Modal sosial, dukungan sosial, dan ketahanan sosial keluarga di daerah pemukiman marjinal Kota Bogor

MODAL SOSIAL, DUKUNGAN SOSIAL, DAN KETAHANAN
SOSIAL KELUARGA DI DAERAH PEMUKIMAN MARJINAL
KOTA BOGOR

RIDHA VIVIANTI SAM ACHMAD

DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul modal sosial,
dukungan sosial, dan ketahanan sosial keluarga di daerah pemukiman marjinal
Kota Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada

Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2014

Ridha Vivianti Sam Achmad
NIM I24100010

ABSTRAK
RIDHA VIVIANTI SAM ACHMAD. Modal Sosial, Dukungan Sosial, dan
Ketahanan Sosial Keluarga di Daerah Pemukiman Marjinal Kota Bogor.
Dibimbing oleh EUIS SUNARTI.
Modal sosial dan dukungan sosial menjadi penting dalam pemberdayaan
keluarga marginal. Beberapa peneliti menyatakan bahwa modal sosial dan
dukungan sosial berperan penting dalam meningkatkan ketahanan sosial keluarga.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh modal sosial dan dukungan
sosial terhadap ketahanan sosial keluarga di daerah pemukiman marginal Kota
Bogor. Disain penelitian ini adalah cross sectional dengan lokasi penelitian di
Kelurahan Paledang dan Kelurahan Babakan Pasar, Kota Bogor. Contoh dalam
penelitian ini adalah 126 keluarga lengkap dengan teknik simple random
sampling. Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan yang positif signifikan
antara modal sosial (solidaritas), dukungan sosial (dukungan keluarga, dukungan

tetangga, dan dukungan pemerintah), dan lama pendidikan suami-istri dengan
ketahanan sosial keluarga. Faktor yang mempengaruhi ketahanan sosial keluarga
adalah modal sosial, dukungan sosial (dukungan sosial, keluarga luas, dukungan
sosial pemerintah), umur istri, dan lama pendidikan istri.
Kata Kunci: modal sosial, dukungan sosial, ketahanan sosial keluarga

ABSTRACT
RIDHA VIVIANTI SAM ACHMAD. Social Capital, Social Support, and Family
Social Strength in areas marginal Bogor city. Supervised by EUIS SUNARTI.
The importance of social capital and social support in marginal family
empowerment. Some researchers stated that social capital and social support has
significant role in increasing family social strength. The aims of this study was to
analyze the influence of social capital and social support toward family social
strength in areas marginal Bogor city. The design of this study was a cross
sectional and the research location were in Paledang and Babakan Pasar village in
Bogor City. The sample of this study was 126 intact family and selected by
random sampling. The result showed a positive significant relationship between
social capital (solidarity), social support (family support, neighbors support, and
government support), and the education of husband and wife with family social
strength. Factor that affect of social strength is social capital, social support

(extended family support, government support), wife’s age, and the education of
husband and wife.
Keywords : social capital, social support, family social strength

MODAL SOSIAL, DUKUNGAN SOSIAL, DAN KETAHANAN
SOSIAL KELUARGA DI DAERAH PEMUKIMAN MARJINAL
KOTA BOGOR

RIDHA VIVIANTI SAM ACHMAD

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains pada
Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen

DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2014


Judul
Nama
NIM

: Modal Sosial, Dukungan Sosial, dan Ketahanan Sosial Keluarga
di Daerah Pemukiman Marjinal Kota Bogor
: Ridha Vivianti Sam Achmad
: I24100010

Disetujui oleh

Prof. Dr. Ir Euis Sunarti, M.Si
Dosen Pembimbing

Diketahui oleh

Prof. Dr. Ir. Ujang Sumarwan, M. Sc
Ketua Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen

Tanggal Pengesahan:


PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena dengan karunia
rahmat, berkah, hidayah dan kesehatan dari-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan penyusunan skripsi dengan judul “Modal Sosial, Dukungan Sosial,
dan Ketahanan Sosial Keluarga di Daerah Pemukiman Marjinal Kota Bogor”.
Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat yang harus ditempuh untuk
menyelesaikan program sarjana (S1) Jurusan Ilmu Keluarga dan Konsumen
Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor. Penulis menyadari dalam
penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak,
pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa hormat dan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada :
1.
Prof. Dr. Ir. Euis Sunarti, M.Si selaku dosen pembimbing akademik dan
dosen pembimbing skripsi yang telah membimbing dan memberikan saran,
masukan, serta arahan dalam proses penyusunan skripsi sehingga dapat
terselesaikan dengan baik.
2.
Alfiasari SP, M.Si dan Megawati Simanjuntak SP, M.Si selaku dosen

penguji yang telah memberi arahan dan saran dalam proses penyusunan
skripsi.
3.
Seluruh dosen Ilmu Keluarga dan Konsumen yang telah memberikan
banyak ilmu dan pemahamannya kepada penulis.
4.
Orang tua, kakak, dan saudara-saudara atas doa, dorongan dan semangat
selama penulis menempuh dan menyelesaikan studi di IPB.
5.
Teman-teman seperjuangan penulis dalam penelitian payung S1 (Dwifeny
Ramadhany, Winny Faramuli, Nurul Fatwa, dan Zulfa Rahmawati) yang
telah bekerja sama selama penyusunan dan penyelesaian skripsi
6.
Teman-teman asal Makassar dan teman-teman IKK yang selalu memberikan
semangat dan dukungan dalam penyusunan dan penyelesaian skripsi
7.
Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan dan penyelesaian
skripsi
Kesempurnaan hanya milik Allah SWT, karenanya penulis sangat
menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih terdapat kekurangan.

Masukan, saran, dan arahan sangat penulis harapkan untuk menjadi lebih baik.
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukan.

Bogor, Juli 2014

Ridha Vivianti Sam Achmad

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi


PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Perumusan Masalah

2

Tujuan Penelitian

3

Manfaat Penelitian

4


KERANGKA PIKIR

5

METODE PENELITIAN

7

Disain, Lokasi, dan Waktu Penelitian

7

Teknik pengambilan contoh

7

Jenis dan Cara Pengumpulan Data

8


Pengolahan dan Analisis Data

9

Definisi Operasional

10

HASIL DAN PEMBAHASAN

11

Hasil

11

Pembahasan

24


SIMPULAN DAN SARAN

27

Simpulan

27

Saran

28

DAFTAR PUSTAKA

28

LAMPIRAN

30

RIWAYAT HIDUP

32

DAFTAR TABEL
Tabel 1
Tabel 2
Tabel 3
Tabel 4
Tabel 5
Tabel 6
Tabel 7
Tabel 8
Tabel 9
Tabel 10
Tabel 11
Tabel 12
Tabel 13
Tabel 14
Tabel 15

Variabel, skala, dan sumber kuisioner
Nilai minimum, nilai maksimum, rata-rata, dan standar deviasi
karakteristik keluarga
Sebaran contoh menurut jumlah asosiasi lokal yang diikuti
Sebaran contoh menurut partisipasi anggota keluarga dalam
asosiasi lokal
Sebaran contoh menurut partisipasi anggota keluarga pada
pengambilan keputusan dalam pertemuan asosiasi lokal
Sebaran contoh menurut manfaat asosiasi lokal
Sebaran contoh menurut kepercayaan masyarakat
Sebaran contoh menurut solidaritas dan semangat
kerja masyarakat
Sebaran pencapaian menurut indikator dukungan sosial
keluarga luas
Sebaran pencapaian menurut indikator dukungan sosial tetangga
Sebaran pencapaian menurut indikator dukungan sosial pemerintah
Sebaran pencapaian menurut indikator ketahanan sosial keluarga
Koefisien korelasi antara karakteristik keluarga, modal sosial,
dukungan sosial dengan ketahanan sosial keluarga
Koefisien korelasi antara dukungan sosial dengan modal
sosial
Koefisien regresi hasil ringkasan model pengaruh karakteristik
keluarga, modal sosial, dan dukungan sosial yang signifikan
terhadap ketahanan sosial keluarga

