HUBUNGAN KEPATUHAN MINUM OBAT ANTIHIPERTENSI TERHADAP TEKANAN DARAH PASIEN HIPERTENSI DI DESA SALAMREJO

(1)

SALAMREJO

Diajukan untuk Memenuhi Sebagai Syarat Memperoleh Drajat Sarjana Ilmu Keperawatan pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun oleh :

SHOLEHAH AWALI NOORHIDAYAH 20120320133

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMADIYAH YOGYAKARTA 2016


(2)

KARYA TULIS ILMIAH

HUBUNGAN KEPATUHAN MINUM OBAT ANTIHIPERTENSI

TERHADAP TEKANAN DARAH PASIEN HIPERTENSI DI DESA

SALAMREJO

Diajukan untuk Memenuhi Sebagai Syarat Memperoleh Drajat Sarjana Ilmu Keperawatan pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun oleh :

SHOLEHAH AWALI NOORHIDAYAH 20120320133

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMADIYAH YOGYAKARTA 2016


(3)

(4)

PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama : Sholehah Awali Noorhidayah NIM : 20120320133

Program Studi : Ilmu Keperawatan

Fakultas : Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Karya Tulis Ilmiah yang saya tulis ini benar – benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir Karya Tulis Ilmiah ini.

Apabila dikemudian hari terbukti atau dibuktikan Karya Tulis Ilmiah ini hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.

Yogyakarta, 12 Agustus 2016 Yang membuat pernyataan


(5)

HALAMAN PERSEMBAHAN

1. Alhamdulillahirabbil'alamiin puji syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Allah SWT serta Sholawat salam senantiasa penulis haturkan kepada Nabi besar kita Muhammad SAW yang telah memberikan kemudahan serta kelancaran bagi penulis dalam menyusun Karya Tulis Ilmiah ini.

2. Terimakasih banyak kepada kedua ortua Bapakku tersayang H. Karyono ST dan Ibunda tercinta Hj. Sulastri yang selalu memberikan dukungan secara finansial, arahan dan doa-doa setiap saatnya. Alhamdulillah, anakmu bisa menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah. Semoga ilmu ini dapat bermanfaat untuk kedepannya. Aamiin.

3. Dosen ku tercinta ibu Ambar Relawati S.Kep.,Ns.,M.Kep., yang senantiasa meluangkan waktunya dalam membimbing saya dengan penuh kesabaran yang luar biasa. Terimakasih banyak ibu, semoga jasa ibu akan dibalas oleh Allah sebagai Amal Jariah Aamiin.

4. Kepada Dosen penguji bapak Fahni Haris S.Kep.,Ns.,M.Kep., terimakasih banyak atas pengarahan sehingga penulis dapat menciptakan Karta Tulis Ilmiah ini dengan baik.

5. Terimakasih juga buat adik ku satu-satunya Sholekan Krismanto Nugroho yang selalu mengingatkan kakak nya serta doa-doa selalu di panjatkan. Terimakasih untuk kakakku Ady Cahyo Junarko S.E, Arie Wulansari yang selalu mendukung semua yang ingin aku lakukan. Semua keluarga besar yang ada di Kalimantan Timur dan Yogyakarta terimakasih banyak atas doa-doa nya serta dukungan hinga saat ini.

6. Terimaksih banyak kepada sahabatku tercinta Bella Rizky Andriani, Rohana Ahyuni Amd, Keb., Reni Anggraini S.IP, Ade Putri H.S, Husnul Khomsiah, Abang Sultan, Yudhi Rizkiawan S.T, dan sahabatku yang lain


(6)

yang tidak bisa disebutkan satu persatu, selalu memberikan arahan, bantuan dalam menyelesai Karya Tulis Ilmiah.

7. Terimakasih untuk muda mudi Almaga dan semua kos orange bu ma yang sudah memberi motivasi, semangatnya hingga saya bisa selesai pada tahap ini. Semoga kita semua dapat sukses dunia dan akhirat. Aamiin.

8. Terimakasih buat teman-teman satu bimbingan baik yang dulu sampai sekarang, Azika, Dea, Devia, Palupi, Tifa, Ulfa. Serta teman seperjuangan PSIK 2012 sukses buat kita Aamiin.


(7)

MOTTO HIDUP

Alhamdulillah „ala Kulilli Haal

“Segala Puji Bagi Allah Dalam Setiap Keadaan”

(HR. Ibnu Majah)

“Tidak ada sesuatu yang lebih besar pengaruhnya di Sisi Allah Taala

Selain DOA

(HR. Tirmizi, Ibnu Majah & Ahmad)

“Hidup berawal dari mimpi jika bermimpi saja enggan bagaimana meraih cita-cita yang berawal dari mimpi.”

- Peneliti –

Hijrah belum berakhir sebelum berakhirnya tobat, dan tobat tidak

akan berakhir sebelum matahari terbit dari sebelah barat.”

(HR. Ahmad, Abu Dawud, Thabrani, dan Baihaqi)

“ I‟m not going to change the world. You‟re not going to change the world. But we can help. We can all help.”

(Cristiano Ronaldo)

Sesulit apapun situasimu saat ini, percayalah bahwa suatu hari dimasa depan , dirimu yang lebih dewasa akan mengerti betapa berharganya pelajaran hidup yang diberikan kepadamu. Ingat hidup ini adalah sebuah proses, nikmatilah proses itu dengan selalu

bersyukur kepada Allah dengan segala situasi yang ada. Insyalllah

ada hikmah dibalik semua itu.”


(8)

KATA PENGANTAR Assalammu‟alaikum Warahmatuwlllahi Wabarakatuh

Puji syukur penulis haturkan kerhadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, karunia dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyusun Karya Tulis Ilmiah ini dengan judul “Hubungan kepatuhan minum obat pasien hipertensi dengan tekanan darah pasien hipertensi ” sebagaimana mestinya.

Karya tulis ilmiah ini disusun dalam rangka memenuhi persyaratan guna memperoleh gelar sarjana Keperawatan di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Dalam proses penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini tidak terlepas dari berbagai pihak, sehingga Karya Tulis Ilmiah ini dapat terselesaikan. Oleh karena itu penulis mengucapkan terimakasih sebesar-besarnya kepada:

1. Allah SWT, atas limpahajn rahmat, hidayat dan ridha-Nya

2. Kedua orang tua saya, ayahanda H. Karyono ST dan ibunda Hj. Sulastri yang selama ini selalu memberikan dukungan dalam bentuk moril dan materil serta terus memberikan motivasi dan semangat untuk menyelesaikan proposal karya tulis ilmiah ini.

3. Dr. Ardi Pramono, Sp. An, selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

4. Ibu Sri sumaryani, S.Kep., Ns., M.Kep., Sp. Mat, HNC, selaku ketua Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

5. Ibu Ambar Relawati, S.Kep., Ns., M.Kep selaku pembimbing KTI ini, yang telah sabar memberikan bimbingan, semangat, motivasi dan bantuan pemikiran serta pengarahan yang sangat berguna dalam terselesaikannya KTI ini.

6. Bapak Fahni Haris, S.Kep., Ns., M.Kep selaku penguji KTI ini, yang telah memberi banyak masukan untuk memperbaiki KTI ini jauh lebih baik dari sebelumnya.


(9)

7. Ibu Shanti Wardhaningsih., M.Kep., Ns., Sp.Kep. Jiwa., Ph.D selaku koordinator Karya Tulis Ilmiah penelitian keperawatan.

8. Kepada seluruh dosen Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan khususnya Progman Studi Ilmu Keperawatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta yang senantiasa selalu mendidik kami , meluagkan waktu serta tenaga kepada kami kurang lebih selama 4 tahun ini, semoga menjadi amalan untuk semuanya.

9. Puskesmas Sentolo II yang sudah bersedia membantu dalam penelitian ini untuk mendapatkan responden.

10. Responden yang sudah bersedia meluangkan waktu dan bersedia menjadi responden dalam penelitian ini hingga selesai. Semoga Allah memberikan keshatan untuk kalian semua.

11. Seluruh teman-teman PSIK 2012 yang telah memberikan semangat, motivasi dan bantuan dalam penyusunan KTI ini untuk bisa mengenakan toga diwaktu yang sama.

12. Semua pihak yang telah memberikan bantuannya sehingga Karya Tulis Ilmiah ini bisa terselesaikan.

Dengan segenap kerendahan hati, penulis menyadari bahwa Karya Tulis Ilmiah ini masih banyak kekurangan dan kelemahannya, baik dalam isi maupun sistematika. Oleh karena itu, penulis sangan mengharapkan kritik dan saran untuk memperbaiki Karya Tulis Ilmiah ini.

Wasalamualaikum Warohmatuwllahi Wabarokatuh.

Yogyakarta, 12 Agustus 2016 Penulis


(10)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN KTI ... ii

PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

MOTO HIDUP ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR SINGKATAN ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

INTISARI ... xvi

ABSTRACT ... xvii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penelitian ... 6

D. Manfaat Penelitian ... 7

E. Penelitian Terkait ... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 12

A. Hipertensi ... 12

1. Definisi ... 12

2. Etiologi ... 13

3. Klasifikasi ... 17

4. Patofisiologi... 18

5. Manifestasi ... 20

6. Penatalaksanaan Hipertensi ... 21

7. Komplikasi ... 34

B. Kepatuhan Minum Obat ... 36

1. Definisi ... 36

2. Faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan Minum Obat ... 37

C. Tekanan Darah ... 44

D. Kerangka Konsep ... 49

E. Hipotesis ... 50

BAB III METODE PENILITIAN ... 51

A. Desain Penelitian ... 51

B. Populasi dan Sampel ... 51

1. Populasi ... 51

2. Sampel Penelitian ... 52

3. Kriteria Sampel... 52


(11)

1. Lokasi Penelitian ... 53

2. Waktu Penelitian ... 53

D. Variabel Penelitian ... 53

1. Variabel Bebas ( Independen ) ... 53

2. Variabel Tergantung ( Independen ) ... 54

3. Variabel Perancu ( Confounding ) ... 54

E. Definisi Operasional ... 54

F. Hubungan Antar Variabel ... 55

G. Indtrumen Penelitian ... 55

1. Variabel Kepatuhan Minum Obat Pasien Hipertensi ... 55

2. Variabel Tekanan Darah Pasien Hipertensi... 57

H. Teknik Pengumpulan Data ... 58

I. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 62

1. Uji Valibitas ... 62

2. Uji Reliabilitas ... 63

J. Pengelolahan Data dan Analisa Data ... 64

1. Pengolaan Data ... 64

2. Analisa Data ... 66

K. Etika Penelitian... 70

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 72

A. Hasil Penelitian ... 72

1. Deskripsi Wilayah Penelitian ... 72

2. Karakteristik Responden ... 73

3. Analisa Univariat ... 75

4. Analisa Bivariat ... 76

B. Pembahasan ... 77

1. Karakteristik Responden ... 77

2. Kepatuhan Minum Obat Antihipertensi ... 84

3. Tekanan Darah ... 87

4. Hubungan Kepatuhan Minum Obat Anti Hipertensi Terhadap Tekanan Darah Pasien Hipertensi ... 89

5. Kekuatan dan Kelemahan Penelitian ... 93

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 95

A. Kesimpulan ... 95

B. Saran ... 96

DAFTAR PUSTAKA ... 98


(12)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Klasifikasi Hipertensi menurut WHO (World Health Organization) ... 15

