Partisipasi Petani Dalam Pelaksanaan Pencegahan Kebakaran Lahan Gambut (Kasus Di Kabupaten Mempawah Provinsi Kalimantan Barat).

PARTISIPASI PETANI DALAM PELAKSANAAN
PENCEGAHAN KEBAKARAN LAHAN GAMBUT
Kasus di Kabupaten Mempawah Provinsi Kalimantan Barat

SITI SAWERAH

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Partisipasi Petani dalam
Pelaksanaan Pencegahan Kebakaran Lahan Gambut Kasus di Kabupaten
Mempawah Provinsi Kalimantan Barat adalah benar karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, 10 November 2015
Siti Sawerah
NIM I351130081

RINGKASAN
SITI SAWERAH. 2015. Partisipasi Petani dalam Pelaksanaan Pencegahan
Kebakaran Lahan Gambut (Kasus di Kabupaten Mempawah Provinsi Kalimantan
Barat). Dibimbing oleh: PUDJI MULJONO dan PRABOWO TJITROPRANOTO.
Kebakaran lahan di Indonesia sebagian besar terjadi pada lahan gambut.
Kebakaran lahan gambut merupakan kasus kebakaran yang relatif sulit
dipadamkan. Oleh karena itu kebakaran di lahan gambut sangat potensial
menimbulkan asap yang bertahan cukup lama. Lahan gambut juga banyak tersebar
pada beberapa lokasi di provinsi Kalimantan Barat, sehingga provinsi ini
merupakan salah satu provinsi yang rawan terjadinya kebakaran.
Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah untuk pencegahan kebakaran
lahan gambut di Kalimantan Barat. Upaya pencegahan tersebut bertujuan untuk
mencegah, meminimalkan terjadinya kebakaran, dan memperkecil dampak
kebakaran serta memelihara dan menjaga sumberdaya dari bahaya kebakaran lahan.
Tercapainya tujuan dari upaya yang dilakukan pemerintah tidak terlepas dari

partisipasi petani yang berada di sekitar lahan gambut. Pentingnya partisipasi dari
petani tersebut karena sebagai pelaksana berbagai kegiatan yang diupayakan oleh
pemerintah.
Penelitian bertujuan menganalisis:1) tingkat partisipasi petani dalam
pelaksanaan pencegahan kebakaran lahan gambut, 2) sikap petani dalam
pengolahan lahan tanpa bakar, 3) hubungan faktor internal dan faktor eksternal
dengan partisipasi, 4) hubungan faktor internal dan faktor eksternal dengan sikap
petani, serta 5) hubungan sikap dengan partisipasi petani.
Penelitian lapang dilakukan pada bulan Maret sampai Mei 2015 di
Kabupaten Mempawah. Populasi penelitian ini adalah 95 petani yang memiliki
lahan pernah terbakar dan memiliki lahan di sekitar lahan yang pernah terbakar.
Pengumpulan data dilakukan secara sensus terhadap 95 petani tersebut. Data yang
digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data
dianalisis secara statistik deskriptif dan statistik inferensial (korelasi Rank
Spearman).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat partisipasi petani dalam
pelaksanaan pencegahan kebakaran lahan di Kabupaten Mempawah termasuk
kategori sangat rendah, sedangkan sikap petani terhadap pengolahan lahan tanpa
bakar cenderung negatif. Hasil analisis korelasi Rank Spearman menunjukkan
bahwa faktor yang berhubungan dengan partisipasi dan sikap adalah faktor

eksternal yang terdiri dari peran penyuluh dan dukungan lingkungan sosial,
sementara dari faktor internal yang berhubungan hanya peubah pendidikan dan
pendapatan. Hasil analisis juga menunjukkan bahwa sikap berhubungan sangat
nyata dengan partisipasi.

Kata kunci: partisipasi, pencegahan kebakaran lahan, petani, sikap

SUMMARY
SITI SAWERAH. 2015. Participation of farmers in prevention of peatland fires:
(The case in Mempawah District, Province of West Kalimantan). Undersupervision
of PUDJI MULJONO and PRABOWO TJITROPRANOTO.
Most of land fires in Indonesia occur in peatlands. It has potency to increase
fog. Land fires in peatland are relatively difficult to extinguish. Peatlands are also
widely spread in several locations in the West Kalimantan, therefore this province
is a province that is prone to fire.
Various efforts have been made by the government in order to prevent fires,
and to minimize its impact, as well as to maintain and protect the natural resources
from the danger of land fires. Attainment of the objectives of the government’s
efforts also depend on the participation of the farmers around peatlands. The
importance of the farmer participation is that they are actors of various activities

organized by government.
The objectives of this study was: 1) to analyze the participation level of
farmers in the prevention of peatland fires, 2) to identify the attitude of farmers in
land cultivation without burning system, 3) to analyze the correlation between the
internal factors and the external factors to participations, 4) to analyze the
correlation between the internal factors and the external factors to farmer’s attitude,
5) to analyze the correlation of attitude and participation.
The data collected in March to May 2015 in Mempawah District. The
population were 95 farmers who were have land that has been burned and land
surround the burned area. The data collection was conducted by census/total
sampling of the population. The analysis of data was performed by using the
correlation test of Rank Spearman.
The results of this research showed that the participation level of farmers
was low, the attitude of farmers to land cultivation without burning system was
negative. The external factors were positively correlated with participation and
attitude. The internal factors correlated with participation and attitude were
education and income. The attitude was correlated with participation.
Keywords: attitude, farmers, participation, prevention of land fire

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

PARTISIPASI PETANI DALAM PELAKSANAAN
PENCEGAHAN KEBAKARAN LAHAN GAMBUT
Kasus di Kabupaten Mempawah Provinsi Kalimantan Barat

SITI SAWERAH

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Penyuluhan Pembangunan


SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Basita Ginting Sugihen, MA

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada ALLAH SWT, karena berkat
rahmat dan hidayah-Nya penulisan tesis yang berjudul Partisipasi Petani dalam
Pelaksanaan Pencegahan Kebakaran Lahan Gambut Kasus di Kabupaten
Mempawah Provinsi Kalimantan Barat ini dapat diselesaikan.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Pudji Muljono MSi selaku Ketua
Komisi Pembimbing yang telah banyak memberi saran dan kritikan untuk
perbaikan tesis ini. Terima kasih sebesar-besarnya kepada Dr Prabowo
Tjitropranoto MSc selaku anggota komisi pembimbing, atas motivasi dan dorongan
yang tiada henti kepada penulis, serta saran-saran yang diberikan sehingga tesis ini
lebih baik. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada seluruh dosen program
studi Ilmu Penyuluhan Pembangunan IPB atas segala hal yang telah diajarkan
kepada penulis selama studi di IPB.