8
11
12
13
13
14
14
15
17
18
19
20
21
22
23

DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Kerangka pikir karakteristik keluarga, modal sosial,
dukungan sosial, dan ketahanan sosial keluarga di daerah
pemukiman majinal
Gambar 2 Cara pengambilan contoh

6

7

DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Pengaruh modal sosial dan dukungan sosial terhadap
ketahanan sosial keluarga
Lampiran 2 Pengaruh komponen modal sosial dan komponen dukungan
sosial terhadap ketahanan sosial keluarga
Lampiran 3 Pengaruh karakteristik keluarga, modal sosial, dan dukungan
sosial terhadap ketahanan sosial keluarga
Lampiran 4 Pengaruh karakteristik keluarga, komponen modal sosial
dan komponen dukungan sosial terhadap ketahanan sosial
keluarga

30
30
30
31

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Kepadatan penduduk merupakan salah satu masalah dalam pertumbuhan
ekonomi. Kepadatan penduduk mempengaruhi jumlah penduduk miskin yang ada
di negara Indonesia. Menurut Badan Pusat Statistik (2012) jumlah penduduk
miskin di Indonesia pada September 2012 mencapai 28,59 juta orang (11,66
persen) dan sebagian besar berada pada Pulau Jawa dengan jumlah 15,82 juta
orang. Jawa Barat adalah provinsi ketiga terpadat di Pulau Jawa dengan kepadatan
penduduk yang mencapai angka 4.42 juta orang dan Kota Bogor merupakan kota
dengan jumlah penduduk miskin terbanyak di Jawa Barat dengan angka mencapai
lebih dari 50.000 keluarga. Kepadatan ini tidak merata di beberapa wilayah Kota
Bogor sehingga menimbulkan kondisi yang kurang akomodatif dalam
pembangunan ekonomi, pertahanan keamanan dan keadilan sosial
(Prawirosentono 1994). Ketidakmerataan ini diiringi dengan arus urbanisasi yang
juga terus meningkat.
Masyarakat rural yang melakukan urbanisasi ke kota pada umumnya
kurang memiliki keterampilan hidup sehingga banyak yang hanya menjadi
pengangguran dan tergolong kategori miskin. Hal tersebut menjadi sebab
munculnya kawasan pinggiran urban/pemukiman marjinal yang menjadi tempat
pemukiman mereka. Pemukiman marjinal adalah pemukiman yang berada di
sepanjang sungai dan bantaran sungai, stasiun kereta api, penghuninya merupakan
pendatang, dan memimiliki bangunan permanen yang cukup baik (Yudhohusodo
dalam Poedjioetami 2005). Penelitian lain juga menambahkan bahwa pemukiman
marjinal adalah zona perumahan yang sewanya murah, karena kondisi tanah yang
paling tidak menguntungkan dari motivasi ekonomi, misalnya di pinggiran
bantaran sungai; atau secara geografis wilayah-wilayah kota yang sering
tergenang banjir di musim hujan dan yang tidak ditunjang fasilitas kota
(Sulistyawati 2007). Kondisi pada pemukiman marjinal diduga kurang kondusif
untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan seluruh anggota keluarga yang meliputi
kebutuhan fisik (sandang, pangan, papan), sosial, dan psikologis. Pemukiman
marginal kurang dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut dengan optimal,
karena minimnya upaya yang mendukung pencapaian ketahanan keluarga.
Ketahanan keluarga merupakan kemampuan keluarga mengolah sumber daya dan
menyelesaikan masalah guna mencapai kesejahteraan sosial keluarga, sedangkan
kersejahteraan sosial keluarga adalah penghargaan (self esteem) dan dukungan
sosial (Sunarti 2001).
Komponen ketahanan keluarga terdiri dari ketahanan fisik, ketahanan
sosial, dan ketahanan psikologis. Ketahanan fisik dan ketahanan psikologis
dewasa ini telah mampu diukur dengan melihat sumber daya fisik keluarga serta
kepuasan terhadap penanggulangan masalah fisik (Sunarti dan Fitriani 2010).
Ketahanan sosial merupakan komponen yang saat ini masih sulit untuk
ditingkatkan, sebab kemampuan keluarga relatif berubah atau tidak stabil dalam
pemenuhan kebutuhan, pelaksanaan fungsi keluarga, pengolahan sumber daya,
dan pengolahan masalah keluarga. Ketahanan sosial keluarga adalah kekuatan
keluarga dalam penerapan nilai agama, pemeliharaan ikatan dan komitmen,

2

komunikasi efektif, pembagian peran dan penerimaan peran, penetapan tujuan,
serta dorongan untuk maju yang akan menjadi kekuatan dalam menghadapi
masalah keluarga (termasuk masalah perkawinan) dan memiliki hubungan sosial
yang sehat (Sunarti 2001).
Perhatian pada peningkatan ketahanan sosial keluaga menjadi penting
untuk dimanfaatkan secara optimal dalam proses pembangunan di Indonesia demi
mencapai kesejahteraan keluarga. Oleh karena itu, untuk mencapai kesejahteraan
keluarga harus mampu mencapai ketahanan sosial terlebih dahulu. Faktor-faktor
yang mempengaruhi ketahanan sosial keluarga diantaranya perbaikan lingkungan
internal dan eksternal keluarga seperti modal sosial dan dukungan sosial (Sunarti
dan Fitriani 2010). Alfiasari (2008) menyatakan bahwa keberadaan modal sosial
berupa kepercayaan, jaringan sosial, dan norma sosial mampu meningkatkan
kesejahteraan ekonomi keluarga miskin. Penelitian lain juga menjelaskan bahwa
modal sosial mampu menjembatani status individu yang berbeda-beda dan
menyediakan akses ke arah kekuasaan serta dapat mendistribusikan sumber daya
yang langka (Daniel 2011). Selanjutnya, ketahanan sosial keluarga mampu
dicapai melalui peningkatan dukungan sosial. Dukungan sosial dapat bersumber
dari keluarga, teman, tetangga, masyarakat luas, dan pemerintah. Terkait dengan
hal tersebut, penting dilakukan kajian yang mengelaborasi modal sosial, dukungan
sosial, dan ketahanan sosial keluarga di daerah pemukiman marjinal.
Perumusan Masalah
Pengangguran menambah angka kemiskinan daerah perkotaan. Masalah
kemiskinan merupakan salah satu permasalahan dalam proses pembangunan
ekonomi. Hampir setiap negara mengalami permasalahan kemiskinan, baik negara
maju maupun negara berkembang. Kemiskinan menyebabkan berbagai persoalan
hidup yang harus dihadapi oleh individu, keluarga, masyarakat, dan negara.
Kemiskinan telah membuat jutaan anak-anak tidak bisa mengenyam pendidikan
yang berkualitas, pelayanan kesehatan yang berkualitas, dan lingkungan yang
prestatif. Hal ini sejalan dengan pandangan Sunarti (2001) bahwa keluarga
berkaitan dengan banyak masalah sosial yang berkaitan dengan dampak
peningkatan tingkat perceraian, dampak kekerasan, gerakan atau tuntutan hak
memilih wanita, dan dampak industrialisasi.
Masyarakat rural yang melakukan urbanisasi ke kota berhubungan dengan
bertambahnya angka kemiskinan yang mendorong lahirnya kawasan
terpinggirkan/marjinal. Masyarakat urban marjinal memiliki ciri-ciri interaksi
sosial yang berbeda dengan masyarakat rural. Menurut Soekanto (1987) interaksi
sosial masyarakat pedesaan rural ditandai dengan pemilikan ikatan perasaan batin
yang kuat sesama warga desa, bahwa seseorang merasa merupakan bagian yang
tidak dapat dipisahkan dari masyarakat, karena beranggapan sama-sama sebagai
masyarakat yang saling mencintai saling menghormati, mempunyai hak tanggung
jawab yang sama terhadap keselamatan dan kebahagiaan bersama di dalam
masyarakat. Masyarakat desa atau juga bisa disebut sebagai masyarakat tradisonal
manakala dilihat dari aspek kulturnya. Masyarakat pedesaan lebih bisa
bersosialisasi dengan orang orang di sekitarnya. Pola interaksi masyarakat desa
adalah kebersamaan, sedangkan pola interaksi masyarakat urban marjinal adalah
individual. Pola interaksi masyarakat pedesaan adalah dengan prinsip kerukunan,