Tabel 2. Klasifikasi Hipertensi menurut Joint National Committee 7 ... 16

Tabel 3. Definisi operasional variable penelitian ... 54

Tabel 4. Interprestasi Hasil Kuesioner ... 57

Tabel 5. Kisi kisi Kuesioner Kepatuhan Minum Obat ... 57

Tabel 6. Interprestasi Nilai Aplha Reliabilitas MenurutArikunto ... 63

Tabel 7. Pengkodean data demografi, variabel bebas dan variabel terikat ... 65

Tabel 8. Interprestasi Hasil Uji Korelasi Nilai r ... 69

Tabel 9. Interprestasi Nilai p ... 69

Tabel 10. Interprestasi Arah Korelasi ... 70

Tabel 11. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Usia, Jenis Kelamin, Pendidikan Terakhir, Jarak Pelayanan Kesehatan, Lama Menderita Hiperetensi, Jumlah Obat yang dikonsumsi, Jenis Obat yang dikonsumsi pada Pasien Hipertensi di Desa Salamrejo, Kulon Progo. ... 73

Tabel 12. Distribusi dan Frekuensi Kepatuhan Minum Obat Antihipertensi pada Pasien Hipertensi di Desa Salamrejo ... 75

Tabel 13. Distribusi dan Frekuensi Tekanan Darah Sistolik pada Pasien Hipertensi di Desa Salamrejo ... 75

Tabel 14. Distribusi dan Frekuensi Tekanan Darah Diastolik pada Pasien Hipertensi di Desa Salamrejo ... 75

Tabel 15. Hubungan Kepatuhan Minum Obat Antihipertensi terhadap Tekanan Darah Sistolik pada Pasien Hipertensi di Desa Salamrejo ... 76

Tabel 16. . Hubungan Kepatuhan Minum Obat Antihipertensi terhadap Tekanan Darah Diastolik pada Pasien Hipertensi di Desa Salamrejo ... 76


(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Kerangka Konsep ... 39 Gambar 2. Hubungan Antar Variabel ... 55


(14)

DAFTAR SINGKATAN WHO : World Health Organization

RisKesDas : Riset Kesehatan Dasar

JNC 7 : The Seventh Report of The Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure

DinKes : Dinas Kesehatan

MMAS : Morisky Medication Adherence Scale

BB :Berat Badan

ACE : Enzim konversi angiotensin mmHg : Milimeter Merkuri Hydrargyrum DepKes : Departemen Kesehatan

ARB : Angiotensin receptor blocker

ACEI : Angiotensin Converting Enzyme Inhibitors ASE : Attitude Social Influense-Self efficacy FKIK : Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UMY : Universitas Muhammadiyah Yogyakarta


(15)

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 : Lembar Permohonan Menjadi Responden Lampiran 2 : Lembar Persetujuan Menjadi Responden Lampiran 3 : Permohonan Menjadi Asisten Penelitian Lampiran 4 : Lembar Informasi Penelitian

Lampiran 5 : Kuesioner Data Demografi Responden Lampiran 6 : Kuesioner Kepatuhan Minum Obat

Lampiran 7 : Surat Keterangan Kelayakan Etik Penelitian FKIK UMY Lampiran 8 : Surat Keterangan Izin Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta

Sekertariat Daerah

Lampiran 9 : Surat Keterangan Izin Pemerintah Kabupaten Kulon Progo Badan Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu

Lampiran 10 : Sertifikat Kalibrasi Balai Metrologi

Lampiran 11 : Data Rekapitulasi Jumlah Penduduk Desa Salamrejo Lampiran 12 : Surat Keterangan selesai Pengambilan Data


(16)

INTISARI

Latar Belakang : Obat antihipertensi dapat mengontrol tekanan darah pasien hipertensi. Tekanan darah dapat terkontrol salah satunya dengan patuh mengkonsumsi obat antihipertensi.

Tujuan : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan kepatuhan minum obat antihipertensi terhadap tekanan darah pasien hipertensi di Desa Salamrejo.

Metode penelitian : Penelitian ini bersifat korelasional dengan rancangan cross sectional. Sampel sebanyak 104 responden yang merupakan pasien yang sudah tercatat di Puskesmas Sentolo II yang tinggal di Desa Salamrejo dengan tehnik total sampling. Analisis hipotesis korelasi menggunakan uji Kolmogorov Smirnov dengan hasil tidak terdistribusi normal selanjutnya mengunakan uji Spearman (rho). Instrument kepatuhan minum obat memodifikasi dari Morisky Medication Adherence Scale (MMAS-8) kuesioner dari Journal of Management and Pharmacy Practice. Hasil Penelitian : Mayoritas penduduk Desa Salamrejo yang menderita hipertensi patuh minum obat antihipertensi yaitu 82 responden (78,8%). Tekanan darah sistolik dalam rentan 120 – 139 mmHg yaitu 55 responden (52,9%). Tekanan darah diastolik dalam rentan 90 – 99 mmHg yaitu 37 responden (35,6%). Hasil penelitian menunjukan terdapat hubungan yang bermakna antara kepatuhan minum obat antihipertensi dengan tekanan darah sistolik pada pasien hipertensi dengan p= 0,001 (<0,05) dengan keeratan korelasi sedang (-0,432). Tedapat hubungan yang bermakna antara kepatuhan minum obat antihipertensi dengan tekanan darah diastolik pada pasien hipertensi dengan p=0,001 (<0,05) dengan keeratan korelasi sedang (-0,507). Kesimpulan : Terdapat hubungan antara kepatuhan minum obat antihipertensi terhadap tekanan darah pasien hipertensi baik tekanan darah sistolik maupun diastolik.


(17)

ABSTRACT

Background : Antihypertensive drugs can control blood pressure of hypertensive

patients. Blood pressure can be controlled either by dutifully taking antihypertensive medication.

Objective : This study aimed to determine the relationship of adherence in taking

antihypertensive medication to blood pressure in hypertensive patients in the Salamrejo Village.

Methods: This study is correlational with cross sectional design. A sample of 104

respondents who are patients already recorded in Puskesmas Sentolo II who lived in the village of Salamrejo with total sampling technique. Analysis of the correlation hypothesis using Kolmogorov Smirnov test with results not normally distributed and the subsequent test using Spearman (rho). Instrument medication adherence modifying of Morisky Medication adherence Scale (MMAS - 8) and questionnaire from the Journal of Management and Pharmacy Practice.

Results: The majority of the population in the village Salamrejo dutifully taking

medication antihypertensive that is 82 respondents (78.8 %). The systolic blood pressure in the susceptible 120-139 mmHg ie 55 respondents (52.9 %). Diastolic blood pressure in the susceptible 90-99 mmHg ie 37 respondents (35.6 %). The results showed there is a significant relationship between antihypertensive medication adherence with systolic blood pressure in hypertensive patients with p value = 0.001 (< 0.05) with the closeness of the correlation was (-0.432). Artifacts significant association between antihypertensive medication adherence with diastolic blood pressure in hypertensive patients with p value = 0.001 (< 0.05) with the closeness of the correlation was (-0.507).

Conclusion :There is a relationship between antihypertensive medication adherence

in hypertensive patient to blood pressure both systolic and diastolic blood pressure.


(18)

(19)

Correlation Between Patient Compliance about Taking Medication

and The Blood Pressure of Hypertensive Patients In The Village

Salamrejo

Hubungan

KepatuhanMinumObatAntiihipertensiTerhadapTekananDarahP

adaPasienHipertensi di DesaSalamrejo

SholehahAwaliNoorhidayah1, AmbarRelawati, S.Kep., Ns., M.Kep2 1

Mahasiwi Program Studi Ilmu Keperawatan FKIK UMY, 2Dosen Program Studi Ilmu Keperawatan FKIK UMY

ABSTRACT

Background : Antihypertensive drugs can control blood pressure of hypertensive

patients. Blood pressure can be controlled either by dutifully taking antihypertensive medication.

Objective : This study aimed to determine the relationship of adherence about

taking antihypertensive medication to blood pressure in hypertensive patients in the Village Salamrejo.

Methods: This study is correlational with cross sectional design. A sample of 104

respondents who are patients already recorded in Puskesmas Sentolo II who lived in the village of Salamrejo with total sampling technique. Analysis of the correlation hypothesis using Kolmogorov Smirnov test with results that not normally distributed and the subsequent test using Spearman (rho).Instrument medication adherence modifying of Morisky Medication adherence Scale (MMAS - 8) and questionnaire from the Journal of Management and Pharmacy Practice.

Results: The majority of the population in the village Salamrejo dutifully taking

medication antihypertensive there are 82 respondents(78.8 %). The systolic blood pressure in the susceptible 120-139 mmHg amount 55 respondents (52.9 %). Diastolic blood pressure in the susceptible 90-99 mmHg amount 37 respondents (35.6 %). The results showed that there is a significant relationship between antihypertensive medication adherence with systolic blood pressure in hypertensive patients with p value = 0.001 (< 0.05) with the closeness of the correlation about (-0.432). Artifacts significant association between antihypertensive medication adherence with diastolic blood pressure in hypertensive patients with p value = 0.001 (< 0.05) with the closeness of the correlation about (-0.507).

Conclusion :There is a relationship between antihypertensive medication

adherence in hypertensive patient to blood pressure both systolic and diastolic blood pressure.


(20)

Tekanan darah dapat terkontrol salah satunya dengan patuh mengkonsumsi obat antihipertensi. Tujuan : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan kepatuhan minum obat antihipertensi terhadap tekanan darah pasien hipertensi di Desa Salamrejo. Metode penelitian : Penelitian ini bersifat korelasional dengan rancangan cross sectional. Sampel sebanyak 104 responden yang merupakan pasien yang sudah tercatat di Puskesmas Sentolo II yang tinggal di Desa Salamrejo dengan tehnik total sampling. Analisis hipotesis korelasi menggunakan uji Kolmogorov Smirnov dengan hasil tidak terdistribusi normal selanjutnya mengunakan uji Spearman (rho). Instrument kepatuhan minum obat memodifikasi dari Morisky Medication Adherence Scale (MMAS-8) kuesioner dari Journal of Management

and Pharmacy Practice.

Hasil Penelitian : Mayoritas penduduk Desa Salamrejo yang menderita hipertensi patuh minum obat antihipertensi yaitu 82 responden (78,8%). Tekanan darah sistolik dalam rentan 120 – 139 mmHg yaitu 55 responden (52,9%). Tekanan darah diastolik dalam rentan 90 – 99 mmHg yaitu 37 responden (35,6%). Hasil penelitian menunjukan terdapat hubungan yang bermakna antara kepatuhan minum obat antihipertensi dengan tekanan darah sistolik pada pasien hipertensi dengan p= 0,001 (<0,05) dengan keeratan korelasi sedang (-0,432). Tedapat hubungan yang bermakna antara kepatuhan minum obat antihipertensi dengan tekanan darah diastolik pada pasien hipertensi dengan p=0,001 (<0,05) dengan keeratan korelasi sedang (-0,507). Kesimpulan : Terdapat hubungan antara kepatuhan minum obat antihipertensi terhadap tekanan darah pasien hipertensi baik tekanan darah sistolik maupun diastolik.


(21)

Perubahan gaya hidup dimasyarakat akhir-akhir ini banyak yang berubah dengan mengkonsumsi banyak kadar makanan yang tinggi akan lemak, tinggi garam, serta perilaku masyarakat yang masih melakukan kebiasaan merokok dan juga aktivitas yang tidak mengenal batas waktu (Evadewi dan Luh, 2013). Kemajuan teknologi berbasis “ online shop” yang sedang trend saat ini yang mengurangi aktiftas fisik masyarakat dalam memenuhi kebutuhannya (Evadewi dan Luh, 2013). Hal tersebut mengakibatkan kurang bergerak dan sistem indra yang cenderung tidak digunakan secara maksimal mengakibatkan kurangnya aktivitas fisik yang sehat berdampak munculnya berbagai penyakit kronis yang ada dimasyarakat salah satunya adalah hipertensi atau sering dikenal dengan tekanan darah tinggi (Corwin, 2009).

