Keragaman dan Perbedaan Budaya dan Agama

  

Menantang untuk dibaca. Tinjauan historis tentang tradisi agama-agama

yang kaya dibahas mendalam dan cermat. Buku yang memberikan gambaran

ringkas dan penting dalam mengarungi sejarah umat manusia yang sering

melakukan pertumpahan darah karena perbedaan. Wajib dibaca oleh mereka

yang ingin mengetahui khazanah kemanusiaan dan persaudaraan di atas

landasan titik temu ajaran agama-agama

  

Profesor Dr. Ahmad Syai’i Maarif,

(Mantan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah)

Buku Al Makin Ph.D ini adalah karya penting tentang sejarah keragaman

dan perbedaan pemahaman dan praksis agama-agama dalam perjalanan

sejarah umat manusia. Dengan cakupannya yang luas dan mendalam, buku

ini pastilah memperkaya perspektif dan wawasan pembaca untk menyikapi

perbedaan dan keragaman agama dan budaya secara arif dan bijak.

  

Profesor Azyumardi Azra (Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta)

Pluralitas atau ta’ddudiyyah adalah hard fact sejarah yang tidak dapat ditolak

dan dihindari oleh siapapun. Meskipun begitu selalu saja ada argument yagn

pro dan kontra. Buku ini membantu menjelaskan fakta keras sejarah tersebut.

Sangat membantu pembaca yang hendak mengkaji isu plrualitas budaya, sosial,

dan agama secara akademis.

  

Professor Amin Abdullah (Guru Besar Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga

Yogyakarta)

  

Karya seperti ini sejauh saya tahu baru pertama kali muncul dalam khazanah

tulisan religius atau teologis Indonesia. Dengan sangat terampil, data sejarah

masa lalu yang rumit mengenai Kitab Suci dari kedua agama disajikan

secara “reader-friendly”. Tetapi bukan hanya konteks masa lampau saja yang

diperhatikan melainkan juga konteks Indonesia masa kini, sehingga buku ini

tidak hanya bersifat lintas agama tetapi juga lintas konteks, atau kalau mau

menggunakan istilah kerennya, “interkultural”. Saya belajar dari Al Makin,

bahwa seorang agamawan atau teolog dalam konteks Indonesia sekarang ini

seyogyanya menjadi orang yang memiliki kemampuan lintas ilmu dan lintas

agama yang memadai”.

  

Profesor Gerrit Singgih (Guru Besar Universitas Duta Wacana, Yogyakarta).

  

Buku Keragaman dan Perbedaan ini cukup unik. Buku ini memberikan

informasi dan analisis yang amat kaya tentang fenomena keragaman dan

perbedaan yang kita lihat dalam sejarah dari berbagai budaya. Buku ini

menjadi salah satu cara bagaimana kita mau tidak mau rendah hati di depan

sejarah dan belajar lebih arif merespon keniscayaan akan keragaman dan

perbedaan di jaman sekarang. Buku ini unik karena buku ini memberi contoh

pada kita bagaimana membuka kotak sejarah dan bukannya melipat sejarah

yang sering kita lakukan entah atas nama apa saja.

  

Dr. St. Sunardi (Dosen Pascasarjana Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta).

  

Karya brilian dari seorang peneliti dan filosof muda prolifk yang menjelaskan

keniscayaan keragaman dan kepelbagiaan dalam agama dan budaya. Dengan

melihat bukti-bukti sejarah dan menggunakan cara unik dan terkadang pro-

vokatif , karya ini menunjukkan walapun bersifat transcendental, agama dalam

praktiknya sesuautu yang manusiawi. Ia merupakan bagian dari sistem budaya

yang sangat dinasmis dan kontekstual. Karya yang layak dibaca oleh siapapun

yang menginnkan duna damai tanpa kekerasan apalagi berlatar agama.

  

Profesor Noorhaidi Hasan (Guru Besar Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga

Yogyakarta)

Karya Dr. Al Makin ini sungguh spektakuler! Bukan saja karena belum ada

buku sejenis yang pernah diterbitkan di Indonesia, tetapi juga buku ini

memberi perspektif yang tidak terbayangkan oleh para ilmuwan sosial lainnya

di Indonesia. Dengan konteks historis dan geografis yang disajikan utuh oleh

penulis, realitas sosial dan keagamaan di Indonesia dipotret dan dianalisis

secara tajam dan menyeluruh. Intinya, realitas keagamaan di Indonesia adalah

cerminan realitas dunia. Begitupun sebaliknya, realitas agama-agama dunia

adalah juga realitas yang terjadi di Indonesia dengan segala keragaman dan

perbedaannya. Dengan hadirnya buku ini bersama karya-karya tulisan yang

sudah terbit sebelumnya, Dr. Al Makin sekali lagi membuktikan dirinya

sebagai seorang sarjana berkaliber dunia yang produktif dalam menghasilkan

buah pemikiran yang bermutu tinggi.

  

Profesor Arskal Salim, (adjunct Profesor di University of Western Sydney,

dosen Fakultas Syariah dan Ketua LPPM UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta)

  

Takada peradaban maju yang membiarkan dirinya perawan dari perjumpaan

dan sentuhan inspirasi, peminjaman, pengaruh, pergaulan dan bahkan

pergumulan dengan peradaban lain secara sehat dan kritis; dan tak ada pula

peradaban maju yang meratapi perbedaan dan keragaman dalam dirinya,

tapi justru menjaga dan merayakannya secara bertanggunggungjawab dan

produktif. Buku Al Makin ini menyadarkan kita tentang dua hal penting ini.

  

Dr. Moch Nur Ichwan (Dosen Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta)

Membaca buku ini bukan saja tiba-tiba saya merasa tak sendirian berjalan di

muka bumi ini karena apa yang saya yakini dan jalani ternyata kepingan dari

sejarah panjang keragaman keberagamaan manusia, dan seolah-olah kalau kita

padatkan semuanya itu dalam 24 jam, maka hidup kita saat ini sebenarnya

baru masuk jam 3 sore -- waktunya untuk ngopi agar hidup jangan terlalu

tegang apalagi sampai berkonflik.