Terima kasih juga penulis sampaikan kepada seluruh responden, para
penyuluh dan aparat desa serta pegawai Dinas Pertanian dan Kehutanan di wilayah
penelitian atas segala informasi dan kesediaan waktu yang diberikan kepada
penulis. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayahanda Sutari, ibunda
Mardiah, abang-abang dan adik-adik serta seluruh keluarga yang tidak dapat
disebutkan satu persatu, atas segala doa, motivasi dan kasih sayangnya hingga
penulis menyelesaikan studi ini.
Di samping itu, ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya juga disampaikan
kepada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia yang telah
memberikan beasiswa kepada penulis selama studi. Tidak lupa penulis juga
mengucapkan terima kasih kepada teman seperjuangan S2, S3 PPN dan temen
seperjuangan asal Kalimantan Barat yang banyak memberi bantuan, masukan dan
motivasi dalam menyelesaikan penulisan tesis ini. Kepada teman-teman yang telah
membantu penulis mengumpulkan data selama di lapangan, terima kasih banyak
atas waktu dan kesediaannya.
Dalam tesis ini tentunya masih banyak ditemui berbagai kekurangan dan
kelemahan, oleh karena itu kritik dan saran sangat diharapkan untuk kualitas
penelitian yang lebih baik ke depannya. Semoga hasil penelitian ini bermanfaat.

Bogor, 10 November 2015

Siti Sawerah

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian

1
1

3
3
3
3

2 TINJAUAN PUSTAKA
Partisipasi
Masyarakat
Kebakaran Lahan Gambut
Partisipasi Petani dalam Pelaksanaan Pencegahan Kebakaran
Sikap
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Partisipasi
Karakteristik Petani
Faktor Eksternal
Hasil Penelitian Terdahulu yang Relevan
Kerangka Berpikir dan Hipotesis

4
4
6

6
9
9
12
12
14
18
21

3 METODE
Desain Penelitian
Lokasi dan Waktu Penelitian
Populasi dan Sampel
Pengembangan Instrumen Penelitian
Jenis Data
Variabel Penelitian
Definisi Operasional
Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumentasi
Teknik Pengumpulan Data
Teknik Analisis Data


23
23
23
23
24
24
24
24
25
26
27

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Deskripsi Wilayah Penelitian
Pencegahan kebakaran yang dilakukan petani di Kabupaten Mempawah
Deskripsi Responden
Karakteristik Internal Responden
Faktor Eksternal Responden
Sikap Petani terhadap Pengolahan Lahan Tanpa Bakar
Tingkat Partisipasi Petani dalam Pencegahan Kebakaran Lahan

28
28
28
30
30
33
38
40

Hubungan Karakteristik Internal dengan Sikap Petani
Hubungan Faktor Eksternal dengan Sikap Petani
Hubungan Karakteristik Internal dengan Partisipasi Petani
Hubungan Faktor Eksternal dengan Partisipasi Petani
Hubungan Sikap dengan Tingkat Partisipasi Petani

42
44
46
48
51

5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

53
53
53

DAFTAR PUSTAKA

54

LAMPIRAN

59

RIWAYAT HIDUP

69

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9

10

11

12

13

Jumlah populasi dan sampel penelitian
24
Jumlah dan persentase responden berdasarkan karakteristik internal 31
Jumlah dan persentase tanggapan responden terhadap peran penyuluh 34
Jumlah dan persentase responden berdasarkan tanggapan terhadap
dukungan lingkungan sosial
35
Jumlah dan persentase responden berdasarkan dimensi sikap terhadap
pengolahan lahan tanpa bakar
38
Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat partisipasi
dalam pelaksanaan pencegahan kebakaran lahan gambut
40
Nilai koefisien korelasi dan signifikansi hubungan karakteristik
internal dengan sikap petani dalam pengolahan lahan tanpa bakar
43
Nilai koefisien korelasi dan signifikansi hubungan peran penyuluh
dengan sikap petani dalam pengolahan lahan tanpa bakar
44
Nilai koefisien korelasi dan signifikansi hubungan dukungan
lingkungan sosial dengan sikap petani dalam pengolahan lahan tanpa
bakar
45
Nilai koefisien korelasi dan signifikansi hubungan faktor internal
dengan partisipasi petani dalam pelaksanaan pencegahan kebakaran
lahan
46
Nilai koefisien korelasi dan signifikansi hubungan peran penyuluh
dengan partisipasi petani dalam pelaksanaan pencegahan kebakaran
lahan
49
Nilai koefisien korelasi dan signifikansi hubungan dukungan
lingkungan sosial dengan partisipasi petani dalam pelaksanaan
pencegahan kebakaran lahan
50
Nilai koefisien korelasi dan signifikansi hubungan sikap dengan
partisipasi petani dalam pelaksanaan pencegahan kebakaran lahan
51

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4

Definisi operasional
Hasil uji validitas dan reliabilitas
Peta administrasi Kabupaten Mempawah
Dokumentasi Penelitian

59
64
67
68

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kejadian kebakaran lahan di Indonesia sebagian besar terjadi pada lahan
gambut, seperti yang dikemukakan BNPB (2013) bahwa kejadian kebakaran
sebagian besar berada di lahan gambut yang sangat potensial menimbulkan asap.
Oleh karena itu karakteristik kebakaran di Indonesia sangat spesifik. Kebakaran
lahan gambut merupakan kasus kebakaran yang relatif sulit untuk dipadamkan.
Keadaan yang demikian dikarenakan lahan yang terbakar umumnya tidak tampak
api. Api terus menjalar di bawah permukaan tanah, sementara lahan gambut sangat
sempurna menahan bara api. Api dapat padam hanya dengan guyuran hujan yang
deras. Jika hujan relatif kecil (tidak sampai menggenangi areal lahan gambut), maka
kebakaran lahan gambut semakin mengeluarkan asap yang lebih besar. Api juga
akan cepat menjalar pada bagian dalam lahan gambut yang kering, sehingga sering
menyebabkan munculnya titik api baru di beberapa tempat yang lain (Pasaribu &
Friyatno, 2008).
Lahan gambut juga banyak tersebar pada beberapa lokasi di Provinsi
Kalimantan Barat, sehingga provinsi ini merupakan salah satu provinsi yang rawan
terjadinya kebakaran. Kebakaran lahan gambut di Kalimantan Barat telah terjadi
sejak bertahun-tahun yang lalu, hingga saat ini kebakaran tersebut masih sering
terjadi pada setiap musim kemarau. Kondisi ini dapat dilihat dari data KLH (2014)
bahwa pada Juli 2014 Provinsi Kalimantan Barat mengalami peningkatan kasus
kebakaran lahan yang besar mencapai 270 titik api tersebar di beberapa kabupaten.
Kebakaran lahan yang menyebabkan bencana asap dipengaruhi oleh banyak
faktor. Berdasarkan data BNPB (2013) kebakaran disebabkan oleh dua faktor utama,
yaitu kondisi iklim dan aktivitas manusia dalam pengelolaan lahan. Kebakaran yang
disebabkan oleh aktivitas manusia sebanyak 99%, baik disengaja maupun karena
unsur kelalaian. Aktivitas tersebut terdiri dari kegiatan konversi lahan 34%,
peladangan liar 25%, pertanian 17%, kecemburuan sosial 14% dan proyek
transmigrasi 8%. Kebakaran lahan yang terjadi akibat pengaruh iklim hanya terjadi
sebagian kecil (Qodriyatun, 2014).
Motif kebakaran lahan yang disebabkan aktivitas manusia yang disengaja
adalah pertimbangan dari aspek ekonomi. Alasan yang dikemukakan bahwa
pembukaan atau penyiapan lahan dengan membakar merupakan cara yang paling
mudah, murah serta lebih efektif (BNPB, 2013). Meskipun pembukaan lahan
dengan membakar sering dilakukan sejak jaman dahulu, namun jarang terjadi
kebakaran seperti saat ini. Keadaan demikian disebabkan pembakaran pada jaman
dahulu dilakukan dengan arif, tetap menjaga dan memelihara kelestarian lahan.
Masyarakat dahulu melakukan perladangan kembali jika areal lahan sudah cukup
umur, yakni setelah diladangi 15-20 tahun lalu ketika lahan semula sudah cukup
humus dan pepohonan sudah tumbuh besar (Putra, 2013). Kondisi saat ini dengan
populasi yang semakin meningkat dan tekanan terhadap pemanfaatan lahan, banyak
dibuat kanal di sekeliling lahan untuk mempermudah kegiatan usahatani yang
dilakukan di lahan gambut. Hal demikian mengakibatkan air tanah yang terkandung

