PERAN BANK PERKREDITAN RAKYAT DALAM PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO (Studi Kasus Pada PT. BPR Lampung Bina Sejahtera)

(1)

ABSTRAK

PERAN BANK PERKREDITAN RAKYAT DALAM PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO

(Studi Kasus Pada PT. BPR Lampung Bina Sejahtera) Oleh

AKHMAD AL KAUTSAR

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menjelaskan peran Bank Perkreditan Rakyat dalam pemberdayaan usaha mikro. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif. Informan ditentukan dengan purposive sampling yakni penentuan disesuaikan dengan kriteria tertentu yang ditetapkan berdasarkan tujuan penelitian. Data diperoleh dari hasil wawancara dan menggunakan dokumen. Selanjutnya analisis data dilakukan dengan reduksi data, display atau penyajian data dan tahap kesimpulan (verifikasi). Lokasi penelitian di PT. BPR Lampung Bina Sejahtera, Bandar Lampung. Informan dalam penelitian ini berjumlah 4 orang, yang terdiri dari pihak Bank melalui salah seorang Staff Account Officer yang mengurusi penyaluran kredit dan pihak nasabah yang bergerak dalam usaha mikro. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Bank Perkreditan Rakyat sebagai salah satu lembaga ekonomi mikro, mempunyai peran dalam pemberdayaan usaha mikro melalui penyediaan modal usaha, proses pendampingan (pembinaan), penyediaan sarana untuk pelayanan dalam membantu usaha mikro mengatasi permasalahan yang dihadapi dan pengawasan. Pembinaan dilakukan dengan cara langsung dan tidak langsung. Pembinaan secara langsung adalah dengan berdiskusi atau berbicara langsung secara personal, dan melalui pelatihan. Sedangkan pembinaan secara tidak langsung yaitu dengan menganalisis data operasional kredit dan neraca rugi/laba usaha nasabah. Adapun hambatan yang dihadapi Bank Perkreditan Rakyat dalam proses pemberdayaan terhadap usaha mikro, adalah permasalahan internal seperti kurangnya tenaga ahli yang dimiliki. Sedangkan hambatan eksternalnya adalah, keadaan usaha yang tidak kondusif serta masih bersifat tertutupnya usaha mikro yang menjadi nasabah dalam pelaporan kegiatan usaha. Strategi yang ditempuh oleh Bank Perkreditan Rakyat dalam menghadapi hambatan tersebut antaralain berupa, melakukan kerjasama dengan Bank Indonesia untuk menutupi kekurangan tenaga ahli yang mereka miliki. Kemudian melakukan pendekatan yang lebih intens lagi terhadap nasabah yang masih bersifat tertutup dalam pelaporan kegiatan usahanya.


(2)

THE ABSTRACT

The ROLE of the PERKREDITAN RAKYAT BANK in EMPOWERMENT of MICRO efforts

(The case study In PT. BPR Lampung Bina Sejahtera) Oleh

AKHMAD AL KAUTSAR

The aim of this research was to know and explain the role of the Perkreditan Rakyat Bank in empowerment of micro efforts. The method that was used in this research was qualitative. The informant was determined with purposive sampling that is the determination was matched with the certain criterion that was appointed to be based on the aim of the research. The data was received from results of the interview and used the document. Further the analysis of the data was carried out with the reduction in the data, display or the presentation of the data and the conclusion stage (the verification). The location of the research in PT. BPR Lampung Bina Sejahtera, Bandar Lampung. The informant in this research numbering 4 people, who consisted of the Bank's side through one of the staffs the Officer Account that was in charge of the channelling of credit and the customer's moving side in an effort to micro. Results of the research showed that the Perkreditan Rakyat Bank as one of the micro-economics agencies, had the role in empowerment of micro efforts through the provisions of capital of efforts, the process of assistance (the management), the provisions of means for the service in helping micro efforts to overcome the problem that was dealt with and the supervision. The management was carried out by means of direct and indirectly. The management directly was by discussing or speaking directly personally, and through the training. Whereas the management in a manner indirectly that is by analysing the operational data credit and the balance of the loss/the profit of the customer's efforts. As for the obstacle that was dealt with by the Perkreditan Rakyat Bank in the process of empowerment towards micro efforts, was the internal problem like the shortage of the expert who was had. Whereas his external obstacle was, the efforts situation that was not conducive as well as still was closed him micro efforts that became the customer In the Report the efforts activity. The strategy that was followed by the Perkreditan Rakyat Bank in facing this obstacle in part take the form of, carried out the co-operation with the Indonesian Bank to cover the lack of the expert who was had by them. Afterwards carried out the approach that was more again intense against the customer that still was closed in the Report his efforts activity.


(3)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembangunan bangsa Indonesia ke depan sangat tergantung pada kualitas sumber daya manusia Indonesia yang sehat fisik dan mental serta mempunyai ketrampilan dan keahlian kerja, sehingga mampu membangun keluarga yang bersangkutan untuk mempunyai pekerjaan dan penghasilan yang tetap dan layak, serta pada akhirnya mampu memenuhi kebutuhan hidup, kesehatan, dan pendidikan anggota keluarganya.

Salah satu strategi yang perlu ditempuh adalah melalui pemberdayaan masyarakat secara optimal sebagai pelaku ekonomi yang mandiri dengan menumbuhkan etos kerja dan mental kewirausahaan yang tangguh, serta ditunjang secara kreatif oleh tersediannya kelembagaan ekonomi yang memadai, terutama pada ekonomi mikro yang telah mampu membuktikan diri sebagai landasan perekonomian Indonesia melalui ketahanan diri yang dibuktikan selama krisis ekonomi melanda Indonesia. Oleh karena itu, usaha mikro merupakan bagian integral dari dunia usaha nasional yang mempunyai kedudukan, potensi, dan peran yang sangat strategis dalam mewujudkan tujuan pembangunan nasional.


(4)

Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) mempunyai peran yang cukup besar dalam pembangunan ekonomi nasional, hal ini terlihat dari kontribusinya terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia yang meningkat dari tahun 2006 sampai 2007. Berdasarkan hasil survey dan perhitungan Badan Pusat Statistik (BPS), kontribusi UMKM terhadap PDB pada tahun 2006 tercatat sebesar 53,3% dan pada tahun 2007 kontribusinya meningkat menjadi 53,6%. Perbandingan komposisi PDB menurut kelompok usaha pada tahun 2006 dan 2007 disajikan dalam Tabel 1.

Tabel 1. Perbandingan Komposisi PDB menurut Kelompok Usaha pada Tahun 2006 dan 2007.

No. Skala Usaha 2006 2007 Pertumbuhan

1. 2.

Usaha Mikro & Kecil Usaha Besar

1.778,7 (53,3%)

1559.5 (46,7)

2.121,3 (53,6%)

1836.1 (46.4)

+ 6,4% - 0,2% 3.338,2 (100%) 3.957,4 (100%) + 6,3%

Sumber : BPS dan Kementerian Koperasi & UKM (diolah)

Pertumbuhan PDB UMKM tahun 2006 terjadi di semua sektor ekonomi. Pertumbuhan tertinggi terjadi pada sektor bangunan sebesar 8,2%, diikuti sektor jasa-jasa 8,1%, sektor pertambangan dan galian sebesar 7,9%, dan pertumbuhan terendah terjadi pada sektor pertanian sebesar 3,1%. Sementara itu, pertumbuhan PDB UMKM 2007 terjadi pada semua sektor ekonomi, pertumbuhan tertinggi terjadi pada sektor bangunan sebesar 9,3%, diikuti sektor perdagangan, hotel, dan restoran 8,5%, dan sektor pertambangan serta galian sebesar 7,8% (BPS dan Kementrian Koperasi&UMKM, 2007).

Jumlah populasi UMKM pada tahun 2006 mencapai 48,9 juta unit usaha atau 99,98% terhadap total unit usaha di Indonesia, sementara jumlah angkatan


(5)

kerjanya mencapai 85,4 juta orang atau 96,18% terhadap seluruh angkatan kerja Indonesia. Untuk 2007, jumlah populasi UMKM mencapai 49,8 juta unit usaha atau 99,99% terhadap total unit usaha di Indonesia, sementara jumlah angkatan kerja mencapai 91,8 juta orang atau 97,3% terhadap seluruh angkatan kerja Indonesia (BPS dan Kementrian Koperasi&UMKM, 2007).

Mengingat perannya dalam pembangunan, usaha mikro harus terus dikembangkan dengan semangat kekeluargaan, saling membantu, saling memperkuat antara usaha mikro, kecil, dan besar dalam rangka pemerataan serta mewujudkan kemakmuran yang sebesar-besarnya bagi seluruh rakyat Indonesia. Untuk mewujudkan tujuan tersebut, pemerintah dan masyarakat harus saling bekerjasama. Masyarakat sebagai pelaku utama pembangunan, sedangkan pemerintah berkewajiban untuk mengarahkan, membimbing, melindungi, serta menumbuhkan iklim usaha.

Beberapa bukti empiris telah menunjukkan, salah satunya adalah hasil penelitian dari beberapa ahli yang mengatakan bahwa kesejahteraan penduduk di suatu negara dipengaruhi oleh perkembangan ekonominya. Sementara itu perkembangan ekonomi ditentukan oleh sejauh mana penduduk negara tersebut mempunyai spirit berwirausaha (Martowijoyo, 2000).

Namun, pada perkembangannya usaha mikro banyak mendapati rintangan dalam pelaksanaan usahanya, masalah pokok yang dihadapi secara garis besar dapat dibagi ke dalam dua kategori. Pertama, bagi usaha mikro dengan pemasukan kurang dari Rp 50 juta, umumnya tantangan yang dihadapi ialah bagaimana menjaga kelangsungan hidup usahanya. Bagi pengusaha, umumnya asal dapat


(6)

berjalan dengan aman dan baik sudah cukup. Mereka umumnya tidak membutuhkan modal besar untuk ekspansi produksi, biasanya modal yang diperlukan sekedar membantu kelancaran cashflow saja. Bisa dipahami bila kreditor dan BPR-BPR (Bank Perkreditan Rakyat) maupun TPSP (Tempat Pelayanan Simpan Pinjam–KUD) sangat membantu modal kerja mereka (Dipta, 2001).

Kedua, bagi usaha mikro dengan pemasukan antara Rp 50 juta hingga 2 milyar, tantangan yang dihadapi jauh lebih kompleks. Umumnya mereka mulai memikirkan untuk melakukan ekspansi usaha lebih lanjut. Urutan prioritas permasalahan yang dihadapi oleh pengusaha kecil jenis ini adalah (Dipta, 2001) :

a. Masalah akses terhadap teknologi terutama bila pasar dikuasai oleh perusahaan/grup bisnis tertentu dan selera konsumen cepat berubah.

b. Masalah memperoleh bahan baku terutama karena adanya persaingan yang ketat dalam mendapatkan bahan baku, bahan baku berkualitas rendah, dan tingginya harga bahan baku berkualitas baik.

c. Masalah perbaikan kualitas barang dan efisiensi terutama bagi yang sudah menggarap pasar ekspor karena selera konsumen berubah cepat, pasar dikuasai oleh perusahaan tertentu, dan banyak barang pengganti.

d. Masalah tenaga kerja, karena sulit mendapatkan tenaga kerja yang terampil.