  

Profesor Nadirsyah Hosen (Senior lecturer di Monash University Australia

dan Rais Syuriah, PCI Nahdlatul Ulama (NU) Australia dan New Zealand)

Sebagai negara yang mayoritas penduduknya Muslim, Indonesia adalah negara

yang perkembangan demokrasinya mengagumkan, tetapi minus toleransi.

Toleransi di Indonesia betul-betul dalam keadaan yang menyedihan, karena

selalu sajaada kasus intoleransi yang muncul hampir setiap saat. Dalam situasi

seperti itu buku Al Makin ini sangat membantu kita mengerti duduk perkara

perkembangan sosial politik antargama di Indonesia. Buku yang harus dibaca

oleh para pengamat hubungan antaragama di Indonesia.

  

(Budhy Munawar-Rachman, Dosen STF Driyakarya)

“Buku ini mengantarkan ke pemahaman akan kenyataan bahwa agama-

agama kita dewasa ini bukanlah sesuatu yang beku dan utuh dan jatuh dari

langit sejak ‘dari sononya’, melainkan merupakan gagasan yang hidup dan

berkembang, yang benihnya mulai tumbuh sejak awal mula munculnya

peradaban, sehingga menyadarkan kita bahwa kepercayaan-kepercayaan yang

hidup dewasa ini sejatinya bersaudara.”

(Bramantyo Prijosusilo, seniman tinggal di Ngawi Jawa Timur)

  

Sanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang

Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta

  

1. Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis

berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (Pasal 1 ayat [1]).

  b. Penggandaan ciptaan dalam segala bentuknya; c. Penerjemahan ciptaan; d. Pengadaptasian, pengaransemenan, atau pentransformasian ciptaan; e. pendistribusian ciptaan atau salinannya; f. Pertunjukan Ciptaan; g. Pengumuman ciptaan; h. Komunikasi ciptaan; dan i. Penyewaan ciptaan. (Pasal 9 ayat [1]).

  

3. Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta

atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a, huruf

  b, huruf e, dan/atau huruf g untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). (Pasal 113 ayat [3]).

  

4. Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud pada

ayat (3) yang dilakukan dalam bentuk pembajakan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah). (Pasal 113 ayat [4]).

  KERAGAMAN DAN PERBEDAAN: Budaya dan Agama dalam Lintasan Sejarah Manusia Copyright Al Makin, 2016 Penulis : Al Makin Design Cover : Ikhman Mudzakir Tata Letak : Maryono Cetakan Pertama : Maret 2016 xii + 288 hlm, 15, 5 x 23 cm Penerbit: SUKA-Press Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Gedung Rektorat Lama Lantai 3 Jl. Marsda Adisucipto Yogyakarta 55281 Email: almakin3@gmail.com Bekerjasama dengan: Al-Jami’ah Research Center Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Gedung Rektorat Lama Lantai 2 Jl. Marsda Adisucipto Yogyakarta 55281 Telpon: (0274) 558186 Email: editor@aljamiah.org sayyidaslam82@gmail.com

  

All Rights reserved. Hak cipta dilindungi undang -undang

Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini

dalam bentuk apa pun tanpa ijin tertulis dari penerbit.

DAFTAR ISI

  Pembuka ................................................................................1 Pertanyaan mendasar ......................................................2 Argumen bukan kronologi ..............................................4 Keragaman......................................................................5 Terima kasih ...................................................................8

  Bab Satu Awal Dunia dari Warisan Narasi Kuno ...................11 Keterbatasan ingatan masa lalu ......................................12 Catatan masa lalu ..........................................................18 Penciptaan dunia ...........................................................30

  Bab Dua Kisah Manusia Pertama ..........................................41 Kisah Adam dan Hawa ..................................................42 Mitologi dan cerita lain ..................................................52 Kisah penciptaan menurut Tablet Sumeria dan Babilonia.................................................................60

  Bab Tiga Persepsi tentang Dunia ...........................................69 Luasnya dunia ................................................................69 Kisah tertua ...................................................................73 Banjir dunia ...................................................................79 Dari lokal ke universal ...................................................88 Pengetahuan dunia ........................................................91 Usia dunia ....................................................................95 Usia manusia ................................................................102

  Bab Empat Keragaman Teologi dalam Sejarah ......................105 Teologi dalam sejarah ....................................................105 Sejarah ketuhanan .........................................................111 Melampui abad tujuh ...................................................115 Islam tidak satu .............................................................123 Beberapa versi ‘agama’ ...................................................135 Menekankan perbedaan ................................................141

  Bab Lima Kota-kota Metropolitan ........................................143 Belum selesai ................................................................144 Damaskus .....................................................................147 Baghdad .......................................................................159 Unsur Persia ..................................................................162 Unsur Syriak dan Yunani ..............................................164 Dinamika dan keragaman .............................................170 Niscaya ragam ...............................................................173

  Bab Enam Tradisi Beriman dan Berfikir ...............................175 Dua warisan lama .........................................................175 Berfikir .........................................................................177 Beriman ........................................................................180 Bertemunya iman dan fikir ...........................................183 Warisan kuno dalam tradisi baru...................................188 Dari agensi aqal, doktrin penciptaan, ke sistem negara ..192 Pencapaian ....................................................................195 Serangan .......................................................................199 Bantahan ......................................................................202 Empirisme ....................................................................204 Tradisi yang kaya ..........................................................209

  Bab Tujuh Keindonesiaan .....................................................211 Persimpangan tradisi Timur dan Barat ..........................212 Kreasi baru ..................................................................218 Perpaduan .....................................................................221 Hinduisme ....................................................................226 Buddhisme ...................................................................233 Kaliyuga .......................................................................236 Sinkretisme baru ...........................................................243 Keragaman Nusantara ...................................................246

