selain menolak paham pluralisme agama, juga menegaskan kembali bahwa Yesus Kristus adalah satu-satunya pengantar keselamatan
Ilahi dan tidak ada orang yang bisa ke Bapa selain melalui Yesus Husaini, 2010:13.
Walaupun di dalam Konghucu masalah pluralisme tidak dijelaskan banyak akan tetapi dalam ayat yang kelima menyatakan
“Jangan inginkan apa yang tidak layak dan jangan lakukan apa yang tidak patut.” Bahwa di dalam Agama Konghucu mengajak agar para
pemeluknya mengerjakan apa yang patut dalam dirinya dan di dalam agamanya Nurjanah, 2011:61.
4. Encoding-Decoding
Dalam teori
encoding-decoding
menjelaskan tentang proses penyampaian pesan kepada khalayak dimana komunikasi sebagai proses,
dimana pesan tertentu dikirim dan kemudian diterima dengan menimbulkan efek tertentu di dalam khalayak, efek yang berbeda yang
timbul di dalam masyarakat ini di akibatkan karena masyarakat mengolah kembali pesan yang disampaikan dengan faktor-faktor yang beragam.
Sebuah pesan tidak lagi dipahami dan di ibaratkan sebagai paket atau bola yang dikirim ke penerima paket Alasuutari, 1999:2.
Gagasan yang sebaliknya bahwa pesan dikodekan oleh komunikan dan kemudian diterjemahkan oleh penerima, berarti isi pesan yang dikirim
dan diterima tidak selalu sama, dan penonton juga dapat mengkodekan program dengan berbeda. Di dalam model komunikasi Stuart Hall dalam
bagannya:
Bagan I. Model Komunikasi Stuart Hal
Storey, 2008:14
Digambarkan bahwa sebuah pesan atau makna yang menyangkut produksi makna dan pembentukan isi makna dilakukan oleh pembuat
makna di dalam penenelitian ini pembuat makna adalah sutradara Film Tanda Tanya yang membuat makna pluralisme dan sikap toleransi umat
beragama di dalam sebuah film, dimana sang sutradara Hanung Bramantya meng
encoding
kan makna pluralisme dan nilai toleransi beragama di dalam wacana yang bermakna dan pada tahap ketiga ketika makna sudah
bermakna, makna ini bebas di kendalikan, dalam proses terakhir proses
decoding
yang dilakukan oleh khalayak, dimana khalayak dalam proses resepsi menerjemahkan ulang atau mengolah makna yang disampaikan
dengan mengacu pada pengalaman, sejarah, dan faktor yang lainnya di
dalam masyarakat di sekelilingnya. Jadi melalui sirkulasi wacana, ‟produksi‟ menjadi ‟reproduksi‟ untuk menjadi ‟produksi lagi Storey,
2006:13. Sebuah pesan dapat mempunyai berbagai makna sebagaimana
penerima pesan memaknai pesan yang diterimanya, dimana semua efek tergantung pada interpretasi pesan media. Makna dari pesan tidak sekedar
ditransmisikan akan tetapi keduanya senantiasa diproduksi: pertama oleh sang pelaku
encoding
pelaku media dalam penelitian ini sutradara film dan konten film, dari bahan mentah dari kehidupan sehari-hari oleh
khalayak kaitannya pada lokasinya pada wacana-wacana lainnya Storey, 2006:14.
Dalam tulisannya yang dimuat dalam
Cultural Transformation : The Politics of Resistence
1983, dalam Marris dan Tornham 1999 : 474, 475, Morley mengemukakan tiga posisi hipotetis di dalam mana pembaca
teks program acara kemungkinan mengadopsi: 1.
Dominant
atau ‘hegemonic’ reading : pembaca sejalan dengan
kode-kode program
yang didalamnya
terkandung nilai-
nilai,sikap,keyakinan dan asumsi dan secara penuh menerima makna yang disodorkan dan dikehendaki oleh si pembuat
program. 2.
Negotiated reading
: pembaca dalam batas-batas tertentu sejalan dengan kode-kode program dan pada dasarnya menerima makna
yang disodorkan
oleh si
pembuat program
namun
memodifikasikannya sedemikian rupa sehingga mencerminkan posisi dan minat-minat pribadinya.
