6
persen pada tahun 2013 yaitu 34,16 persen. Pada level universitasakademi pada tahun 2008 sekitar 6,37 persen dan pada tahun 2013 sekitar 8,56 persen.
Proporsi pencari kerja dengan tamatan pendidikan SLTA dan universitasakademi lebih banyak dari pencari kerja dengan tamatan pendidikan di
bawahnya, hal ini menunjukkan adanya peningkatan level pendidikan angkatan kerja yang merupakan dampak dari semakin besarnya akses pendidikan angkatan
kerja tersebut. Namun, Sudahkah pasar kerja memenuhi keseimbangan peningkatan level pendidikan dengan pasar kerja terkhususnya bagi wanita.
Faktanya, peningkatan mutu tenaga kerja belum diikuti oleh distribusi antara jumlah pekerja menurut tingkat pendidikan tertinggi yang ditamatkan dan
distribusi tingkat pendidikan yang dibutuhkan menurut jenis pekerjaan Safuan dan Nazara, 2005. Oleh karena itu, penulis ingin meneliti adanya Fenomena over
education dan under education dalam pasar kerja wanita di kota Medan.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, maka penelitian ini dibatasi oleh indikator yang berpengaruh terhadap fenomena overeducation dan unde education
dalam pasar kerja wanita. Berkaitan dengan hal tersebut maka dalam penelitian ini dirumuskan permasalahan sebagai berikut :
1. Apakah tingkat pendidikan berpengaruh terhadap overeducation dan
undereducation dalam pasar kerja wanita? 2.
Apakah gaji berpengaruh terhadap overeducation dan undereducation dalam pasar kerja wanita?
7
3. Apakah jam kerja berpengaruh terhadap overeducation dan
undereducation dalam pasar kerja wanita? 4.
Apakah usia berpengaruh terhadap overedecation dan undereducation dalam pasar kerja wanita?
1.3. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah : 1.
Untuk mengetahui adanya pengaruh tingkat pendidikan terhadap over education dan under education dalam pasar kerja wanita.
2. Untuk mengetahui adanya pengaruh gaji terhadap over education dan
under education dalam pasar kerja wanita. 3.
Untuk mengetahui adanya pengaruh jam kerja terhadap over education dan under education dalam pasar kerja wanita.
4. Untuk mengetahui adanya pengaruh usia terhadap over education dan
under education dalam pasar kerja wanita.
8
1.4 Manfaat Penelitian
1. Membantu Pemerintah untuk melihat adanya kesenjangan pendidikan di
dalam pasar kerja serta kedepannya menempatkan tenaga kerja sesuai dengan pendidikan yang di tamatkan.
2. Sebagai acuan bagi Pemerintah agar memfasilitasi atau mendorong akses
pasar kerja wanita untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan.
3. Memahami hubungan antara pendidikan dan pasar tenaga kerja tidak
hanya penting untuk siswa, tetapi juga untuk pendidik, ekonom, dan
kebijakan pemerintah.
9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Overeducation dan Undereducation
Istilah ini pada situasi overeducation di mana seorang individu memiliki tingkat pendidikan yang lebih tinggi dari yang diperlukan untuk pekerjaan
tertentu. Meskipun lingkup fenomena ini bervariasi di seluruh negara dan tergantung pada pendekatan database dan pengukuran yang digunakan, telah jelas
menunjukkan bahwa proporsi yang signifikan dari pekerja yang overeducated menunjukkan bahwa dalam tingkat pendidikan yang sama, pekerja overeducated
berpenghasilan kurang dari rekan-rekan mereka. Banyak faktor yang dapat terjadi dalam kasus ini, sehingga pekerja
overeducated mendapat penghasilan dibawah pendidikan yang ditamatkan misalnya pengalaman bekerja, keahlian dan lamanya mencari kerja serta kurang
tersedianya lapangan pekerjaan. Human capital sangat berperan dalam ekonomi terutama di bidang pendidikan karena permintaan tenaga kerja sangat
membutuhkan keahlian tenaga kerja. Jika tenaga kerja tidak memiliki keahlian dapat menimbulkan terjadinya overeducation dan undereducation. Peningkatan
permintaan tenaga kerja yang memiliki keahlian dan tingkat pendidikan menimbulkan kebijakan bagi suatu negara untuk menetapkan peningkatan
terhadap pendidikan yang bersifat investasi. Becker dalam Green, 1999: 2-8.
