Dukungan Keluarga dalam Pelaksanaan Pijat Oksitosin untuk Meningkatkan Produksi ASI pada Ibu Nifas di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Johor

(1)

FAKU

UNI

SKRIPSI

Oleh

ICE SEPTRIANI SARAGIH 11101068

AKULTAS ILMU KEPERAWATAN

NIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2015

N

A


(2)

(3)

(4)

untuk Meningkatkan Produksi ASI pada Ibu Nifas di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Johor

ASI merupakan makanan yang terbaik yang dapat diberikan oleh seorang ibu pada anak yang baru dilahirkannya dan makanan yang paling penting pada bulan-bulan pertama kehidupan bayi yang dapat memberi bayi perlindungan terhadap infeksi. Penurunan produksi ASI pada hari- hari pertama dapat disebabkan oleh kurangnya rangsangan hormon oksitosin dan prolaktin yang sangat berperan dalam kelancaran produksi ASI. Salah satu cara agar dapat merangsang pengeluaran ASI adalah dengan melakukan pijat oksitosin. Pelaksanaan pijat oksitosin tidak bisa dilakukan ibu nifas dengan sendiri, sehingga ibu nifas membutuhkan dukungan keluarga. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi dukungan keluarga dalam pelaksanaan pijat oksitosin untuk meningkatkan produksi ASI pada ibu nifas di wilayah kerja Puskesmas Medan Johor. Metode penelitian menggunakan deskriptif, subjek dalam penelitian ini adalah ibu nifas yang berada di wilayah kerja Puskesmas Medan Johor. Pengambilan sampel menggunakan teknik total sampling berjumlah 36 orang. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa 75% ibu nifas mendapatkan dukungan keluarga baik dalam pelaksanaa pijat oksitosin, 19,4% ibu nifas mendapat dukungan keluarga cukup dalam pelaksaanaan pijat oksitosin dan 5,6% ibu nifas mendapat dukungan keluarga kurang dalam pelaksanaan pijat oksitosin, jadi dapat disimpulkan bahwa ibu nifas mendapatkan dukungan keluarga yang baik dalam pelaksanaan pijat oksitosin sehingga produksi ASI meningkat.


(5)

Title of the Thesis : Family Support in Implementing Oxytocin Message to Increase ASI (Breast Milk) Production of Childbirth Mothers in the Working Area of Medan Johor Puskesmas

ASI (breast milk) is the best food given by a mother to her new-born baby and the most important one in the first months of a baby’s life which can give protection for infection. The decrease in ASI production in the first days can be caused by the lack of the stimulus of oxytocin and prolactin hormones which play their role in expediting ASI production. One of the techniques to stimulate ASI production is by performing oxytocin message. Its implementation cannot be done by the woman herself so that she needs family support. The objective of the research was to identify family support in implementing oxytocin message in order to increase ASI production in childbirth mothers in the working area of Medan Johor Puskesmas. The research used descriptive method. The subjects of the research were childbirth mothers in the working area of Medan Johor Puskesmas. The samples were 36 respondents, taken by using total sampling technique. The data were gathered by distributing questionnaires.

The result of the research showed that 75% of the respondents obtained good family support in the implementation of oxytocin message, 19.4% of the respondents obtained moderate family support, and 5.6% of the respondents obtained bad family support. The conclusion of the research was that childbirth mothers obtained good family support in the implementation of oxytocin message so that ASI production increased.


(6)

Dukungan Keluarga dalam Pelaksanaan Pijat Oksitosin untuk Meningkatkan Produksi ASI pada Ibu Nifas di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Johor”. Penulisan skripsi ini merupakan salah satu kegiatan dalam menyelesaikan tugas akhir di Program Studi Ilmu Keperawatan, Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

Selama proses penulisan skripsi ini, penulis telah banyak mendapatkan bimbingan, arahan, bantuan dan dorongan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang turut membantu dalam penyelesaian skripsi ini, yaitu:

1. Dr. Dedi Ardinata, M.Kes selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara

2. Ibu Erniyati, S.Kp, M.NS selaku Pembantu Dekan I Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara

3. Ibu Evi Karota, S.Kp, M.NS selaku Pembantu Dekan II Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara sekaligus penguji I saya yang sudah memberikan bimbingan, arahan dan dukungan sehingga skripsi ini selesai.

4. Bapak Ikhsanuddin Ahmad Harahap, S.Kp, M.NS, selaku Pembantu Dekan III Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara

5. Ibu Cholina Trisa Siregar S.Kep, Ns, M.Kep, Sp.KMB selaku Pembimbing Akademik yang telah memberikan bimbingan kepada saya selama empat tahun perkuliahan di Fakultas Ilmu Keperawatan 6. Ibu Ellyta Aizar, S.Kp, M.Biomed selaku dosen pembimbing skripsi


(7)

yang telah memberikan bimbingan, arahan dan dukugan sehingga skripsi ini selesai

8. Seluruh Staf Dosen dan Pegawai Administrasi pada program S-1 Keperawatan Universitas Sumatera Utara

9. Ibu Sumiarini selaku pemilik Klinik bersalin Sumiariani yang telah memberi izin kepada peneliti untuk melakukan penelitian.

10. Orang tua dan keluarga yang selalu memberikan dukungan, semangat, dorongan, perhatian dan doa yang tak henti-hentinya selama ini kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

11. Sahabat terbaik saya ( Novia, Patrycia, dan Inne) dan teman – teman seperjuangan angkatan 2011 yang telah memberikan dorongan dan bantuan kepada penulis.

Semua pihak yang telah membantu yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Semoga Tuhan Yang Maha Pengasih selalu mencurahkan berkat dan kasih karunia-Nya kepada semua pihak yang telah banyakmembantu penulis. Harapan penulis semoga skripsi ini bermanfaat dem kemajuan Ilmu Pengetahuan khususnya profesi keperawatan.

Medan, Juli 2015


(8)

LEMBAR PENGESAHAN………. iii

ABSTRAK……… v

KATA PENGANTAR………. vii

DAFTAR ISI……… ix

DAFTAR GAMBAR……….. xi

DAFTAR SKEMA……….. xii

DAFTAR TABEL………... xiii

DAFTAR LAMPIRAN……….. xiv

BAB1 PENDAHULUAN……… 1

1.1. Latar Belakang……….. 1

1.2. Rumusan Masalah……… 7

1.3. Tujuan Penelitian………. 7

1.4. Manfaat Penelitian……… 8

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA………. 9

2.1. Keluarga……… 9

2.1.1. Tipe– Tipe Keluarga………... 10

2.1.2. Fungsi Keluarga……… 12

2.1.3. Tugas Keluarga dalam Bidang Kesehatan……….. 15

2.1.4. Tugas Perkembangan Keluarga……….. 17

2.1.5. Dukungan Keluarga………. 18

2.2. Pijat Oksitosin………... 19

2.3. Fisiologi Laktasi……… 22

2.3.1. Proses Produksi ASI………. 23

2.3.2. Hal– Hal yang Mempengaruhi Produksi ASI……… 24

2.3.3. Upaya Memperbanyak ASI………. 26


(9)

BAB 4 METODE PENELITIAN……… 32

4.1. Desain Penelitian……….. 32

4.2. Populasi dan Sampel Penelitian……….. 32

4.2.1. Populasi ……… 32

4.2.2. Sampel……….. 32

4.3. Lokasi dan Waktu Penelitian……….. 33

4.4. Pertimbangan Etik……… 33

4.5. Instrumen Penelitian……… 34

4.6. Validitas dan Reliabilitas………. 35

4.6.1. Validitas……… 35

4.6.2. Reliabilitas……… 36

4.7. Teknik Pengumpulan Data……….. 36

4.8. Analisis Data……… 37

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN………. 40

5.1. Karakteristik Responden……….. 40

5.2. Dukungan Keluarga dalam Pelaksanaan Pijat Oksitosin untuk Meningkatkan Produksi ASI pada Ibu Nifas di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Johor……… 42

5.3. Pembahasan……….. 44

5.3.1. Dukungan Instrumental dalam Pelaksanaan Pijat Oksitosin pada Ibu Nifas……… 52

5.3.2. Dukungan Informasional dalam Pelaksanaan Pijat Oksitosin pada Ibu Nifas……… 53

5.3.3. Dukungan Penilaian dalam Pelaksanaan Pijat Oksitosin pada Ibu Nifas………... 54

5.3.4. Dukungan Emosional dalam Pelaksanaan Pijat Oksitosin pada Ibu Nifas……….. 55

BAB 6 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI……….. 57

6.1. Kesimpulan……….. 57

6.2. Rekomendasi……… 57


(10)

(11)

(12)

responden………... 41 Tabel 5.2 Distribusi frekuensi dan persentase dukungan keluarga

dalam pelaksanaan pijat oksitosin pada ibu nifas………... 43 Tabel 5.3 Distribusi frekuensi dan persentase aspek aspek

duku-ngan keluarga dalam pelaksanaan pijat oksitosin pada


(13)

Lampiran 4 : Kuesioner Data Demografi ………. 67

Lampiran 5 : Kuesioner Dukungan Keluarga………... 69

Lampiran 6 : Reliabilitas………... 71

Lampiran 7 : Data Kasar Demografi Responden……….. 72

Lampiran 8 : Hasil Data Demografi……….. 74

Lampiran 9 : Data Kasar Dukungan Keluarga……….. 76

Lampiran 10 : Hasil Dukungan Keluarga……… 78

Lampiran 11 : Data Kasar Dukungan Instrumental……… 79

Lampiran 12 : Hasil Dukungan Instrumental………. 80

Lampiran 13 : Data Kasar Dukungan Informasional………. 82

Lampiran 14 : Hasil Dukungan Informasional……….. 83

Lampiran 15 : Data Kasar Dukungan Penilaian………. 85

Lampiran 16 : Hasil Dukungan Informasional………... 86

Lampiran 17 : Data Kasar Dukungan Emosional………... 88

Lampiran 18 : Hasil Dukungan Emosional………. 89

Lampiran 19 : HasilCrosstabData………. 91

Lampiran 20 : Pernyataan Dukungan Instrumental………. 93

Lampiran 21 : Pernyataan Dukungan Informasional………... 94

Lampiran 22 : Pernyataan Dukungan Penilaian………. 95

Lampiran 23 : Pernyataan Dukungan Emosional………... 96

Lampiran 24 : Komisi Etik……….. 97

Lampiran 25 : Lembar validitas……….. 98

Lampiran 26 : Surat Permohonan Uji Reliabilitas……….. 101

Lampiran 27 : Surat Balasan Uji Reliabilitas………. 102

Lampiran 28 : Surat Permohonan Survey Awal………. 103

Lampiran 29 : Surat Balasan Survey Awal………. 104

Lampiran 30 : Surat Permohonan Pengambilan Data………. 105

Lampiran 31 : Surat Balasan Pengambilan Data………. 106

Lampiran 32 :Abstract……….. 107

Lampiran 33 : Lembar Bukti Bimbingan……… 108

Lampiran 34 :Taksasi Dana……… 109


(14)

untuk Meningkatkan Produksi ASI pada Ibu Nifas di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Johor

ASI merupakan makanan yang terbaik yang dapat diberikan oleh seorang ibu pada anak yang baru dilahirkannya dan makanan yang paling penting pada bulan-bulan pertama kehidupan bayi yang dapat memberi bayi perlindungan terhadap infeksi. Penurunan produksi ASI pada hari- hari pertama dapat disebabkan oleh kurangnya rangsangan hormon oksitosin dan prolaktin yang sangat berperan dalam kelancaran produksi ASI. Salah satu cara agar dapat merangsang pengeluaran ASI adalah dengan melakukan pijat oksitosin. Pelaksanaan pijat oksitosin tidak bisa dilakukan ibu nifas dengan sendiri, sehingga ibu nifas membutuhkan dukungan keluarga. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi dukungan keluarga dalam pelaksanaan pijat oksitosin untuk meningkatkan produksi ASI pada ibu nifas di wilayah kerja Puskesmas Medan Johor. Metode penelitian menggunakan deskriptif, subjek dalam penelitian ini adalah ibu nifas yang berada di wilayah kerja Puskesmas Medan Johor. Pengambilan sampel menggunakan teknik total sampling berjumlah 36 orang. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa 75% ibu nifas mendapatkan dukungan keluarga baik dalam pelaksanaa pijat oksitosin, 19,4% ibu nifas mendapat dukungan keluarga cukup dalam pelaksaanaan pijat oksitosin dan 5,6% ibu nifas mendapat dukungan keluarga kurang dalam pelaksanaan pijat oksitosin, jadi dapat disimpulkan bahwa ibu nifas mendapatkan dukungan keluarga yang baik dalam pelaksanaan pijat oksitosin sehingga produksi ASI meningkat.