  Penutup................................................................................249 Daftar Pustaka ......................................................................255 Tentang Penulis ...................................................................267 Indeks .................................................................................269

  

Al Makin

Pembuka

  Harapan Penulis dalam menikmati bacaan ini adalah agar Anda menyelami keragaman dan perbedaan dalam sejarah, pengetahuan, dan tradisi keagamaan. Pembaca diajak mengenal bagaimana tradisi kuno dahulu kala nun jauh di sana di Mesopotamia, Mesir, Yunani, Romawi, India, Arab, dan Indonesia, yang saling berkelindan serta diwarisi manusia hingga saat ini. Tradisi beriman dan berfikir dalam budaya yang terpisah itu bisa kita fahami; dan dengan begitu bisa kita tempatkan manusia saat ini, dan juga budayanya, dalam sejarah manusia yang panjang, 2,5 juta tahun. Para pembaca diharapkan memahami perpindahan dan keberlanjutan tradisi dengan pemaparan contoh-contoh nyata, dengan menghadirkan konsep atau teks. Pembaca juga diajak mengenali bagaimana para pemikir masa lampau bertanya dan menjawab (sebagaimana kita saat ini juga) tentang dunia, alam semesta, dan Penciptanya. Karena kreasi dan kemampuan berfikir itulah manusia terdorong dalam perkembangan tradisi keimanan, pengetahuan, dan peradaban. Manusia membangun tempat ibadah, kota, dan negara; para penguasa menyokong secara ideologi dan militer; para intelektual

  

Al Makin

  berkarya dan memberi ideologi pada dinasti; itulah jalannya sejarah dunia.

  Dalam membahas tema-tema dalam buku ini, para Pembaca diajak berkelana dari abad ke abad lain, zaman ke zaman lain, peradaban ke peradaban lain, tradisi keagamaan ke tradisi lain, pemikir ke pemikir lain untuk menghargai bagaimana usaha manusia dalam perjuangannya selama bertahan di planet bumi. Usaha itutelah melahirkan keragaman dan perbedaan dalam tradisi keberagamaan, pengetahuan, dan budaya. Pembaca diharapkan memahami dan menghargai semua khazanah sejarah, dari era kuno, klasik, dan masa lalu; di mana masa sekarang adalah cerminan masa lalu; masa lalu memberi fondasi bagi masa selanjutnya.

  Pertanyaan mendasar

  Buku ini berusaha menyinggung pertanyaan dan pernyataan mendasar sebagai berikut:

  Kapan dunia ini ada dan tercipta?

  Buku ini memberi gambaran bahwa banyak tradisi dan konsep kuno, sebelum dan di samping Islam, Kristen dan Yahudi, membahas konsep permulaan dunia, berupa konsep penciptaan(kosmogini dan kosmologi). Konsep alam ini dihadirkan di bab pertama sebagai pembuka dengan menghadirkan perbandingan konsep dari Mesopotamia, Mesir, dan Semitik.

  Kapan manusia tercipta dan hadir di dunia?

  Berbagai konsep penciptaan manusia pertama di berbagai keyakinan dan mitos kuno dan tradisi masyarakat dikupas di bab kedua. Kisah bagaimana manusia diciptakan Tuhan dilihat dari berbagai sudut pandang dan berbagai mitos: Afrika, Eropa, Jepang, dan Nusantara. Kemudian bab ini menghadirkan penciptaan kuno dari Mesopotamia, Yahudi, Kristen dan Islam.

  Bagaimana dunia difahami? Seberapa luaskah alam ini?

  Dihadirkan dalam bab ketiga tentang persepsi dunia menurut peradaban kuno Mesopotamia, Sumeria dan Babilonia. Di kebudayaan itu ada tablet (batu bertulis) kuno tentang kisah Gilgamesh (seorang raja yang mencari keabadian). Di dalamnya juga

  

Al Makin

  terdapat cerita banjir yang melanda dunia. Kisah banjir termaktub dalam Bibel Perjanjian Lama dan kemudian Qur’an. Disamping kita bahas tentang relasi teks kuno dengan Kitab Suci yang masih diimani hingga kini, kita juga melihat dunia dipersepsikan dalam tradisi kuno; dan ternyata persepsi manusia tentang dunia terus berubah dan berkembang hingga kini.

  Ada berapa tradisi agama dan teologi yang kita kenal?

  Dalam tradisi agama kita kenal istilah banyak tuhan (polytheisme) dan monoteisme (satu Tuhan); kita telusuri bagaimana rangkaian sejarah dan perkembangan dari keduanya. Keragaman masing-masing tradisi dan juga terutama bagaimana konsep satu Tuhan pun juga melahirkan ragam pemahaman. Mazhab, sekte, perbedaan pandangan dalam monoteisme juga dipaparkan.

  Benarkah kota suci dan asal kewahyuan masa lalu itu satu warna?

  Jangan bayangkan kota-kota masa lalu itu sangat sederhana dan hanya satu warna: Makkah, Madinah, Damaskus, dan Baghdad. Kota-kota masa lalu itu sudah kosmopolit dan metropolis karena unsur keragaman etnisitas, budaya, tradisi dan pengetahuan. Terutama gambaran dan sejarah Damaskus dan Baghdad dipaparkan dan diterangkan.

  

Sejak kapan manusia menggabungkan iman dan akal, teologi dan

filsafat?

  Buku ini menyajikan perpaduan iman dan fikir dalam sejarah manusia; yaitu tradisi Yunani bertemu dengan tradisi Yahudi, Kristen dan Islam. Terutama tradisi Islam mengenal para filosof Muslim yang terbuka dan selalu siap dengan keragaman, karena mereka mengadopsi dan mengadaptasi tradisi berfikir kuno Yunani. Penterjemahan dan penafsiran dari Yunani melalui Syriak ke Arab dilakukan pada era Umayyah dan Abbasiyah.

  Seberapa ragam kah tradisi Nusantara?