2
dalam gambut menjadi kering sehingga memicu mudahnya terjadi kebakaran.
Selain motif tersebut, berdasarkan hasil penelitian dari team LPM UNTAN (2013)
kebakaran lahan juga dipengaruhi oleh faktor sosial. Kontak sosial komunitas yang
ditemui masih rendah, sehingga penduduk tidak saling peduli bila ada lahan milik
orang lain terbakar.
Akibat dari kejadian kebakaran tersebut banyak mengganggu aktivitas
manusia (Arifudin et al, 2013). Kebakaran menimbulkan kerugian dan berbagai
macam permasalahan yang sangat besar pada berbagai aspek, mulai dari aspek
kesehatan, sosial serta aspek ekonomi. Kerugian pada aspek kesehatan di antaranya
asap yang ditimbulkan dapat mengganggu pernapasan dan mengakibatkan
timbulnya berbagai penyakit. Kerugian pada aspek sosial mempengaruhi hubungan
politik antar negara tetangga, karena asap yang tersebar hingga ke luar batas negara
dianggap pencemaran lingkungan yang dapat mengganggu jarak pandang.
Kerugian pada aspek ekonomi yang dapat ditaksir hanya mencakup pada kerugian
nilai kayu, namun masih banyak kerugian lainnya pada non kayu yang tidak dapat
ditaksir secara akurat, seperti sumber nutfah, ekowisata, sumber air dan pengatur
tata air, pengendalian erosi dan konservasi tanah serta siklus hara. Kebakaran hutan
dan lahan juga berdampak negatif terhadap vegetasi, satwa liar, tanah, air dan udara
yang dapat dirasakan oleh masyarakat bukan hanya di lokasi kebakaran, melainkan
juga ke daerah bahkan ke negara-negara tetangga.
Besarnya kerugian yang ditimbulkan akibat kebakaran yang sering terjadi
tersebut, maka perlu dilakukan upaya-upaya pencegahan kebakaran. Pencegahan
kebakaran lebih baik sebagai tindakan pertama dari pada melakukan pemadaman
dan rehabilitasi yang jauh lebih sulit dan mahal. Tindakan pencegahan dalam
pengelolaan kebakaran hutan dan lahan mempunyai tujuan mencegah kebakaran,
meminimalkan terjadinya kebakaran, memperkecil dampak kebakaran serta
memelihara dan menjaga sumber daya hutan dari bahaya kebakaran lahan (Akbar,
2011).
Upaya pencegahan kebakaran lahan yang telah dilakukan pemerintah
Kalimantan Barat, di antaranya adalah membentuk kelompok pemadam kebakaran
dilengkapi unit kendaraan dan mesin pompa air, melakukan upaya peningkatan
peran serta dari semua pihak, baik aparat maupun masyarakat di kabupaten dan kota.
Pemerintah juga memberikan pelatihan serta sosialisasi kepada masyarakat
terutama petani. Masyarakat petani yang melakukan kegiatan usaha tani juga
dianjurkan untuk melakukan pengolahan lahan tanpa bakar (Kementan, 2014).
Berbagai upaya yang telah dilakukan pemerintah untuk pencegahan
kebakaran lahan gambut di Kalimantan Barat, diharapkan dapat mencapai tujuan
dari tindakan pencegahan tersebut. Kenyataan di lapangan berdasarkan data dari
Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (2014) kebakaran besar masih
terjadi di beberapa wilayah Kalimantan Barat. Jumlah titik api tersebar di beberapa
kabupaten, salah satunya di Kabupaten Mempawah.
Upaya yang dilakukan pemerintah dalam mencegah kebakaran lahan agar
dapat berdampak sesuai tujuan, maka perlu meningkatkan partisipasi masyarakat
lokal maupun petani pengelola lahan (KLH, 2014). Partisipasi petani dalam
pencegahan kebakaran lahan sangat dibutuhkan, karena petani tersebutlah yang
pada akhirnya melaksanakan berbagai kegiatan yang diupayakan pemerintah.
Selain itu petani tersebut bersinggungan langsung dengan lahan gambut dan sering
beraktivitas di lahan. Berdasarkan uraian di atas yang menjadi pertanyaan besar

3
adalah apakah kebakaran yang sering terjadi tersebut disebabkan karena rendahnya
partisipasi petani dalam pencegahan kebakaran lahan gambut?

Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah dalam penelitian
ini di antaranya adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana tingkat partisipasi petani dalam pelaksanaan pencegahan kebakaran
lahan gambut?
2. Bagaimana sikap petani terhadap pengolahan lahan tanpa bakar?
3. Bagaimana hubungan faktor internal dan eksternal petani dengan sikap petani
dalam pengolahan lahan tanpa bakar?
4. Bagaimana hubungan faktor internal dan eksternal petani dengan tingkat
partisipasi dalam pelaksanaan pencegahan kebakaran lahan gambut?
5. Bagaimana hubungan sikap petani dengan partisipasi dalam pelaksanaan
pencegahan kebakaran lahan gambut?

Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan permasalahan di atas, maka tujuan penelitian ini
adalah untuk:
1. Menganalisis tingkat partisipasi petani dalam pelaksanaan pencegahan
kebakaran lahan gambut.
2. Menganalisis sikap petani dalam pengolahan lahan tanpa bakar
3. Menganalisis hubungan karakteristik internal dan eksternal petani dengan sikap
petani dalam pengolahan lahan tanpa bakar.
4. Menganalisis hubungan karakteristik internal dan eksternal petani dengan
tingkat partisipasi dalam pelaksanaan pencegahan kebakaran lahan gambut.
5. Menganalisis hubungan sikap petani dengan partisipasi dalam pelaksanaan
pencegahan kebakaran lahan gambut.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan pengembangan ilmu
mengenai partisipasi petani dalam pelaksanaan pencegahan kebakaran lahan.
Sebagai sumbangan pemikiran dan masukan bagi pihak penyuluh dalam rangka
membina dan meningkatkan partisipasi petani dalam pelaksanaan pencegahan
kebakaran lahan. Selain itu penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber
informasi mengenai rencana pencegahan kebakaran lahan ke depannya bagi pihakpihak yang berkaitan.
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis tingkat partisipasi petani dalam
pelaksanaan pencegahan kebakaran lahan gambut di Kabupaten Mempawah
Provinsi Kalimantan Barat. Penelitian ini juga menganalisis faktor internal dan
eksternal petani serta sikap petani dalam pengolahan lahan tanpa bakar.