10
Mason 1996 menyebutkan bahwa dengan peningkatan tingkat pendidikan, lulusan perguruan tinggi yang dipekerjakan pada pertengahan
administrasi posisi di mana di masa lalu posisi ini biasanya dipegang oleh pekerja dengan tingkat menengah pendidikan. Oleh karena itu, tingkat yang diperlukan
pendidikan perlu diperbarui secara teratur oleh analis dengan melihat kondisi yang telah modern dan memiliki teknologi yang cukup tinggi. Jika tidak maka akan
dianggap usang atau tidak berlaku lagi. Oberai dalam Tobing, 2003: 3 secara spesifik melakukan studi mengenai
perubahan-perubahan penting dalam pasar ketenagakerjaan selama proses pembangunan ekonomi. Menurut Oberai, angkatan kerja cenderung bergeser ke
arah sektor dan pekerjaan yang memiliki tingkat upah yang tinggi seperti manufaktur berskala besar, jasa modern, transportasi dan konstruksi. Juga
dikemukakan bahwa perolehan gaji pada setiap lapangan pekerjaan meningkat bersamaan dengan pekerjaan yang menuntut syarat-syarat pendidikan dan
keterampilan yang tinggi. Menurut Freeman merupakan masalah yang sangat dinamis dalam jangka
pendek terutama bagi perusahaan. Hal ini diakibatkan karena perusahaan memilih tenaga kerja dengan menggunakan metode produksi dengan menggunakan lebih
banyak tenaga kerja yang ahli sehingga dapat meningkatkan pengembalian terhadap investasi pendidikan yang telah dilakukan. Jika terjadi kelebihan
investasi dapat menimbulkan kelebihan penawaran tenaga kerja, sehingga berdampak pada tenaga kerja itu sendiri. Kelayakan dan keefektifan di dalam
melakukan investasi merupakan bagian dari konsep overeducation. Dengan kata
11
lain overeducation cenderung terjadi karena kemampuan tenaga kerja kurang, produktivitas rendah sehingga menimbulkan upah yang diterima rendah.
Undereducated terjadi jika pendidikan yang ditamatkan tidak adanya kesesuaian dengan pekerjaan yang dilaksanakan.
Hal ini mengakibatkan perusahaan melaksanakan kewajiban untuk melakukan estimasi terhadap tingkat pendidikan yang diwajibkan di dalam
pelaksanaan pekerjaan dan dalam prakteknya pendidikan kualitas pendidikan penting terhadap pekerjaan yang dilaksanakan individu. Bagian dari tujuan
melakukan pendidikan adalah untuk meningkatkan tingkat produktivitas individu dan dengan demikian meningkatkan pendapatan.
Jadi, itu adalah kesesuaian dan efektivitas keputusan investasi ini bahwa konsep mengacu pada overeducation. Pendidikan menghasilkan manfaat non-
uang lainnya yang mungkin lebih membenarkan keputusan individu untuk memperoleh pendidikan terlepas dari efek pada upah mereka. Persyaratan
overeducation dan undereducation yang salah dapat menunjukkan bahwa alokasi antara pekerja dan pekerjaan tidak efisien.
2.1.2 Pasar Kerja
Pasar kerja merupakan aktivitas dari para pelaku yang tujuannya adalah mempertemukan pencari kerja dan lowongan kerja Sumarsono, 2009. Pasar
kerja juga bisa disebut tarik-menarik antara permintaan tenaga kerja dengan jumlah tenaga kerja yang di tawarkan. Faktor utama naik turunnya jumlah
permintaan dan penawaran tenaga kerja biasanya adalah besar kecilnya gaji yang akan diperoleh tenaga kerja dan besar kecilnya gaji yang akan dibayarkan kepada
12
tenaga kerja. Proses mempertemukan pencari kerja dan lowongan kerja ternyata memerlukan waktu lama. Dalam proses ini, baik pencari kerja maupun pengusaha
dihadapkan pada suatu kenyataan sebagai berikut :
1. Pencari kerja mempunyai tingkat pendidikan, keterampilan, kemampuan
dan sikap pribadi yang berbeda. Di pihak lain, setiap lowongan yang tersedia mempunyai sifat pekerjaan yang berlainan. Pengusaha
memerlukan pekerjaan dengan pendidikan, keterampilan, kemampuan, bahkan mungkin dengan sikap pribadi yang berbeda. Tidak semua
pelamar akan cocok untuk satu lowongan tertentu, dengan demikian tidak semua pelamar mampu dan dapat diterima untuk satu lowongan tertentu.
