KERAGAMAN SUKU DAN BUDAYA MERUPAKAN KEKU

KERAGAMAN SUKU DAN BUDAYA MERUPAKAN
KEKUATAN BAGI NKRI

Oleh :
IDHAM SYAHRIR METARIUM / 1431140041
RIFKY MAULANA IBRAHIM / 143140042
RIYANTI / 1431140043

1

ABSTRAK
Pembukaan UUD 1945 secara historis sebagai Indonesian Declaration of
Independence dirumuskan sebuah konsep kecerdasan kehidupan bangsa.
Konsep
pendidikan
Indonesia
sesungguhnya
memiliki
akar
yang
kokoh.Pendidikan adalah tangga untuk mobilitas kelas. Bersama dengan

pendidikan seseorang merubah nasibnya. Tingginya angka putus sekolah
membuat pendidikan jauh dari akses mereka yang tak mampu. Genangan
masalah yang membanjir itulah membuat pendidikan jadi urusan yang tak
sederhana. Pelanggaran atas hak-hak pendidikan membawa pengaruh atas
pemenuhan hak-hak yang lain.
Pelanggaran atas hak pendidikan akan membawa akibat panjang. Dengan
tingkat buta huruf yang tinggi maka kualitas sumber daya manusia tentu rendah.
Dengan banyaknya bangunan sekolah yang rusak pasti membawa dampak pada
kualitas pembelajaran. alokasi budget yang rendah akan membuat beban
pembiayaan pendidikan terus-terusan ditanggung oleh masyarakat. Negara yang
ditunjuk sebagai pengemban tugas pencerdasan mulai tak mampu berperan. Kini
negara hanya memasrahkan pendidikan pada arena pasar sosial yang buas.
Pasar identik dengan wilayah dimana hukum jual beli yang berlaku.
Undang-Undang No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
belum cukup melindungi masyarakat (khususnya pendidik dan peserta didik)
dalam hal penerapan sistem pendidikan nasional, hal ini menunjukan bahwa
dalam Undang- Undang No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
ada kesenjangan antara jiwa konstitusi dengan semangat Undang-Undang No.20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional itu sendiri. Ini mengakibatkan
konsep, istilah, dan rumusan keduanya tidak sejalan. Disamping itu, antara

Undang-Undang No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan
peraturan perundang-undangan turunannya juga tidak semuanya konsisten.
Demikian juga dengan Peraturan Pemerintah dan berbagai Peraturan Menteri.
Pasal-pasal yang ada dalam Undang-Undang No.20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional masih belum cukup mengakomodasi masalah pendidikan,
masih ada pasal-pasal yang tidak konsisten dan bertentangan dengan Pancasila
dan Undang-undang Dasar 1945.
Kata Kunci : Kemiskinan, Pendidikan, Sistem Pendidikan Nasional

2

A. PENDAHULUAN
Indonesia adalah negara yang kaya akan sumber daya alam dan memiliki
keberagaman suku, agama, ras, budaya dan bahasa daerah. Indonesia memiliki
lebih dari 300 suku bangsa. Dimana setiap suku bangsa memiliki kebudayaan
yang berbeda-beda antara satu dengan yang lain. suku bangsa merupakan
bagian dari suatu negara. Dalam setiap suku bangsa terdapat kebudayaan yang
berbeda-beda. selain itu masing-masing suku bangsa juga memiliki norma sosial
yang mengikat masyarakat di dalamnya agar ta’at dan melakukan segala yang
tertera di dalamnya. Setiap suku bangsa di indonesia memiliki norma-norma

sosial yang berbeda-beda.
Keragaman budaya bisa menjadi peluang kekuatan dalam membangun
bangsa, jika keragaman budaya itu dikelola dengan baik, namun bisa menjadi
ancaman perpecahan bangsa, bila tidak mampu mengelolanya. Peluang kekuatan
itu bisa tercipta ketika orang berkumpul bersama dalam keragaman tersebut,
namun dapat menjadi ancaman ketika orang sulit untuk bersosialisasi, lebih
banyak

