Pengaruh Konversi Lahan Pertanian Terhadap Tingkat Kesejahteraan Ekonomi Masyarakat Kecamatan Batunadua Kota Padangsidimpuan

(1)

SKRIPSI

PENGARUH KONVERSI LAHAN PERTANIAN TERHADAP TINGKAT PERTUMBUHAN EKONOMI MASYARAKAT KECAMATAN BATUNADUA

KOTA PADANGSIDIMPUAN

OLEH:

DEWI FATIMAH HARAHAP 100501078

PROGRAM STUDI S-1 EKONOMI PEMBANGUNAN DEPARTEMEN EKONOMI PEMBANGUNAN

FAKULTAS EKONOMI dan BISNIS UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS DEPARTEMEN EKONOMI PEMBANGUNAN

PERSETUJUAN

Nama : Dewi Fatimah Harahap

NIM : 100501078

Departemen : Ekonomi Pembangunan Konsentrasi : Ekonomi Perencanaan

Judul Skripsi : Pengaruh Konversi Lahan Pertanian Terhadap Tingkat Kesejahteraan Ekonomi Masyarakat Kecamatan Batunadua Kota Padangsidimpuan

Tanggal Pembimbing,

NIP. 19551003 198103 1 004


(3)

Dr. Hasan Basri Tarmizi, SU

NIP. 19530412 198103 1 006 NIP. 19490808 198103 1 001

Drs. Rachmat Sumanjaya Hsb, M.Si

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS DEPARTEMEN EKONOMI PEMBANGUNAN

PERSETUJUAN PENCETAKAN

Nama : Dewi Fatimah Harahap

NIM : 100501078

Departemen : Ekonomi Pembangunan Konsentrasi : Ekonomi Perencanaan

Judul Skripsi : Pengaruh Konversi Lahan Pertanian Terhadap Tingkat Kesejahteraan Ekonomi Masyarakat Kecamatan Batunadua Kota Padangsidimpuan

Tanggal Ketua Program Studi

NIP. 19710503 200312 1 003

Irsyad Lubis, S.E., M.Soc.Sc., Ph.D


(4)

Wahyu Ario Pratomo, S.E., M.Ec NIP. 19730408 199802 1 001

LEMBAR PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi saya yang berjudul “Pengaruh Konversi Lahan Pertanian Terhadap Tingkat Kesejahteraan Ekonomi Masyarakat Kecamatan Batunadua Kota Padangsidimpuan” adalah benar hasil karya tulis saya sendiri yang disusun sebagai tugas akademik guna menyelesaikan beban akademik pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

Bagian atau data tertentu yang saya peroleh dari perusahaan atau lembaga, dan/atau saya kutip dari hasil karya orang lain telah mendapat izin, dan/atau dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah dan etika penulisan ilmiah.

Apabila kemudian hari ditemukan adanya kecurangan dan plagiat dalam skripsi ini, saya bersedia menerima sanksi sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Medan, Maret 2015 Penulis

NIM: 100501078


(5)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk meneliti dampak konversi lahan pertania terhadap kesejahteraan ekonomi masyarakat di Kecamatan Batunadua. Lahan memiliki ketidak seimbangan dalam penawaran dan permintaannya, sehingga penggunaan sumberdaya lahan mengarah kepada penggunaan yang dapat memberikan manfaat secara ekonomi lebih besar. Perubahan penggunaan lahan pertanian menjadi pemukiman maupun industry merupakan hal yang lazim. Alih fungsi lahan diperlukan dalam rangka pelaksanaan pembangunan. Konversi lahan pertanian menjadi masalah ketika lahan di konversi merupakan lahan pertanian produktif. Konversi lahan pertanian akan menyebabkan penurunan produksi pangan dan kerugian lingkungan. Tujuan penelitian ini adalah menjelaskan faktor-faktor yang mendorong mengkonversi lahan pertanian menjadi lahan pemukiman, Menjelaskan dan menghitung dampak pembangunan terhadap hilangnya produksi padi maupun kebijakan pemerintah khususnya Kota Padangsidimpuan. Fakta yang mempengaruhi penggunaan lahan adalah arah kebijakan pengembangan wilayah. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa pembangunan pemukiman di Kota Padangsidimpuan khususnya Kecamatan Batunadua ditujukan untuk meningkatkan kualitas lingkungan pemukiman dan memenuhi kebutuhan perumahan. Selain itu, Besarnya kontribusi sektor pemukiman terhadap Produk Domestik Regional Bruto Kota Padangsidimpuan dibandingkan dengan sektor pertanian menjadi lainnya dalam pengembangan.


(6)

ABSTRACT

This study aims to investigate the impact of land conversion pertania to economic growth in Sub Batunadua community . Land has an imbalance in supply and demand , so the use of land resources leading to the use that can provide greater economic benefits . Change of use of agricultural land to residential and industrial is common . Land conversion is necessary in order to implement development. Conversion of agricultural land into a problem when the land is productive farmland conversion . Conversion of agricultural land will cause a decline in food production and environmental losses . The purpose of this study was to describe factors that encourage converting agricultural land into residential land , Explain and calculate the impact of development on the loss of rice production and government policy especially Padangsidimpuan City . The fact affecting the use of land is a regional development policy . The data used in this study are primary and secondary data . The result showed that the construction of settlements in the City District of Batunadua Padangsidimpuan specifically aimed at improving the quality of neighborhoods and housing needs . In addition, the amount of the settlement sector's contribution to Gross Domestic Product Gross Regional Padangsidimpuan city compared with others in the agricultural sector into the development .


(7)

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya yang diberikan kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Pengaruh Konversi Lahan Pertanian Terhadap Tingkat Kesejahteraan Ekonomi Masyarakat Kecamatan Batunadua Kota Padangsidimpuan”.

Dalam penulisan skripsi ini penulis ingin menyampaikan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah ikut membantu di dalam memberikan bimbingan, motivasi dan saran kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini.

Untuk itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Kedua orangtua yang sangat saya cintai, Ayahanda Paruhuman Harahap

S.sos,M.M dan Ibunda Tetti Astina Lubis, yang telah mendidik, merawat dan membesarkan saya dengan penuh cinta dan kasih sayang. Terimakasih atas doa, dukungan, semangat, perhatian, dan bantuan materi yang diberikan kepada saya dalam menyelesaikan perkuliahan dan skripsi ini.

2. Bapak Prof. Dr.Azhar Maksum, S.E., M.Ec., Ac. selaku Dekan Fakultas

Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Wahyu Ario Pratomo, S.E., M.Ec. selaku Ketua Departemen dan Bapak Drs. Syahrir Hakim Nasution, M.Si. selaku Sekretaris Departemen Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.


(8)

4. Bapak Irsyad Lubis, S.E.,M.Soc.Sc.,Ph.D selaku Ketua Program Studi S1 Ekonomi Pembangunan dan Bapak Paidi Hidayat, S.E., M.Si. selaku Sekretaris Program Studi S1 Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

5. Bapak Prof. Dr. Syaad Afifuddin,SE,MEc sebagai Dosen Pembimbing yang

telah banyak memberikan arahan dan bimbingan sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

6. Dr. Hasan Basri Tarmizi,SU dan Bapak Drs. Rachmat Sumanjaya HSB, M.Si sebagai Dosen Pembanding yang telah banyak memberikan petunjuk, saran dan kritik yang membangun pada penulis.

7. Seluruh Staff Pengajar dan Staff Administrasi Fakultas Ekonomi dan Bisnis USU yang selama ini telah mendidik dan membimbing penulis dengan baik. 8. Untuk sahabat terbaik saya yang telah membantu secara langsung maupun

tidak langsung dalam penulisan skripsi ini.

Akhirnya saya berharap agar skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan peneliti lainnya, khususnya mahasiswa Fakultas Ekonomi Program Studi Ekonomi Pembangunan Universitas Sumatera Utara. Semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan rahmat dan karunia-Nya serta memberikan balasan yang berlipat ganda kepada semua pihak yang telah bersedia membantu penyelesaian skripsi ini. Amiin ya Rabbal Alamin.


(9)

Medan, Maret 2015 Dewi Fatimah Harahap NIM: 100501078


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

BAB I PENDAHULUAN 1.1 ... Latar Belakang ... 1

1.2 ... Peru musan Masalah ... 5

1.3 ... Tujuan Penelitian ... 5

1.4 ... Manfaat Penelitian ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 ... Lahan dan Fungsi Utama lahan ... 6

2.1.1 ... Penggunaan Lahan (land Use) ... 7

2.1.2 ... Konversi Lahan ... 8

2.1.3 ... Faktor Penyebab Konversi Lahan ... 9

2.1.4 ... Dampak Konversi Lahan ... 10

2.2 ... Produktifita s Lahan ... 11

2.2.1 ... Lahan Pemukiman (Land Rent) ... 11


(11)

2.3.1 ... Pertumbuha

n Ekonomi ... 14

2.3.2 ... Teori Pertumbuhan Klasik ... 14

2.3.3 ... Teori Pertumbuhan Harrod-Domar ... 15

2.3.4 ... Teori Pertumbuhan Neo-klasik ... 16

2.3.5 ... Teori Schumpeter……… ... 18

2.3.6 ... Teori Tahap-Tahap Pertumbuhan Ekonomi... ... 19

2.4 Penelitian Terdahulu ... 23

2.5 Kerangka Konseptual ... 24

2.6 Hipotesis………. .... 25

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 ... Jenis dan Sumber Data ... 26

3.2 ... Waktu dan Tempat Penelitian ... 26

3.3 ... Populasi dan Sampel ... 27

3.4 ... Metode Pengolahan dan Analisis data ... 29

3.5 Teknik Analisis ... 29

3.6 Analisis dan Pembahasan ... 30

3.6.1 Analisis uji beda rata-rata ... 30

3.6.2 Uji t (Uji Parsial) ... 31

3.7 Batasan Operasional ... 31

3.8 Defenisi Operasional……….. .... 31

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 ... Gambaran Umum ... 33

4.2 ... Penduduk ... 34


(12)

4.3 ... Sarana Dan

PrasaranaS ... 35

4.4 ... Angkatan Darat ... 36

4.5 ... Karakteristi k Responden ... 37

4.6 ... Distribusi Jawaban Responden Atas Dampak Keberadaan Konversi Lahan Terhadap Pendapatan Masyarakat ... 39

4.6.1 Tingkat Pendapatan Masyarakat Sebelum Terjadi Konversi Lahan ... 39

4.6.2 Tingkat Pendapatan Masyrakat Sesudah Terjadi konversi lahan ... 42

4.7 Hasil Uji Beda Rata-rata ... 45

4.8 Uji t (Uji Parsial) ... 46

4.9 Dampak Konversi Lahan ... 47

4.9.1 Dampak Konversi Lahan ... 48

4.9.2 Produksi Padi Yang Hilang ... 49

4.10 Pembahasan ... 51

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 54

5.2 Saran ... 54


(13)

DAFTAR TABEL

No. Tabel Judul Halaman

3.1 Defenisi Operasional Variabel ... 32

4.1 Jumlah Desa yang ada di Kecamatan Batunadua ... 34

4.2 Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin... 35

4.3 Jumlah Sekolah di Kecamatan Batunadua ... 35

4.4 Sarana Prasarana ... 36

4.5 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 37

4.6 Karakteristik Responden Berdasarkan Umur ... 38

4.7 Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan ... 38

4.8 Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan ... 39

4.9 Tingkat Pendapatan Masyarakat Sebelum Terjadi Konversi Lahan (Distribusi Jawaban Responden Yang Mengkonversi Lahan) ... 40

4.10 Tingkat Pendapatan Masyarakat Sebelum Terjadinya Konversi Lahan( Distribusi Jawaban Responden yang Tidak Mengkonversi Lahan) ... 41

4.11 Tingkat Pendapatan Masyarakat Sesudah Terjadi Konversi Lahan (Distribusi Jawaban Responden Yang Mengkonversi Lahan ... 43

4.12 Tingkat Pendapatan Masyarakat Sesudah Terjadi Konversi Lahan (Distribusi Jawaban Responden Yang Tidak Mengkonversi Lahan) ... 44


(14)

4.13 T-Test ... 45

DAFTAR GAMBAR

No. Gambar Judul Halaman

2.1 Kerangka Konseptual ... 25 4.1 Peta Wilayah Kecamatan Batunadua Kota

Padangsidimpuan ... 33

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul

Halaman

1. Kusioner Penelitian ... 58 2. Analisis Uji Beda Rata-rata ... 62


(15)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Perkembangan pembangunan dan pertambahan penduduk semakin tinggi

menyebabkan kebutuhan terhadap lahan meningkat, sementara itu ketersediaan dan luas lahan pada dasarnya tidak berubah. Sumber daya lahan memiliki ketidakseimbangan antara penawaran dan permintaan. Permintaan tak terbatas sedangkan penawaran lahan relatif terbatas, sehingga penggunaan sumberdaya lahan akan mengarah kepada penggunaan yang dapat memberikan manfaat secara ekonomi lebih besar bagi pemiliknya.