3

sedangkan masyarakat urban marjinal lebih ke motif ekonomi, politik, pendidikan,
dan kadang hierarki. Pola solidaritas sosial masyarakat pedesaan timbul karena
adanya kesamaan-kesamaan kemasyarakatan, sedangkan masyarakat urban
marjinal terbentuk karena adanya perbedaan-perbedaan yang ada dalam
masyarakat.
Lemahnya interaksi sosial pada masyarakat urban marjinal
menggambarkan lemahnya sistem nilai yang ada. Sistem nilai tersebut bersumber
pada pola budaya yang terdiri atas sistem kepercayaan, sistem simbolik dan
standar orientasi yang sama, yang memungkinkan hubungan sosial, interaksi
sosial dan proses sosial berjalan lancar. Proses sosial yang telah diformat
sedemikian rupa oleh sistem budaya dan sistem kepercayaan yang ada,
menjadikan setiap orang mengerti bagaimana hubungan dengan orang lain. Setiap
anggota masyarakat berusaha mengintregasikan diri dengan sistem nilai yang ada
melalui proses sosialisasi dan institusionalisasi tersebut (Parson 1955).
Permasalahan tersebut menjadi alasan untuk meningkatkan modal sosial
masyarakat urban marjinal. Menurut Coleman (1988) modal sosial memiliki tiga
pilar utama, yaitu kepercayaan, jaringan sosial, dan norma-norma sosial yang
terjalin dalam sistem sosial. Modal sosial lemah oleh proses-proses yang merusak
kekerabatan, seperti perceraian dan perpisahan, atau migrasi. Ketika keluarga
meninggalkan jaringan-jaringan kekerabatan mereka yang sudah ada, temanteman dan kontak-kontak yang lainnya, maka nilai dari modal sosial mereka akan
jatuh.
Dukungan sosial dari keluarga inti, keluarga besar dan masyarakat sekitar
adalah hal yang sangat penting untuk meningkatkan modal sosial masyarakat
khusunya kelompok sosial marjinal. Dukungan sosial dari keluarga besar dan
tetangga dalam bentuk dukungan moril, material, dan emosional yang ditampilkan
melalui sikap penuh pengertian, perhatian, kerjasama, bantuan materi, dan
pemberian informasi dapat memberikan kekuatan dan mengurangi konsekuensikonsekuensi negatif akibat adanya tekanan ekonomi (Sunarti et al. 2005). Hal ini
didukung oleh penelitian Dieh (2005) yang mengatakan bahwa rendahnya
dukungan sosial yang diterima dapat menyebabkan depresi, keterasingan, dan
kecemasan. Selanjutnya, menurut Natalya dan Shelly (2009), dukungan yang
nampak maupun yang tidak nampak tidak selamanya buruk dan tidak selamanya
menguntungkan.
Berbagai masalah yang dihadapi keluarga mendorong mereka untuk
meningkatkan modal sosial dan dukungan sosial sepanjang kehidupannya,
sehingga keluarga harus bisa mempersiapkan sumber daya dan mengolahnya
dengan baik agar mencapai ketahanan sosial keluarga. Pengelolaan sumber daya
non-fisik, mekanisme penanggulangan masalah yang baik, orientasi terhadap
nilai-nilai agama, efektif dalam berkomunikasi, senantiasa memelihara hubungan
sosial, serta dapat menanggulangi krisis adalah upaya mewujudkan ketahanan
sosial keluarga (Sunarti 2001).
Berdasarkan permasalahan di atas, peneliti sangat tertarik melakukan
penelitian tentang modal sosial, dukungan sosial, dan ketahanan sosial keluarga di
daerah pemukiman marginal. Dengan demikian dapat dirumuskan beberapa
pertanyaan penelitian sebagai berikut:
1. Bagaimana karakteristik keluarga, modal sosial, dukungan sosial, dan
ketahanan sosial keluarga di daerah pemukiman marginal?

4

2. Bagaimana hubungan modal sosial dan dukungan sosial dengan ketahanan
sosial keluarga di daerah pemukiman marginal?
3. Bagaimana pengaruh karakteristik keluarga, modal sosial, dan dukungan
sosial terhadap ketahanan sosial keluarga di daerah pemukiman marginal?
Tujuan Penelitian
Tujuan Umum
Menganalisis pengaruh modal sosial dan dukungan sosial terhadap
ketahanan sosial keluarga di daerah pemukiman marginal Kota Bogor.
Tujuan Khusus
1. Menganalisis karakteristik keluarga, modal sosial, dukungan sosial, dan
ketahanan sosial keluarga di daerah pemukiman marginal;
2. Menganalisis hubungan modal sosial dan dukungan sosial dengan
ketahanan sosial keluarga di daerah pemukiman marginal;
3. Menganalisis pengaruh karakteristik keluarga, modal sosial dan dukungan
sosial terhadap ketahanan sosial keluarga di daerah pemukiman marginal.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat menambah khazanah serta pengetahuan
individu tentang pemanfaatan modal sosial dan dukungan sosial dalam
meningkatkan pencapaian ketahanan sosial keluarga. Penelitian ini juga
diharapkan mampu memperkaya pengetahuan ilmu keluarga dan memperluas
wawasan masyarakat serta lembaga pemerintah yang bergerak di bidang keluarga,
kependudukan, dan sosial kemasyarakatan.