  Membahas Nusantara dengan cara membaca dan menikmati ulang peninggalan-peninggalan masa lalu untuk diproyeksikan ke masa depan. Peninggalan masa lampau berupa tempat ibadah, istana, dan bukti-bukti lain seperti sastra, bisa membantu kita untuk menerangkan bagaimana sebetulnya fondasi masa lalu itu berguna

  

Al Makin

  untuk manusia saat ini. Jika Baghdad, Damaskus, meramu tradisi Yunani, Semitik, Persia, Zoroaster, India; Nusantara tidak kalah majemuknya, tradisi Hindu, Buddha, China, Islam, Kristiani, Eropa, dan lokalitas berpadu dan harmoni. Keragaman dan perbedaan bisa terlihat indah seperti candi Prambanan, di mana di kompleks itu terdapat candi Hindu dan Buddha, Loro Jonggrang dan Sewu.

  Dalam membahas beberapa konsep dasar, buku ini mengajak pembaca untuk berpetualang dari masa ke masa untuk melihat berbagai konsep keagamaan dari masa Mesopotamia, Mesir kuno, Yahudi, Kristen klasik, dan Islam; sampai Nusantara juga dari masa Mataram kuno, Majapahit, Demak, dan Mataram Islam. Pandangan ini berguna untuk meluaskan perspektif yang digunakan; juga sekaligus bisa membayangkan bagaimana meletakkan atau memposisikan tradisi sendiri. Tulisan ini mengajak kita menelaah secara jeli konsep di atas, juga sekaligus melihat gambaran umum tentang konsep-konsep dan relasi antar konsep.

Argumen bukan kronologi

  Buku ini arahnya sejarah ke belakang, masa kuno, klasik, dan klasik akhir. Tetapi diharapkan pandangan sejarah berguna untuk refleksi masa kini. Masa lalu adalah awal dari masa kini; masa lalu menjadi fondasi masa kini, namun juga sekaligus diciptakan pada masa kini. Dengan kata lain, masa lalu membentuk kita, tapi juga kita bentuk. Kadang kita terkejut dengan masa lalu, bahwa pengetahuan tertentu sudah ada di masa lalu. Monoteisme berawal dari masa lalu; polytheisme jauh lebih tua. Cerita banjir sudah ada ribuan tahun sebelum termaktub dalam Kitab Suci. Kisah klasik dimulai dalam Islam di era Baghdad dan Damaskus, bersamaan dengan di Indonesia di era Medang Mataram, Singasari, Majapahit dan akhirnya Demak.

  Dalam memberi contoh dan menerangkan ide dasar, buku ini tidak berusaha menyusun peristiwa demi peristiwa dengan runtutan kronologis sesuai waktu dan kategorisasi geografis, tetapi menyusun argumen; yaitu semacam berfikir berdasarkan sejarah, bukti, dan perkembangan ilmu pengetahuan dan logika mengalir; sebagaimana disarankan dalam studi interdisplineri dan post- modernisme. Dalam bahasa Amin Abdullah buku ini menggunakan

  

Al Makin

multi-dimensional approaches (berbagai sisi pendekatan). Runtutan

  argumen tidak berdasarkan peristiwa demi peristiwa sehingga waktu kronologis linier seperti buku sejarah. Namun, argumen demi argumen disusun berdasarkan tema yang juga dilengkapi dengan bukti sejarah. Buku ini mengajak para pembaca untuk melihat ke belakang, sejarah masa lampau manusia.

  Yang didapat setelah membaca buku ini adalah memahami dunia, manusia, tradisi, agama dalam peradaban. Pembaca diajak menggambar peta dunia dan sejarahnya; juga membayangkan bagaimana dunia ini berkembang hingga seperti ini dan itu dimulai dari masa lalu; masa lalu itu seperti apa? Gambaran yang mencakup keterkaitan antara pengetahuan, tradisi, dan budaya. Konsep-konsep yang sepertinya abstrak juga diterangkan supaya gamblang.

Keragaman

  Dunia ini beragam, tidak berisi satu warna, tetapi kompleks; di samping bermacam-macam dan bertingkat-tingkat, warna juga hampir tak terhingga; bisa diolah dan dicampur dengan warna lain, sehingga membentuk warna baru. Walaupun sudah sekian ribu jenis warna, masih mungkin menambah warna baru—dengan maramu antara satu warna dengan lainnya. Saat ini kalau Anda pergi ke toko cat untuk besi atau tembok, bisa dipesan cat warna sesuai dengan selera. Dengan sentuhan teknologi, percampuran warna lama bisa melahirkan warna baru. Dalam cahaya, begitu percobaan Isaac Newton (1643-1727), warna putih merupakan perpaduan dari warna-warni; menyatu dalam satu satu lobang prisma dan berpendar, terpecah, menjadi beragam keluar dari lobang. Setelah melewati kaca prisma, muncul aneka rupa fraksi warna. Begitu juga pelangi di langit sehabis hujan, dari sekedar tetesan air, terkena sinar matahari, susunan aneka warna muncul. Alam raya ini dipenuhi warna; dunia penuh warna dan perbedaan rupa; itu menciptakan keindahan. Susunan berbagai warna melahirkan seni.

  Jika kita memperhatikan lukisan, dengan kombinasi langit berwarna biru; pepohonan hijau, di sawah tertanam padi menguning; gunung membiru; air jernih di danau memantulkan bayangan pemandangan diatasnya; sinar matahari pagi memerah dan oranye; lukisan alam itu indah. Lain halnya jika lukisan itu

  

Al Makin

  hanya berwarna hitam putih. Terasa bosan, bukan? Dengan berbagai warna dalam lukisan sepertinya itu, obyek menjadi seni. Alam sekitar yang penuh dengan rupa dan warna menambah ragamnya keindahan; keindahan adalah keanekaragaman dan berbagai perbedaan; keanekaragaman merupakan kenyataan yang tidak bisa dipungkiri: perbedaan itu alami. Penyeragaman adalah rekayasa yang dipaksakan.