4

2 TINJAUAN PUSTAKA
Partisipasi
Partisipasi petani merupakan hal yang penting dalam pencapain tujuan dari
setiap program. Mardikanto (2010) mengemukakan bahwa partisipasi merupakan
suatu bentuk keterlibatan dan keikutsertaan secara aktif dan suka rela, baik karena
alasan dari dalam maupun alasan dari luar, dalam keseluruhan proses kegiatan yang
bersangkutan, mencakup pengambilan keputusan dalam perencanaan, pelaksanaan,
pengendalian serta pemanfaatan hasil-hasil kegiatan yang dicapai. Sumaryadi
(2010) mengartikan bahwa partisipasi adalah peran serta seseorang atau kelompok
masyarakat dalam proses pembangunan baik dalam bentuk pernyataan maupun
dalam bentuk kegiatan dengan memberi masukan pikiran, tenaga, waktu, keahlian,
modal dan atau materi, serta ikut memanfaatkan dan menikmati hasil-hasil
pembangunan. Selain itu Mubyarto (1984) mengartikan partisipasi sebagai
kesediaan dari individu untuk membantu keberhasilan setiap program sesuai
dengan kemampuan yang dimilikinya. Cosen dan Uphoff (1977) juga
mendefinisikan bahwa partisipasi adalah keterlibatan aktif masyarakat dalam
proses pengambilan keputusan, keterlibatan dalam pelaksanaan program dan
pengambilan keputusan yang ditetapkan melalui sumbangan sumberdaya atau
bekerjasama dalam organisasi, dan keterlibatan dalam menikmati manfaat dan
evaluasi dalam pelaksanaan program.
Partisipasi berdasarkan tipologinya terdiri dari beberapa klasifikasi. Menurut
Pretty (1995), partisipasi diklasifikasikan menjadi tujuh karakteristik yang terdiri
dari: 1) partisipasi pasif dengan karakteristiknya masyarakat berpartisipasi
berdasarkan informasi yang mereka terima dari pihak luar mengenai hal-hal yang
terjadi di lingkungan mereka, 2) partisipasi informasi di mana masyarakat
berpartisipasi dengan cara menjawab pertanyaan ekstraktif yang diajukan pihak luar
sementara hasil temuan tidak dimiliki, dipengaruhi dan diperiksa akurasinya oleh
masyarakat, 3) partisipasi konsultasi dengan karakteristiknya masyarakat
berpartisipasi melalui konsultasi pada pihak luar, pihak luar tersebut
mengidentifikasi masalah serta memberikan solusi dan memodifikasi penemuan
melalui respon masyarakat, 4) partisipasi insentif material di mana bentuk
partisipasi masyarakat dengan menyediakan sumber daya seperti tenaga kerja dan
lahan untuk ditukar dengan insentif material, namun partisipasi masyarakat terhenti
seiring berakhirnya imbalan insentif tersebut, 5) partisipasi fungsional dengan
karakteristik masyarakat berpartisipasi membentuk kelompok dan melibatkan
pihak luar dalam menentukkan tujuan awal kegiatan dan umumnya pihak luar
terlibat setelah keputusan yang utama telah dibuat, 6) partisipasi interaktif di mana
masyarakat berpartisipasi dalam melakukan analisis kolektif perumusan kegiatan
aksi melalui metode interdisiplin dan proses pembelajaran terstruktur, masyarakat
mengawasi keputusan lokal dan berkepentingan menjaga, memperbaiki struktur
dan kegiatan yang dilakukan, 7) partisipasi mobilisasi swadaya, masyarakat
berpartisipasi dengan mengambil inisiatif dan tidak terikat dalam menentukan masa
depan, pihak luar hanya membantu dan memberikan nasihat sesuai kebutuhan
masyarakat dalam pemanfaatan sumber daya.

5
Johnston (1982) yang dikutip Iqbal (2007) mengemukakan tingkat partisipasi
berdasarkan pertanggungjawaban. Berdasarkan pertanggungjawaban tersebut
partisipasi digolongkan menjadi: 1) partisipasi berdasarkan pesanan atau tekanan,
pada partisipasi ini masyarakat tidak berperan dalam pengambilan keputusan,
melainkan hanya menyediakan tenaga kerja dan materi untuk suatu kegiatan; 2)
partisipasi sukarela, masyarakat menggunakan kebebasan untuk berpartisipasi atau
tidak; 3) partisipasi memberi saran, dalam partisipasi ini berkesempatan terlibat
lebih banyak sesuai dengan tanggungjawab yang diberikan; 4) partisipasi inisiatif,
partisipasi masyarakat dengan inisiatif sendiri untuk kelancaran suatu kegiatan; 5)
partisipasi kreativitas, yaitu masyarakat berpartisipasi dalam menganalisis situasi,
menentukan prioritas, perencanaan, implementasi, monitoring dan evaluasi.
Hussein juga membedakan tingkat partisipasi menjadi beberapa tingkatan,
namun kategori tingkatan yang digunakan adalah berdasarkan kedalaman
partisipasi yang dilakukan. Tingkatan partisipasi tersebut adalah partisipasi yang
bersifat dangkal dan partisipasi mendalam. Partisipasi yang dangkal maupun
mendalam sama-sama dimulai dengan proses penggalian informasi secara kualitatif
dan konsultatif, namun perbedaan antara keduanya hanya pada esensi, kegiatan dan
tujuannnya Hussein (2000) seperti yang dikutip oleh Iqbal (2007).
Partisipasi menurut Arnstein (1969) dikelompokkan dalam tiga tingkatan
partisipasi dengan delapan anak tangga. Delapan tangga partisipasi tersebut adalah
1) penanganan, 2) terapi, 3) informasi, 4) konsultasi, 5) konsiliasi, 6) kemitraan, 7)
pendelegasian kekuatan, 8) pengawasan oleh masyarakat. Tangga pertama dan
kedua dikelompokkan pada non partisipasi, pada tangga ketiga hingga kelima
dikelompokkan menjadi partisipasi dorongan, sedangkan pada tangga keenam
hingga tangga kedelapan dikelompokkan pada partisipasi berdasarkan kekuatan
warga masyarakat. Partisipasi dalam pengelompokan ini, sudah dimulai pada
tangga ketiga namun keputusan masih dibuat oleh pemegang kekuasaan, dalam hal
ini partisipasi termasuk semu. Pada partisipasi tangga keempat, komunikasi telah
bersifat dua arah, sudah ada penjaringan aspirasi, telah ada aturan pengajuan usulan,
telah ada harapan bahwa aspirasi masyarakat akan didengar, namun belum ada
jaminan bahwa aspirasi tersebut akan dilaksanakan. Tangga kelima sudah ada
komunikasi yang berjalan dengan baik, ada negosiasi antara masyarakat dengan
pemerintah, masyarakat dipersilahkan untuk memberikan saran atau merencanakan
usulan kegiatan. Tangga keenam pemerintah dan masyarakat merupakan mitra yang
sejajar, pada tangga ketujuh pemerintah memberikan kewenangan pada masyarakat
untuk mengurus sendiri beberapa kepentingannya, dan pada tangga kedelapan
masyarakat sepenuhnya mengelola berbagai kegiatan untuk kepentingannya
sendiri, yang disepakati bersama.
Cosen dan Uphoff (1977) membedakan partisipasi dalam beberapa tahapan
partisipasi. Tahapan tersebut adalah partisipasi pada tahap perencanaan, partisipasi
pada tahap pelaksanaan, partisipasi dalam tahap pemanfaatan dan partisipasi pada
tahap penilaian hasil pembangunan. Keterlibatan aktif masyarakat tersebut dalam
bentuk keterlibatan fisik, material dan sikap.
Berdasarkan beberapa definisi di atas maka dapat disimpulkan bahwa
partisipasi merupakan keikutsertaan dan keterlibatan responden dalam suatu
kegiatan guna berkontribusi mencapai keberhasilan dari kegiatan tersebut.
Pengertian partisipasi dalam penelitian ini adalah keterlibatan atau keikutsertaan
petani dalam kegiatan yang dikategorikan sebagai kegiatan pencegahan kebakaran