Pemanfaatan lahan untuk berbagai kegunaan bertujuan untuk menghasilkan berbagai macam barang pemuas kebutuhan manusia. Manusia dalam memenuhi kebutuhannya dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi seringkali memanfaatkan lahan kurang bijaksana dan tidak memperhatikan kelestarian sumberdaya tersebut. Hal ini mengakibatkan menurunnya persediaan sumberdaya lahan yang berkualitas tinggi dan manusia semakin tergantung pada sumberdaya lahan yang berkualitas rendah. Perubahan penggunaan lahan pertanian menjadi pemukiman maupun industri merupakan hal yang lazim. Dinamika yang terjadi pada masyarakat yang meliputi perkembangan penduduk dan pola pembangunan wilayah menyebabkan alih fungsi lahan tidak dapat dihindari.


(16)

Alih fungsi lahan diperlukan dalam rangka pelaksanaan pembangunan, akan tetapi pelaksanaannya Pemerintah harus memperhatikan dengan seksama dampak yang akan ditimbulkan dari pemanfaatan sumberdaya lahan.

Eksternalitas yang akan dirasakan perlu dilakukan perhitungan dengan teliti dan menyeluruh. Eksternalitas positif maupun eksternalitas negatif sebagai dampak dari pengelolaan sumberdaya lahan akan dirasakan baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Lahan konversi pada umumnya dipicu oleh transformasi struktur ekonomi yang semula bertumpu pada sektor pertanian menjadi sektor ekonomi yang lebih bersifat industrial, khususnya di negara-negara yang sedang berkembang. Proses transformasi ekonomi tersebut selanjutnya merangsang terjadinya migrasi penduduk ke daerah pusat kegiatan bisnis sehingga lahan pertanian yang lokasinya mendekati kawasan tersebut akan dikonversi untuk pembangunan kompleks perumahan. Secara umum pergeseran struktur ekonomi tersebut merupakan ciri dari suatu daerah atau negara yang sedang berkembang.

Berdasarkan hal tersebut maka lahan konversi dapat dikatakan sebagai suatu fenomena pembangunan yang pasti terjadi selama proses pembangunan masih berlangsung. Begitu pula selama jumlah penduduk akan mengalami peningkatan dan tekanan penduduk terhadap lahan terus meningkat sehingga lahan konversi akan sangat sulit untuk dihindari (Kustiawan, 1997).

Lahan konversi menjadi masalah ketika lahan yang dialih fungsikan merupakan lahan pertanian produktif. Lahan konversi tersebut akan menyebabkan terjadinya perubahan pada kondisi lingkungan dan kehidupan sosial masyarakat.


(17)

Agus (2004) mengemukakan bahwa lahan konversi menjadi lahan non pertanian mengalami percepatan. Sejak tahun 1981 sampai dengan tahun 1999 terjadi pengalihan lahan sawah di Pulau Jawa seluas satu juta ha dan 0,62 juta ha di luar Pulau Jawa.

Walaupun dalam periode waktu yang sama dilakukan pencetakan sawah seluas 0,52 juta ha di Pulau Jawa dan sekitar 2,7 juta ha di luar Pulau Jawa, namun pada kenyataannya pencetakan lahan sawah tanpa diikuti dengan pengontrolan konversi tidak mampu membendung peningkatan ketergantungan Indonesia terhadap impor beras. Bahwa sekitar 58,7 % penggunaan lahan sawah berubah fungsi menjadi pemukiman, 21,8 % penggunaan lahan berubah menjadi penggunaan urban di Pulau Jawa. Sedangkan, di luar Pulau Jawa sekitar 16,1 % peruntukan lahan sawah dialih fungsikan menjadi kawasan pemukiman dan 48,6 % lainnya digunakan untuk berbagai jenis penggunaan lainnya (Muttaqin ,2008)

Berkurangnya lahan karena konversi akan menyebabkan turunnya produksi pangan. Sekali lahan pertanian (terutama sawah) beralih fungsi, tidak mungkin kembali lagi menjadi sawah. Konversi lahan pertanian berdampak juga pada kerugian lingkungan seperti hilangnya hamparan efektif untuk menampung kelebihan air limpasan yang bisa membantu mengurangi banjir. Kerugian itu masih bertambah dengan hilangnya kesempatan kerja dan income bagi petani penggarap, buruh tani, penggilingan padi, dan sektor-sektor pedesaan lainnya.

Kecamatan Batunadua sebagai salah satu dari enam kecamatan penyangga kota Administratif Padangsidimpuan terkena dampak perkembangan dan


(18)

pembangunan kota. Dampak yang dirasakan adalah perkembangan kota Padangsidimpuan menjadi salah satu kota berkembang di Indonesia. Pemerintah kota Padangsidimpuan mengembangkan sistem perwilayahan kota yang diarahkan menjadi satu kesatuan yang utuh.

Sistem wilayah kota Padangsidimpuan didasarkan atas fungsi dan kedudukan kota Padangsidimpuan sebagai wilayah administrative. Tingginya permintaan pemukiman di kecamatan Batunadua dipicu letak kota Padangsidimpuan yang dekat dengan kota-kota berkembang seperti GunungTua, Panyabungan dan Sibolga. Pembangunan perumahan yang mengkonversi lahan produktif telah menghilangkan kesempatan memproduksi padi sebagai produksi utama lahan pangan tersebut.

Menurut Panuju (1996) terjadinya pergeseran penggunaan lahan di suatu wilayah disebabkan oleh terjadinya konversi struktural di wilayah tersebut. Peningkatan jumlah dan kepadatan penduduk yang merupakan ciri dari konversi structural menyebabkan meningkatnya kebutuhan lahan untuk mendukung pengembangan. Makin tinggi kebutuhan lahan untuk permukiman, sarana pelayanan serta industri akan menurunkan struktur penggunaan lahan yang lain pada batas tertentu. Berdasarkan uraian diatas penulis tertarik untuk melakukan penelitian ini dengan judul: “Pengaruh Konversi Lahan Pertanian Terhadap Tingkat Kesejahteraan Ekonomi Masyarakat Kecamatan Batunadua Kota Padangsidimpuan”.


(19)

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas, maka permasalahan yang akan dianalisis dalam penelitian ini adalah “Apakah konversi lahan pertanian berpengaruh terhadap tingkat kesejahteraan ekonomi masyarakat di Kecamatan Batunadua kota Padangsidimpuan?”

1.3. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan permasalahan diatas, maka tujuan penelitian ini adalah “Untuk mengetahui pengaruh konversi lahan pertanian terhadap tingkat kesejahteraan ekonomi masyarakat di Kecamatan Batunadua kota Padangsidimpuan”.

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat berguna khususnya bagi peneliti serta bagi masyarakat, ilmu pengetahuan dan pemerintah sebagai pemegang kebijakan. Hasil penelitian yang dilaksanakan diharapkan mampu memberikan manfaat dalam berbagai hal, antara lain adalah:

1. Bagi peneliti, hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat secara akademis maupun praktis, serta pemahaman yang lebih mendalam mengenai konversi lahan dan dampaknya terhadap produksi padi.

2. Bagi akademisi, penelitian ini diharapkan menjadi salah satu sumber rujukan pustaka dalam membuat penulisan-penulisan ilmiah.

3. Bagi masyarakat , penelitian ini diharapkan mampu memberikan penjelasan mengenai dampak yang akan dirasakan apabila lahan pertanian yang dimiliki dialihfungsikan kepenggunaan pemukiman.


(20)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Lahan dan Fungsi Utama Lahan

Definisi lahan memiliki keterkaitan dengan tanah. Menurut Utomo, et al (1992), lahan memiliki ciri-ciri yang unik dibandingkan sumberdaya lainnya, yakni lahan merupakan sumberdaya yang tidak habis, namun jumlahnya tetap dan dengan lokasi yang tidak dapat dipindahkan. Jayadinata (1999) memaparkan bahwa tanah

berarti bumi (earth), sedangkan lahan merupakan tanah yang sudah ada

peruntukannya dan umumnya ada pemiliknya, baik perseorangan atau lembaga. Lahan sebagai modal alami utama yang melandasi kegiatan kehidupan menurut Utomo, et al (1992), memiliki dua fungsi dasar, yaitu:

1. Fungsi kegiatan budidaya, yang memiliki makna suatu kawasan yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai penggunaan, seperti pemukiman, baik sebagai kawasan perkotaan maupun pedesaan, perkebunan, hutan produksi dan lain-lain.

2. Fungsi lindung, bermakna bahwa kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utamanya untuk melindungi kelestarian lingkungan hidup yang ada, yang mencakup sumberdaya alam, sumberdaya buatan dan nilai sejarah serta budaya bangsa yang bisa menunjang pemanfaatan budidaya.


(21)

2.1.1. Penggunaan Lahan (Land Use)

Karakteristik lahan sebagai sumberdaya yang jumlahnya tetap dengan lokasinya yang tidak dapat dipindahkan, membutuhkan suatu perencanaan yang berkaitan dengan pola pemanfaatan lahan guna memenuhi kebutuhan manusia yang beragam. Berbagai macam bentuk intervensi manusia terhadap lahan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dapat dikatakan land use atau penggunaan lahan atau tata guna lahan.

Menurut Jayadinata (1999), tata guna lahan meliputi dua unsur, yaitu:

1. Tata guna lahan yang berarti penataan atau pengaturan penggunaan (merujuk kepada sumberdaya manusia).

2. Lahan (merupakan sumberdaya alam), yang berarti ruang (permukaan lahan serta lapisan batuan di bawahnya dan lapisan di atasnya), serta memerlukan dukungan berbagai unsur alam lain seperti air, iklim, hewan, vegetasi, mineral, dan sebagainya.

Pertimbangan mengenai kepentingan atas lahan di berbagai wilayah mungkin berbeda tergantung kepada struktur sosial penduduk dan kebijakan yang dijalankan oleh pemerintah dalam mengembangkan wilayah. Aturan-aturan dalam penggunaan lahan dijalankan berdasarkan pada beberapa kategori antara lain kepuasan, kecenderungan untuk kegiatan dalam tata guna lahan, kesadaran akan tata guna lahan, kebutuhan orientasi dan pemanfaatan atau pengaturan estetika (Munir, 2008).


(22)

Sehubungan dengan hal tersebut, Chapin (1995) seperti yang dikutip oleh Jayadinata (1999) menggolongkan lahan dalam tiga kategori, yaitu:

1. Nilai keuntungan, yang dihubungkan dengan tujuan ekonomi dan yang

dapat dicapai dengan jual-beli lahan di pasaran bebas.

2. Nilai kepentingan umum, yang dihubungkan dengan pengaturan untuk

masyarakat umum dalam perbaikan kehidupan masyarakat.

3. Nilai sosial, yang merupakan hal mendasar bagi kehidupan dan dinyatakan oleh penduduk dengan perilaku yang berhubungan dengan pelestarian, tradisi, kepercayaan dan sebagainya.

2.1.2. Konversi Lahan

Utomo, et al (1992) mendefinisikan alih fungsi lahan atau lazimnya disebut sebagai konversi lahan adalah perubahan fungsi sebagian atau seluruh kawasan lahan dari fungsinya semula (seperti yang direncanakan) menjadi fungsi lain yang membawa dampak negatif (masalah) terhadap lingkungan dan potensi lahan tersebut. Alih fungsi lahan dalam artian perubahan atau penyesuaian peruntukan penggunaan, disebabkan oleh faktor-faktor yang secara garis besar meliputi keperluan untuk memenuhi kebutuhan penduduk yang makin bertambah jumlahnya dan meningkatnya tuntutan akan mutu kehidupan yang lebih baik.

