Model Penduga Sediaan Karbon Menggunakan Citra Landsat 8 Di Taman Nasional Bromo Tengger Semeru
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Model Penduga Sediaan
Karbon Menggunakan Citra Landsat 8 di Taman Nasional Bromo Tengger
Semeru adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, September 2015
AGNOSGN_[TO 5GZSO >UUXaGT
NIM E151120211
RINGKASAN
P?FGK?FWSLG D?RKG LMMP~?L. Model Penduga Sediaan Karbon
Menggunakan Citra Landsat 8 di Taman Nasional Bromo Tengger Semeru.
Dibimbing oleh I NENGAH SURATI JAYA dan NINING PUSPANINGSIH.
Saat ini sumber data yang komprehensif mengenai simpanan karbon di
berbagai tipe ekosistem hutan dan penggunaan lahan lain masih terbatas.
Penelitian ini dilakukan di kawasan konservasi Taman Nasional Bromo Tengger
Semeru (TNBTS) yang mewakili tipe ekosistem hutan hujan dataran rendah,
hutan sub-montana dan hutan Montana dan hutan sub-alpin di Jawa. Dalam
melihat fungsi TNBTS sebagai penyerap karbon, informasi mengenai jumlah
karbon yang ditambat (sediaan karbon) oleh TNBTS menjadi penting. Pada
penelitian ini dilakukan pendugaan biomassa dan sediaan karbon pada berbagai
tipe ekosistem hutan di TNBTS dengan menggunakan kombinasi data pengukuran
di lapangan dengan data inderaja. Model penduga biomassa dilakukan dengan
menggunakan beberapa indeks vegetasi dari citra Landsat 8 OLI. Indeks vegetasi
yang dianalisis dalam penelitian ini adalah NDVI, TVI, SRVI, DVI, MSAVI2,
dan ARVI yang digunakan untuk menduga biomassa dan sediaan karbon. Sumber
karbon hutan yang diukur meliputi biomassa di atas permukaan tanah, tumbuhan
bawah, nekromasa dan serasah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa indeks
vegetasi pada citra Landsat 8 cukup baik digunakan untuk menduga biomassa dan
sediaan karbon hutan di TNBTS dan mempunyai pola hubungan antara bersifat
tidak linear tetapi cenderung non-linear. Model penduga biomassa dan sediaan
karbon terbaik adalah model eksponensial berdasarkan indeks vegetasi ARVI
dengan persamaan regresi < .,635`11.918arvi. Berdasarkan model penduga
sediaan biomassa terbaik di TNBTS tahun 2013 didapatkan bahwa kelas potensi
biomassa > 10 ton/ha pada ketinggian 1400|2500 m dpl mempunyai luasan yang
paling luas. Zona hutan pegunungan tinggi di TNBTS memiliki potensi sediaan
karbon yang cukup tinggi sehingga perlu dijaga kelestariannya.
Kata kunci: sediaan karbon, biomassa, taman nasional, Landsat 8, indeks vegetasi,
tutupan lahan
SUMMARY
P?FGK?FWSLG D?RKG LMMP~?L. Estimating Carbon Stock using Landsat 8
in Bromo Tengger Semeru National Park. Supervised by I NENGAH SURATI
JAYA and NINING PUSPANINGSIH.
Up to now, a comprehensive source of data and information on carbon storage in
various types of forest ecosystems and other land uses in Java Island are still
limited. The study was intended to drive data and information related to carbon
stock of several forest ecosystems. The study was carried out in a conservation
area of Bromo Tengger Semeru National Park (TNBTS) that represents the
ecosystem types of lowland rain forest, sub-montane forests, mountain forests and
sub-alpine forests in Java. The information on carbon sequestration and carbon
stocks at TNBTS becomes important. The main objective of this study was to
estimate the biomass and carbon stocks in various types of forest ecosystems in
TNBTS by developing an estimation model on the basis of remotely sensed data.
The biomass estimation models were predicted on the basis of vegetation indices
derived from Landsat 8 OLI. Vegetation indices that used to estimate the biomass
and carbon stocks are the NDVI, TVI, SRVI, DVI, MSAVI2, and ARVI. Field
measurements of forest carbon include aboveground, understorey, necromass and
litter pools. The study found that the best model for estimating the biomass and
carbon stocks is exponential model, i.e. y = 0.857e11.918ARVI. From the analysis,
the potential of biomass stocks of the elevation range, 1400 to 2500 m asl is more
than 10 ton/ha. The study noted that the mountain forest zone in TNBTS should
be continuously preserved due to its high biomass stocks.