5

KERANGKA PIKIR
Kerangka pikir penelitian disajikan pada Gambar 1 yang menjelaskan
tentang ketahanan sosial sebagai salah satu komponen ketahanan keluarga.
Ketahanan sosial keluarga adalah kekuatan keluarga dalam penerapan nilai
agama, pemeliharaan ikatan dan komitmen, komunikasi efektif, pembagian peran
dan penerimaan peran, penetapan tujuan, serta dorongan untuk maju yang akan
menjadi kekuatan dalam menghadapi masalah keluarga (termasuk masalah
perkawinan) dan memiliki hubungan sosial yang sehat (Sunarti 2001). Keluarga
merupakan lapisan masyarakat terkecil yang memiliki peranan penting dalam
peningkatan sumber daya manusia. Keluarga merupakan wadah bagi individu
untuk mencapai kebahagiaan dan kesejahteraan dalam hidup. Keluarga
mempunyai berbagai fungsi peran yang menentukan kualitas kehidupan baik
kehidupan individu, keluarga, bahkan kehidupan sosial (kemasyarakatan). Teori
struktur fungsional menjelaskan tentang sistem, struktur sosial, fungsi, dan
keseimbangan di dalam keluarga. Teori ini membahas bagaimana perilaku
seseorang dipengaruhi orang lain dan oleh institusi sosial, dan bagaimana perilaku
tersebut pada gilirannya mempengaruhi orang lain dalam proses aksi-reaksi
berkelanjutan (Sunarti 2001). Berangkat dari teori ini lahirlah berbagai kebijakan
dan program-program peningkatan ketahanan dan kesejahteraan keluarga di
Indonesia.
Menurut Undang-Undang No.52 tahun 2009, ketahanan dan kesejahteraan
keluarga adalah kondisi keluarga yang memiliki keuletan dan ketangguhan serta
mengandung kemampuan fisikmateril guna hidup mandiri dan mengembangkan
diri dan keluarganya untuk hidup harmonis dalam meningkatkan kesejahteraan
kebahagiaan lahir dan batin. Pemukiman marjinal diduga sulit mencapai
kesejahteraan keluarga, karena pemukiman ini kurang kondusif untuk membantu
keluarga mengolah masalah dan pembagian tugas dalam keluarga. Oleh karena
itu, kesejahteraan keluarga dapat dicapai melalui ketahanan sosial keluarga.
Peningkatan ketahanan sosial keluarga dapat dilakukan melalui beberapa
pendekatan, diantaranya adalah perbaikan lingkungan eksternal dan internal
keluarga seperti dukungan sosial dan modal sosial keluarga (Sunarti dan Fitriani
2010). Modal sosial melihat tiga komponen penting, yaitu kepercayaan (trust),
jaringan sosial (network), dan norma sosial (social norm). Tiga komponen ini
mencakup dua dimensi penting, yaitu asosiasi lokal dan karakter masyarakat.
Asosiasi lokal dapat dilihat dari partisipasi anggota keluarga dalam pertemuan
asosiasi lokal, partisipasi anggota keluarga dalam pengambilan keputusan pada
pertemuan asosiasi lokal, dan manfaat asosiasi lokal yang dirasakan anggota
keluarga, sedangkan karakter masyarakat dapat dilihat dari kepercayaan,
solidaritas, dan semangat kerja masyarakat.
Modal sosial sebagai salah satu faktor pendukung ketahanan sosial
keluarga, juga didukung oleh dukungan sosial. Dukungan sosial yang diperoleh
keluarga terdiri dari dukungan keluarga luas, dukungan tetangga, dan dukungan
pemerintah. Selanjutnya, karakteristik keluarga yang beragam diduga akan
mempengaruhi ketahanan sosial keluarga melalui modal sosial dan dukungan
sosial. Sunarti dan Fitriani (2010) menyatakan bahwa komponen dukungan sosial
bepengaruh positif signifikan dalam meningkatkan ketahanan sosial keluarga,
tetapi komponen modal sosial tidak memiliki pengaruh terhadap ketahanan sosial

6

keluarga, sebab keragaan yang relatif tidak beragam. Berdasarkan hal tersebut,
maka diperoleh model kerangka pemikiran untuk melihat pengaruh modal sosial
dan dukungan sosial terhadap ketahanan sosial keluarga di daerah pemukiman
marjinal.

Karakteristik Keluarga
1. Usia (suami, istri,
dan anak)
2. Pendidikan
(suamiistri)
3. Besar keluarga
4. Pendapatan per kapita
5. Lama menetap

Modal Sosial
1. Asosiasi Lokal:
- Jumlah asosiasi
- Tingkat partisipasi
- Manfaat asosiasi
2. Karakter masyarakat:
- Kepercayaan
- Solidaritas
- Semangat kerja

Dukungan Sosial
1. Dukungan sosial
keluarga (emosi,
instrument, informasi)
2. Dukungan sosial
tetangga (emosi,
instrument, informasi)
3. Dukungan sosial
pemerintah (emosi,
instrument, informasi)

Ketahanan Sosial
Keluarga
- Pengelolaan
sumber daya non
fisik
- Pemeliharaan
hubungan sosial
- Penanggulangan
masalah non fisik

Gambar 1 Kerangka pemikiran karakteristik keluarga, modal sosial,
dukungan sosial, dan ketahanan sosial keluarga di daerah
pemukiman marginal

7

METODE PENELITIAN

Disain, Lokasi, dan Waktu Penelitian

Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian payung yang berjudul
“Lingkungan Spasial, Modal Sosial, Perkembangan Anak, dan Ketahanan Sosial
Keluarga di Daerah Pemukiman Marjinal Kota Bogor”. Disain penelitian ini
adalah cross sectional dengan menggunakan metode wawancara dibantu dengan
menggunakan kuisioner. Disain penelitian ini dilakukan untuk melihat Modal
Sosial, Dukungan Sosial, dan Ketahanan Sosial Keluarga di Daerah Pemukiman
Marjinal Kota Bogor. Lokasi penelitian adalah Kelurahan Paledang dan
Kelurahan Babakan Pasar, Kecamatan Bogor Tengah, Kota Bogor. Pemilihan
lokasi dilakukan secara purposive dengan pertimbangan lokasi tersebut memenuhi
kriteria pemukiman marjinal. Penelitian ini dilakukan mulai bulan Februari hingga
Juli 2014.
Teknik Pengambilan Contoh
Populasi dalam penilitian ini adalah keluarga lengkap yang memiliki anak
usia 3-5 tahun yang bertempat tinggal di pinggiran sungai atau bantaran rel kereta
api. Contoh dalam penelitian ini adalah 126 keluarga dengan teknik simple
random sampling. Adapun kerangka teknik penarikan contoh dapat dilihat pada
gambar di bawah ini.