Hipertensi adalah tekanan darah tinggi diatas batas normal tekanan darah seseorang dan diukur paling tidak ada tiga kesempatan yang berbeda. Joint National Committee On Prevention Detection, Evolation and Treatment of High Blood Pressure yang ke VIII telah mempublikasikan nilai tekanan darah sistolik dan diastolik (The Joint National Committee (JNC VIII) Hypertension Guidelines An In Depth Guide). Tekanan darah dikatakan dalam keadaan normal bila tekanan darah hasil sistolik 120 mmHg sedangkan untuk hasil diastolik didaptkan hasil 80 mmHg jadi 120/80 mmHg sedangkan untuk tekanan darah dianggap hipertensi


(22)

adalah hasil dari siastolik > 140 mmHg dan untuk hasil diastolik > 90 mmHg seperti 140/100 mmHg (Corwin, 2009).

Prevalensi hipertensi di dunia pada tahun 2008 dengan masyarakat berusia lebih dari 25 tahun sekitar 40% dari jumlah penduduk 6,7 Miliar World Population 2008 Data Sheet. Tahun 2013, secara keseluruhan negara-negara berpenghasilan tinggi memiliki prevalensi lebih rendah, yaitu 35% dibanding negara-negara berpenghasilan rendah yang prevalensinya mencapai 40% (World Health Organization, 2013). Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) menunjukan prevalensi hipertensi di Indonesia yang didapat melalui pengukuran pada usia ≥18 tahun sebesar 26,5% dari jumlah penduduk 251.160.124 yang dihitung oleh CIA World population pada tahun 2013, sedangkan di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) mencapai 25,7% dari jumlah penduduk 35.253 yang dihitung oleh Badan Pusat Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2013).

Kabupaten Kulon Progo adalah salah satu kabupaten di Provinsi DIY yang mengalami peningkatan kasus hipertensi dalam 3 tahun terakhir. Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kulon Progo dari tahun 2012 sampai 2015, insiden hipertensi mengalami kenaikan dari tahun ketahun dengan jumlah penderita sebanyak 31.561 kasus pada tahun 2012. Kasus tersebut meningkat pada tahun 2013 menjadi 35.938 kasus. Peningkatan semakin bertambah pada tahun 2014 kasus hipertensi di Kabupaten Kulon Progo menjadi 49.286 kasus. Angka kejadian hipertensi yang terus meningkat disebabkan oleh berbagai faktor


(23)

hipertensi (Dinas Kesehatan Kulon Progo, 2015). Data dari Dinas Kesehatan Daerah Istimewa Yogyakarta tidak didapatkan secara rinci atau lengkap karena data yang ada dibuku tidak lengkap untuk data penderita hipertensi di Wilayah Yogyakarta.

Hal yang perlu dilakukan untuk mengurangi angka kejadian hipertensi yang terus meningkat perlu dilakukan penatalaksanaan. Penatalaksanaan hipertensi yang sudah terjadi bisa dengan mengurangi jumlah asupan natrium atau garam dalam tubuh dan memperbanyak konsumsi buah yang segar seperti jeruk dan buah lainnya. Menghindari makanan yang diawetkan dalam kaleng karena dapat meningkatkan kadar natrium (Vitahealth, 2005). Berhenti merokok serta berhenti mengkonsumsi alkohol, perbanyak olahraga, hindari stress dapat mengurangi angka tekanan darah tinggi diluar batas normal (Corwin, 2009). Wajib bagi yang memiliki tekanan darah tinggi mengecek dan mengontrol tekanan darah dalam batas normal serta teratur mengkonsumsi obat antihipertensi (Sudoyo, Setiyohadi, Alwi, Simadibrata, Setiati, 2010).

Obat antihipertensi terbukti dapat mengontrol tekanan darah pasien yang menderita hipertensi dalam batas stabil. Obat antihipertensi berperan dalam menurunkan angka kejadiaan komplikasi yang bisa terjadi akibat tidak stabilnya tekanan darah pasien. Komplikasi yang bisa terjadi akibat penyakit hipertensi salah satunya adalah stroke dengan prevalensi pasien yang memiliki riwayat hipertensi sebanyak 95% pasien. (Burhanuddin, Wahiduddin, dan Jumriani, 2012).


(24)

Penggunaan antihipertensi tidak akan cukup untuk mengontrol tekanan darah untuk jangka panjang bila tidak didukung dengan kepatuhan pasien dalam minum obat antihipertensi tersebut. Problem ketidakpatuhan pasien dalam minum obat tersebut umum ditemui pada pasien yang memiliki penyakit kronis dan memerlukan pengobatan jangka panjang. Harus ada perubahan dalam meningkatkan pentingnya pasien yang menderita penyakit kronis seperti pasien yang memiliki tekanan darah atau hipertensi untuk meningkatkan kepatuhan penggunaan obat pada pasien hipertensi tersebut (Saepudin, Padmasari, Hidayanti, dan Ningsih, 2013).

Keberhasilan pasien dalam pengobatan pada pasien hipertensi banyak yang mempengaruhi proses penyembuhan tersebut salah satu faktor keberhasilan penyembuhan tersebut yaitu kepatuhan pasien dalam minum obat. Pasien hipertensi dapat mengendalikan tekanan darahnya dalam keadaan stabil. Tetapi banyak pasien yang tidak patuh mengkonsumsi obatnya dengan teratur, 50% pasien dengan hipertensi tidak mematuhi anjuran petugas kesehatan untuk mengkonsumsi obat hipertensi dimana banyak pasien hipertensi tidak dapat mengontrol tekanan darahnya dan berujung pada kematian pasien (Morisky dan Munter, 2009).

“Tidaklah Allah menurunkan penyakit kecuali Diaturunkan untuk penyakit itu obatnya” (HR. Al-Bukhari no. 5678).


(25)

“Setiap penyakit ada obatnya. Maka bila obat itu mengenai penyakit akan sembuh dengan izin Allah AzzawaJalla” (HR. Muslim no. 5705).

Berdasarkan hadis diatas menjelaskan bahwa setiap penyakit yang diturunkan Allah pasti ada obatnya seperti penyakit pada bagian kardiovaskuler yang berhubungan langsung dengan seluruh oragan tubuh yang ada. Jika tidak diobati maka akan mempengaruhi kerja organ yang lainnya. Maka itu kepatuhan untuk berobat pada penderita hipertensi sangat dianjurkan untuk menjaga tekanan darah dalam keadaan stabil meski penyakit hipertensi ini tidak bisa hilang tetapi dengan mengkonsumsi obat secara teratur tekanan darah tetap dalam batas yang wajar atau dalam kondisi stabil (Saepudin, Padmasari, Hidayanti, dan Ningsih, 2013). Banyak faktor yang mempengaruhi kepatuhan pasien hipertensi dalam mengkonsumsi obat antihipertensi. Kepatuhan pasien dalam mengkonsumsi obat banyak yang mempengaruhi kepatuhan tersebut khususnya pada penderita hipertensi yaitu pendidikan, pengetahuan, motivasi, hubungan antar pasien dengan tenaga kesehatan, dukungan dari keluarga, dukungan lingkungan sekitar maupun sosial (Evadewi dan Luh, 2013). Jarak pelayanan kesehatan (keterjangkauan pelayanan kesehatan), serta dukungan dari petugas kesehatan merupakan faktor yang dapat mempengaruhi kepatuhan minum obat pasien hipertensi (Annisa, Wahiduddin, dan Jumriani, 2013).


(26)

Data studi kasus yang dilakukan peneliti di Puskesmas Sentolo II terdapat penderita hipertensi terbanyak pada bulan Sepetember sampai Oktober di Desa Salamrejo sebanyak 104 responden. Studi pendahuluan yang dilakukan di bulan November 2015 menyatakan 5 dari penderita hipertensi mengkonsumsi obat antihipertensi tetapi 3 dari 5 penderita hipertensi tersebut hanya mengkonsumsi obat saat merasakan kepala pusing dan tungguk leher menjadi kaku.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dari latar belakang yang ada diatas peneliti merumuskan masalah sebagai berikut :

“ Apakah ada hubungan kepatuhan minum obat antihipertensi terhadap tekanan darah pasien hipertensi di Desa Salamrejo?”

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan kepatuhan minum obat antihipertensi terhadap tekanan darah pasien hipertensi di Desa Salamrejo.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui data demografi responden pasien hipertensi di Desa Salamrejo meliputi nama responden, jenis kelamin responden, umur responden, pendidikan terakhir responden, jarak pelayanan kesehatan, lama menderita hipertensi, jumlah obat yang dikonsumsi, dan jenis obat yang dikonsumsi.


(27)

b. Untuk mengetahui kepatuhan minum obat antihipertensi pada pasien hipertensi di Desa Salamrejo.

c. Untuk mengetahui tekanan darah pasien hipertensi di Desa Salamrejo. d. Untuk mengetahui keeratan hubungan kepatuhan minum obat

antihipertensi terhadap tekanan darah pasien hipertensi di Desa Salamrejo.

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai tambahan referensi di perpustakaan dan menambah pengetahuan mengenai ketaatan pasien dalam meminum obat serta hubungan dengan tekanan darah pasien khususnya pasien yang memiliki penyakit hipertensi.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Ilmu Keperawatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi bagi ilmu keperawatan tentang kepatuhan minum obat karena sangat penting untuk menjaga tekanan darah dalam batas stabil dan sifat dari kerja obat hipertensi adalah obat yang dipakai seumur hidup agar tekanan darah tetap dalam kondisi stabil.

b. Bagi Praktik Keperawatan

Hasil penelitian ini diharapkan bisa menambah informasi tentang pentingnya kepatuhan minum obat karena sifat obat hipertensi menjaga


(28)

tekanan darah dalam batas stabil dan untuk menghindari komplikasi yang bisa terjadi dikemudian hari akibat ketidak patuhan minum obat antihipertensi.

c. Bagi Reponden

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah keingin tahuan untuk responden untuk patuh minum obat dan responden sadar akan pentingnya dalam mengkonsumsi obat serta menjaga tekanan darah dalam batas stabil dan untuk menurunkan angka terjadi komplikasi dikemudian hari akibat tekanan darah tinggi atau hipertensi tersebut.

E. PENELITIAN TERKAIT

1. Annisa, Wahiduddin, dan Ansar (2013) dalam penelitiannya yang berjudul “Faktor Yang Berhubungan Dengan Kepatuhan Berobat Hipertensi Pada Lansia Di Puskesmas Pattingalloang Kota Makassar“ penelitian ini bertujuan mengetahui faktor yang berhubungan dengan kepatuhan berobat hipertensi pada lansia di Puskesmas Pattingalloang kota Makassar tahun 2013. Jenis penelitian ini menggunakan observasional analitik dengan rancangan cross sectional study. Hasil penelitian menjelaskan bahwa ada hubungan antara pengetahuan, motivasi, dukungan petugas kesehatan, dan dukungan keluarga dengan kepatuhan berobat hipertensi sedangkan variabel keterjangkauan pelayanan kesehatan tidak berhubungan dengan kepatuhan berobat hipertensi. Persamaan penelitian terkait dengan penelitian ini adalah menggunakan jenis penelitian cross sectional study. Perbedaan penelitan ini adalah tempat


(29)

lokasi penelitian, waktu penelitian dan tehnik pengambilan sampel berupa simple random sampling sedangkan penelitian yang akan dilakukan menggunakan tehnik pengambilan sampel dengan cara total sampling. Serta variabel dalam penelitian ini menggunakan satu variabel yaitu variabel tunggal sedangkan penelitian yang akan dilakukan ini megguanakan dua variabel yaitu variabel dependen dan independen.