Keywords: carbon stock, biomass, national park, Landsat 8, vegetation index
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Pengelolaan Hutan
Penguji Luar Komisi Pembimbing pada Ujian: Dr Tatang Tiryana, S Hut, M Sc
gl0ldls sF
gI0Zsn1sn8vIZ :rrellnpEiluel
:snlnT1ettuel
CSW.NH
ue1nguueo1eErc4
nun
ZSpqs ulu.6or6?nle)
qelo mrpp{r(
ulottuy
rs IAI'r{rsduru?osnd
brrnnNJc
1,)
-M/
"fu
Eul$qqwed Isltuo)
qelo mfnlesrq
rrc0zrlslg:
I^[IN
?TIXBN
rru.rooNruwg rmilqeu4qrg :
' nretnegrotEuol oruorgpuolssNtx€ursJ
Ip
g 1aspql u4r3 uuleunttluohluogu) w"tpos etnpn6 lepory: s$el Inpnf
PRAKATA
Puji syukur ke hadirat Allah SWT atas segala karunia-Nya yang telah
memberikan kelancaran sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini.
Tesis ini disusun sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelas Magister
Sains pada program studi Ilmu Pengelolaan Hutan, Sekolah Pascasarjana IPB.
Judul penelitian ini adalah Model Penduga Sediaan Karbon Menggunakan Citra
Landsat 8 di Taman Nasional Bromo Tengger Semeru.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Prof Dr Ir I Nengah Surati
Jaya, MAgr dan Ibu Dr Dra Nining Puspaningsih, MSi selaku dosen pembimbing,
serta Bapak Dr Tatang Tiryana, SHut, MSc selaku penguji luar komisi
pembimbing, yang telah banyak memberikan arahan dan saran. Ungkapan terima
kasih juga penulis sampaikan kepada seluruh staf Program Studi Ilmu Pengelolaan
Hutan, seluruh staf dan keluarga besar Laboratorium GIS dan Remote Sensing
Jurusan Manajemen Hutan atas dukungan dan bantuannya, seluruh staf Balai
Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru atas bantuan dan kerjasamanya,
seluruh staf dan peneliti Puspijak atas bantuannya. Ungkapan terima kasih juga
disampaikan kepada ibu, suami, anak dan seluruh keluarga, atas segala doa dan
kasih sayangnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Agustus 2015
AGNOSGN_[TO 5GZSO >UUXaGT
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian
Kerangka Pemikiran
1
1
3
4
5
5
5
2 METODE
Lokasi dan Waktu Penelitian
Data Penelitian
Alat
Prosedur
7
7
7
8
8
3 HASIL DAN PEMBAHASAN
Komposisi Floristik
Tipe Ekosistem Hutan di TNBTS
Analisis Statistik
Peta Sebaran Potensi Biomassa
21
21
22
26
30
4 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
32
32
32
DAFTAR PUSTAKA
33
LAMPIRAN
37
RIWAYAT HIDUP
40
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Jumlah plot contoh di lapangan................................................................ 11
Tabel 2 Jenis data yang dikumpulkan dan diukur di lapangan tahun 2013.......... 14
Tabel 3 Persamaan penghitungan biomassa .......................................................... 14
Tabel 4 Parameter tegakan dan diameter di berbagai lokasi plot pengukuran
biomassa berdasarkan zona ekosistem .................................................... 21
Tabel 5 Nilai biomassa dan nilai indeks vegetasi di TNBTS tahun 2013 ........... 22
Tabel 6 Nilai signifikansi data pada uji normalitas dan uji heteroskedastisitas .... 26
Tabel 7 Model penduga biomassa dan uji koefisien regresi.................................. 28
Tabel 8 Hasi uji validasi model penduga biomassa............................................... 29
Tabel 9 Nilai skor dan peringkat masing-masing model penduga biomassa ........ 30
Tabel 10 Luas kelas biomassa pada masing-masing ketinggian di TNBTS.......... 31
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Diagram alir tahapan penelitian.............................................................. 6
Gambar 2 Peta kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru pada citra
Landsat 8 path 118 row 065 dan 066....................................................... 8
Gambar 3 Peta sebaran titik plot contoh berdasarkan nilai NDVI ........................ 12
Gambar 4 Peta klasifikasi ketinggian tempat di TNBTS tahun 2013 ................... 23
