Aksara A dan Ha Aksara I dan U Vokal Ganda Deretan Vokal

Pada suku kata tertutup yang terdiri dari urutan Konsonan - Vokal - Konsonan, anak ni surat yang menandai vokal selalu diletakkan di antara ina ni surat yang kedua dan anda bunuh seperti terlihat pada contoh ini: gko\ gok; borti- borit [S]; sni-tk- sintak [K].

b. Aksara A dan Ha

Menurut Voorhoeve 1975:41, makna asli hurufaadalah [ha] dan huruf k bermakna [ka], tetapi dalam dialek-dialek selatan a selalu berbunyi [a] dan k bermakna [ha] atau [ka]. Pada kelompok Batak Utara, a selalu bermakna [a] atau [ha] dan k menjadi [ka] seperti dapat dilihat pada tabel berikut: Karo aku aku Simalungun aK ahu Pakpak aK aku Toba aK ahu Mandailing aH ahu Huruf a juga digunakan sebagai penopang vokal. Karena surat Batak hanya mengenal dua ina ni surat yang bermakna vokal, ialah I dan U, maka huruf a dipakai bila vokal- vokal [e], [ ǝ], dan [o] berada pada awal suku kata. Dengan demikian aE dibaca [e], ao dibaca [o] dan sebagainya: aEtkE\ etek, aakE\ aek, amo\P ompu, ani\d inda, aN\d undang.

c. Aksara I dan U

Aksara ina ni surat I dan U I dan U hanya digunakan di awal suku kata terbuka UL ulu, pIto\ paingot. Bila sebuah suku kata tertutup diawali dengan bunyi [i] atau [u] maka vokal tersebut diwakili oleh kombinasi huruf a dan anak ni surat i atau u aM\pm umpama, ani\D indung. Aturan ini juga berlaku bagi suku kata yang dimulai dengan vokal-vokal lainnya: amo\P ompu, aolo olo, aems- ěmas [K]. K Di surat Batak versi Karo, huruf I dan U boleh dipakai, boleh tidak. Di mana pun posisinya, I selalu dapat diganti dengan ai, dan U boleh diganti dengan au. Dengan demikian, kata iluh dapat ditulis ailuh atau Iluh. Di semua surat Batak lainnya terdapat kecenderungan untuk selalu menggunakan I dan U bila berada pada posisi awal suku kata terbuka.

d. Vokal Ganda Deretan Vokal

Universitas Sumatera Utara Karena fonem [w] dan [y] tidak terdapat pada bahasa Batak Toba, maka aksara Wa dan Ya tidak perlu bila menulis surat Batak versi Toba. Namun demikian, huruf Wa w dan Ya w sering dipakai, juga dalam naskah-naskah Batak Toba, untuk menyambungkan dua vokal. Kata reak, misalnya, dapat ditulis reak\ atau reyk\ dan demikian juga terdapat varian Da dua dan Dw duwa. Tidak jarang kita menjumpai kedua varian pada satu naskah. Di Karo dan Simalungun deretan dua vokal selalu harus disambungkan dengan menggunakan w dan y. Dalam surat Batak versi Karo, kata sea selalu ditulis sEy seya dan tidak pernah sEa sea; demikian juga dengan kata dua yang harus ditulis duw . Di semua surat Batak, w dipakai untuk menyambung dua vokal bila vokal pertama adalah [u] atau [o] yakni ua, oa, oe, dan ue, sedangkan y menyambung dua vokal bila yang pertama menjadi [e] atau [i] yakni ia, io, ea, dan eo. K Di Karo, vokal ganda diftong [ai] biasanya ditulis e: kata nai biasanya ditulis nE ne, tetapi kadang-kadang varian nyi nayi digunakan juga. Menurut uli kozok, kebiasaan ini hanya ada di Karo, sedangkan dalam naskah-naskah Toba dan Mandailing deretan vokal [ai] seperti dalam contoh kata sai selalu ditulis sai sai, dan dalam hal ini s mewakili sa dan ai i. Vokal ganda [au] tidak lazim digunakan di Karo. Di antara beberapa kata yang menggunakan [au] terdapat kata lau air, sungai dan laut laut. Dalam naskah-naskah Karo, lau selalu ditulis layo, dan laut selalu ditulis lawit. Dalam naskah Toba dan Mandailing, [au] selalu ditulis seperti dalam kata saT\, yaitu s sa – aT\ ut. Namun perlu diingat bahwa kombinasi bunyi [a] dan [u] dalam kata saut sebetulnya bukan diftong karena [a] dan [u] diucapkan secara terpisa menjadi sa-ut. S Pada naskah Simalungun huruf w dan y sering digunakan untuk menulis kata yang berawal vokal. Dengan demikian, ulang sering ditulis wulang, dan on ditulis won. Kata yang berawal bunyi [i] dan [e] juga sering ditulis dengan y. Diftong [ei] sering terdapat dalam bahasa Simalungun, misalnya dalam kata atei atau tarsulei. Kedua kata ini biasa ditulis atE ate dan tr-SlE tarsule. Kadang- kadang huruf Ya dipakai untuk menambah vokal i: atEyi atei,tr-SlEyi, tarsulei.

d. Nasalisasi dan aksara Mba dan Nda K