(15)

Title of the Thesis : Family Support in Implementing Oxytocin Message to Increase ASI (Breast Milk) Production of Childbirth Mothers in the Working Area of Medan Johor Puskesmas

ASI (breast milk) is the best food given by a mother to her new-born baby and the most important one in the first months of a baby’s life which can give protection for infection. The decrease in ASI production in the first days can be caused by the lack of the stimulus of oxytocin and prolactin hormones which play their role in expediting ASI production. One of the techniques to stimulate ASI production is by performing oxytocin message. Its implementation cannot be done by the woman herself so that she needs family support. The objective of the research was to identify family support in implementing oxytocin message in order to increase ASI production in childbirth mothers in the working area of Medan Johor Puskesmas. The research used descriptive method. The subjects of the research were childbirth mothers in the working area of Medan Johor Puskesmas. The samples were 36 respondents, taken by using total sampling technique. The data were gathered by distributing questionnaires.

The result of the research showed that 75% of the respondents obtained good family support in the implementation of oxytocin message, 19.4% of the respondents obtained moderate family support, and 5.6% of the respondents obtained bad family support. The conclusion of the research was that childbirth mothers obtained good family support in the implementation of oxytocin message so that ASI production increased.


(16)

1.1. Latar Belakang

Resolusi World Health Assembly (WHA) tahun 2001 menegaskan bahwa tumbuh kembang anak secara optimal merupakan salah satu hak azasi anak. Modal dasar pembentukan manusia berkualitas dimulai sejak bayi dalam kandungan dilanjutkan dengan pemberian Air Susu Ibu (ASI) (Sarwono, 2010). ASI merupakan makanan terbaik yang dapat diberikan oleh seorang ibu pada anak yang baru dilahirkannya dan makanan yang paling penting pada bulan-bulan pertama kehidupan bayi yang dapat memberi bayi perlindungan terhadap infeksi. Kandungan protein ASI jarang menimbulkan reaksi alergi dan bayi lebih sedikit beresiko mengalami kematian yang mendadak. Pemberian ASI mempunyai pengaruh emosional yang luar biasa yang mempengaruhi hubungan batin ibu dan anak serta perkembangan jiwa anak (Sarwono, 2010)

Angka Kematian Bayi (AKB) di Indonesia pada tahun 2008 masih relatif tinggi yaitu 35 kematian per 1000 kelahiran hidup. Salah satu penyebab kematian bayi dan balita tersebut adalah faktor gizi, dengan penyebabnya antara lain karena buruknya pemberian ASI eksklusif. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2010 menunjukkan bahwa prevalensi gizi buruk secara nasional sebesar 4,9% menurun 0,5% dibanding hasil Riskesdas tahun 2007 sebesar 5,4%, sedangkan gizi kurang tetap 13%. Hasil survey yang dilakukan pada bulan


(17)

Oktober 2013 di Dusun Sono Desa Ketanen Kecamatan Panceng dari 10 ibu nifas didapatkan 6 orang atau 60% yang mengatakan ASInya keluar lancar pada hari pertama setelah melahirkan dan 4 0rang atau 40% ibu nifas yang mengatakan ASInya baru keluar lancar pada hari kedua dan ketiga. Berdasarkan data tersebut disimpulkan bahwa masih banyak ibu nifas yang pengeluaran ASInya terlambat (SDKI, 2007; Faizatul, 2014).

Produksi dan pengeluaran ASI dipengaruhi oleh hormon prolaktin dan oksitosin yang sangat berperan dalam kelancaran produksi dan pengeluaran ASI. Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kelancaran produksi dan pengeluaran ASI yaitu perawatan payudara, frekuensi penyusuan, paritas, stress, penyakit atau kesehatan ibu, konsumsi rokok atau alkohol, pil kontrasepsi, asupan nutrisi. Pemberian rangsangan pada otot-otot payudara akan membantu merangsang hormon prolaktin untuk membantu produksi air susu (Bobak, 2005).

Jumlah prolaktin yang disekresi dan jumlah susu yang diproduksi berkaitan dengan stimulus isapan, yaitu frekuensi, intensitas, dan lamanya bayi menghisap. Isapan bayi akan merangsang susunan saraf disekitarnya dan meneruskan rangsangan ini ke otak, yakni hipofisis anterior sehingga prolaktin disekresi dan dilanjutkan hingga ke hipofisis posterior sehingga sekresi oksitosin meningkat yang menyebabkan otot-otot polos payudara berkontraksi dan pengeluaran ASI dipercepat (Bobak, 2005), salah satu cara untuk dapat meningkatkan sekresi oksitosin selain dengan hisapan bayi adalah dengan melakukan pijat oksitosin. Pijat oksitosin juga sangat efektif dalam meningkatkan kelancaran laktasi, sehingga dapat dilakukan pada setiap ibu yang menyusui


(18)

bayinya khususnya pada ibu yang mengalami masalah menyusui pada awal kelahiran. (Patel & Gedam, 2013). Hal ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Muliani (2013) bahwa pijat oksitosin sangat efektif dalam meningkatkan kelancaran produksi ASI.

Pijat oksitosin merupakan stimulasi yang dapat diberikan untuk merangsang pengeluaran ASI. Pijatan ini memberikan rasa nyaman pada ibu setelah mengalami proses persalinan dapat dilakukan selama 2-3 menit secara rutin 2 kali dalam sehari (Depkes, 2007). Pijat oksitosin dilakukan disepanjang tulang belakang sampai tulang costae kelima atau keenam. Pijatan ini sangat mudah untuk dilakukan dan tidak membutuhkan alat tertentu. Pijat Oksitosin ini juga tidak dapat dilakukan oleh ibu karena pijat oksitosin ini dilakukan di sepanjang tulang belakang ibu. Oleh karena itu, ibu membutuhkan dukugan keluarga dalam pelaksanaan pijat oksitosin khususnya keluarga yang paling dekat dengan ibu yaitu suami. Dalam Friedman (2010) menjelaskan bahwa rasa kedekatan dengan pasangan dapat memberikan seseorang untuk mencapai kepercayaan diri dan suami adalah sumber utama dukungan yang dapat memenuhi kebutuhan emosional Ibu.

Motivasi untuk menyusui, dukungan sosial, perawatan payudara dan pengalaman menyusui adalah faktor yang sangat berpengaruh dalam proses laktasi. Stress psikologis merupakan akibat dari rasa sakit dan kelelahan yang dialami oleh ibu setelah proses melahirkan. Kurangnya dukungan yang diberikan pada ibu dan kesulitan untuk menyusui dini dapat menyebabkan produksi ASI terhambat dan jumlah ASI yang keluar tidak cukup.(Patel & Gedam, 2013).


(19)

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di Makassar bahwa 80% ibu mendapat dukungan psikologis baik dari suami ataupun keluarga produksi ASI menjadi lancar, sedangkan 20% ibu yang tidak mendapatkan dukungan psikologis dari suami ataupun keluarga produksi ASI tidak lancar (Dode, Ferrial, & Syamsinars, 2013). Sholihah (dalam Rahayu & Sudarmiati, 2012) juga menyebutkan bahwa ibu yang mendapat dukungan suami atau dukungan keluarga dan memberikan ASI dalam satu jam pertama setelah lahir sebanyak 53,3% sedangkan ibu yang tidak mendapat dukungan dari suami atau keluarga dan memberikan ASI pada satu jam pertama sebanyak 44,4%. Hal ini menunjukkan bahwa keputusan seorang ibu untuk menyusui membutuhkan dukungan dari suami dan keluarga.

Penelitian yang dilakukan oleh Dewey (2002) menyatakan bahwa stress fisik dan stress mental akut dapat mengganggu proses ejeksi susu dengan mempengaruhi pelepasan oksitosin selama proses laktasi yang dapat mempengaruhi produksi ASI. Penelitian yang dilakukan oleh Putri Ragil (2011) menunjukkan dukungan suami mempengaruhi dalam gejala gangguan psikologi nifas blues (Ragil Putri, 2011 dalam Aini, et all, 2014), suami sangat berpengaruh dalam kesehatan psikologis ibu nifas sehingga proses laktasi pada ibu nifas menjadi lancar serta suami memiliki pengaruh yang sangat besar dalam memotivasi ibu untuk memulai menyusui (Humphreys, Thompson, dan Miner 1998 dalam Biswas, 2010). Hal ini juga sejalan dengan studi yang dilakukan pada keluarga di Amerika menunjukkan produksi ASI menjadi lancar ketika seorang suami memberikan dukungan kepada ibu untuk menyusui (US Department of


(20)

Health and Human Services, 2011). Hal ini menunjukkan bahwa dukungan keluarga khususnya suami memberikan pengaruh yang sangat besar untuk kelancaran produksi ASI.`

Mengingat pentingnya pemberian ASI bagi tumbuh kembang yang optimal baik fisik maupun mental dan kecerdasannya, maka perlu perhatian agar dapat terlaksana dengan benar dari berbagai pihak, salah satunya adalah keluarga. Dukungan yang diberikan oleh keluarga kepada ibu nifas dapat membuat ibu memiliki keyakinan dan rasa percaya diri bahwa dia mampu untuk memproduksi ASI yang cukup untuk bayinya sehingga produksi ASI menjadi lancar. Jadi, dukungan keluarga sangat berperan penting dalam keberhasilan pemberian ASI eksklusif.

Kebijakan terbaru mengenai ASI dituangkan dalam Peraturan Pemerintah No 33 Tahun 2012 tentang Pemberian Air Susu Ibu Eksklusif. Dalam setiap bagian dan pasal PP tersebut menggambarkan bahwa Pemerintah bertanggung jawab terhadap pemberian ASI eksklusif bayi usia 0-6 bulan. Dalam PP tersebut dijelaskan bahwa pengaturan pemberian ASI ini bertujuan untuk: (a) Menjamin pemenuhan hak bayi untuk mendapatkan ASI eksklusif sejak dilahirkan sampai dengan berusia 6 bulan dengan memperhatikan pertumbuhan dan perkembangannya. (b) Memberikan perlindungan kepada Ibu dalam memberikan ASI eksklusif kepada bayinya. (c) Meningkatkan peran dan dukungan keluarga, masyarakat, Pemerintah Daerah, terhadap pemberian ASI eksklusif. Berdasarkan undang-undang nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan pasal 128 ayat 2 menyebutkan bahwa selama pemberian ASI, pihak keluarga, pemerintah daerah


(21)

dan masyarakat harus mendukung ibu secara penuh dengan penyediaan waktu dan fasilitas khusus. (Infodatin, 2013)

Cohen & Mc Kay (Niven, 2000) mengatakan bahwa dukungan yang diberikan keluarga adalah meliputi dukungan nyata yaitu peyediaan dukungan jasmaniah seperti pelayanan, bantuan financial dan material, dukungan pengharapan yang berupa pemberian motivasi, semangat, dorongan dan rasa percaya, dukungan informasi yang berupa saran, arahan, umpan balik dan solusi dari suatu masalah dan dukungan emosional yaitu kasih sayang, perasaaan nyaman dan dicintai. Dukungan suami maupun keluarga lain dalam rumah akan sangat membantu berhasilnya seorang ibu untuk menyusui. Perasaaan ibu yang bahagia, senang, perasaan menyayangi bayi, memeluk, mencium, dan mendengar bayinya menangis akan meningkatkan pengeluaran ASI (Roesli, 2008). Melihat pentingnya dukungan keluarga bagi ibu nifas dalam memperlancar produksi ASI, maka penulis ingin mengetahui bagaimana dukungan yang diberikan keluarga pada ibu nifas sehingga menciptakan lingkungan yang saling mendukung dan penulis tertarik untuk mengambil penelitian tentang; “Dukungan Keluarga dalam Pelaksanaan Pijat Oksitosin untuk Meningkatkan Produksi ASI pada Ibu Nifas di Wilayah Kerja PuskesmasMedan Johor”.