Gambar 5 Kenampakan hutan primer di Ireng-ireng (kiri) dan di Jarak Ijo
&f\i\i' &Ijjm_di\o8 .6v.0~566} JQ //1v./~076} @R _\i
.5v37~67.} JQ //0v30~..2} @R'.......................................................... 24
Gambar 6 Kenampakan tegakan hutan cemara di Cemoro Kandang
&Ijjm_di\o8 .6v.1~453} JQ //0v33~05/} @R _\i .6v.2~./3} JQ
//0v33~007} @R' ................................................................................... 24
Gambar 7 Kenampakan savana di Oro-oro Rombo (kiri) dan di Bukit
R`g`op]d`n &f\i\i' &Ijjm_di\o8 .6v.0~453} JQ //0v33~.41} @R
_\i .5v36~061} JQ //0v35~1./} @R'................................................... 25
Gambar 8 Kenampakan tegakan akasia dan mentigi di Argowulan (kiri) dan
padang bunga edelweis di Cemoro Kandang (kanan) (Koordinat:
.5v31~551} JQ //0v35~0..} @R _\i .6v.2~.2.} JQ //0v33~/3/}
BT)......................................................................................................... 26
Gambar 9 Grafik hubungan antara nilai digital number ARVI dengan
biomassa (ton/ha) di TNBTS tahun 2013.............................................. 27
Gambar 10 Peta sebaran potensi biomassa model terpilih di TNBTS tahun
2013 ....................................................................................................... 31
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Data potensi simpanan karbon pada berbagai tutupan lahan ............. 37
Lampiran 2 Peta sebaran titik plot berdasarkan nilai TVI.................................... 38
Lampiran 3 Peta sebaran titik plot berdasarkan nilai SRVI ................................. 38
Lampiran 4 Peta sebaran titik plot berdasarkan nilai DVI ................................... 38
Lampiran 5 Peta sebaran titik plot berdasarkan nilai MSAVI2 ........................... 38
Lampiran 6 Peta sebaran titik plot berdasarkan nilai ARVI ............................... 38
Lampiran 7 Peta sebaran potensi biomassa model ARVI terpilih ........................ 38
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Saat ini informasi sediaan karbon telah menjadi isu strategis terkait dengan
pengelolaan hutan lestari. Sebagai bagian dari upaya adaptasi dan mitigasi
perubahan iklim, sejak tahun 1996 Intergovernmental Panel on Climate Change
(IPCC) telah mengembangkan metode inventarisasi GRK, yaitu melalui IPCC
Guideline Revised 1996, IPCC Good Practice Guidance 2000 dan IPCC
Guideline 2006 (IPCC 2006). Perhitungan emisi dalam kegiatan Reducing
Emission from Deforestation and Degradation+ (REDD+) sesuai dengan IPCC
Guideline 2006 harus berdasarkan data perubahan tutupan hutan yang diturunkan
dari data penginderaan jauh (inderaja), besaran faktor emisi dan faktor serapan
lokal serta tersedianya data kerusakan hutan seperti illegal logging, kebakaran,
dan data lainnya (GOFC-GOLD 2009).
Upaya mitigasi perubahan iklim di Indonesia memerlukan data dari kegiatan
inventarisasi Gas Rumah Kaca (GRK) yang memonitor penurunan emisi.
Perhitungan emisi di Indonesia dilakukan dengan menghitung perbedaan sediaan
karbon (carbon stock) pada waktu tertentu (stock difference method) (Badan
Litbang Kementerian Kehutanan 2011). Pohon menyerap karbondioksida (CO2)
pada proses fotosintesis dan menyimpannya dalam bentuk karbohidrat pada
bagian akar, batang dan daun sebelum dilepaskan kembali ke atmosfer. Hal ini
menimbulkan keterkaitan antara biomassa dengan kandungan karbon. Ada lima
pool karbon, yaitu biomassa di atas permukaan (aboveground biomass, AGB),
biomassa di bawah permukaan (belowground biomass), bahan organik mati (dead
wood, necromass), serasah (litter) dan kandungan karbon organik tanah. Semua
komponen vegetasi termasuk tumbuhan berkayu dan tumbuhan bawah termasuk
dalam AGB. Sedangkan akar termasuk dalam biomassa di bawah permukaan
selain kandungan organik tanah. Serasah dan kayu mati juga ditetapkan
berdasarkan berbagai tingkat dekomposisi.