2. Evadewi, dan Sukmayanti (2013) dalam penelitianya yang berjudul “Kepatuhan Mengkonsumsi Obat Pasien Hipertensi Di Denpasar Ditinjau Dari Keperibadian Tipe A Dan Tipe B“. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kepatuhan mengkonsumsi obat pasien hipertensi. Jenis penelitaian ini menggunakan penelitian kuantitatif dengan metode komparasi. Tehnik yang dilakukan dalam penelitian ini adalah tehnik sampling yang digunakan yaitu purposive random sampling. Hasil penelitian menunjukan terhadap perbedaan kepatuhan mengkonsumsi obat antara pasien hipertensi dengan kepribadian tipe A dan B dan analisis kepatuhan mengkonsumsi obat berdasarkan usia, jenis kelamin, lama mengalami hipertensi.

Persamaan dalam penelitian ini kepatuhan mengkonsumsi obat pasien hipertensi dengan menggunakan penelitian kuantitatif, meneliti data demografi yang mencakup usia, jenis kelamin dan lama menggalami hipertensi. Perbedaan dalam penelitian ini adalah tempat lokasi penelitian, waktu penelitian serta menggunakan tehnik sampling yang digunakan yaitu purposive random sampling dan dalam penelitian yang akan dilakukan


(30)

dengan menggunakan tehnik pengambilan sampel dengan cara total sampling dan dalam penelitian ini memiliki persamaan variabel yaitu variabel dependen dan independen .

3. Saepudin, Padmasari, Hidayanti, dan Ningsih (2013) dalam penelitiannya yang berjudul “Kepatuhan Pengguanan Obat pada Pasien Hipertensi di Puskesmas“ tujuan penelitian ini mengetahui kepatuhan penggunaan obat pada pasien hipertensi dipuskesmas. Jenis penelitian ini merupakan penelitian observasional potong lintang dengan melibatkan responden pasien hipertensi di dua puskesmas di Kabupaten Sleman. Pengukuran yang dilakukan dengan mengunakan pengukuran tingkat kepatuhan kuesioner MMAS (Morisky Medication Adherence Scale) dengan 8 pertanyaan yang telah diterjemahkan kedalam Bahasa Indonesia. Hasil dari penelitian ini dari jumlah 215 responden yang dilibatkan dalam penelitian diketahui 62,3% patuh menggunakan obat antihipetensi.

Persamaan penelitian ini adalah instrumen yang digunakan yaitu pengukuran tingkat kepatuhan kuesioner dengan MMAS (Morisky Medication Adherence Scale) 8. Perbedaan dari penelitian ini adalah tempat lokasi penelitian, waktu penelitian dan jenis penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan jenis penelitian observasional potong lintang sedangkan dalam penelitian yang akan dilakukan dengan menggunakan metode cross sectional dengan jenis penelitian deskriptif kuantitatif. Serta variabel dalam penelitian ini menggunakan satu variabel yaitu variabel


(31)

tunggal sedangkan penelitian yang akan dilakukan ini megguanakan dua variabel yaitu variabel dependen dan independen.


(32)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A. Hipertensi

1. Definisi

Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah suatu peningkatan abnormal tekanan darah dalam pembuluh darah arteri yang mengangkut darah dari jantung dan memompa keseluruh jaringan dan organ–organ tubuh secara terus–menerus lebih dari suatu periode (Irianto, 2014). Hal ini terjadi bila arteriol–arteriol konstriksi. Konstriksi arterioli membuat darah sulit mengalir dan meningkatkan tekanan melawan dinding arteri. Hipertensi menambah beban kerja jantung dan arteri yang bila berlanjut dapat menimbulkan kerusakan jantung dan pembuluh darah (Udjianti, 2010).

Hipertensi dapat didifinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana tekanan sistoliknya diatas 140 mmHg dan tekanan diastoliknya di atas 90 mmHg (Syamsudin, 2011). Populasi manula, hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah sistolik 160 mmHg dan tekanan darah diastolik 90 mmHg (Smeltzer dan Bare, 2002). Hipertensi merupakan penyebab utama gagal jantung, stroke, infak miokard, diabetes dan gagal ginjal (Corwin, 2009). Hipertensi disebut juga sebagai “pembunuh diam–diam” karena orang dengan hipertensi sering tidak menampakan gejala, Institut Nasional Jantung, Paru dan Darah memperkirakan separuh orang yang menderita hipertensi tidak sadar akan kondisinya. Penyakit hipertensi ini diderita, tekanan darah pasien


(33)

harus dipantau dengan interval teratur karena hipertensi merupakan kondisi seumur hidup (Smeltzer dan Bare, 2002).

2. Etiologi

Berdasarkan penyebabnya hipertensi terbagi menjadi dua golongan menurut Corwin (2009), Irianto (2014), Padila (2013), Price dan Wilson (2006), Syamsudin (2011), Udjianti (2010) :

a. Hipertensi esensial atau hipertensi primer.

Merupakan 90% dari seluruh kasus hipertensi adalah hipertensi esensial yang didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah yang tidak diketahui penyebabnya (Idiopatik). Beberapa faktor diduga berkaitan dengan berkembangnya hipertensi esensial seperti berikut ini:

1) Genetik: individu yang mempunyai riwayat keluarga dengan hipertensi, beresiko tinggi untuk mendapatkan penyakit ini. Faktor genetik ini tidak dapat dikendalikan, jika memiliki riwayat keluarga yang memliki tekanan darah tinggi.

2) Jenis kelamin dan usia: laki – laki berusia 35- 50 tahun dan wanita menopause beresiko tinggi untuk mengalami hipertensi. Jika usia bertambah maka tekanan darah meningkat faktor ini tidak dapat dikendalikan serta jenis kelamin laki–laki lebih tinggi dari pada perempuan.

3) Diet: konsumsi diet tinggi garam atau lemak secara langsung berhubungan dengan berkembangnya hipertensi. Faktor ini bisa


(34)

dikendalikan oleh penderita dengan mengurangi konsumsinya karena dengan mengkonsumsi banyak garam dapat meningkatkan tekanan darah dengan cepat pada beberapa orang, khususnya dengan pendeita hipertensi, diabetes, serta orang dengan usia yang tua karena jika garam yang dikonsumsi berlebihan, ginjal yang bertugas untuk mengolah garam akan menahan cairan lebih banyak dari pada yang seharusnya didalam tubuh. Banyaknya cairan yang tertahan menyebabkan peningkatan pada volume darah seseorang atau dengan kata lain pembuluh darah membawa lebih banyak cairan. Beban ekstra yang dibawa oleh pembuluh darah inilah yang menyebabkan pembuluh darah bekerja ekstra yakni adanya peningkatan tekanan darah didalam dinding pembuluh darah. Kelenjar adrenal memproduksi suatu hormon yang dinamakan Ouobain. Kelenjar ini akan lebih banyak memproduksi hormon tersebut ketika seseorang mengkonsumsi terlalu banyak garam. Hormon ouobain ini berfungsi untuk menghadirkan protein yang menyeimbangkan kadar garam dan kalsium dalam pembuluh darah, namun ketika konsumsi garam meningkat produksi hormon ouobain menganggu kesimbangan kalsium dan garam dalam pembuluh darah.

Kalsium dikirim kepembuluh darah untuk menyeimbangkan kembali, kalsium dan garam yang banyak inilah yang menyebabkan penyempitan pembuluh darah dan tekanan darah tinggi. Konsumsi


(35)

garam berlebih membuat pembuluh darah pada ginjal menyempit dan menahan aliran darah. Ginjal memproduksi hormone rennin dan angiostenin agar pembuluh darah utama mengeluarkan tekanan darah yang besar sehingga pembuluh darah pada ginjal bisa mengalirkan darah seperti biasanya. Tekanan darah yang besar dan kuat ini menyebabkan seseorang menderita hipertensi.

Konsumsi garam per hari yang dianjurkan adalah sebesar 1500 – 2000 mg atau setara dengan satu sendok teh. Perlu diingat bahwa sebagian orang sensitif terhadap garam sehingga mengkonsumsi garam sedikit saja dapat menaikan tekanan darah. Membatasi konsumsi garam sejak dini akan membebaskan anda dari komplikasi yang bisa terjadi.

4) Berat badan: Faktor ini dapat dikendalikan dimana bisa menjaga berat badan dalam keadaan normal atau ideal. Obesitas (>25% diatas BB ideal) dikaitkan dengan berkembangnya peningkatan tekanan darah atau hipertensi.

5) Gaya hidup: Faktor ini dapat dikendalikan dengan pasien hidup dengan pola hidup sehat dengan menghindari faktor pemicu hipertensi itu terjadi yaitu merokok, dengan merokok berkaitan dengan jumlah rokok yang dihisap dalam waktu sehari dan dapat menghabiskan berapa putung rokok dan lama merokok berpengaruh dengan tekanan darah pasien. Konsumsi alkohol yang sering, atau berlebihan dan terus menerus dapat meningkatkan tekanan darah pasien sebaiknya jika


(36)

memiliki tekanan darah tinggi pasien diminta untuk menghindari alkohol agar tekanan darah pasien dalam batas stabil dan pelihara gaya hidup sehat penting agar terhindar dari komplikasi yang bisa terjadi.

b. Hipertensi sekunder

Hipertensi sekunder merupakan 10% dari seluruh kasus hipertensi adalah hipertensi sekunder, yang didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah karena suatu kondisi fisik yang ada sebelumnya seperti penyakit ginjal atau gangguan tiroid, hipertensi endokrin, hipertensi renal, kelainan saraf pusat yang dapat mengakibatkan hipertensi dari penyakit tersebut karena hipertensi sekunder yang terkait dengan ginjal disebut hipertensi ginjal (renal hypertension). Gangguan ginjal yang paling banyak menyebabkan tekanan darah tinggi karena adanya penyempitan pada arteri ginjal, yang merupakan pembuluh darah utama penyuplai darah ke kedua organ ginjal. Bila pasokan darah menurun maka ginjal akan memproduksi berbagai zat yang meningkatkan tekanan darah serta ganguuan yang terjadi pada tiroid juga merangsang aktivitas jantung, meningkatkan produksi darah yang mengakibtkan meningkatnya resistensi pembuluh darah sehingga mengakibtkan hipertensi. Faktor pencetus munculnya hipertensi sekunder antara lain: penggunaan kontrasepsi oral, coarctation aorta, neurogenik (tumor otak, ensefalitis, gangguan psikiatris), kehamilan, peningkatan volume intravaskuler, luka bakar, dan


(37)

stress karena stres bisa memicu sistem saraf simapatis sehingga meningkatkan aktivitas jantung dan tekanan pada pembuluh darah.

3. Klasifikasi

Menurut WHO (2013), batas normal tekanan darah adalah tekanan darah sistolik kurang dari 120 mmHg dan tekanan darah diastolik kurang dari 80 mmHg. Seseorang yang dikatakan hipertensi bila tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan diastolik lebih dari 90 mmHg. Berdasarkan The Joint National Commite VIII (2014) tekanan darah dapat diklasifikasikan berdasarkan usia dan penyakit tertentu. Diantaranya adalah:

Tabel 1. Batasan Hipertensi Berdasarkan The Joint National Commite VIII Tahun 2014

Batasan tekanan darah (mmHg)

Kategori

≥150/90 mmHg Usia ≥60 tahun tanpa penyakit diabetes dan

cronic kidney disease

≥140/90 mmHg Usia 19-59 tahun tanpa penyakit penyerta

≥140/90 mmHg Usia ≥18 tahun dengan penyakit ginjal

≥140/90 mmHg Usia ≥18 tahun dengan penyakit diabetes

Sumber: The Joint National Commite VIII (2014).