menutup

diri,

tidak

mau

membuka

pikiran,


lebih

banyak

mempertimbangkan sesuatu dari satu sisi, egois, dengan terjadinya hal tersebut
ia membiarkan keegoisan dan emosinya untuk menjalankan pola pikirnya
terhadap sesuatu.
Dengan didukung oleh sistem pemerintahan yang bercorak demokrasi,
keragaman budaya selalu dijaga dan dijamin “perkembangbiakkan-nya” di
wilayah NKRI. Peluang dan ancaman keragaman budaya pun turut menyertai
kelestarian keragaman budaya tersebut.
Sejarah membuktikan bahwa berbagai kebudayaan di Indonesia mampu
hidup secara berdampingan, saling mengisi, ataupun berjalan secara paralel.
Dalam konteks kekinian dapat kita temui bagaimana kebudayaan masyarakat
urban dapat berjalan paralel dengan kebudayaan rural atau pedesaan, bahkan
dengan kebudayaan berburu meramu yang hidup jauh terpencil. Hubunganhubungan antar kebudayaan tersebut dapat berjalan terjalin dalam bingkai
“Bhinneka

Tunggal


Ika”,

dimana

bisa

kita

maknai

bahwa

konteks
3

keanekaragamannya bukan hanya mengacu kepada keanekaragaman kelompok
suku bangsa semata namun kepada konteks kebudayaan.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa itu budaya dan keragaman budaya?
2. Bagaimana mengelola keragaman budaya?

3. Bagaimana cara menyikapi perbedaan budaya di masyarakat?

C. PEMBAHASAN
1. Budaya dan Keragaman Budaya
BUDAYA DAN KEBUDAYAAN
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, budaya berarti pikiran; akal budi,
adat istiadat, dan sesuatu yg sudah menjadi kebiasaan yang sudah sukar diubah.
Dalam keseharian kita, budaya sering diartikan sebagai kebiasaan yang sudah
mengakar lama hingga dianggap berasal dari suku atau struktur genetika
seseorang. Kebudayaan berarti hasil kegiatan dan penciptaan batin (akal budi)
manusia seperti kepercayaan, kesenian, dan adat istiadat, dan juga keseluruhan
pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial yang digunakan untuk memahami
lingkungan serta pengalamannya dan yang menjadi pedoman tingkah lakunya.
Menurut

Raymond

Williams,

pengamat


dan

kritikus

kebudayaan

terkemuka, kata budaya (culture) pada awalnya dekat pengertiannya dengan
kata “kultivasi” (cultivation), yaitu pemeliharaan ternak, hasil bumi, dan upacaraupacara religius yang kemudian muncul istilah kultus atau cult. Sejak abad ke-16
hingga 19, istilah ini mulai diterapkan secara luas untuk pengembangan akal budi
manusia dan sikap-perilaku pribadi lewat pembelajaran. Dalam konteks ini, kita
bisa memahami mengapa seseorang disebut berbudaya atau tidak berbudaya.
Selama periode panjang ini pula istilah budaya diterapkan untuk entitas yang
lebih besar yaitu masyarakat sebagai keseluruhan, dan dianggap merupakan
padanan kata dari peradaban. Atas dasar itu, Williams berani berpendapat bahwa
perubahan-perubahan historis tersebut bisa direfleksikan ke dalam tiga arus
penggunaan istilah budaya, yaitu:
1. Mengacu pada perkembangan intelektual, spiritual, dan estetis dai seorang
individu, sebuah kelompok, atau masyarakat.
4