2. Setiap pengusaha atau unit usaha menghadapi lingkungan yang berbeda
seperti output, input, manajemen, teknologi, lokasi dan pasar sehingga mempunyai kemampuan berbeda dalam memberikan tingkat upah,
jaminan sosial dan lingkungan pekerjaan. Di pihak lain, pencari kerja mempunyai produktivitas yang berbeda dan harapan-harapan mengenai
tingkat upah dan lingkungan pekerjaan. Oleh sebab itu, tidak semua pencari kerja bersedia menerima pekerjaan dengan tingkat upah yang
berlaku di suatu perusahaan, sebaliknya tidak semua pengusaha mampu serta bersedia memperkerjakan seorang pelamar dengan tingkat upah dan
harapan yang dikemukakan oleh pelamar tersebut. 3.
Baik pengusaha maupun pencari kerja sama-sama mempunyai informasi yang terbatas mengenai hal-hal yang dikemukakan dalam butir 1 dan
2. Sekian banyak pelamar, pengusaha biasanya menggunakan waktu
13
yang cukup lama melakukan seleksi guna mengetahui calon yang paling tepat untuk mengisi lowongan yang ada.
Di Indonesia sendiri, penyelenggaraan pasar tenaga kerja ditangani oleh Departemen Tenaga Kerja. Perusahaan yang membutuhkan tenaga kerja
menyampaikan jumlah dan kualifikasi tenaga kerja yang dibutuhkan beserta persyaratannya ke Departemen Tenaga Kerja. Kemudian Depnaker akan
mengumumkan kepada masyarakat umum tentang adanya permintaan tenaga kerja tersebut.
2.1.3 Angkatan Kerja
Angkatan kerja adalah mereka yang mempunyai pekerjaan, baik sedang bekerja maupun yang sementara tidak sedang bekerja karena suatu sebab, seperti
petani yang sedang menunggu panen atau hujan, pegawai yang sedang cuti, sakit, dan sebagainya. Angkatan kerja dibagi menjadi dua golongan, yaitu :
1. Golongan Bekerja employment adalah angkatan kerja yang benar-benar
mempunyai pekerjaan atau sudah diserap oleh permintaan kerja. Golongan ini dibagi lagi menjadi 2 golongan, yaitu :
a. Yang bekerja penuh full employment
b. Yang bekerja tidak penuhsetengah menganggur
2. Golongan Pengangguran unemployment adalah angkatan kerja yang
ingin bekerja, tetapi belum mendapat pekerjaan. Menurut UU No. 20 tahun 1999 pasal 2 ayat 2, yang termasuk angkatan
kerja adalah penduduk dalam usia kerja 15 tahun ke atas. Sementara menurut Bank Dunia, yaitu penduduk dalam usia 15 – 64 tahun. Pertumbuhan angkatan
14
kerja dipengaruhi pula oleh struktur penduduk berdasarkan : jenis kelamin, usia penduduk, dan tingkat pendidikan.
Sementara usia penduduk berpengaruh terhadap jumlah angkatan kerja dalam suatu negara. Semakin besar jumlah penduduk yang berusia produktif,
maka semakin tinggi pula angkatan kerjanya. Semakin rendah tingkat pendidikan penduduk suatu negara, maka akan makin rendah pula angkatan kerjanya, karena
saat ini tingkat pendidikan merupakan salah satu syarat untuk memasuki dunia kerja.
2.1.4 Angkatan Kerja Wanita
Marlene Arthur Pinks dan Anna Bell Wilkinson menyebutkan setiap tahun semakin banyak perempuan memasuki angkatan kerja. Pada kenyataannya, bahwa
lebih dari setengah dari semua orang dipekerjakan di negeri ini adalah perempuan. Penelitian lebih lanjut mengungkapkan sebagai berikut:
1. Perempuan yang dipekerjakan lebih dari satu-setengah yaitu semua
wanita dewasa. 2.
Enam dari sepuluh wanita menikah bekerja di luar rumah mereka. 3.
Sebagian besar wanita 83 persen di Amerika adalah seorang ibu. Mengapa wanita memilih untuk bekerja. Wanita biasanya memiliki dua
pekerjaan meskipun dia dibayar untuk hanya satu pekerjaan. Ketika dia pergi untuk bekerja di luar rumahnya, dia menambahkan pekerjaan dan tidak mengubah
satu untuk yang lain. Tuntutan pada waktu dan energi yang sangat meningkat begitu banyak sehingga dorongan untuk bekerja harus kuat. Wanita bekerja
mempunyai alasan yang sama dengan pria. Di bagian atas daftar, kebutuhan
15
ekonomi adalah alasan utama perempuan bekerja. Banyak perempuan menjadi kepala rumah tangga mereka sendiri.
