6
BAB II LANDASAN TEORI
Pada bab ini dijelaskan teori yang diperlukan untuk merealisasikan sistem penyuara dengan cacat minimal. Penulisan landasan teori ini dikhusukan pada
bagian-bagian penunjang yang diperlukan untuk meminimalkan cacat yang dapat terjadi pada penggunaan lebih dari satu jenis penyuara. Penjelasan dimulai dengan
cacat yang dapat terjadi pada penggunaan lebih dari satu penyuara. Cacat yang terjadi dipisahkan menjadi cacat amplitudo dan cacat fase. Penjelasan dilanjutkan
dengan untai L-pad, Zobel, dan crossover untuk meminimalkan cacat.
2.1. Cacat amplitudo dan fase
Pada penggunaan lebih dari satu penyuara pada sistem penyuara, masing- masing penyuara dapat memiliki kepekaan yang berbeda. Jika penyuara yang
digunakan memiliki kepekaan yang berbeda, maka tanggapan magnitudo sistem penyuara menjadi tidak rata. Hal ini menyebabkan adanya cacat
amplitudo karena adanya perbedaan tingkat kekerasan suara ±3 dB pada sistem penyuara.
Fase sistem penyuara pada posisi pendengar bukan merupakan fase sistem penyuara itu saja. Fase yang diperoleh merupakan fase sistem penyuara
ditambah dengan jarak yang ada. Fase tambahan akibat jarak disebut sebagai excess phase dan fase sistem penyuara itu sendiri disebut sebagai minimum
phase. Untuk mengetahui selisih fase antar penyuara diperlukan minimum phase masing-masing penyuara dengan mengurangkan nilai excess phase pada
total fase.[4] Penyuara memiliki tanggapan frekuensi yang terdiri dari magnitudo dan
fase. Tanggapan fase penyuara dapat diketahui dengan fungsi fase :
di mana merupakan faktor kualitas total penyuara,
, dan merupakan frekuensi resonan dari penyuara. Sedangkan
, dan merupakan frekuensi cutoff pada penyuara.
Dengan diasumsikan pada frekuensi resonan nilai dan nilai
= 0 karena nilainya sangat kecil maka diperoleh fase pada frekuensi resonan penyuara
. Kemudian dengan mengasumsikan pada frekuensi cutoff nilai
dan nilai karena nilainya
sangat kecil maka diperoleh fase pada frekuensi cutoff penyuara . Dari persamaan 2.1 dapat diperoleh fase saat
dari menuju nilai negatif hingga
, ketika , kemudian
menuju ke nilai negatif di mana saat diperoleh fase dari
menuju nilai negatif hingga . Nilai fase saat
, dan pada saat diperoleh nilai fase dari
menuju nilai negatif hingga .
Gambaran plot tanggapan frekuensi magnitudo dan fase penyuara ditunjukkan
pada Gambar 2.1 2.2.
Gambar 2.1. Bode plot tanggapan magnitudo penyuara
Gambar 2.2. Bode plot tanggapan fase penyuara
Penggunaan penyuara dengan jangkauan frekuensi yang berbeda masing- masing memiliki tanggapan fase yang berbeda. Perbedaan tanggapan fase
antar penyuara dapat menjadi selisih fase ketika kedua penyuara berbunyi bersamaan.
Cacat fase juga dapat disebabkan karena kumparan suara penyuara tidak terletak sebidang ketika terpasang pada kotak. Pada kondisi ini terdapat selisih
jarak antar kumparan suara penyuara terhadap pendengar yang mengakibatkan penyuara dengan jarak lebih jauh memiliki fase tambahan akibat selisih jarak.
Pada Gambar 2.3 ditunjukkan skema selsiih jarak kumparan suara antar
penyuara yang terpasang pada kotak. Garis merah a menunjukan jarak kumparan suara tweeter terhadap pendengar dan garis biru b menunjukan
selisih jarak antar kumparan suara tweeter dan woofer.
Gambar 2.3. Skema selisih jarak kumparan suara antar penyuara terhadap pendengar
2.2. L-pad