Kota Bogor

Purposive

Kecamatan Bogor
Tengah

Purposive

Kelurahan Paledang dan
Kelurahan Babakan Pasar

Purposive

338 Keluarga
lengkap

Purposive

126 Keluarga

Simple

Gambar 2 Cara pengambilan contoh

random
sampling

8

Jenis dan Cara Pengumpulan Data
Jenis data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder. Data
primer diperoleh dari pengisian kuisioner sebagai data kuantitatif dan wawancara
sebagai data kualitatif untuk menunjang data kuantitatif, sedangkan data sekunder
diperoleh dari dokumen-dokumen lembaga/instansi yang berhubungan dengan
penelitian ini. Jenis atau variabel penelitian dibagi ke dalam 4 kelompok, yaitu
ketahanan sosial keluarga, modal sosial, dukungan sosial, dan karakteristik
keluarga. Aspek ketahanan sosial keluarga mencakup: sumber daya non fisik,
penanggulangan masalah keluarga non fisik, dan kesejahteraan sosial non fisik.
Aspek modal sosial mencakup jumlah asosiasi lokal yang diikuti, tingkat
partisipasi keluarga dalam asosiasi lokal, tingkat pengambilan keputusan saat
pertemuan asosiasi lokal, manfaat asosiasi lokal, kepercayaan masyarakat,
solidaritas masyarakat, dan semangat kerja masyarakat. Selanjutnya, aspek
dukungan sosial mencakup dukungan sosial keluarga luas, dukungan sosial
tetangga, dan dukungan sosial pemerintah. Sementara itu, aspek karakteristik
keluarga meliputi usia suami-istri, besar keluarga, lama pendidikan suami-istri,
pendapatan perkapita per bulan, dan lama menetap di tempat tinggal. Untuk
karakteristik keluarga terdapat beberapa pengkategorian. Usia suami dan istri
dikategorikan menjadi dewasa awal (18-40 tahun), dewasa madya (40-60 tahun),
dan dewasa akhir (> 60 tahun). Selanjutnya, lama pendidikan suami dan istri
dikategorikan menjadi < 9 tahun dan ≥ 9 tahun. Besar keluarga dikategorikan
menjadi keluarga kecil 0-4 orang, keluarga sedang 5-7 orang, dan keluarga besar
≥ 8 orang. Pendapatan per kapita per bulan suami dan istri dikategorikan menjadi
< Rp 308570 dan ≥ Rp 308570.
Kuesioner modal sosial diacu dan dimodifikasi dari Suandi (2007) dengan
nilai Cronbach alpha sebesar 0,664. Kuesioner dukungan sosial diacu dan
dimodifikasi dari penelitian Sunarti et al. (2005) dengan nilai Cronbach alpha
sebesar 0,781. Ketahanan sosial keluarga diukur menggunakan kuesioner yang
diacu dan dimodifikasi dari Sunarti (2001) dengan nilai Cronbach alpha sebesar
0,604.
Tabel 1 Variabel, skala, dan sumber kuisioner
Variabel
Modal Sosial
Asosiasi lokal
Karakter masyarakat
Dukungan sosial
Dukungan sosial keluarga
(emosi, instrumen, informasi)
Dukungan sosial tetangga
(emosi, instrumen, informasi)
Dukungan sosial pemerintah
(emosi, instrumen, informasi)
Ketahanan Sosial Keluarga

Skala
Interval

Sumber Instrument
Diacu dan dimodifikasi dari Suandi (2007)

Diacu dan dimodifikasi dari Sunarti et al. (2005)
Interval

Interval

Diacu dan dimodifikasi dari Sunarti (2001)

9

Pengolahan dan Analisis Data
Data primer yang diperoleh melalui pengisian kuisioner akan diinput, dan
diolah dengan menggunakan program Microsoft Excel dan SPSS for windows.
Kegiatan yang dilakukan mulai dari pengambilan data primer, transfer data,
coding, editing, data entry, data cleaning, dan analisis data. Analisis data yang
digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Analisis deskriptif (rata-rata, standar deviasi, nilai mimum-maksimum,
dan presentase) digunakan untuk mengidentifikasi karakteristik keluarga,
modal sosial, dukungan sosial, dan ketahanan sosial keluarga. Jumlah
pertanyaan yang berbeda pada setiap dimensi variabel dikompositkan
dengan mentransformasi nilai skor yang telah didapatkan menjadi skor
indeks. Indeks presentase dihitung dengan rumus:
Y = nilai yang didapatkan-nilai minimum x100%
nilai maksismum – nilai minimum
2. Analisis inferensia yaitu uji korelasi dan uji regresi. Uji korelasi digunakan
untuk melihat hubungan antara karakteristik keluarga, modal sosial,
dukungan sosial, dengan ketahanan sosial keluarga. Sedangkan uji regresi
digunakan untuk melihat pengaruh karakteristik keluarga, modal sosial,
dan dukungan sosial, terhadap ketahanan sosial keluarga.
Model regresi:
Y1= α + β1X1 + β2X2 + ε
Y2= α + β1X11 + β2X12 + β3X13 + β4X14 + β5X15 + β6X16 + β7X21 + β8X22 +
β9X23 + ε
Y3= α + β1X1+ β2X2 + β3X3+ β4X4+ β5X5 + β6X6 + β7X7 + β8X8 + ε
Y4= α + β1X11 + β2X12 + β3X13 + β4X14 + β5X15 + β6X16 + β7X21 + β8X22 +
β9X23 + β10X3+ β11X4+ β12X5 + β13X6 + β14X7 + β15X8 + ε
Keterangan:
Y
= Ketahanan sosial keluarga
α
= Konstanta regresi
β1- β15
= Koefisien regresi
X1
= Modal sosial
X11
= Partisipasi anggota keluarga pada pertemuan asosiasi
lokal
X12
= Partisipasi anggota keluarga dalam pengambilan
keputusan pada pertemuan asosiasi lokal
X13
= Manfaat asosiasi lokal
X14
= Kepercayaan masyarakat
X15
= Solidaritas masyarakat
X16
= Semangat kerja masyarakat
X2
= Dukungan sosial
X21
= Dukungan sosial keluarga luas
X22
= Dukungan sosial tetangga
X23
= Dukungan sosial pemerintah
X3-X6
= Usia suami-istri, lama pendidikan suami-istri, besar
keluarga, pendapatan per kapita, dan lama menetap

10

Definisi Operasional
Karakteristik keluarga adalah ciri-ciri yang dimiliki oleh keluarga yang tinggal
di daerah marjinal yang meliputi usia suami-istri, besar keluarga,
pendidikan suami-istri, pendapatan perkapita per bulan, dan lama menetap
di tempat tinggal.
Pemukiman marjinal adalah pemukiman yang berada di bantaran sungai,
dimana penduduknya sebagian besar bekerja di sektor informal, memiliki
jarak antar rumah kurang dari 1 meter, dan rawan bencana, termasuk di
dalamnya pemukiman kumuh dan pemukiman liar.
Usia adalah usia suami dan isteri saat dilakukan wawancara dan dinyatakan dalam
tahun.
Besar keluarga adalah banyaknya anggota keluarga yang tinggal dalam satu
rumah atau yang masih menjadi tanggungan orang tua dalam memenuhi
kebutuhan hidup.
Lama Pendidikan adalah lama waktu pendidikan yang ditempuh oleh suami atau
istri.
Pendapatan per kapita keluarga adalah rata-rata penghasilan per bulan yang
diperoleh dari pekerjaan utama maupun tambahan ayah dan ibu yang
dinilai dengan uang.
Lama menetap di tempat tinggal adalah jangka waktu atau lama menetap
sebuah keluarga di suatu wilayah saat dilakukan wawancara dan
dinyatakan dalam tahun.
Modal sosial adalah bentuk jaringan kerja sosial dan ekonomi di masyarakat yang
terjadi antar individu dan kelompok baik formal maupun informal yang
bermanfaat dan menguntungkan. Besarnya modal sosial diukur melalui
dua dimensi, yaitu asosiasi lokal dan karakter masyarakat.
Asosiasi lokal adalah organisasi lokal yang diikuti oleh anggota keluarga yang
teridri dari tingkat partisipasi dan tingkat pengambilan keputusan anggota
dalam pertemuan asosiasi lokal.
Karakter masyarakat adalah pola hidup masyarakat sehari-hari yang terdiri dari
kepercayaan, solidaritas, dan semangat kerja masyarakat.
Dukungan sosial adalah dukungan yang diperoleh keluarga baik dari keluarga
luas, tetangga maupun pemerintah. Dukungan tersebut terdiri dari:
dukungan emosi, dukungan instrumen, dan dukungan informasi.
Ketahanan sosial keluarga adalah kemampuan keluarga dalam mengelola
sumber daya non-fisik, mekanisme penanggulangan masalah yang baik,
orientasi terhadap nilai-nilai agama, efektif dalam berkomunikasi, dan
senantiasa memelihara hubungan sosial.