2. Yang mencoba memetakan khazanah kegiatan intelektual dan artistik
sekaligus produk-produk yang dihasilkan (film,benda-benda seni, dan
teater). Dalam penggunaan ini budaya kerap diidentikkan dengan istilah
“kesenian”.
3. Mengambarkan keseluruhan cara hidup, berkegiatan, keyakinan-keyakinan,
dan adat kebiasaan sejumlah orang, kelompok atau masyarakat.
Antropolog A.L. Kroeber dan C. Kluckhohn mendata hingga 160 definisi
kebudayaan. Dari sekian banyak definisi yang juga banyak saling tumpang
tindih, mereka mengidentifikasi enam pengertian utama kebudayaan yaitu:
1. Definisi deskriptif; cenderung melihat budaya sebagai totalitas komprehensif
yang menyusun keseluruhan hidup sosial sekaligus menunjukkan sejumlah
ranah yang membentuk budaya.
2. Definisi historis; cenderung melihat budaya sebagai warisan yang dialihturunkan dari generasi satu ke generasi berikutnya.
3. Definisi normatif; bisa mengambil dua bentuk. Yang pertama, budaya adalah
aturan atau jalan hidup yang membentuk pola-pola perilaku tindakan yang
konkret. Yang kedua, menekankan peran gugus nilai tanpa mengacu pada
perilaku.
4. Definisi psikologis; cenderung memberi tekanan peran budaya sebagai
piranti pemecahan masalah yang membuat orang bisa berkomunikasi,

belajar, atau memenuhi kebutuhan material maupun emosionalnya.
5. Definisi struktural; mau menunjuk pada hubungan atau keterkaitan antara
aspek-aspek yang terpisah dari budaya sekaligus menyoroti fakta bahwa
budaya adalah abstraksi yang berbeda dari perilaku konkret.
6. Definisi genetis; definisi budaya yang melihat asal-usul bagaimana budaya
itu bisa eksis atau tetap bertahan. Definisi ini cenderung melihat budaya
lahir dari interaksi antar-manusia dan tetap bisa bertahan karena
ditransmisikan dari satu generasi ke generasi berikutnya.
Dalam pemakaian dewasa ini, menurut Smith, pengertian “kebudayaan”
cenderung berlawanan dengan struktur material, teknologi, dan sosial dalam arti
lebih abstrak. Kebudayaan dipandang sebagai yang ideal, spiritual, nonmateri,
dan otonom terhadap kekuatan ekonomi, distribusi kekuasaan atau kebutuhan
5

struktur sosial. Bisa dikatakan bahwa kebudayaan merupakan hasil akal budi
yang hanya bisa dihidupi dan dilihat dalam akal budi manusia berbudaya.
Selain itu, Edward Burnett Tylor dalam karyanya berjudul Primitive

Culture, mengartikan
pengetahuan,


kebudayaan

kepercayaan,

sebagai

kesenian,

kompleks

hukum,

adat

dari

keseluruhan

istiadat


dan

setiap

kemampuan lain dan kebiasaan yang dimiliki oleh manusia sebagai suatu
anggota masyarakat.
Dapat disimpulkan bahwa ketiga tokoh tersebut menyetujui arti budaya
sebagai akal budi, pikiran, spirit; dan kebudayan sebagai hasil dari akal budi atau
pikiran tersebut yang kemudian menciptakan seluruh pengetahuan manusia yang
nampak dalam kebiasaaan, adat istiadat, keyakinan-keyakinan dan warisannya.
KERAGAMAN BUDAYA
Keragaman atau keberagaman (plurality) adalah sebuah tren yang pada
saat sekarang berhadapan dengan sebuah proses lain yang membuat dunia ini
menjadi desa global, a global village, sebuah desa yang dicirikan oleh kekuatan
kapitalisme

di

bidang

ekonomi

dan

inforamsi.