Wanita yang menikah pada posisi telah bekerja untuk mengisi kesenjangan antara pendapatan suami mereka dan apa yang dibutuhkan untuk bahkan standar
moderat hidup. Ini adalah penghasilan tambahan yang diperlukan untuk kelangsungan hidup keluarga individu sebagai unit ekonomi. Akhirnya, beberapa
wanita sangat berkomitmen untuk pekerjaan profesional yang sangat terampil atau karier bisnis yang sangat menguntungkan. Dimana faktor pendidikan tidak lagi
menjadi penentu wanita dalam memilih pekerjaan karena wanita lebih memilih pekerjaan yang fleksibel di dalam pasar kerja.
2.1.5 Kesempatan Kerja
Sagir 1982 menyebutkan perluasan kesempatan kerja atau pemerataan kesempatan kerja serta hak untuk menikmati kehidupan yang layak, harus menjadi
sasaran strategi dalam pembangunan nasional, oleh karena ketahanan suatu bangsa atau Negara, akan sangat tergantung pada ketangguhan sumber daya
manusianya. Tolok ukur untuk menilai keberhasilan pembangunan, bukan saja di ukur dari keberhasilan laju pertumbuhan produksi fisik untuk pangan, sandang
dan papan tetapi juga harus diukur dari kesempatan kerja yang berhasil diciptakan oleh adanya pembangunan itu sendiri. Dengan menjadikan pembangunan manusia
sebagai titik sentral pembangunan nasional, maka diperlukan adanya perubahan orientasi pembangunan dari orientasi pada output atau laju pertumbuhan kepada
orientasi perluasan kesempatan kerja produktif bagi angkatan kerja yang tersedia.
16
Lokakarya tentang “Perluasan Kesempatan Kerja” berpendapat bahwa kesempatan kerja yang merupakan kondisi dimana seorang penduduk dapat
melakukan kegiatan untuk memperoleh imbal jasa ataupun penghasilan dalam jangka waktu tertentu. Menurut Mankiw edisi keenam tahun 2006, para pekerja
tidak dipekerjakan bukan karena mereka aktif mencari pekerjaan yang paling cocok dengan keahlian mereka, tetapi karena ada ketidakcocokan yang mendasar
antara jumlah pekerja yang menginginkan pekerjaan dan jumlah pekerjaan yang tersedia. Masalah Masalah Pokok Dalam Perluasan Kesempatan Kerja.
1. Oleh karena itu, kesempatan kerja yang dimiliki setiap individu semakin
kecil karena adanya kekurangan lapangan pekerjaan yang tersedia serta semakin meningkatnya pertumbuhan penduduk serta dengan kecilnya
lapangan pekerjaan yang ada makin ketat persaingan angkatan kerja untuk memperoleh pekerjaan dalam pasar kerja. Mas Pertumbuhan
Angkatan Kerja
Pertumbuhan angkatan kerja merupakan penawaran dalam pasar kerja lebih besar dari pada daya serap kesempatan yang tersedia. Pertumbuhan
angkatan kerja dalam Pelita I dan II diperkirakan menunjukan bahwa pertumbuhan 1,5 kali dari kemampuan daya serap kesempatan kerja yang
tersedia. 2.
Rendahnya Tingkat Produktivitas Angkatan Kerja Rendahnya tingkat produktivitas pada umumnya dilatarbelakangi oleh
hal hal sebagai berikut :
17
a. Rendahnya tingkat pendidikan, baik tingkat pendidikan umum,
kejuruan maupun keterampilan. b.
Rendahnya tingkat gizi masyarakat yang berakibat pula rendahnya daya tahan terhadap penyakit.
c. Rendahnya tingkat teknologi dalam proses produksi yang dapat
dikuasai oleh tenaga kerja. d.
Tingginya tingkat absenssisme bolos kerja dan labor turnover pindah lapangan pekerjaan, bosan dalam suatu pekerjaan
tertentu. e.
Rendahnya tingkat pendapatan atau balas jasa bagi tenaga kerja, sebagai pencerminan dari besarnya penawaran tenaga kerja
terhadap permintaan dalam pasar kerja. 3.
Rendahnya tenaga beli masyarakat pada umumnya Distribusi pendapatan kelompok masyarakat menunjukkan bahwa
80 dari penduduk Indonesia memperoleh tingkat pendapatan rata rata per kapita di bawah pendapatan per kapita nasional BPS 1976;
keadaan tersebut mengakibatkan rendahya tenaga beli masyarakat terhadap produksi dalam negeri. Pasaran yang sempit untuk produksi
dalam negeri tersebut kemudian ditambah dengan masih rendahnya daya saing terhadap produk import, mempersempit kemungkinan
perluasan kesempatan kerja di dalam negeri. 4.
Belum adanya kebijaksanaan yang terpadu dan konsisten.