  Teratur itu rapi, tetapi keteraturan itu bukan penyeragaman mutlak. Keteraturan itu harmonisasi dari perbedaan-perbedaan sehingga membentuk susunan yang dengan mudah mata kita menangkap bentuk. Di suatu jalan raya, di pinggirnya ditanami cemara-cemara yang teratur rapi; dedaunannya dipotong sehingga tampak sama dan meninggi lancip. Walhasil, rapi dan indah. Tetapi sebetulnya cemara-cemara itu tidak seragam seperti penampakannya; masing-masing batang pohon pasti berbeda besarnya satu dengan lainnya; tidak mungkin pohon itu persis sama, apalagi ada sepuluh pohon, pasti berbeda antara satu dan lainnya. Salah satu batang pohon ada yang dijadikan rumah semut; ada yang terluka karena dipatuk burung pelatuk; ada yang tumbuh benjolan, karena cabangnya patah sebab angin yang menerpa keras. Batang pohon cemara di pinggir jalan yang kelihatannya sama persis; pada kenyataannya dipenuhi dengan perbedaan. Tidak mungkin menuntut semua pohon cemara untuk berbatang sama persis, dan simetris. Kesamaan bukan alam semesta dan bukan alami; mungkin itu buatan manusia, seperti pensil, computer, dan mobil. Bahkan buatan manusia yang seragam dalam proses alaminya nanti juga melahirkan perbedaan. Dua mobil dengan merk sama, buatan tahun yang sama, dengan warna yang sama pula, ternyata tidak sama dalam perjalanannya. Satu mobil tergesek catnya, sehingga cacat; mobil yang lain mesinnya rusak, karena pemiliknya lupa mengganti oli secara teratur. Hasilnya dua mobil yang sama menjadi berbeda dalam perjalanannya.

  Keragaman dan perbedaan dalam buku ini menerangkan sejarah manusia, bahwa sejarah manusia itu beragam dan dipenuhi dengan perbedaan. Sejarah dari satu tradisi ke tradisi lain mengalami perkembangan, pengurangan, dan penambahan. Tradisi manusia bergulir dari satu zaman ke zaman lain: diwarisi oleh satu dinasti; dilupakan oleh dinasti lain. Tetapi tradisi itu bisa diterangkan dan

  

Al Makin

  dikaitkan dengan tradisi lain. Keragaman dalam tradisi manusia tentu tidak seperti cemara yang berjajar di jalan, namun mempunyai variasi dan pola sendiri, di mana tradisi berusia yang bertahan terkait dengan tradisi lain yang telah sirna. Misalnya, Islam adalah agama di mana unsur-unsur ragam ada di dalamnya. Islam sejak hadir di dunia 1500 tahun yang lalu telah dipeluk oleh bermilyar-milyar manusia yang silih berganti, menempati ruang dan waktu yang berbeda. Islam pada setiap generasi mengalami kontekstualisasi dan perkembangan yang tidak sama dengan generasi yang lain. Di Indonesia, masa kerajaan Demak menawarkan situasi yang berbeda dengan Islam pada masa Yogyakarta zaman Belanda. Pada zaman Demak, pesisir menjadi faktor yang dominan mewarnai Islam, di sisi yang lain, kebesaran Majapahit masih terus membayanginya. Di masa Mataram, Islam masuk ke pedalaman sehingga lebih bersifat agraris. Di zaman Yogyakarta, politik Belanda mewarnainya. Dalam Islam, ada tradisi; ada konteks; dan keduanya berinteraksi; ini menghasilkan perbedaan dan keragaman.

  Di samping tentang keragaman dan perbedaan, buku ini juga menawarkan sudut pandang: sudut pandang global dan lokal. Menempatkan suatu tradisi, pengetahuan, dan mitos pada tempatnya: dari mana itu berasal; dan bagaimana itu berkembang. Sudut pandang tentang keragaman tradisi keagamaan dan menempatkan tradisi itu dalam sejarah dunia manusia yang luas dan beragam.

  Buku ini ditulis awal mulanya berdasarkan matakuliah yang Penulis ampu di kelas, di UIN (Universitas Islam Negeri) Sunan Kalijaga, UGM (Universitas Gajah Mada), dan seminar-seminar yang dihadiri para dosen, mahasiswa baik strata satu, master, atau doktor. Namun, buku ini ditulis supaya memahamkan dan tidak membingungkan; sebuah usaha yang bersambung dan menyatu, tidak terpotong-potong dalam bab-babnya. Dengan menikmati buku ini, Pembaca diharapkan mengerti bagaimana jalannya sejarah, bagian dari perdebatan ilmu pengetahuan, dan juga jalannya tradisi keagamaan. Di samping sebagai bahan matakuliah yang Penulis ampu selama ini mulai dari tahun 2000: filsafat ilmu, orientalisme-oksidentalisme, sosiologi pengetahuan, agama dan multikulturalisme, pendekatan studi Islam, dan hermeneutika, saya harap buku ini bermanfaat bagi kalangan umum. Buku mengajak

  

Al Makin

  para Pembaca menghargai perbedaan dan keragaman dalam sejarah, pengetahuan, dan tradisi keagamaan; yang merupakan fondasi pokok dalam menghargai dan memahami apa yang kita yakini (ternyata tidak satu dan tidak pula sendiri): ada masih banyak keyakinan, dan tradisi di luar kita.

  Tulisan ini tidak membahas secara langsung, dan memberi definisi apa itu keragaman, tetapi mengajak berkelana sesuai dalam sejarah perjalanan budaya manusia. Perbedaan diterangkan dengan sejarah dan bukti-bukti bahwa segala sesuatu tidak seperti yang selama ini diyakini. Jadi kurang lebih, buku ini lebih tepat disebut sebagai jalan menuju keragaman, bagaimana kita beragam, berbeda, dan berkembang. Dunia ini tidak sederhana, tidak seperti tampaknya sederhana, tetapi rumit karena hubungan antara satu tradisi dengan tradisi lain: budaya satu dengan lainnya; pengetahuan satu dengan lainya, saling mempengaruhi; dan juga bagaimana itu juga mempengaruhi pemahaman kita manusia saat ini. Dengan membaca buku ini diharapkan bisa memahami bagaimana suatu ide itu bermula dan berubah, sehingga kita bisa menempatkankan tradisi sendiri dalam sejarah manusia yang panjang ini.

