yang pathogen untuk mengetahui efektivitas vaksin pada tubuh ikan mas (Cyprinus carpio).


(51)

49

DAFTAR PUSTAKA

Afrianto, E dan Liviawaty, E. 1992. Pengendalian Hama dan Penyakit Ikan. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

Agustin, D, 2012. Pengaruh Perbedaan Dosis Aplikasi Probiotik Terhadap Respon Imun Non Spesifik Ikan Mas (Cyprinus carpio) dengan Uji Tantang Bakteri Aeromonas salmonicida. (Skripsi). Universitas Lampung. Alamanda, I.E., Handajani, N.S., dan Budiharjo, A. 2007. Penggunaan Metode

Hematologi dan Pengamatan Endoparasit Darah untuk Penetapan Kesehatan Ikan Lele Dombo (Clarias gariepinus) di Kolam Budidaya Desa Mangkubumen Boyolali. FMIPA. Universitas Sebelas Maret. Surakarta. Hal: 34-38.

Alifuddin, M. 2002. Imonostimulasi pada Hewan Akuatik. Jurnal Akuakultur Indonesia. 1 (2): 87-92.

Amri, K., Khairuman. 2008. Klasifikasi Ikan Mas. Agro Media Pustaka. Jakarta. Amrullah. 2004. Penggunaan Immunostimulan Spirulina platensis untuk

Meningkatkan Ketahanan Tubuh Ikan Koi (Cyprinus carpio) terhadap Virus Herpes. Tesis S2. Program Pasca Sarjana Institute Pertanian Bogor, 101 pp.

Almendras, J. M. E., 2001. Immunity and Biological Methods of Diseases Prevention and Control in Health Management in Aquaculture. Aquaculture Department Southeast Asian Fisheries Development Center. Iloilo. Philippines.

Anderson, 1992. Immunostimulants, Ajduvants and Vaccine Carrier in Fish: Application to Aquaculture. Ann. Rev. Fish Dis 2: 281-307.

Anonim. 2004. Pedoman Praktikum Penyakit Ikan. Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian UGM, Yogyakarta.

Anonim. 2012. Ikan Mas (Cyprinus carpio). http://www.Ikan Mas.go.id/. Diakses 14 May 2012.


(52)

50

Austin, B. And D. A. Austin. 2007. Bacterial Fish Pathogens Diseases in Farmed and Wild Fish. Books In Aquatic and Marine Sciences, Chichester UK Germany.

Bond, 1979. Biology of Fishes. W.R Saunders, Philadelphia, London Toronto. Cholik, F., Jagatraya, A.G., Poernomo, R.P., dan Jauzi, A. 2005. Akuakultur.

Masyarakat Perikanan Nusantara. Taman Akuarium Air Tawar. Jakarta. Cipriano R. C and Bullock, G. L 2001. Furunculosis and Other Diseases Caused

by Aeromonas salmonicida. National Fish Health Research Laboratory. U.S. Geological Survey.

Darmono, 2007. Farmakologi dan Toksikologi Sistem Kekebalan; Pengaruh Peyebab dan Akibatnya pada Kekebalan Tubuh. Universitas Indonesia. Jakarta.

DKP, 2009. Produksi Antibody Anti Pili Aeromonas salmonicida Sebagai Rapid Diagnostic. Pusat Karantina Ikan. Jakarta.

DKP, 2007. Penyakit Ikan Karantina Golongan Bakteri. Pusat Karantina Ikan. Jakarta.

Ellis, A. E. and Barnes 1997. Bacterial Diseases of Fish. Book Bacterial and Viral Fishand Shrimp Diseases .National University of Singapore. Singapore. Erika, Y. 2008. Gambaran Diferensiasi Leukosit pada Ikan Mujair (Oreochromis

mossambica) di Daerah Ciampea Bogor. (Skripsi). Institut Pertanian Bogor.

Floyd, R. F. 1991. Aeromonas Infection. Institute of Food and Agricultural Sciences. University of Florida.