18
Belum adanya kebijaksanaan yang terpadu dan konsisten, diantaranya dapat tercermin dalam :
a. Masalah perpajakan, upah, penetapan harga belum merupakan
unsur pendorong untuk para penanam modal dalam turut serta memperluas kesempatan kerja.
b. Rendahnya mobilitas angkatan kerja, terutama sebagai akibat
masih kurangnya prasarana yang memungkinkan terhambatnya mobilitas angkatan kerja.
c. Masalah penempatan bagi tenaga kerja asing, terutama terlihat
dari segi jangka waktu ijin menetap dan kemungkinan alih teknologi bagi tenaga kerja Indonesia.
2.1.6 Permintaan dan Penawaran Tenaga Kerja
Permintaan tenaga kerja berhubungan dengan fungsi tingkat upah. Semakin tinggi tingkat upah, maka semkain kecil permintaan pengusaha akan tenaga kerja.
Jadi dalam permintaan ini sudah ikut dipertimbangkan tinggi-rendahnya upah yang berlaku dalam masyarakat, atau yang dibayarkan kepada tenaga kerja yang
bersangkutan Suroto, 1992. Penawaran tenaga kerja merupakan hubungan antara tingkat upah dan
jumlah satuan pekerja yang disetujui oleh pensupply untuk di tawarkan. Jumlah satuan pekerja yang ditawarkan tergantung pada 1 besarnya penduduk, 2
persentase penduduk yang memilih berada dalam angkatan kerja, 3 jam kerja yang ditawarkan oleh peserta angkatan kerja, di mana ketiga komponen tersebut
19
tergantung pada tingkat upah. Jumlah orang yang bekerja tergantung dari besarnya permintaan dalam masyarakat. Besarnya penempatan jumlah orang yang bekerja
atau tingkat employment dipengaruhi oleh faktor kekuatan penyediaan dan permintaan tersebut. Selanjutnya, besarnya penyediaan dan permintaan tenaga
kerjadipengaruhi oleh tingkat upah. Apabila tingkat upah naik maka jumlah penawaran tenaga kerja akan meningkat. Sebaliknya jika tingkat upah meningkat
maka permintaan tenaga kerja akan menurun. Berikut Gambar 2.1 yang menunjukkan adanya keseimbangan antara permintaan dan penawaran tenaga
kerja.
W SL
We
Ne N
Sumber : Mulyadi Subri, 2003
Gambar 2.1 Kurva Keseimbangan Permintaan Dan Penawaran
Tenaga Kerja
Keterangan Gambar :
SL : Penawaran tenaga kerja supply of labor
DL : Permintaan tenaga kerja demand for labor
W : Upah riil
N : Jumlah tenaga kerja
Ne : Jumlah tenaga kerja yang diminta
We : Tingkat Upah
E : Keseimbangan permintaan dan penawaran
20
Berdasarkan Gambar 2.1 diketahui bahwa jumlah orang yang menawarkan tenaganya untuk bekerja adalah sama dengan jumlah tenaga kerja yang diminta,
yaitu masing-masing sebesar Ne pada tingkat upah keseimbangan We. Dengan demikian titik-titik keseimbangan adalah titik E. Di sini tidak ada excess supply of
labor maupun excess demand for labor. Pada tingkat upah keseimbangan We maka semua orang yang ingin bekerja telah dapat bekerja. Berarti tidak ada orang
yang menganggur. Secara ideal keadaan ini disebut full employment pada tingkat upah We tersebut. Salah satu masalah yang biasa muncul dalam bidang angkatan
kerja adalah ketidakseimbangan antara permintaan tenaga kerja dan penawaran tenaga kerja pada suatu tingkat upah. Ketidakseimbangan tersebut dapat berupa:
1. Lebih besarnya penawaran dibanding permintaan terhadap tenaga kerja
excess supply of labor. 2.
Lebih besarnya permintaan dibanding penawaran terhadap tenaga kerja excess demand for labor.
2.1.7 Pendidikan Tenaga Kerja
Sistem pendidikan maupun latihan harus berorientasi kepada kebutuhan pasar tenaga kerja yang semakin ketat dan menuntut bukan saja keterampilan dan
keahlian tetapi juga sikap dan motivasi. Hal-hal ini membutuhkan penyesuaian dan peningkatan mutu dari sistem pendidikan dan latihan yang ada. Investasi
pendidikan adalah salah satu modal yang ada pada tenaga kerja untuk mencari pekerjaan pada pasar tenaga kerja.