6
lahan gambut. Konsep partisipasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah
konsep partisipasi yang dikemukakan oleh Cosen dan Uphoff. Penelitian ini fokus
pada partisipasi dalam tahap pelaksanaan, dengan alasan bahwa dalam pencegahan
kebakaran lahan di lokasi penelitian, petani belum dilibatkan dalam tahapan
partisipasi selain pelaksanaan. Adanya anggapan bahwa petani merupakan pelaku
utama yang sering beraktivitas di lahan, sehingga merupakan salah satu penyebab
sumber api oleh karena itu petani diposisikan sebagai pelaksana pencegahan
kebakaran lahan yang diberikan oleh pemerintah, perencanaan dan evaluasi
dilakukan pihak pemerintah.
Masyarakat
Masyarakat merupakan salah satu elemen yang sangat penting dalam
pelaksanaan upaya pencegahan kebakaran lahan. Masyarakat adalah semua
kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut sistem adat istiadat yang terikat
oleh suatu rasa identitas bersama. Konsep masyarakat menurut Hughes et al. (2002)
yang diacu oleh Utama (2010), masyarakat mengacu pada sekelompok orang yang
tinggal di dalam wilayah teritorial yang sama dan saling berbagi budaya tertentu.
Kebudayaan tersebut membuat masyarakat memiliki nilai-nilai dan norma-norma
yang sama serta biasanya memiliki kesamaan bahasa.
Masyarakat desa dalam kehidupan sehari-harinya menampilkan perilaku
yang mempunyai ciri-ciri tertentu. Sebagian karakteristik kehidupan masyarakat
dalam keadaan tertentu dapat digeneralisasikan. Karakteristik masyarakat desa
menurut Ndraha 1987 yang dikutip oleh Ramli (2010), di antaranya adalah 1)
masyarakat desa sebagian besar berkehidupan sederhana yang disebabkan secara
ekonomi tidak mampu, secara budaya masyarakat desa tidak senang
menyombongkan diri, 2) secara umum masyarakat desa menaruh curiga terhadap
hal-hal baru yang belum dipahaminya, 3) menjunjung tinggi kesopanan terhadap
orang lain, 4) memiliki rasa kekeluargaan yang tinggi, 5) lugas, berbicara apa
adanya, 6) tertutup dalam hal keuangan, 7) perasaan minder terhadap orang kota,
8) menghargai orang lain, 9) jika diberi janji maka akan selalu diingat, 10) suka
bergotong royong, 11) demokratis, 12) religius. Beberapa karakteristik masyarakat
tersebut dalam suatu waktu tidak dapat digeneralisasikan akibat terjadinya
perubahan sosial yang besar seperti ekonomi, sosial, budaya dan politik.
Masyarakat yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kumpulan individu yang
bertempat tinggal menetap di sekitar lahan gambut di lokasi penelitian, di mana
semua masyarakat tersebut memiliki mata pencaharian sebagai petani.
Kebakaran Lahan Gambut
Lahan
Berdasarkan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup (2010), Lahan
merupakan hamparan ekosistem daratan yang dipergunakan untuk usaha maupun
kegiatan ladang atau kebun bagi masyarakat, sedangkan menurut Perda Kalimantan
Barat (1998), lahan adalah suatu areal di luar kawasan hutan, baik yang bervegetasi
(alang-alang, semak belukar, tanaman budi daya dan lain-lain) maupun tidak
bervegetasi yang diperuntukkan bagi pembangunan di bidang pertanian,
perkebunan, kehutanan, transmigrasi, pertambangan dan lain-lain. Berdasarkan
beberapa definisi tersebut maka definisi lahan dalam penelitian ini adalah areal di