Biomassa adalah kunci penting dalam menilai suatu ekosistem (Chapin et al.
2002). Informasi tentang AGB diperlukan untuk memperkirakan dan memprediksi
produktivitas ekosistem, simpanan karbon, pembagian unsur hara, dan akumulasi
bahan bakar (Brown et al. 1999). Penduga AGB di daerah tropis masih terbatas
terutama tegakan yang masih hidup dan variasinya pada seluruh bentuk bentang
alam dan tipe hutan (Houghton 2007).
Kemampuan untuk memetakan biomassa hutan sangat penting untuk
melihat perubahan struktur hutan dan perubahan simpanan karbon (Labrecque et
al. 2006). Penduga biomassa pohon secara spasial sangat penting dalam
pengelolaan dan perencanaan hutan (Keller et al. 2001). Hutan merupakan obyek
spasial yang sangat luas dan dalam melakukan perhitungan sediaan karbon dapat
dilakukan dengan memanfaatkan teknologi inderaja, karena inderaja merupakan
pendekatan yang terbaik untuk menduga biomassa pada tingkat regional apabila
data lapangan sulit didapatkan (Anaya et al. 2009), untuk wilayah yang luas dan
bisa dilihat secara berulang (Goetz et al. 2000, Prince dan Goward 1995, Running
et al. 2000), lebih efisien dalam pengumpulan dan pengolahan datanya sehingga
dapat memberikan data yang lengkap dalam waktu relatif singkat serta dapat
memantau kondisi suatu wilayah yang sama secara berkala (Jaya 2011).
Biomassa tegakan biasanya dihitung melalui model persamaan regresi linear
dan non-linear berdasarkan spesies tanaman yang didapat dari pengukuran di
lapangan (Crow dan Schlaegel 1988, Hahn 1984, Ohmann dan Grigal 1985,
Smith 1985). Walaupun pendugaan
an AGB bervariasi menurut komposisi jenis,
tinggi pohon, basal area dan struktur vegetasi, tetapi yang paling banyak
digunakan untuk menghitung AGB adalah data diameter batang setinggi dada
(diameter at breast height, dbh) (Crow dan Schlaegel 1988). Berbagai model
persamaan regresi telah dikembangkan untuk memperkirakan AGB (Hahn 1984,
Perala dan Alban 1994, Raile dan Jakes 1982) dan model ini tepat jika digunakan
pada tingkat pohon, plot, dan tegakan, tetapi tidak dapat digunakan untuk
menganalisis pola spasial dari AGB pada seluruh lanskap. Untuk menduga AGB
pada tingkat lanskap, dapat dengan menggunakan berbagai indeks vegetasi yang
didapat dari data inderaja (Zheng et al. 2004).
Indeks vegetasi dihitung berdasarkan perbedaan reflektansi saluran inframerah dekat (NIR) dan saluran merah (R) pada piksel citra. Yang pertama kali
menggunakan metode rasio saluran infra-merah dekat dengan saluran merah untuk
menduga biomassa atau indeks luas daun adalah Jordan (1969) yang digunakan
untuk menduga kanopi hutan di hutan hujan tropis. Metode rasio antara saluran
infra merah dengan saluran merah pada citra Landsat untuk menganalisis nilai
biomassa untuk pertama kali dilakukan diantaranya oleh Rouse et al. (1973).
).
Beberapa indeks vegetasi biasanya dibangun berdasarkan karakter spektral
dari reflektan vegetasi hijau dengan nilai reflektan tertinggi pada saluran inframerah dekat dan reflektan terendah pada saluran merah, dimulai dari ratio
vegetation index (RVI) (Jordan 1969) normalized difference vegetation index
(NDVI) (Rouse et al. 1974), soil adjusted vegetation index (SAVI) (Huete 1988),
atmospherically resistant vegetation index (ARVI) (Kaufman dan Tanre 1992),
enhanced vegettaion index (EVI) (Huetue dan Liu 1994) EVI2 (Jiang et al. 2008),
hingga global environmental monitor index (GEMI) (Pinty dan Verstraete 1992).
).