Selain pendidikan tenaga kerja juga didukung oleh keahlian tersendiri misalnya dapat berbahasa inggris, mengoperasikan komputer dan keahlian
21
lainnya. Semakin berkurangnya kesempatan kerja menjadikan persaingan antar angkatan kerja sangat ketat. Dari masalah ini menimbulkan pengangguran pada
angkatan kerja yang belum terserap di lapangan pekerjaan. Ketidakinginan hidup menjadi penganggur ini berujung pada pemikiran untuk bekerja apa saja dengan
mengabaikan latar belakang pendidikan yang dimiliki dalam ketenagakerjaan umumnya disebut dengan tenaga kerja mismatch.
Investasi dalam pendidikan memiliki hubungan dengan permintaan tenaga kerja yang berpendidikan. Sehingga investasi dalam pendidikan merupakan syarat
awal untuk mendapatkan perolehan upah sesuai dengan pendidikan yang telah ditamatkan. Selain itu pendidikan didukung oleh keahlian individu untuk
mendorong tenaga kerja mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan kriterianya.
2.1.8 Upah Tenaga Kerja
Menurut Pasal 1 ayat 30 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Upah adalah hak pekerja atau buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk
uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja atau buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja,
kesepakatan atau peraturan perundang-undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja atau buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan jasa yang telah atau akan
dilakukan. Dalam teori ekonomi, upah merupakan pembayaran atas jasa-jasa fisik
maupun mental yang disediakan oleh tenaga kerja kepada pengusaha. Dengan demikian dalam teori ekonomi tidak dibedakan di antara pembayaran kepada
pegawai tetap dengan pembayaran ke atas jasa-jasa pekerja kasar dan tidak tetap.
22
Di dalam teori ekonomi kedua jenis pendapatan pekerja dinamakan upah. Ahli ekonomi membedakan pengertian upah menjadi dua, yaitu upah uang dan upah
riil.Upah uang adalah jumlah uang yang diterima para pekerja dari para pengusaha sebagai pembayaran ke atas tenaga mental atau fisik para pekerja yang digunakan
dalam proses produksi. Upah riil adalah tingkat upah pekerja yang diukur dari sudut kemampuan
upah tersebut membeli barang dan jasa yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan para pekerja Sukirno, 2006. Sumarsosno 2003, dalam Fadliilah dan
Atmanti, 2012 menjelaskan bahwa tingkat upah akan mempengaruhi biaya produksi. Naiknya tingkat upah akan menaikkan biaya produksi perusahaan,
selanjutnya akan meningkatkan harga per unit barang yang diproduksi. Konsumen biasanya akan memberikan respon yang cepat apabila terjadi kenaikan harga
barang, yaitu mengurangi konsumsi atau bahkan tidak mau membeli barang yang bersangkutan.
Akibatnya banyak produk yang tidak terjual dan terpaksa produsen menurunkan jumlah produksinya. Turunnya target produksi mengakibatkan
berkurangnya tenaga kerja yang dibutuhkan, Penurunan jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan karena pengaruh turunnya skala produksi disebut dengan efek skala
produksi atau scale effect. Apabila tingkat upah naik asumsi harga dari barang modal lainnya tidak berubah maka pengusaha ada yang lebih suka menggunakan
teknologi padat modal untuk proses produksinya dan menggantikan kebutuhan akan tenaga kerja dengan kebutuhan akan barang modal seperti mesin. Penurunan
23
penggunaan jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan karena penggunaan mesin disebut efek substitusi atau substitution effect.
Manning 1994:103 juga mendorong beberapa riset mengenai upah. Satu diantaranya masalah perbedaan upah yang disebutnya sebagai subjek yang besar
dan penting, baik perbedaan upah antar tingkat pendidikan, antardaerah, antargender maupun antarsektor. Dari sisi teori, studi penentuan upah terdapat
adanya dua perspektif teori, yaitu teori upah Neo Klasik teori upah kompetitif dan teori upah nonkompetitif yang salah satunya adalah teori upah efisiensi.