American Heart Association (2014) menggolongkan hasil pengukuran tekanan darah menjadi:

Tabel 2. Kategori Tekanan Darah Berdasarkan American Heart Association Kategori tekanan darah Sistolik Diastolik

Normal <120 mmHg < 80 mmHg Prehipertensi 120-139 mmHg 80-89 mmHg Hipertensi stage 1 140-159 mmHg 90-99 mmHg Hipertensi stage 2 ≥ 160 mmHg ≥ 100 mmHg Hipertensi stage 3

(keadaan gawat)

≥ 180mmHg ≥ 110 mmHg


(38)

Klasifikasi hipertensi berdasarkan penyebabnya yaitu hipertensi primer dan hipertensi sekunder (Smeltzer dan Bare, 2002, Udjianti, 2010). Hipertensi primer adalah peningkatan tekanan darah yang tidak diketahui penyebabnya. Dari 90% kasus hipertensi merupakan hipertensi primer. Beberapa faktor yang diduga berkaitan dengan berkembangnya hipertensi primer adalah genetik, jenis kelamin, usia, diet, berat badan, gaya hidup. Hipertensi sekunder adalah peningkatan tekanan darah karena suatu kondisi fisik yang ada sebelumnya seperti penyakit ginjal atau gangguan tiroid. Dari 10% kasus hipertensi merupakan hipertensi sekunder. Faktor pencetus munculnya hipertensi sekunder antara lain: penggunaan kontrasepsi oral, kehamilan, peningkatan volume intravaskular, luka bakar dan stres (Udjianti, 2010).

4. Patofisiologi

Tekanan arteri sistemik adalah hasil dari perkalian cardiac output (curah jantung) dengan total tahanan prifer. Cardiac output (curah jantung) diperoleh dari perkalian antara stroke volume dengan heart rate (denyut jantug). Pengaturan tahanan perifer dipertahankan oleh sistem saraf otonom dan sirkulasi hormon. Empat sistem kontrol yang berperan dalam mempertahankan tekanan darah antara lain sistem baroreseptor arteri, pengaturan volume cairan tubuh, sistem renin angiotensin dan autoregulasi vaskular (Udjianti, 2010).

Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak di vasomotor, pada medulla diotak. Pusat vasomotor ini bermula jaras


(39)

saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah korda spinalis dan keluar dari kolumna medulla spinalis ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk implus yang bergerak kebawah melalui sistem saraf simpatis ke ganglia simpatis. Titik neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf paska ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya noreepineprin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah (Padila, 2013). Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsangan vasokontriksi. Individu dengan hipertensi sangat sensitif terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi (Padila, 2013). Meski etiologi hipertensi masih belum jelas, banyak faktor diduga memegang peranan dalam genesis hiepertensi seperti yang sudah dijelaskan dan faktor psikis, sistem saraf, ginjal, jantung pembuluh darah, kortikosteroid, katekolamin, angiotensin, sodium, dan air (Syamsudin, 2011).

Sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah sebagai respon rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang, mengakibatkan tambahan aktivitas vasokontriksi. Medulla adrenal mensekresi epinefrin, yang menyebabkan vasokontriksi. Korteks adrenal mensekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat respon vasokonstriktor pembuluh darah (Padila, 2013).


(40)

Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan aliran keginjal, menyebabkan pelepasan rennin. Rennin merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume intra vaskuler. Semua faktor ini cendrung mencetuskan keadaan hipertensi (Padila, 2013).

5. Manifestasi

Pemeriksaan fisik pada pasien yang menderita hipertensi tidak dijumpai kelainan apapun selain tekanan darah yang tinggi. Tetapi dapat ditemukan perubahan pada retina, seperti pendarahan, eksudat (kumpulan cairan), penyempitan pembuluh darah, dan pada kasus berat terdapat edema pupil (edema pada diskus optikus) (Smeltzer dan Bare, 2002).

Tahapan awal pasien kebanyakan tidak memiliki keluhan. Keadaan simtomatik maka pasien biasanya peningkatan tekanan darah disertai berdebar–debar, rasa melayang (dizzy) dan impoten. Hipertensi vaskuler terasa tubuh cepat untuk merasakan capek, sesak nafas, sakit pada bagian dada, bengkak pada kedua kaki atau perut (Setiati, Alwi, Sudoyo, Simadibrata, Syam, 2014). Gejala yang muncul sakit kepala, pendarahan pada hidung, pusing, wajah kemerahan, dan kelelahan yang bisa terjadi saat orang menderita hipertensi (Irianto, 2014).


(41)

Hipertensi dasar seperti hipertensi sekunder akan mengakibatkan penderita tersebut mengalami kelemahan otot pada aldosteronisme primer, mengalami peningkatan berat badan dengan emosi yang labil pada sindrom cushing, polidipsia, poliuria. Feokromositoma dapat muncul dengan keluhan episode sakit kepala, palpitasi, banyak keringat dan rasa melayang saat berdiri (postural dizzy) (Setiati, Alwi, Sudoyo, Simadibrata, dan Syam, 2014). Saat hipertensi terjadi sudah lama pada penderita atau hipertensi sudah dalam keadaan yang berat dan tidak diobati gejala yang timbul yaitu sakit kepala, kelelahan, mual, muntah, sesak nafas, gelisah, pandangan menjadi kabur (Irianto, 2014).

Semua itu terjadi karena adanya kerusakan pada otak, mata, jantung dan ginjal. Pada penderita hipertensi berat mengalami penurunan kesadaran dan bahkan mengakibatkan penderita mengalami koma karena terjadi pembengkakan pada bagian otak. Keadaan tersebut merupakan keadaan ensefalopati hipertensi (Irianto, 2014).

6. Penatalaksanaan Hipertensi a. Pengaturan diet

Mengkonsumsi gizi yang seimbang dengan diet rendah garam dan rendah lemak sangat dianjurkan bagi penderita hipertensi untuk dapat mengendalikan tekanan darahnya dan secara tidak langsung menurunkan resiko terjadinya komplikasi hipertensi. Selain itu juga perlu mengkonsumsi buah-buahan segar sepeti pisang, sari jeruk dan


(42)

sebagainya yang tinggi kalium dan menghindari konsumsi makanan awetan dalam kaleng karena meningkatkan kadar natrium dalam makanan (Vitahealth, 2005).

Modifikasi gaya hidup yang dapat menurunkan resiko penyakit kardiovaskuler. Mengurangi asupan lemak jenuh dan mengantinya dangan lemak polyunsaturated atau monounsaturated dapat menurunkan resiko tersebut. Meningkatkan konsumsi ikan, terutama ikan yang masih segar yang belum diawetkan dan tidak diberi kandungan garam yang berlebih (Syamsudin, 2011).

b. Perubahan gaya hidup menjadi lebih sehat

Gaya hidup dapat merugikan kesehatan dan meningkatkan resiko komplikasi hipertensi seperti merokok, mengkonsumsi alkohol, minum kopi, mengkonsumsi makanan cepat saji (junk food), malas berolahraga (Junaidi, 2002), makanan yang diawetkan didalam kaleng memiliki kadar natrium yang tinggi didalamnya. Gaya hidup itulah yang meningkatkan resiko terjadinya komplikasi hipertensi karena jika pasien memiliki tekanan darah tinggi tetapi tidak mengontrol dan merubah gaya hidup menjadi lebih baik maka akan banyak komplikasi yang akan terjadi (Vitahealth, 2005).

Penurunan berat badan merupakan modifikasi gaya hidup yang baik bagi penderita penyakit hipertensi. Menurunkan berat badan hingga berat badan ideal dengan munggurangi asupan lemak berlebih atau kalori total.


(43)

Kurangi konsumsi garam dalam konsumsi harian juga dapat mengontrol tekanan darah dalam batas normal. Perbanyak buah dan sayuran yang masih segar dalam konsumsi harian (Syamsudin, 2011).

c. Menejemen Stres

Stres atau ketegangan jiwa (rasa tertekan, rasa marah, murung, dendam, rasa takut, rasa bersalah) merupakan faktor terjadinya komplikasi hipertensi. Peran keluarga terhadap penderita hipertensi diharapkan mampu mengendalikan stres, menyediakan waktu untuk relaksasi, dan istrirahat (Lumbantobing, 2003). Olahraga teratur dapat mengurangi stres dimana dengan olahraga teratur membuat badan lebih rileks dan sering melakukan relaksasi (Muawanah, 2012).

Ada 8 tehnik yang dapat digunakan dalam penanganan stres untuk mencegah terjadinya kekambuhan yang bisa terjadi pada pasien hipertensi yaitu dengan cara : scan tubuh, meditasi pernafasan, meditasi kesadaran, hipnotis atau visualisasi kreatif, senam yoga, relaksasi otot progresif, olahraga dan terapi musik (Sutaryo, 2011).

d. Mengontrol kesehatan

Penting bagi penderita hipertensi untuk selalu memonitor tekanan darah. Kebanyakan penderita hipertensi tidak sadar dan mereka baru menyadari saat pemeriksaan tekanan darah. Penderita hipertensi dianjurkan untuk rutin memeriksakan diri sebelum timbul komplikasi lebih lanjut. Obat antihipertensi juga diperlukan untuk menunjang


(44)

keberhasilan pengendalian tekanan darah (Sudoyo, Setiyohadi, Alwi, Simadibrata, dan Setiati, 2010). Keteraturan berobat sangat penting untuk menjaga tekanan darah pasien dalam batas normal dan untuk menghindari komplikasi yang dapat terjadi akibat penyakit hipertensi yang tidak terkontrol (Annisa, Wahiduddin, dan Jumriani, 2013).

e. Olahraga teratur

Olahraga secara teratur dapat menyerap atau menghilangkan endapan kolestrol pada pembuluh darah nadi. Olahraga yang dimaksut adalah latihan menggerakan semua nadi dan otot tubuh seperti gerak jalan, berenang, naik sepeda, aerobik. Oleh karena itu olahraga secara teratur dapat menghindari terjadinya komplikasi hipertensi (Corwin, 2009). Latihan fisik regular dirancang untuk meningkatkan kebugaran dan kesehatan pasien dimana latihan ini dirancang sedinamis mungkin bukan bersifat isometris (latihan berat) latihan yang dimaksud yaitu latihan ringan seperti berjalan dengan cepat (Syamsudin, 2011).

f. Manajemen pengobatan hipertensi (Farmakologi hipertensi) menurut Ganiswarna, Setiabudy, Suyatna, Purwantyyastuti, dan Nafrialdi, (2005), Syamsudin (2011), Tjay, dan Rahardja (2010), Sukandar, Andrajati, Sigit, Adnyana, Stiadi, dan Kusnandar (2009) :


(45)

1) Prinsip pengobatan dengan antihipertensi adalah sebagai berikut:

a) Tujuan pengobatan hipertensi yaitu untuk mencegah terjadinya morbiditas dan mortalitas akibat tekanan darah tinggi.

b) Manfaat terapi hipertensi menurunkan tekanan darah dengan antihipertensi yang telah terbukti menurunkan morbiditas dan mortalitas kardiovaskular, yaitu stroke, iskemia jantung, gagal jantung kongestif, dan memberatnya hipertensi.