Mencermati uraian di atas terutama mengenai permasalahan yang dihadapi oleh pengusaha mikro memang tidak dapat terpisahkan dari persoalan-persoalan pembentuk capital (permodalan) yang di dalamnya terdapat persoalan kredit dan manajemen keuangan. Meskipun permodalan bukan satu-satunya persoalan


(7)

terpenting yang dihadapi usaha mikro, namun permodalan merupakan salah satu unsur vital dalam mendukung peningkatan produktivitas, taraf hidup, dan pendapatan usaha mikro.

Meskipun sampai saat ini sudah cukup banyak model financial yang diimplementasikan dan diproyeksikan untuk pengembangan usaha mikro, baik yang dilakukan lembaga formal (perbankan) maupun informal (termasuk yang dilakukan LSM), persoalan modal tetap merupakan persoalan penting yang dihadapi usaha mikro. Ironisnya persoalan modal dalam pengembangan usaha mikro justru muncul seiring dengan kesulitan di pihak perbankan dalam penyaluran kreditnya.

Selain permodalan, masalah yang dihadapi oleh usaha mikro adalah masalah manajemen. Terutama sekali adalah ketidakmampuan pengusaha mikro menentukan pola manajemen yang sesuai dengan kebutuhan dan tahap perkembangan usahanya. Hal ini penting karena setiap periode tahap perkembangan usaha akan menuntut tingkat pengelolaan usaha yang berbeda. Pada awal perkembangan usaha atau skala usaha masih relatif kecil, gaya manajemen keluarga dan sederhana (manajemen konvensional) yang mengarah kepada pemusatan pengelolaan seorang (one man show) mungkin masih relevan (Dipta, 2001).

Namun sejalan dengan perkembangan lingkungan usaha (intern dan ekstern), gaya manajemen konvensional tidak dapat dipaksakan lagi, karena hal tersebut dapat menjadi pangkal munculnya berbagai persoalan baru. Dengan kata lain, pengusaha dituntut untuk selalu dinamis dalam menerapkan manajemen yang


(8)

sesuai dengan perkembangan usaha. Namun, tuntutan ini hanya dapat dilakukan jika para pengusaha mikro memiliki kemampuan dan keterampilan (managerial skill) yang memadai pula.

Permasalahannya adalah, managerial skill pengusaha mikro pada umumnya lemah. Akibatnya, gaya dan pola manajemen yang diterapkan oleh pengusaha mikro kurang dapat memenuhi tuntutan kebutuhan usaha, atau mungkin juga karena pengusaha mikro belum mampu menyusun prioritas langkah yang harus dilakukan untuk pengembangan manajemennya (Dipta, 2001).

Hal lain, karena pengusaha mikro belum mampu memperhitungkan azas manfaat dan biaya dari perubahan dan penerapan manajemen yang sesuai. Kenyataan yang sering muncul adalah, pengusaha tidak mau melakukan pembagian tugas dalam bentuk pengadministrasian yang baik hanya karena alasan biaya tanpa memperhitungkan seberapa besar manfaat yang dapat dinikmatinya.

Misalnya dalam masalah manajemen sumberdaya manusia. Pengusaha mikro sering tidak mampu menerapkan job description yang jelas, bahkan sering mengarah kepada one man show. Hal ini pada tingkat tertentu dapat mengganggu kelancaran usaha, menurunkan pemasukan, serta mengakibatkan lepasnya kesempatan meraih peluang-peluang pasar, karena bagaimanapun, kemampuan seorang individu sangatlah terbatas, baik energi, waktu maupun pikiran (Dipta, 2001).

Demikian pula dalam persoalan manajemen keuangan, pengusaha mikro umumya belum mampu melakukan pemisahan manajemen keuangan perusahaan dan


(9)

keuangan rumahtangga. Kondisi ini mengakibatkan pengusaha mikro sulit melakukan perhitungan-perhitungan dan pencatatan kegiatan usaha sehingga hasilnya tidak akurat. Pada gilirannya akan menghambat proses pembentukan modal usaha untuk menunjang pengembangan usahanya.

Akibatnya, pada saat usahanya harus berhubungan dengan pihak luar, misalnya pengajuan kredit, tidak dapat ditunjukkan data perkembangan usahanya. Kalaupun pengusaha sudah melakukan pencatatannya, tetapi seringkali tidak sesuai dengan sistem pencatatan standar. Selain permodalan dan manajemen, pemasaran adalah masalah mendasar yang juga dihadapi oleh pengusaha mikro. Masalah di bidang pemasaran yang dihadapi pengusaha mikro pada umumnya terfokus pada tiga hal (Hafidz, 1987):

a. Masalah persaingan pasar dan produk. b. Masalah akses terhadap informasi pasar. c. Masalah kelembagaan pendukung.

Berdasarkan persoalan–persoalan di atas, dapat dipahami bahwa persoalan modal bukanlah persoalan yang berdiri sendiri, tetapi terkait dengan persoalan-persoalan lain yang juga sama pentingnya bagi pengusaha mikro, seperti persoalan manajemen. Artinya bahwa pemecahan persoalan modal harus dikaitkan dengan pemecahan persoalan lain yang dihadapi dalam usaha mikro.

Dalam konteks ini koordinasi di antara pihak-pihak yang terlibat sebagai pengambil kebijakan, pembina, dan pihak yang memberikan penguatan kepada usaha mikro menjadi penting. Koordinasi di sini berarti semacam pembagian tugas yang spesifik antar aktor pendukung, sekaligus berusaha menciptakan suatu


(10)

mekanisme arus informasi yang sinergis (Hutomo, 2000). Selain itu, diperlukan upaya untuk menjembatani kesenjangan (gap) antar pengusaha mikro yang kesulitan mendapatkan modal dengan pihak lembaga keuangan yang memiliki kesulitan menyalurkan modal. Salah satu upaya yang bisa dilakukan adalah dengan mencoba melibatkan pengusaha mikro, baik secara langsung maupun tidak langsung dalam hal perumusan skema kredit, termasuk prosedur penyaluran kredit yang diproyeksikan untuk usaha mikro (Hutomo, 2000).

Dengan kata lain, diperlukan upaya dan kehadiran aktor untuk menjembatani gap antara pengusaha mikro yang kesulitan mendapatkan modal dengan pihak lembaga keuangan yang kesulitan dalam menyalurkan modal. Hadirnya aktor dan skema bersama akan menyebabkan posisi pengusaha mikro meningkat dari hanya sekedar “obyek” menjadi “subyek” dalam perumusan dan penyaluran kredit untuk usaha mikro. Dalam konteks ini menjadi penting untuk mengubah orientasi pembuatan kebijakan publik kearah yang lebih partisipatif dan transparan, baik di tingkat perumusan maupun implementasi kebijakan.

Upaya untuk mengatasi masalah di bidang manajemen sebetulnya sudah banyak dilakukan, antara lain melalui pelatihan dari berbagai instansi terkait. Namun, upaya tersebut dirasakan masih harus ditingkatkan kualitasnya sehingga mampu mengatasi masalah yang mendasar tersebut. Bentuk dan materi pelatihan juga harus lebih disesuaikan dengan kebutuhan usaha mikro.

Berkaitan dengan hal tersebut, sebaiknya pelatihan dikoordinasikan secara baik antara pelaksana dengan pengusaha mikro, sehingga bentuk maupun materi pelatihan dapat relevan dengan kebutuhan. Sebagai contoh, misalnya dalam


(11)

membuat spesifikasi materi serta bentuk pelatihan, hendaknya disertai pembimbing lapangan yang dapat langsung diaplikasikan.

Dalam hal ini pemerintah melalui departemen terkait sudah cukup memberikan perhatian sebagai wujud keberpihakan pemerintah terhadap usaha mikro yang semakin besar dan semakin kongkrit. Dengan adanya keberpihakan ini, usaha mikro diharapkan dapat berkembang dan mampu memenuhi harapan Pemerintah sebagai sektor ekonomi yang mampu menciptakan kesempatan kerja, peningkatan pendapatan dan juga devisa negara melalui ekspor produk usaha mikro.

Namun di dalam hubungan yang terjalin antara pemerintah (Perbankan) dengan UMKM, juga terjadi persoalan lain. Permasalahan yang dihadapi antara lain, masalah belum dipunyainya sistem administrasi keuangan dan manajemen yang baik karena belum dipisahkannya kepemilikan dan pengelolaan perusahaan, kemudian masalah bagaimana menyusun proposal dan membuat studi kelayakan untuk memperoleh pinjaman, baik dari bank maupun modal ventura, karena kebanyakan pengusaha mikro berhadapan dengan belitan prosedur guna mendapatkan kredit, agunan tidak memenuhi syarat, dan tingkat bunga yang dinilai terlalu tinggi, kemudian sifat tertutup dari UMKM kepada para pemberi pinjaman (BPR) dalam menghadapi permasalahan yang dihadapi sehingga menyebabkan dana yang diberikan tidak bersifat produktif. Masalah selanjutnya adalah dalam hal kurang mampunya menyusun perencanaan bisnis karena persaingan dalam merebut pasar semakin ketat (Sudarmono dan Fransisco, 2008).


(12)

Melihat peremasalahan-permasalahan yang muncul tersebut maka strategi pemberdayaan harus diarahkan oleh pemerintah untuk memperkuat aspek-aspek berikut (Sugiyanto, 2006):

1. Aspek Manajerial, yang meliputi peningkatan produktivitas/omzet, tingkat utilitas, tingkat hunian, peningkatkan kemampuan pemasaran, dan pengembangan sumberdaya manusia.

2. Aspek permodalan, yang meliputi bantuan modal (penyisihan 1-5% keuntungan BUMN dan kewajiban untuk menyalurkan kredit bagi usaha kecil minimum 20 persen dari portfolio kredit bank) dan kemudahan kredit (KUPEDES, KUK, KIK, KMKP, KCK, Kredit Mini/Midi, KKU).

3. Mengembangkan program kemitraan usaha dengan usaha besar baik melalui sistem Bapak Anak Angkat, PIR, keterkaitan hulu-hilir (forward linkage), keterkaitan hilir-hulu (backward linkage), modal ventura, ataupun subkontrak. 4. Pengembangan sentra industri kecil dalam suatu kawasan, apakah berbentuk PIK (Pemukiman Industri Kecil), SUIK (Sarana Usaha Industri Kecil) yang didukung oleh UPT (Unit Pelayanan Taknis), dan TPI (Tenaga Penyuluh Industri).

5. Pembinaan untuk bidang usaha dan daerah tertentu malalui KUB (Kelompok Usaha Bersama), atau KOPINKRA (Koperasi Industri Kecil dan Kerajinan).

Menurut Light, Keller, dan Calhoun (1989:437-438)(Hutomo,2000) usaha mikro dilanda masalah yang sama dari tahun ketahunnya, seperti kekurangan modal karena kesulitan memperoleh kredit usaha dan kerentanan terhadap fluktuasi pasar. Permasalahan yang sering dihadapi oleh pengusaha mikro adalah persoalan kesulitan penyediaan modal. Untuk menangani hal ini, pemerintah telah


(13)

melakukan kebijakan sebagaimana yang tertuang dalam UU No.7/1992 tentang Perbankan, kemudian telah diubah terakhir dengan UU No.10/1998. untuk itu pemerintah menyediakan suatu lembaga keuangan yang menangani masalah pemberian pinjaman kepada masyarakat dalam hal ini usaha mikro, yaitu melalui Bank Perkreditan Rakyat (BPR)

Kinerja BPR sebagai lembaga keuangan mikro berbentuk bank, dari tahun ke tahun terus menunjukkan trend peningkatan. Dari sisi aset, jumlah kredit dan dana pihak ketiga, semuanya menunjukkan kenaikan yang sangat signifikan. Tahun 2001 jumlah total aset BPR baru mencapai Rp 4,731 triliun, namun di akhir tahun 2006 total aset BPR telah meningkat tajam hingga mencapai Rp 23,045 triliun. Di sisi kredit, jumlah kredit yang dikucurkan BPR ke sektor usaha mikro, kecil, dan menengah tahun 2001 juga hanya sebesar Rp 3,619 triliun, dan pada akhir tahun 2006 jumlahnya naik menjadi Rp 16,948 triliun. Pengumpulan dana pihak ketiga juga seperti itu, dari sebesar Rp 4,581 triliun tahun 2001 jumlahnya melonjak menjadi Rp 15,771 triliun pada akhir tahun 2006 (Cetak Biru Panduan Bank Indonesia, 2006).