Perbedaan dasar dua teori tersebut antara lain teori upah Neo Klasik meramalkan harga upah bisa berbeda dalam jangka pendek tetapi dalam jangka
panjang pelaku ekonomi akan mendekati harga yang sama pada tingkat keseimbangan. Sebaliknya, teori upah efisiensi meramalkan bahwa dalam jangka
panjang upah akan tetap berbeda-beda antar industri dan pengusaha tidak berusaha untuk melakukan penyesuaian menuju kesamaan harga. Dalam
penentuan upah, pemerintah sangat berkepentingan dengan kebijakan pengupahan, disatu pihak untuk tetap dapat menjamin standar kehidupan tenaga
kerja, meningkatkan produktivitas dan meningkatnya daya beli masyarakat. Di lain pihak, kebijaksanaan pengupahan harus mampu mendorong
pertumbuhan ekonomi dan perluasan kesempatan kerja serta mampu menahan laju inflasi. Kenaikan upah harus diikuti dengan adanya kenaikan produktivitas karena
akan berdampak sulitnya pengusaha untuk memperluas usaha atau melakukan investasi baru dan mempertahankan kondisi perusahaan. Disinilah perlu adanya
investasi pendidikan untuk mendukung keahlian tenaga kerja agar dapat
24
meningkatkan produktivitas tersebut. Investasi pendidikan tenaga kerja misalnya kursus ataupun keahlian lainya yang dibutuhkan perusahaan akan menunjang
kinerja produktivitas lebih baik. Kondisi inilah memungkinkan kenaikan upah dapat terjadi menyeimbangi investasi pendidikan yang dilakukan tenaga kerja
untuk perusahaan tersebut.
2.1.9 Jam Kerja Pada Tenaga Kerja
Berdasarkan hukum The Law Diminishing of return, dengan bertambahnya jam kerja pada suatu titik akan menurunkan pendapatan. Keadaan ini sesuai
dengan kurva yang bersifat backward banding supply curve dimana pada jam kerja titik tertentu, pekerja tidak dapat lagi menambah jumlah jam kerja karena
pada titik ini pendapatan tidak akan bertambah Polacheck dan Siebert, 1993:101. Semakin tinggi jam kerja seseorang akan mengakibatkan pendapatan yang
diperoleh akan semakin menurun. Hal ini di sebabkan oleh sektor tertentu, kelebihan jam kerja tidak diperhitungkan sebagai tambahan penghasilan bagi
pekerja. Keadaan ini menunjukan tenaga kerja belum dihargai dengan baik.
2.1.10 Usia Tenaga Kerja
Meningkatnya usia kerja diiringi dengan semakin meningkatnya posisi atau jabatan yang berimplikasi pada semakin tinggi pendapatan yang diperoleh.
Usia meningkat biasanya akan meningkatkan pengalaman kerja dan dapat meningkatkan pendapatan. Pada titik usia tertentu penghasilan mereka akan lebih
rendah dari penghasilan tenaga kerja yang berpendidikan tinggi. Terdapat juga fenomena semakin meningkatnya usia semakin membuat para tenaga kerja tidak
25
memilih pekerjaan yang sesuai dengan pendidikan mereka, ini dapat terjadi karena kebutuhan ekonomi keluarga dan semakin menyempitnya lapangan pekerjaan.
Tenaga kerja akan lebih memilih bekerja dengan titik usia tertentu tanpa memikirkan investasi pendidikan yang telah dilakukan dari pada menjadi seorang
pengangguran. Kesimpulannya kurangnya lapangan pekerjaan dan permintaan upah yang tinggi para tenaga kerja terdidik mengakibatkan adanya kesenjangan
yang terjadi dipasar tenaga kerja.
2.1.11 Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu merupakan hasil-hasil dari penelitian sebelumnya yang terkait tentang fenomena overeducation dan undereducation dalam pasar
kerja wanita. Beberapa penelitian tersebut antara lain : 1.
Ratna Juwita 2011 Judul : Analisis Pengaruh Undereducation Terhadap Pendapatan
Tenaga Kerja Sektoral Di Kota Palembang. Hasil penelitian sebagai berikut :
a. Pendidikan memiliki pengaruh positif terhadap pendapatan. Hal
ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Becker 1993: 29 serta Polachek dan Siebert bahwa jika pendidikan meningkat
maka penghasilan juga meningkat. b.
Usia mempengaruhi pendapatan secara positif. Meningkatnya usia pekerja diiringi dengan semakin meningkatnya posisi atau
jabatan yang berimplikasi pada semakin tinggi pendapatan yang
26
diperoleh. Usia meningkat biasanya akan meningkatkan pengalaman kerja dan meningkatkan penghasilan.
c. Jam kerja memiliki koefisien negatif berarti semakin tinggi jam
kerja seseorang akan mengakibatkan pendapatan yang diperoleh semakin menurun. Hal ini disebabkan pada sektor tertentu
kelebihan jam kerja tidak diperhitungkan sebagai tambahan penghasilan bagi pekerja.
d. Koefisien jenis kelamin bernilai negatif menunjukan rata-rata
pendapatan laki-laki sama dengan rata-rata pendapatan perempuan. Dengan demikian tidak terdapat diskriminasi antara
laki-laki dan perempuan, karena yang dinilai adalah hasil kerja yang dilatarbelakangi oleh pendidikan dan keahlian yang
dimiliki oleh tenaga kerja. 2.