11

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Karakteristik Keluarga
Data pada Tabel 2 menunjukkan rata-rata usia contoh dan suami berada
pada kategori dewasa awal (18-40 tahun). Rata-rata lama pendidikan contoh dan
suami telah mencapai pendidikan wajib belajar sembilan tahun. Rata-rata jumlah
anggota keluarga termasuk dalam kategori kecil (0-4 orang). Rata-rata pendapatan
per kapita keluarga per bulan lebih dari Rp305.870. Selanjutnya, satu per tiga
keluarga telah menetap di tempat tinggal mereka lebih dari 30 tahun, satu per tiga
keluarga lagi telah menetap 15 sampai 30 tahun, dan satu per tiga keluarga lainnya
baru menetap kurang dari 15 tahun.
Tabel 2 Nilai minimum, nilai maksimum, rata-rata, dan standar deviasi
karakteristik keluarga
Karakteristik Keluarga
Usia suami (tahun)
Usia istri (tahun)
Lama pendidikan suami (tahun)
Lama pendidikan istri (tahun)
Besar keluarga (orang)
Pendapatan perkapita (rupiah)
Lama menetap di tempat tinggal (tahun)

Min-Maks

Rata-rata±sd

22-59
19-48
6-17
4-15
3-10
45000-5250000
1-47

36.63±7.31
32.80±6.48
10.41±2.44
9.86±2.71
4.31±1.30
674502.49±712988.34
23.49-12.34

Modal Sosial
Modal sosial adalah bentuk jaringan kerja sosial dan ekonomi di
masyarakat yang terjadi antar individu dan kelompok baik formal maupun
informal yang bermanfaat dan menguntungkan. Besarnya modal sosial diukur
melalui dua dimensi, yaitu asosiasi lokal dan karakter masyarakat (Suandi 2007).
Dimensi asosiasi lokal terdiri dari: jumlah asosiasi lokal yang diikuti, tingkat
partisipasi anggota keluarga, tingkat pengambilan keputusan pada pertemuan
asosiasi lokal, dan manfaat asosiasi lokal. Sedangkan dimensi karakter masyarakat
terdiri dari: kepercayaan, solidaritas, dan semangat kerja masyarakat.
Jumlah Asosiasi Lokal yang Diikuti
Modal sosial digambarkan dari kepadatan jaringan kerja masayarakat,
yaitu jumlah organisasi yang ada dalam suatu masyarakat di mana seseorang
terlibat di dalamnya (Fadli dalam Fitriani 2010). Data pada Tabel 3 menunjukkan
bahwa lebih dari 38 persen keluarga tergolong kategori rendah, karena hanya
mengikuti asosiasi lokal sebanyak 1-2 asosiasi. Hal ini karena sebagian besar
keluarga hanya mengikuti asosiasi lokal yang menurut mereka bermanfaat untuk
anak atau untuk menambah pendapatan keluarga. Sedangkan satu per tiga lainnya
(34.13%) tergolong tinggi, karena mengikuti lebih dari dua asosiasi lokal.

12

Asosiasi lokal yang diikuti keluarga antara lain Kelompok Simpan Pinjam,
Kelompok Sistem Kerja Upahan, PKK, Kelompok arisan, Kelompok Keagamaan,
Majelis Taklim, Organisasi Olahraga, Kelompok Budaya/Seni, dan Koperasi Unit
Desa. Hal ini didukung oleh penelitian Suandi (2007) yang menyatakan bahwa
semakin banyak jumlah asosiasi lokal yang diikuti oleh anggota keluarga
diharapkan dapat mendukung atau mempengaruhi tingkat kebersamaan dan
solidaritas sesama anggota masyarakat sehingga pada gilirannya akan berdampak
terhadap kesejahteraan dan kemajuan desa. Sementara itu, masih terdapat 20
persen lebih keluarga yang tidak sama sekali mengikuti asosiasi lokal, karena
menurut mereka mengurus anak dan keluarga lebih penting daripada mengikuti
kegiatan asosiasi lokal.
Tabel 3 Sebaran contoh menurut jumlah asosiasi lokal yang diikuti
Jumlah Asosiasi Lokal yang Diikuti
Tidak ada (0)
Rendah (1-2)
Tinggi (>2)
Total
Rata-rata

Sebaran Contoh (%)
27.78
38.09
34.13
100.00
2.17±0.95

Tingkat Partisipasi Anggota Keluarga
Data pada Tabel 4 menunjukkan bahwa 70 persen lebih keluarga aktif
berpartisipasi dalam asosiasi lokal. Hal ini menggambarkan adanya keterkaitan
yang kuat antara asosiasi lokal dengan partisipasi anggota keluarga. Mereka
menganggap asosiasi lokal berperan penting dalam kehidupan sehari-hari, baik itu
di bidang sosial, ekonomi, agama, maupun tumbuh kembang anak. Hanya masih
ada sebagian kecil keluarga yang kurang aktif (19.48%) maupun yang tidak
berpartisipasi dalam asosiasi lokal (5.48%). Hal ini dikarenakan mereka
menganggap bahwa kehadiran mereka dalam acara atau rapat asosiasi lokal tidak
lah terlalu penting, sebab kebanyakan dari mereka hanya anggota biasa. Di
samping itu, mereka juga belum merasakan manfaat dari asosiasi lokal yang
diikuti, sehingga mereka sangat jarang hadir dalam pertemuan asosiasi lokal.
Tabel 4 Sebaran contoh menurut partisipasi anggota keluarga dalam
asosiasi lokal
Partisipasi dalam Asosiasi Lokal

Sebaran Contoh (%)

Tidak aktif
Kurang aktif
Aktif
Sangat aktif

5.48
19.48
42.15
32.90

Total
Rata-rata±sd

100.00
2.64±1.87

13

Tingkat Pengambilan Keputusan pada Pertemuan Asosiasi Lokal
Data pada Tabel 5 menunjukkan bahwa hampir sebagian keluarga
(44.66%) tidak aktif pada pengambilan keputusan dalam pertemuan asosiasi lokal
dan hanya sebagian kecil keluarga yang aktif pada pengambilan keputusan dalam
pertemuan asosiasi lokal. Hal ini disebabkan karena mereka menganggap bahwa
kehadiran dalam asosiasi lokal sudah cukup mewakili keaktifan mereka, ikut
berdiskusi untuk mengambil suatu keputusan dalam pertemuan tidak lah terlalu
penting, mereka hanya setuju pada apa pun hasil rapat atau diskusi dalam
pertemuan tersebut.
Tabel 5 Sebaran contoh menurut partisipasi anggota keluarga pada
pengambilan keputusan dalam pertemuan asosiasi lokal
Pengambilan Keputusan dalam Pertemuan Asosiasi
Lokal

Sebaran Contoh (%)