c) Memutuskan untuk memulai pengobatan hipertensi tidak hanya ditentukan dengan tingginya tekanan darah tetapi adanya faktor rsiko penyakit kardiovaskuler lainnya.

d) Mulai pengobatan dengan suatu obat dosis rendah (jika tekanan darah tidak dikendalikan). Penderita hipertensi pada tahap awal atau tahap 1 memulai dengan jenis obat antihipertensi diuretik, - bloker, penghambat ACE, antagonis Kalsium dan α - bloker dengan memodifikasi pola hidup serta menjonsumsi obat monoterapi antihipertensi. e) Mulai dengan satu obat juga bisa mengobati dan atau tidak

mengganggu suatu kondisi yang ada contoh obat yang bisa digunakan yaitu jenis diuretik: diuretik tiazid (hidroklorotiazid, klortalidon, bendroflumetiazid, indapamid,


(46)

Xipamid), beta bloker (kardioselektif: asebutolol, atenolol, bisopronol, metoprolol, Nonselektif: alprenolol, karteolol, nedolol,oksprenolol), Alfa bloker: Doxazosin, prazosin, terazosin, terazosin, bunazosin, labetalol, Penghambat ACE: kaptropil,lisinopril,enalapril,benazepril,delapril,fosinopril,kui napril, perinderopil,ramipril,silazapril, Antagonis kalsium: Verapamil, diltiazem, nifedipin).

f) Tambahkan obat kedua dari kelas obat yang berbeda (pelengkap) jika tekanan darah tidak dikontrol dengan dosis sedang untuk agen pertama, obat antihipertensi lainnya yang bisa digunakan yaitu vasodilator langsung, adrenolitik sentral (α2 agonis) dan penghambat saraf adrenergik ini semua bukan jenis obat monoterapi tahapan pertama antihipertensi tetapi merupakan obat antihipertensi tambahan.

g) Mulai dengan obat yang mungkin paling mudah ditoleransi oleh pasien. Kepatuhan jangka panjang berkaitan dengan tolerabilitas dan khasiat obat pertama yang digunakan. Rekomendasi yang diberikan WHO menganjurkan lima jenis obat yaitu diuretik, - bloker, penghambat ACE, antagonis Kalsium dan α - bloker.

h) Gunakan terapi diuretik jika ada dua obat yang digunakan, berlaku untuk hampir semua kasus.


(47)

i) Gunakan diuretik tiazid hanya dengan dosis rendah 25mg/ hari untuk hidroklorotiazida atau obat yang ekuivalen, kecuali ada alasan yang mendesak.

j) Gunakan terapi kombinasi dosis rendah, jika diperlukan, sebagai terapi awal.

k) Suatu diuretik dengan penyekat (beta), ACE inhibitor , atau antagonis angiotensin II.

l) Suatu kalsium antagonis denga ACE inhibitor atau penyekat (beta).

m) Satu atau dua obat akan mengendalikan tekanan darah pada 90% pasien hipertensi. Cara untuk mendapatkan tekanan darah diastolik < 90 mmHg, sekitar 70% kasus memerlukan dua obat.

n) Jika terjadi komplikasi yang terjadi jika hipertensi dengan diabetes kombinasi obat memiliki resistensi insulin. Pada kasus ini digunakan suatu penghambat ACE atau -bloker selektif. Jika terdapat kontraindikasi terhadap kelompok ini, dianjurkan untuk obat-obat lain seperti alfa-bloker dan angiotensin kalsium. Komplikasi yang disertai gagal jantung dengan diuretika, -bloker, atau ACE inhibitor. Hipertensi dengan angina pectoris dengan -bloker, atau antagonis kalsium. Reniopati diabetes dengan hipertensi bisa


(48)

menggunakan ACE inhibitor. Hipertensi disertai infark jantung menggunakan -bloker, atau ACE Inhibitor.

2) Obat Antihipertensi

Antihipertensi adalah agen yang menurunkan tekanan darah tinggi (Dorland, 2012). Rekomendasi obat antihipertensi menurut World Health Organization (WHO) 2003 dan The Joint National Committee (JNC VIII) tahun 2014 adalah :

a. Diuretik adalah obat yang menghambat reabsorbsi natrium dan air di bagian asenden ansa henle (Dorland, 2012). Diuretika adalah senyawa yang dapat menyebabkan ekskresi urin yang lebih banyak. Menghambat reabsorpsi garam di tubulus distal dan membantu reabsopsi kalium. Jika pada peningkatan ekskesi air, terjadi juga peningkatan ekskresi garam–garam, maka diuretika ini dinamakan saluretika atau natriuretika (Gray, Dawkins, Morgan, Simpson, 2005).

Terdapat tiga faktor utama yang mempengaruhi respon diuretik. Pertama, diuretik mereabsorpsi sedikit sodium akan memberi efek yang lebih kecil bila dibandingkan dengan diuretik yang bekerja pada daerah yang mereabsorpsi banyak sodium. Kedua, status fisiologi organ akan memberikan respons yang berbeda dengan diuretik. Misalnya dekompensasi


(49)

jantung, sirosis hati, dan gagal ginjal. Ketiga, interaksi anatara obat dengan reseptor (Syamsudin, 2011).

Jenis diuretika berdasarkan cara kerjanya menurut Sutedjo (2008) :

a) Menghambat reabsorbsi Natrium dan air dari Tubulus Ginjal dan Ansa Henle, misalnya: Tiazid dan Derifatnya (Chlortalidon, Hidroklorotiazid, Indopamid, Sipamid) merupakan Diuretika potensi sedang mampu mengesresikan 5-10% Natrium yang difiltrasikan Glomerulus, Diuretika Loop atau High Celling (Furosemid, Bumetanide,Asam Etakrinat) Diuretik kuat dibanding Tiazid, dapat mengekresikan 15-30% Natrium yang difiltrasikan Glomerulus, dan bekerja banyak pada Anse Henle Asenden (Loop).

b) Diuretik osmotik yaitu menarik cairan jaringan peritubuler menuju tubulus dan menambah jumlah kencing karena adanya perbedaan tekanan osmotis antara intratubuler dan peritubuler.

c) Antagonis Aldosteron (spironolakton) digunakan untuk diuretik, pengurangan oedema, hiperaldosteron primer maupun sekunder dan jenis obat deuretik lainnya.


(50)

b. Penyekat α (α - Blocker)

Obat golongan ini bekerja dengan menghambat reseptor α, tetap hambatan reseptor α (alpha) tergantung dari perbedaan profil farmakokinetiknya. Obat golongan ini bekerja dengan menghambat efek vasokonstriktor epinefrin dan norepinefrin. Efek ini menyebabkan vasodilatasi arteriola dan resistensi vascular perifer yang lemah. Kombinasi efek penurunan resistensi vascular perifer dan penurunan kembalinya pembuluh vena menyebabkan terjadinya hipotensi ortostatik khususnya pada dosis awal (first dose effect). Efek antihipertensi dari penyekat α dapat menurunkan tekanan darah 10/10 mmHg dan meningkatkan kadar HDL. Prazosin dapat digunakan pada penderita asma sebab memiliki efek sebagai relaksan ringan pada otot polos bronkus. Penyekat α dapat digunakan pada hipertensi dengan prostatis sebab penyekat α dapat mengurangi gejala urinary hesitancy dan spasme leher kandung kemih yang berhubungan dengan hipertrofi prostat.

c. Penyekat b (b- Blocker)

Golongan obat ini memiliki efek kronotropik dan inotropik negative yang menyebabkan penurunan tekanan darah dan menurunkan curah jantung dan resistensi vascular perifer. Efek penghambatan terhadap reseptor 2 yang terdapat dipermukaan membrane sel jukstaglomruler


(51)

dapat menyebabkan penurunan sekresi renin yang berperan didalam sistem renin angiotensin aldosteron dan menurunkan tekanan darah. d. ACE Inhibitor

Angiotensin converting enzim (ACE) inhibitor memiliki efek dalam penurunan tekanan darah melalui penurunan resistansi perifer tanpa disertai dengan perubahan curah jantung, denyut jantung, maupun laju filtrasi glomerolus. Penurunan tekanan darah melalui penghambatan sistem renin angiotensin aldosteron (RAA). Renin merupakan enzim yang disekresi terutama dari sel jukstaglomeruler di bagian arteriol aferen ginjal dan menyebabkan perangsangan pada sitem RAA sehingga menurunkan tekanan darah, penurunan konsentrasi ion Na+ sehingga dapat menurunkan tekanan darah, nyeri, dan stres. Pada sistem RAA, kerja ACE inhibitor adalah menghambat enzim ACE yaitu suatu enzim yang dapat menguraikan angiotensin I menjadi angitensin II. Angiotensin II merupakan suatu vasokonstriktor yang pontensial merangsang korteks adrenal untuk menyitesis dan menyekresi aldosteron dan secara langsung menekan pelepasan renin. Enzim ACE juga dapat mendegradasi bradikinin dari bentuk aktif. ACE Inhibitor dapat menyebabkan bradikinin tidak terdegradasi dan terakumulasi di saluran pernafasan dan paru sehingga menimbulkan batuk kering. Batuk kering merupakan efek samping yang paling


(52)

sering terjadi, insidennya sampai 10 – 20% lebih sering pada wanita dan terjadi pada malam hari.

e. Antagonis Reseptor Angiotensin II

Obat-bat yang mempengaruhi jalur sistem renin angiotensin (RAS) antara lain adalah ACE inhibitor dan A II RA. Tampaknya A II RA merupakan obat yang mempunyai prospek yang baik karena obat ini mampu memblok kerja semua angiotensin II yang terbentuk baik melalui jalur ACE atau non-ACE. A II RA dapat secara selektif memblok kerja Angiotensin II pada reseptor AT, sehingga A II RA disamping menurunkan tekanan darah juga mempunyai kemampuan melindungi organ-organ lain (end organ protection).

Terdapat dua tipe reseptor yaitu AT1 dan AT2 dengan efek kerja yang berbeda. Angiotensin II yang seharusnya bekerja pada reseptor AT1 akan diblokade oleh A II RA sehingga terjadi penurunan tekanan darah, penurunan retensi air dan sodium, serta penurunan aktivitas seluler yang merugikan (antaralain hiperetrofi sel dan lain-lain). Angiotensin II yang terakumulasi akan kerja di reseptor AT2 dengan efek berupa vasodilatasi dan antiproliferasi. Akhirnya rangsangan reseptor AT2 akan bekerja sinergis dengan efek hambatan pada reseptor AT1.


(53)

f. Antagonis Kalsium

Penghambat kanal kalsium merupakan senyawa heterogen yang memiliki efek bervariasi pada otot jantung, nodus, SA, konduksi AV, pembuluh darah perifer, dan sirkulasi koroner. Senyawa penghambat kanal kalsium tersebut adalah nifedipin, nikardipin, nimodipin, felodipin, isradipin, amlodipin, verapamil, diltiazem, bepridil, dan mibefradil. Ion kalsium berperan penting dalam mengatur kontraksi otot polos dan rangka, serta tampilan jantung normal dan sakit. Antagonis kalsium banyak digunakan untuk pengobatan hipertensi dengan cara mengambat masuknya ion kalsium kedalam sel otot polos melalui penghambatan kanal ion kalsium yang bergantung pada tegangan (tipe I). Ada dua macam kanal ion kalsium pada membrane sel eksitabel yaitu voltage operated channel (VCO) yang terbuka oleh depolarisasi dan receptor operated channel (ROC) yaitu kalsium yang terbuka oleh neurotransmitter tanpa terjadi depolarisasi. Selanjutnya VOC dapat dapat dibedakan atas tiga jenis, yaitu kanal N(neuronal), T(transien), dan L (long lasting). Kanal N terutama terutama terdapat pada jaringan saraf, sedangkan kanal T terdapat pada pacemaker dan jaringan konduksi. Kanal N dan T tidak sensitive terhadap antagonis kalsium sedangkan kanal L sangat sensitive terhadap antagonis kalsium dan terdapat pada otak, jantung, otot polos, serta otot rangka.