Sihaloho (2004) menjelaskan bahwa konversi lahan adalah alih fungsi lahan khususnya dari lahan pertanian ke penggunaan non pertanian atau dari lahan non pertanian ke lahan pertanian. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di


(23)

Kelurahan Mulyaharja, Sihaloho (2004) memaparkan bahwa konversi lahan dipengaruhi dua faktor utama, yakni:

i. Faktor pada makro yang meliputi pertumbuhan industri, pertumbuhan pemukiman, pertumbuhan penduduk, intervensi pemerintah, dan ‘marginalisasi’ ekonomi atau kemiskinan ekonomi.

ii. Faktor pada mikro yang meliputi pola nafkah rumah tangga (struktur ekonomi rumah tangga), kesejahteraan rumah tangga (orientasi nilai ekonomi rumah tangga) dan strategi bertahan hidup rumah tangga (tindakan ekonomi rumah tangga).

2.1.3. Faktor Penyebab Konversi Lahan

Konversi lahan pada umumnya dipengaruhi oleh transformasi struktur ekonomi yang semula bertumpu pada sektor pertanian ke sektor ekonomi yang lebih bersifat industrial, khususnya di negara-negara yang sedang berkembang. Proses transformasi ekonomi tersebut selanjutnya mendorong terjadinya migrasi penduduk ke daerah-daerah pusat kegiatan bisnis sehingga lahan pertanian yang lokasinya mendekati pusat kegiatan bisnis dikonversi untuk pembangunan perumahan. Secara umum, pergeseran atau transformasi struktur ekonomi merupakan ciri dari suatu daerah atau negara yang sedang berkembang. Berdasarkan hal tersebut maka konversi lahan pertanian dapat dikatakan sebagai suatu fenomena pembangunan yang pasti terjadi selama proses pembangunan masih berlangsung. Begitu pula selama jumlah penduduk terus mengalami peningkatan dan tekanan penduduk terhadap lahan terus meningkat maka konversi lahan sangat sulit dihindari (Kustiawan, 1997).


(24)

Konversi lahan erat kaitannya dengan kepadatan penduduk yang semakin meningkat. Rusli (1995) mengungkapkan bahwa dengan meningkatnya jumlah penduduk, rasio antara manusia dan lahan menjadi semakin besar, sekalipun pemanfaatan setiap jengkal lahan sangat dipengaruhi taraf perkembangan kebudayaan suatu masyarakat. Pertumbuhan penduduk menyebabkan makin mengecilnya persediaan lahan rata-rata per orang.

2.1.4. Dampak Konversi Lahan

Konversi lahan yang terjadi mengubah status kepemilikan lahan dan penguasaan lahan. Perubahan dalam penguasaan lahan di pedesaan membawa implikasi bagi perubahan pendapatan dan kesempatan kerja masyarakat yang menjadi indikator kesejahteraan masyarakat desa (Furi, 2007). Terbatasnya akses untuk menguasai lahan menyebabkan terbatas pula akses masyarakat atas manfaat lahan yang menjadi modal utama mata pencaharian sehingga terjadi pergesaran kesempatan kerja ke sektor non pertanian (sektor informal).

Menurut Munir (2008), dampak konversi lahan pertanian menjadi penambangan pasir dan batu di Desa Candimulyo, Wonosobo dapat dilihat pada berbagai kehidupan masyarakat. Antara lain dampak positif dan negatif. Dampak positif yang dirasakan oleh masyarakat adalah meningkatnya kesejahteraan rumah tangga petani, tingkat keamanan yang meningkat, serta berkurangnya tingkat pengangguran karena banyaknya masyarakat yang pada awalnya mengganggur ikut bekerja menjadi buruh penambangan pasir dan batu. Sedangkan dampak negatif yang ditimbulkan adalah perubahan sikap sebagian masyarakat yang selalu ingin mengambil bagian


(25)

keuntungan dari orang lain dan dampak lingkungan yang menyebabkan lahan pertanian menjadi rusak .

2.2. Produktifitas Lahan

Produktifitas lahan sawah menentukan pendapatan petani dari usahataninya. Semakin rendah produktifitas lahan sawah, maka produk yang dihasilkan oleh lahan sawah tersebut semakin rendah dan selanjutnya pendapatan yang diterima oleh petani akan semakin rendah.

Rendahnya pendapatan petani yang diakibatkan oleh rendahnya produktifitas lahan sawah akan menyebabkan petani memutuskan untuk mengkonversi lahan sawahnya dan beralih ke sektor non pertanian. Hal ini dikarenakan pekerjaan di sektor non pertanian dipandang dapat menghasilkan pendapatan yang lebih tinggi daripada pendapatan yang diperoleh dari hasil lahan sawah yang mempunyai produktifitas rendah (Utama, 2006).

2.2.1 Lahan Pemukiman (Land Rent)

Teori sewa lahan model klasik dikembangkan oleh David Ricardo dan Von Thunen. David Ricardo memberikan konsep sewa atas dasar perbedaan dalam hal kesuburan lahan, terutama lahan pertanian. Analisis yang dikemukakan oleh David Ricardo berdasarkan asumsi bahwa pada daerah pemukiman baru terdapat sumberdaya lahan yang subur dan berlimpah. David Ricardo mengemukakan bahwa hanya lahan yang subur yang digunakan untuk bercocok tanam dan tidak ada pembayaran sewa sehubungan dengan penggunaan lahan tersebut. Sewa lahan akan


(26)

muncul hanya apabila penduduk bertambah yang menyebabkan permintaan terhadap lahan meningkat dan terjadi penggunaan lahan kurang subur oleh masyarakat.

Teori yang dikemukakan oleh Von Thunen menentukan nilai sewa lahan berdasarkan faktor lokasi. Analisis Von Thunen berdasarkan tanaman yang dihasilkan oleh daerah-daerah subur dekat pusat pasar dan dikemukakan bahwa sewa lahan lebih tinggi dari daerah-daerah yang lebih jauh dari pusat pasar. Menurut Von Thunen sewa lahan berkaitan dengan perlunya biaya transportasi dari daerah yang jauh ke pusat pasar (Suparmoko, 1997).

Nilai ekonomi lahan menurut Barlowe (1978) dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: 1. Sewa lahan (contract rent) sebagai pembayaran aktual dari penyewa kepada

pemilik dimana pemilik melakukan kontrak sewa dalam jangka waktu tertentu.

2. Keuntungan usaha (economic rent atau land rent) merupakan surplus pendapatan di atas biaya produksi atau harga input lahan yang memungkinkan faktor produksi lahan dapat dimanfaatkan dalam proses produksi.

2.3. Pengertian Pertumbuhan Ekonomi

Secara umum, pertumbuhan ekonomi adalah peningkatan kemampuan dari suatu perekonomian dalam memproduksi barang maupun jasa. Pertumbuhan ekonomi adalah salah satu indikator yang amat penting dalam melakukan analisis tentang perkembangan ekonomi yang terjadi pada suatu negara. Pertumbuhan ekonomi menunjukkan sejauh mana aktivitas perekomian akan menghasilkan tambahan pendapatan masyarakat pada suatu periode tertentu. Karena pada dasarnya


(27)

aktivitas perekonomian adalah suatu proses penggunaan faktor-faktor produksi untuk menghasilkan output, maka proses ini pada gilirannya akan menghasilkan suatu aliran balas jasa terhadap faktor produksi yang dimiliki oleh masyarakat. Dengan adanya pertumbuhan ekonomi maka diharapkan pendapatan masyarakat sebagai pemilik faktor produksi juga akan meningkat.

Dengan perkataan lain bahwa pertumbuhan ekonomi lebih menunjuk kepada perubahan yang bersifat kuantitatif (quantitative change) dan biasanya diukur dengan menggunakan data Produk Domestik Bruto (PDB) atau pendapatan atau nilai akhir pasar (total market value) dari barang akhir dan jasa (final goods and services) yang dihasilkan dari suatu perekonomian selama kurun waktu tertentu.

Perlu diketahui bahwa pertumbuhan ekonomi berbeda dengan pembangunan ekonomi, kedua istilah ini mempunyai arti yang sedikit berbeda. Kedua-duanya memang menerangkan mengenai perkembangan ekonomi yang berlaku. Tetapi biasanya, istilah ini digunakan dalam konteks yang berbeda. Pertumbuhan selalu digunakan sebagai suatu ungkapan umum yang menggambarkan tingkat perkembangan sesuatu negara, yang diukur melalui persentasi pertambahan pendapatan nasional riil.

Istilah pembangunan ekonomi biasanya dikaitkan dengan perkembangan ekonomi di negara-negara berkembang. Dengan kata lain, dalam mengartikan istilah pembangunan ekonomi, ahli ekonomi bukan saja tertarik kepada masalah perkembangan pendapatan nasional riil, tetapi juga kepada modernisasi kegiatan ekonomi, misalnya kepada usaha merombak sektor pertanian yang tradisional,


(28)

masalah mempercepat pertumbuhan ekonomi dan masalah perataan pembagian pendapatan (Sukirno, 2006:423).

2.3.1 Teori Pertumbuhan Ekonomi

Teori-teori pertumbuhan ekonomi yang berkembang antara lain: (Sadono Sukirno, 2006:243-270).

2.3.2 Teori Pertumbuhan Klasik

Teori ini dipelopori oleh Adam Smith, David Ricardo, Malthus, dan John Stuart Mill. Menurut teori ini pertumbuhan ekonomi dipengaruhi oleh empat faktor, yaitu jumlah penduduk, jumlah barang modal, luas tanah dan kekayaan alam serta teknologi yang digunakan. Mereka lebih menaruh perhatiannya pada pengaruh pertambahan penduduk terhadap pertumbuhan ekonomi. Mereka asumsikan luas tanah dan kekayaan alam serta teknologi tidak mengalami perubahan. Teori yang menjelaskan keterkaitan antara pendapatan perkapita dengan jumlah penduduk disebut dengan teori penduduk optimal.

Menurut teori ini, pada mulanya pertambahan penduduk akan menyebabkan kenaikan pendapatan perkapita. Namun jika jumlah penduduk terus bertambah maka hukum hasil lebih yang semakin berkurang akan mempengaruhi fungsi produksi yaitu produksi marginal akan mengalami penurunan, dan akan mengarahkan pada keadaan pendapatan perkapita sama dengan produksi marginal.

Pada keadaan ini pendapatan perkapita mencapai nilai yang maksimal. Jumlah penduduk pada waktu itu dinamakan penduduk optimal. Apabila jumlah penduduk


(29)

terus meningkat melebihi titik optimal maka pertumbuhan penduduk berbanding terbalik terhadap nilai pertumbuhan ekonomi.

2.3.3 Teori Pertumbuhan Harrod-Domar

Teori ini dikembangkan hampir pada waktu yang bersamaan oleh Roy F. Harrod (1984) di Inggris dan Evsey D. Domar (1957) di Amerika Serikat. Mereka menggunakan proses perhitungan yang berbeda tetapi memberikan hasil yang sama, sehingga keduanya dianggap mengemukakan ide yang sama dan disebut teori Harrod-Domar. Teori ini melengkapi teori Keynes, dimana Keynes melihatnya dalam jangka pendek (kondisi statis), sedangkan Harrod-Domar melihatnya dalam jangka panjang (kondisi dinamis). Teori Harrod-Domar didasarkan pada asumsi :

a. Perkonomian bersifat tertutup.

b. Hasrat menabung (MPS = s) adalah konstan.

c. Proses produksi memiliki koefisien yang tetap (constant return to scale). d. Tingkat pertumbuhan angkatan kerja adalah konstan dan sama dengan tingkat

pertumbuhan penduduk.

Model ini menerangkan dengan asumsi supaya perekonomian dapat mencapai pertumbuhan yang kuat (steady growth) dalam jangka panjang. Asumsi yang dimaksud di sini adalah kondisi dimana barang modal telah mencapai kapasitas penuh, tabungan memiliki proposional yang ideal dengan tingkat pendapatan nasional, rasio antara modal dengan produksi (Capital Output Ratio/COR) tetap dan perekonomian terdiri dari dua sektor (Y = C + I).