Selain

itu keragaman

budaya adalah kumpulan budaya yang berbeda dengan saling menghormati
perbedaan dalam budaya orang lain. Ini juga bisa berarti berbagai manusia dan
masyarakat atau budaya di daerah tertentu, atau di dunia secara keseluruhan.
Jacques Derrida menekankan keragaman dalam keanekaan cara berpikir
dan pendekatan terhadap teks yang ada. Derrida memang memproklamasikan
kebebasan untuk mengeksplorasi realitas atau teks yang akan membawa pada
keberagaman makna atau polisemi. Menurutnya setiap komunitas mempunyai
cara pandang sendiri yang tentu saja dipengaruhi oleh situasi dan sejarah.
Tidak bisa dipungkiri lagi, bahwa budaya saat ini tidak lagi hanya
“dimiliki” oleh satu kelompok dalam wilayah tertentu, tapi budaya dalam
keragaman sudah menjadi “konsumsi” dan “milik” semua orang tanpa dibatasi
oleh ruang atau wilayah tertentu. Keragaman budaya dilihat sejauh masyarakat
dipandang sebagai tersusun dari pelbagai ragam kelompok yang relatif
independen dan organisasi yang mewakili bidang-bidang dan pekerjaan yang

6

berbeda. Alasannya ialah bahwa semua nilai yang sungguh-sungguh manusiawi
dapat memberikan sumbangan bagi pembangunan masyara
2. Mengelola Keragaman Budaya
Pada era globalisasi saat ini, mengelola suatu bangsa yang luas dan besar
seperti bangsa Indonesia tentu bukan merupakan hal yang mudah. Tantangan
globalisasi menjadi bagian dari tantangan yang bersifat eksternal selain dari
tantangan, bahkan ancaman yang berasal dari keanekaragaman budaya dan
suku bangsa yang bersifat internal.
Keragaman suku bangsa yang ada di Tanah Air merupakan kekuatan
bangsa Indonesia. Kemampuan untuk mengelola keragaman suku bangsa yang
besar diperlukan untuk mencegah terjadinya perpecahan yang akhirnya akan
mengganggu kesatuan bangsa. Etnosentrisme yang dilestarikan hanya akan
menghilangkan kekuatan bangsa.
Menanggapi hal ini, Michel Foucault[9] memberi pemahaman untuk
mengelola keragaman budaya dengan terlebih dahulu mengajak kita memahami
manusia sebagai pengelola keragaman budaya. Ia melihat manusia sebagai
subjek rasional yang memiliki kesadaran akan kolektivitas dan pluralitas
peradaban. Maka manusia sebagai anggota etnis tertentu harus mengeksplorasi
keberadaanya, melalui usaha-usaha menafsirkan kebenaran, membangun sistem
makna, serta merumuskan tujuan dan arah hidup, baik secara personal maupun
kolektif dengan berpijak pada kearifan lokal masing-masing etnis. Dengan
demikian, setiap etnis pun memiliki hasrat dan kemauan untuk membangun
dialog antarperadaban dan etnnis.
Alo

Liliweri,

M.

S.

Dalam

bukunya Dasar-Dasar

Komunikasi

Antarbudaya menawarkan konsep komunikasi[10] antarbudaya demi terciptanya
interaksi antarbudaya yang efektif. Tujuan dari komunikasi antarbudaya adalah
untuk

membentuk

hubungan

antarbudaya

yang

melahirkan

semangat

kesetiakawanan, persahabatan dan mengurangi konflik. Tucker dan Baier
menambahkan bahwa kemampuan berkomunikasi saja belum cukup membuat
seseorang bersikap kritis atau cermat dalam penyesuaian antarbudaya tetapi

7

mencoba untuk menghilangkan sikap merasa diri lebih unggul daripada orang
lain dan kebudayaan lain.
Gereja dalam Gaudium et Spes artikel 54, menghimbau agar membuka
cara-cara baru mengembangkan dan menyebarluaskan kebudayaan. Cara-cara
itu lahir berkat perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang kemudian
menghasilkan ilmu-ilmu eksata yang mengembangkan penilaian kritis, penelitianpenelitian