Untuk mengurangi gangguan eksternal yang berkaitan dengan tanah dan atmosfer,
beberapa indeks vegetasi dibangun untuk meningkatkan penghitungan yang lebih
sensitif terhadap parameter biofisik tumbuhan., diantaranya SAVI yang di
modifikasi menjadi transformed SAVI (TSAVI) (Baret et al. 1989), modified
SAVI (MSAVI) (Qi et al. 1994), optimized SAVI (OSAVI)(Rondeaux et al.
1996), generalized SAVI (GESAVI) (Gilabert et al. 2002) yang dibangun untuk
mengurangi pengaruh permukaan tanah, sementara modifikasi ARVI, yaitu green
ARVI (GARI) (Gitelson et al. 1996), visible atmospherically resistant index
(VARI) (Gitelson et al. 2002), atmospheric effect resistant vegetation index
(IAVI) (Zhang et al. 1996) dibangun untuk mengurangi pengaruh atmosfer.
Banyak penelitian yang menunjukkan bahwa beberapa indeks seperti
spectral vegetation index (SVI), simple ratio (SR), NDVI, dan corrected
normalized difference vegetation index (NDVIc) yang berasal dari data satelit
dapat digunakan untuk menduga indeks luas daun, biomassa dan produktivitas
hutan dan padang rumput (Cheng dan Zhao 1990, Diallo et al. 1991, Fassnacht et
al. 1997, Jakubauskas 1996, Nemani et al. 1993, Paruelo dan Lauenroth 1998,
al
Steininger 2000, Tieszen et al. 1997).
Telah banyak dilakukan penelitian dalam menduga biomassa hutan dengan
menggunakan data inderaja di hutan sub-tropis dan tropis (Brown et al. 1999,
Gower et al. 1999, Jakubauskas 1996, Lee dan Nakane 1997, Lefsky et al. 1999,
Malcolm et al. 1998, Sader et al. 1989, Sannier et al. 2002, Steininger 2000), dan
bervariasi menurut waktu dan spasial, dan penduga biomassa pada tingkat lanskap
diperlukan untuk baseline data yang digunakan untuk penduga sediaan karbon di
masa yang akan datang (Foody et al. 2003, Woodcock et al. 2001). Model
penduga yang dihasilkan dari data inderaja harus di verifikasi dan di validasi
dengan data lapangan sebelum digunakan untuk menduga AGB pada lanskap
tersebut.
Data dan informasi mengenai sediaan karbon untuk hutan alam di Pulau
Jawa masih sangat terbatas, terutama mengenai data sediaan dan potensi biomassa
di hutan alam pegunungan dataran tinggi di Jawa Timur, khususnya di kawasan
konservasi TNBTS. Informasi mengenai jumlah karbon yang ditambat (sediaan
karbon) oleh TNBTS menjadi penting. Oleh karena itu perlu dikembangkan
metoda-metoda untuk menghitung dan menduga sediaan karbon serta memantau
perubahannya secara periodik di kawasan TNBTS.
Pemanfaatan teknologi penginderaan jauh dapat membantu dalam
melakukan penduga sediaan karbon hutan secara kuantitatif melalui penyusunan
model statistik beberapa transformasi citra yang berkorelasi dengan biomassa
hutan. Untuk menentukan nilai biomasa digunakan persamaan alometrik yang
sudah ada. Kemudian dibuat korelasi antara karakteristik spektral citra satelit
dengan jumlah biomassa yang terukur. Hasil korelasi ini dikembangkan lebih
lanjut menjadi model persamaan penduga biomassa dari tingkat plot ke tingkat
bentang alam (Ulumuddin et al. 2005).
Pada penelitian ini dilakukan penduga biomassa dan sediaan karbon pada
berbagai tipe ekosistem hutan di TNBTS dengan menggunakan kombinasi data
pengukuran di lapangan dengan data inderaja. Model penduga biomassa dilakukan
dengan menggunakan beberapa indeks vegetasi dari citra Landsat 8 OLI. Indeks
vegetasi yang dianalisis dalam penelitian ini adalah NDVI, TVI, SRVI, DVI,
MSAVI2, dan ARVI yang digunakan untuk menduga biomassa dan sediaan
karbon.