(30)

Atas dasar asumsi-asumsi khusus tersebut, Harrod- Domar membuat analisis dan menyimpulkan bahwa pertumbuhan jangka panjang yang mantap (seluruh kenaikan produksi baik barang maupun jasa dapat diserap oleh pasar) hanya bisa tercapai apabila terpenuhi syarat-syarat keseimbangan sebagai berikut:

g = K = n Dimana :

g = Growth (tingkat pertumbuhan output)

K = Capital (tingkat pertumbuhan modal) n = Tingkat pertumbuhan angkatan kerja

Harrod - Domar mendasarkan teorinya berdasarkan mekanisme pasar tanpa campur tangan pemerintah. Akan tetapi kesimpulannya menunjukkan bahwa pemerintah perlu merencanakan besarnya investasi agar terdapat keseimbangan dalam sisi penawaran dan permintaan barang.

2.3.4 Teori Pertumbuhan Neo-klasik

Teori pertumbuhan neo-klasik dikembangkan oleh Robert M. Solow (1970) dan T.W. Swan (1956). Unsur-unsur yang digunakan dalam metode Sollow-Swan adalah pertumbuhan penduduk, akumulasi kapital, kemajuan teknologi, dan besarnya output yang saling berinteraksi.

Perbedaan utama dengan model Harrod-Domar adalah dimasukkannya unsur kemajuan teknologi dalam rumusannya. Selain itu, Solow-Swan menggunakan model fungsi produksi yang memungkinkan adanya substitusi antara kapital (K) dan tenaga kerja (L). Dengan demikian, syarat-syarat adanya pertumbuhan ekonomi yang baik


(31)

dalam model Solow-Swan kurang restriktif disebabkan kemungkinan substitusi antara tenaga kerja dan modal. Hal ini berarti ada fleksibilitas dalam rasio modal-output dan rasio modal-tenaga kerja.

Teori Solow-Swan melihat bahwa dalam banyak hal mekanisme pasar dapat menciptakan keseimbangan, sehingga pemerintah tidak perlu terlalu banyak mencampuri atau mempengaruhi pasar. Campur tangan pemerintah hanya sebatas kebijakan fiskal dan kebijakan moneter. Tingkat pertumbuhan berasal dari tiga sumber yaitu, akumulasi modal, bertambahnya penawaran tenaga kerja, dan peningkatan teknologi. Teknologi ini terlihat dari peningkatan skill atau kemajuan teknik, sehingga produktivitas capital meningkat. Dalam model tersebut, masalah teknologi dianggap sebagai fungsi dari waktu.

Teori neo-klasik sebagai penerus dari teori klasik menganjurkan agar kondisi selalu diarahkan untuk menuju pasar sempurna. Dalam keadaan pasar sempurna, perekonomian bisa tumbuh maksimal. Sama seperti dalam ekonomi model klasik, kebijakan yang perlu ditempuh adalah meniadakan hambatan dalam perdagangan, termasuk perpindahan orang, barang, dan modal. Harus dijamin kelancaran arus barang, modal, dan tenaga kerja, dan perlunya penyebarluasan informasi pasar. Harus diusahakan terciptanya prasarana perhubungan yang baik dan terjaminnya keamanan, ketertiban, dan stabilitas politik. Analisis lanjutan dari paham neoklasik menunjukkan bahwa untuk terciptanya suatu pertumbuhan yang mantap (steady growth ), diperlukan suatu tingkat tabungan yang tinggi dan seluruh keuntungan pengusaha diinvestasikan kembali.


(32)

2.3.5 Teori Schumpeter

Teori ini menekankan pada inovasi yang dilakukan oleh para pengusaha dan mengatakan bahwa kemajuan teknologi sangat ditentukan oleh jiwa usaha (enterpreneurship) dalam masyarakat yang mampu melihat peluang dan berani mengambil risiko membuka usaha baru, maupun memperluas usaha yang telah ada. Dengan pembukaan usaha baru dan perluasan usaha, tersedia lapangan kerja tambahan untuk menyerap angkatan kerja yang bertambah setiap tahunnya.

Didorong oleh adanya keinginan untuk memperoleh keuntungan dari inovasi tersebut, maka para pengusaha akan meminjam modal dan mengadakan investasi. Investasi ini akan mempertinggi kegiatan ekonomi suatu negara. Kenaikan tersebut selanjutnya juga akan mendorong pengusaha-pengusaha lain untuk menghasilkan lebih banyak lagi sehingga produksi agregat akan bertambah.

Selanjutnya Schumpeter menyatakan bahwa jika tingkat kemajuan suatu perekonomian semakin tinggi maka keinginan untuk melakukan inovasi semakin berkurang, hal ini disebabkan oleh karena masyarakat telah merasa mencukupi kebutuhannya. Dengan demikian, pertumbuhan ekonomi akan semakin lambat jalannya dan pada akhirnya tercapai tingkat keadaan tidak berkembang (stationary state). Namun keadaan tidak berkembang yang dimaksud di sini berbeda dengan pandangan klasik. Dalam pandangan Schumpeter keadaan tidak berkembang itu dicapai pada tingkat pertumbuhan ekonomi tinggi. Sedangkan dalam pandangan


(33)

klasik, keadaan tidak berkembang terjadi pada waktu perekonomian berada pada kondisi tingkat pendapatan masyarakat sangat rendah.

2.3.6 Teori Tahap-Tahap Pertumbuhan Ekonomi

Teori ini dimunculkan oleh Prof. W.W. Rostow yang memberikan lima tahap dalam pertumbuhan ekonomi. Analisis ini didasarkan pada keyakinan bahwa pertumbuhan ekonomi akan tercapai sebagai akibat dari timbulnya perubahan yang fundamental dalam corak kegiatan ekonomi, juga dalam kehidupan politik dan hubungan sosial dalam suatu masyarakat dan negara.

Adapun kelima tahapan tersebut adalah:

1).Tahap Masyarakat Tradisional (The Traditional Society)

Rostow mengartikan bahwa masyarakat tradisional sebagai suatu masyarakat yang:

a. Cara-cara memproduksi yang relatif primitif dan sikap masyarakat serta cara hidupnya yang sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai yang dicetuskan oleh cara pemikiran yang bukan rasional, tetapi oleh kebiasaan yang telah berlaku secara turun-temurun. Tingkat produksi yang dapat dicapai masih sangat terbatas, karena ilmu pengetahuan dan teknologi modern belum ada atau belum digunakan secara sistematis dan teratur.

b. Tingkat produksi perkapita dan tingkat produktivitas per pekerja masih sangat terbatas. Oleh sebab itu sebagian besar dari sumber-sumber daya masyarakat digunakan untuk kegiatan dalam sektor pertanian.


(34)

Dalam sektor ini struktur sosialnya sangat bersifat hierarkis, sehingga mobilitas secara vertikal dalam masyarakat sedikit sekali.

c. Kegiatan politik dan pemerintahan terdapat di daerah-daerah dipegang oleh tuan-tuan tanah yang berkuasa, dan kebijakan-kebijakan dari pemerintah pusat selalu dipengaruhi oleh pandangan tuan-tuan tanah di berbagai daerah tersebut.

2) Tahap Prasyarat Lepas Landas

Tahap ini adalah tahap sebagai suatu masa transisi pada saat masyarakat mempersiapkan dirinya ataupun dipersiapkan dari luar untuk mencapai pertumbuhan yang mempunyai kekuatan untuk terus berkembang (self-sustain growth). Pada tahap ini dan sesudahnya pertumbuhan ekonomi akan berlaku secara otomatis. Tahap prasyarat lepas landas ini dibedakan menjadi dua, yaitu:

a) Tahap prasyarat untuk lepas landas yang dicapai oleh negara-negara Eropa, Asia, Timur Tengah, dan Afrika yang dilakukan dengan merubah struktur masyarakat tradisional yang sudah ada.

b) Yang dinamakan Rostow bom free, yaitu prasyarat lepas landas yang dicapai Amerika Serikat, Kanada, Australia dan Selandia Baru, dengan tanpa harus merombak sistem masyarakat yang tradisional, karena masyarakat negara-negara itu terdiri dari emigran yang telah mempunyai sifat-sifat yang diperlukan oleh masyarakat untuk mencapai tahap prasyarat lepas landas.


(35)

Adalah suatu tahap interval dimana tahap masyarakat tradisional dan tahap prasyarat untuk lepas landas telah dilewati. Pada periode ini, beberapa penghalang pertumbuhan dihilangkan dan kekuatan-kekuatan yang menimbulkan kemajuan ekonomi diperluas dan dikembangkan, serta mendominasi masyarakat sehingga menyebabkan efektivitas investasi dan meningkatnya tabungan masyarakat.

Ciri-ciri tahap lepas landas yaitu:

a) Adanya kenaikan dalam penanaman modal investasi (yang produktif, dari 5% atau kurang, menjadi 10% dari Produk Nasional Neto). NNP=GNP-D (penyusutan).

b) Adanya perkembangan beberapa sektor industri dengan laju perkembangan yang tinggi.

c) Adanya atau terciptanya suatu kerangka dasar politik, sosial dan institusional yang akan menciptakan: Kenyataan yang membuat perluasan di sektor modern dan potensi ekonomi ekstern sehingga menyebabkan petumbuhan terus-menerus berlangsung.

4) Tahap Gerakaan ke Arah Kedewasaan (The Drive of Maturity)

Gerakan ke arah kedewasaan diartikan sebagai suatu periode ketika masyarakat secara efektif menerapkan teknologi modern dalam mengolah sebagian besar faktor-faktor produksi dan kekayaan alamnya. Ciri-ciri gerakan ke arah kedewasaan adalah:

a) Kematangan teknologi, dimana struktur keahlian tenaga kerja


(36)

b) Sifat kepemimpinan dalam perusahaan mengalami perubahan.

c) Masyarakat secara keseluruhan merasa bosan dengan keajaiban yang diciptakan oleh industrialisasi, karena berlakunya hukum kegunaan batas semakin berkurang.

5) Tahap Masa Konsumsi Tinggi.

Pada masa ini perhatian masyarakat mengarah kepada masalah-masalah yang berkaitan dengan konsumsi dan kesejahteraan masyarakat dan bukan lagi kepada masalah produksi. Leading sectors, bergerak ke arah barang-barang konsumsi yang tahan lama serta jasa-jasa. Pada periode ini terdapat tiga macam tujuan masyarakat untuk mendapatkan sumber-sumber daya yang tersedia dan dukungan politis, yaitu:

a) Memperbesar kekuasaan dan pengaruh negara tersebut ke luar negeri dan kecenderungan ini dapat berakhir pada penaklukan atas negara-negara lain.

b) Menciptakan suatu welfare state, yaitu kemakmuran yang lebih merata kepada pendukungnya dengan cara mengusahakan terciptanya pembagian pendapatan yang lebih merata melalui sistem perpajakan yang progresif, dalam sistem perpajakan seperti ini makin besar pendapatan maka makin besar pajaknya.

c) Mempertinggi tingkat konsumsi masyarakat di atas konsumsi dasar yang sederhana atas makanan, pakaian, rumah keluarga secara terpisah dan juga barang-barang konsumsi tahan lama serta barang-barang mewah.


(37)

2.4. Penelitian Terdahulu

Dewi (2008) melakukan penelitian dengan judul: Pengaruh alih fungsi lahan sawah terhadap produksi tanaman pangan di Kabupaten Badung. Metode yang digunakan dengan menggunakan analisis regresi log linear. Hasil penelitian menunjukkan bahwa alih fungsi lahan sawah sangat bergantung pada banyak faktor misalnya terjadinya pembanguan fisik seperti perkantoran, jalan, perumahan dll. Luas lahan sawah nyata berpengaruh terhadap peningkatan produksi total tanaman padi,sedangkan luas sawah yang beralih ke non sawah belum dapat membuktikan pengaruh produksi padi secara total di Kabupaten Badung. Hasil ini di dukung oleh hasil uji statistik yang signifikan pada tingkat signifikansi 5%.

Irawan dan Friyatno (2001). Melakukan penelitian dengan judul Dampak konversi lahan sawah di jawa terhadap produksi beras dan kebijakan pengendaliannya. Metode yang dilakukan dengan menggunakan analisis Model regresi linear. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Secara umum konversi lahan sawah banyak terjadi di Provinsi atau Kabupaten yang memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi dan jumlah penduduk yang relatif tinggi. Konversi lahan sawah cenderung menunjukkan penurunan produksi per satuan lahan yang semakin besar, sedangkan percetakan sawah cenderung menunjukkan peningkatan produksi per satuan lahan yang semakin kecil.