yang

memberi

penjelasan

lebih

mendalam

tentang

kegiatan

manusiawi, kebiasaan hidup serta adat istiadat menjadi semakin beragam, yang
serta-merta meningkatkan pertukaran antara pelbagai bangsa dan golongan
masyarakat dan membentuk kebudayaan bagi semua dan setiap orang.
Kebudayaan harus ditumbuhkan sedemikian rupa sehingga mengembangkan
pribadi manusia seutuhnya secara seimbang, dan membantunya dalam tugas
yang pelaksanaanya merupakan panggilan semua umat beriman Kristen.
Oleh karena itu, untuk bisa mengelola keragaman budaya, kita harus
kembali untuk menyadari hakikat diri kita sebagai makhluk rasional yang mampu
menciptakan berbagai ilmu pengetahuan dan teknologi. Kesadaran ini akan
mendorong kita untuk bisa memaknai keragaman budaya sebagai hasil dari
berbagai ilmu pengetahuan yang beragam itu. Maka hasil ciptaan manusia yang
beragam itu harus mampu membuat kita menjadi pribadi yang utuh, karena
penghargaan dan penerimaan akan keragaman budaya, hasil ciptaan kita sendiri.
Seandainya kita mengikari keragaman kebudayaan, berarti kita mengingkari
keragaman pola pikiran kita sendiri yang merupakan pencetus lahirnya
kebudayaan.
3. Menyikapi Perbedaan Budaya Di Masyarakat
menyikapi perbedaan bukanlah hal yang mudah dan bukan pula hal yang
susah bila kita mau berusaha. Perbedaan budaya adalah bukan pemicu
pertengkaran

dan

perpisahan

atau

perselisihan

tapi

perbedaan

budaya

sesungguhnya kekayaan bila kita mau berfikir positif.
Kesadaran budaya sangatlah di butuhkan dalam mengelola perbedaanperbedaan budaya yang ada. Hal ini di karenakan oleh seringnya perbedaan
budaya yang menimbulkan konflik-konflik yang ada didalam masyarakat.
8

Masyarakat terkadang lupa pada dasarnya setiap masyarakat memiliki pola dan
corak kebudayaan yang berbeda satu sama lain. Sehingga mereka cenderung
memperlakukan sama pada setiap bebtuk kebudayaan. Padahal budaya itu
sendiri berbebtuk sesuai dengan corak masyarakat yang bersangkutan. Sikap
seperti inilah sering kali memicu kesalahpahaman yang berujung konflik etnis.
Dengan kesadaran yang di terpkan anggota masyarakt hendaknya integrasi
sosial akan tetap terjaga.
Budaya yang berkembang di masyarakat sejak dahulu membuat
masyarakat di indonesia pada saat ini harus sadar bahwa mereka mempunyai
budaya yang berbeda-beda dan kaya. Dan masyarakat juga harus menyadari
bahwa tidak selamanya budaya yang mereka miliki itu baik, seperti budaya
korupsi dan sebagainya.
Beberapa cara agar kita bisa menerima perbedaan budaya:
1. Sadar bahwa setiap manusia di ciptakan berbeda.
2. Sadar bahwa semua manusia tidak bisa menentukan akan terlahir sebagai
suku apa dan bangsa apa.
3. Menjadikan perbedaan sebagai kekayaan bukan kekurangan.
4. Membicarakan baik-baik jika ada perselisihan
MENYIKAPI PERBEDAAN BUDAYA DI MASYARAKAT BERDASARKAN
“BHINEKA TUNGGAL IKA”
Banyaknya perbedaan kebudayaan dalam suku bangsa bisa menjadi
sumber-sumber untuk dapat menyebabkan terjadinya konflik antara suku-suku
bangsa dan golongan pada umumnya dalam negara-negara yang berkembang
seperti negara Indonesia, ada paling sedikit lima macam:
1. Konflik bisa terjadi kalau warga dari dua suku-bangsa masing-masing
bersaing dalam hal mendapatkan lapangan mata pencaharian hidup yang
sama.
2. Konflik

bisa

terjadi

kalau

warga

dari

satu

suku-bangsa

mencoba

memaksakan unsur-unsur dari kebudayaannya kepada warga dari suatu
suku-bangsa lain.