Berdasarkan hitungan Perbarindo tahun 2007, dengan kredit sebesar Rp 5 juta yang disalurkan BPR kepada UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) akan tercipta satu lapangan kerja baru. Dengan menghitung total kredit yang dialokasikan pada sektor UMKM di akhir tahun 2006, berarti industri BPR secara nasional diasumsikan mampu berperan menciptakan lapangan kerja baru sekitar 3,2 juta. Namun dilain pihak, BPR juga dihadapkan oleh masih maraknya jasa rentenir yang banyak digunakan oleh masyarakat pada umumnya dan pengusaha


(14)

mikro pada khususnya. Rentenir secara tidak langsung juga dapat menghambat kinerja BPR itu sendiri bahkan dapat menghancurkan usaha mikro yang ada.

Dengan melihat keterangan tersebut maka dilakukanlah penelitian mengenai peran dari Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dalam hubungannya dengan kelangsungan usaha mikro, terutama dalam hal pemberdayaannya, karena dengan tumbuh dan berkembangnya usaha mikro maka secara langsung memberikan dampak bagi terciptanya lapangan pekerjaan baru yang menyerap banyak angkatan kerja sehingga BPR merupakan salah satu faktor penting dalam proses pembangunan ekonomi rakyat, khususnya dalam bidang permodalan serta penciptaan lapangan kerja baru.

B. Perumusan Masalah

Dari pemaparan latar belakang di atas, maka yang menjadi perumusan masalah adalah ”Bagaimana peran dari Bank Perkreditan Rakyat (BPR) sebagai lembaga keuangan mikro dalam pemberdayaan usaha mikro yang ada di Bandar Lampung?”

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menjelaskan;

1. Program yang dijalankan BPR dalam memberdayakan usaha mikro yang ada di Bandar Lampung.

2. Pelaksanaan program yang dilakukan BPR tersebut di lapangan. 3. Hambatan apa saja yang dihadapi di dalam pelaksanaannya.


(15)

4. Strategi apa yang digunakan oleh BPR dalam mengatasi hambatan yang dihadapi tersebut.

D. Kegunaan Penelitian Kegunaan penelitian adalah :

1. Kepentingan Akademis

Secara obyektif penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi pengembangan Ilmu Sosial pada umumnya dan pengembangan ilmu Sosiologi Ekonomi pada khususnya.

2. Kepentingan Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat membantu menyediakan informasi tentang kedudukan lembaga keuangan BPR dalam memberdayakan kelangsungan usaha mikro di tengah berbagai pengaruh krisis global serta gejolak ekonomi yang terjadi.


(16)

(17)

(18)

III. METODE PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif, karena ditinjau dari sudut cara dan taraf pembahasan masalahnya serta hasil yang akan dicapai berdasarkan pada filsafat fenomenologis yang mengutamakan penghayatan (verstehen). Menurut Hadari Nawawi (2001:63) bahwa metode deskriptif dapat diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan/melukiskan keadaan subyek/obyek penelitian (seseorang, lembaga, masyarakat, dan lain-lain) pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya.

Pada metode deskriptif yang digunakan dalam penelitian ini, cara yang digunakan adalah dengan penelitian studi kasus (case studies). Menurut Iskandar (2008:207) studi kasus bertujuan untuk mengembangkan metode kerja yang paling efisien, maknanya peneliti melakukan telaah secara mendalam tentang studi kasus dan kesimpulannya hanya berlaku atau terbatas pada kasus tertentu saja. Hadari Nawawi (2001:72-73) menguatkan bahwa penelitian ini memusatkan diri secara intensif terhadap obyek tertentu, dengan mempelajari sebagai studi kasus.


(19)

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kualitatif, yang dinyatakan dalam bentuk kalimat atau uraian. Dalam rangka untuk mendapatkan data kualitatif ini, maka peneliti telah melakukan pemahaman makna (verstehen). Usman (2004) mengungkapkan bahwa metode kualitatif berusaha memahami dan menafsirkan makna suatu peristiwa interaksi tingkahlaku manusia dalam situasi tertentu menurut perspektif peneliti sendiri.

B. Fokus Penelitian

Dalam suatu penelitian sangat penting adanya fokus penelitian, karena fokus penelitian sangat membatasi ruang lingkup penelitian yang dilakukan dan memegang peranan yang sangat penting dalam memandu serta mengarahkan jalannya suatu penelitian. Dalam fokus penelitian harus memperhatikan keterkaitannya dengan rumusan masalah yang ada karena keduanya saling berhubungan.

Menurut Licoln dan Guba (dalam Iskandar, 2008:195), bahwa masalah dalam penelitian kualitatif perlu dibatasi melalui fokus penelitian karena (i) suatu penelitian tidak dimulai dari suatu yang vakum atau kosong tetapi berdasarkan persepsi seseorang terhadap adanya suatu masalah (ii) penetapan fokus penelitian dapat membatasi apa yang ingin diteliti, karena fenomena-fenomena atau gejala-gejala itu bersifat holistik atau luas dalam hal ini fokus akan membatasi masalah penelitian (iii) fokus penelitian berfungsi memenuhi kriteria suatu informasi yang diperoleh di lapangan (iv) fokus penelitian masih bersifat tentatife atau sementara.

Dalam penelitian ini, difokuskan kepada peran dari Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dalam hal ini PT. BPR Lampung Bina Sejahtera dalam pemberdayaan


(20)

usaha mikro yang di dalamnya terdiri dari bagaimana peran BPR sebagai pemberi kredit, sebagai fasilitator dalam membantu kegiatan usaha mikro, kemudian peran BPR sebagai penggerak usaha mikro.

Setelah penelitian dilakukan maka terdapat beberapa hal yang perlu ditambahkan maupun dikurangi di dalam fokus penelitian agar hasil yang diperoleh lebih baik lagi, antara lain berupa peran BPR sebagai pemberi kredit, serta mengenai bagaimana mekanisme dari pemberian kredit kepada usaha mikro tersebut, termasuk pengawasan dalam pelaksanaannya. Kemudian peran BPR sebagai fasilitator bagi usaha mikro merupakan satu kesatuan dari program yang sama dengan peran BPR sebagai pemberi kredit maka hanya difokuskan kepada bagaimana bentuk dari pembinaan, monitoring, serta sosialisasi yang BPR lakukan kepada para pengusaha mikro. Berikut adalah hal-hal yang menjadi fokus dalam penelitian ini:

1. Peran BPR sebagai pemberi kredit/penyedia dana bagi usaha mikro. a. Program yang dimiliki

b. Implementasi di lapangan c. Hambatan yang dihadapi d. Strategi yang ditempuh

2. Peran BPR sebagai fasilitator dalam membantu kegiatan dari usaha mikro. a. Implementasi di lapangan

b. Hambatan yang dihadapi c. Strategi yang ditempuh


(21)

3. Peran BPR sebagai penggerak dari usaha mikro. 4. Peran BPR dalam perspektif pemberdayaan.

C. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada Bank Perkreditan Rakyat (BPR) yang terdapat di Bandar Lampung, yaitu PT. BPR Lampung Bina Sejahtera. Dipilihnya lokasi penelitian ini berdasarkan pertimbangan bahwa BPR Lampung Bina Sejahtera merupakan salah satu BPR yang telah cukup lama berkecimpung dalam pembinaan usaha mikro. Selain itu hal yang mendasari dalam memilih lokasi tersebut adalah bahwa dari data laporan keuangan Triwulanan (Sd September 2008) BPR di Bandar Lampung yang diterima oleh Bank Indonesia diketahui bahwa pada BPR Lampung Bina Sejahtera memiliki Nilai NPL (noun performing loan) terbesar diantara BPR yang ada di Bandar Lampung, yaitu sebesar 20.34% dari batas aman yang ditetapkan BI 5%.

D. Penentuan Informan

Informan penelitian sebagaimana yang diungkapkan oleh Iskandar (2008:213), adalah subyek yang memberikan informasi tentang fenomena-fenomena situasi sosial yang berlaku di lapangan. Informan penelitian merupakan subjek yang memiliki hubungan karakteristik dengan situasi sosial (setting sosial) yang diteliti.

Langkah awal untuk memperoleh informasi dalam penelitian ini adalah dengan menentukan terlebih dahulu informan penelitian. Dalam penelitian ini, penentuan informan ditentukan melalui teknik purposive sampling, dimana pemilihan informan dipilih secara sengaja berdasarkan kriteria yang telah ditentukan dan ditetapkan berdasarkan tujuan penelitian.


(22)

Menurut Singarimbun dan Sofyan Efendi (1989:155) teknik purposive bersifat tidak acak, dimana subjek dipilih berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tertentu. Adapun pertimbangan yang digunakan dalam menentukan informan penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Subjek telah lama dan intensif dalam suatu kegiatan atau medan aktivitas yang menjadi sasaran perhatian peneliti.

b. Subjek yang masih terikat secara penuh dan aktif pada lingkungan atau kegiatan yang menjadi sasaran.

c. Subjek yang mempunyai cukup informasi, banyak waktu dan kesempatan untuk dimintai keterangan dan data yang dibutuhkan dalam penelitian.

Berdasarkan pertimbangan tersebut, kemudian dibuat suatu kriteria yang digunakan dalam menentukan informan. Adapun kriteria yang digunakan adalah sebagai berikut:

Informan dari Pihak Bank Lampung Bina Sejahtera

a Mengetahui secara mendalam mengenai proses penyaluran kredit yang pihak Bank berikan kepada usaha mikro.

b Merupakan subjek yang terlibat secara langsung serta bertanggungjawab dalam proses penyaluran kredit terhadap usaha mikro.

Informan dari pihak nasabah BPR Lampung Bina Sejahtera

a Usaha mikro yang masih terdaftar sebagai salah satu nasabah dari Bank Lampung Bina Sejahtera.

b Merupakan nasabah yang pernah memanfaatkan binaan dari Bank Lampung Bina Sejahtera.


(23)

c Nasabah yang pernah mendapat bantuan dari pihak Bank dalam mengatasi permasalahan yang dihadapi.

Sebagaimana disebutkan diatas, maka informan dalam penelitian ini adalah informan dari pihak Bank Perkreditan Rakyat Lampung Bina Sejahtera yaitu melalui Staff Accounting Officer bidang perkreditan, dan nasabah dari Bank Perkreditan Lampung Bina Sejahtera yang menjalankan usaha mikro berupa, usaha gerabatan, rumah makan, dan laundry pakaian.