(38)

Afriani (2009) melakukan penelitian dengan judul; Analisis pengaruh beberapa variable terhadap alih fungsi lahan perkebunan di Kota Semarang (kasus di PT. karyadeka alam lestari). Metode yang dilakukan menggunakan analisis Metode kuadrat terkecil biasa atau ordinary least square (OLS). Hasil penelitian menun jukkan bahwa dari jumlah variable independen yang ada seperti produktivitas lahan, harga lahan, jumlah penduduk, PDRB, serta PDRB per kapita hanya jumlah PDRB perkapita berpengaruh nyata terhadap alih fungsi lahan, sedangkan variabel lainnya tidak berpengaruh nyata terhadap alih fungsi lahan.

2.5. Kerangka Konseptual

Dari beberapa teori yang telah diuraikan pada kerangka teori maka langkah selanjutnya mermuskan kerangka konsep sebagai hasil dari suatu pemikiran rasional yang bersifat kritis dalam memperkirakan kemungkinan hasilpenelitian yang akan dicapai (Nawawi, 1995 :40). Konsep adalah penggambaran fenomena yang hendak diteliti, yakni istilah dan definisi yang akan digunakan untuk menggambarkan secara abstrak kejadian, keadaan, kelompok, atau individu yang menjadi pusat perhatian ilmu social (Singarimbun, 1995: 33).

Maka kerangka konsep yang akan diteliti adalah:

• Menganalisis factor-faktor yang mempengaruhi Pemerintah Kota


(39)

• Menganalisis laju konversi lahandari data konversi lahan yang diperoleh dari Kecamatan untuk menjawab tujuan pertama dalam penelitian ini.

• Melakukan analisis keterkaitan harga lahan terhadap dampak

pembangunan di daerah pemukiman.

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual

2.6. Hipotesis

Hipotesis merupakan personal yang sangat penting dimana hipotesis dimaksud merupakan petunjuk di dalam pengumpulan data yang diperlukan, disamping itu biasa digunakan sebagai alat untuk menghubungkan penyelidikan-penyelidikan yang bersangkutan dengan permasalahan. Berdasarkan permasalahan di atas penulis mencoba mengemukakan hipotesis sebagai berikut: Konversi lahan

Kesejahteraan Ekonomi

(Pendapatan)

Konversi Lahan

Pertanian


(40)

berpengaruh positif terhadap kesejahteraan ekonomi (pendapatan) di Kecamatan Batunadua.


(41)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data yang didapat dari sumber pertama seperti hasil dari wawancara atau hasil pengisian kuesioner yang biasanya dilakukan oleh peneliti (Umar, 2005). Data primer diperoleh dengan melakukan wawancara pada yang melakukan usahatani di kawasan perumahan Seroja dan pemilik atau penghuni rumah di perumahan Seroja serta tokoh masyarakat dan pejabat pemerintahan.

Data sekunder merupakan data primer yang telah diolah lebih lanjut dan disajikan baik oleh pihak pengumpul data primer atau oleh pihak lain misalnya dalam bentuk tabel-tabel atau diagram-diagram (Umar, 2005). Data sekunder diperlukan untuk melengkapi hasil wawancara, meliputi administrasi kelurahan, data statistik kelurahan, internet, dan data relevan lain untuk penelitian ini. Data sekunder diperoleh dari berbagai instansi terkait seperti Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Kota Padangsidimpuan, Kantor Pemerintahan Kecamatan Batunadua, Kantor Kelurahan Batunadua Jae dan Kelurahan Tenggara, instansi-instansi terkait serta studi literatur.


(42)

Penelitian lapangan dilakukan dimulai pada pertengahan bulan Juni 2014 hingga selesai. Daerah penelitian dilaksanakan di kawasan Kecamatan Batunadua, Provinsi Sumatera Utara. Pemilihan Kecamatan Batunadua sebagai lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) berdasarkan penggunaan lahan di lokasi tersebut.

3.3. Populasi dan Sampel

Keberhasilan dalam pengumpulan data merupakan syarat bagi keberhasilan suatu penelitian. Sedangkan keberhasilan dalam pengumpulan data tergantung pada metode yang digunakan. Berkaitan dengan hal tersebut maka pengumpulan data diperukan guna mendapatka data-data yang biyektif dan lengkap sesuai dengan permasalahn yang diambil. Metode pengumpulan data merupakaan suatu cara untuk memperoleh kenyataan yang mengungkapkan data-data yang diperlikan dalam suatu penelitian. Dalam pengumpulan data yang diperlukan dalam penelitian ini digunakan metode dokumentasi, yaitu suatu cara memperoleh data atau informasi tentang hal-hal yang ada kaitanya dengan penelitian dengan jalan melihat kembali laporan tertulis yang lalu, baik berupa angka maupun keterangan (Arikunto 1998: 131).

Populasi pada penelitian ini merupakan petani yang melakukan usahatani di sekitar perumahan Seroja dan pemilik atau penghuni rumah di perumahan Seroja. Populasi merupakan totalitas dari semua objek atau individu yang memiliki karakteristik tertentu, jelas dan lengkap yang akan diteliti (Hasan, 2002). Penelitian yang telah dilaksanakan mengambil 50 responden yang berasal dari petani dan pemilik atau penghuni rumah di sekitar perumahan Seroja. Responden yang diambil


(43)

dari masing-masing populasi tersebut berjumlah 25 orang untuk mendapatkan perbandingan yang proporsional antar populasi.

Penentuan jumlah sampel responden sebanyak 25 orang berdasarkan atas standar minimal penelitian survei yaitu berdasarkan pada populasi menyebar normal. Sampel merupakan bagian dari populasi yang diambil melalui cara-cara tertentu yang juga mewakili karakteristik tertentu, jelas dan lengkap yang dianggap bisa mewakili populasi (Hasan, 2002).

Pengambilan data primer dilakukan melalui wawancara dan kuesioner kepada responden, pihak pemerintah dan tokoh masyarakat. Responden merupakan pihak yang memberikan keterangan mengenai diri dan keluarganya dengan informasi yang dibutuhkan untuk menjawab permasalahan penelitian. Responden pada populasi pertama merupakan petani yang setelah pembangunan perumahan Seroja masih melakukan pengolahan lahan dan memanfaatkan hasil dari lahan produktif yang tidak dibebaskan atau tidak terkonversi di sekitar kawasan perumahan Seroja. Responden pada populasi pertama digunakan untuk menghitung usahatani yang berlangsung pada saat penelitian berjalan.

Hasil wawancara dan kuesioner pada responden petani yang tidak terkonversi juga digunakan untuk mendapatkan gambaran mengenai jumlah produksi dan penerimaan petani yang hilang akibat pembangunan perumahan Seroja dengan asumsi bahwa rata-rata produktifitas lahan pertanian yang saat ini masih berjalan sama dengan produktifitas pada lahan yang terkonversi. Responden dari populasi kedua merupakan pemilik atau penghuni rumah yang berada di perumahan Seroja.


(44)

3.4. Metode Pengolahan dan Analisis data

Konversi lahan pertanian yang terjadi di Kecamatan batunadua untuk pembangunan perumahan Seroja dalam penelitian ini akan dilihat dari dua sisi. Pertama, konversi lahan pertanian yang terjadi disebabkan oleh adanya factor kebijakan pemerintah yang mendorong terjadinya konversi.Kedua, konversi lahan pertanian yang terjadi menimbulkan berbagai macam dampak yang dirasakan oleh petani maupun bagi kawasan sekitarnya. Dampak-dampak yang akan dianalisis dalam penelitian ini antara lain hilangnya produksi padi, hilangnya penerimaan petani dan terjadinya perubahan nilai land rent antara sebelum dan sesudah terjadinya konversi.

3.5. Teknik Analisis

Pengambilan data pada petani yang lahannya tidak terkonversi dan pemilik atau penghuni rumah di perumahan Seroja dilakukan secara purposive sampling. Teknik purposive sampling dalam pengambilan sampel petani yang tidak terkonversi berdasarkan kriteria petani yang melakukan usahatani pada lahan pertanian di sekitar kawasan perumahan Seroja. Sedangkan sampel pemilik rumah dilakukan berdasarkan kriteria pemilik atau penghuni yang sudah menempati rumah di perumahan Seroja.

Purposive sampling merupakan bentuk sampling nonpropability. Teknik pengambilan sampel pada sampling tidak acak menyebabkan setiap elemen dari populasi yang akan diteliti tidak memiliki kesempatan yang sama untuk dipilih


(45)

sebagai sampel. Salah satu kelemahan dari sampling tidak acak adalah hasil dari sampling ini memiliki sifat subjektif. Penelitian yang telah dilaksanakan menggunakan metode sampling nonpropability dikarenakan jumlah masing-masing populasi yang akan diteliti tidak dapat ditentukan secara pasti.

3.6. Analisis dan Pembahasan

3.6.1. Analisis uji beda rata-rata

Dampak konversi lahan pertanian terhadap tingkat kesejahteraan masyarakat di Kecamatan Batunadua, maka yang dianalisis adalah perbedaan pendapatan masyarakat sebelum dan sesudah mengkonversi lahan pertanian, yaitu: Sebagai berikut:

t = |Y�2− Y�1 ��2 1

�1+ 1 �2

Dimana: Y

�1 = rata-rata kondisi kesejahteraan masyarakat sebelum terjadinya konversi lahan pertanian

Y

�2 = rata-rata kondisi kesejahteraan masyarakat sesudah terjadinya konversi lahan pertanian

�2 = Varians gabungan

n = banyak sampel


(46)

3.6.2. Uji t (Uji Parsial)

Pengujian ini dimaksudkan untuk mengetahui seberapa jauh pengaruh variabel independen secara parsial (individual) menerangkan variasi dependen. Kriteria pengujiannya adalah :

a. H0: βi = 0 artinya variabel independen secara parsial tidak

berpengaruh positif dan signifikan dari variabel bebas terhadap variabel terikat.

b. Ha : βi ≠ 0 artinya secara parsial terdapat pengaruh yang secara

signifikan dari variabel bebas terhadap variabel terikat. Ketentuan:

H0 diterima jika thitung < ttabel pada α = 5%

Haditerima jika thitung > ttabel pada α = 5% 3.7. Batasan Operasional

Untuk mengarahkan dan menghindari salah pengertian dalam pelaksanaan penelitian ini, maka dibuat batasan operasional. Khusus untuk dampak sebelum dan sesudah terjadinya konversi lahan pertanian.

3.8. Defenisi Operasional

1. Konversi Lahan ( )

Konversi lahan adalah perubahan fungsi sebagian atau seluruh kawasan lahan dari fungsinya semula (seperti yang direncanakan) menjadi fungsi lain yang


(47)

membawa dampak negatif ( masalah ) terhadap lingkungan dan potensi lahan tersebut.

2. Kesejahteraan (Y)

Kegiatan pembangunan yang dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat baik dari segi ekonomi maupun sosial.