(54)

Kanal L terdiri atas lima subunit yaitu α1, α2, , dan δ sedangkan reseptor antagonis kalsium terdapat pada subunit α1.

Terapi Farmakologi menurut Departemen Kesehatan (DepKes, 2006) Pharmaceutical care untuk penyakit hipertensi menjelaskan ada 9 kelas obat antihipertensi : diuretik, penyekat beta, penghambat enzim konversi angiotensin (ACEI), penghambat reseptor angiotensin (ARB), dan antagonis kalsium dianggap sebagai obat antihipertensi utama.

7. Komplikasi

Hipertensi yang tidak teratasi, dapat menimbulkan komplikasi yang berbahaya menurut Price dan Wilson (2006), Corwin (2009), Vitahealth (2005), Setiati, Alwi, Sudoyo, Simadibrata, dan Syam (2014), Irianto (2014) seperti :

a. Payah Jantung

Payah jantung (Congestive heart failure) adalah kondisi jantung tidak mampu lagi memompa darah yang dibutuhkan tubuh. Kondisi ini terjadi karena kerusakan otot jantung atau sistem listrik jantung.

b. Stroke

Hipertensi adalah faktor penyebab utama terjadi stroke, karena tekanan darah yang terlalu tinggi dapat menyebabkan pembuluh darah yang sudah lemah menjadi pecah. Bila hal ini terjadi pada pembuluh darah otak, maka terjadi pendarahan otak yang dapat berakibat kematian. Stroke juga dapat


(55)

terjadi akibat sumbatan dari gumpalan darah yang macet dipembuluh yang sudah menyempit.

c. Kerusakan ginjal

Hipertensi dapat menyempitkan dan menebalkan aliran darah yang menuju ginjal, yang berfungsi sebagai penyaring kotoran tubuh. Dengan adanya gangguan tersebut, ginjal menyaring lebih sedikit cairan dan membuangnya kembali kedarah.

d. Kerusakan pengelihatan

Hipertensi dapat menyebabkan pecahnya pembuluh darah di mata, sehingga mengakibatkan pengelihatan menjadi kabur atau buta. Pendarahan pada retina mengakibatkan pandangan menjadi kabur, kerusakan organ mata dengan memeriksa fundus mata untuk menemukan perubahan yang berkaitan dengan hipertensi yaitu retinopati pada hipertensi. Kerusakan yang terjadi pada bagaian otak, jantung, ginjal dan juga mata yang mengakibatkan penderita hipertensi mengalami kerusanan organ mata yaitu pandangan menjadi kabur.

Komplikasi yang bisa terjadi dari penyakit hipertensi menurut Departemen Kesehatan (DepKes, 2006) adalah tekanan darah tinggi dalam jangka waktu yang lama akan merusak endotel arteri dan mempercepat atherosclerosis. Komplikasi dari hipertensi termasuk rusaknya organ tubuh seperti jantung, mata, ginjal, otak, dan pembuluh darah besar. Hipertensi adalah faktor resiko utama untuk penyakit serebrovaskular


(56)

(stroke, transient ischemic attack), penyakit arteri koroner (infark miokard, angina), gagal ginjal, dementia, dan atrial fibrilasi.

B. Kepatuhan Minum Obat 1. Definisi

Kepatuhan adalah derajat dimana pasien mengikuti anjuran klinis dari dokter yang mengobatinya dan mengunakan obat sesuai anjuran yang sudah diberikan (Saepudin, Padmasari, Hidayanti, dan Ningsih, 2013). Kepatuhan atau ketaatan (compliance atau adherence) sebagai tingkat pasien melaksanakan cara pengobatan dan perilaku yang disarankan oleh dokternya atau oleh tim medis lainnya. Perilaku pasien yang mentaati semua nasihat dan petunjuk yang dianjurkan oleh kalangan tenaga medis. Segala sesuatu yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan pengobatan, salah satunya adalah kepatuhan minum obat (Evadewi dan Luh, 2013). Menurut World Health Organization (WHO 2003) Kepatuhan adalah tingkatan prilaku seseorang yang mendapatkan pengobatan mengikuti diet dan atau melaksanakan gaya hidup sesuai dengan rekomendasi pemberi pelayanan kesehatan. Kepatuhan adalah secara sederhana sebagai perluasan prilaku individu yang berhubungan dengan minum obat, mengikuti diet dan merubah gaya hidup yang sesuai dengan petunjuk medis yang sudah dianjurkan (Annisa, Wahiduddin, dan Ansar, 2013).

Perilaku manusia merupakan hasil dari pada segala macam pengalaman serta interaksi manusia dengan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk


(57)

pengetahuan, sikap dan tindakan. Prilaku aktif dapat dilihat seperti menyediakan obat, mengawasi penderita saat minum obat sedangkan prilaku tidak tampak misalnya, pengetahuan, kepatuhan dan presepsi atau motivasi (Natoatmojo, 2012).

2. Faktor yang mempengaruhi kepatuhan minum obat menurut Mubin (2010), Annisa, Wahiduddin, dan Jumriani (2013), Ekarini (2011), Sulistyowati (2008), Jaya (2009), Evadewi dan Luh (2013), Suharmiati (2012), Natoatmodjo (2005), Friedman (2010), Pare, Amiruddin, dan Leida, (2012), Saepudin, Padmasari, Hidayanti, dan Ningsih, (2013) meliputi :

a. Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya. Ada hubungan yang bermakna antara tingkat pengetahuan dengan kontrol tekanan darah secara rutin. Hal ini dikarenakan jika seseorang memiliki pengetahuan tentang penyakit hipertensi seperti akibat dari penyakit tersebut jika tidak minum obat atau tidak terkontrol tekanan darah secara rutin maka akan mengakibatkan komplikasi penyakit sehingga mereka meluangkan waktunya untuk mengontrol tekanan darah dan patuh berobat.

Pengetahuan tidak hanya didapat secara formal melainkan juga melalui pengalaman. Pengetahuan penderita hipertensi akan sangat berpengaruh pada sikap patuh berobat. Semakin tinggi pengetahuan yang dimiliki oleh penderit tersebut, maka semakin tinggi pula kesadaran atau


(58)

keinginan untuk bisa sembuh dengan cara patuh kontrol dan datang berobat kembali.

b. Usia

Usia adalah umur sesorang yang menandakan seseorang itu muda atau tuanya mereka. Penyakit yang didierita berdasakan usia mereka dan disaat usia 45 tahun hingga 59 tahun ini merupakan awal mula induvidu bisa mengalami banyak penyakit regeneratif yang datang. Penyakit yang bisa diderita biasanya penyakit kronis yang mengancam jiwa. Salah satu penyakit kronis yang bisa dialami pada usia 45 tahun hingga 59 tahun salah satunya adalah hipertensi. Tidak hanya penyakit hipertensi pada usia ini juga bisa terjadi penyakit komplikasi lainnya yang diakibatkan oleh penyakit hipertensi menahun yang tidak terkontrol. Dibutuhkan kepatuhan untuk mengkonsumsi obat antihipertensi untuk menurunkan angka komplikasi yang bisa terjadi dan menjaga tekanan darah dalam keadaan stabil. Usia merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kepatuhan mengkonsumsi obat antihipertensi.

c. Keterjangkauan Pelayanan Kesehatan

Keterjangkauan pelayanan kesehatan adalah mudah atau sulitnya seseorang untuk mencapai tempat pelayanan kesehatan. Keterjangkauan yang dimaksud adalah keterjangkauan yang dilihat dari segi jarak, waktu tempu dan kemudahan transportasi untuk mencapai pelayanan kesehatan. Kurangnya sarana transportasi merupakan salah satu faktor yang


(1)

setiap harinya dengan jumlah

responden sebanyak 72 orang

(69,2%). Konsumsi obat yang

banyak digunakan responden pada

penelitian ini satu jenis obat

dikarnakan lama menderita

hipertensi 1 sampai 3 tahun. Obat

yang digunakan sebagai terapi

utama jenis diuretik adalah

Angiotensin Converting Enzyme

Inhibitor (ACE- Inhibitor),

Angiotensin Reseptor Blocker

(ARB), dan Calcium Channel

Blocker (CCB). Dimana pengobatan awal menderita hipertensi dimulai

dengan 1 jenis obat antihipertensi

(monoterapi). Hal ini sejalan dengan

penelitian yang dilakukan Violita,

Thaha dan Dwinata (2015)

menyatakan bahwa mayoritas

responden menggunakan jenis terapi

antihipertensi tunggal atau

mengkonsumsi 1 jenis obat tiap

harinya yaitu sebanyak 113 orang

(84,3%).

g. Jenis Obat yang dikonsumsi

Berdasarkan hasil penelitian

mayoritas jenis obat yang

dikonsumsi oleh responden adalah

obat amplodipine 57 responden

(54,8%). Pada penelitian ini lebih

banyak dikonsumsi obat

amplodipine karena kaptropile

kurang efektif dalam menurunkan

tekanan darah dan responden

mengeluhkan batuk saat

mengkonsumsi kaptropile. Hal ini

sejalan dengan Smantummkul

(2014) menyatakan bahwa golongan

obat yang antihipertensi yang paling

banyak digunakan di RSUD Dr.

Moewardi Surakarta tahun 2014

adalah peresepan obat golongan

Diuretik, golongan ACEI dan


(2)

h. Kepatuhan Minum Obat Antihipertensi

Berdasarkan hasil penelitian

sebagian besar patuh minum obat

yaitu sebanyak 82 responden

(78,8%). Kepatuhan dalam

penelitian ini dapat dilihat dari

kondisi jarak rumah responden yang

dekat dengan pelayanan kesehatan

serta responden yang rutin datang

ke pelayanan kesehatan, seperti

puskesmas. Hal ini sejalan dengan

penelitian yang dilakukan Rasajati,

Raharjo, Ningrum (2015) yang

menyatakan dalam penelitiannya

responden yang jarak rumahnya

dekat terhadap pelayanan kesehatan

yang patuh melakukan pengobatan

sebanyak 52,4% sedangkan yang

tidak patuh sebanyak 47,6%, hal ini

berbanding dengan jarak rumah

responden yang jauh dari pelayanan

kesehatan yang patuh melakukan

pengobatan 0% dan yang tidak

patuh melakukan pengobatan 100%.

i. Tekanan Darah

Berdasarkan hasil penelitian

tekanan darah sistolik pada pasien

hipertensi di Desa Salamrejo adalah

dalam rentang 120 – 139 mmHg sebanyak 55 responden (52,9%).