E. Teknik Pengumpulan Data

Dalam Pelaksanaan Penelitian ini alat yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah:

1. Metode Observasi

Observasi merupakan dasar memperoleh fakta sebelum mengunakan teknik pengumpulan data lainya. Metode observasi adalah suatu cara untuk mendapatkan data dengan cara melakukan pengamatan dan pencatatan secara sistematik terhadap gejala atau fenomena yang diselidiki dan diteliti. Sebelum melakukan wawancara penulis melakukan observasi, berupa pengamatan langsung terhadap proses penyeleksian permohonan kredit, kemudian penulis juga mengikuti proses pembinaan yang dilakukan oleh pihak Bank terhadap nasabah binaannya yang merupakan usaha mikro dengan langsung mendatangi ke lokasi usaha nasabah.

2. Metode Interview

Metode interview adalah metode pengumpulan data dengan jalan mengadakan tanya jawab dengan subyek penelitian tentang permasalahan yang berkaitan dengan masalah yang penulis teliti. Sebagaimana pendapat Sutrisno Hadi, bahwa


(24)

tanya jawab (wawancara) harus dikerjakan secara sistematis dan berlandaskan pada tujuan penelitian. Berdasarkan ulasan tersebut, peneliti menggunakan metode interview untuk mengetahui data secara langsung dari sumbernya baik itu petugas Bank maupun pengusaha kecil dan menengah yang menjadi nasabah. Selain itu dengan melakukan tatap muka secara langsung, peneliti dapat memperoleh data yang didapat lebih banyak. Seperti ditegaskan oleh Lincoln dan Guba (1985) dalam Maleong (2001:135) mengenai maksud adanya wawancara adalah untuk mengkonstruksi mengenai orang, kegiatan-kegiatan, organisasi, perasaan, motivasi, tuntutan, kepedulian tentang situasi sosial.

Di dalam proses wawancara dibutuhkan informan, Informan adalah orang yang dimanfaatkan untuk memberikan informasi tentang situasi dan kondisi latar penelitian (Moleong, 1998 : 90). Dalam penelitian ini penentuan informan baik informan utama (informan kunci) maupun informan penunjang dilakukan secara “Purposive sampling”. Yang menjadi informan utama adalah pihak dari BPR tempat dilakukannya penelitian yang diwakilkan melalui Staff Accounting Officer bidang perkreditan sedangkan yang menjadi informan penunjang adalah nasabah binaan BPR yang menjalankan usaha mikro.

3. Studi Dokumentasi

Dokumentasi digunakan untuk memperoleh data sekunder yang terdiri dari dokumen resmi, referensi-referensi, buku, artikel, koran, skripsi, jurnal, maupun internet. Data yang diambil dikutip secara langsung maupun tidak langsung.


(25)

F. Teknik Analisis Data

Analisis data merupakan proses mencari dan mengatur transkrip wawancara, catatan lapangan dan bahan lain yang telah dihimpun untuk menambah pemahaman mengenai bahan-bahan. Hal ini bertujuan untuk mengkomunikasikan apa yang telah ditemukan. sesuai dengan model alir dari Miles dan Haberman (1992:20) yang terdapat dalam Bungin (2003:229) yang membagi analisis data dengan tiga tahap, yaitu:

1. Reduksi Data

Pada tahap ini peneliti memusatkan perhatian pada data lapangan yang telah terkumpul. Data lapangan tersebut selanjutnya dipilih, dalam arti menentukan derajat relevansinya dengan maksud penelitian. Selanjutnya, data yang terpilih disederhanakan, dalam arti mengklasifikasikan data atas dasar tema untuk merekomendasikan data tambahan. Kemudian peneliti melakukan abstraksi data kasar tersebut menjadi uraian singkat atau ringkasan.

2. Tahap Penyajian Data

Pada tahap ini peneliti melakukan penyajian informasi melalui bentuk teks naratif terlebih dahulu. Selanjutnya, hasil teks naratif tersebut diringkas ke dalam bentuk bagan yang menggambarkan alur proses perubahan kultural, dari monokultularis ke interkultularis. Masing-masing komponen dalam bagan merupakan abstraksi dari teks naratif lapangan. Kemudian, peneliti menyajikan informasi hasil penelitian mendasarkan pada susunan yang telah diabstrasikan dalam bagan tersebut.


(26)

3. Tahap Kesimpulan (Verifikasi)

Pada tahap ini, peneliti selalu melakukan uji kebenaran setiap makna yang muncul dari data. Disamping menyandarkan pada klarifikasi data, peneliti juga memfokuskan pada abstraksi data yang tertuang dalam bagan. Setiap data yang menunjang komponen bagan diklarifikasikan kembali, baik dengan informan di lapangan maupun melalui diskusi-diskusi dengan sejawat. Apabila hasil klarifikasi memperkuat simpulan atas data, maka pengumpulan data untuk komponen tersebut siap dihentikan.


(27)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Tentang Perbankan di Indonesia

Pemahaman tentang Bank di Indonesia masih sepotong-sepotong, sebagian masyarakat hanya memahami bank sebatas tempat meminjam dan menyimpan uang belaka. Bahkan terkadang masyarakat sama sekali belum memahami bank secara utuh, sehingga pandangan tentang bank sering diartikan keliru. Selebihnya banyak masyarakat tidak paham sama sekali tentang dunia perbankan. Semua ini tentu dapat dipahami karena pengenalan dunia perbankan secara utuh terhadap masyarakat sangatlah minim, sehingga keruntuhan dunia perbankan pun tidak terlepas dari kurang pahamnya pengelola perbankan di tanah air dalam memahami dunia perbankan secara utuh (Kasmir, 2002).

Dalam dunia modern sekarang ini, peran perbankan dalam memajukan perekonomian suatu negara sangatlah besar. Hampir semua sektor yang berhubungan dengan berbagai kegiatan keuangan selalu membutuhkan jasa Bank. Oleh karena itu saat ini dan di masa yang akan datang kita tidak akan dapat lepas dari dunia perbankan, jika hendak menjalankan aktivitas keuangan, baik perorangan maupun lembaga, baik sosial atau perusahaan.


(28)

Begitu pentingnya dunia perbankan, sehingga ada anggapan bahwa Bank merupakan “nyawa” untuk menggerakkan roda perekonomian suatu negara. Anggapan ini tentunya tidak salah, karena fungsi Bank sebagai lembaga keuangan sangatlah vital, misalnya dalam hal penciptaan uang, mengedarkan uang, menyediakan uang untuk menunjang kegiatan usaha, tempat mengamankan uang, tempat melakukan investasi dan jasa keuangan lainnya.

Menurut Undang-undang Negara Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 Tanggal 10 November 1998 tentang perbankan, yang dimaksud dengan bank adalah “badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidur rakyat banyak”. Secara umum bank adalah suatu badan usaha yang memiliki wewenang dan fungsi untuk untuk menghimpun dana masyarakat umum untuk disalurkan kepada yang memerlukan dana tersebut(Cetak Biru Panduan Bank Indonesia, 2006).

Secara sederhana bank diartikan sebagai lembaga keuangan yang kegiatan usahanya adalah menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali dana tersebut ke masyarakat serta memberikan jasa-jasa bank lainnya. Sedangkan pengertian lembaga keuangan adalah setiap perusahaan yang bergerak di bidang keuangan di mana kegiatannya hanya menghimpun dana dan hanya menyalurkan dana atau kedua-duanya. Kata bank berasal dari bahasa Italia “banca” atau uang. Biasanya bank menghasilkan untung dari biaya transaksi atas jasa yang diberikan dan bunga dari pinjaman. Menurut kamus istilah hukum Fockema Andreae, bank adalah suatu lembaga atau orang pribadi yang menjalankan perusahaan dalam


(29)

menerima dan memberikan uang dari dan kepada pihak ketiga (Cetak Biru Panduan Bank Indonesia, 2006).

Secara otentik, pengertian bank diatur dalam peraturan perundang-undangan. Dalam Undang-undang No. 14 tahun 1967 tentang Pokok-Pokok Perbankan, pengertian bank diatur dalam Psal 1 huruf a, yaitu bank adalah suatu lembaga keuangan yang usaha pokoknya adalah memberikan kredit dan jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran dan peredaran uang. Dalam Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, pengertian bank diatur dalam Pasal 1 angka 1. Bank adalah suatu badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak (Cetak Biru Panduan Bank Indonesia, 2006).

Dalam Undang-Undang No. 10 tahun 1998 atau UU yang diubah, pengertian bank diatur dalam Pasal 1 angka 2. Bank adalah suatu badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya dalam bentuk kredit danatau bentuk-bentuk lainnya, dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Sedangkan dalam UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, pengertian bank diatur dalam pasal 1 angka 5. Bank adalah Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat, sebagaimana yang dimaksud dalam UU tentang Perbankan yang berlaku (Cetak Biru Panduan Bank Indonesia, 2006).

Pengaturan mengenai perbankan Indonesia, dapat dilihat dalam (Cetak Biru Panduan Bank Indonesia, 2006):

1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 2. Undang-Undang No. 14 Tahun 1967 tentang Pokok-Pokok Perbankan


(30)

3. Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan

4. Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.

5. Undang-Undang No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia

Asas Perbankan Indonesia, diatur dalam Pasal 2 UU No. 7 Tahun 1992, yaitu: "Perbankan Indonesia dalam menjalankan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan menggunakan prinsip kehati-hatian". Dalam penjelasan-nya dikemukakan bahwa demokrasi ekonomi yang dimaksud adalah demokrasi ekonomi berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Sedangkan, mengenai prinsip kehati-hatian tidak ada penjelasannya secara resmi. Namun dalam praktek perbankan, kegiatan usaha tentunya dilakukan/dijalankan oleh orang yang memiliki pengalaman dan profesionalitas dalam perbankan. Untuk itu, diminta kehati-hatiannya dalam menjalankan tugas tersebut (Cetak Biru Panduan Bank Indonesia, 2006).

Mengenai fungsi perbankan Indonesia, secara umum diatur dalam Pasal 3 UU No. 7 Tahun 1992, yaitu: sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat. Fungsi utama dari bank adalah menyediakan jasa menyangkut penyimpanan nilai serta perluasan kredit. Evolusi bank berawal dari awal tulisan, berlanjut sampai sekarang di mana bank sebagai institusi keuangan yang menyediakan jasa keuangan. Sekarang ini bank adalah institusi yang memegang lisensi bank. Lisensi bank diberikan oleh otoriter supervisi keuangan dan memberikan hak untuk melakukan jasa perbankan dasar, seperti menerima tabungan dan memberikan pinjaman.


(31)

Adapun fungsi perbankan Indonesia secara luas adalah. Bank sebagai lembaga yang menghimpun dana dari masyarakat atau penerima kredit. Bank sebagai penyalur dana kepada masyarakat atau sebagai lembaga pemberi kredit. Bank sebagai lembaga yang melancarkan transaksi perdagangan dan pembayaran. Tujuan Perbankan di Indonesia diatur dalam pasal 4 UU No. 7 Tahun 1992. "Perbankan Indonesia bertujuan untuk menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka menigkatkan pemerataan, pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas nasional ke arah peningkatan kesejahteraan rakyat banyak" (Cetak Biru Panduan Bank Indonesia, 2006).

Jenis-jenis Perbankan di Indonesia diatur dalam Pasal 5 UU No. 7 Tahun 1992. Dalam Pasal 5 ayat (1), berbunyi (Cetak Biru Panduan Bank Indonesia, 2006):

1. Bank Umum, adalah bank yang dapat memberikan jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran.

2. Bank Perkreditan Rakyat, adalah bank yang menerima simpanan dalam bentuk deposito berjangka dan bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.

Pasal 5 ayat (2): "Bank Umum dapat mengkhususkan diri untuk melaksanakan suatu kegiatan tertentu dan memberikan perhatian yang lebih besar kepada kegiatan tertentu".