Wiko Saputra dan Junaidi 2011 Judul : Fenomena Over Education dan under Education dalam pasar
kerja wanita di Sumatera Barat. Hasil penelitian sebagai berikut : Secara deskriptif hasil penelitian yaitu terdapat fenomena
overeducation dan undereducation dalam pasar kerja wanita bila dilihat dari posisi pekerjaan utama, yaitu tenaga kerja bagian produksi
dan tenaga kerja bagian penjualan. Pada dua posisi terdapat 100 persen gejala tersebut. Posisi yang sedikit mengalami fenomena
overeducation dan undereducation adalah tenaga kerja profesional, tenaga kerja manajemen, tenaga kerja administrasi dan buruh tani.
27
Dari hasil uji regresi, terdapat pengaruh pendapatanupah terhadap fenomena overeducation dan undereducation dalam pasar kerja
wanita di Sumatera Barat ditunjukan dari tiga aspek, yaitu : a.
Over education diinterpretasikan sebagai penunjuk atau bukti adanya penurunan dari tingkat pengambilan secara ekonomis
economic return di bidang pendidikan. Economic return di pendidikan lebih tinggi menurun secara relatif terhadap
pendidikan yang rendah. b.
Over education diasosiasikan dengan terjadinya credential education yaitu penelitian lebih dari masyarakat terhadap suatu
jenis pendidikan yang tidak terkait dengan peningkatan keahlian yang dibutuhkan oleh suatu lapangan dan jenis pekerjaan
tertentu. c.
Over education merupakan salah satu indikator adanya occupational mismatch atau adanya pekerja yang tidak
memperoleh pekerjaan yang dapat memaksimalkan tingkat pendidikan dan keahlian yang dimilikinya.
3. Chun - Hung A. Lin dan Chun-Hsuan Wang 2005
Judul : The Incidence and Wage Effects Of Overeducation: The Case Of Taiwan. Hasil penelitian sebagai berikut : Semua pengamatan
dibagi menjadi empat kelompok dalam analisis empiris kami: lulusan universitas dengan gelar sarjana atau tingkat pendidikan yang lebih
tinggi dengan 16 atau lebih tahun pendidikan, lulusan perguruan
28
tinggi perguruan tinggi junior, dengan 14 tahun pendidikan, Senior lulusan SMA dengan 12 tahun pendidikan dan SMP atau lulusan
sekolah dasar dengan 9 tahun pendidikan atau kurang. Sebuah analisis durasi digunakan untuk menganalisis data yang terkait dengan
durasi pengangguran untuk masing-masing kelompok. Dengan beberapa pengamatan yang terjadi selama periode
pengangguran, yang disurvei jangka waktu pengangguran mereka dianggap benar disensor, sehingga kita mempekerjakan model regresi
disensor dengan distribusi log normal untuk memperkirakan efek dari kelebihan pendidikan durasi pengangguran. Sebuah variabel untuk
menunjukkan apakah durasi pengangguran tidak disensor 0, kiri disensor 1, atau benar-disensor 1 diciptakan untuk model. Regresi
kami juga dianggap karakteristik individu sosial ekonomi, industri dan pendudukan kategori dan tingkat pertumbuhan ekonomi makro selama
periode data. Untuk mengakomodasi kemungkinan bahwa data pengangguran di
sampel kami mungkin ditandai dengan dalam kelompok yaitu, tren waktu dan tempat kerja korelasi serial, kami memperkirakan model
disensor menggunakan 230 cluster, yang dibuat menggunakan 10 tahun dan 23 kabupaten.
Dibandingkan dengan pekerja tepat berpendidikan, menunjukkan bahwa pekerja lebih terdidik harus bertahan pengangguran untuk
jangka panjang 78,82 ketika mereka memiliki gelar sarjana atau
29
lebih tinggi. Mereka yang lulus dari perguruan tinggi junior yang menganggur untuk jangka waktu lama 52,01. Undereducation juga
berkorelasi positif dengan durasi pengangguran, akuntansi untuk 59,99 dan 69,21 dari pekerja yang lulus dari sekolah SMA dan
SMP atau SD, masing-masing.
2.2 Kerangka Konseptual
Kerangka konseptual penelitian dalam penelitian adalah sebagai berikut :
Gambar 2.2 Kerangka Konseptual
Tingkat pendidikan X1 Gaji
X2 Jam Kerja
X3 Usia
X4 Overeducation dalam
pasar kerja wanita Y
Tingkat pendidikan X1 Gaji
X2 Jam Kerja
X3 Usia
X4 Overeducation dalam
pasar kerja wanita Y
30
2.3 Hipotesis