Tidak aktif
Kurang aktif
Aktif
Sangat aktif

44.66
30.27
18.28
6.79

Total
Rata-rata±sd

100.00
2.41±2.04

Manfaat Asosiasi Lokal
Data pada Tabel 6 menunjukkan bahwa hanya sebagian kecil keluarga
yang mengatakan bahwa asosiasi lokal kurang bermanfaat bagi keluarga, tetapi 90
persen lebih keluarga mengatakan bahwa asosiasi lokal bermanfaat bagi keluarga.
Hal ini mereka rasakan, karena asosiasi lokal yang diikuti sangat membantu
keluarga terutama ibu rumah tangga dalam menunjang ilmu agama, tumbuh
kembang anak, pendapatan ekonomi, dan hubungan kekerabatan (Suandi 2007).
Manfaat asosiasi lokal mendorong masyarakat untuk mengembangkan
kelembagaan yang lebih baik.
Tabel 6 Sebaran contoh menurut manfaat asosiasi lokal
Manfaat Asosiasi Lokal
Tidak bermanfaat
Kurang bermanfaat
Bermanfaat
Sangat bermanfaat
Total
Rata-rata±sd

Sebaran Contoh (%)
1.60
1.14
60.35
37.71
100.00
5.35±2.47

14

Kepercayaan Masyarakat
Kepercayaan adalah suatu konsep abstrak yang sulit diukur, karena
mungkin akan diartikan berbeda-beda di antara masing-masing orang (Sunarti dan
Fitriani 2010). Tingkat kepercayaan seseorang dapat dilihat dari tiga dimensi,
yaitu tingkat komitmen, kejujuran, dan tanggung jawab. Hasil penelitian
berdasarkan item pertanyaan menunjukkan kepercayaan masyarakat relatif baik.
Lebih dari separuh keluarga menunjukkan kepercayaan yang tinggi dalam
berbagai hal, yakni kepercayaan yang tinggi masyarakat terhadap masyarakat
yang lain untuk saling bantu-membantu ketika tertimpa sakit/cobaan, kepercayaan
yang tinggi masyarakat terhadap norma/aturan yang berlaku di masyarakat, dan
kepercayaan yang tinggi masyarakat terhadap masyarakat lain yang dapat
bertanggung jawab apabila mengemban amanah (pimpinan). Kepercayaan ini
muncul karena seringnya terjadi interaksi dan komunikasi antara masyarakat baik
dalam hal keagamaan, ekonomi, maupun pendidikan. Sementara itu, masih
terdapat 50 persen keluarga yang memiliki tingkat kepercayaan yang rendah. Hal
ini ditunjukkan dengan sikap masyarakat yang kurang mempercayai masyarakat
lain terkait masalah uang dan masalah percakapan yang kadang kala tidak sesuai
dengan kenyataan. Sebagian masyarakat hanya mendekati masyarakat yang lain,
jika ada kepentingan atau tujuan tertentu. Penelitian ini sejalan dengan Sunarti
dan Fitriani (2010) bahwa masyarakat akan bekerja sama atau bantu-membantu
jika terdapat kepentingan yang sama atau tujuan pribadi.
Tabel 7 Sebaran contoh menurut kepercayaan masyarakat
Kepercayaan Masyarakat
Umumnya masyarakat saling bantu membantu
ketika tertimpa sakit atau cobaan
Umumnya masyarakat saling mempercayai
orang lain jika berkaitan dengan masalah uang
Umumnya masyarakat saling mempercayai
setiap percakapan masyarakat sesuai dengan
kenyataannya
Umumnya masyarakat mempercayai
norma/aturan yang berlaku di masyarakat
Umumnya masyarakat dapat bertanggung
jawab apabila mengemban amanah (pimpinan)
Umumnya masyarakat masih mempercayai
sifat tolong-menolong

Sangat
Rendah
%

Rendah

Tinggi

%

%

Sangat
Tinggi
%

7.14

26.98

59.53

6.35

26.00

47.00

25.00

2.00

26.00

54.00

18.00

2.00

4.76

18.26

74.60

2.38

6.35

34.92

53.97

4.76

0.79

20.64

72.22

6.35

15

Solidaritas dan Semangat Kerja Masyarakat
Solidaritas masyarakat merupakan kemauan dan kondisi masyarakat untuk
sama-sama ingin saling membantu dan saling percaya sehingga mencapai
keinginan bersama. Tinggi rendahnya tingkat solidaritas masyarakat dilihat dari
tiga dimensi: ketergantungan satu sama lainnya, saling bantu-membantu, dan
adanya kepekaan terhadap kemajuan desa (Suandi 2007). Hasil penelitian
menunjukkan bahwa solidaritas masyarakat relatif baik dalam hal kontribusi pada
pembangunan desa dan dalam hal saling bantu-membantu. Hal ini karena mereka
menyadari bahwa lingkungan tempat tinggal adalah bagian dari kehidupan mereka
sehari-hari yang memerlukan perhatian baik secara materi maupun psikologis.
Sementara itu, masih terdapat hampir separuh keluarga (46.03%) yang memiliki
solidaritas rendah dalam hal kontribusi untuk kelompok/organisasi, hal ini terjadi
karena sebagian anggota masyarakat masih belum merasakan manfaat organisasi
lokal yang ada di sekitar tempat tinggal mereka, sehingga mereka tidak memiliki
inisiatif ataupun kemauan untuk memberi sumbangan kepada organisasi tersebut.
Pada komponen semangat kerja masyarakat, hasil penelitian menunjukkan
bahwa hampir separuh keluarga (45.24%) memiliki tingkat semangat kerja yang
tinggi. Hal ini dilihat dari kemauan dan etos kerja mereka dalam menambah
pendapatan keluarga demi memenuhi kebutuhan pendidikan anak dan kebutuhan
hidup kesehari-hari. Selanjutnya, dapat dilihat juga bahwa lebih dari separuh
keluarga (54.76%) selalu melakukan kegiatan dengan disiplin (ulet, pantang
menyerah) dan melakukan pekerjaan dengan segera. Hal ini mereka lakukan,
karena mereka percaya bahwa memanfaatkan waktu dengan bijak akan membantu
keluarga dalam mengolah waktu dan kuangan. Sementara itu, masih terdapat 3
persen lebih keluarga yang memiliki semangat kerja yang rendah. Hal ini terjadi
karena mereka tidak mendapat dorongan dari istri atau suami atau pun hanya
menggantungkan hidup keluarga kepada keluarga besar. Total rata-rata capaian
modal sosial masih 61.79 persen, hal ini disebabkan karena banyak anggota
keluarga yang tidak mengikuti kegiatan asosiasi lokal atau pun tidak ikut dalam
pengambilan keputusan pada pertemuan asosiasi.
Tabel 8 Sebaran contoh menurut solidaritas dan semangat kerja masyarakat
Pernyataan

Rendah
%

Sedang
%

Tinggi
%

9.52

61.11

29.37

31.75

44.44

23.81

46.03

34.13

19.84

1.59

55.56

42.85

4.76
3.17

50.00
42.07

45.24
54.76

Solidaritas Manyarakat
Umumnya masyarakat berkontribusi dalam
pembangunan desa
Umumnya masyarakat saling bantu-membantu jika ada
acara tertentu
Umumnya masyarakat berkontribusi untuk
kelompok/organisasi sekitar
Umumnya masyarakat saling bantu dalam berbagai hal
Semangat Kerja Masyarakat
Umumnya masyarakat suka bekerja keras
Jika ada pekerjaan, selalu dikerjakan dengan segera
Total rata-rata capaian modal sosial