Terima kasih

  Buku ini punya kisah tersendiri. Yakni ketika Penulis mengajar sering menemui tantangan cara berfikir mahasiswa yang cenderung kurang menyadari bagaimana sejarah dunia. Mereka kadang tidak menyadari hubungan antar budaya, peradaban, dan kesulitan dalam menyusun kronologi sejarah. Penulis temui para mahasiswa berfikir homogen yang hanya berpatokan pada satu pandangan bahwa dunia ini bermula dari tradisi agama yang dipeluknya. Tidak ada dunia sebelumnya; tidak ada dunia sesudahnya. Misalnya mahasiswa Muslim tidak bisa membayangkan apa yang terjadi sebelum Islam, yaitu abad tujuh Masehi. Dikira tidak ada peradaban; tidak ada tulisan; tidak ada hiruk pikuk agama-agama, politik, dan budaya, sebelum era itu. Kebanyakan mereka berasumsi semua bermula dari Makkah dan Madinah; selain itu tidak ada apapun. Ini sama dengan membayangkan sebelum era itu adalah zaman vacuum, void. Buku ini berusaha menempatkan bagaimana cara kita berfikir secara majemuk dan beragam sesuai dengan bukti sejarah, sehingga menggiring kesadaran bahwa kita tidak sendirian di dunia ini.

  

Al Makin

  Sejarah manusia sudah panjang, namun sejarah peradaban masih muda; lebih muda lagi sejarah tradisi budaya dan beragama; dan lebih muda lagi pengetahuan dan teknologi.

  Penyusunan buku ini berhutang ucapan terima kasih kepada banyak orang dan pihak. Terima kasih atas kejelian Maryono (Mahasiswa Program Magister Studi Agama dan Resolusi Konflik), atas pembacaannya J. Banawiratma, ketulusan Zuly Qodir (Ilmuwan Muhammadiyah), Neng Anggi Ermarini (Ketua Fatayat NU). Terima kasih untuk istri tercinta Ro’fah yang kadang terkejut, kapan Ayah menulis? Kepada Nabiyya Perennia dan Arasy Dei, dua jagoan inspirasi, yang di sela-sela kejenuhan masih tetap asyik diajak berenang; Nabiyya sedang belajar giat untuk ujian, Dei sedang persiapan khitan. Yu Dini yang masak kebuli dan kejutan- kejutan bumbu baru dan selalu menuruti selera Dei.Om Teguh yang selalu siap diajak diskusi. Anis Hidayah sibuk terus. Untuk teman-teman di kantor: Saptoni, teman setia mengurus jurnal Al- Jami’ah. Fatimah Husein, dosen sekaligus juga ‘bos’ yang perduli dan perhatian di LPPM (Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat). Muhammad Wildan yang mengusulkan judul buku ini dalam kereta api menuju Purwokerto. Muhrison dan Syuhada di kantor yang sama. Di kantor Al-Jami’ah ada Sayyidah Aslamah (Ama), Ahmad Dardiri (Afu), Priyo, Euis Nurlaelawati, Nur Ichwan, Ratno Lukito, Ahmad Bunyan Wahib, dan lain-lain. Para pembaca muda, terima kasih semangat dan masukannya: Afu, Zayyin, dan Lia Khadijah. Teman-teman di Ushuluddin, jurusan Sosiologi Agama, Adib Sofia, Roma Ulinnuha, Nurussa’adah, Nafilah Abdullah, dan seluruh rekan dosen di UIN Sunan Kalijaga,

ICRS (Indonesian Consortium for Religious Studies), Pascasarjana, dan semua yang tidak bisa disebut namanya satu-persatu; para

  mahasiswa yang selalu siap diajak berdiskusi, di kelas, teater Eska, dan forum lainnya: terima kasih.

  

Al Makin

  

Al Makin

Bab Satu

Awal Dunia dari Warisan

Narasi Kuno

  Sebagai pembuka, bab ini memulai dengan menyajikan perjalanan narasi bagaimana dunia ini berawal, menurut versi catatan-catatan Kitab Suci dan bagaimana kaitannya dengan versi yang lebih kuno lagi. Pertanyaan tentang apa itu dunia, terikat kuat dengan masa lalu dunia, dan bagaimana dunia ini berawal. Pertanyaan mendasar ini telah lama menggangu pikiran manusia sejak berabad-abad lalu, tidak hanya manusia saat ini saja. Sejak kecil, kita sebagai ‘manusia’ sering meluapkan rasa ingin tahu tentang keberadaan diri kita dan alam sekitar: matahari di kala siang, bulan di kala malam, juga bintang-bintang sebagai penghias malam. Bumi seisinya, tumbuhan, binatang, juga udara dan air; kapan ini semua bermula? Bagaimana ini semua berawal? Kapan manusia ada? Bagaimana keadaan zaman dahulu kala sebelum ini semua ada? Tidak perlu cemas. Tidak usah khawatir. Kita bukanlah manusia yang pertama kali mengajukan ragam pertanyaan tersebut. Moyang manusia sudah lama merasa ‘terganggu’ pikirannya dan memendam rasa ingin tahu sejak kapan dunia ini ada.

  

Al Makin

  Menurut catatan dan bukti-bukti yang sampai kepada kita, dan hingga kini masih dapat kita baca, pertanyaan tersebut telah lama diajukan oleh umat manusia sejak 3000 SM (Sebelum Masehi, tahun-tahun sebelum Nabi Isa lahir, atau dalam bahasa

Inggris sering disebut dengan Before Common Era/BCE) atau 3500 tahun sebelum Islam lahir di abad tujuh Masehi di Jazirah Arab

  Rasa ingin tahu mereka juga narasi tentang mereka secara terus menerus diwariskan dari satu budaya ke budaya lain dan dari satu peradaban ke peradaban selanjutnya. Semuanya tetap tersimpan dalam catatan Kitab Suci, terutama yang masih berpengaruh bagi kehidupan beragama manusia saat ini.