(22)

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas, maka rumusan masalah adalah: Bagaimanakah dukungan keluarga dalam pelaksanaan pijat oksitosin untuk meningkatkan produksi ASI pada ibu nifas di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Johor.

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk:

a. Mengidentifikasi dukungan keluarga dalam pelaksanaan pijat oksitosin untuk meningkatkan produksi ASI pada ibu nifas di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Johor.

b. Mengidentifikasi dukungan instrumental dalam pelaksanaan pijat oksitosin untuk meningkatkan produksi ASI pada ibu nifas di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Johor.

c. Mengidentifikasi dukungan informasional dalam pelaksanaan pijat oksitosin untuk meningkatkan produksi ASI pada ibu nifas di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Johor.

d. Mengidentifikasi dukungan penilaian dalam pelaksanaan pijat oksitosin untuk meningkatkan produksi ASI pada ibu nifas di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Johor.

e. Mengidentifikasi dukungan emosional dalam pelaksanaan pijat oksitosin untuk meningkatkan produksi ASI ibu nifas di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Johor.


(23)

1.4. Manfaat Penelitian

1.4.1. Pendidikan Keperawatan

Sebagai informasi bagi pendidikan keperawatan tentang pentingnya dukungan keluarga dalam pelaksanaan pijat oksitosin untuk meningkatkan produksi ASI pada ibu nifas sehingga dapat menjadi salah satu intervensi keperawatan yang dapat digunakan.

1.4.2. Pelayanan Keperawatan

Hasil yang diperoleh dari penelitian ini dapat memberikan informasi tambahan bagi pelayanan keperawatan khususnya perawat keluarga dan perawat maternitas dalam hal meningkatkan asuhan keperawatan keluarga pada ibu nifas dalam pelaksanaan pijat oksitosin untuk meningkatkan produksi ASI sehingga keluarga dapat membantu ibu dalam pelaksanaan pijat oksitosin untuk meningkatkan produksi ASI.

1.4.3. Penelitian Keperawatan

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi dan masukan ataupun data tambahan untuk pengembangan penelitian selanjutnya dalam lingkup yang sama.


(24)

2.1. Keluarga

Keluarga adalah sekumpulan orang dengan ikatan perkawinan, kelahiran, dan adopsi yang bertujuan untuk menciptakan, mempertahankan budaya, dan meningkatkan perkembangan fisik, mental, emosional, serta sosial dari tiap anggota keluarga (Friedman, 2010). Setiadi (2008) mengatakan bahwa keluarga adalah bagian dari masyarakat yang peranannya sangat penting untuk membentuk kebudayaan yang sehat. Friedman (2010) juga menyebutkan bahwa keluarga adalah dua orang atau lebih yang disatukan oleh kebersamaan dan kedekatan emosional serta yang mengidentifikasi dirinya sebagai bagian dari keluarga. Definisi lain dari keluarga menurut U.S Bureau of the Census dalam Friedman (2010) adalah terdiri atas individu yang bergabung bersama oleh ikatan pernikahan, darah atau adopsi dan tinggal didalam suatu rumah tangga yang sama.

Dari beberapa pendapat ahli diatas, dapat disimpulkan bahwa keluarga adalah sekumpulan orang yang diikat oleh hubungan darah, perkawinan, atau adopsi yang biasanya hidup bersama atau jika terpisah mereka tetap saling memberikan perhatian, berinteraksi satu sama lain yang bertujuan untuk menciptakan dan mempertahankan budaya, meningkatkan perkembangan fisik, psikologis dan sosial anggota keluarga.


(25)

2.1.1. Tipe-tipe keluarga

Tipe keluarga yang bergantung pada konteks keilmuan dan orang yang mengelompokkan dalam Setiadi (2008) terdiri atas:

a. Secara Tradisional

Secara tradisional keluarga dikelompokkan menjadi 2 yaitu: (a) Keluarga Inti (Nuclear Family) adalah keluarga yang terdiri dari ayah, ibu dan anak yang diperoleh dari keturunannya atau adopsi atau keduanya. (b) Keluarga Besar (Extended Family) adalah keluarga inti ditambah anggota keluarga lain yang masih mempunyai hubungan darah (kakek-nenek, paman-bibi)

b. Secara Modern (berkembangnya peran individu dan berkembangnya rasa individualisme maka pengelompokkan tipe keluarga selain diatas adalah: (a) Tradisional Nuclearadalah keluarga inti (ayah, ibu dan anak) tinggal dalam satu rumah ditetapkan oleh sanksi-sanksi legal dalam satu ikatan perkawinan, satu atau keduanya dapat bekerja diluar rumah. (b) Reconstituted Nuclear adalah pembentukan baru dari keluarga inti melalui perkawinan kembali suami/istri, tinggal dalam pembentukan dalam satu rumah dengan anak-anaknya, baik itu bawaan dari perkawinan lama maupun hasil dari perkawinan baru, satu/keduanya dapat bekerja diluar rumah. (c) Niddle Age/ Aging Couple adalah Suami sebagai pencari uang, istri dirumah/kedua-duanya bekerja dirumah, anak-anak sudah meninggalkan rumah karena sekolah/perkawinan/meniti karir. (d)Dyadic Nuclear adalah suami istri yang sudah berumur dan tidak mempunyai anak yang keduanya atau salah satunya bekerja diluar rumah. (e) Single Parent adalah satu orang tua


(26)

sebagai akibat perceraian atau kematian pasangannya dan anak-anaknya dapat tinggal dirumah atau diluar rumah. (f) Dual Carrier adalah suami istri atau keduanya orang karir atau tidak mempunyai anak. (g) Commuter Married adalah suami istri atau keduanya orang karir dan tinggal terpisah pada jarak tertentu. Keduanya saling mencari pada waktu tertentu.(h) Single Adult adalah wanita atau pria dewasa yang tinggal sendiri dengan tidak adanya keinginan untuk kawin. (i) Three Generation adalah tiga generasi atau lebih tinggal dalam satu rumah. (j) Institusional Adalah anak-anak atau orang-orang dewasa tinggal dalam suatu panti-panti. (k) Comunal adalah satu rumah terdiri dari dua atau lebih pasangan yang monogami dengan anak-anaknya dan bersama-sama dalam penyediaann fasilitas. (l) Group Marriage adalah satu perumahan terdiri dari orang tua dan keturunannya di dalam satu kesatuan keluarga dan tiap individu adalah kawin dengan yang lain dan semua adalah orang tua dari anak-anak. (m) Unmarried Parent and Child adalah ibu dan anak dimana perkawinan tidak dikehendaki, anaknya diadopsi. (n)Cohibing Coipleadalah dua orang atau satu pasangan yang tinggal bersama tanpa kawin. (o)Gay and Lesbian Family adalah Keluarga yang dibentuk oleh pasangan yang berjenis kelamin sama.

Gambaran tentang bentuk keluarga diatas ini melukiskan banyaknya bentuk sruktur yang menonjol dalam keluarga saat ini, yang penting adalah keluarga harus dipahami dalam konteksnya, label dan jenisnya hanya berfungsi sebagai referensi bagi penataan kehidupan keluarga dan sebuah kerangka kerja serta setiap upaya perlu memperhatikan keunikan dari setiap keluarga.


(27)

2.1.2. Fungsi Keluarga

Secara umum fungsi keluarga menurut Friedman (1999) dalam Sudiharto (2010) adalah sebagai berikut: (a) Fungsi afektif adalah fungsi keluarga yang utama untuk mengajarkan segala sesuatu untuk mempersiapkan anggota keluarga berhubungan dengan orang lain. (b) Fungsi sosialisasi adalah fungsi mengembangkan dan tempat melatih anak untuk berkehidupan sosial sebelum meninggalkan rumah untuk berhubungan dengan orang lain diluar rumah. (c) Fungsi reproduksi adalah fungsi untuk mempertahankan generasi dan menjaga kelangsungan keluarga. (d) Fungsi ekonomi adalah keluarga berfungsi untuk memenuhi kebutuhan keluarga secara ekonomi dan tempat untuk mengembangkan kemampuan individu dalam meningkatkan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarga. (e) Fungsi perawatan/pemeliharaan kesehatan adalah fungsi untuk mempertahankan keadaan kesehatan anggota keluarga agar tetap memiliki produktivitas tinggi.

Fungsi keluarga menurut UU No. 10 tahun 1992 PP No. 21 tahun 1994 dalam Setiadi (2008) adalah sebagai berikut:

1) Fungsi keagamaan: (a) Membina norma ajaran-ajaran agama sebagai dasar dan tujuan hidup seluruh anggota keluarga. (b) Menerjemahkan agama dalam tingkah laku hidup sehari-hari kepada seluruh anggota keluarga. (c) Memberikan contoh konkrit dalam hidup sehari-hari dalam pengamalan dalam ajaran agama. (d) Melengkapi dan menambah proses kegiatan belajar anak tentang keagamaan yang kurang diperolehnya disekolah atau


(28)

masyarakat. (e) Membina rasa, sikap dan praktik kehidupan keluarga beragama sebagai fondasi menuju keluarga kecil bahagia dan sejahtera. 2) Fungsi budaya: (a) Membina tugas-tugas keluarga sebagai lembaga untuk

meneruskan norma-norma dan budaya masyarakat dan bangsa yang ingin dipertahankan. (b) Membina tugas-tugas keluarga sebagai lembaga untuk menyaring norma dan budaya asing yang tidak sesuai. (c) Membina tugas-tugas keluarga sebagai lembaga yang anggotanya mencari pemecahan masalah dari berbagai pengaruh negatif globalisasi dunia. (d) Membina tugas-tugas keluarga sebagai lembaga yang anggotanya dapat berperilaku yang baik sesuai dengan norma Indonesia dalam menghadapi tantangan globalisasi. (e) Membina budaya keluarga yang sesuai, selaras, dan seimbang dengan budaya masyarakat atau bangsa untuk menjunjung terwujudnya norma keluarga kecil bahagia dan sejahtera.

3) Fungsi cinta kasih: (a) Menumbuh kembangkan potensi kasih sayang yang telah ada antar anggota keluarga ke dalam simbol-simbol nyata secara optimal dan terus menerus. (b) Membina tingkah laku saling menyayangi baik antar anggota keluarga secara kuantitatif atau kualitatif. (c) Membina praktik kecintaan terhadap kehidupan duniawi dan rohani dalam keluarga secara serasi, selaras, dan seimbang. (d) Membina rasa, sikap,dan praktik hidup keluarga yang mampu memberikan dan menerima kasih sayang sebagai pola hidup ideal menuju keluarga kecil bahagia dan sejahtera.

4) Fungsi perlindungan: (a) Memenuhi kebutuhan rasa aman anggota keluarga baik dari rasa tidak aman yang timbul dari dalam maupun dari luar keluarga.


(29)

(b) Membina keamanan keluarga baik fisik maupun psikis dari berbagai bentuk ancaman dan tantangan yang datang dari luar. (c) Membina dan menjadikan stabilitas dan keamanan keluarga sebagai modal menuju keluarga kecil bahagia dan sejahtera.