61.79

16

Dukungan Sosial
Dukungan sosial adalah dukungan yang diperoleh keluarga baik dari
keluarga luas, tetangga maupun pemerintah. Dukungan tersebut terdiri dari:
dukungan emosi, dukungan instrumen, dan dukungan informasi (Sunarti et al.
2005).
Dukungan Sosial Keluarga Luas
Dukungan sosial keluarga luas adalah dukungan yang diterima keluarga
dari keluarga luas baik keluarga besar istri maupun keluarga besar suami (Sunarti
dan Fitriani 2010). Dimensi dukungan sosial keluarga luas berupa dukungan
instrumen, dan dukungan informasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
sebagian besar dukungan emosi telah diberikan oleh keluarga luas. Dukungan
yang paling yang banyak diberikan keluarga besar berdasarkan dimensi emosi
adalah kesediaan keluarga besar dalam berkata dan berbuat sesuatu untuk
menghargai keluarga contoh (94.83%). Hal ini ditunjukkan dengan kesediaan
keluarga luas membantu dan menghadiri acara dari keluarga contoh dan adanya
norma tidak tertulis untuk menghargai keluarga luas atau orang yang lebih tua
dengan sikap ramah dan santun.
Pada dimensi instrumen, dukungan yang paling yang banyak di terima
keluarga adalah kesediaan keluarga luas untuk memberi solusi terhadap masalah
yang ada pada keluarga (84.10%). Hal ini menunjukkan bahwa keluarga luas
berperan penting dalam memberi saran dan membantu keluarga menyelesaikan
masalah. Sementara itu, masih terdapat lebih dari separuh keluarga contoh yang
tidak menerima dukungan instrumen dari keluarga besar dalam hal bantuan
keuangan dan bantuan barang. Mereka mengatakan bahwa keluarga luas hampir
tidak pernah peduli soal bantuan tersebut, sehingga hubungan antara keluarga luas
kadang kala renggang dan kurang akrab. Hal ini sejalan dengan penelitian Heather
dan Margie (2000) yang mengatakan bahwa seorang teman atau anggota keluarga
mungkin memberikan kita dukungan, mungkin juga memberikan kita tekanan
yang menyebabkan timbulnya regangan.
Selanjutnya, lebih dari 80 persen keluarga merasa mendapat dukungan
informasi apabila terdapat tanda bahaya bencana. Selain itu, keluarga luas tidak
pernah menyembunyikan informasi apapun yang berkaitan dengan keluarga,
misalnya tidak menyembunyikan kabar jika ada keluarga yang sakit. Dukungan
informasi dari keluarga luas merupakan sumber informasi utama bagi keluarga.
Secara umum sebagian besar keluarga (81.45%) telah menerima dukungan dari
keluarga luas. Dukungan yang paling banyak diterima adalah dukungan emosi dan
dukungan informasi, sedangkan dukungan instrumen yang diterima keluarga
contoh masih sedikit (65.08%).

17

Tabel 9 Sebaran pencapaian (%) menurut indikator dukungan sosial keluarga
Pernyataan Dukungan
Sosial Keluarga Luas

No

Total
%

Dukungan Emosi
1
2
3
4
5

Keluarga besar bersedia mendengarkan masalah
Keluarga besar berusaha memperlihatkan kepedulian
Keluarga besar berusaha menjadi bagian penting dalam kehidupan sehari-hari
Keluarga besar senantiasa berkata sesuatu untuk menghargai
Keluarga besar senantiasa berbuat sesuatu untuk menghargai

Rata-rata dimensi emosi
Dukungan Instrumen
1
2
3
4

Keluarga besar memberi bantuan keuangan
Keluarga besar memberi bantuan barang
Keluarga besar membantu dalam mengasuh anak
Keluarga besar selalu memberi solusi terhadap masalah yang dihadapi

Rata-rata dimensi instrumen

88.85
85.75
91.25
94.45
95.20
91.10
65.90
43.65
66.65
84.10
65.08

Dukungan Informasi
1
2

Keluarga besar selalu memberi informasi apabila terdapat tanda bahaya
bencana
Keluarga besar tidak pernah menyembunyikan informasi apapun

89.65
90.50

Rata-rata dimensi informasi

90.08

Total rata-rata capaian dukungan sosial keluarga luas

81.45

Dukungan Sosial Tetangga
Berdasarkan data pada Tabel 10 dapat dilihat bahwa lebih dari 80 persen
keluarga memperoleh dukunagn emosi berupa sikap tetangga yang senantiasa
berkata dan berbuat sesuatu untuk menghargai keluarga contoh, serta kehidupan
dalam masyarakat yang selalu memberi rasa aman dan nyaman. Hal ini
ditunjukkan dengan sikap tetangga yang selalu santun dan ramah, serta kebiasaan
menghargai tetangga lain dengan membantu jika ada acara tertentu. Sementara itu,
masih terdapat hampir separuh keluarga yang tidak menerima dukungan emosi
dari tetangga. Tetangga kurang peduli dalam membantu keluarga menyelesaikan
masalah, bertukar pikiran, atau pun memberikan saran.
Selanjutnya, pada dukungan instrumen, dukungan sosial tetangga yang
paling banyak adalah sikap tetangga yang selalu siap menolong jika keluarga
contoh mendapatkan kesulitan (84.92%). Hal ini mengindikasikan bahwa tetangga
merupakan orang-orang terpenting setelah keluarga yang berperan membantu
mengatasi masalah atau kesulitan keluarga. Di sisi lain, masih ada sebagian besar
keluarga yang tidak menerima dukungan sosial dari tetangga dalam hal bantuan
keuangan, bantuan barang, dan bantuan mengasuh anak. Hal ini karena tetangga
juga kurang mumpuni dalam hal memberikan uang atau pun barang dan tidak
dapat membantu mengasuh anak, sebab mereka juga memiliki kesibukan di rumah
atau pun di tempat kerja. Pada dukungan informasi, dukungan informasi yang
paling banyak diberikan tetangga adalah sikap tetangga yang selalu memberi tahu

18

jika ada kegiatan sosial masyarakat/kegiatan pemerintah (92.06%). Sementara itu,
masih ada dua per tiga keluarga yang tidak bertukar informasi apa pun dengan
tetangganya. Hal ini karena mereka cenderung berbicara ke tetangga jika ada
kepentingan tertentu saja. Secara umum dua per tiga keluarga (60.51%) telah
menerima dukungan dari tetangga. Dukungan yang paling banyak diterima adalah
dukungan informasi (79.76%), sedangkan dukungan emosi dan dukungan
instrumen yang diterima keluarga contoh masih rendah.
Tabel 10 Sebaran pencapaian (%) menurut indikator dukungan sosial tetangga
Pernyataan Dukungan
Sosial Tetangga

No

Total
%

Dukungan Emosi
1
2
3
4

Tetangga bersedia mendengarkan masalah
Tetangga berusaha memperlihatkan kepedulian
Tetangga senantiasa berkata sesuatu untuk menghargai
Tetangga senantiasa berbuat sesuatu untuk menghargai
Tetangga berusaha menjadi bagian penting dalam kehidupan
5
sehari-hari
Senantiasa saling berbagi masalah / bertukar pikiran dengan
6
tetangga
Tetangga memberikan dukungan, kritik, dan saran untuk
7
membantu dalam menyelesaikan masalah
8
Kehidupan dalam masyarakat memberi rasa aman dan nyaman
Rata-rata dimensi e