Irianto, A. 2005. Patologi Ikan Teleostei. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta. Kamiso, H. N, Triyanto dan Hartati, S. 1997. Uji Antigenisitas dan Efikasi Vaksin

Aeromonas hydrophila pada Lele Dumbo. Jurnal Perikanan UGM. 1 (2): 9-16.

Kamiso H.N. 1990. Audiovisual Vaksinasi Penyakit Bakterial pada Ikan. PAU-Bioteknologi UGM. Yogyakarta.

Khairuman, Sudenda D., Gunadi B. 2008. Budidaya Ikan Mas Secara Intensif. Agro Media Pustaka. Jakarta.

Kristini, T. D. 2008. Faktor-Faktor Risiko Kualitas Pengelolaan Vaksin yang Buruk di Unit Pelayanan Swasta (Studi Kasus di Kota Semarang). Jurnal Epidemiologi .


(53)

51

Koski, V. H, 2005. IKAN Patogen Aeromonas salmonicida dan Renibacterium Salmoninarum: Aspek Diagnostik dan Epidemiologi (skripsi). Fakultas Kedokteran Hewan. Universitas Helsinki. Finlandia.

Maulina, I. Haetami, K. dan Junianto.2006. Pengaruh Meniran dalam Pakan untuk Mencegah Infeksi Bakteri Aeromonas Sp. pada Benih Ikan Mas (C. caprio). Universitas Padjajaran. Hal. 25-31.

Mariana, A. L., Purwaningsih, U dan Hadie, W. 2010. Potensi Imunogenik Sel Utuh (Whole Cell) Streptococcus agalactiae yang Diinaktifasi dengan Formalin untuk Pencegahan Penyakit Streptococois pada Ikan Nila (Oreochromis niloticus). Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2010. 891-900.

Mariana, A. L., dan Hadie, W. 2010. Penggunaan Vaksin Aeromonas hydrophila : Pengaruhnya Terhadap Sintasan dan Imunitas Larva Ikan Patin (Pangasionodon hypophthalmus ). Berita Biologi 10 (2), Agustus 2010. 151-158.

Michael, T. M., John, M. M., and Jack, P. 2003. Biology Of Microorganisms. Pearson Education International. U.S.A. 1019 p.

Mulia, D. S. 2003. Penggunaan vaksin debris cell Aeromonas hydrophila dengan Interval Waktu Booster Berbeda Terhadap Respon Imun Lele Dumbo (Clarias garipenus). Sains Akuatik 10 (2) : 86 – 95.

Purwaningsih., U, dan Taukhid, 2010. Vaksin Anti Streptococus Spp. Inaktivasi Melalui heat killed untuk Pencegahan Penyakit Streptococcosis pada Ikan Nila (Oreochromis niloticus). Prosiding: Forum Inovasi Teknologi Akuakultur. Balai Riset Perikanan Air Tawar. Sempur. Bogor. Hal. 901-904.

Ranopati, S. Z. 2012. Uji Imunogenisitas Vaksin Inaktif Whole Cell Aeromonas salmonicida pada Ikan Mas (Cyprinus carpio). (Skripsi) Fakultas Pertanian. Universitas Lampung.

Ratnasari, R., Bangun A., Sastrowidjojo S. 1988. Pengaruh Pemberian Vaksin Sebelum Vaksinasi Aktif Terhadap Titer Hi Pada Anak Ayam. Sain Veteriner. Universitas Gajah Mada. Hal: 72-77.

Roberts, R. J. 1989. Fish Pathology 2nd ed. Baillierre Tindall. London.

Schnick, R.A. 2001. International harmonization of antimirobial sensitivity determination for aquaculture drugs. Aquaculture .195: 277-288.

Septiarini, 2012. Pengaruh Waktu Pemberian Probiotik yang Berbeda Terhadap Respon Imun Non-Spesifik Ikan Mas (Cyprinus carpio L.) yang Diuji


(54)

52

Tantang dengan Bakteri Aeromonas salmonicida. (Skripsi) Universitas Lampung.