9

3. Konflik yang sama dasarnya, tetapi lebih fanatik dalam wujudnya, bisa
terjadi kalau warga dari satu suku bangsa mencoba memaksakan konsepkonsep agamanya terhadap warga dari suku-bangsa lain yang berbeda
agama.
4. Konflik terang akan terjadi kalau satu suku-bangsa berusaha mendominasi
suatu suku-bangsa lain secara politis.
5. Potensi konflik terpendam ada dalam hubungan antara suku-suku bangsa
yang telah bermusuhan secara adat.
Potensi untuk bersatu atau paling sedikit untuk bekerjasama tentu ada
dalam tiap-tiap hubungan antara suku bangsa dan golongan. Potensi itu ada
dua, yaitu:
1. Warga dari dua suku-bangsa yang berbeda dapat saling bekerjasama secara
sosial-ekonomis, kalu mereka masing-masing bisa mendapatkan lapanganlapangan mata pencaharian hidup yang berbeda-beda dan yang saling
lenglap-melengkapi. Dalam keadaan saling butuh-membutuhkan itu, akan
berkembang suatu hubungan , yang di dalam ilmu antropologi sering disebut
dengan hubungan simbiotik. Dalam hal itu sikap warga dari satu sukubangsa terhadap yang lain dijiwai oleh suasana toleransi.
2. Warga dari dua suku-bangsa yang berbeda dapat juga hidup berdampingan
tanpa konflik, kalau ada orientasi ke arah suatu golongan ketiga, yang dapat
menetralisasi hubungan antara kedua suku-bangsa tadi.
Realitas

suatu

bangsa

yang

menunjukkan

adanya

kondisi

keanekaragaman budaya, mengarahkan pada pilihan untuk menganut asas
multikulturalisme. Dalam asas multikulturalisme ada kesadaran bahwa bangsa
itu tidak tunggal, tetapi terdiri atas sekian banyak komponen yang berbeda.
Multikluturalisme menekankan prinsip tidak ada kebudayaan yang tinggi dan
tidak ada kebudayaan yang rendah di antara keragaman budaya tersebut.
Semua kebudayaan pada prinsipnya sama-sama ada dan karena itu harus
diperlakukan dalam konteks duduk sama rendah dan berdiri sama tinggi.
Asas itu pulalah yang diambil oleh Indonesia, yang kemudian dirumuskan
dalam semboyan yaitu “bhineka tunggal ika”.
“Bhinneka Tunggal Ika” merupakan alat pemersatu bangsa.
10

Bhinneka

Tunggal

Ika

merupakan

semboyan

bangsa

kita

yang

mengungkapkan persatuan dan kesatuan yang berasal dari keanekaragaman.
Walaupun kita terdiri atas berbagai suku yang beranekaragam budaya daerah,
namun kita tetap satu bangsa Indonesia, memiliki bahasa dan tanah air yang
sama, yaitu bahasa Indonesia dan tanah air Indonesia. Begitu juga bendera
kebangsaan merah putih sebagai lambang identitas bangsa dan kita bersatu
padu di bawah falsafah dan dasar negara Pancasila.
Realitas historis menunjukkan bahwa bangsa Indonesia berdiri tegak di
antara keragaman budaya yang ada. Salah satu contoh nyata yaitu dengan
dipilihnya bahasa Melayu sebagai akar bahasa persatuan yang kemudian
berkembang menjadi bahasa Indonesia. Dengan kesadaran yang tinggi semua
komponen bangsa menyepakati sebuah konsensus bersama untuk menjadikan
bahasa Melayu sebagai bahasa persatuan yang dapat mengatasi sekaligus
menjembatani jalinan antar komponen bangsa.
Adat istiadat, kesenian, kekerabatan, bahasa, dan bentuk fisik yang
dimiliki oleh suku-suku bangsa yang ada di Indonesia memang berbeda, namun
selain perbedaan suku-suku itu juga memiliki persamaan antara lain hukum, hak
milik