5) Fungsi reproduksi: (a) Membina kehidupan keluarga sebagai wahana pendidikan reproduksi sehat baik bagi anggota keluarga maupun bagi keluarga disekitarnya. (b) Memberikan contoh pengamalan kaidah-kaidah pembentukan keluarga dalam hal usia, pendewasaan fisik, maupun mental. (c) Mengamalkan kaidah-kaidah reproduksi sehat, baik yang berkaitan dengan waktu melahirkan, jarak antara 2 anak dan jumlah ideal anak yang diinginkan dalam keluarga. (d) Mengembangkan kehidupan reproduksi sehat sebagai modal yang kondusif menuju keluarga kecil bahagia dan sejahtera.

6) Fungsi sosialisasi: (a) Menyadari, merencanakan dan menciptakan lingkungan keluarga sebagai wahana pendidikan dan sosialisasi anak pertama dan utama. (b) Menyadari, merencanakan dan menciptakan kehidupan keluarga sebagai pusat tempat anak dapat mencari pemecahan dari berbagai konflik dan permasalahan yang dijumpainya baik lingkungan sekolah maupun masyarakat. (c) Membina proses pendidikan dan sosialisasi anak tentang hal-hal yang diperlukan untuk meningkatkan kematangan dan kedewasaan (fisik dan mental), yang kurang diberikan lingkungan sekolah maupun masyarakat. (d) Membina proses pendidikan dan sosialisasi yang terjadi dalam keluarga sehingga tidak saja dapat bermanfaat perkembangan dan kematangan hidup bersama menuju keluarga kecil dan sejahtera.


(30)

7) Fungsi ekonomi: (a) Melakukan kegiatan ekonomi baik diluar maupun didalam lingkungan keluarga dalam rangka menopang kelangsungan dan perkembangan kehidupan keluarga. (b) Mengelola ekonomi keluarga sehingga terjadi keserasian, keselarasan, dan keseimbangan antara pemasukan dan pengeluaran keluarga. (c) Mengatur waktu sehingga kegiatan orang tua diluar rumah dan perhatiannya terhadap anggota keluarga berjalan serasi, selaras, dan seimbang. (d) Membina kegiatan dan hasil ekonomi keluarga sebagai modal untuk mewujudkan keluarga kecil bahagia dan sejahtera. 8) Fungsi pelestarian lingkungan: (a) Membina kesadaran, sikap dan praktik

pelestarian lingkungan keluarga. (b) Membina kesadaran, sikap dan praktik pelestarian lingkungan keluarga. (c) Membina kesadaran, sikap dan praktik pelestrian lingkungan yang serasi, selaras dan seimbang antara lingkungan keluarga dengan lingkungan hidup masyarakat sekitarnya. (d) Membina kesadaran, sikap dan praktik pelestarian lingkungan hidup sebagai pola hidup keluarga menuju keluarga kecil bahagia dan sejahtera.

2.1.3. Tugas Keluarga dalam Bidang Kesehatan

Sesuai dengan fungsi pemeliharaan kesehatan, keluarga mempunyai tugas dibidang kesehatan yang perlu dipahami dan dilakukan. Friedman (1981) dalam Setiadi (2008) membagi 5 tugas keluarga dalam bidang kesehatan yang harus dilakukan, yaitu:

1) Mengenal masalah kesehatan setiap nggotanya. Perubahan sekecil apapun yang dialami anggota keluarga secara tidak langsung menjadi perhatian dan


(31)

tanggung jawab keluarga, maka apabila menyadari adanya perubahan perlu segera dicatat kapan terjadinya, perubahan apa yang terjadi dan seberapa besar perubahannya.

2) Mengambil keputusan untuk melakukan tindakan yang tepat bagi keluarga. Tugas ini merupakan upaya keluarga yang utama untuk mencari pertolongan yang tepat sesuai dengan keadaan keluarga, dengan pertimbangan siapa diantara keluarga yang mempunyai kemampuan memutuskan untuk menentukan tindakan keluarga maka segera melakukan tindakan yang tepat agar masalah kesehatan dapat dikurangi atau bahkan teratasi. Jika keluarga mempunyai keterbatasan sebaiknya meminta bantuan orang lain dilingkungan sekitar keluarga.

3) Memberikan keperawatan anggotanya yang sakit atau yang tidak dapat membantu dirinya sendiri karena cacat atau usianya yang terlalu muda. Perawatan ini dapat dilakukan dirumah apabila keluarga memiliki kemampuan melakukan tindakan untuk pertolongan pertama atau kepelayanan kesehatan untuk memperoleh tindakan lanjutan agar masalah yang lebih parah tidak terjadi.

4) Mempertahankan suasana dirumah yang menguntungkan kesehatan dan perkembangan kepribadian anggota keluarga.

5) Mempertahankan hubungan timbal balik antara keluarga dan lembaga kesehatan (pemanfaatan fasilitas kesehatan yang ada).


(32)

2.1.4. Tugas Perkembangan Keluarga

Penyesuaian terhadap pernikahan biasanya tidak sesulit seperti penyesuaian terhadap keadaan menjadi orang tua, walaupun merupakan pengalaman yang berarti dan paling memuaskan bagi sebagian besar orang tua, hadirnya bayi membutuhkan perubahan yang tiba-tiba sampai menuntut peran yang tidak henti-hentinya. Biasanya hal ini pada awalnya sulit karena perasaan tidak memadai dari orang tua yang baru; kurangnya bantuan dari keluarga dan teman; saran yang bertentangan dari teman, keluarga dan profesional pelayanan kesehatan yang selama ini membantu; dan seringnya bayi terbangun diwaktu malam yang biasanya berlanjut sampai sekitar tiga sampai empat minggu. Dengan demikian ibu menjadi lelah secara psikologi dan fisiologi (Friedman, 2010)

Setelah lahirnya anak pertama, keluarga memiliki beberapa tugas perkembangan penting yaitu: (1) Membentuk keluarga muda sebagai suatu unit yang stabil ( menggabungkan bayi yang baru kedalam keluarga), (2) Memperbaiki hubungan setelah terjadinya konflik mengenai tugas perkembangan dan kebutuhan berbagai anggota keluarga. (3) mempertahankan hubungan pernikahan yang memuaskan. (4) Memperluas hubungan dengan keluarga besar dengan menambah peran menjadi orang tua dan menjadi kakek/nenek. Suami, istri dan anak harus mempelajari peran barunya, sementara unit keluarga inti mengalami unit pengembangan fungsi dan tanggung jawab (Friedman, 2010).


(33)

2.1.5. Dukungan Keluarga

Keluarga merupakan kelompok sosial pertama dalam kehidupan manusia. Dalam keluarga individu belajar memperhatikan orang lain dan bekerja sama. beberapa psikolog berpendapat bahwa kesehatan, kebahagiaan dan kestabilan keluarga tergantung pada orang sekitar keluarga dan masyarakat .

Dukungan keluarga merupakan segala bentuk perilaku dan sikap positif yang diberikan keluarga kepada salah satu anggota keluarga. Anggota keluarga memandang bahwa orang yang mendukung selalu siap memberikan pertolongan dan bantuan jika diperlukan. Dukungan keluarga membuat keluarga mampu berfungsi dengan berbagai kemampuan, kepandaian dan akal. Sebagai akibatnya, hal ini meningkatkan kesehatan dan adaptasi keluarga (Friedman, 2010).

Jenis dukungan keluarga dalam Setiadi (2008) ada 4, yaitu;

1) Dukungan instrumental, yaitu keluarga menerapkan sumber pertolongan praktis dan konkrit diantaranya: kesehatan penderita dalam hal kebutuhan makan dan minum, istirahat dan terhindarnya penderita dari kelelahan. Dukungan instrumental keluarga merupakan suatu dukungan atau bantuan penuh dari keluarga dalam bentuk memberikan bantuan tenaga, dana, maupun meluangkan waktu untuk membantu atau melayani dan mendengarkan anggota keluarga menyampaikan perasaanya.

2) Dukungan informasional, yaitu keluarga berfungsi sebagai sebuah kolektor dan penyebar informasi yang meliputi pemberian saran, informasi yang bisa digunakan untuk mengungkapkan sebuah masalah. Manfaat dari dukungan ini


(34)

adalah dapat menekan munculnya suatu stressor karena informasi yang diberikan dapat menyumbangkan aksi sugesti yang khusus pada individu. Aspek-aspek dalam dukungan ini adalah nasihat, usulan, saran, petunjuk dan pemberian informasi.

3) Dukungan penilaian (appraisal), yaitu keluarga bertindak sebagai sebuah umpan balik, membimbing dan menengahi pemecahan masalah dan sebagai sumber dan validator identitas keluarga diantaranya memberikan support, penghargaan dan perhatian.

4) Dukungan emosional, yaitu keluarga sebagai sebuah tempat yang aman dan damai untuk istirahat dan pemulihan serta membantu penguasaan terhadap emosi. Dukungan emosional merupakan bentuk dukungan atau bantuan yang dapat memberikan rasa aman, cinta kasih, membangkitkan semangat dan mengurangi putus asa.

2.2. Pijat oksitosin

Pijat Oksitosin merupakan pemijatan tulang belakang pada costa ke 5-6 sampai ke scapula yang akan mempercepat kerja saraf parasimpatis merangsang hipofise posterioruntuk mengeluarkan oksitosin (Biancuzzo, 2003).

Pijat oksitosin dilakukan untuk merangsang refleks oksitosin atau refleks let down. Pijat oksitosin ini dilakukan dengan cara memijat pada daerah pungung sepanjang kedua sisi tulang belakang, sehingga diharapkan dengan dilakukannya pemijatan tulang belakang ini, ibu akan merasa rileks dan kelelahan setelah melahirkan akan segera hilang. Jika ibu rileks dan tidak kelelahan dapat


(35)

membantu pengeluaran hormon oksitosin. Manfaat dari pijat oksitosin adalah: (1) mengurangi bengkak, (2) mengurangi sumbatan ASI, (3) merangsang pelepasan hormon oksitosin, (4) mempertahankan produksi ASI ketika ibu dan bayi sakit (Perinasia dalam Maliha, 2011).

Pijat oksitosin ini bisa dilakukan segera setelah ibu melahirkan bayinya dengan durasi 2-3 menit, frekuensi pemberian pijatan 2 kali sehari. Pijatan ini tidak harus dilakukan langsung oleh petugas kesehatan tetapi dapat dilakukan oleh suami atau anggota keluarga yang lain. Petugas kesehatan mengajarkan kepada keluarga agar dapat membantu ibu melakukan pijat oksitosin karena teknik pijatan ini cukup mudah dilakukan dan tidak menggunakan alat tertentu.

Langkah pijat oksitosin (Depkes RI, 2007) :

(1) Ibu duduk, bersandar kedepan, lipat lengan diatas meja didepannya dan letakkan kepala diatas lengannya

(2) Payudara tergantung lepas tanpa pakaian

(3) Memijat kedua sisi tulang belakang ibu dengan menggunakan dua kepalan tangan, dengan ibu jari menunjuk kedepan

(4) Menekan kuat-kuat kedua sisi tulang belakang membentuk gerakan-gerakan melingkar kecil-kecil dengan kedua ibu jarinya

(5) Pada saat bersamaan, pijat kearah bawah pada kedua sisi tulang belakang, dari leher kearah tulang belikat selama 2 atau 3 menit


(36)

(37)

2.3. Fisiologi laktasi

Laktasi adalah hasil akhir dari beberapa faktor yang saling berhubungan, yang melibatkan perkembangan jaringan payudara dan sistem duktus dibawah pengaruh hormon estrogen, progesteron dan Human Placental Lactogen (hPL). hPL merangsang sel alveolar untuk memulai laktogenesis ( produksi air susu). Setelah bayi lahir dan plasenta keluar hormon estrogen, progesteron dan hPL (hormone yang menghambat sekresi prolaktin) menurun dengan cepat sehingga prolaktin diproduksi. Hormon prolaktin berada di kelenjar pituitary anterior yang merangsang produksi air susu (Burroughs, A & Leifer G, 2001).

