17
Sejarah Kebudayaan Islam - Kelas IX
timur. Di pusat kota kerajaan Demak didirikan Masjid Agung Demak oleh Walisongo yang masih kokoh berdiri sampai sekarang. Dengan bantuan para wali daerah kekuasaan Demak
diperluas hingga meliputi: Jepara, Pati, Rembang, Semarang, kepulauan di Selat Karimata dan beberapa daerah di Kalimantan. Demak menguasai beberapa pelabuhan penting seperti Jepara,
Tuban, Sedayu, dan Gresik.
a. Kerajaan Mataram Islam Kerajaan Mataram Islam pada tahun 1586 dengan Raja pertamanya Sutawijaya yang bergelar
Penembahan Senopati 1586-1601. Pada masa pemerintahan Penembahan Senopati, Mataram banyak menerima cobaan. Pemberontakan-pemberontakan silih berganti, mulai dari bupati
Surabaya, Ponorogo, Madiun, Galuh, Pati, dan Demak. Semenjak awal berdirinya Mataram, Penembahan Senopati dapat melampaui masa-masa krisis ini dengan memadamkan
pemberontakan demi pemberontakan. Penambahan Senopati wafat pada tahun 1601 dan dimakamkan di Kotagede Yogyakarta. Ia digantikan putranya yang bernama: Mas Jolang
1601-1613, Raden Mas Rangsang Sultan Agung tahun 1613-1645. Mataram mencapai kejayaan pada masa Sultan Agung. Pengaruh Mataram memudar setelah Sultan Agung
meninggal pada tahun 1645 M. Selanjutnya, Mataram pecah menjadi dua, sebagaimana isi perjanjian Giyanti 1745 berikut:
• Mataram timur yang dikenal Kasunanan Surakarta Hadiningrat di bawah kekuasaan Paku Buwono III dengan pusat pemerintahan di Surakarta.
• Mataram barat yang dikenal dengan Kesultanan Ngayogyokarto Hadiningrat di bawah kekuasaan Raja Mangkubumi adik dari Paku Buwono II yang bergelar Sultan
Hamengku Buwono I dengan pusat pemerintahannya di Yogyakarta. Pada tahun 1757, berdasarkan Perjanjian Salatiga, Kerajaan Mataram dibagi menjadi tiga,
yaitu Kesultanan Yogyakarta, Kasunanan Surakarta dan Mangkunegaran. Daerah Mangkunegaran diperintah oleh Raden Mas Said yang diberi gelar Pangeran Adipati Arya
Mangkunegaran.
Pada tahun 1813 Kesultanan Yogyakarta dibagi menjadi dua kerajaan, yaitu Kesultanan Yogyakarta dan Kerajaan Pakualaman, yang diperintah oleh Raja Paku Alam I yang semula
adalah Adipati Kesultanan Yogyakarta.
Dengan demikian, Kerajaan Mataram dibagi menjadi empat kerajaan kecil, yaitu Kesultanan Yogyakarta, Kasunanan Surakarta, Kerajaan Mangkunegaran, dan Kerajaan Pakualaman.
b. Kerajaan Cirebon
Terdapat dua pendapat mengenai asal-usul nama Cirebon. Menurut Babad Cirebon, bahwa kata Cirebon berasal dari kata ci dan rebon udang kecil. Nama tersebut berkaitan dengan
ski siswa kls 9.indd 17 61616 7:29 PM
Di unduh dari : Bukupaket.com
18
Buku Siswa Madrasah Tsanawiyah kegiatan para nelayan di Muara Jati, Dukuh Pasambangan, yaitu membuat terasi dari udang
kecil rebon. Adapun versi lain yang diambil dari kitab Nagarakertabhumi menyatakan bahwa kata Cirebon adalah perkembangan kata Caruban yang berasal dari istilah sarumban yang
berarti pusat percampuran penduduk.
Pada awal abad ke-16, Cirebon masih di bawah kekuasaan Pakuan Pajajaran. Pangeran Walangsungsang ditempatkan oleh raja Pajajaran sebagai juru labuhan di Cirebon. Ia bergelar
Cakrabumi. Setelah cukup kuat, Walangsungsang memproklamasikan kemerdekaan Cirebon dan bergelar Cakrabuana. Ketika pemerintahannya telah kuat, Walangsungsang dan Nyai Rara
Santang melaksanakan ibadah haji ke Mekah. Sepulang dari Mekah ia memindahkan pusat kerajaannya ke Lemahwungkuk. Di sanalah kemudian didirikan keraton baru yang
dinamakannya Pakungwati.
Pendiri Kerajaan Cirebon adalah Walangsungsang, namun orang yang berhasil meningkatkan statusnya menjadi sebuah kesultanan adalah Syarif Hidayatullah Sunan Gunung Jati, Sunan
Gunung Jati adalah keponakan merangkap pengganti Pangeran Cakrabuana sebagai Penguasa Cirebon. Dialah pendiri dinasti raja-raja Cirebon dan kemudian juga Banten.
Pada tahun 1479, Pangeran Cakrabuana mengundurkan diri dari tampuk pimpinan kerajaan Pakungwati. Kedudukannya kemudian digantikan putra adiknya, Nyai Rarasantang dari hasil
perkawinannya dengan Syarif Abdullah dari Mesir, yakni Syarif Hidayatullah 1448-1568 yang setelah wafat dikenal dengan sebutan Sunan Gunung Jati.
Pertumbuhan dan perkembangan yang pesat pada Kesultanan Cirebon dimulai ketika dipimpin oleh Sunan Gunung Jati, yang dikenal sebagai anggota Walisongo yang menyebarkan agama
Islam di Jawa Barat seperti Majalengka, Kuningan, Kawali Galuh, Sunda Kelapa, dan Banten. Sunan Gunung Jati juga dikenal sebagai pendiri dinasti raja-raja Kesultanan Cirebon
dan Kesultanan Banten.
Tahun 1568 Sunan Gunung Jati wafat. Fatahillah kemudian naik tahta menggantikan beliau. Fatahillah menduduki tahta kerajaan Cirebon hanya dua tahun karena ia meninggal dunia pada
tahun 1570. Fatahillah dimakamkan berdampingan dengan makam Sunan Gunung Jati di Gedung Jinem Astana Gunung Sembung.
Pada mulanya calon kuat pengganti Sunan Gunung Jati ialah Pangeran Dipati Carbon, Putra Pangeran Pasarean, cucu Sunan Gunung Jati. Namun, Pangeran Dipati Carbon meninggal
lebih dahulu pada tahun 1565.
Sepeninggal Fatahillah, oleh karena tidak ada calon lain yang layak menjadi raja, tahta kerajaan jatuh kepada Pangeran Emas putra tertua Pangeran Dipati Carbon atau cicit Sunan Gunung
Jati. Pangeran Emas kemudian bergelar Panembahan Ratu I dan memerintah Cirebon selama kurang lebih 79 tahun hingga tahun 1649.
ski siswa kls 9.indd 18 61616 7:29 PM
Di unduh dari : Bukupaket.com
19
Sejarah Kebudayaan Islam - Kelas IX
Saat kepemimpinan Sultan Ageng Tirtayasa, Kesultanan Cirebon dibagi dua yaitu Kasepuhan dan Kanoman. Pangeran Martawijaya diangkat menjadi Sultan Keraton Kasepuhan dan
memerintah hingga 1703, Sedangkan Pangeran Kartawijaya diangkat menjadi Sultan Keraton Kanoman dan memerintah hingga tahun 1723.
c. Kerajaan Banten