Perumusan Masalah
Dalam skala sub nasional Pulau Jawa merupakan pulau yang seringkali
luput dari perhatian para penggiat REDD+ karena luas hutan di pulau ini yang
tergolong rendah dibandingkan dengan pulau lain seperti Kalimantan dan
Sumatera sehingga data dan informasi mengenai sediaan karbon di Pulau Jawa
masih sangat terbatas.
Saat ini sumber data yang komprehensif tentang sediaan karbon di berbagai
tipe ekosistem hutan dan penggunaan lahan lain masih terbatas, seperti tersaji
pada tabel Lampiran 1. Data dan informasi mengenai sediaan karbon untuk hutan
alam di Pulau Jawa dirasakan masih sangat terbatas. Dari hasil penelitian
Dharmawan dan Siregar (2010) AGB di hutan alam primer dan sekunder di TN
Gunung Gede Pangrango, yakni sebesar 103,16|113,2 tonC/ha. Menurut
penelitian Arifanti et al. (2012) di TN Gunung Halimun Salak, potensi AGB
adalah sebesar 139,31 tonC/ha, biomassa di bawah tanah (below ground biomass)
sebesar 39,01 tonC/ha, serasah (litter) sebesar 2,68 tonC/ha, dan nekromas
(necromass) sebesar 5,77 tonC/ha, sedangkan rata-rata simpanan karbon di TN
Meru Betiri sebesar 20,31|120,93 tonC/ha (Sularso et al 2011). Ada keterbatasan
mengenai data sediaan dan potensi biomassa di hutan alam pegunungan dataran
tinggi di Jawa Timur, khususnya di kawasan konservasi TNBTS. Oleh karena itu,
informasi mengenai sediaan karbon yang ditambat oleh TNBTS menjadi penting.
Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) merupakan perwakilan
tipe ekosistem hutan hujan dataran rendah, hutan sub-montana dan hutan montana
di Jawa. Dalam melihat fungsi TNBTS sebagai kawasan konservasi yang dapat
ikut dalam kegiatan REDD+, informasi dan data mengenai sediaan karbon hutan
di TNBTS menjadi penting. Oleh karena itu perlu dilakukan penghitungan sediaan
karbon hutan dengan menggunakan data penginderaan jauh untuk pengelolaan
hutan dengan data terbaru yang dapat diperoleh secara cepat, akurat dan efisien
(Jaya 2009), data penginderaan jauh yang didukung observasi di lapangan
merupakan kunci pemantauan yang efektif dan efisien (Kanninen et al. 2009)
serta untuk menghitung dan
menduga sediaan karbon serta memantau
perubahannya secara periodik.
Pemanfaatan teknologi penginderaan jauh dapat membantu dalam
melakukan penduga sediaan karbon hutan secara kuantitatif melalui penyusunan
model statistik beberapa transformasi citra yang berkorelasi dengan biomassa
hutan. Salah satu hasil transformasi citra yang dapat digunakan dalam bidang
kehutanan adalah indeks vegetasi. Indeks vegetasi merupakan suatu algoritma
yang diterapkan pada citra untuk menonjolkan aspek kerapatan vegetasi ataupun
aspek lain yakni biomassa, leaf area index, konsentrasi klorofil dan sebagainya
(Danoedoro 2012). Indeks vegetasi merupakan kombinasi metematis antara
saluran merah dan saluran near infra red (NIR) yang telah lama digunakan
sebagai indikator keberadaan dan kondisi vegetasi (Lillesand dan Kiefer 1994).
Terdapat banyak jenis indeks vegetasi sehingga perlu dilakukan penelitian indeks
vegetasi manakah yang dapat digunakan untuk menyusun model terbaik untuk
penduga biomassa di TNBTS.
Berdasarkan permasalahan di atas, maka analisis data penginderaan jauh dan
data terestris, diharapkan menjawab rumusan masalah penelitian sebagai berikut:
1. Bagaimana model penduga biomassa terbaik di TNBTS berdasarkan nilai
indeks vegetasi yang diturunkan dari citra Landsat 8 OLI?
2. Bagaimana potensi biomassa dan sediaan karbon untuk masing-masing
tutupan lahan pada setiap ekosistem di TNBTS berdasarkan model terpilih?
Tujuan Penelitian
Penelitian model penduga sediaan karbon di TNBTS ini bertujuan untuk:
1. Menyusun model penduga biomassa di TNBTS berdasarkan nilai indeks
vegetasi yang diturunkan dari citra Landsat 8 OLI.