Frekuensi penyusuan bayi kepada ibunya sangat berpengaruh pada produksi dan pengeluaran ASI. Isapan bayi akan merangsang susunan saraf disekitarnya dan meneruskan rangsangan ini ke otak, yakni hipofisis anterior sehingga prolaktin disekresi dan dilanjutkan hingga ke hipofisis posterior sehingga sekresi oksitosin meningkat yang menyebabkan otot-otot polos payudara berkontraksi dan pengeluaran ASI dipercepat (Bobak, 2005). Paritas juga mempengaruhi produksi dan pengeluaran ASI, semakin sering melahirkan maka pengalaman yang dimiliki ibu mengenai bayi akan semakin baik sehingga segera setelah bayi lahir akan segera menyusui bayinya, sebaliknya ibu yang baru pertama kali menyusui memerlukan waktu untuk bayi dan proses menyusui itu sendiri (Manuaba, 2007).


(38)

2.3.1. Proses Produksi ASI

Pengeluaran ASI merupakan interaksi yang sangat kompleks antara rangsangan mekanik, saraf dan bermacam-macam hormon. Proses produksi ASI dipengaruhi oleh beberapa refleks (Bobak, 2005), yaitu:

prolaktin merupakan hormon laktogenik yang penting untuk memulai dan mempertahankan sekresi susu. Stimulus isapan bayi mengirim pesan ke hipotalamus yang merangsang hipofisis anterior untuk melepas prolaktin, suatu hormon yang meningkatkan produksi susu oleh sel-sel alveolar kelenjar mamalia. Jumlah prolaktin yang disekresi dan jumlah susu yang diproduksi berkaitan dengan besarnya stimulus isapan, yaitu frekuensi, intensitas, dan lama bayi menghisap.

Stimulus putting susu oleh mulut bayi menyebabkan ereksi yang membantu propulsi susu melalui sinus-sinus laktiferus ke pori-pori putting susu. Ejeksi susu dari alveoli dan duktus terjadi akibat refleks let down. Akibat stimulus isapan, hipotalamus melepas oksitosin dari hipofisis posterior. Stimulasi oksitosin membuat sel-sel miopitel di sekitar alveoli berkontraksi. Kontraksi sel-sel yang menyerupai otot ini menyebabkan susu keluar melalui sistem duktus dan masuk kedalam sinus-sinus laktiferus , dimana air susu tersedia.

Hal-hal yang dapat meningkatkan oksitosin, antara lain : (a) Ibu dalam keadaan tenang, (b) Mencium dan mendengarkan celotehan bayi dan tangisannya, (c) Melihat dan memikirkan bayinya dengan perasaan kasih sayang, (d) Ayah mengendong bayi dan diberikan kepada ibu saat akan menyusukan bayi dan


(39)

menyendawakannya, (e) Ayah menggantikan popok dan memandikannya, (f) Ayah bermain, mengendong, mendendangkan nyanyian, dan membantu pekerjaan rumah tangga, (g) Ayah memijat bayi.

Hal-hal yang dapat mengurangi produksi oksitosin, antara lain : (a) Ibu merasa takut jika menyusui akan merusak bentuk payudara, (b) Ibu bekerja, (c) Ibu merasa bahwa produksi ASI-nya tidak cukup, (d) Ibu merasa kesakitan, terutama saat menyusui, (e) Ibu merasa sedih, cemas, kesal, dan bingung, (f) Ibu merasa malu untuk menyusui bayinya, (g) Suami atau keluarga kurang mendukung dan mengerti ASI.

2.3.2. Hal-hal yang Mempengaruhi Produksi ASI

Kesehatan ibu memegang peranan penting dalam produksi ASI. Pada ibu yang normal dapat menghasilkan ASI kira-kira 550-1000 ml setiap hari, jumlah ASI dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu :

1) Makanan. Produksi ASI sangat dipengaruhi oleh makanan yang dimakan ibu, apabila makanan ibu secara teratur dan cukup mengandung gizi yang diperlukan akan mempengaruhi produksi ASI, kelenjar pembuat ASI tidak dapat bekerja dengan sempurna tanpa makanan yang cukup. Untuk membentuk produksi ASI yang baik, makanan ibu harus memenuhi jumlah kalori, protein, lemak, dan vitamin serta mineral yang cukup. Selain itu ibu dianjurkan minum lebih banyak kurang lebih 8-12 gelas/hari. Adapun bahan makanan yang dibatasi untuk ibu menyusui; a) Makanan yang merangsang, seperti: cabe, merica, jahe, kopi, alkohol. b) Yang membuat kembung,


(40)

seperti: ubi, singkong, kol, sawi dan daun bawang. c) Bahan makanan yang banyak mengandung gula dan lemak

2) Ketenangan jiwa dan pikiran. Produksi ASI sangat dipengaruhi oleh faktor kejiwaan, ibu yang selalu dalam keadaan tertekan, sedih, kurang percaya diri dan berbagai bentuk ketegangan emosional akan menurunkan volume ASI bahkan tidak akan terjadi produksi ASI. Untuk memproduksi ASI yang baik harus dalam keadaan tenang.

3) Penggunaan alat kontrasepsi. Pada ibu yang menyusui bayinya penggunaan alat kontrasepsi hendaknya diperhatikan karena pemakaian kontrasepsi yang tidak tepat dapat mempengaruhi produksi ASI.

4) Perawatan payudara. Dengan merangsang buah dada akan mempengaruhi hipofisis untuk mengeluarkan hormon progesteron dan estrogen lebih banyak lagi serta hormon oksitosin

5) Anatomis payudara. Bila jumlah lobus dalam buah dada berkurang, lobulus pun berkurang. Dengan demikian produksi ASI juga berkurang karena sel-sel acini yang menghisap zat-zat makan dari pembuluh darah akan berkurang. 6) Faktor istirahat. Bila kurang istirahat akan mengalami kelemahan dalam

menjalankan fungsinya dengan demikian pembentukan dan pengeluaran ASI berkurang.

7) Faktor isapan anak. Bila ibu menyusui anak segera jarang dan berlangsung sebentar maka hisapan anak berkurang dengan demikian pengeluaran ASI berkurang.


(41)

8) Faktor obat-obatan. Diperkirakan obat-obat yang mengandung hormon mempengaruhi hormon prolaktin dan oksitosin yang berfungsi dalam pembentukan dan pengeluaran ASI. Apabila hormon-hormon ini terganggu dengan sendirinya akan mempengaruhi pembentukan dan pengeluaran ASI.

2.3.3. Upaya memperbanyak ASI

Upaya yang dapat dilakukan untuk memperbanyak ASI adalah: (1) Menyusui bayi tiap 2 jam ( siang dan malam) dengan lama menyusui 10-15 menit disetiap payudara. (2) Bangunkan bayi,lepaskan baju yang dapat menyebabkan rasa gerah, dan duduklah selama menyusui. (3) Pastikan bayi menyusui dalam posisi menempel yang baik dan dengarkan suara menelan yang aktif. (4) Susui bayi ditempat yang tenang dan nyaman dan minumlah setiap kali habis menyusui. (5) Tidur bersebelahan dengan bayi. (6) Ibu harus meningkatkan istirahat dan banyak minum. (7) Petugas kesehatan harus mengamati ibu yang menyusui bayinya dan mengoreksi setiap kali terdapat masalah pada posisi penempelan. (8) Meyakinkan ibu bahwa ibu dapat memproduksi susu lebih banyak

2.4. Cara Menilai Produksi ASI

Produksi ASI merujuk pada volume ASI yang dikeluarkan oleh payudara. ASI yang telah diproduksi disimpan di dalam gudang ASI. Selanjutnya ASI dikeluarkan dari payudara kemudian dialirkan ke bayi, banyaknya ASI yang dikeluarkan oleh payudara dan diminum oleh bayi, diasumsikan sama dengan produksi ASI (Lawrence 2004). Penilaian terhadap produksi ASI dapat


(42)

menggunakan beberapa kriteria sebagai acuan untuk mengetahui keluarnya ASI dan jumlahnya mencukupi bagi bayi pada 2- 3 hari pertama kelahiran, diantaranya adalah sebelum disusui payudara ibu terasa tegang, ASI yang banyak dapat keluar dari putting dengan sendirinya, ASI yang kurang dapat dilihat saat stimulasi pengeluaran ASI, ASI hanya sedikit yang keluar, bayi baru lahir yang cukup mendapatkan ASI maka BAK-nya selama 24 jam minimal 6-8 kali, warna urin kuning jernih, jika ASI cukup setelah menyusu maka bayi tertidur atau tenang selama 2- 3 jam (Bobak, Perry & Lowdermilk, 2005).

Indikator lain untuk melihat bahwa produksi ASI mencukupi bagi bayi adalah karakteristik dari BAB (Buang Air Besar) bayi. Pada 24 jam pertama bayi mengeluarkan BAB yang berwarna hijau pekat, kental dan lengket, yang dinamakan dengan mekonium, BAB ini berasal dari saluran pencernaan bayi, serta cairan amnion (Hockenberry, 2009 dalam Purnama 2013). Pola eliminasi bayi tergantung dari intake yang bayi dapatkan, bayi yang meminum ASI, umumnya pola BABnya 2-5 kali perhari, BAB yang 26 dihasilkan adalah berwarna kuning keemasan, tidak terlalu encer dan tidak terlalu pekat, sedangkan bayi yang mendapatkan susu formula, umumnya pola BABnya hanya 1 kali sehari, BAB berwarna putih pucat (Matteson, 2001 dalam Purnama 2013)


(43)

3.1. Kerangka Konseptual

Kerangka konseptual ini bertujuan untuk mengidentifikasi dukungan yang diberikan oleh keluarga dalam pelaksanaan pijat oksitosin untuk meningkatkan produksi ASI pada ibu nifas.

Produksi ASI dipengaruhi oleh hormon prolaktin dan oksitosin. Hormon prolaktin memiliki peranan penting untuk memproduksi ASI, sedangkan hormon oksitosin memiliki peranan penting dalam proses pengeluaran ASI. Hormon oksitosin dapat dirangsang dengan hisapan bayi. Selain hisapan bayi hormon ini juga dapat dirangsang dengan melakukan pijat oksitosin yaitu dengan melakukan pemijatan pada daerah punggung sepanjang kedua sisi tulang belakang. Pijat ini memberikan rasa nyaman pada ibu dan jika ibu nyaman dapat membantu pengeluaran hormon oksitosin. Hormon oksitosin juga dapat keluar jika ibu dalam keadaan tenang, oleh karena itu dukungan keluarga sangat berperan penting dalam keberhasilan pijat oksitosin.


(44)

S


(45)

3.2. Defenisi Operasional Variabel Penelitian

Variabel Defenisi Operasional Alat Ukur Hasil Ukur Skala Dukungan

Keluarga

Dukungan keluarga adalah segala bentuk perilaku dan sikap positif yang diberikan keluarga kepada salah satu anggota keluarga yang terbagi dalam 4 bagian, yaitu : 1. Dukungan instrumental

yaitu bantuan dalam hal minum, istirahat, memberikan tenaga, dana, maupun meluangkan waktu dan mendengarkan anggota keluarga dalam menyampaikan

perasaannya pada ibu nifas di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Johor 2. Dukungan informasional

yang meliputi komunikasi tentang pemberian nasihat, usulan,saran,petunjuk dan pemberian informasi pada ibu nifas di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Johor 3. Dukungan penilaian

(Appraisal) yaitu keluarga

Kuesioner sebanyak 20 pertanyaan dengan alternatif pilihan jawaban: 1. Selalu 2. Sering 3. Jarang 4. Tidak pernah

1) 40-60 = dukungan baik 2) 20-39 =

dukungan cukup 3) 0-19 =

dukungan kurang


(46)

memberikan dorongan, penghargaan dan perhatian pada ibu nifas di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Johor

4. Dukungan emosional yaitu bantuan dalam memberikan rasa aman,

cinta kasih,

membangkitkan semangat dan mengurangi putus asa pada ibu nifas di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Johor

Keluarga dalam penelitian ini adalah suami,orang tua kandung, mertua (ibu mertua), yang tinggal serumah dengan ibu nifas


(47)

4.1. Desain Penelitian

Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif yaitu suatu desain penelitian yang bertujuan untuk mendapatkan gambaran atau deskripsi tentang dukungan yang diberikan oleh keluarga dalam pelaksanaan pijat oksitosin untuk meningkatkan produksi ASI pada ibu nifas di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Johor.