Jadi, dapat disimpulkan bahwa Perbankan di Indonesia hanya terdiri dari 2 jenis, yaitu Bank Umum dan Bank Perkreditan saja, sedangkan Bank Sentral hanya bertugas untuk menjaga kestabilan moneter dan melakukan pengawasan dan


(32)

pembinaan bank. Jasa bank sangat penting dalam pembangunan ekonomi suatu negara. Jasa perbankan pada umumnya terbagi atas dua tujuan.

Pertama, sebagai penyedia mekanisme dan alat pembayaran yang efesien bagi nasabah. Untuk ini, bank menyediakan uang tunai, tabungan, dan kartu kredit. Ini adalah peran bank yang paling penting dalam kehidupan ekonomi. Tanpa adanya penyediaan alat pembayaran yang efesien ini, maka barang hanya dapat diperdagangkan dengan cara barter yang memakan waktu.

Kedua, dengan menerima tabungan dari nasabah dan meminjamkannya kepada pihak yang membutuhkan dana, berarti bank meningkatkan arus dana untuk investasi dan pemanfaatan yang lebih produktif. Bila peran ini berjalan dengan baik, ekonomi suatu negara akan menngkat. Tanpa adanya arus dana ini, uang hanya berdiam di saku seseorang, orang tidak dapat memperoleh pinjaman dan bisnis tidak dapat dibangun karena mereka tidak memiliki dana pinjaman.

Secara lebih spesifik kita dapat membagi Bank yang ada di Indonesia, yaitu (Cetak Biru Panduan Bank Indonesia, 2006):

a. Bank Sentral

Bank sentral adalah bank yang didirikan berdasarkan Undang-undang nomor 13 tahun 1968 yang memiliki tugas untuk mengatur peredaran uang, mengatur pengerahan dana-dana, mengatur perbankan, mengatur perkreditan, menjaga stabilitas mata uang, mengajukan pencetakan / penambahan mata uang rupiah dan lain sebagainya. Bank sentral hanya ada satu sebagai pusat dari seluruh bank yang ada di Indonesia.


(33)

b. Bank Umum

Bank umum adalah lembaga keuangan uang menawarkan berbagai layanan produk dan jasa kepada masyarakat dengan fungsi seperti menghimpun dana secara langsung dari masyarakat dalam berbagai bentuk, memberi kredit pinjaman kepada masyarakat yang membutuhkan, jual beli valuta asing / valas, menjual jasa asuransi, jasa giro, jasa cek, menerima penitipan barang berharga, dan lain sebagainya.

c. Bank Perkreditan Rakyat / BPR

Bank perkreditan rakyat adalah bank penunjang yang memiliki keterbatasan wilayah operasional dan dana yang dimiliki dengan layanan yang terbatas pula seperti memberikan kredit pinjaman dengan jumlah yang terbatas, menerima simpanan masyarakat umum, menyediakan pembiayaan dengan prinsip bagi hasil, penempatan dana dalam sbi/sertifikat bank indonesia, deposito berjangka, sertifikat / surat berharga, tabungan, dan lain sebagainya.

B. Tinjauan Tentang Bank Perkreditan Rakyat (BPR)

BPR adalah lembaga keuangan bank yang menerima simpanan hanya dalam bentuk deposito berjangka, tabungan, dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu dan menyalurkan dana sebagai usaha BPR. Status BPR diberikan kepada Bank Desa, Lumbung Desa, Bank Pasar, Bank Pegawai, Lumbung Pitih Nagari (LPN), Lembaga Perkreditan Desa (LPD), Badan Kredit Desa (BKD), Badan Kredit Kecamatan (BKK), Kredit Usaha Rakyat Kecil (KURK), Lembaga


(34)

Perkreditan Kecamatan (LPK), Bank Karya Produksi Desa (BKPD), dan/atau lembaga-lembaga lainnya yang dipersamakan dengan itu berdasarkan UU Perbankan Nomor 7 Tahun 1992 dengan memenuhi persyaratan tatacara yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah (Cetak Biru Panduan Bank Indonesia, 2006).

Ketentuan tersebut diberlakukan karena mengingat bahwa lembaga-lembaga tersebut telah berkembang dari lingkungan masyarakat Indonesia, serta masih diperlukan oleh masyarakat, maka keberadaan lembaga dimaksud diakui. Oleh karena itu, UU Perbankan Nomor 7 Tahun 1992 memberikan kejelasan status lembaga-lembaga dimaksud. Untuk menjamin kesatuan can keseragaman dalam pembinaan dan pengawasan, maka persyaratan dan tatacara pemberian status lembaga-lembaga dimaksud ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Kegiatan BPR pada dasarnya sama dengan kegiatan Bank Umum, hanya yang menjadi perbedaan adalah jumlah jasa bank yang dilakukan BPR jauh lebih sempit. BPR dibatasi oleh berbagai persyaratan, sehingga tidak berbuat seleluasa bank umum. Keterbatasan kegiatan BPR juga dikaitkan dengan misi pendirian BPR itu sendiri.

Dalam prakteknya kegiatan BPR adalah sebagai berikut (Cetak Biru Panduan Bank Indonesia, 2006) :

1. Menghimpun dana hanya dalam bentuk a. Simpanan Tabungan


(35)

Simpanan Tabungan menurut Undang-undang Perbankan Nomor 10 Tahun 1998 adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat-syarat tertentu yang disepakati, tetapi tidak dapat ditarik dengan cek, bilyet giro dan atau alat lainnya yang dipersamakan dengan itu. Untuk menarik dana yang ada di rekening tabungan dapat digunakan berbagai sarana atau alat penarikan. Dalam prakteknya ada beberapa alat penarikan yang dapat digunakan, hal ini tergantung bank masing-masing. Alat-alat yang sering digunakan adalah sebagai berikut:

Buku Tabungan

Merupakan buku yang dipegang oleh nasabah, buku tabungan berisi catatan saldo tabungan, transaksi penarikan, transaksi penyetoran dan pembebanan-pembebanan yang mungkin terjadi pada tanggal tertentu. Buku ini digunakan pada saat penarikan, sehingga langsung dapat mengurangi atau penambah saldo yang ada di buku tabungan tersebut.

Slip Penarikan

Merupakan formulir untuk menarik sejumlah uang dari rekening tabungannya. Di dalam formulir penarikan nasabah cukup menulis nama, nomor rekening, jumlah uang serta tanda tangan nasabah. Formulir penarikan ini disebut juga slip penarikan dan biasanya digunakan bersamaan dengan buku tabungan.

Kuitansi

Kuitansi juga merupakan formulir penarikan dan juga dapat merupakan bukti transaksi yang dikeluarkan oleh bank yang fungsinya sama dengan slip penarikan.


(36)

Dalam kuitansi tertulis nama penarik, nomor penarik, jumlah uang dan tanda tangan penarik. Alat ini juga dapat digunakan secara bersamaan dengan buku tabungan.

Kartu yang terbuat dari plastik

Yaitu sejenis kartu kredit yang terbuat dari plastik yang dapat digunakan untuk menarik sejumlah uang dari tabungannya, baik bank maupun mesin Automated Teller Machine (ATM). Mesin ATM ini biasanya tersebar di tempat-tempat yang strategis.

Simpanan Deposito adalah merupakan salah satu tempat bagi nasabah untuk melakukan investasi dalam bentuk surat-surat berharga. Pemilik deposito disebut deposan. Kepada setiap deposan akan diberikan imbalan bunga atas depositonya. Bagi bank, bunga yang diberikan kepada para deposan merupakan bunga tertinggi, jika dibandingkan dengan simpanan giro dan tabungan, sehingga deposito oleh sebagian bank dianggap sebagai dana mahal.

Keuntungan bagi bank dengan menghimpun dana lewat deposito adalah uang yang tersimpan relatif lebih lama, mengingat deposito memiliki jangka waktu yang relatif panjang dan frekuensi penarikan yang juga jarang. Dengan demikian bank dapat leluasa untuk menggunakan kembali dana tersebut untuk keperluan penyaluran kredit.

Pengertian deposito menurut UU Nomor 10 Tahun 1998 adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu berdasarkan perjanjian nasabah penyimpanan dengan bank.


(37)

Sarana atau alat untuk menarik uang yang disimpan di deposito sangat tergantung dari jenis depositonya. Artinya setiap jenis deposito mengandung beberapa perbedaan sehingga diperlukan sarana yang berbeda pula. Sebagai contoh untuk deposito berjangka, penarikannya menggunakan bilyet deposito, sedangkan untuk sertifikat deposito menggunakan sertifikat deposito.

2. Menyalurkan dana hanya dalam bentuk (Cetak Biru Panduan Bank Indonesia, 2006):

a.Kredit Investasi b.Kredit Modal Kerja c.Kredit Perdagangan

Dalam bahasa latin kredit disebut “credere” yang artinya percaya. Maksudnya si pemberi kredit percaya kepada si penerima kredit, bahwa kredit yang disalurkan pasti akan dikembalikan sesuai perjanjian. Sedangkan bagi si penerima kredit berarti menerima kepercayaan, sehingga mempunyai kewajiban untuk membayar kembali pinjaman sesuai dengan jangka waktunya. Oleh karena itu untuk meyakinkan bank bahwa si nasabah benar-benar dapat dipercaya, maka sebelum kredit diberikan diadakan analisis kredit. Analisis kredit mencakup latar belakang nasabah atau perusahaan, prospek usahanya, jaminan yang diberikan serta faktor-faktor lainnya. Tujuan analisis ini adalah agar bank yakin bahwa kredit yang diberikan benar-benar aman.

Pengertian kredit menurut Undang-undang Perbankan Nomor 10 Tahun 1998 adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan


(38)

pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.

Sedangkan pengertian pembiayaan adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil.

Tujuan pemberian fasilitas kredit juga tidak terlepas dari misi bank tersebut didirikan. Adapun tujuan dari pemberian kredit antara lain Cetak Biru Panduan Bank Indonesia, 2006):

a) Mencari Keuntungan

Tujuan utama pemberian kredit adalah untuk memperoleh keuntungan. Hasil keuntungan ini diperoleh dalam bentuk bunga yang diterima oleh bank sebagai balas jasa dan biaya administrasi kredit yang dibebankan kepada nasabah. Keuntungan ini penting untuk kelangsungan hidup bank, di samping itu keuntungan juga dapat membesarkan usaha bank.

b) Membantu Usaha Nasabah

Tujuan selanjutnya adalah untuk membantu usaha nasabah yang memerlukan dana, baik dana untuk investasi maupun dana untuk modal kerja. Dengan dana tersebut, maka pihak debitur akan dapat mengembangkan dan memperluaskan usahanya. Dalam hal ini baik bank maupun nasabah sama-sama diuntungkan.


(39)

c) Membantu Pemerintah

Tujuan lainnya adalah membantu pemerintah dalam berbagai bidang. Bagi pemerintah semakin banyak kredit yang disalurkan oleh pihak perbankan, maka semakin baik, mengingat semakin banyak kredit berarti adanya kucuran dana dalam rangka peningkatan pembangunan di berbagai sektor, terutama sektor riil.