Tabel 3.1

Defenisi Operasional Variabel

No. Variabel Defenisi Operasional Indikator Pengukuran 1). Dampak

sebelum

Perubahan pertumbuhan

ekonomi dan sosial ditengah masyarakat sebelum adanya aktivitas pertambangan Kesejahteraan masyarakat Skala Rasio

2). Dampak sesudah

Perubahan pertumbuhan

ekonomi dan sosial ditengah masyarakat sesudah adanya aktivitas pertambangan Kesejahteraan masyarakat Skala Rasio

3). Kesejahtera -an masyarakat Kegiatan pembangunan yang dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat 1. Ekonomi 2. Sosial Skala Rasio


(48)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum

Gambar 4.1 Peta wilayah kecamatan Batunadua Kota Padangsidimpuan

Kota padangsidimpuan merupakan hasil penggabungan dari 5 (lima) Kecamatan yaitu kecamatan Padangsidimpuan Utara, Padangsidimpuan Selatan, Padangsidimpuan Tenggara, Kecamatan Hutaimbaru dan Kecamatan Batunadua yang sebelumnya masuk wilayah Kabupaten Tapanuli Selatan. Kota Padangsidimpuan dikelilingi oleh kabupaten Tapanuli Selatan, jadi semua wilayah berbatasan dengan Kabupaten tersebut. Luas wilayah Kota Padangsidimpuan adalah 146,85 km


(49)

Berikut jumlah desa yang ada di kecamatan batunadua adalah sebagai berikut:

Tabel 4.1 Jumlah Desa yang ada di Kecamatan Batunadua

No Desa

1 Kel. Batunadua Jae

2 Kel. Batunadua Julu

3 Purwodadi

4 Gunung Hasahatan

5 Ujung Gurap

6 Aek Tuhul

7 Baruas

8 Siloting

9 Aek Bayur

10 Pudun Jae

11 Pudun Julu

12 Batang Bahal

13 Aek Najanji

14 Simirik

15 Bargot Topong

Sumber:Kantor Kecamatan Batunadua (2014)

4.2. Penduduk

Di Kecamatan Batunadua sebagian penduduk adalah suku Batak 65%, suku Jawa 26%, suku Nias 5% dan 4% suku lainnya. Jumlah penduduk sebesar 20.106 jiwa, yang terdiri dari laki-laki 9.256 dan perempuan 10.850 jiwa dengan perinci sebagai berikut :


(50)

Tabel 4.2.

Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin

No. Desa

Jumlah Penduduk

Jumlah KK

L P Jumlah

1 Kel.Batunadua Jae 2,901 2,880 5,781 1,308 2 Kel.Batunadua Julu 891 894 1,785 403

3 Purwodadi 447 439 886 228

4 Gunung Hasahatan 173 173 346 86

5 Ujung Gurap 353 401 754 170

6 Aek Tuhul 627 589 1,216 281

7 Baruas 323 323 646 158

8 Siloting 345 366 711 173

9 Aek Bayur 397 347 744 165

10 Pudun Jae 1,106 2322 3,428 499

11 Pudun Julu 307 260 567 131

12 Batang Bahal 398 347 745 168

13 Aek Najanji 61 49 110 23

14 Simirik 470 1,028 1,498 240

15 Bargot Topong 457 432 889 251

Jumlah 9.56 10.850 20.106 4.284

4.3. Sarana Dan Prasarana

Sampai saat ini data untuk sarana pendidikan yang terbesar di Kecamatan Batunadua sebanyak 9 unuit, Diantaranya yaitu untuk tingkat SD negeri maupun swasta berjumlah 6 unit dan untuk tingkat SMP berjumlah 3 unit.

Tabel 4.3. Jumlah sekolah di Kecamatan Batunadua

No. Desa SD SMP Negeri Jumlah

Sekolah

Negeri Swasta

1 Batunadua Jae 3 2 2 7


(51)

3 Pudun Jae 1 0 1 2

Jumlah 6 3 4 13

Sumber : Kantor Kecamatan Batunadua (2014)

Selain sarana pendidikan ada pula sarana yang lain guna mendukung tingkat kesejahteraan ekonomi masyarakat di Kecamatan Batunadua antara lain sebagai berikut:

Tabel 4.4 Sarana Prasarana

No Keterangan Jumlah

1 Pendidikan SD Negeri 6

SD Swasta 3

SMP Negeri 4

2 Rumah Ibadah Masjid 4

Gereja 12

3 Sarana Pelayan Masyarat Puskesmas 14

Kantor Camat 1

Kantor Polsek 1

Sumber : Kantor Kecamatan Batunadua

4.4. Angkatan Darat

Jalan Merupakan prasaran pengangkutan yang penting untuk menlancarkan dan mendorong kegiatan perekonomian. Semakin meningkatnya usaha pembangunan menuntut pula peningkatan pembangunan jalan untuk memudahkan mobilitas penduduk dan memperlancar lalu lintas barang dari suatu daerah ke daerah lain.


(52)

Panjang jalan di kota Padangsidimpuan pada tahun 2010 terdiri dari 19 km jalan Negara ; 7,40 km jalan provinsi ; 351,72 km jalan kota, dan tidak ada status jalan desa. Panjang jalan kota menurutt jenis permukaannya terdiri dari 288,64 km jalan tanah dan sisanya sebanyak 32,58 km tidak dirinci. Sedangkan apabila dibedakan menurut kondisi jalan terdiri dari 155,73 km kondisi baik, 100,83 km kondisi sedang, 52,57 km kondisi rusak, 32,59 km tidak dirinci ; serta tidak ada yang dalam kondisi rusak berat. Untuk memenuhi transportasi darat hanya tersedia satu jenis angkatan darat, yaitu kenderaan bermotor (sumber : Badan Pusat Statistik Kota Padangsidimpuan 2010.

4.5. Karakteristik Responden

Berikut ini diuraikan beberapa karakteristik responden, yaitu jenis kelamin, umur, pendidikan, dan pekerjaan.

1. Berdasarkan jenis kelamin, jumlah responden dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel berikut (Tabel 4.6).

Tabel 4.5..

Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

No. Jenis Kelamin Jumlah (Orang) %

Laki-laki 28 44,0

Perempuan 22 56,0

Jumlah 50 100,0

Sumber: Data primer diolah, 2014.

Berdasarkan jenis kelamin diketahui bahwa sebagian besar responden 44 % adalah laki-laki dan selebihnya sebanyak 56 % adalah perempuan. Hal ini


(53)

berhubungan dengan kedudukan laki-laki dalam keluarga sehingga lebih diutamakan dalam memberikan informasi. Demikian juga halnya dalam sumber pendapatan keluarga, laki-laki memegang peranan penting sebagai kepala keluarga.

2. Berdasarkan umur, jumlah responden dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel berikut (Tabel 4.10).

Tabel 4.6.

Karakteristik Responden Berdasarkan Umur

No. Umur Jumlah (Orang) %

1. ≤ 30 5 10,0

2. 31-35 4 8,0

3. 36-40 7 14,0

4. 41-45 7 14,0

5. 46-50 17 34,0

6. ≥50 10 20,0

Jumlah 50 100,0

Sumber: Data primer diolah, 2014.

Berdasarkan umur diketahui bahwa sebagian besar responden 34 % adalah kelompok umur 46-50 tahun, kemudian umur ≥50 tahun sebesar 20%, umur 36-40 dan 41-45 tahun sebanyak 14 %, umur ≤ 30 tahun sebanyak 10 %, dan umur 31-35 sebanyak 8 %. Hal ini menunjukkan bahwa responden masih dalam batas usia produktif.

3. Berdasarkan pendidikan yang pernah ditempuh, jumlah responden dalam

penelitian ini dapat dilihat pada tabel berikut (Tabel 4.11):


(54)

Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan

No. Pendidikan Jumlah (Orang) %

1. SD/Sederajat 5 10

2. SMP/Sederajat 13 26

3. SMA/Sederajat 23 46

4. Sarjana 9 18

Jumlah 50 100,0

Sumber: Data primer diolah, 2014.

Berdasarkan pendidikan terakhir diketahui bahwa sebagian besar responden 46% adalah berpendidikan setingkatan SMA/Sederajat, kemudian sebanyak 26 % berpendidikan setingkatan SMP/Sederajat, setingkatan SD/Sederajat sebanyak 10%, dan Sarjana sebanyak 18%. Dimana kebanyakan dari yang tingkat pendidikan SMA dan SMP pada umumnya adalah yang bekerja sebagai petani dan wiraswata.

4. Berdasarkan pekerjaan yang menjadi sumber pendapatan utama, jumlah responden dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel berikut (Tabel 4.12):

Tabel 4.8.

Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan

No. Pekerjaan Jumlah (Orang) %

1. Petani 20 40

2. PNS 14 28

3. Wiraswata 9 18

4. Lain-lainnya 7 14

Jumlah 50 100,0

Sumber: Data primer diolah, 2014.

Berdasarkan pekerjaan diketahui bahwa sebagian besar responden 40% adalah sebagai petani. Hal ini sesuai dengan Kecamatan Batunadua adalah kawasan lahan pertanian dimana sebagian dari masyarakat mata pencahariannya


(55)

dari sektor bertani, baik pertanian tanaman pangan maupun perkebunan.. Selanjutnya PNS sebanyak 28 %, Kemudian wiraswasta sebanyak 18 % dan lain-lainnya sebanyak 14% baik yang bekerja sebagai tukang becak, supir angkot, dan mengurus rumah tangga..

4.6. Distribusi Jawaban Responden Atas Dampak Keberadaan Konversi Lahan Terhadap Pendapatan Masyarakat

4.6.1. Tingkat Pendapatan Masyarakat Sebelum Terjadi Konversi Lahan

Penjelasan responden atas tingkat pendapatan masyarakat sebelum terjadi konversi lahan terlihat sebagai berikut.

1. Distribusi Jawaban Responden Yang Mengkonversi Lahan

Tabel 4.9.

Tingkat Pendapatan Masyarakat Sebelum Terjadi Konversi Lahan (Distribusi Jawaban Responden Yang Mengkonversi Lahan)

No. Responden

Skor (%)

Total

SB B BS KB TB

1. 2 -

2. 1 -

3. 2 -

4. 4 -


(56)

Sumber: Data primer diolah, 2014.

Keterangan: SB = Sangat Baik; B = Baik, BS = Biasa Saja; KB = Kurang Baik; TB = Tidak Baik.

6. 4 -

7. 3 -

8. 3 -

9. 3 -

10. 3 -

11. 2 -

12. 2 -

13. 2 -

14. 2 -

15. 1 -

16. 4 -

17. 3 -

18. 2 -

19. 2 -

20. 2 -

21. 2 -

22. 3 -

23. 2 -

24. 2 -

25. 2 -


(57)

Dari keterangan yang diperoleh atas rekapitulasi jawaban dari 25 responden yang mengkonversi lahan pada tabel diatas dapat dijelaskan bahwa sebanyak 20 responden yang menyatakan biasa saja (BS) dan kurang baik (KB) pada pernyataan “tingkat pendapatan masyarakat sebelum terjadi konversi lahan”. Dimana dari 20 responden tersebut adalah pembeli yang berasal dari luar kota yang menjadi warga pendatang. Tapi ada juga beberapa petani yang setuju dengan adanya konversi lahan karna dengan menjual lahannya mereka mendapat modal karna harga jual tanah yang tinggi untuk beralih profesi seperti berdagang ataupun membeli tanah ditempat lain yang lebih murah sehingga mereka mendapat untung.

2. Distribusi Jawaban Responden Yang Tidak Mengkonversi Lahan

Tabel 4.10.

Tingkat Pendapatan Masyarakat Sebelum Terjadi Konversi

Lahan (Distribusi Jawaban Responden Yang Tidak Mengkonversi Lahan)

26. 3 -

27. 3 -

28. 4 -

29. 4 -

30. 3 -

31. -

32. 4 -

33. 4 -


(58)

Sumber: Data primer diolah, 2014.

Keterangan: SB = Sangat Baik; B = Baik, BS = Biasa Saja; KB = Kurang Baik; TB = Tidak Baik.

Dari keterangan yang diperoleh atas rekapitulasi jawaban dari 25 responden yang tidak mengkonversi lahan pada tabel diatas dapat dijelaskan bahwa sebanyak 23 responden yang menyatakan baik (B) dan biasa saja (BS) pada pernyataan “tingkat

35. 3 -

36. 4 -

37. 4 -

38. 4 -

39. 4 -

40. 4 -

41. 4 -

42. 4 -

43. 3 -

44. 5 -

45. 4 -

46. 4 -

47. 4 -

48. 3 -

49. 3 -

50. 4 -


(59)

pendapatan masyarakat sebelum terjadi konversi lahan”. Dimana dari 23 responden tersebut beranggapan bahwa pembangunan dengan mengkonversi lahan pertanian akan memiliki efek negatif bagi lingkungan.

4.6.2. Tingkat Pendapatan Masyarakat Sesudah Terjadi Konversi Lahan

Penjelasan responden atas tingkat pendapatan masyarakat sesudah terjadi konversi lahan terlihat sebagai berikut.

1. Distribusi Jawaban Responden Yang Mengkonversi Lahan

Tabel 4.11.