4.2. Populasi dan Sampel Penelitian 4.2.1. Populasi

Populasi merupakan keseluruhan sumber data yang diperlukan dalam suatu penelitian (Sugiyono, 2009) Populasi dalam penelitian ini adalah keseluruhan ibu nifas yang melahirkan di Klinik Sumiariani di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Johor yang berjumlah 36 orang.

4.2.2. Sampel

Sampel adalah sebagian unsur populasi untuk dijadikan objek penelitian (Sugiyono, 2009). Jika jumlah populasi kurang dari 100, maka populasi dapat menjadi sampel (Arikunto, 2006). Sehingga peneliti menentukan jumlah sampel pada penelitian ini adalah 36 orang.

Teknik pengambilan sampel penelitian adalah total sampling. Teknik ini adalah teknik penentuan sampel bila semua anggota populasi digunakan sebagai


(48)

sampel (Anwar, 2012). Kriteria inklusi sampel dalam penelitian ini antara lain adalah ibu nifas yang telah dilakukan pijat oksitosin di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Johor, ibu nifas yang tinggal dengan suami/keluarga dan bersedia menjadi responden.

4.3. Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian dilakukan di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Johor. Dengan pertimbangan pelaksanaan pijat oksitosin telah dilakukan di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Johor. Penelitian dukungan keluarga dalam pijat oksitosin belum pernah diteliti sehingga memberi kemudahan bagi peneliti untuk mengambil jumlah responden yang memenuhi syarat dalam penelitian ini. Waktu penelitian ini dilakukan pada tanggal 01 April sampai dengan 10 Mei 2015

4.4. Pertimbangan Etik

Etika penelitian bertujuan untuk melindungi hak-hak subjektif untuk menjamin kerahasiaan identitas responden dan kemungkinan terjadi ancaman terhadap responden. Sebelum pelaksanaan penelitian, peneliti memperkenalkan diri terlebih dahulu dan menjelaskan maksud dan tujuan serta prosedur pelaksanaan penelitian yang akan dilakukan. Peneliti mengakui hak-hak responden dalam menyatakan kesediaan atau ketidaksediaan menjadi subjek penelitian dan memiliki hak untuk membuat keputusan sendiri (Otonomy). Jika calon responden bersedia, maka responden diminta untuk menandatangani lembar persetujuan (Informed consent) penelitian dan memberikan kuesioner untuk diisi. Jika dalam pengisian kuesioner responden kurang mengerti, maka peneliti akan


(49)

memberikan penjelasan. Setelah seluruh kuesioner telah selesai dijawab oleh responden, kemudian dikembalikan kepada peneliti. Jika calon responden tidak bersedia, maka calon responden berhak untuk menolak dan mengundurkan diri selama proses pengumpulan data berlangsung.

Peneliti melindungi subjek dari semua kerugian (Nonmaleficence ) baik material, nama baik dan bebas dari tekanan fisik dan psikologis yang timbul akibat penelitian ini. Untuk menjaga kerahasiaan (Confidentiality), peneliti tidak mencantumkan nama responden pada lembar pengumpulan data, tetapi dengan memberi kode pada masing-masing lembar tersebut.kerahasiaan informasi responden dijamin oleh peneliti dan hanya digunakan dalam penelitian ini. Penelitian ini memberikan manfaat (Beneficence) kepada calon responden, dengan mengisi kuesioner yang diberikan oleh peneliti maka calon responden akan mengetahui bagaimana dukungan keluarga yang diberikan oleh keluarga dalam pelaksanan pijat oksitosin. Dalam melakukan penelitian ini, peneliti juga bersikap adil (Justice) kepada setiap calon responden dan tidak membeda-bedakan calon responden.

4.5. Instrumen Penelitian

Untuk memperoleh informasi dari responden, peneliti mengumpulkan data dalam bentuk kuesioner yang disusun sendiri oleh peneliti dengan berpedoman pada konsep tinjauan pustaka. Instrumen ini terdiri dari dua bagian yaitu data demografi dan data dukungan keluarga.


(50)

Kuesioner data demografi digunakan untuk mengkaji data demografi responden yang meliputi : kode responden, usia, nifas hari keberapa, status obstetri, agama, tingkat pendidikan, pekerjaan, tipe keluarga. Kuesioner dukungan keluarga berisi pertanyaan yang meliputi 4 komponen dukungan keluarga yang terdiri dari 20 pertanyaan yang disusun berdasarkan tinjauan pustaka tentang konsep dukungan keluarga, yaitu 5 pertanyaan tentang dukungan instrumental (1-5), 5 pertanyaan untuk dukungan informasional (6-10), 5 pertanyaan untuk dukungan penilaian (11-15) dan 5 pertanyaan untuk dukungan emosional (16-20). Penilaian kuesioner ini berdasarkan skala Likert. Kuesioner ini disajikan dalam bentuk pernyataan positif dengan empat pilihan alternatif jawaban yaitu Selalu, Sering, Jarang, Tidak Pernah. Bobot nilai yang diberikan untuk setiap pernyataan adalah 0,1,2 dan 3, dimana jawaban Selalu mendapat nilai 3, Sering mendapat nilai 2, Jarang mendapat nilai 1, dan jawaban Tidak Pernah mendapat nilai 0. Total skor adalah 0-60. Semakin tinggi jumlah skor maka dukungan keluarga semakin tinggi.

4.6. Validitas dan Reliabilitas 4.6.1. Validitas

Validitas data adalah suatu ukuran yang mengacu kepada derajat kesesuaian antara data yang dikumpulkan dan data sebenarnya dalam sumber data (Sinulingga, 2011). Data yang valid akan diperoleh apabila instrumen pengumpulan data juga valid. Uji validitas pada penelitian ini dilakukan oleh tiga orang dosen keperawatan yang ahli dibidangnya yaitu Ibu Siti Zahara Nasution, S.Kp, MNS, Ibu Nur Asiah S.Kep, Ns, M.Biomed, dan Ibu Siti Saidah


(51)

S.Kp, M.Kep, Sp.Mat yang dilaksanakan pada bulan Februari 2015 sampai dengan bulan Maret 2015 serta dinyatakan valid dengan beberapa perbaikan.

4.6.2. Reliabilitas

Sebelum dilakukan pengumpulan data, terlebih dahulu peneliti melakukan uji reliabilitas pada instrumen penelitian. Reliabilitas adalah tingkat ketepatan, ketelitian atau keakuratan sebuah instrumen (Hasan & Misbahuddin, 2013) . Uji reliabilitas ini dilakukan pada 10 orang responden yang memenuhi kriteria sebelum dilakukan pengumpulan data. Peneliti menggunakan analisa cronbach’s Alpha dengan menggunakan bantuan komputer untuk mengukur reliabilitas instrumen dukungan keluarga. Untuk instrumen yang baru akan reliabel jika memiliki reliabilitas lebih dari 0,70 (Polit & Hunger, 1995). Uji reliabilitas dalam penelitian ini dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Medan Johor pada bulan Maret dan setelah dilakukan proses penghitungan dengan menggunakan bantuan komputer diperoleh hasil 0,81. Instrumen dukungan keluarga dalam pelaksanaan pijat oksitosin pada ibu nifas di wilayah kerja Puskesmas Medan Johor adalah reliabel.

4.7. Teknik Pengumpulan Data

Prosedur yang dilakukan dalam pengumpulan data yaitu pada tahap awal peneliti mengajukan permohonan izin pelaksanaan penelitian pada institusi pendidikan Fakultas Keperawatan USU, kemudian permohonan izin yang telah diperoleh dikirimkan ketempat penelitian yaitu Wilayah Kerja Puskesmas di


(52)

Medan Johor yaitu di Klinik Sumiariani . Setelah mendapatkan izin, peneliti melaksanakan pengumpulan data penelitian. Peneliti menentukan responden yang sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan dengan meminta data calon responden dari Klinik Sumiariani. Setelah peneliti mendapat data calon responden maka peneliti akan datang kerumah calon responden.

Peneliti menjelaskan kepada calon responden tentang maksud, tujuan,dan prosedur penelitian. Bagi calon responden yang bersedia menjadi responden diminta untuk menandatangani informed consent atau responden dapat menyatakan persetujuan secara verbal. Responden diminta untuk menjawab pertanyaan peneliti atau mengisi kuesioner yang telah diberikan peneliti. Apabila telah didapatkan jumlah sampel sebanyak yang dibutuhkan dalam penelitian ini, maka pengumpulan data telah selesai dilakukan dan selanjutnya dilakukan analisa data.

4.8. Analisis Data

Setelah semua data terkumpul, maka peneliti melakukan analisa data melalui beberapa tahap dimulai dengan editing untuk memeriksa kelengkapan data dan dilakukan ditempat pengumpulan data sehingga apabila ada kekurangan dapat segera diperbaiki, kemudian data yang sesuai diberi kode (coding) untuk memudahkan peneliti dalam melakukan tabulasi dan analisa data. Kemudian memasukkan data (entry) data kekomputer dan dilakukan pengolahan data dengan menggunakan program komputerisasi. Tahap selanjutnya adalah melakukan analisis univariat untuk mendeskripsikan variabel yang diteliti. Pada penelitian


(53)

ini, metode statistik univariat digunakan untuk menganalisa daa demografi dan variabel dukungan keluarga, akan dianalisa dengan menggunakan skala ordinal dan ditampilkan dalam distribusi frekuensi.

Berdasarkan rumus statistika menurut Anwar (2012)

s banyakkela

g ren

p tan , di

mana p merupakan panjang kelas, dengan rentang (nilai tertinggi dikurang nilai yang terendah). Untuk kuesioner dukungan instrumental nilai tertinggi mencapai 15 dan nilai terendah adalah 0. Maka dukungan instrumental dalam pelaksanaan pijat oksitosin untuk meningkatkan produksi ASI pada ibu nifas dikategorikan dengan interval sebagai berikut:

0-4 = Dukungan kurang 5-9 = Cukup

10-15 = Dukungan baik

Untuk kuesioner dukungan informasional nilai tertinggi mencapai 15 dan nilai terendah adalah 0. Maka dukungan informasional dalam pelaksanaan pijat oksitosin untuk meningkatkan produksi ASI pada ibu nifas dikategorikan dengan interval sebagai berikut:

0-4 = Dukungan kurang 5-9 = Cukup


(54)

Untuk kuesioner dukungan penilaian nilai tertinggi mencapai 15 dan nilai terendah adalah 0. Maka dukungan penilaian dalam pelaksanaan pijat oksitosin untuk meningkatkan produksi ASI pada ibu nifas dikategorikan dengan interval sebagai berikut:

0-4 = Dukungan kurang 5-9 = Cukup

10-15 = Dukungan baik

Untuk kuesioner dukungan emosional nilai tertinggi mencapai 15 dan nilai terendah adalah 0. Maka dukungan emosional dalam pelaksanaan pijat oksitosin untuk meningkatkan produksi ASI pada ibu nifas dikategorikan dengan interval sebagai berikut:

0-4 = Dukungan kurang 5-9 = Cukup


(55)

Bab ini akan menguraikan tentang hasil penelitian dan pembahasan mengenai dukungan keluarga dalam pelaksanaan pijat oksitosin untuk meningkatkan produksi ASI pada ibu nifas yang dilakukan pada tanggal 01 April 2015 sampai dengan 10 Mei di wilayah kerja Puskesmas Medan Johor dengan jumlah responden 36 orang. Pelaksanaan pijat oksitosin telah diajarkan kepada responden dan keluarga saat berada di Klinik Sumiariani. Dukungan keluarga dalam pelaksanaan pijat oksitosin diperoleh dari suami, orang tua kandung dan ibu mertua dari responden, dukungan keluarga diuraikan dalam empat jenis dukungan, yaitu dukungan instrumental, dukungan informasional, dukungan penilaian dan dukungan emosional.