Di samping memiliki tujuan pemberian fasilitas kredit juga memiliki fungsi yang luas. Adapun beberapa fungsi kredit antara lain Cetak Biru Panduan Bank Indonesia, 2006):

a) Untuk meningkatkan daya guna uang

Dengan adanya kredit dapat meningkatkan daya guna uang, maksudnya jika uang hanya disimpan saja di rumah tidak akan menghasilkan sesuatu yang berguna. Dengan diberikannya kredit uang tersebut menjadi berguna untuk menghasilkan barang atau jasa oleh si penerima kredit. Kemudian juga dapat memberikan penghasilan tambahan kepada pemilik dana.

b) Untuk meningkatkan peredaran dan lalu lintas uang

Dalam hal ini uang yang diberikan atau disalurkan akan beredar dari satu wilayah ke wilayah lainnya sehingga, suatu daerah yang kekurangan uang dengan memperoleh kredit maka daerah tersebut akan memperoleh tambahan uang dari daerah lainnya.


(40)

c) Untuk meningkatkan daya guna barang

Kredit yang diberikan oleh bank akan dapat digunakan oleh si debitur untuk mengolah barang yang semula tidak berguna menjadi berguna atau bermanfaat. Sebagai contoh seorang pengusaha memperoleh kucuran dana dari salah satu bank untuk mengolah limbah plastik yang sudah tidak dipakai menjadi barang-barang rumah tangga. Biaya pengolahan barang tersebut diperoleh dari bank. Dengan demikian fungsi kredit dapat meningkatkan daya guna barang dari barang yang tidak berguna menjadi barang yang berguna.

d) Meningkatkan peredaran barang

Kredit dapat pula menambah atau memperlancar arus barang dari satu wilayah ke wilayah lainnya, sehingga jumlah barang yang beredar dari satu wilayah ke wilayah lainnya bertambah atau kredit dapat pula meningkatkan jumlah barang yang beredar. Kredit untuk meningkatkan peredaran barang biasanya untuk kredit perdagangan atau kredit ekspor impor.

e) Sebagai alat stabilitas ekonomi

Dengan memberikan kredit dapat dikatakan sebagai alat stabilitas ekonomi, karena dengan adanya kredit yang diberikan akan menambah jumlah barang yang diperlukan oleh masyarakat. Kredit dapat pula membantu mengekspor barang dari dalam negeri keluar negeri sehingga dapat meningkatkan devisa negara.

Dalam kaitannya dengan Bank dan Jenis layanan (Baik tabungan maupun kredit) yang diberikan berkaitan erat juga dengan suku bunga yang ditetapkan oleh Bank


(41)

itu sendiri, sehingga kita juga perlu untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan suku bunga tersebut. Bunga bank dapat diartikan sebagai balas jasa yang diberikan oleh bank yang berdasarkan prinsip konvensional kepada nasabah yang membeli atau menjual produknya. Bunga bagi bank juga dapat diartikan sebagai harga yang harus dibayar kepada nasabah (yang memiliki simpanan) dan harga yang harus dibayar oleh nasabah kepada bank (nasabah yang memperoleh pinjaman).

Selain dua kegiatan diatas tersebut BPR juga melakukan kegiatan berupa pembiayaan bagi nasabah berdasarkan prinsip bagi hasil sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah. Kemudian menempatkan dananya dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia (SBI), deposito berjangka, sertifikat deposito, dan/atau tabungan pada bank lain. SBI adalah sertifikat yang ditawarkan Bank Indonesia kepada BPR apabila BPR mengalami over likuiditas.

Karena keterbatasan yang dimiliki oleh BPR, maka ada beberapa larangan yang tidak boleh dilakukan BPR. Larangan ini meliputi hal-hal sebagai berikut(Cetak Biru Panduan Bank Indonesia, 2006):

a. Menerima Simpanan Giro b. Mengikuti Kliring

c. Melakukan Kegiatan Valuta Asing d. Melakukan Kegiatan Perasuransian

Asas dalam melaksanakan usahanya BPR berasaskan demokrasi ekonomi dengan menggunakan prinsip kehati-hatian. Demokrasi ekonomi adalah sistem ekonomi


(42)

Indonesia yang dijalankan sesuai dengan pasal 33 UUD 1945 yang memiliki 8 ciri positif sebagai pendukung dan 3 ciri negatif yang harus dihindari (free fight liberalism, etatisme, dan monopoli). BPR juga memiliki tujuan untuk menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan, penumbuhan ekonomi, dan stabilitas nasional ke arah peningkatan kesejahteraan rakyat banyak. (Cetak Biru Panduan Bank Indonesia, 2006).

Kemudian sasaran yang ingin dituju oleh BPR adalah Melayani kebutuhan petani, peternak, nelayan, pedagang, pengusaha kecil, pegawai, dan pensiunan karena sasaran ini belum dapat terjangkau oleh bank umum dan untuk lebih mewujudkan pemerataan layanan perbankan, pemerataan kesempatan berusaha, pemerataan pendapatan, dan agar mereka tidak jatuh ke tangan para pelepas uang (rentenir dan pengijon).

C. Tinjauan Tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah

Definisi usaha mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan atau badan usaha perorangan yang memenuhi Kriteria Usaha Mikro yaitu, memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha atau Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp. 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah)(Tatiek, 2009).

Ditinjau berdasarkan aspek permodalannya, usaha mikro berbeda dengan usaha kecil maupun usaha menengah. Adapun ciri-ciri usaha mikro adalah (Tanjung, 2008):


(43)

a Jenis barang/komoditi usahanya tidak selalu tetap, sewaktu-waktu dapat berganti.

b Tempat usahanya tidak selalu menetap, sewaktu-waktu dapat pindah tempat. c Belum melakukan administrasi keuangan yang sederhana sekalipun, dan tidak

memisahkan keuangan keluarga dengan keuangan usaha.

d Sumber daya manusianya (pengusahanya) belum memiliki jiwa wirausaha yang memadai.

e Tingkat pendidikan rata-rata relatif sangat rendah.

f Umumnya belum akses kepada perbankan, namun sebagian dari mereka sudah akses ke lembaga keuangan non bank.

g Umumnya tidak memiliki izin usaha atau persyaratan legalitas lainnya termasuk NPWP.

Meskipun demikian, usaha mikro memiliki kelebihan sebagai berikut (Tanjung, 2008) :

a Perputaran usaha (turn over) cukup tinggi, kemampuannya menyerap dana yang mahal dan dalam situasi krisis ekonomi kegiatan usaha masih tetap berjalan bahkan terus berkembang.

b Tidak sensitif terhadap suku bunga.

c Tetap berkembang walaupun dalam situasi krisis ekonomi dan moneter. d Pada umumnya berkarakter jujur, ulet, lugu dan dapat menerima bimbingan


(44)

Contoh-contoh usaha mikro yang perlu diketahui untuk memudahkan identifikasi dalam pengumpulan data di lapangan terkait penelitian yang dilakukan. Beberapa contoh usaha mikro antara lain (Tanjung, 2008) :

a Usaha tani pemilik dan penggarap perorangan, peternak, nelayan dan pembudidaya.

b Industri makanan dan minuman, industri meubel air pengolahan kayu dan rotan, industri pandai besi pembuat alat-alat.

c Usaha perdagangan seperti kaki lima serta pedagang di pasar. d Peternakan ayam, itik dan perikanan.

e Usaha jasa-jasa seperti perbengkelan, salon kecantikan, ojek dan penjahit (konveksi).

Sedangkan yang dimaksud dengan usaha kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari Usaha Menengah atau Usaha Besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil yaitu (Tatiek, 2009):

a Memiliki kekayaan lebih dari Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau

b Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp. 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp. 2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah.


(45)

Ciri-ciri Usaha Kecil, antara lain (Tanjung, 2008) :

a Jenis barang atau komoditi yang diusahakan umumnya sudah tidak gampang berubah.

b Lokasi atau tempat usaha umumnya sudah menetap tidak berpindah-pindah. c Pada umumnya sudah melakukan administrasi keuangan walau masih

sederhana, keuangan perusahaan sudah mulai dipisahkan dengan keuangan keluarga, sudah membuat neraca usaha.

d Sudah memiliki izin usaha dan persyaratan legalitas lainnya termasuk NPWP. e Sumberdaya manusia (pengusaha) memiliki pengalaman dalam berwirausaha. f Sebagian sudah akses ke perbankan dalam hal keperluan modal.

g Sebagian besar belum dapat membuat manajemen usaha dengan baik seperti business planning.

Selanjutnya menurut Jatmiko (2005) dikemukakan bahwa karakteristik dari Usaha Kecil pada umumnya adalah :

a Dikelola oleh pemiliknya. b Modal terbatas.

c Jumlah tenaga kerja terbatas.

d Berbasis keluarga atau rumah tangga. e Lemah dalam pembukuan.

f Manajemen usaha sangat tergantung pada pemilik.

Beberapa contoh usaha kecil/industri kecil yang ada di Indonesia antara lain : a Usaha tani sebagai pemilik tanah perorangan yang memiliki tenaga kerja. b Pedagang di pasar grosir (agen) dan pedagang pengumpul lainnya.

c Pengrajin industri makanan dan minuman, industri meubelair, kayu dan rotan, industri alat rumah tangga, industri pakaian jadi dan industri kerajinan tangan. d Peternakan ayam, itik dan perikanan.


(46)

e Koperasi berskala kecil.

Sedangkan yang dimaksud dengan usaha menengah adalah sebagaimana dimaksud Inpres No.10 tahun 1998 adalah usaha bersifat produktif yang memenuhi kriteria (Kementrian Koperasi):

a. Memiliki kekayaan bersih lebih besar dari Rp.200.000.000 sampai dengan paling banyak Rp 10.000.000.000 tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha. Sesuai dengan ketentuan Inpres nomor 10 tahun 1999, para menteri sesuai dengan lingkup tugasnya masing-masing dapat menetapkan kriteria usaha menengah secara sektoral dengan ketentuan bahwa kekayaan bersih paling banyak Rp 10.000.000.000,

b. Milik warganegara Indonesia

c. Berdiri sendiri, bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki atau dikuasai, atau berafiliasi baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha menengah atau usaha besar dan

d. Berbentuk usaha orang perseorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum, atau badan usaha yang berbadan hukum termasuk koperasi

Adapun ciri-ciri dari usaha menengah yaitu (Kementrian Koperasi):

a. Pada umumnya telah memiliki manajemen dan organisasi yang lebih baik, lebih teratur bahkan lebih modern, dengan pembagian tugas yang jelas antara lain, bagian keuangan, bagian pemasaran dan bagian produksi;

b. Telah melakukan manajemen keuangan dengan menerapkan sistem akuntansi dengan teratur, sehingga memudahkan untuk auditing dan penilaian atau pemeriksaan termasuk oleh perbankan;


(47)

c. Telah melakukan aturan atau pengelolaan dan organisasi perburuhan, telah ada Jamsostek, pemeliharaan kesehatan dll;

d. Sudah memiliki segala persyaratan legalitas antara lain izin tetangga, izin usaha, izin tempat, NPWP, upaya pengelolaan lingkungan dll;

e. Sudah akses kepada sumber-sumber pendanaan perbankan;

f. Pada umumnya telah memiliki sumber daya manusia yang terlatih dan terdidik.

Sesuai dengan tujuan dari penelitian, maka usaha yang akan diteliti terbatas hanya kepada usaha mikro yang menjadi nasabah dari Bank Perkreditan Rakyat, sebagai tempat dilakukannya penelitian.

D. Tinjauan Tentang Pemberdayaan Usaha Mikro

Pemberdayaan adalah terjemahan dari empowerment, sedang memberdayakan adalah terjemahan dari empower. Menurut Merriam Webster dan Oxford English Dictionary (Hutomo, 2000), kata empower mengandung dua pengertian. Pertama, to give power/authority to atau memberi kekuasaan, mengalihkan kekuatan atau mendelegasikan otoritas ke pihak lain. Kedua, to give ability to/enable atau usaha untuk memberi kemampuan atau keperdayaan.