Setyawan, A., Hudaidah, S., Ranopati, Z.,Z., dan Sumino. 2012. Imunogenisitas Vaksin Inaktif Whole cell A.Salmonicida pada Ikan Mas (Cyprinus carpio). Jurnal Aquasains 1(1): 17–21.

Shaw, D.H., Lee, Y.Z., Squires M.J., and Luderitz, O. 1983. Structural Studies on the 0-Antigen of Aeromonas salmonicida. Jurnal Biochem. 131: 633-638. Soeripto. 2002. Pendekatan Konsep Kesehatan Hewan Melalui Vaksinasi. Jurnal

Litbang Pertanian. 21(2). Hal: 48-55.

Sugianti, Budi. 2005. Pemanfaatan Tumbuhan Obat Tradisional dalam Pengendalian Penyakit Ikan. Makalah Pribadi Falsafah Sains (PPS-702). Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Syawal, H dan Siregar, Y.I. 2010. Imunisasi Ikan Jambal Siam dengan Vaksin Ichthyophthirius multifilis. Jurnal Veteriner. 11 (3): 163-167.

Thomas, P. 2004. Bakteria and Viruses. Lucent Library of Science and Technology. United States of America. p 225–230.

Zainun, Z. 2007. Pengamatan Parameter Hematologis pada Ikan Mas yang Diberi Immunostimulan. Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar, Sukabumi. Hal: 45-49.


(1)

33

d. Kualitas Air

Parameter kualitas air yang diamati adalah oksigen terlarut, pH, dan suhu. Pengukuran parameter kualitas air dilakukan secara mingguan. Dengan harapan parameter kualitas air selama penelitian terukur dan masih berada dalam kisaran standar kehidupan ikan uji (ikan mas).

E.Analisis Data

Analisis data pada penelitian ini, yaitu parameter utama berupa hasil titer antibodi, perhitungan total leukosit, pengukuran kadar hematokrit yang dianalisis menggunakan t-test, dan parameter pendukung berupa kualitas air dianálisis secara deskriptif. Setiap perlakuan hingga pengenceran yang tercatat akan disajikan dalam bentuk grafik dan tabel.


(2)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulan bahwa heat killed vaksin inaktif A. salmonicida secara nyata dapat meningkatkan imunogenisitas ikan mas (Cyprinus carpio).

B. Saran

Perlu dilakuan penelitian lanjutan dengan uji tantang dari isolat bakteri A. salmonicida yang pathogen untuk mengetahui efektivitas vaksin pada tubuh ikan mas (Cyprinus carpio).


(3)

49

DAFTAR PUSTAKA

Afrianto, E dan Liviawaty, E. 1992. Pengendalian Hama dan Penyakit Ikan. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

Agustin, D, 2012. Pengaruh Perbedaan Dosis Aplikasi Probiotik Terhadap Respon Imun Non Spesifik Ikan Mas (Cyprinus carpio) dengan Uji Tantang Bakteri Aeromonas salmonicida. (Skripsi). Universitas Lampung. Alamanda, I.E., Handajani, N.S., dan Budiharjo, A. 2007. Penggunaan Metode

Hematologi dan Pengamatan Endoparasit Darah untuk Penetapan Kesehatan Ikan Lele Dombo (Clarias gariepinus) di Kolam Budidaya Desa Mangkubumen Boyolali. FMIPA. Universitas Sebelas Maret. Surakarta. Hal: 34-38.

Alifuddin, M. 2002. Imonostimulasi pada Hewan Akuatik. Jurnal Akuakultur Indonesia. 1 (2): 87-92.

Amri, K., Khairuman. 2008. Klasifikasi Ikan Mas. Agro Media Pustaka. Jakarta. Amrullah. 2004. Penggunaan Immunostimulan Spirulina platensis untuk

Meningkatkan Ketahanan Tubuh Ikan Koi (Cyprinus carpio) terhadap Virus Herpes. Tesis S2. Program Pasca Sarjana Institute Pertanian Bogor, 101 pp.