tanah,

persekutuan,

dan

kehidupan

sosialnya

yang

berasaskan

kekeluargaan.
Untuk

dapat

bersatu kita

harus

memiliki

pedoman

yang

dapat

menyeragamkan pandangan kita dan tingkah laku kita dalam kehidupan seharihari. Dengan demikian, akan terjadi persamaan langkah dan tingkah laku bangsa
Indonesia. Pedoman tersebut adalah Pancasila, kita harus dapat meningkatkan
rasa persaudaraan dengan berbagai suku bangsa di Indonesia.
Membiasakan bersahabat dan saling membantu dengan sesama warga
yang ada di lingkungan kita, seperti gotong royong akan dapat memudahkan
tercapainya persatuan dan kesatuan bangsa. Bangsa Indonesia harus merasa
satu, senasib sepenanggungan, sebangsa, dan sehati dalam kekuatan wilayah
nasional dengan segala isi dan kekayaannya merupakan satu kesatuan wilayah.
Dalam pandangan Koentjaraningrat (1993:5) Indonesia dapat disebut
sebagai negara plural terlengkap

di dunia di samping negara Amerika. Di

11

Amerika dikenal semboyan et pluribus unum, yang mirip dengan bhineka tunggal

ika, yang berarti banyak namun hakikatnya satu.
Semboyan Bhineka Tunggal Ika memang menjadi sangat penting
ditengah beragamnya adat dan budaya Indonesia. Menjadi barang percuma,
apabila semboyan penuh makna tersebut hanya menjadi pelengkap burung
garuda penghias dinding. Bhineka Tunggal Ika bermakna berbeda beda tetapi
tetap satu jua, sebuah semboyan jitu yang terbukti berhasil menyatukan bangsa
dengan sejuta suku, bangsa yang kaya akan ideologi, menjadi sebuah bangsa
yang utuh dan merdeka.
Bhinneka Tunggal Ika merupakan alat pemersatu bangsa. Untuk itu kita
harus benar-benar memahami maknanya. Negara kita juga memiliki alat-alat
pemersatu bangsa yang lain yakni:
1. Dasar Negara Pancasila
2. Bendera Merah Putih sebagai bendera kebangsaan
3. Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dan bahasa persatuan
4. Lambang Negara Burung Garuda
5. Lagu Kebangsaan Indonesia Raya
6. Lagu-lagu perjuangan
Masih banyak alat-alat pemersatu bangsa yang sengaja diciptakan agar
persatuan dan kesatuan bangsa tetap terjaga. Persatuan dalam keragaman
memiliki arti yang sangat penting. Persatuan dalam keragaman harus dipahami
oleh setiap warga masyarakat agar dapat mewujudkan hal-hal sebagai berikut:
1. Kehidupan yang serasi, selaras dan seimbang
2. Pergaulan antarsesama yang lebih akrab
3. Perbedaan yang ada tidak menjadi sumber masalah
4. Pembangunan berjalan lancar
Adapun sikap yang perlu dikembangkan untuk mewujudkan persatuan
dalam keragaman antara lain:
1. Tidak memandang rendah suku atau budaya yang lain
2. Tidak menganggap suku dan budayanya paling tinggi dan paling baik
3. Menerima keragaman suku bangsa dan budaya sebagai kekayaan bangsa
yang tak ternilai harganya.
12

4. Lebih mengutamakan negara daripada kepentingan daerah atau suku
masing-masing. Kita mesti bangga, memiliki suku dan budaya yang
beragam. Keragaman suku dan budaya merupakan kekayaan bangsa yang
tak ternilai harganya. Bangsa asing saja banyak yang berebut belajar budaya
daerah kita. Bahkan kita pun sempat kecolongan, budaya asli daerah kita
diklaim atau diakui sebagai budaya asli bangsa lain. Karya-karya putra
daerah pun juga banyak yang diklaim oleh bangsa lain.

13