Beberapa literatur menyebutkan, bahwa konsep pemberdayaan sudah lahir sejak revolusi industri atau ada juga yang menyebut sejak lahirnya Eropa modern pada abad 18 atau zaman renaissance, yaitu ketika orang mulai mempertanyakan diterminisme keagamaan. Kalau pemberdayaan dipahami sebagai upaya untuk


(48)

keluar atau melawan diterminisme gereja serta monarki, maka pendapat bahwa gerakan pembedayaan mulai muncul pada abad pertengahan barangkali benar.

Konsep pemberdayaan mulai menjadi diskursus pembangunan, ketika orang mulai mempertanyakan makna pembangunan. Di Eropa, wacana pemberdayaan muncul ketika industrialisasi menciptakan masyarakat penguasa faktor produksi dan masyarakat yang pekerja yang dikuasai. Di negara-negara sedang berkembang, wacana pemberdayaan muncul ketika pembangunan menimbulkan disinteraksi sosial, kesenjangan ekonomi, degradasi sumberdaya alam, dan alienasi masyarakat dari faktor-faktor produksi oleh penguasa. Karena kekurangtepatan pemahaman mengenai pemberdayaan, maka dalam wacana praktik pembangunan, pemberdayaan dipahami secara beragam. Yang paling umum adalah pemberdayaan disepadankan dengan partisipasi. Padahal keduanya mengandung pengertian dan spirit yang tidak sama.

Konsep pemberdayaan lahir sebagai antitesis terhadap model pembangunan dan model industrialisasi yang kurang memihak pada rakyat mayoritas. Konsep ini dibangun dari kerangka logik sebagai berikut. Pertama, bahwa proses pemusatan kekuasan terbangun dari pemusatan penguasaan faktor produksi. Kedua, pemusatan kekuasaan faktor produksi akan melahirkan masyarakat pekerja dan masyarakat yang pengusaha pinggiran. Ketiga, kekuasaan akan membangun bangunan atas atau sistem pengetahuan, sistem politik, sistem hukum, dan ideologi yang manipulatif untuk memperkuat dan legitimasi. Keempat, kooptasi sistem pengetahuan, sistem hukum, sistem politik, dan ideologi, secara sistematik


(49)

akan menciptakan dua kelompok masyarakat, yaitu masyarakat berdaya dan masyarakat tunadaya (Hutomo, 2000).

Akhirnya yang terjadi adalah dikotomi, yaitu masyarakat yang berkuasa dan manusia yang dikuasai. Untuk membebaskan situasi menguasai dan dikuasai, maka harus dilakukan pembebasan melalui proses pemberdayaan bagi yang dikuasai (empowerment of the powerless). Pengalaman empirik dan pengalaman historis dari format sosial ekonomi yang dikotomis ini telah melahirkan berbagai pandangan mengenai pemberdayaan (Hutomo, 2000).

Pandangan pertama, pemberdayaan adalah penghancuran kekuasaan atau power to nobody. Pandangan ini didasari oleh keyakinan, bahwa kekuasaan telah menterasingkan dan menghancurkan manusia dari eksistensinya. Oleh sebab itu untuk mengembalikan eksistensi manusia dan menyelamatkan manusia dari keterasingan dan penindasan, maka kekuasaan harus dihapuskan. Pandangan kedua, pemberdayaan adalah pembagian kekuasaan kepada setiap orang (power to everybody). Pandangan ini didasarkan pada keyakinan, bahwa kekuasaan yang terpusat akan menimbulkan abuse dan cenderung mengalienasi hak normatif manusia yang tidak berkuasa atau yang dikuasi. Oleh sebab itu, kekuasaan harus didistribusikan ke semua orang, agar semua orang dapat mengaktualisasikan diri. Pandangan ketiga, pemberdayaan adalah penguatan kepada yang lemah tanpa menghancurkan yang kuat. Pandangan ini adalah pandangan yang paling moderat dari dua pandangan lainnya. Pandangan ini adalah antitesis dari pandangan power to nobody dan pandangan power to everybody. Menurut pandangan ini, Power to nobody adalah kemustahilan dan power to everybody adalah chaos dan anarki.


(50)

Oleh sebab itu menurut pandangan ketiga, yang paling realistis adalah power to powerless.

Ketiga pandangan tersebut di atas, kalau dikaji secara seksama, ternyata berpengaruh cukup signifikan dalam konsep dan praksis pemberdayaan. Di lapangan, paling tidak ada 3 konsep pemberdayaan (Pranarka dan Moelyarto, 1996)(Hutomo,2000). Konsep pertama, pemberdayaan yang hanya berkutat di „daun’ dan „ranting’ atau pemberdayaan konformis. Karena struktur sosial, struktur ekonomi, dan struktur ekonomi sudah dianggap given, maka pemberdayaan adalah usaha bagaimana masyarakat tunadaya harus menyesuaikan dengan yang sudah given tersebut. Bentuk aksi dari konsep ini merubah sikap mental masyarakat tunadaya dan pemberian santunan, seperti misalnya pemberian bantuan modal, pembangunan prasarana pendidikan, dan sejenisnya. Konsep ini sering disebut sebagai magical paradigma.

Konsep kedua, pemberdayaan yang hanya berkutat di „batang’ atau pemberdayaan reformis. Artinya, secara umum tatanan sosial, ekonomi, politik dan budaya, sudah tidak ada masalah. Masalah ada pada kebijakan operasional. Oleh sebab itu, pemberdayaan gaya ini adalah mengubah dari top down menjadi bottom up, sambil mengembangkan sumberdaya manusianya, menguatkan kelembagaannya, dan sejenisnya. Konsep ini sering disebut sebagai naïve paradigm.

Konsep ketiga, pemberdayaan yang hanya berkutat di „akar’ atau pemberdayaan struktural. Karena tidakberdayanya masyarakat disebabkan oleh struktur politik, ekonomi, dan sosial budaya, yang tidak memberi ruang bagi masyarakat lemah untuk berbagi kuasa dalam bidang ekonomi, politik, dan sosial budaya, maka


(51)

stuktur itu yang harus ditinjau kembali. Artinya, pemberdayaan hanya dipahami sebagai penjungkirbalikan tatanan yang sudah ada. Semua tatanan dianggap salah dan oleh karenanya harus dihancurkan, seperti misalnya memfasilitasi rakyat untuk melawan pemerintah, memprovokasi masyarakat miskin untuk melawan orang kaya dan atau pengusaha, dan sejenisnya. Singkat kata, konsep pemberdayaan masyarakat yang hanya berkutat pada akar adalah penggulingan the powerful. Konsep ketiga ini sering disebut sebagai critical paradigma.

Karena kesalah-pahaman mengenai pemberdayaan ini, maka menimbulkan pandangan yang salah, seperti bahwa pemberdayaan adalah proses penghancuran kekuasaan, proses penghancuran negara, dan proses penghancuran pemerintah. Menurut Karl Marx dalam Pranaka(1997), pemberdayaan masyarakat adalah proses perjuangan kaum powerless untuk memperolah surplus value sebagai hak normatifnya. Perjuangan memperoleh surplus value dilakukan melalui distribusi penguasaan faktor-faktor produksi. Dan perjuangan untuk mendistribusikan penguasaan faktor-faktor produksi harus dilakukan melalui perjuangan politik.

Kalau menurut Marx, pemberdayaan adalah pemberdayaan masyarakat, maka menurut Fiedmann(1992), pemberdayaan harus dimulai dari rumah tangga. Pemberdayaan rumah tangga adalah pemberdayaan yang mencakup aspek sosial, politik, dan psikologis. Yang dimaksud dengan pemberdayaan sosial adalah usaha bagaimana rumah tangga lemah memperoleh akses informasi, akses pengetahuan dan ketrampilan, akses untuk berpartisipasi dalam organisasi sosial, dan akses ke sumber-sumber keuangan. Yang dimaksud dengan pemberdayaan politik adalah usaha bagaimana rumah tangga yang lemah memiliki akses dalam proses


(52)

pengambilan keputusan publik yang mempengaruhi masa depan mereka. Sedang pemberdayaan psikologis adalah usaha bagaimana membangun kepercayaan diri rumah tangga yang lemah.

Konsep pemberdayaan ekonomi secara ringkas dapat dikemukakan sebagai berikut (Sumodiningrat,1999):

1 Perekonomian rakyat adalah pereknomian yang diselenggarakan oleh rakyat. Perekonomian yang deselenggarakan oleh rakyat adalah bahwa perekonomian nasional yang berakar pada potensi dan kekuatan masyarakat secara luas untuk menjalankan roda perekonomian mereka sendiri. Pengertian rakyat adalah semua warga negara.

2 Pemberdayaan ekonomi rakyat adalah usaha untuk menjadikan ekonomi yang kuat, besar, modern, dan berdaya saing tinggi dalam mekanisme pasar yang benar. Karena kendala pengembangan ekonomi rakyat adalah kendala struktural, maka pemberdayaan ekonomi rakyat harus dilakukan melalui perubahan struktural. Perubahan struktural yang dimaksud adalah perubahan dari ekonomi tradisional keekonomi modern, dari ekonomi lemah ke ekonomi kuat, dari ekonomi subsisten ekonomi pasar, dari ketergantungan ke kemandirian. Langkah-langkah proses perubahan struktur, meliputi: pengalokasian sumber pemberdayaan sumberdaya, penguatan kelembagaan, penguasaan teknologi, dan pemberdayaan sumberdaya manusia.

3 Pemberdayaan ekonomi rakyat, tidak cukup hanya dengan peningkatan produktivitas, memberikan kesempatan berusaha yang sama, dan hanya memberikan suntikan modal sebagai stumulan, tetapi harus dijamin adanya


(53)

kerjasama dan kemitraan yang erat antara yang telah maju dengan yang masih lemah dan belum berkembang.

4 Kebijakannya dalam pembedayaan ekonomi rakyat adalah: pemberian peluang atau akses yang lebih besar kepada aset produksi (khususnya modal), memperkuat posisi transaksi dan kemitraan usaha ekonomi rakyat, agar pelaku ekonomi rakyat bukan sekadar price taker; pelayanan pendidikan dan kesehatan, penguatan industri kecil, mendorong munculnya wirausaha baru, dan pemerataan spasial.

5 Kegiatan pemberdayaan masyarakat mencakup: peningkatan akses bantuan modal usaha, peningkatan akses pengembangan SDM, dan peningkatan akses ke sarana dan prasarana yang mendukung langsung sosial ekonomi masyarakat lokal.

Pemberdayaan dilaksanakan dengan bertolak dari situasi ketidakberdayaan yang dialami klien baik secara perorangan, kelompok maupun komunitas. Menurut Mahfud Siddiq (2005) pemberdayaan berarti menjadikan suasana kemanusiaan yang adil dan beradab menjadi semakin efektif secara structural baik dalam kehidupan keluarga masyarakat, Negara regional, internasional maupun bidang politik, ekonomi dan lain-lain.

Dengan demikian, pemberdayaan bukan hanya meliputi penguatan individu anggota masyarakat, tetapi juga pranata-pranatanya. Menanamkan nilai-nilai budaya modern seperti kerja keras, hemat, keterbukaan, kebertanggungjawaban dan lain-lain yang merupakan bagian pokok dari upaya pemberdayaan itu sendiri.