  Kisah awal dunia dan proses penciptaan manusia pertama menunjukkan bahwa pemahaman masa kini merupakan warisan dari pemahaman masa lalu. Pertanyaan tentang awal dunia, nyatanya, bukan milik kelompok dan peradaban tertentu, dan hampir semua kebudayaan menyimpan dan menjawab pertanyaan- pertanyaan semacam itu.

Keterbatasan ingatan masa lalu

  Untuk menggambarkan dunia ini secara utuh, menghadirkan kembali apa yang telah terjadi, mengetahui apa itu dunia, bagaimana dunia berputar dan berkembang dari waktu ke waktu, “masa laluadalah kunci utamanya. Kita menyebutnya “sejarah”. Sejarah adalah salah satu cara memotret dunia dengan menengok ke belakang.

  Mengenal sosok pemimpin seperti Nabi, Rasul, raja, ratu, presiden, gubernur, bupati, rektor, atau dekan tak bisa dilepaskan dari usaha mempertanyakan masa lalunya, apa yang telah diperbuatnya, dan prestasi serta kesalahan apa saja yang telah ditorehkannya. Masa lalu menentukan dan mendefiniskan setiap individu, kelompok, dan dunia. Latar belakang pelamar kerja, misalnya, akan diketahui melalui Curriculum Vitae yang adalah masa lalunya. Konsep CV juga berlaku bagi bangsa, negara, manusia, bumi, dunia, dan seisi alam semesta ini.

  Manusia masa lalu, generasi yang telah lewat, bangsa yang telah berlalu, dan cerita zaman dahulu, akan mendefiniskan siapa manusia masa kini. Masa lalu menentukan masa kini, dari pelacakan asal muasal hingga perjalanan kehidupannya. Dunia

  

Al Makin

  sekarang ini bergantung pada masa lalu, bagaimana dunia dahulu kala terbentuk, terlahir, dan tumbuh berkembang. Manusia dan dunia ini ditentukan perjalanan yang telah lewat. Masa lalu menjadi kunci dari masa sekarang ini, karena itu menentukan siapa kita ini: manusia dan dunia ini. Tak pelak lagi, “masa lalu” adalah fase penting yang darinya “kita” didefinisikan dan mencapai bentuk dan keadaan seperti sekarang ini.

  Lalu, apakah itu “masa lalu”? Masa lalu adalah sesuatu yang telah kita lewati, telah terjadi, dan tidak lagi hadir di hadapan kita. Pertanyaan selanjutnya, bagaimana masa lalu yang telah lewat dan tidak lagi hadir di hadapan kita bisa dipulihkan kembali?

  Ingatan manusia! Manusia adalah makhluk paling beruntung karena memiliki ingatan yang sanggup menampung informasi masa lalu. Dibandingkan memori gajah, misalnya, memori manusia lebih bisa diandalkan. Seumur hidupnya, dari muda hingga tua, banyak hal dan kejadian yang dapat diingat dan diceritakan kembali kepada anak dan cucu, lebih-lebih kisah tentang peristiwa penting, menarik, dan menghebohkan. Tidak hanya mengingat masa lalu dan menceritakan untuk kawan-kawan lama sambil bernostalgia pada masa lalu menikmati kopi di sebuah kafe sambil bersenda gurau, namun juga masa kecil yang berkesan untuk diceritakan pada anak cucu.

  Faktanya, memori manusia terbatas. Tidak semua kisah bisa diceritakan ulang secara tuntas. Bahkan, banyak cerita masa lalu yang terlupakan. Patut pula dicatat tidak semua peristiwa dialami oleh individu semasa hidupnya. Banyak yang tidak teralami, tidak diikuti, tidak diperhatikan, atau karena individu itu sendiri tidak terlibat. Pun seseorang yang terlahir di dunia ini, pada tahap tertentu, tidak selalu mampu mengingat peristiwa yang dialaminya, terutama persitiwa sebelum ia hadir di bumi. Manusia cenderung hanya mengingat peristiwa semasa hidupnya dan apa yang dialaminya pasca dilahirkan di bumi. Manusia tidak mengetahui kejadian sebelum ia dilahirkan, tidak pula masa sesudah ia mati. Manusia punya batas hidup dan masa hidup, di mana keterbatasan itulah yang menjadi batasan ingatan manusia atas peristiwa demi peristiwa. Maka jika seseorang ingin tahu kejadian sebelum ia dilahirkan, ia harus mempelajarinya dari ingatan orang lain, atau tepatnya “catatan”. Catatan adalah penyimpanan ingatan yang

  

Al Makin

  bertahan lebih lama dari ingatan manusia itu sendiri. Cerita yang ditularkan dari mulut ke mulut, dalam bahasa Jawa dikenal dengan getok tular. Getok tular inilah yang menolong manusia mengabadaikan memori. Memori yang tersimpan dalam catatan, dalam bahasa Indonesia modern, disebut dengan “sejarah”.

  Sejarah berasal dari kata Arab syajarah yang artinya pohon; maksudnya sebuah pohon terdiri atas batang, cabang, dan ranting.

  

Syajarah biasanya merujuk pada ilmu nasab atau genealogi. Dalam

  wacana posmodernisme mutakhir, genealogi digunakan kembali untuk menggambarkan tradisi intelektual kesejarahan, terutama genealogi menurut Michel Foucault.