Tingkat Pendapatan Masyarakat Sesudah Terjadi Konversi Lahan (Distribusi Jawaban Responden Yang Mengkonversi Lahan)

No. Responden

Skor (%)

Total

SB B BS KB TB

1. 4 -

2. 4 -

3. 4 -

4. 4 -

5. 4 -

6. 4 -

7. 4 -


(60)

Sumber: Data primer diolah, 2014.

Keterangan: SB = Sangat Baik; B = Baik, BS = Biasa Saja; KB = Kurang Baik; TB = Tidak Baik.

Dari keterangan yang diperoleh atas rekapitulasi jawaban dari 25 responden yang mengkonversi lahan pada tabel diatas dapat dijelaskan bahwa sebanyak 25

9. 4 -

10. 4 -

11. 4 -

12. 4 -

13. 4 -

14. 4 -

15. 5 -

16. 5 -

17. 4 -

18. 4 -

19. 4 -

20. 5 -

21. 4 -

22. 4 -

23. 4 -

24. 4 -

25. 4 -


(61)

responden menyatakan baik (B) dan sangat baik (SB) pada pernyataan “tingkat pendapatan masyarakat sesudah terjadi konversi lahan”. Ini sesuai dengan meningkatnya konversi lahan pertanian ke penggunaan lahan non pertanian di Kecamatan Batunadua menyebabkan adanya pergeseran struktur ekonomi msyarakat dari sektor pertanian menuju ke sector perdagangan dan jasa.

2. Distribusi Jawaban Responden Yang Tidak Mengkonversi Lahan

Tabel 4.12.

Tingkat Pendapatan Masyarakat Sesudah Terjadi Konversi

Lahan (Distribusi Jawaban Responden Yang Tidak Mengkonversi Lahan)

26. 2 -

27. 1 -

28. 2 -

29. 1 -

30. 1 -

31. 2 -

32. 2 -

33. 2 -

34. 2 -

35. 2 -

36. 2 -

37. 2 -


(62)

Sumber: Data primer diolah, 2014.

Keterangan: SB = Sangat Baik; B = Baik, BS = Biasa Saja; KB = Kurang Baik; TB = Tidak Baik.

Dari keterangan yang diperoleh atas rekapitulasi jawaban dari 25 responden yang tidak mengkonversi lahan pada tabel diatas dapat dijelaskan bahwa sebanyak 24 responden yang menyatakan kurang baik (KB) dan tidak baik (TB) pada pernyataan “tingkat pendapatan masyarakat sesudah terjadi konversi lahan”. Ini sesuai dengan konversi lahan pertanian akan menyebabkan hilangnya kesempatan lahan pertanian tersebut untuk memproduksi pangan sebagai komoditas utama yang dihasilkan dari lahan pertanian (sawah). Terjadinya perubahan kepemilikan lahan pertanian yang

39. 2 -

40. 1 -

41. 4 -

42. 2 -

43. 2 -

44. 2 -

45. 1 -

46. 2 -

47. 1 -

48. 2 -

49. 1 -

50. 2 -


(63)

paling menonjol adalah semakin banyaknya petani jengkel dengan penguasaannya semakin sempit bahkan tidak mempunyai lahan untuk mengolah pertanian.

4.7. Hasil Uji beda rata-rata

Analisis yang dipakai adal

Pengaruh Konversi Lahan Pertanian Terhadap Tingkat

Kesejahteraan Ekonomi Masyarakat Kecamatan Batunadua Kota Padangsidimpuan maka yang di analisis adalah variabel sebelum dan sesudah adanya konversi lahan.

Tabel 4.13. T-Test

One-Sample Test

Test Value = 0

T Df Sig. (2-tailed) Mean

Difference

95% Confidence Interval of the Difference

Lower Upper

Sebelum 2.152 3 .098 29.40000 -8.5226 67.3226

Sesudah 1.783 3 .149 29.60000 -16.4974 75.6974

Sumber: Data Primer diolah, 2014.

Berdasarkan uji beda rata-rata dengan menggunakan uji t (Tabel 4.15), diperoleh nilai signifikansi 0,98 (sebelum) dan 0,149 (sesudah) yang berarti terdapat perbedaan yang signifikan pada kedua variabel tersebut. Dimana terjadinya peningkatan atas variabel sebelum dan sesudah adanya konversi lahan.


(64)

4.8. Uji t (Uji Parsial)

Pengujian ini dimaksudkan untuk mengetahui seberapa jauh pengaruh positif dan signifikan konversi lahan terhadap kesejahteraan masyarakat yang terdiri dari 2 (dua) variabel yaitu sebelum dan sesudah adanya koversi lahan. Kriteria pengujiannya adalah:

c. H0: βi = 0 artinya secara parsial konversi lahan tidak berpengaruh positif dan

signifikan terhadap Kesejahteraan masyarakat.

d. Ha : βi ≠ 0 artinya secara parsial terdapat pengaruh konversi lahan yang secara

signifikan dari variabel bebas terhadap kesejahteraan masyarakat. Ketentuan:

H0 diterima jika thitung < ttabel pada α = 5%

Haditerima jika thitung > ttabel pada α = 5%

Hasil pengujiannya adalah:

Tingakat kesalahan (α = 5%) dan derajat kebebasan (df) = (n-k)

n = jumlah sampel yaitu 55 responden

k = jumlah variabel yang digunakan yaitu 5, maka nilai Ttabel 5% (50).

Konversi lahan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kesejahteraan masyarakat. Hal ini terlihat dari nilai signifikans (0.000 < 0,05) yaitu:


(65)

1. Sebelum konversi lahan

Nilai Thitung, yaitu 2.152 > 2.010 yang artinya H0 diterima yang berarti

konversi lahan tidak berpengaruh terhadap tingkat kesejahteraan masyarakat. 2. Sesudah konversi lahan

Nilai Thitung, yaitu 1.783 < 2.010 yang artinya Ha diterima yang berarti

konversi lahan berpengaruh terhadap tingkat kesejahteraan masyarakat.

4.9. Hasil Penelitian

Sebanyak 35.222 unit dengan luas lahan 332,87 ha. Oleh karena itu, penggunaan lahan untuk perumahan sampai tahun 2014 dialokasikan seluas 332,87 ha. Sehingga penggunaan lahan untuk perumahan keseluruhan padan tahun 2014 seluas 8.526,35 ha. Peningkatan jumlah penduduk kota Padangsidimpuan menjadi salah satu alasan pemerintah Kota padangsidimpuan memberikan perizinan pembangunan perumahan baru. Alasan tersebut tidak sepenuhnya tepat karena dengan adanya pembangunan perumahan menarik minat pembeli yang berasal dari dalam dan luar kota Padangsidimpuan. Pembeli yang berasal dari luar kota akan menjadi warga pendatang, sehingga pembangunan perumahan yang dikembangkan di kota menjadi salah satu faktor penyebab pertambahan jumlah penduduk akibat adanya warga pendatang yang membeli rumah di Kota Padangsidimpuan.


(66)

Pembangunan dengan mengkonversi lahan pertanian akan memiliki efek negatif bagi lingkungan. Hilangnya lahan resapan air akan mengakibatkan terjadinya banjir, berkurangnya aliran air dalam tanah dan lain sebagainya. Berdasarkan hasil wawancara dengan masyarakat sekitar perumahan seroja dan petani yang melakukan usaha tani di sekitar perumahan tersebut menyatakan bahwa dampak lingkungan seperti banjir dan berkurangnya air sumur dialami pada saat penelitian dilaksanakan. Sebagian petani menyatakan bahwa aliran air irigasi bagi lahan pertanian terganggu. Hal ini terjadi dikarenakan pembangunan pemukiman masih dalam tahap awal sehingga lahan kosong yang belum dibangun menjadi pemukiman masih cukup luas.

Pembangunan dengan mengkonversi sebagian dari lahan pertanian di kawasan pertanian Kecamatan Batunadua telah menghilangkan fungsi dari lahan tersebut sebagai satu kesatuan. Hilangnya lahan pertanian pada bagian hulu air irigasi berpengaruh terhadap lahan pertaian pada bagian hilir aliran air irigasi tersebut. Terganggunya aliran air akibat pembangunan perumahan telah merubah fungsi lahan pertanian pada lahan di bagian hilir dari aliran irigasi. Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak kecamatan, terdapat 2 ha lahan pertanian yang terganggu aliran air irigasinya. Lahan pertanian yang terganggu aliran air irigasinya tersebut kemudian dialihfungsikan oleh pemilik lahan menjadi tegalan. Konversi lahan pertanian pada bagian hulu aliran air irigasi yang mengaliri suatu kawasan pertanian secara tidak langsung telah menghilangkan manfaat yang dapat diperoleh dari lahan pertanian secara tidak langsung telah menghilangkan manfaat yang diperoleh dari lahan


(67)

pertanian pada bagian hilirnya. Lahan pertanian yang berada di bagian hilir air irigasi tidak dapat mengakses air seperti biasanya sehingga lahan pertanian menjadi kesulitan air dan kering. Lahan pertanian yang pada awalnya ditanami padi kemudian diganti dengan komoditi sayur-sayuran seperti buncis, jagung, dan wortel.

Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa petani yang telah mengalihfungsikan lahan pertaniannya menjdi lahan perkebunan diakui bahwa dengan hilangnya akses terhadap akses terhadap air irigasi telah menyebabkan petani kesulitan dalam melakukan usahatani padi maupun tegalan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa dengan adanya konversi lahan pertanian yang terkonversi juga telah menghilangkan manfaat pada lahan pertanian di sekitar kawasan pertanian yang terkonversi terutama pada lahan pertanian di bagian hilir aliran irigasi.

Dampak lingkungan yang terjadi sebagai akibat konversi lahan dianalisis dengan menggunakan analisis perubahan penerimaan yang diperoleh petani antara penerimaan usahatani yang dilakukan sebelum konversi lahan dengan usahatani tegalan setelah terjadinya konversi lahan. Selisih pendapatan yang diperoleh petani ketika melakukan usahatani padi dan tegalan merupakan kerugian atau keuntungan yang ditanggung oleh petani sebagai dampak adanya konversi lahan. Selisih penerimaan petani yang hilang dihitung bagian penerimaan yang hilang.


(68)

Padi merupakan bagian dari kehidupan masyarakat Indonesia sehingga tidak dapat dipungkiri bahwa komoditas ini mampu mempengaruhi politik maupun ekonomi bangsa. Pengalihan fungsi lahan pertanian menjadi bentuk lainnya merupakan salah satu masalah yang dihadapi dalam sector pertanian menjadi bentuk lainnya merupakan salah satu masalah yang dihadapi dalam sector pertanian pada saat sekarang ini. Konversi lahan pertanian akan menyebabkan hilangnya kesempatan lahan pertanian tersebut untuk memproduksi pangan sebagai komoditas utama yang dihasilkan dari lahan pertanian (sawah). Setelah lahan pertanian dikonversi hampir tidak mungkin lahan tersebut dapat kembali lagi menjadi lahan pertanian.

Hilangnya produksi padi dari lahan yang terkonversi dan lahan pertanian yang terganggu aliran air irigasinya pada penelitian yang telah dilaksanakan dihitung dengan menggunakan estimasi dari jumlah produksi padi pada lahan pertanian yang masih berada di sekitar perumahan. Perhitungan ini menggunakan asumsi bahwa tingkat kesuburan lahan dan usahatani pada lahan pertanian di sekitar kawasan perumahan tersebut. Asumsi tingkat kesuburan antara lahan yang dikonversi dan lahan pertanian di sekitar kawasan perumahan dijelaskan melalui tingkat produkifitas lahan.

Produktivitas lahan merupakan perbandingan antara jumlah produksi padi (kg) yang mampu dihasilkan dalam setahun dibandingkan dengan luasan lahan yang digunakan untuk memproduksi padi tersebut ( ). Nilai produktifitas lahan pertanian yang berada di sekitar kawasan perumahan diperoleh dengan menghitung


(69)

produktifitas rata-rata dari seluruh responden petani. Produktifitas rata-rata responden diperoleh dari penjumlahan nilai produktifitas responden dibandingkan dengan jumlah responden. Hasil perhitungan produktifitas lahan (kg per per tahun) dari lahan pertanian di sekitar perumahan diperoleh rata-rata produktifitas lahan sebesar 1,10 kg per per tahun. Nilai ini menunjukkan bahwa dengan luas lahan sebesar 100 akan dihasilkan padi sebanyak 110 kg dalam setahun.