Almendras, J. M. E., 2001. Immunity and Biological Methods of Diseases Prevention and Control in Health Management in Aquaculture. Aquaculture Department Southeast Asian Fisheries Development Center. Iloilo. Philippines.

Anderson, 1992. Immunostimulants, Ajduvants and Vaccine Carrier in Fish: Application to Aquaculture. Ann. Rev. Fish Dis 2: 281-307.

Anonim. 2004. Pedoman Praktikum Penyakit Ikan. Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian UGM, Yogyakarta.

Anonim. 2012. Ikan Mas (Cyprinus carpio). http://www.Ikan Mas.go.id/. Diakses 14 May 2012.


(4)

Austin, B. And D. A. Austin. 2007. Bacterial Fish Pathogens Diseases in Farmed and Wild Fish. Books In Aquatic and Marine Sciences, Chichester UK Germany.

Bond, 1979. Biology of Fishes. W.R Saunders, Philadelphia, London Toronto. Cholik, F., Jagatraya, A.G., Poernomo, R.P., dan Jauzi, A. 2005. Akuakultur.

Masyarakat Perikanan Nusantara. Taman Akuarium Air Tawar. Jakarta. Cipriano R. C and Bullock, G. L 2001. Furunculosis and Other Diseases Caused

by Aeromonas salmonicida. National Fish Health Research Laboratory. U.S. Geological Survey.

Darmono, 2007. Farmakologi dan Toksikologi Sistem Kekebalan; Pengaruh Peyebab dan Akibatnya pada Kekebalan Tubuh. Universitas Indonesia. Jakarta.

DKP, 2009. Produksi Antibody Anti Pili Aeromonas salmonicida Sebagai Rapid Diagnostic. Pusat Karantina Ikan. Jakarta.

DKP, 2007. Penyakit Ikan Karantina Golongan Bakteri. Pusat Karantina Ikan. Jakarta.

Ellis, A. E. and Barnes 1997. Bacterial Diseases of Fish. Book Bacterial and Viral Fishand Shrimp Diseases .National University of Singapore. Singapore. Erika, Y. 2008. Gambaran Diferensiasi Leukosit pada Ikan Mujair (Oreochromis

mossambica) di Daerah Ciampea Bogor. (Skripsi). Institut Pertanian Bogor.

Floyd, R. F. 1991. Aeromonas Infection. Institute of Food and Agricultural Sciences. University of Florida.

Irianto, A. 2005. Patologi Ikan Teleostei. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta. Kamiso, H. N, Triyanto dan Hartati, S. 1997. Uji Antigenisitas dan Efikasi Vaksin

Aeromonas hydrophila pada Lele Dumbo. Jurnal Perikanan UGM. 1 (2): 9-16.

Kamiso H.N. 1990. Audiovisual Vaksinasi Penyakit Bakterial pada Ikan. PAU-Bioteknologi UGM. Yogyakarta.

Khairuman, Sudenda D., Gunadi B. 2008. Budidaya Ikan Mas Secara Intensif. Agro Media Pustaka. Jakarta.

Kristini, T. D. 2008. Faktor-Faktor Risiko Kualitas Pengelolaan Vaksin yang Buruk di Unit Pelayanan Swasta (Studi Kasus di Kota Semarang). Jurnal Epidemiologi .


(5)

51

Koski, V. H, 2005. IKAN Patogen Aeromonas salmonicida dan Renibacterium Salmoninarum: Aspek Diagnostik dan Epidemiologi (skripsi). Fakultas Kedokteran Hewan. Universitas Helsinki. Finlandia.

Maulina, I. Haetami, K. dan Junianto.2006. Pengaruh Meniran dalam Pakan untuk Mencegah Infeksi Bakteri Aeromonas Sp. pada Benih Ikan Mas (C. caprio). Universitas Padjajaran. Hal. 25-31.

