Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan adalah investasi diri untuk masa depan lebih baik. Pendidikan adalah citra diri agar kehidupan di masyarakat lebih bermartabat secara eksis. Sebagai investasi masa depan, proses pendidikan merupakan pengharapan utama agar kehidupan di masa depan tidak mengalami kesulitan dan dapat mencapai kebahagiaan maksimal. Dengan pendidikan yang baik, kita dapat menjadikannya sebagai bekal untuk mencapai kondisi kehidupan terbaik. Sebab, dengan bekal yang baik, kita mempunyai kompetensi khusus yang dapat diaplikasikan untuk melakukan kegiatan hidup yang efektif. Dalam mempersiapkan kehidupan yang lebih baik, setiap orang melakukan berbagai hal. Mereka tidak ingin kehidupannya mengalami kesulitan, terutama dalam aspek kesempatan hidup lebih baik. Khususnya bagi kelompok orang miskin. Mereka bekerja membanting tulang untuk memperbaiki kondisi kehidupannya, terutama pada aspek finansial. Mereka terus berusaha agar terjadi peningkatan kualitas hidupnya dan mereka yakin kondisi tersebut dapat diciptakan oleh anak-anak. Anak-anaklah yang mempunyai kesempatan luas dalam mengembangkan dan meningkatkan kualitas diri mereka. Mereka menggadaikan hidup pada anak-anak. Itulah 2 sebabnya, anak-anak dikirim ke sekolah untuk meningkatkan kualitas dirinya, yang dapat diperoleh melalui proses pendidikan. Selama ini, kelompok masyarakat miskin dikonotasikan sebagai orang- orang bodoh dan ternyata hal tersebut sangat tidak benar. Orang miskin bukanlah orang bodoh. Mereka sebagaimana anggota masyarakat lainnya mempunyai tingkat kecerdasan yang jika diasah secara baik, kualitasnya tidak dapat diragukan lagi. Ada banyak contoh yang menjadi bukti bahwa orang miskin bukanlah orang bodoh jika mereka diberi kesempatan untuk mengembangkan diri. Selama ini yang terjadi adalah diskriminasi proses pendidikan sehingga kesempatan mereka mengikuti proses pendidikan berkurang, bahkan hilang sama sekali. Jadi, bagaimana mereka dapat pintar, jika kesempatan untuk mengikuti proses pendidikan dikebiri? Bagaimana seseorang dapat pandai jika mereka tidak mengikuti proses pendidikan yang proporsional? Sungguh sebuah kondisi yang sangat ironis bahwa anak bangsa tidak mendapatkan kesempatan mengikuti proses pendidikan hanya karena kondisi ekonomi keluarga yang kurang beruntung. Seperti tulisan kigedhe, “Orang miskin masih ga boleh pintar…??” http:4.bp.blogspot.com, 17 Juni 2009 Ya, orang miskin tidak boleh pintar, mengapa? Karena untuk pintar alias pandai juga diperlukan modal uang sekarung. Bayangkan saja, untuk sekolah yang bermutu dari SD sampai Perguruan Tinggi tidak murah lagi. Memang ada program sekolah gratis, tetapi itu hanya utuk seko lah yang „ecek-ecek‟, kalau SD ya SD Inpres jaman dulu… SMP nya yang baru berdiri atau 3 memang SMP yang kurang bermutu sehingga orang tua siswa pun sebenarnya enggan untuk memasukkan anaknya sekolah disana. Dengan digulirkan sekolah model, sekolah unggulan, sekolah rintisan standar internasional, memunculkan celah bagi sekolah untuk memungut biaya kepada para siswa secara legal. Bagaimana mungkin anak petani atau buruh yang berpenghasilan pas-pasan akan bisa masuk sekolah-sekolah tersebut meskipun si anak memiliki kecerdasan dan kemampuan yang sangat layak? Darimana orang-orang tersebut bisa membeli laptop, membayar biaya pendidikan yang mahal, dll? Lagi-lagi disini kapital yang berbicara, dan lagi- lagi orang miskin dilarang pintar. Peter D. Weldon dan Dwight Y. King dalam sebuah studinya Income Distribution and Levels of Living in Java secara gamblang mengungkapkan kemiskinan absolute ini baik di desa maupun di kota sebagai pencerminan keadaan sosial ekonomi masyarakat Indonesia dalam tingkat kehidupan di pulau Jawa. “Titik perkembangan penelitian menyimpulkan bahwa telah terjadi kemerosotan tingkat hidup dari 40 penduduk yang disertai dengan semakin besarnya jurang antara kelompok kaya dam miskin di daerah perkotaan dan bertambahnya ketidakseimbangan antara ibu kota dengan daerah-daerah Jawa lainnya ”. Kenyataan ini menunjukkan bahwa dalam lingkungan sosial yang miskin tingkat pendidikan yang mampu diraih sangat rendah. Pengaruh kemiskinan ini lebih jauh bisa dilihat dari terhambatnya perkembangan kognitif, intelektual, dan mental anak-anak. Dalam lingkungan mereka yang miskin sulit sekali memperoleh hal-hal dapat mengembangkan 4 kemampuan mereka tersebut. Ini berlainan sekali dengan keluarga mampu dan terdidik. Mereka mempunyai kesempatan lebih luas mendapatkan fasilitas dan sarana guna mengembangkan kemampuan