Pengolahan padi menjadi beras dilakukan dengan digiling di mesin penggilingan padi. Pengolahan padi menjadi beras berdasarkan hasil wawancara dengan pemilik penggilingan padi rata-rata 100 kg padi yang digiling akan menghasilkan sekitar 65 kg beras. Nilai ini mengindikasikan bahwa nilai rendemen dari padi yang dihasilkan dari lahan pertanian adalah 65%.

Berdasarkan nilai rendemen tersebut maka beras yang hilang sebagai implikasi dari pembangunan perumahan adalah sebanyak 269,36 ton. Konsumsi beras per kapita masyarakat Indonesia berdasarkan asumsi yang digunakan oleh pusat penelitian dan pengembangan tanaman pangan pada tahun 2008 adalah sebesar 137 kg per kapita. Produksi beras yang hilang sebagai dampak dari adanya konverssi lahan akan mampu mencukupi kebutuhan sekitar 1.966 orang dalam waktu satu tahun. Implikasi lain dari hilangnya produksi beras yang mampu dihasilkan adalah Pemerintah Kota Padangsidimpuan harus menambah jumlah permintaan berasnya kepada daerah penghasil beras seperti Sipirok dan Angkola.


(70)

4.10. Pembahasan

Dari hasil penelitian mengenai konversi lahan atau alih fungsi lahan di Kecamatan Batunadua pada saat ini memiliki luas lahan pertanian yang terkonversi menjadi lahan terbangun sebesar 1.850 ha atau 24,21% dari luas lahan di Kecamatan Batunadua. Selain itu di Kecamatan Batunadua juga terjadi konversi daerah hutan menjadi perumahan ataupun kolam yaitu sebesar 78 ha atau 0,76% dari luas total wilayah Kecamatan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa luas lahan pertanian di Kecamatan Batunadua menurun sementara luas lahan terbangun semakin meningkat. Hal ini sangat bertentangan dengan kebijakan Pemerintah Kota Padangsidimpuan yang menetapkan Kecamatan Batunadua sebagai salah satu lumbung padi di Tapanuli Selatan. Dengan meningkatnya konversi lahan pertanian ke penggunaan lahan non pertanian di Kecamatan Batunadua menyebabkan adanya pergeseran struktur ekonomi msyarakat dari sector pertanian menuju ke sector perdagangan dan jasa. Namun karena tingkat pendidikan penduduk wilayah Kecamatan Batunadua relative rendah ( tamatan SD/SMP sederajat sebesar 45,8% mereka tidak terserap di sector perdagangan dan jasa karena tidak masuk dalam klasifikasi sector perdagangan dan jasa dikarenakan umumnya tamatan SLTA/sederajat. Selain itu juga menyebabkan perubahan kepemilikan lahan kurang dari 0,1 ha – 0,5 ha berkurang sebesar 16,17% per tahun 0,6 – 1 ha berkurang sebesar 18,55% dan kepemilikan lahan lebih dari 1 Hiberkurang sebesar 58,17% per tahun. Dengan demikian dapat disimpulkan terjadi peubahan kepemilikan lahan pertanian


(71)

yang paling menonjol adalah semakin banyaknya petani gurem dengan penguasaannya semakin sempit bahkan tidak mempunyai lahan untuk mengolah pertanian.

Seiring dengan semakin berkembangnya kegiatan perokonomian wilayah khususnya di sector perdagangan dan jasa membuat kecamatan Batunadua menjadi daerah tujuan migrasi. Migrasi yang keluar umumnya daerah tujuan Medan, Jakarta, dan luar negeri seperti Arab, Korea, Malaysia, dll. Penduduk mulai marak untuk bermigrasi pada tahun 2005 dengan alasan kepindahan adalah alasan rumah tangga. Perjalanan penduduk ke luar daerah atau luar negeri adalah secara tidak langsung disebabkan karena persaingan penduduk asli dengan para pendatang dalam mencari peluang sector perdagangan dan jasa yang mulai menggantikan dominasi penyerapan tenaga kerja di sector pertanian. Sebagian lahan digunakan untuk lahan pertanian baik sawah maupun perkebunan kini berubah menjadi area terbangun sebagai akibat dari perkembangan kegitan perkotaan di Kecamatan Batunadua. Ada pula lahan yang dulunya untuk pertanian kini berubah kepemilikan dan belum difungsikan oleh pemiliknya. Di lain hal terdapat pula lahan yang berubah lahan kepemilikan dan tetap pula digunakan lahan pertanian. Namun akibat perubahan kepemilikan tersebut responden yang dulunya petani berubah menjadi buruh tani atau penggarap dengan keuntungan yang diperoleh relative kecil, sehingga mata pencarian ini semakin lama semakin ditinggalkan oleh rumah tangga responden.


(72)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian, analisis dan pembahasan dapat ditarik kesimpulan bahwa konversi lahan berpengruh positif dan signifikan terhadap kesejahteraan masyarakat di Kecamatan Batunadua Kota Padangsidimpuan. Dalam konversi lahan cenderung untuk penggunaan lahan yang dulu menjadi hasil bagi petani sebagi lahan yang produktif sekarang berubah fungsi menjadi perumahan bagi pemukiman yang baru akibat dati pertambahan penduduk di Kecamatan Batunadua Kota Padangsidimpuan.

5.2.Saran

Sehubungan dengan hasil penelitian ini, maka diberikan saran-saran sebagai berikut:

1. Pembangunan pemukiman dimasa yang akan datang di harapkan tidak hanya mengejar keuntungan jangka pendek dari adanya pembangunan pemukiman tetapi juga memperhatikan kepentingan jangka panjang seperti pemenuhan kebutuhan pemukiman dapat dilakukan dengan pembangunan pemukiman yang menggunakan lahan tidak terlalu luas seperti apartemen dan rumah susun.

2. Perbandingan pemukiman dan pertanian yang berbeda jauh, maka diperlukan peran serta dari semua pelaku ekonomi secara nyata, baik masyarakat,


(1)

Lampiran 1

KUESIONER PENELITIAN

Saya Dewi Fatimah Harahap mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Departemen Ekonomi Pembangunan Universitas Sumatera Utara yang sedang

melakukan penelitian tentang “PENGARUHKONVERSI LAHAN

PERTANIANTERHADAPKESEJAHTERAANEKONOMI MASYARAKAT DI KECAMATAN BATUNADUA KOTA PADANGSIDIMPUAN”.

Data dan informasi yang Bapak/Ibu berikan merupakan hal yang sangat berharga, oleh karena itu partisipasi dan kesediaan Bapak/Ibu dalam menjawab kuesioner ini sangat saya hargai. Data dan infomasi yang Bapak/Ibu berikan akan saya jamin kerahasiaan dan semata-mata digunakan untuk kegiatan ilmiah.

Akhir kata, saya ucapkan terima kasih kepada responden yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk mengisi kuesioner ini.


(2)

A. Cara Pengisian Kuesioner:

a) Berikan tanda silang (X) pada tempat yang telah disediakan sesuai dengan jawaban Bapak/Ibu.

b) Setiap pertanyaan hanya membutuhkan satu jawaban saja.

c) Mohon Bapak/Ibu dapat memberikan jawaban yang sebenar-benarnya.

Nomor Responden : ………… (diisi peneliti)

B.Idenditas Responden

1. Nama :

2. Jenis Kelamin :

3. Umur :

4. Pendidikan terakhir :

5. Pekerjaan saat ini :

6. Tinggal di lokasi sejak : (tahun)

7. Besar penghasilan (perbulan) :

C. Dampak Keberadaan Konversi Lahan Terhadap Pendapatan Masyarakat

No Pernyataan SB B BS KB TB

8 Tingkat pendapatan masyarakat sebelum terjadi koversi lahan

9 Tingkat pendapatan masyarakat sesudah terjadi konversi lahan


(3)

D. Lahan

10. Berapa Luas Lahan yang anda miliki saat itu?……( ha )

11. Berapa luas lahan yang anda jual saat itu?….. ( ha )

12. Berapa harga lahan per m2 saat anda menjual lahan anda?

13. Apakah harga jual lebih rendah/lebih tinggi dari harga yang anda harapkan? 14. Apa alasan anda menjual lahan yang anda miliki?

15. Bagaimana status lahan yang anda miliki? Surat tanah/girik?

E. Kependudukan

16. Apakah anda merupakan penduduk asli desa ini?

ya( ) tidak ( ) Jika ya langsung kepertanyaan nomor (23)

17. Jika tidak anda berasal dari mana?

18. Apa alasan anda pindah kedesa ini?

19. Apakah status lahan ini untuk anda?


(4)

21. Apakah alasan anda menjual lahan berkaitan dengan lama anda menetap disini?

ya ( ) tidak ( ) Alasannnya:

22. Apakah ada warga lain disekitar rumah anda yang menjual lahan? Ada ( ) Tidak ( )

23. Jika ada berapa orang?

24. Jika ada Apakah tindakan warga lain mempengaruhi anda untuk menjual lahan anda?

ya ( ) Tidak( )

25. Apakah alasan anda dipengaruhi oleh penduduk lain?

Sebutkan apa yang paling Bapak/Ibu harapkan dengan konversi lahan terhadap kesejahteraan masyarakat

...


(5)

Lampiran 2

Analisis Uji beda rata-rata

T-TEST /TESTVAL=0

/MISSING=ANALYSIS /VARIABLES=x8 x9 /CRITERIA=CI(.95).

One-Sample Statistics

N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

sebelum 5 29.4000 30.54177 13.65870

sesudah 5 29.6000 37.12546 16.60301

T-Test

One-Sample Test

Test Value = 0

t df Sig. (2-tailed) Mean Difference 95% Confidence Interval of the

Difference

Lower Upper

sebelum 2.152 4 .098 29.40000 -8.5226 67.3226


(6)

[DataSet0]

Paired Samples Correlations

N Correlation Sig.

Pair 1 sebelum & sesudah 5 .767 .130

Paired Samples Test

Paired Differences t df Sig.

(2-tailed)

Mean Std.

Deviation

Std. Error Mean

95% Confidence Interval of the

Difference

Lower Upper

Pair 1

sebelum - sesudah


Dokumen yang terkait

Konversi Lahan Pertanian Di Kecamatan Medan Tuntungan Kota Medan

8 101 96

Pengaruh Konversi Lahan Pertanian terhadap Tingkat Kesejahteraan Rumahtangga Petani (Studi Kasus Desa Candimulyo, Kecamatan Kertek, Kabupaten Wonosobo, Propinsi Jawa Tengah)

2 14 136

Pengaruh Periklanan dan Harga Terhadap Keputusan Pembelian Konsumen Pasta Gigi Pepsodent di Kecamatan Batunadua Padangsidimpuan Kota Padangsidimpuan

8 43 112

Pengaruh Periklanan dan Harga Terhadap Keputusan Pembelian Konsumen Pasta Gigi Pepsodent di Kecamatan Batunadua Padangsidimpuan Kota Padangsidimpuan

0 0 10

Pengaruh Periklanan dan Harga Terhadap Keputusan Pembelian Konsumen Pasta Gigi Pepsodent di Kecamatan Batunadua Padangsidimpuan Kota Padangsidimpuan

0 0 2

Pengaruh Periklanan dan Harga Terhadap Keputusan Pembelian Konsumen Pasta Gigi Pepsodent di Kecamatan Batunadua Padangsidimpuan Kota Padangsidimpuan

0 3 13

Pengaruh Periklanan dan Harga Terhadap Keputusan Pembelian Konsumen Pasta Gigi Pepsodent di Kecamatan Batunadua Padangsidimpuan Kota Padangsidimpuan

0 0 28

Faktor Determinan Terjadinya Konversi Lahan Pertanian Dan Dampaknya Terhadap Tingkat Kesejahteraan Petani di Kecamatan Jatirejo, Kabupaten Mojokerto

0 1 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan dan Fungsi Utama Lahan - Pengaruh Konversi Lahan Pertanian Terhadap Tingkat Kesejahteraan Ekonomi Masyarakat Kecamatan Batunadua Kota Padangsidimpuan

0 7 21

Pengaruh Konversi Lahan Pertanian Terhadap Tingkat Kesejahteraan Ekonomi Masyarakat Kecamatan Batunadua Kota Padangsidimpuan

0 0 13