5.1 Karakteristik Responden

Deskriptif karakteristik responden meliputi umur ibu nifas, hari nifas , suku, status obstetrik, agama, tingkat pendidikan, pekerjaan, keluarga yang tinggal serumah dengan ibu, dan penghasilan keluarga. Dalam penelitian ini keseluruhan responden penelitian beragama Islam, peneliti tidak bermaksud untuk membedakan responden penelitian berdasarkan agama, hal ini terjadi karena semua responden yang melahirkan di Klinik Sumiariani beragama Islam. Responden dalam penelitian ini juga tinggal bersama suami, orang tua kandung dan mertua sehingga responden mendapat dukungan dari keluarga. Untuk lebih jelas mengenai karakteristik responden dapat dilihat pada dibawah ini :


(56)

Tabel 5.1. Distribusi frekuensi dan persentase karakteristik responden

Karakteristik Frekuensi Persentase (%) Umur

<20 tahun 20–35 tahun >35 tahun 1 33 2 2.8 91.7 5.6 Hari Nifas 2 3 4 5 11 6 12 7 30.6 16.7 33.3 19.4 Suku Jawa Mandailing Tionghoa Sunda 24 7 1 4 66.7 19.4 2.8 11.1 Status Obstetri Primipara Multipara 11 25 30.6 69.4 Tingkat Pendidikan SMP SMA Perguruan Tinggi 2 27 7 5.6 75.0 19.4 Pekerjaan Ibu

tidak bekerja (IRT) bekerja (Pegawai) 35 1 97.2 2.8 Penghasilan Rp <1.000.000 Rp 1.000.000 – 3.000.000 Rp.>3.000.000 Rp >3.000.000 5 25 6 13.9 69.4 16.7


(57)

Berdasarkan tabel 5.1.dapat dilihat bahwa sebagian besar ibu nifas yang menjadi responden berusia 20 – 35 tahun (n = 33 atau 91,7%), satu orang responden berusia 16 tahun yang baru melahirkan anak pertama dan dua orang ibu nifas berusia diatas 35 tahun yang memiliki empat orang anak, lama hari nifas ibu sebagian besar adalah 4 hari (n = 12 atau 33,3%), suku mayoritas adalah Jawa (n = 24 atau 66,7%), status obstetrik ibu paling besar adalah multipara (n = 25, atau 69,4%) dan agama seluruh responden pada penelitian ini adalah Islam (n = 36 atau 100%) . Berdasarkan tingkat pendidikan, pendidikan terakhir ibu nifas yang menjadi responden dalam penelitian ini adalah SMA ( n = 27 atau 75%), sementara pekerjaan ibu nifas yang menjadi responden penelitian ini adalah tidak bekerja (n = 35, atau 97,2%), mayoritas ibu nifas yang menjadi responden penelitian ini tinggal serumah dengan suaminya (n = 35 atau 97,2%) serta penghasilan yang dimiliki oleh keluarga responden adalah Rp 1.000.000 – Rp 3.000.000 (n = 25 atau 69,4%).

5.2. Dukungan Keluarga dalam Pelaksanan Pijat Oksitosin untuk Meningkatkan Produksi ASI pada Ibu Nifas di Wilayah kerja Puskesmas Medan Johor

Peneliti melakukan pengumpulan data mengenai dukungan keluarga dalam pelaksanaan pijat oksitosin dengan memberikan kuesioner kepada responden. Peryataan kuesioner mengenai variabel dukungan keluarga terdapat 20 pernyataan yang terdiri dari empat aspek, yaitu aspek dukungan instrumental, aspek dukungan informasional, aspek dukungan penilaian dan aspek dukungan emosional. Berikut ini akan peneliti gambarkan distribusi masing- masing aspek dari variabel dukungan keluarga dalam pelaksanaan pijat oksitosin.


(58)

Tabel 5.2. Distribusi frekuensi dan persentase aspek dukungan keluarga dalampelaksanaan pijat oksitosin pada ibu nifas (n= 36)

Kategori Frekuensi Persentase (%)

Dukungan Instrumental Cukup Baik 8 28 22.8 77.2 Dukungan Informasional Kurang Cukup Baik 2 12 22 5.6 33.3 61.1 Dukungan Penilaian Kurang Cukup Baik 3 13 20 8.3 36.1 55.6 Dukungan Emosional Kurang Cukup Baik 2 6 26 5.6 22.2 72.2

Total Dukungan

Keluarga Kurang Cukup Baik 2 7 27 5.6 19.4 75.0

Tabel 5.2. menunjukkan bahwa 28 ibu nifas (77,2%) mendapat dukungan instrumental yang baik, 22 ibu nifas (61,1%) mendapat dukungan informasional yang baik, 20 ibu nifas (55,6%) mendapat dukungan penilaian yang baik, dan 26 ibu nifas mendapat dukungan emosional yang baik. Dukungan keluarga yang diberikan kepada ibu nifas dalam pelaksanaan pijat oksitosin adalah baik (n= 27 atau 75%


(59)

5.3. Pembahasan

Pijat oksitosin merupakan pemijatan yang dilakukan untuk merangsang refleks oksitosin atau refleks let down. Pijat oksitosin ini dilakukan dengan cara memijat pada daerah pungung sepanjang kedua sisi tulang belakang, sehingga diharapkan dengan dilakukannya pemijatan tulang belakang ini, ibu akan merasa rileks dan kelelahan setelah melahirkan akan segera hilang. Jika ibu rileks dan tidak kelelahan dapat membantu pengeluaran hormon oksitosin. Pijatan ini tidak harus dilakukan langsung oleh petugas kesehatan tetapi dapat dilakukan oleh suami atau anggota keluarga yang lain. Petugas kesehatan mengajarkan kepada keluarga agar dapat membantu ibu melakukan pijat oksitosin karena teknik pijatan ini cukup mudah dilakukan dan tidak menggunakan alat tertentu.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar dukungan keluarga dalam pelaksanaan pijat oksitosin pada ibu nifas untuk meningkatkan produksi ASI adalah baik yaitu sebanyak 75% atau n = 27. Friedman (1998) menyatakan bahwa keluarga lazimnya berfungsi sebagai sistem pendukung bagi anggotanya. Anggota keluarga memandang bahwa orang yang bersifat mendukung selalu siap memberikan pertolongan dan bantuan jika diperlukan. Selain itu, keluarga juga memiliki peranan penting dalam memelihara dan meningkatkan kesehatan anggota keluarga serta membantu keberhasilan suatu tindakan pengobatan dan meningkatkan rasa nyaman dan sikap positif dari keluarga. Menurut Aini (2014) dukungan keluarga khususnya suami kepada ibu nifas sangat mempengaruhi produksi ASI, semakin baik dukungan suami maka produksi ASI semakin meningkat. Pemberian dukungan suami atau keluarga dapat meningkatkan


(60)

kepercayaan diri, kenyamanan, dan pengalaman keberhasilan ibu dalam menyusui (Lowdermilk & Perry, 2006), sehingga semakin baik dukungan keluarga maka keberhasilan pelaksanaan pijat oksitosin juga berjalan dengan baik dan berhasil. Hal ini sejalan dengan pernyataan Wong, dkk tahu 2006 bahwa dukungan dari suami akan membantu dalam keberhasilan suatu tindakan.

Berdasarkan hasil penelitian, data yang diperoleh tentang usia responden ibu nifas menunjukkan usia ibu nifas terbanyak pada usia 20–35 tahun sebanyak 33 orang (91,7%). Hal ini mendukung pada periode yang optimal bagi ibu untuk merawat bayinya. Menurut beberapa peneliti medis, umur yang “ideal” menjadi ibu adalah antara umur 20 sampai 35 tahun karena dalam periode ini resiko mengalami komplikasi medis sangat rendah ( Sloane & Benedict, 2009). Hal ini juga sejalan dengan penelitian Prawirohardjo (2002) dalam Rahmawati, Nuraini (2009) menunjukkan pada umur 20 - 35 tahun merupakan usia reproduksi sehat dikarenakan organ-organ reproduksi sudah siap untuk mengalami kehamilan, persalinan dan laktasi. Dalam penelitian ini, seperti yang sudah peneliti sebutkan dikarakteristik responden terdapat seorang ibu yang berusia 16 tahun. Usia ini merupakan usia yang tidak optimal bagi seorang wanita untuk menjadi seorang ibu karena faktor usia wanita saat kehamilan dan persalinan seringkali dikaitkan dengan kesiapan mental dan kematangan emosi perempuan tersebut mejadi seorang ibu, terutama pada kelahiran anak pertama (Rusli, Risa Ariani,dkk, 2011). Kelompok ibu pada usia yang optimal (20 – 35 tahun) memiliki kematangan emosi yang lebih baik dibandingkan ibu dengan usia muda sehingga ibu pada usia dibawah 20 tahun membutuhkan dukungan yang baik dari suami atau


(61)

keluarga untuk mendukung ibu dalam perawatan bayi. Umur ibu juga berpengaruh terhadap produksi ASI. Ibu yang umurnya muda lebih banyak memproduksi ASI dibandingkan ibu yang sudah tua (Soetjiningsih, 2005) dan menurut Biancuzzo (2003) bahwa ibu-ibu yang lebih muda atau umurnya kurang dari 35 tahun lebih banyak memproduksi ASI daripada ibu-ibu yang lebih tua. Dalam penelitian ini juga terdapat dua responden yang memiliki usia diatas 35 tahun dan responden telah memiliki empat orang anak. Umur diatas 35 tahun dianggap sudah mulai bahaya lagi, sebab secara fisik jika jumlah kelahiran sebelumnya cukup sudah mulai menurun kesehatan reproduksinya apalagi banyak atau lebih dari tiga dan kemampuan ibu untuk menyusui yang usianya lebih tua, produksi ASInya lebih rendah daripada usianya dalam rentang optimal (Depkes, 1999 dalam Agam, Isnaini 2011). Keluarga juga berfungsi untuk mengamalkan kaidah-kaidah reproduksi sehat, jarak antara dua anak dan jumlah anak yang diinginkan oleh keluarga serta sebagai wahana pendidikan reproduksi sehat baik bagi anggo keluarga maupun bagi keluarga sekitarnya (Friedman, 2010).

Hormon prolaktin meningkat saat hamil tetapi ASI biasanya belum keluar karena masih dihambat oleh kadar estrogen dan progesteron yang tinggi. Hari kedua atau ketiga setelah melahirkan, kadar estrogen dan progesteron menurun drastis sehingga pengaruh prolaktin lebih besar dan produksi ASI seorang ibu akan optimal, Ariani (2010). Jumlah prolaktin yang disekresi dan jumlah susu yang diproduksi berkaitan dengan stimulus isapan sehingga sekresi oksitosin meningkat dan pengeluaran ASI dipercepat. Selain isapan bayi, pelaksanaan pijat oksitosin juga dapat memperlancar produksi ASI. Hal ini sejalan dengan


(62)

penelitian yang dilakukan oleh Ummah, Faizatul (2014) menyatakan bahwa pijat oksitosin berpengaruh secara signifikan terhadap pengeluaran ASI. Pijat oksitosin juga memberikan rasa nyaman dan rileks pada ibu sehingga produksi ASI juga akan meningkat karena produksi ASI dipengaruhi oleh psikologis ibu dan produksi ASI juga akan berkurang jika ibu mengalami kelelahan setelah melahirkan. Berdasarkan hasil penelitian sebagian besar hari nifas ibu adalah hari keempat yaitu sebanyak 12 orang (33,3%), tetapi dapat kita lihat pada tabel 5.1 bahwa lama hari nifas paling banyak adalah hari kedua dan ketiga yaitu 17 orang. Jadi dapat disimpulkan pada hari kedua dan ketiga setelah melahirkan ibu nifas sangat membutuhkan dukungan keluarga dalam pelaksanaan pijat oksitosin sehingga produksi ASI ibu nifas menjadi lancar.