7
luar kawasan hutan yang digunakan untuk kegiatan berbudidaya berupa tanah
gambut.
Pembakaran dan Kebakaran Lahan Gambut
Kebakaran lahan adalah suatu keadaan di mana lahan dilanda api sehingga
mengakibatkan kerugian obyek pengembangan ilmu pengetahuan, ekonomi dan
ekologi ataupun lingkungan hidup (Perda Kalbar, 1998). Pembakaran merupakan
suatu tindakan kesengajaan membakar yang dilakukan masyarakat dalam
mengelola lahan untuk kegiatan pertanian/perladangannya, sementara kebakaran
didefinisikan sebagai proses pembakaran yang menyebar secara bebas. Kebakaran
lahan merupakan terbakarnya suatu areal yang menimbulkan bahaya dan
mendatangkan bencana, hal ini dapat disebabkan melalui proses alami atau karena
kelalaian manusia yang tidak dikendalikan. Kebakaran yang tidak dikendalikan
menyebabkan api akan bertambah besar dan akan membakar semakin luas. Apalagi
jika kebakaran tersebut terjadi pada lahan gambut. Kebakaran pada lahan gambut
lebih berbahaya dari pada kebakaran pada lahan kering. Hal ini disebabkan
kebakaran pada lahan gambut tidak hanya terjadi pada permukaan lahan, namun
hingga lapisan gambut.
Hasil penelitian yang dilakukan Pasaribu dan Friyatno (2008)
mengemukakan alasan berbahayanya kebakaran di lahan gambut disebabkan jika
kebakaran terjadi di bawah permukaan, tidak ada alat yang mampu
memadamkannya. Lahan gambut sangat sempurna menahan bara api, api dapat
padam hanya dengan guyuran hujan yang turun dengan deras. Jika hujan yang turun
relatif kecil (tidak sampai menggenangi lahan gambut), maka kebakaran lahan
gambut akan semakin mengeluarkan asap yang lebih besar, selain itu api cepat
menjalar pada bagian dalam lahan gambut yang kering, sehingga sering
menyebabkan munculnya titik api baru di beberapa tempat.
Upaya Pencegahan Kebakaran Lahan
Upaya pencegahan kebakaran lahan gambut merupakan bagian dari
kegiatan pengendalian kebakaran. Pengendalian kebakaran merupakan serangkaian
kegiatan yang dilakukan mulai dari pencegahan, pemadaman dan penanganan pasca
kebakaran di lahan (Kementan, 2014). Pencegahan kebakaran merupakan kegiatan
yang dilakukan sebagai antisipasi terjadinya kebakaran. Tindakan pencegahan lebih
baik sebagai upaya pertama dari pada melakukan pemadaman maupun rehabilitasi
yang lebih sulit dan membutuhkan biaya yang besar. Upaya pencegahan kebakaran
ini bertujuan antara lain: mencegah kebakaran hutan dan lahan, meninimalkan
terjadinya kebakaran, memperkecil dampak kebakaran serta memelihara dan
menjaga sumber daya hutan dan lahan dari bahaya kebakaran tersebut.
Aspek yang diperlukan dalam pencegahan kebakaran lahan adalah aspek
operasional teknis, kelembagaan serta pemberdayaan masyarakat. Prioritas utama
pada pencegahan meliputi pembuatan sekat bakar, sistem deteksi kebakaran
(mendirikan menara pengawas kebakaran, patroli secara priodik, membangun pos
jaga, memanfaatkan informasi hotspot, desain hutan tanaman, pengelolaan bahan
bakar, penyediaan tenaga dan peralatan pemadam, penyediaan sumber air,
memasang rambu-rambu peringatan bahaya kebakaran dan menyusun data statistik).
Aspek kelembagaan mencakup pembagian tugas dan tanggung jawab institusi serta
system pengendalian hutan dan lahan. Sementara dari aspek peningkatan
keterlibatan masyarakat sekitar dalam pengendalian kebakaran tersebut yaitu pada
kegiatan pencegahan kebakaran yang meliputi aspek teknis, penyuluhan dan

8
pelatihan (Akbar, 2011). Hal ini sejalan dengan upaya pencegahan yang
dikemukakan oleh Adinugroho dan Suryadiputra (2005), bahwa strategi yang dapat
dijadikan acuan meliputi: system peringatan dini, peningkatan partisipasi
masyarakat dan memasyarakatkan teknik-teknik ramah lingkungan dalam
pencegahan kebakaran. Konsep sederhana untuk mencegah terjadinya proses
pembakaran dengan menghilangkan salah satu dari komponen segitiga api (oksigen,
sumber panas, akumulasi bahan bakar.
Pencegahan kebakaran lahan yang terjadi di Kalimantan Barat, pihak
pemerintah telah mengupayakan pencegahan tersebut melalui penetapan kebijakan
pembukaan lahan tanpa bakar. Kebijakan ini juga tertuang dalam Peraturan Menteri
Negara Lingkungan Hidup Nomor 10 tahun 2010. Peraturan tersebut mengenai
mekanisme pencegahan pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup. Kebijakan
tersebut mengharuskan masyarakat melakukan pembukaan lahan dengan cara
manual, mekanik maupun kimiawi.
Perda Kalimantan Barat Nomor 6 Tahun 1998, juga mengupayakan
pencegahan kebakaran lahan di antaranya adalah menetapkan lembaga
PUSDALKARHUTLADA (Pusat Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan
Daerah) Provinsi Kalimantan Barat, POSKOLAKDALKARHUT-LADA (Pos
Komando Pelaksanaan Pengendalian Kebakaran hutan dan Lahan Daerah)
Kabupaten/ Kota, SATLAKDALKARHUTLA (Satuan Pelaksanaan Pengendalian
kebakaran Hutan dan Lahan) di tingkat kecamatan. Membentuk Satuan Tugas
Pemadaman Kebakaran Hutan dan Lahan (SATGASDAMKARHUTLA).
Selain itu melakukan kegiatan pembinaan, pengendalian dan pengawasan
terhadap pelaksanaan pembukaan lahan untuk pembangunan perkebunan,
pertanian, transmigrasi, kehutanan dan lain-lain baik yang dilakukan perusahaan
dan masyarakat. Menginventarisir daerah-daerah rawan kebakaran hutan dan lahan
serta membuat peta kerawanan. Menyediakan peralatan pemadam kebakaran, baik
peralatan perorangan maupun berkelompok. Menyelenggarakan pendidikan dan
pelatihan tenaga inti pemadam kebakaran hutan dan lahan terutama dari satuan
tugas pemadam kebakaran hutan dan lahan beserta masyarakat. Melakukan
kegiatan deteksi dini untuk mengetahui lebih awal kemungkinan terjadinya
kebakaran hutan dan lahan.
Upaya pemerintah Kalimantan Barat dalam pencegahan kebakaran lahan
gambut, sudah memiliki kelompok pemadam kebakaran yang dilengkapi unit
kendaraan dan mesin pompa yang cukup baik untuk mencegah dan mengendalikan
kebakaran hutan, lahan, maupun kebakaran lainnya. Upaya dalam mengantisipasi,
pengendalian, serta pencegahan kebakaran hutan dan lahan diarahkan untuk
meningkatkan peran serta dari semua pihak. Di antaranya dengan membentuk
posko, apel siaga, kampanye, dan sosialisasi mengenai pengendalian kebakaran
hutan dan lahan baik kepada aparat maupun masyarakat di kabupaten dan kota.
Memberikan pelatihan kepada kelompok masyarakat peduli api dan bantuan
peralatan pemadaman, serta melakukan pemetaan potensi sumber daya
pengendalian kebakaran hutan dan lahan pada unit usaha.
Upaya pencegahan kebakaran lahan dalam penelitian ini fokus pada: a.
Aspek teknis: 1) memantau aktivitas sekitar lahan, menyebarluaskan informasi
larangan melakukan pembakaran, membuat sekat bakar 2) penyiapan alat-alat dan
sarana pemadam kebakaran, 3. melakukan pertemuan secara rutin antara petani,