Sedangkan untuk tekanan darah

diastolik pada pasien hipertensi di

Desa Salamrejo adalah dalam dalam

rentan 90 – 99 mmHg sebanyak 37

responden (35,6%). Hal ini

dikarenakan responden dalam

penelitian ini dapat menjaga tekanan

darah tersebut dengan aktivitas fisik

setiap harinya. Aktivitas yang

dilakukan responden seperti

berjalan kaki atau menggunakan

sepeda untuk menempuh ke tempat

tujuannya. Jarak rumah responden

yang tidak jauh dan mudah


(3)

sepeda atau berjalan kaki membuat

aliran darah dapat mengalir ke

seluruh tubuh dengan baik. Dimana

hal ini sejalan dengan penelitian

yang dilakukan Herawati (2013)

yang mengatakan bahwa seseorang

yang tidak aktif secara fisik atau

tidak melakukan olahraga memiliki

resiko hipertensi sebanyak 30% -

50%.

j. Hubungan Kepatuhan Minum Obat Antihipertensi Terhadap Tekanan Darah Pasien Hipertensi

Hasil uji normalitas

mengguanakan Kolmogorov Smirnov

menunjukan hasil tidak terdistribusi

normal. Hasil uji korelasi antara

variabel kepatuhan minum obat

antihipertensi dengan variabel

tekanan darah sistolik didapatkan

nilai signifikan (pvalue = 0,001) dan

(nilai r = - 0, 432). Hal ini

menunjukan hubungan antara

kepatuhan minum obat antihipertensi

dengan tekanan darah sistolik dengan

kekuatan korelasi sedang dan arah

hubungan negatif. Hasil uji korelasi

antara variabel kepatuhan minum

obat antihipertensi dengan tekanan

darah diastolik didapatkan nilai

signifikansi (pvalue = 0,001) dan

(nilai r = - 0, 507). Terdapat

hubungan antara kepatuhan minum

obat anatihipertensi dengan tekanan

darah diastolik dengan kekuatan

korelasi sedang dan arah hubungan

negatif.Kekuatan korelasi antara

kepatuhan minum obat antihipertensi

terhadap tekanan darah sistolik dan

diastolik pada responden sedang.

Kepatuhan responden sangat

diperlukan pada penelitian ini untuk

mencapai keberhasilan dalam terapi

minum obat. Dalam penelitian ini,


(4)

responden dapat diketahui dari data

kunjungan di Puskesmas Sentolo II

serta obat yang diberikan oleh

puskesmas dengan tanggal terakhir

responden datang ke puskesmas,

responden diberikan obat untuk

dihabiskan dalam waktu 10 hari

setelah obat habis dalam waktu 10

hari responden diharapkan datang

untuk mengecek atau mengontrol

rutin ke puskesmas serta mengambil

obat antihipertensi sesuai dosis dan

kondisi pasien. Hal ini sejalan

dengan penelitian yang dilakukan

Mursiany, Ermawati, dan Oktaviani

(2013) yang menjelaskan bahwa

kepatuhan pasien hipertensi juga

terlihat dalam waktu kontrol pasien

hipertensi. Semakin sering mereka

melakukan kontrol maka semakin

patuh. Pada penelitian ini, kepatuhan

minum obat antihipertensi adalah

78,8% menyatakan patuh minum

obat antihipertensi.

Pada penelitian ini terdapat

hubungan yang bermakna antara

kepatuhan minum obat antihipertensi

dengan tekanan darah sistolik

maupun diastolik dengan hasil patuh

minum obat antihipertensi (78,8%)

dan tidak patuh minum obat

antihipertensi (21,2%), sedangkan,

tekanan darah sistolik dalam rentan

120- 139 sebanyak 52,9% dan

tekanan darah diastolik dalam rentan

90 – 99 mmHg sebanyak 35,6%

dalam penelitian ini terdapat

hubungan yang bermakna antara

kepatuhan minum obat anti

hipertensi dengan tekanan darah

sistolik dan diastolik. Hal ini sejalan

dengan penelitian yang dilakukan

Hairunisa (2014) terdapat hubungan

yang bermakna antara tingkat


(5)

tekanan darah terkontrol. Responden

yang patuh minum obat hasil tekanan

darah terkontrol 17 orang (23,0%),

sedangkan responden yang tidak

patuh minum obat tekanan darah

terkontrol 0 orang (0,0%), untuk

responden yang patuh minum obat

tekanan darah tidak terkontrol 8

orang (10,8%), dan untuk responden

yang tidak patuh minum obat

tekanan darah tidak terkonrol 49

orang (66,2%). Hal ini menunjukan

bahwa tekanan darah tidak dikontrol

lebih banyak dijumpai pada penderita

hipertensi dengan kepatuhan minum

obat yang rendah.

SIMPULAN DAN SARAN

1. Terdapat hubungan yang

bermakna antara kepatuhan

minum obat antihipertensi

terhadap tekanan darah sistolik

pasien hipertensi di Desa

Salamrejo dengan hasil p value =

0,001 (<0,05).

2. Terdapat hubungan yang

bermakna antara kepatuhan

minum obat antihipertensi

terhadap tekanan darah diastolik

pasien hipertensi di Desa

Salamrejo dengan hasil p value =

0,001 (<0,05).

Untuk lebih meningkatkan

kepatuhan minum obat khususnya

obat antihipertensi untuk

mencegah komplikasi yang bisa

terjadi akibat tekanan darah tinggi

atau hipertensi yang tidak

terkontrol karena kurangnya

kedasaran penderita hipertensi

untuk selalu mengontrol tekanan

darah rutin, merubah pola hidup

sehat dan tetap patuh dalam

mengkonsumsi obat


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Burhanuddin. M, Wahiduddin, Jumriani, (2013). Faktor resiko kejadian stroke pada dewasa awal (18-40 tahun) dikota Makassar tahun 2010-2012.

Diaskes 8 juli 2015 :

http://repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/1 23456789/5426/MUTMAINNA%20B_FAKT OR%20%RISIKO%20KEJADIAN_140613.pd f?sequence=1

Hairunisa. (2014). Hubungan Tingkat Kepatuhan Minum Obat dan Diet Dengan Tekanan Darah Terkontrol Pada Penderita Hipertensi Lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Perumnas I Kecamatan Pontianak Barat. Diaskes pada

tanggal 15 juni 2016 di

http://jurnal.untan.ac.id/index.php/jfk/article/ view/6337/6514

Morisky, D. & Munter, P. (2009). New medication adherence scale versus pharmacy fill rates in senior with hypetention. American jurnal of Managed Care . 15(1) 59- 66.

Mursiany, A., Ermawati, N., Oktaviani, N. (2013). Gambaran Penggunaan Obat dan Kepatuhan Mengkonsumsi Obat Pada Penyakit Hipertensi di Instalasi Rawat Jalan RSUD Kraton Kabupaten Pekalongan Tahun 2013. Diaskes diinternet pada tanggal 11 Juni 2016 di http://download.portalgaruda.org/article.php?ar ticle=351647&val=1322&title=GAMBARAN %20PENGGUNAAN%20OBAT%20DAN%20 KEPATUHAN%20MENGKONSUMSI%20O BAT%20%20PADA%20PENYAKIT%20HIP ERTENSI%20DI%20INSTALASI%20RAWA T%20JALAN%20RSUD%20KRATON%20K ABUPATEN%20PEKALONGAN%20TAHU N%202013

Natoatmodjo, P.D.S. (2010). Metodologi Peneloitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (2013). Riset Kesehatan Dasar: Riskesdas 2013.Jakarta.

Rasajati, Q.P., Raharjo, B.B., Ningrum, D.N.A. (2015). Faktor – Faktor Yang Berhubungan Dengan Kepatuhan Pengobatan Pada Penderita Hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Kedungmundu Kota Semarang. Diaskes diinternet pada tanggal 5 juni 2016 di http://journal.unnes.ac.id/artikel_sju/pdf/ujph /6339/4758

Sarampang Y.T, Tjitrosantoso H.M, danCitraningtyas G. (2014).Hubungan Pengetahuan Pasien Hipertensi tentang Obat Golongan ACE Inhibitor dengan Kepatuhan Pasien dalam Pelaksanaan Terapi Hipertensi di RSUP Prof Dr. R. D. Kandou Manado. Manado : Universitas Sam Ratulangi, diaskes darihttp://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/phar macon/article/viewFile/5421/4928(diaskes 29 Mei 2015)

Smantummkul, C. (2014). Tingkat Kepatuhan Penggunaan Obat Antihipertensi Pada Pasien Hipertensi Di Instalasi Rawat Jalan Rumah Sakit X Pada Tahun 2014. Universitas Muhammadiyah Surakarta. Diaskes pada tanggal 16 Juni di

http://eprints.ums.ac.id/32110/9/NASKAH%20 PUBLIKASI.pdf

Violita, F., Leida, I., Thaha, Dwinata, I. (2015). Faktor Yang Berhubungan Dengan Kepatuhan Minum Obat Hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Segiri. Diaskes di Internet pada tanggal 15 juni

201 di

http://repository.unhas.ac.id:4001/digilib/files /disk1/360/--fajrinviol-17972-1-jurnalf-).pdf


Dokumen yang terkait

HUBUNGAN PERILAKU MANAJEMEN STRES TERHADAP TEKANAN DARAH IBU RUMAH TANGGA PENDERITA HIPERTENSI DI SALAMREJO

1 7 258

TINGKAT KEPATUHAN PENGGUNAAN OBAT ANTIHIPERTENSI PADA PASIEN HIPERTENSI DI INSTALASI RAWAT JALAN Tingkat Kepatuhan Penggunaan Obat Antihipertensi Pada Pasien Hipertensi Di Instalasi Rawat Jalan Rsud Dr. Moewardi Pada Tahun 2014.

0 6 12

TINGKAT KEPATUHAN PENGGUNAAN OBAT ANTIHIPERTENSI PADA PASIEN HIPERTENSI DI INSTALASI RAWAT JALAN Tingkat Kepatuhan Penggunaan Obat Antihipertensi Pada Pasien Hipertensi Di Instalasi Rawat Jalan Rsud Dr. Moewardi Pada Tahun 2014.

3 9 11

HUBUNGAN PENGETAHUAN TENTANG HIPERTENSI DENGAN PENGENDALIAN TEKANAN DARAH PADA PASIEN HIPERTENSI Hubungan Pengetahuan Tentang Hipertensi Dengan Pengendalian Tekanan Darah Pada Pasien Hipertensi Di Poliklinik Penyakit Dalam Rsud Dr.Moewardi Surakarta.

1 5 12

Hubungan Antara Kepatuhan Diet Rendah Garam, Kepatuhan Minum Obat, Riwayat Hipertensi dengan Kejadian Rehospitalisasi pada Pasien Gagal Jantung Kongestif

1 5 18

View of HUBUNGAN PELAYANAN INFORMASI OBAT TERHADAP KEPATUHAN MINUM OBAT PASIEN HIPERTENSI DI RSUD PENAJAM PASER UTARA

0 0 7

Pengaruh Konseling dan Leaflet terhadap Efikasi Diri, Kepatuhan Minum Obat, dan Tekanan Darah Pasien Hipertensi di Dua Puskesmas Kota Depok

0 1 8

HUBUNGAN KEPATUHAN MINUM OBAT TERHADAPPENINGKATAN TEKANAN DARAH PADA PENDERITA HIPERTENSI (Studi Di Desa Plandi Dsn Parimono Kec.Jelakombo Kab. Jombang) - STIKES Insan Cendekia Medika Repository

0 0 98

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN MENGENAI HIPERTENSI DENGAN KEPATUHAN MINUM OBAT ANTIHIPERTENSI PADA PENDERITA HIPERTENSI DI POLIKLINIK PENYAKIT DALAM RUMAH SAKIT MUHAMMADIYAH PALEMBANG

0 1 24

GAMBARAN KEPATUHAN MINUM OBAT ANTIHIPERTENSI PADA LANSIA HIPERTENSI DI POSBINDU SUMBER SEHAT DESA KANGKUNG MRANGGEN - Repository Universitas Muhammadiyah Semarang

0 0 13