Mariana, A. L., Purwaningsih, U dan Hadie, W. 2010. Potensi Imunogenik Sel Utuh (Whole Cell) Streptococcus agalactiae yang Diinaktifasi dengan Formalin untuk Pencegahan Penyakit Streptococois pada Ikan Nila (Oreochromis niloticus). Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2010. 891-900.

Mariana, A. L., dan Hadie, W. 2010. Penggunaan Vaksin Aeromonas hydrophila : Pengaruhnya Terhadap Sintasan dan Imunitas Larva Ikan Patin (Pangasionodon hypophthalmus ). Berita Biologi 10 (2), Agustus 2010. 151-158.

Michael, T. M., John, M. M., and Jack, P. 2003. Biology Of Microorganisms. Pearson Education International. U.S.A. 1019 p.

Mulia, D. S. 2003. Penggunaan vaksin debris cell Aeromonas hydrophila dengan Interval Waktu Booster Berbeda Terhadap Respon Imun Lele Dumbo (Clarias garipenus). Sains Akuatik 10 (2) : 86 – 95.

Purwaningsih., U, dan Taukhid, 2010. Vaksin Anti Streptococus Spp. Inaktivasi Melalui heat killed untuk Pencegahan Penyakit Streptococcosis pada Ikan Nila (Oreochromis niloticus). Prosiding: Forum Inovasi Teknologi Akuakultur. Balai Riset Perikanan Air Tawar. Sempur. Bogor. Hal. 901-904.

Ranopati, S. Z. 2012. Uji Imunogenisitas Vaksin Inaktif Whole Cell Aeromonas salmonicida pada Ikan Mas (Cyprinus carpio). (Skripsi) Fakultas Pertanian. Universitas Lampung.

Ratnasari, R., Bangun A., Sastrowidjojo S. 1988. Pengaruh Pemberian Vaksin Sebelum Vaksinasi Aktif Terhadap Titer Hi Pada Anak Ayam. Sain Veteriner. Universitas Gajah Mada. Hal: 72-77.

Roberts, R. J. 1989. Fish Pathology 2nd ed. Baillierre Tindall. London.

Schnick, R.A. 2001. International harmonization of antimirobial sensitivity determination for aquaculture drugs.Aquaculture .195: 277-288.

Septiarini, 2012. Pengaruh Waktu Pemberian Probiotik yang Berbeda Terhadap Respon Imun Non-Spesifik Ikan Mas (Cyprinus carpio L.) yang Diuji


(6)

Tantang dengan Bakteri Aeromonas salmonicida. (Skripsi) Universitas Lampung.

Setyawan, A., Hudaidah, S., Ranopati, Z.,Z., dan Sumino. 2012. Imunogenisitas Vaksin Inaktif Whole cell A.Salmonicida pada Ikan Mas (Cyprinus carpio). Jurnal Aquasains 1(1): 17–21.

Shaw, D.H., Lee, Y.Z., Squires M.J., and Luderitz, O. 1983. Structural Studies on the 0-Antigen of Aeromonas salmonicida. Jurnal Biochem. 131: 633-638. Soeripto. 2002. Pendekatan Konsep Kesehatan Hewan Melalui Vaksinasi. Jurnal

Litbang Pertanian. 21(2). Hal: 48-55.

Sugianti, Budi. 2005. Pemanfaatan Tumbuhan Obat Tradisional dalam Pengendalian Penyakit Ikan. Makalah Pribadi Falsafah Sains (PPS-702). Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Syawal, H dan Siregar, Y.I. 2010. Imunisasi Ikan Jambal Siam dengan Vaksin Ichthyophthirius multifilis. Jurnal Veteriner. 11 (3): 163-167.

Thomas, P. 2004. Bakteria and Viruses. Lucent Library of Science and Technology. United States of America. p 225–230.

Zainun, Z. 2007. Pengamatan Parameter Hematologis pada Ikan Mas yang Diberi Immunostimulan. Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar, Sukabumi. Hal: 45-49.