9
LSM, perusahaan, petugas pemadam kebakaran, b. Penyuluhan, c. Pelatihan
pengendalian.
Partisipasi Petani dalam Pencegahan Kebakaran Lahan Gambut
Pentingnya partisipasi petani dalam pencegahan dan pengendalian
kebakaran lahan gambut terdapat 3 asumsi dasar yaitu 1) rasio jumlah petugas yang
menguasai wilayah hutan dengan luas wilayah yang harus dikuasainya sangat
rendah, sehingga apabila petani tidak ikut berpartisipasi aktif dalam penjagaan
keamanan hutan/ lahan maka kelestarian hutan/lahan akan terancam, 2) apabila
petani memiliki kesadaran akan fungsi hutan/lahan serta tidak ada faktor lain yang
memaksanya, maka harapan agar petani dapat ikut berpartisipasi aktif untuk
menjaga keamanan hutan/lahan dari bahaya kebakaran maupun jenis kerusakan
lainnya akan dapat terlaksana, 3) petani adalah salah satu unsur pembentuk sumber
api yang dapat menyebabkan terjadinya kebakaran hutan dan lahan.
Petani mau menyatu dan bisa terangsang, tergerak untuk menjaga
hutan/lahan dari kerusakan apabila petani merasa dirinya berarti dalam proses
pengelolaan hutan dan lahan, terdapat insentif, emosinya tergetar oleh harga diri
yang tumbuh akibat penyertaan dirinya dalam pengelolaan hutan dan lahan tersebut,
semangatnya terbangkitkan untuk sesuatu yang disadari sebagai hal yang patut
diperjuangkan yaitu menjaga hutan dan lahan dari kerusakan. Peningkatan
partisipasi/peran serta petani dalam pencegahan kebakaran hutan dan lahan
dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu dorongan dan rangsangan, insentif,
kesempatan, kemampuan, bimbingan.
Implikasinya adalah apabila petani diberi lebih banyak kesempatan,
ditingkatkan kemampuannya dengan cara memberikan peluang untuk mendapat
lebih banyak pengalaman dan dimotivasi kemauannya untuk berpartisipasi maka
intensitas partisipasi dalam pencegahan dan pengendalian kebakaran hutan dan
lahan akan meningkat. Kesempatan untuk berpartisipasi tidak hanya diberikan pada
waktu pelaksanaannya saja tetapi juga dimulai dari saat pengambilan keputusan,
perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, penilaian dan distribusi hasilnya
(Adinugroho et al, 2005).
Partisipasi petani dalam pencegahan kebakaran lahan gambut dalam
penelitian ini adalah partisipasi dalam a. Aspek teknis: 1) memantau aktivitas
sekitar lahan, menyebarluaskan informasi larangan melakukan pembakaran,
membuat sekat bakar, 2) Pembuatan sekat bakar dan penyiapan alat-alat dan sarana
pemadam kebakaran, 3) melakukan pertemuan secara rutin antara masyarakat,
LSM, perusahaan, petugas pemadam kebakaran, b. Penyuluhan, c. Pelatihan
pengendalian kebakaran.
Sikap
Sikap yang dimiliki oleh setiap individu akan mempengaruhi pola
perilakunya. Sikap banyak didefinisikan dalam berbagai versi oleh para ahli. Azwar
(2009) mendefinisikan sikap berdasarkan tiga kerangka pemikiran. Kerangka
pemikiran yang pertama diwakili oleh para ahli psikologi yang terdiri dari Louis
Thurstone, Rensis Likert dan Charles Osgood. Definisi sikap menurut kelompok ini
adalah suatu bentuk evaluasi atau reaksi dari perasaan sehingga sikap seseorang
terhadap suatu objek adalah perasaan mendukung atau memihak maupun perasaan
tidak mendukung maupun tidak memihak pada objek tersebut.

10
Kerangka pemikiran kedua oleh para ahli di bidang psikologi sosial dan
psikologi kepribadian yang diwakili Crave, Bogardus, LaPierre, Mead dan Gordon
Allport. Menurut kelompok ini konsep mengenai sikap lebih komplek. Sikap adalah
kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu objek dengan cara-cara tertentu. Kesiapan
yang dimaksud oleh kelompok ini adalah kecenderungan potensial untuk bereaksi
dengan cara-cara tertentu apabila individu dihadapkan pada suatu stimulus yang
menghendaki adanya respon.
Kelompok kerangka pemikiran yang ketiga berorientasi pada skema triadik,
di mana sikap menurut kelompok ini merupakan konstelasi komponen-komponen
kognitif, afektif dan konatif yang saling berinteraksi dalam memahami, merasakan,
dan berperilaku terhadap suatu objek. Seperti yang dikemukakan oleh salah satu
dari kelompok ini yaitu Secord dan Bacman pada tahun 1964 bahwa sikap
didefinisikan sebagai keteraturan tertentu dalam hal perasaan (afeksi), pemikiran
(kognisi) dan predisposisi tindakan (konasi) dari seseorang terhadap suatu aspek di
lingkungan sekitarnya.
Sikap belum merupakan suatu tindakan, namun sikap merupakan suatu
faktor yang mendorong individu untuk melakukan suatu tindakan sesuai dengan
penjelasan Mar’at (1981), bahwa sikap belum merupakan suatu tindakan atau
action akan tetapi masih merupakan pre-disposisi tingkah laku. Hal ini sejalan
dengan pengertian sikap menurut Aiken (1970) yang dikutip oleh Wawan dan Dewi
(2011) bahwa sikap juga merupakan predisposisi atau kecenderungan yang
dipelajari dari seorang individu untuk merespon secara positif maupun negatif
dengan intensitas yang moderat dan memadai terhadap objek, situasi, konsep atau
orang lain.
Sikap menurut para psikologi sosial mutakhir diklasifikasikan dengan cara
yang lebih popular dengan menggunakan dua pendekatan dan merupakan
pengembangan dari dasar pemikiran para psikologi terdahulu. Adapun kedua
pendekatan tersebut yang pertama bahwa sikap merupakan kombinasi reaksi
afektif, perilaku dan kognitif terhadap suatu objek. Komponen-komponen tersebut
mengorganisasikan sikap dari individu. Pada pendekatan kedua membatasi sikap
hanya pada aspek afeksi, di mana sikap adalah penilaian positif atau negatif
terhadap suatu objek.
Sikap berdasarkan teori rangsang balas didefinisikan sebagai
kecenderungan atau kesediaan seseorang untuk bertingkah laku tertentu jika
menghadapi suatu rangsangan tertentu (Sarwono, 2010). Pengertian yang demikian
senada dengan pengertian sikap yang dirumuskan oleh Spencer dan Spencer (1993)
bahwa sikap (attitude) merupakan status mental seseorang atau kesiapan untuk
merespon suatu situasi tertentu. Bonner (1953) mendefinisikan bahwa sikap
merupakan sebuah persiapan untuk tindakan dalam arah tertentu.
Mueller dalam Muljono (2000) sikap mempengaruhi secara kuat terhadap
segala keputusan yang diambil dalam kehidupan manusia. Sikap tidak menentukan
tindakan khusus, namun mampu menunjukkan apakah seseorang kemungkinan
melakukan suatu tindakan atau tidak. Berdasarkan hal tersebut sikap sering
dideskripsikan sebagai kecenderungan menanggapi atau dapat dikatakan sebagai
pernyataan yang dicirikan dengan kesiapan untuk menanggapi. Berdasarkan
beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa sikap pada dasarnya adalah
kecenderungan individu untuk bereaksi sebagai tanggapan pada suatu program baik
positif maupun negatif.