3. Oppositional ‘counter hegemonic’
reading
: pembaca tidak sejalan dengan kode-kode program dan menolak makna atau
pembacaan yang disodorkan, dan kemudian menentukan frame alternatif sendiri di dalam menginterpretasikan pesanprogram
http:sinaukomunikasi.wordpress.compage4 diakses
pada tanggal 25 Januari 2013.
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode
encoding
dan
dencoding,
karena metode penelitian ini adalah salah satu metode utama yang di gunakan dalam penelitian
reception analysis,
dimana penelitian ini peneliti ingin mencoba mencari sebuah makna atas pemahaman teks
media cetak, elektronik, internet dengan memahami bagaimana karakter teks media dibaca oleh khalayak. Individu yang menganalisis media
melalui kajian
reception
memfokuskan pada pengalaman dan pemirsaan khalayak penontonpembaca, serta bagaimana makna diciptakan melalui
pengalaman tersebut. Peneliti ingin menerapkan sistem komunikasi televisual yang
diterapkan Stuart Hall dimana proses produksi dengan berbagai latar belakang yang dilakukan oleh sutradara yang membentuk pesan yang
bermakna
encode
yang dilakukan oleh media yang dimana pesan yang bermakna itu terbuka untuk dipahamidianalisis ulang oleh khalayak dan
proses yang terakhir adalah dimana khalayak me
decoding
kan pesan tersebut.
5.
Reception Analysis
Teori
reception analysis
mempunyai pengertian bahwa faktor kontekstual mempengaruhi cara khalayak memirsa atau membaca media,
misalnya film atau acara televisi Hadi, 2009:2. Analisis ini merupakan bagian khusus dari studi khalayak yang mencoba mengkaji secara
mendalam proses aktual dimana wacana media diasumsikan melalui praktek wacana dan budaya khalayak nya,
reception analysis
muncul pada tahun 1970 oleh Morley, teori ini memahami makna, hubungan antara isi
dan media masa dan khalayak. Di dalam penelitian ini khalayak dilihat sebagai
active interpreter,
mengajukan bahwa teks-teks dan penerimanya adalah elemen pelengkap dari satu objek penyelidikan yang dengan
demikian alamat baik diskursif dan aspek-aspek sosial komunikasi. Analisis ini mengasumsikan bahwa tidak ada efek tanpa
makna, dimana dalam hal ini masyarakat memaknai kembali pesan yang disampaikan oleh media dan pemaknaan yang dilakukan khalayak akan
menimbulkan efek yang beragam, dan efek inilah yang menjadi tahap akhir dari penelitian ini. Menurut Denis Mc Quail 1997,
Reception analysis
menekankan pada penggunaan media sebagai refleksi dari konteks sosial budaya dan sebagai proses dari pemberian makna terhadap
sebuah pengalaman dan produksi kultural, budaya dan pengalaman
bermedia di dalam lingkungan khalayak mempengaruhi proses penerimaan khalayak terhadap pesan media.
Teori
reception analysis
mempunyai ciri utama berfokus pada isi, di dalam mengartikan teks, untuk membaca teks kita harus dapat
menafsirkan lambang dan strukturnya. Dalam membaca suatu teks khalayak tidak hanya mengartikan suatu teks tersebut akan tetapi juga
menafsirkan dalam struktur keseluruhan sehingga khalayak bisa memaknai secara utuh Baran dan Dafis, 2010:304.