Berdasarkan jumlah responden terbanyak adalah ibu multipara sebanyak 25 orang (69,4%). Meskipun penelitian ini tidak dapat mengetahui perbedaan produksi ASI pada ibu primipara dan multipara namun peneliti melihat perbedaaan pengalaman menyusui pada ibu primipara dan multipara. Pengalaman dan keyakinan ibu pada saan menyusui sebelumnya akan mempengaruhi perilaku ibu pada proses menyusui selanjutnya. Jika ibu berhasil menyusui pada saat anak pertama, maka pada saat menyusui anak kedua akan lebih yakin dapat berhasil untuk menyusui. Keyakinan ibu ini dapat merangsang pengeluaran hormon oksitosin sehingga ASI dapat keluar dengan lancar, (Mardiyaningsih, E, 2010). Hal ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Soetjiningsih tahun 2005 menyatakan bahwa Ibu yang melahirkan anak kedua dan seterusnya produksi ASI lebih banyak dibandingkan dengan kelahiran anak pertama


(63)

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Aini (2014) menemukan bahwa seorang ibu primigaravida yang pertama kali mengalami kehamilan, ketika mengalami proses persalinan cenderung mengalami kecemasan sehingga sangat membutuhkan dukungan keluarga atau suami. Pada penelitian Rusli, dkk (2008) dukungan suami dalam merawat bayi dibutuhkan ibu nifas untuk menurunkan angka kejadian depresi nifas dan membantu dalam manajemen laktasi. Fenomena yang peneliti dapat dalam penelitian ini adalah bahwa dukungan keluarga dalam pelaksanaan pijat oksitosin yang memiliki anak empat berbeda dengan dukungan keluarga yang masih memiliki anak satu. Hal ini mungkin disebabkan karena ibu yang multipara lebih memiliki pengalaman menyusui daripada ibu primipara.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar tingkat pendidikan ibu adalah SMA sebayak 27 orang (75%). Tingkat pendidikan akan mempengaruhi perilaku dan tingkat kepedulian ibu terhadap kesehatan dan memberikan ASI pada bayinya. Penelitian yang dilakukan oleh Mascharenhas, dkk (2006) di Brazil menemukan Ibu yang memperoleh pendidikan dasar dan menengah dengan durasi pendidikan <9 tahun memiliki resiko untuk berhenti menyusui sebanyak 1,2 kali. Semakin rendah tingkat pendidikan ibu, semakin rendah juga tingkat pemberian ASI eksklusif. Rendahnya pendidikan ibu, cenderung menyebabkan kurangnya pengetahuan ibu terkait perawatan bayi dan kurangnya persiapan dalam menyambut kelahiran sang bayi sehingga ibu membutuhkan dukungan informasi dalam masa nifas dan ibu membutuhkan informasi tentang menyusui bayi. Informasi ini dapat diberikan oleh petugas kesehatan kepada anggota keluarga. Ibu yang memiliki pendidikan yang lebih


(64)

tinggi, umumnya terbuka menerima perubahan atau hal-hal guna pemeliharaan kesehatannya. Pendidikan juga akan membuat seseorang terdorong untuk ingin tahu mencari pengalaman sehingga informasi yang diterima akan menjadi pengetahuan (Rahmawati, dkk, 2013)

Berdasarkan hasil penelitian sebagian besar ibu tidak bekerja sebanyak 35 orang atau 97.2%. Hal ini dapat memberikan kesempatan kepada ibu untuk lebih sering dilakukan pijat oksitosin oleh keluarga sehingga produksi ASI ibu tetap lancar dan ibu bisa lebih sering menyusui bayinya. Pada masa globalisasi, wanita bekerja atau sekolah untuk mengambil jenjang yang paling tinggi merupakan hal yang biasa. Keadaan ini akan menimbulkan kendala dalam pemberian ASI. Faktor seperti cuti yang tidak memadai, perbedaan gender dalam bekerja, belum adanya jaminan pekerjaan bila cuti, tempat kerja yang belum sayang bayi akan mengakibatkan kegagalan dalam pemberian ASI eksklusif. Rekomendasi WHO menyatakan 1). Ibu yang bekerja dianjurkan untuk terus menyusui bayinya, 2) dianjurkan pengaturan pemberian ASI, seperti sebelum beragkat bekerja bayi sebaiknya disusui, kemudian ASI diperah atau dipompa untuk persediaan selama ibu bekerja, 3)pengosongan payudara ditempat bekerja dilakukan dengan diperah setiap 3–4 jam kemudian ASI disimpan ditempat lemari pendingin, 4) selama ibu dirumah sebaiknya bayi disusui lebih sering , dan menyusui lebih banyak dimalam hari (Bailey & Wright dalam Fahriani, 2013). Hal ini sesuai dengan penelitian Kusmawati (2008) yang menunjukkan bahwa pekerjaan merupakan halangan untuk memberikan ASI secara eksklusif sebanyak 75%.


(65)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar ibu tinggal dengan suami sebesar 97.2% atau berjumlah 35 orang. Pada teori Becoming a mother menjelaskan dalam faktor lingkungan peran ayah atau suami sebagai interaksi sentral yang mempengaruhi menjadi seorang ibu. Ayah atau suami dalam keluarga mempunyai peran dalam memberikan empat jenis dukungan pada ibu nifas (Rosamund, 2008). Seorang suami mempunyai peranan penting dalam keberhasilan ibu menyusui. Peran suami mempengaruhi perasaan dan semangat ibu untuk menyusui. Proses menyusui bisa terhambat apabila ibu tidak mendapatkan dukungan dari suami, (Hartono 2009, dalam Sari, 2011) Pelaksanaan pijat oksitosin juga akan dapat dilakukan karena ibu tidak bisa melakukan pijat oksitosin sendiri sehingga ibu membutuhkan keluarga untuk melakukannya.

Berdasarkan hasil penelitian, mayoritas keluarga responden memiliki penghasilan sebesar Rp. 1.0000.000 sampai Rp.3.000.000. Ibu yang memiliki status ekonomi yang tinggi biasanya memiliki tingkat pendidikan yang tinggi dan pengetahuan tentang penberian ASI yang baik kepada bayinya (Heather, dkk, 2009). Sebuah penelitian yang dilakukan di Brazil menemukan bayi yang lahir dari keluarga berpenghasilan rendah memiliki resiko 1,4 kali untuk berhenti menyusu sebelum usia 6 bulan dibandingkan dari bayi yang dilahirkan dari keluarga dengan penghasilan menengah ke atas (Mascharenhas, dkk, 2006).

Berdasarkan hasil dari crosstab data menunjukkan bahwa umur ibu nifas, lama hari nifas, status obstetri ibu nifas, tingkat pendidikan, pekerjaan dan penghasilan serta keluarga yang tinggal dengan ibu nifas memiliki hubungan yang


(66)

signifikan dengan dukungan keluarga yang diberikan kepada ibu nifas (α > 0.05). Dari hasil crosstab data juga menunjukkan bahwa ibu yang tidak bekerja memiliki tingkat hubungan yang sangat kuat (0.97) dengan dukungan keluarga. Hal ini menunjukkan bahwa ibu yang tidak bekerja akan lebih sering mendapat dukungan keluarga dalam pelaksanaan pijat oksitosin dan ibu nifas juga bisa lebih sering menyusui bayinya sehingga produksi ASI juga tetap lancar. Untuk lebih

jelas, hasil daricrosstabdata dapat dilihat pada lampiran 12.

5.3.1. Dukungan Instrumental dalam Pelaksanaan Pijat Oksitosin pada Ibu Nifas

Hasil penelitian menunjukkan bahwa 44,4% atau n = 16 responden menyatakan bahwa keluarga selalu memberikan ibu minuman sebelum dan sesudah dilakukan pijat oksitosin, 47,2% atau n = 17 responden menyatakan bahwa keluarga selalu menyediakan alat – alat untuk pijat oksitosin misalnya baby oil, handuk kecil, dan lain-lain, 47,2% atau n = 17 responden menyatakan bahwa keluarga selalu memberi waktu dan tenaga untuk melakukan pijat oksitosin, 58,3% atau n = 21 responden menyatakan bahwa keluarga selalu menjaga bayi ketika ibu dilakukan pijat oksitosin, 52,8% atau n = 19 responden menyatakan bahwa keluarga sering merapikan kembali semua peralatan yang digunakan selama pijat oksitosin. Hal ini menunjukkan bahwa pada hakekatnya manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat berdiri sendiri tanpa bantuan orang lain. Dari hasil penelitian diatas nilai tertinggi terdapat pada peryataan keluarga selalu menjaga bayi ketika ibu dilakukan pijat oksitosin dan dalam pernyataan keluarga menyediakan alat-alat untuk pijat oksitosin misalnya baby


(67)

oil, handuk kecil, dll serta pernyataan keluarga memberi waktu dan tenaga untuk melakukan pijat oksitosin sebagian besar ibu nifas menjawab selalu dan tidak ada ibu nifas yang memilih jawaban tidak pernah untuk ketiga pernyataan ini. Hal ini dapat diartikan bahwa keluarga turut memberikan bantuan penuh dalam memberikan tenaga maupun meluangkan waktu untuk membantu dan melayani ibu nifas sehingga pelaksanaan pijat oksitosin dapat berhasil sehingga produksi ASI ibu nifas meningkat. Hal ini juga sejalan dengan pendapat yang dinyatakan oleh Anne & David (2007) dalam Hani (2014) bahwa keterlibatan keluarga secara terus menerus merupakan hal yang sangat menolong dan membangkitkan semangat bagi ibu nifas. Untuk lebih jelas dan rinci dukungan instrumental dalam pelaksanaan pijat oksitosin pada ibu nifas dapat dilihat pada lampiran 15.

5.3.2. Dukungan Informasional dalam Pelaksanaan Pijat Oksitosin pada Ibu Nifas

Friedman (2010) menyatakan bahwa dukungan keluarga mengacu kepada dukungan – dukungan yang dipandang oleh anggota keluarga sebagai sesuatu yang dapat diakses atau diadakan oleh keluarga dan anggota keluarga. Hal ini menunjukkan bahwa dukungan informasi sangat penting. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 52,8% atau n = 19 responden menyatakan bahwa keluarga sering mengingatkan tentang manfaat dari pijat oksitosin, 58,3% atau n = 21 responden menyatakan bahwa keluarga sering memberi nasihat kepada ibu untuk tetap rajin melakukan pijat oksitosin, 50% atau n = 18 responden menyatakan bahwa keluarga sering mengusulkan ibu untuk melakukan pijat oksitosin, 58,3% atau n = 21 responden menyatakan bahwa keluarga sering memberikan saran dan


(1)

106


(2)

(3)

108


(4)

(5)

110

Lampiran 34 : Taksasi Dana

TAKSASI DANA

1. Persiapan Proposal dan Perbaikan Proposal

- Kertas dan tinta print Rp 100.000

- Fotocopi sumber-sumber tinjauan pustaka Rp 50.000 - Perbanyak proposal dan Penjilidan Rp 50.000 - Konsumsi saat sidang proposal Rp100.000

2. Pengumpulan Data dan Pengolahan Data

- Penggandaan Kuesioner Rp 50.000

-Transportasi Rp 50.000

- souvenir Rp 210.000

3. Persiapan Skripsi

- Kertas dan tinta print Rp 150.000

- Penggandaan skripsi dan penjilidan Rp 100.000

- CD Rp 10.000

- Konsumsi saat sidang skripsi Rp 300.000

Jumlah Rp 1.170.000, 00


(6)

Lampiran 35 : Daftar Riwayat Hidup

CURRICULUM VITAE

Nama : Ice Septriani Saragih

Tempat/tanggal Lahir : Simpang Haranggaol, 03 September 1992 Jenis Kelamin : Perempuan

Alamat : Jl. Jamin Ginting, Simpang Selayang

Riwayat Pendidikan : 1. 1999–2005 : SD Negeri 094170 Purba Hinalang 2. 2005–2008 : SMP N 1 Silimakuta

3. 2008–2011 : SMA N 15 Medan 4. 2011–sekarang : Ilmu Keperawatan USU