11
Pembentukan struktur sikap berdasarkan skema triadik terdiri dari tiga
komponen yang saling menunjang, hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh
Baron dan Byrne serta Myers dalam Wawan dan Dewi (2011). Ketiga komponen
tersebut adalah kognitif, afektif dan konatif. McDavid dan Harari (1968) dalam
Wawan dan Dewi (2011) juga mengungkapkan bahwa sikap terdiri dari tiga
komponen yang terdiri dari kognitif, afektif dan perilaku. Kognitif didefinisikan
sebagai kepercayaan dan ide-ide dari individu terhadap suatu objek, afeksi
merupakan nilai yang mencakup perasaan dan emosi sedangkan perilaku atau yang
disebut konasi merupakan sebuah kecenderungan untuk bertindak dan sering
disebut sebagai predisposisi. Begitu juga dengan yang dikemukakan Zanden
(1984), bahwa sikap merupakan kecenderungan belajar dan relatif abadi untuk
mengevaluasi orang, acara atau situasi dengan cara tertentu dan bertindak sesuai
dengan evaluasinya. Zaden juga mengungkapkan sikap terdiri dari tiga komponen
yaitu komponen kognitif yang merupakan cara memandang suatu objek, peristiwa
atau situasi-situasi tertentu, keyakinan dan ide-ide terhadap sesuatu. Komponen
afektif merupakan perasaan atau emosi pada suatu objek, peristiwa atau representasi
simbolik yang membangkitkan individu. Komponen perilaku merupakan
kecenderungan atau disposisi untuk bertindak dengan cara tertentu yang mengacu
pada beberapa objek, peristiwa atau situasi tertentu.
Mann (1969) yang dikutip oleh Azwar (2009) mengungkapkan bahwa
komponen kognitif berisi persepsi, kepercayaan dan stereotipe yang dimiliki
individu terhadap sesuatu dan seringkali komponen kognitif ini dapat disamakan
dengan pandangan (opini). Hal ini terutama apabila menyangkut masalah isu yang
kontroversial. Azwar sendiri lebih menekankan bahwa komponen kognisi berisi
kepercayaan seseorang mengenai apa yang berlaku atau apa yang benar bagi objek
sikap. Hal-hal yang dipercayai oleh seseorang merupakan stereotipe atau sesuatu
yang telah terpolakan dalam fikirannya. Kepercayaan datang dari apa yang dilihat
atau apa yang telah diketahui. Berdasarkan apa yang telah dilihat tersebut kemudian
akan terbentuk suatu ide atau gagasan mengenai karakter umum suatu objek.
Apabila kepercayaan telah terbentuk, maka akan menjadi dasar pengetahuan bagi
seseorang mengenai apa yang diharapkan dari objek tertentu.
Komponen afektif merupakan perasaan individu terhadap objek sikap dan
menyangkut masalah emosi. Reaksi emosional individu terhadap suatu objek, pada
umumnya banyak dipengaruhi oleh kepercayaan sebagai benar dan berlaku bagi
objek tersebut. Adanya kepercayaan maka terbentuk perasaan suka atau tidak suka
terhadap objek tersebut. Komponen konatif menunjukkan bagaimana
kecenderungan yang ada dalam diri seseorang berkaitan dengan objek yang
dihadapi. Kecenderungan berperilaku secara konsisten, selaras dengan kepercayaan
dan perasaan membentuk sikap individual. Pengertian kecenderungan berperilaku
menunjukkan bahwa komponen konatif meliputi bentuk perilaku yang tidak hanya
dapat dilihat secara langsung saja, tetapi juga meliputi bentuk-bentuk perilaku yang
berupa pernyataan atau perkataan yang diucapkan oleh seseorang (Azwar, 2009).
Pengertian sikap dalam penelitian ini adalah kecenderungan dari individu
untuk memberikan tanggapan terhadap pengolahan lahan tanpa bakar, ditinjau dari
dimensi kognisi, afeksi dan konasi pada aspek sosialisasi, perencanaan dan
kerjasama dalam pengolahan lahan tanpa bakar. Pemilihan dimensi sikap tersebut
bertujuan agar mendapatkan deskripsi sikap secara lengkap.

12
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Partisipasi
Partisipasi seseorang dalam suatu kegiatan maupun program banyak faktorfaktor yang mempengaruhinya. Sehubungan dengan hal tersebut, hasil penelitian
Setyowati (2010) menyatakan bahwa partisipasi dipengaruhi oleh faktor internal
dan eksternal. Faktor internal yang secara nyata mempengaruhi partisipasi adalah
tingkat pendidikan formal dan non formal, serta luas lahan garapan. Sedangkan
faktor eksternal yang berpengaruh adalah intensitas pendampingan pada petani,
manfaat yang dirasakan, dan aktivitas kelompok. Faktor eksternal lain seperti
kegiatan penyuluhan, kelompok tani dan sumber informasi berpengaruh terhadap
partisipasi masyarakat.
Faktor-faktor internal yang mempengaruhi partisipasi dikemukakan oleh
Slamet (1994) adalah berasal dari dalam kelompok masyarakat sendiri, yaitu
individu-individu dan kesatuan kelompok di dalamnya. Tingkah laku individu
berhubungan erat atau ditentukan oleh ciri-ciri sosiologis seperti umur, jenis
kelamin, pengetahuan, pekerjaan dan penghasilan. Slamet (1994) juga
mengungkapkan bahwa secara teoritis, terdapat hubungan antara ciri-ciri individu
dengan tingkat partisipasi, seperti usia, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan,
lamanya menjadi anggota masyarakat, besarnya pendapatan, serta keterlibatan
dalam kegiatan pembangunan.
Penelitian Supadi (2008) mengungkapkan faktor pendorong petani untuk
berpartisipasi dalam menanam kedelai di antaranya adalah penyediaan teknologi
yang sesuai, penyuluhan dan insentif yang dapat membantu permodalan petani.
Hasil penelitian Herawati dan Pulungan (2006) juga mengenai faktor-faktor yang
berhubungan dengan partisipasi kontak tani dalam perencanaan program
penyuluhan pertanian, faktor internal yang memiliki hubungan secara nyata dengan
partisipasi kontak tani adalah pendidikan, pengalaman sebagai kontak tani,
pekerjaan, dan pendapatan. Sementara faktor eksternal yang berhubungan secara
nyata adalah intensitas penyuluhan, kekosmopolitan, frekuensi komunikasi, dan
ikut organisasi. Hal ini didukung oleh hasil penelitian Lestari (2012) mengenai
analisis partisipasi petani dalam kegiatan sekolah lapang pengelolaan tanaman
terpadu. Faktor-faktor internal yang berpengaruh terhadap partisipasi di antaranya
umur, pendidikan, pengalaman berusahatani, penguasaan lahan, etos kerja,
sedangkan faktor eksternal yang berpengaruh adalah komunikasi kelompok, klik
sosial, proses belajar di sekolah lapang.
Karakteristik Internal Petani
Karakteristik internal merupakan ciri-ciri khusus yang terdapat