Jadi khalayak melakukan penafsiran kembali untuk menemukan pesan yang disimpulkan dengan pemahaman khalayak dengan berbagai
pengaruh di dalam lingkungan khalayak. Mempelajari secara mendalam proses-proses yang sebenarnya melalui wacana media berasimilasi dengan
wacana dan praktek budaya penonton. Salah satu standar untuk mengukur khalayak media adalah
menggunakan
reception analysis
, dimana analisis ini mencoba memberikan sebuah makna atas pemahaman teks media cetak,
elektronik, internet dengan memahami bagaimana karakter teks media dibaca oleh khalayak. Individu yang menganalisis media melalui kajian
reception memfokuskan pada pengalaman khalayak mengkonsumsi media penontonpembaca, serta bagaimana makna diciptakan melalui
pengalaman tersebut. Konsep teoritik terpenting dari reception analysis adalah bahwa teks media penontonpembaca atau program televisi
bukanlah makna yang melekat pada teks media tersebut, tetapi makna
diciptakan dalam interaksinya antara khalayak penontonpembaca dan teks. Dengan kata lain, makna diciptakan karena menonton atau membaca
dan memproses teks media Hadi, 2008:2. Di dalam teori ini khalayak diposisikan sebagai khalayak yang
aktif publik di mana khalayak merupakan partisipan aktif dalam publik. Publik merupakan kelompok orang yang terbentuk atas isu tertentu dan
aktif mengambil bagian dalam diskusi atas isu-isu yang dikemukakan. Khalayak yang memposisikan dirinya sebagai khalayak aktif
menggunakan media sebagai refleksi dari kebiasaan dan budaya yang ada di lingkungan mereka tinggal, pengaruh budaya dan pengetahuan mereka
yang dipengaruhi lingkungan khalayak sangat mempengaruhi dimana khalayak mengolah dan memahami pesan media. Menurut McQuail
1997
reception analysis
menekankan pada penggunaan media sebagai refleksi dari konteks sosial budaya dan sebagai proses dari pemberian
makna melalui persepsi khalayak atas pengalaman dan produksi. Pengalaman khalayak dan budaya yang diadaptasi khalayak satu
dengan yang lain berbeda-beda, sehingga dalam memaknai sebuah pesan khalayak mempunyai berbagai perspektif pemaknaan di dalam diri
mereka, permasalahan sederhana yang dialami oleh pelaku media dalam menyampaikan pesan melalui media masa adalah kurangnya pengetahuan
mereka terhadap budaya dan pemahaman masyarakat terhadap pesan yang akan mereka sampaikan.
Pelaku media cenderung menggunakan pengetahuan umum mereka di dalam membuat sebuah pesan yang akan disampaikan, sehingga efek
yang ditimbulkan pun akan beragam di dalam khalayak, pemaknaan yang berbeda seringkali akan menimbulkan konflik di dalam khalayak, bahkan
bisa menimbulkan perubahan budaya di dalam masyarakat. Di dalam analisis
reception analysis
terdapat tiga paradigma yaitu : 1.
Reception analysis Kelahiran studi penerimaan dalam penelitian komunikasi massa di
tahun 1974 Stuart Hall Encoding dan Decoding dalam Wacana Televisi, Dalam teori
encoding-decoding
menjelaskan tentang proses penyampaian pesan kepada khalayak dimana komunikasi sebagai
proses, dimana pesan tertentu dikirim dan kemudian diterima dengan menimbulkan efek tertentu di dalam khalayak, efek yang berbeda yang
timbul di dalam masyarakat ini di akibatkan karena masyarakat mengolah kembali pesan yang disampaikan dengan faktor-faktor yang
beragam. Sebuah pesan tidak lagi dipahami dan di ibaratkan sebagai paket atau bola yang dikirim ke penerima paket.
2.
Audiance Ednografi
Dalam study
Audience Ednografi
ada tiga pedoman kepada paradigma
audiance Ednografi,
Studi ini berkonsentrasi pada politik gender. Yang pertama pada wacana di mana gender dibahas dalam isi media,
dan bagaimana khalayak menafsirkan dan memanfaatkan media yang di konsumsi dengan afiliasi kehidupan sehari-hari dan pengalaman
khalayak dalam memahami pesan media. Yang kedua adalah dimana berkembangnya teknologi media baru yang mempengaruhi konten
televisi dalam kehidupan sehari-hari yang empengaruhi keberadaan gender. Dan yang ketiga adalah bagaimana penerimaan khalayak
terhadap pesan yang disampaikan terhadap kehidupan sehari-hari dalam tahap ini adalah mengenai bagaimana efek media terhadap
kehidupan khalayak. 3.
Pandangan Konstruksionis Di dalam fase ini lebih menekankan pada pendekatan Konstruksionis.
Paradigma ini memberi pemahaman tentang media tentang pengalaman posmoderenisme, dalam fase ini membahas mengenai apa
media itu dan penggunaan media oleh khalayak. Akan tetapi lebih mengacu pada budaya bermedia, kususnya penggunaan media di
dalam kehidupan sehari-hari Alasuutari, 1999:2-9.
F. METODOLOGI PENELITIAN
1. Jenis Penelitian