anak-anaknya. Akibatnya, perkembangan anak-anak kalangan miskin pada umumnya tertinggal dibandingkan anak-anak yang mampu. Pada saat ini, lapisan masyarakat atas menengah yang jumlahnya hanya 20 dari rakyat di negara berkembang memiliki suatu monopoli pendidikan. Monopoli mana dipertahankan melalui mekanisme seleksi yang ketat seperti terjadi dewasa ini. Seleksi ini dengan sendirinya cenderung membuang dan mendiskriminasikan mereka yang berasal dari lapisan bawah. Dengan demikian, maka tetap sulitlah bagi rakyat miskin untuk berharap dengan pendidikan yang akan membawa kearah kehidupan yang lebih baik. Mereka tidak mampu keluar dari ketimpangan struktural itu dan harus tetap bergulat dengan kemiskinan dan kemelaratan. Padahal, seperti yang tercantum dalam UUD 1945 pasal 31 menyebutkan bahwa “Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan”. Amanat yang terkandung dalam pasal tersebut adalah mendapatkan pendidikan merupakan hak setiap individu tanpa memandang latar belakang maupun kondisi yang ada pada mereka. Meskipun demikian, pendidikan yang diharapkan bukanlah sebatas pemberian atau pentransferan ilmu dari pengajar kepada peserta didik saja, tetapi pendidikan yang mampu mengantarkan peserta didik menjadi pribadi yang unggul dan dapat menghadapi kehidupannya di masa yang akan datang. Lebih lanjut dunia pendidikan 5 dituntut untuk mempersiapkan peserta didik dalam menampilkan keunggulan dirinya yang cerdas, kreatif, serta mandiri. Berdasarkan informasi yang penulis dapat dari wali kelas maupun guru BP SMA Negeri 3 Jombang, ternyata siswa yang berprestasi tidak hanya mereka yang memiliki orang tua yang kaya saja, tetapi mereka yang berasal dari keluarga miskin pun banyak yang berprestasi. Bahkan mereka mendapatkan prestasi yang terbaik , yaitu rangking 1 satu sampai dengan rangking 5 lima. Hal ini tidak hanya mereka peroleh di bangku SMA saja, namun sejak mereka duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama SMP mereka sudah menduduki rangking 1 satu sampai dengan rangking 5 lima. Bahkan ada juga yang mendapatkan rangking tersebut sejak mereka duduk di bangku Sekolah Dasar SD. Pihak sekolah pun yaitu SMA Negeri 3 Jombang memberikan penghargaan bagi siswanya yang berprestasi, yaitu jika mereka menduduki rangking 1, maka mereka tidak perlu membayar SPP alias gratis SPP selama 6 enam bulan, rangking 2, gratis SPP selama 4 empat bulan, dan rangking 3, gratis SPP selama 2 dua bulan. Hal ini berarti meringankan beban bagi orang tua mereka, sehingga mereka semakin termotivasi untuk belajar lebih giat lagi dan prestasi yang mereka dapatkan yaitu nilai yang bagus pun akan mereka dapatkan. Karena hanya dengan cara inilah yang bisa mereka lakukan untuk meringankan beban orang tua mereka. Prestasi belajar yang bagus bagi siswa yang berasal dari keluarga miskin, memiliki arti yang sangat besar bagi mereka. Karena hasil kerja keras yang 6 sudah mereka lakukan yang berhubungan dengan proses pembelajarannya selama ini telah menghasilkan sesuatu yang mereka harapkan, yaitu prestasi yang bagus. Dimana hasil prestasi belajar tersebut digunakan untuk mengukur seberapa besar tingkat penguasaan pembelajaran yang sudah dilakukan siswa. Dengan hasil prestasi belajar yang bagus yang sudah didapatkan, hal ini sangat menyenangkan, tidak hanya bagi siswa yang bersangkutan saja, tetapi juga bagi orangtua mereka. Peran orang tua sangat penting terutama dalam memberikan motivasi bagi putra-putrinya. Mereka berharap, walaupun dari keluarga miskin, jangan sampai anak mereka kalah dengan anak-anak orang kaya, anak-anak mereka harus meraih prestasi belajar yang bagus agar apa yang dicita-citakan oleh anak mereka dapat diraih dan nantinya dapat terjadi perubahan pada keluarga mereka, yaitu memiliki masa depan yang lebih baik dibandingkan dengan orang tua dan saudara-saudaranya. Namun tidak hanya sampai disini, walaupun dari keluarga miskin orang tua masih berharap agar prestasi belajar yang bagus yang sudah diperoleh anaknya lebih ditingkatkan lagi. Karena anak-anak mereka mempunyai cita- cita yang mulia, ada yang ingin menjadi guru, ada yang ingin menjadi peneliti, bahkan ada yang ingin menjadi dokter. Untuk mewujudkan cita-cita anaknya, orang tua mereka berharap agar anaknya lebih meningkatkan prestasinya sehingga dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi melalui jalur prestasi sehingga mendapatkan beasiswa. Dengan demikian akan meringankan beban orang 7 tuanya, apapun keadaan yang ada jika seseorang mempunyai kemauan pasti ada usaha untuk meraihnya.

B. Rumusan Masalah