(1)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Akhmad Al Kautsar, dilahirkan di Teluk Betung Bandar Lampung pada tanggal 15 Oktober 1987. Penulis adalah anak ke empat dari empat bersaudara, yang merupakan putra dari pasangan Ayahanda H. HamdanMa’Moen. Se. dan Ibunda Hj. Surtinah.

Jenjang pendidikan formal yang telah penulis tempuh antara lain Taman kanak-kanak (TK) Ikal Dolog Bandar Lampung lulus pada tahun 1993. Sekolah Dasar (SD) di SDN 001 Rintis Kotamadia Pekanbaru lulus pada tahun 1999, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) di SLTP 1 Metro lulus pada tahun 2002 dan Sekolah Menengah Atas (SMA) di SMAN 4 Bandar Lampung lulus pada tahun 2005.

Pada tahun 2005 penulis terdaftar sebagai mahasiswa jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung, masuk melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Pada tahun 2008 penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapangan di Dinas Sosial Provinsi Lampung.


(2)

SANWACANA

Assalamualaikum. Wr. Wb.

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas berkat dan hidayah-Nya yang memberikan kekuatan dan membuka wawasan berfikir dalam penulisan Skripsi ini hingga dapat terselesaikan, Shalawat serta Salam semoga selalu tercurah kepada Baginda Rasullallah Nabi Muhammad S.A.W, beserta sahabat dan pengikut-pengikutnya. Skripsi dengan judul Peran Bank Perkreditan Rakyat Dalam Pemberdayaan Usaha Mikro (Studi Kasus Pada PT. BPR Lampung Bina Sejahtera) ”. Adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sosiologi di Universitas Lampung. Dalam penyelesaian skripsi ini, tentunya tidak terlepas dari peran, bantuan, bimbingan, saran dan kritikan dari berbagai pihak. Dengan segala kerendahan hati dan keyakinan bahwa balasan Allah SWT yang sempurna yang bisa menggantikannya, penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ayahanda H. Hamdan Ma’Moen, SE., dan Ibunda Hj. Surtinah yang tercinta yang selalu mendoakan aku, memberiku semangat, motivasi, berusaha dengan segenap daya dan upaya serta keasabaran untuk terciptanya keberhasilan masa depanku semoga Allah SWT senantiasa memberikan kesehatan, kebahagiaan, dan selalu dalam lindungannya.

2. Bapak Drs. Agus Hadiawan, M.Si. selaku Dekan FISIP Unila

3. Bapak Drs. Benjamin, M.Si. selaku Ketua Jurusan Sosiologi FISIP Unila 4. Bapak Drs. Susetyo, M.Si selaku Sekertaris Jurusan Sosiologi FISIP Unila,


(3)

5. Ibu Endry Fatimaningsih, S.Sos, M.Si. selaku Dosen Pembimbing Akademik, sekaligus Dosen Pembimbing Utama, atas ilmu dan motivasinya, bantuan serta bimbingan dalam menyelesaikan skripsi ini.

6. Bapak Drs. I Gede Sidemen, M.Si. selaku Dosen Pembahas atas kesediaannya untuk memberikan bimbingan, saran dan kritik dalam proses penyelesaian skripsi ini.

7. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen FISIP Unila atas ilmu yang telah diberikan. 8. Seluruh staff dan karyawan FISIP Unila atas bantuan dan kerjasamanya. 9. Robert Falintino selaku Direktur Utama, beserta seluruh karyawan PT. BPR

Lampung Bina Sejahtera atas bantuan dan kerjasamanya.

10. Kakak-kakakku, Fitrian Pradhana & Arena Nurningsih, Asyratul Kiraam(Alm), Muhammad Torik(Alm) & Desi Karolina, Amd. atas doa dan motivasinya hingga terselesaikannya skripsi ini.

11. Kedua jagoan kecilku Rakhmat Aurel Fahlezy (UPIN) & Attallah Putra Torik (IPIN), yang memberikan keriangan ditengah kesedihan dan kejenuhan melanda, di dalam proses penyelesaian skripsi ini.

12. Kepada kedua kakakku tercinta, yang telah mendahului kami semua menghadap Sang Pencipta Alam Semesta ini (Atul & Tijek). Kegigihan kalianlah yang menjadi motivasiku untuk dapat menyelesaikan skripsi ini dan ketikaku berhasil menyelesaikannya kalian berdua tidak berada disini. Selamat jalan kakaku, semoga aku bisa meneruskan cita-cita kalian membahagiakan orangtua kita. Amien...

13. Seluruh keluarga besar di Palembang/SumSel (Wak Syamsul Rizal beserta keluarga, Wak Samudin beserta keluarga, Om Idin beserta keluarga, Om M.Haris beserta keluarga dan Om Benu beserta keluarga) serta seluruh keluarga besar di Jeddah dan Mekkah Saudi Arabia (Om Maskuri dan Bicik Insya). Terimakasih atas doa dan dukunganya.


(4)

14. Kakak-kakak sepupuku k’Ardi, yuk Siska, yuk Nekma. Kemudian adik-adik sepupuku Seli & Sela, Dayat, Rahman, Faiza, Sofwan, Jaji dan Novi Sos’07. 15. Friend-friendku yang terlibat dalam seminar 1 dan 2, Yuyun (pembahas

mahasiswa di seminar 1), Acep (pembahas mahasiswa di seminar 1), Vico (pembahas mahasiswa di seminar 2), Donny (pembahas mahasiswa seminar 2) Aye’ (moderator di seminar 1) Fredi (modertator di seminar 2). Thanks atas saran, kritik, dan bantuannya.

16. All Emak2 “Hertzz”. Ayu Yuniarti (kk’ pertama dalam keluarga Babeh Sindung,hehe. Cerewet mpe g bisa diem, orang yg vocal karna ada j yg diomongin tp bgus tu ye’ biar klo kumpul2 jd tambah seru), Azizah (Bingung mw ngomentarin pa bis klo diundang ke acara bapak2 pleiiiboi g pernah dateng, tpi orang nya baek lah.hehe...cari aman....), Erlin Kurniati (orang yg pendiem, Sama kyk zizah ni jarang bisa kumpul klo d acara,hehe. Mungkin banyak kerjaan, sukses slalu j), Jundiyanti (mendengar nama ini pasti langsung teringat dengan jargonnya “tat...tit...tut...” kemana2 bawa kakulator j kyknya.hehe...Otak bisnisnya OK mba, semoga perusahaan Jundi Corporation nya maju terus.hehe), Melsi Ganavia Ekawati (Ketum yg ngasi muka serius mulu.hehe.. Tp klo d kerjaan pasti loyal banget, mpe larut malem pun tetep dikerjakan.SIP!!! tp syang ni kadang2 Autisnya kumat.hehe..Pisss Melsi..hehe), Meliyanti (kk’ kedua dalam keuarga babeh sindung....Cewe yg kuat dan tangguh, terbukti dah di Lamteng Kemaren.hehe..Eh Mel bentar lg kyknya lo g manggil gw dengan nama lg tp ditambahin dengan Kakak.hehehe.... smoga lo bisa ngebimbing adek gw yg satu ntu) Mia Marissa (Wah klo yg satu ini mah, cewe yg slalu eksis.hehe.. bis dimana2 pasti slalu ada..makasih juga Mi buat kata2 bijak&penyemangat ente..Ada bakat jd seorang motivator tuh), Rika Mareta Putri (cewe yang ni ternyata diem2 tapi klo sekali ngongek dalem juga ni.hehehe. cewe pemikir agaknya tapi banyak disimpen ja. moga sukses) Yuyun Afriyani (Cewe yg dewasa dan penuh dengan misi dalam hidupnya, Sukses j Ok yun).


(5)

17. The Pleiboiii...Bingung ni gw mw ngomong pa tp knpa kita dibilang

bpak2 pleiboii y padahalkan kita orangnya setia semua.hehehe...Fredi

“Diey” Yansyah: Humas dari The Pleiboii, jng habisin wktu lo dengan

mencari dan terus mencari seseorang itu, karna manusia tu g d yg sempurna cuy jd kita hrus bisa membuat kekurangan itu menjadi suatu nilai Plus yg baru OK.Semoga ente cepet dapet pa yg ente cari...gw belajar banyak dari lo Frend tp yg positif tentunya.hehe...Acep “Doy” Cepoke: The Master Spiritual,

Lemotnya agak dikurangin cuy jd biar gesit dkit klo ngerjain sesuatu jng jd yg ditunggu terus sekali2 lo yg nunggu.hehe. tp klo g d lo g seru tau cep, gak da yg bisa ngeluarin kata2 unik ciptaan lo.hehe...Jangan Plin Plan klo suka ma seseorang jng Cuma jd pengagumnya j tp jng asal juga ngedeketin cewe nya maen alus j.hehe. Julius “Joe” Presto: Si Lai dalem Pleiiboii....hehe....cowo ni setia banget ma pasangannya(Woooo Gr ni), tpi gampang banget kebawa swasana hati nya (g bisa di panasin dikit.hehe), pelupa (pernah keilangan kunci motor, kunci kamar, sampe dompet yg bner2 ga kembali lagi), gampang ngambek tapi cowo yg atu ni mandiri banget dan pinter ngedekor kamar.Semoga cita2 ente terkabul cuy....

Gak ada yg bisa gua ucapin dengan persahabatan kita ini, persahabatan yg terbentuk dari hoby yg sama (maen Playstation), namun bisa menjadi suatu rasa persaudaraan dari empat orang pria(karna uda tua maka nya “Pria”hehe) dengan 4 suku yg berbeda 2 Sumatera(Batak&Palembang) dan 2 Jawa (Sunda&Cirebon), Namun kita bisa memelihara persahabatan ini dengan solid, semoga waktu g bisa ngerubah rasa persaudaraan ini...


(6)

18. The Edge Enggien Brother....Komek, Alung, Popo, Ridwan, Edo, Toge, Budi, Jacke, Mirta, Kelik, Tower, Wahyu....Manusia2 gokil semua...Kapan kita bisa Touring lagi ngejelajahin Bumi Lampung ini...

19. Temen-temen Sosiologi angkatan 2005, Endha, Martha, Herna, Dewi, Riza, Riris, Asri, Eliya, Mardhiah, Phia, Melia, Yaya, Dina, Rhey, Yusna, Ermay, Visi, Deka, Dini, duo tri Tri Desi n Tri Linda, Rifah, Putri, Devi, Nila, Umi, Doni, Andika, Fitiyansyah (ketum), Dimas, Guntur, Vico, Wisnu, Nyoman, Yuri, Hendra, Erwansyah, Dwarte, Winoto, Andi, Rahmat, siap lagi ya.. ada yang belum di absen?? Sory ya klo kelupaan ada yang gak disebutin..

20. Serta teman mahasiswa Unila lainnya yang pernah berinteraksi dan memberikan warna tersendiri dalam pergaulan penulis selama kuliah

21.Yang terakhir ini spesial untuk seseorang yang bisa ngebuat gua nyaman, seneng, marah, kesel tapi kita bisa ngebuat nya baek2 j. Terimakasih bwt smua yg uda diberikan buat gua baik itu semangat, dukungan, dan perhatian...semoga akhir dari cerita ini bisa memberikan kebahagiaan bagi kita berdua...

22.Almamater tercinta

Semoga segala bantuan dan jasa baik yangtelah diberikan kepada penulis menjadi amal baik dan mendapat pahala dari Allah SWT. Harapan penulis, semoga skripsi yang sederhana inidapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Wassalam,,

Bandar Lampung, Januari 2010 Penulis