Hukum Acara Sebagai Hukum Formal

3 banyak digunakan. Pengaturan tentang alat bukti elektronik yang ada sampai saat ini masih dalam tataran hukum materiil yang di dalamnya terkandung ketentuan hukum formal hukum acara seperti misalnya antara lain dalam Undang Undang Informasi dan Transaksi Elektronik.

B. Hukum Acara Sebagai Hukum Formal

Sebelum membahas beberapa hal tentang hukum acara, terlebih dahulu akan diuraikan tentang pengertian hukum. Sebagaimana kita ketahui bahwa tidaklah mudah untuk memberikan definisi tentang hukum, hampir semua ahli hukum memberikan definisi tentang hukum secara berlainan. Hal ini disebabkan karena hukum itu banyak seginya dan demikian luasnya sehingga tidak mungkin orang menyatukannya dalam satu rumusan secara memuaskan. 3 Namun demikian bukanlah berarti hukum itu tidak dapat didefinisikan, beberapa ahli hukum memberikan definisinya tentang pengertian hukum bahwa pada umumnya hukum dapat diartikan sebagai keseluruhan peraturan tentang tingkah laku yang berlaku dalam suatu kehidupan bersama, yang dapat dipaksakan pelaksanaannya dengan suatu sanksi. 4 Hukum sebagai kumpulan peraturan atau kaedah mempunyai isi yang bersifat umum dan normatif, umum karena berlaku bagi setiap orang, dan normatif karena 3 L.J. van Apeldoorn, Pengantar Ilmu Hukum Inleiding tot de Studie ven het Nederlandse Recht, cetakan ke VI, diterjemahkan oleh Oetarid Sadino, Noor Komala, Jakarta, 1960. hlm.13. 4 Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum suatu pengantar, Liberty, Yogyakarta, 1996. hlm.38. 4 menentukan apa yang seyogyanya dilakukan, apa yang tidak boleh dilakukan atau harus dilakukan, serta menetukan bagaimana cara melaksanakan kepatuhan pada kaedah-kaedah. 5 Hal ini sejalan dengan pendapat yang mengatakan bahwa hukum tidak hanya menjelma di ruangan pengadilan, tetapi selalu menjelma dalam pergaulan hidup dan dalam tindakan-tindakan manusia. Pergaulan hidup sebagai masyarakat yang teratur adalah penjelmaan hukum, sesuatu dari hukum yang terlihat dari luar. 6 Pengertian hukum yang memadai tidak hanya memandang hukum itu sebagai suatu perangkat kaidah dan asas-asas yang mengatur kehidupan manusia dalam masyarakat, tetapi juga harus mencakup lembaga institutions dan proses processes yang diperlukan untuk mewujudkan hukum itu dalam kenyataan. 7 Dari apa yang telah diuraikan di atas, dapatlah diketahui bahwa hukum itu meliputi hukum materiil dan hukum formal. Hukum materiil terwujud dalam bentuk undang-undang dan hukum tidak tertulis yang merupakan pedoman bagi warga masyarakat tentang bagaimana orang selayaknya berbuat atau tidak berbuat di dalam masyarakat, yang pada hakekatnya bertujuan untuk melindungi kepentingan manusia. Akan tetapi hukum bukanlah semata-mata sebagai pedoman untuk dibaca, dilihat atau diketahui saja, melainkan harus dilaksanakan atau ditaati. 5 Ibid., hlm.39. 6 L.J. van Apeldoorn, op.cit., hlm.17. 7 Mochtar Kusumaatmadja, Hukum, Masyarakat dan Pembinaan Hukum Nasional, hlm.8. 5 Untuk melaksanakan atau mempertahankan hukum materiil dalam hal adanya tuntutan hak, diperlukan rangkaian peraturan hukum lain di samping hukum materiil itu sendiri. Peraturan hukum inilah yang disebut dengan hukum formal atau hukum acara. Hukum acara sebagai hukum formal diperuntukkan untuk menjamin ditaatinya hukum materiil. Ketentuan acara pada umumnya tidak membebani hak dan kewajiban seperti halnya hukum materiil, tetapi melaksanakan dan mempertahankan atau menegakkan hukum materiil. 8 Hukum acara sebagai hukum formal bersifat mengikat atau memaksa rigid bagi orang yang menggunakannya, jadi tidak dapat disimpangi. Berkenaan dengan sifat mengikatmemaksa dari hukum acara, Sudikno Mertokusumo berpendapat bahwa hukum acara sekarang ini telah dilupakan orang sebagai hukum formil yang bersifat imperatif, yaitu bersifat memaksa, tidak dapat disimpangi dan hakim harus tunduk. 9 Hukum acara sebagai aturan permainan spelregels untuk melaksanakan hukum materiil, harus bersifat formil, resmi, strict, fixed, correct, pasti, dan bersifat imperatif mengikatmemaksa, sehingga tidak boleh disimpangi. Namun kenyataannya, dalam praktik seringkali terjadi para pengacaraadvokat melakukan penemuan hukum yang keliru dengan cara mengadopsi hukum acara asing negara lain dalam berperkara ke pengadilan, misalnya dengan maraknya tuntutan perdata yang dikenal dengan actio popularis atau citizen law suit.. 10 8 Sudikno Mertokusumo, op.cit., Hukum Acara Perdata Indonesia, hlm. 1. 9 Hasil wawancara dengan Sudikno Mertokusumo, tanggal 5 Maret 2008, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. 10 Sudikno Mertokusumo, Actio Popularis, sudikno.blogspot.com, 7 Maret 2008. 6 Lebih lanjut Sudikno mengatakan, dalam praktik sering terjadi para pengacaraadvokat yang adalah seorang sarjana hukum, mengetahui hukum dan menggunakan hukum tersebut, mencoba untuk ke luar atau menyimpangi hukum misalnya mengajukan tuntutan actio popularis dengan dalih untuk melakukan penemuan hukum, tapi metodenya tidak benar melanggar metode penemuan hukum. Penemuan hukum dalam acara perdata boleh dilakukan, tetapi jangan sampai melanggar atau mengesampingkan teori-teori penemuan hukum yang benar. Penemuan hukum tidak dapat asal saja dilakukan, melainkan ada metode atau aturan permainannnya yang tetap harus diikuti ta’at asas.