  Pada masa lalu, dalam tradisi Arab yang diteruskan ke dalam tradisi Nusantara, orang biasa membuat ilustrasi pohon untuk memudahkan dalam melacak nenek moyang dan keturunanannya: nenek, bapak, ibu, anak, cucu dan seterusnya. Inilah akar kata “sejarah” dalam bahasa Indonesia. Sedangkan dalam bahasa Inggris, sejarah biasa disebut sebagai history, atau l’histoire dalam bahasa Perancis dan Geschichte dalam bahasa Jerman. Dalam istilah

Arab akademik kekinian, sejarah lebih sering menggunakan istilah historiografi atau tarikh sebagaimana banyak digunakan dalam

  judul banyak buku sejarah Arab, dari al-Tabari (224-310 H/838- 923 M) sampai Ibn Khaldun (732-808 H/1332-1406 M).

  Manusia saat ini beruntung bisa mengakses catatan para sejarawan yang telah lalu: Yunani, Roma, Arab, Eropa, China, Jepang dan lain-lain. Seorang sejarawan dan cendikiawan Yunani Kuno Herodotus dari Halikarnassus (484-425 SM), misalnya, mencatat peristiwa-peristiwa menarik, berkisar kehidupan, peperangan, dan anekdot dari Yunani, Mesir, Persia, dan daerah-daerah sekitarnya. Ia mengatakan dalam pembukaannya seperti ini:

  Ini semua tentang sejarah (l’histoire, history, inquiry,

  narrative, research) yang disusun oleh Herodotus dari

  Halikarnassus, yang dipublikasikan, dengan harapan untuk menyimpan ingatan-ingatan yang bisa hilang tentang apa yang telah dilakukan oleh manusia, bagaimana ia melakukan sesuatu yang hebat, dari orang-orang Yunani dan Barbar (non-Yunani) tentang keberhasilannya dan kegagalannya dalam berperang (Herodotus 1890, bab 1).

  Jika seseorang ingin mengetahui apa yang terjadi dengan Yunani pada waktu itu, generasi sekarang ini punya catatan peninggalannya

  

Al Makin

  dari zaman Herodotus: “Erodotou Alikarnesseos stories apodexis ede.” Apakah catatan tersebut bisa dipercaya atau tidak, itu persoalan lain. Yang jelas, Herodotus mencatat kejadian-kejadian yang menurutnya menarik. Bangsa Yunani waktu itu, sekitar 500 tahun sebelum Nabi Isa (Yesus) lahir, atau 1000 tahun sebelum Nabi Muhammad lahir, telah mencatat perjalanan, peperangan, dan sejarah bangsa- bangsa tetangganya. Yunani, sebagaimana juga bangsa-bangsa lain waktu itu, banyak melakuan peperangan. Peristiwa-peristiwa itulah yang menarik bagi Herodotus, terutama peristiwa tentang lawan bebuyutannya: Xerxes, Cyrus, dan Darius dari Persia. Banyak dari catatan Herodotus menceritakan peperangan, penyerangan, pertahanan, dan tindakan-tindakan kepahlawanan lainnya.

  Dalam tradisi Jawa, ada juga catatan tentang masa lalu yang berisi tentang perkiraan seperti apa dan dari mana asal muasal para bangsawan dan raja, yang dirangkai dalam Babad Tanah Jawa; penulis aslinya tidak tercantum. Babad (sejarah atau riwayat) tentang masa lalu Jawa justru ditemukan oleh seorang Belanda W. L. Olthof dan dipublikasikan pada 1941 dengan judul Punika Serat

  

Babad Tanah Jawi Wiwit Saking Nabi Adam Doemoegi ing Taoen

1647 (Inilah Serat Babad Tanah Jawa sejak Nabi Adam sampai

  dengan tahun 1647) (Olthof 2014, v). Dalam bab pertama Babad tersebut, ada cerita masa lalu yang dirangkai dalam bentuk syajarah (pohon genealogi, nasab) sebagai berikut:

  Inilah babad para raja di tanah Jawa, mulai dari Nabi Adam, berputra Sis. Esis berputra Nurcahya. Nurcahya berputra Nurasa. Nurasa berputra Sanghyang Wening. Sanghyang Wening perputra Sanghyang Tunggal. Sanghyang Tunggal berputra Batara Guru. Batara Guru berputra lima bernama Batara Sambo, Batara Brama, Batara Maha Dewa, Batara Wisnu, Dewi Sri. Batara Wisnu menjadi raja di Pula Jawa bergelar Prabu Set. Kerajaan Batara Guru ada di Sura Laya (Olthof 2014, 1). Jika Yunani sekitar 2500 tahun yang lalu sudah tertarik mencatat apa yang terjadi dengan peristiwa sekitarnya, Jawa demikian halnya. Hanya saja, pencatatan yang dimaksud dilakukan di 2000 tahun kemudian. Sekalipun terpaut ribuan tahun, catatan Herodotus memiliki kualitas yang lebih baik dari Babad. Jujur saja,

  

Babad masih ketinggalan dari catatan Herodotus dari segi kualitas

  

Al Makin

  mitos dan kejurnalistikannya; sekedar jujur terhadap budaya sendiri dan bukan bermaksud melebihkan budaya lain. 2000 tahun sebelumnya, Yunani sudah mencatat peristiwa-peristiwa di sekitarnya. Sementara Babad di 2000 tahun kemudian masih berkutat dalam mencari legitimasi dan kemuliaan dengan cara mengaitkan peristiwa kekinian (pada masa Babad) dengan trah para dewa.

  Menurut pandangan Babad, yang mungkin mewakili pandangan umum orang Jawa abad tujuh belas Masehi, alam dunia ini terkait dengan alam dewa dan negeri-negeri nun jauh di sana. Para raja Jawa adalah keturunan para dewa dan para nabi yang nasabnya sampai kepada nabi Adam. Tentu saja apa yang disarikan dari Babad tersebut tidak mencatat apa yang terjadi saat itu, lebih-lebih yang terjadi di hadapan penulisnya (yang tetap merahasikan identitasnya). Yang diberitakan Babad adalah apa yang harus dimuliakan dan dijunjung tinggi. Sejatinya, ini adalah bentuk legitimasi dan justifikasi dan tidak menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi ketika itu. Demikianlah batasan pandangan- dunia orang Jawa ketika itu: masa penjajahan Belanda, di mana