C. Alat Bukti Dan Bukti Elektronik Menurut Paton, alat bukti dapat bersifat oral, documentary, atau

Dokumen yang terkait

Hasil Penyadapan KPK Sebagai Alat Bukti Dalam Perspektif Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana Dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik

1 64 77

IMPLEMENTASI PASAL 5 UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK MENGENAI PEMBERLAKUAN DOKUMEN ELEKTRONIK SEBAGAI ALAT BUKTI SAH

0 12 114

IMPLEMENTASI PASAL 5 UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK MENGENAI PEMBERLAKUAN DOKUMEN ELEKTRONIK SEBAGAI ALAT BUKTI SAH

0 6 18

Undang-undang Republik Indonesia No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik - [PERATURAN]

0 2 38

DATA ELEKTRONIK SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM PERKARA PIDANA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

2 21 96

PENDAHULUAN KEKUATAN E-MAIL SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM PROSES PERSIDANGAN PERKARA PERDATA (Berdasarkan Pasal 1866 KUHPerdata dan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik).

0 0 19

Eksistensi Alat Bukti Elektronik Dalam Penyelesaian Sengketa Perdata Di Pengadilan Negeri Bandung Pasca Berlakunya UU No.1 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik.

0 0 29

Bentuk Pengaturan Yang Tepat Terkait Pengakuan Dan Kekuatan Pembuktian Alat Bukti Elektronik Sebagai Alat Bukti Baru Dalam Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik.

0 0 27

undang undang no 11 tahun 2008 informasi dan transaksi elektronik

0 0 22

BAB II PENGATURAN PENGGUNAAN ALAT BUKTI BERUPA INFORMASI ELEKTRONIK SEBAGAI BUKTI DALAM TINDAK PIDANA KEJAHATAN MAYANTARA (CYBER CRIME) DALAM UNDANG- UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK A. Tinjauan Umum Tentang Penggunaan

0 1 45