2. Menghitung potensi biomassa dan sediaan karbon untuk masing-masing
tutupan lahan pada setiap ekosistem di TNBTS berdasarkan model terpilih.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai biomassa
dan sediaan karbon pada masing-masing tutupan lahan pada setiap ekosistem, dan
mempermudah informasi sediaan karbon di TNBTS secara periodik sehingga
dapat diketahui kehilangan biomassa dan sediaan karbon akibat deforestasi dan
degradasi hutan di TNBTS. Hasil penelitian ini akan berguna untuk kesiapan
keikutsertaan TNBTS ke dalam kegiatan REDD+.
Ruang Lingkup Penelitian
1.
2.
3.
Pada penelitian ini ruang lingkup kajian penelitian adalah:
Biomassa yang diteliti adalah biomassa di atas permukaan tanah, tumbuhan
bawah, serasah dan kayu mati (3 tampungan karbon), sehingga biomassa
bagian tumbuhan di bawah permukaan tanah (akar) dan biomassa bahn
organik tanah diabaikan.
Penutupan lahan yang diteliti dan dihitung biomassa dan sediaan karbonnya
adalah penutupan lahan hutan sedangkan penutupan lahan lainnya seperti
kebun/ladang, lahan kosong, dan seterusnya tidak diikutsertakan dalam
penghitungan biomassa dan sediaan karbon.
Wilayah penelitian adalah kawasan area TNBTS berdasarkan peta kawasan
tahun 2013. Wilayah di luar TNBTS tidak diteliti.
Kerangka Pemikiran
Penelitian ini memanfaatkan citra penginderaan jauh untuk menduga
sediaan karbon di TNBTS. Citra Landsat 8 dipilih sebagai alat penelitian karena
termasuk citra produksi terbaru dengan karakteristik yang sedikit berbeda dengan
citra landsat sebelumnya sehingga penelitian-penelitian sediaan karbon
sebelumnya belum banyak yang menggunakan citra ini dan masih perlu
dikembangkan lagi pemanfaatannya. Selain itu citra Landsat 8 ini memiliki
resolusi spasial yang cocok untuk kajian vegetasi terutama wilayah dengan
kenampakan yang homogen seperti hutan dan memiliki cakupan areal yang luas.
Penentuan sampel diawali dengan melakukan klasifikasi multispektral
terhadap penutupan lahan untuk membedakan penutupan lahan hutan dan nonhutan. Setelah memperoleh klasifikasi penutupan lahan wilayah penelitian
kemudian dilakukan klasifikasi berdasarkan indeks vegetasi untuk membagi
daerah sampel berdasarkan kerapatan vegetasi pada citra. Indeks vegetasi yang
digunakan dalam penentuan sampel adalah NDVI. Indeks ini digunakan dengan
alasan memiliki rumus transformasi yang tidak terlalu rumit namun memiliki hasil
yang cukup akurat dalam mempresentasikan kerapatan vegetasi pada citra.
Sampel berupa penempatan area dengan luas yang sama dengan resolusi spasial
citra dan merupakan piksel yang dianggap piksel murni yang berupa vegetasi.
Penghitungan biomassa tiap sampel menggunakan persamaan alometrik yang
biasa digunakan untuk penghitungan biomassa pada hutan tropis heterogen atau
berdasarkan masing-masing tipe ekosistem. Variabel dalam penghitungan
alometrik diperoleh melalui pengukuran di lapangan yaitu diameter pohon.
Masing-masing plot area sampel dihitung sediaan karbonnya dengan
menggunakan asumsi bahwa 47|50% dari biomassa vegetasi hutan adalah karbon
(Brown 1997, SNI 7724:2011).
Hasil penghitungan biomassa pada masing-masing plot sampel kemudian
digunakan sebagai variabel tak bebas dalam analisis regresi dengan indeks
vegetasi sebagai variabel bebas. Beberapa model regresi yang disusun
berdasarkan beberapa indeks vegetasi dan biomassa di lapangan kemudian
dianalisis secara statistik serta divalidasi sehingga dapat diketahui model regresi
terbaik untuk menduga biomassa dan sediaan karbon hutan di TNBTS. Diagram
alir tahapan penelitian model penduga sediaan karbon di TNBTS terlihat seperti
pada Gambar 1.
Gambar 1 Diagram alir tahapan penelitian
2 METODE
Penelitian ini menitikberatkan pada perhitungan penduga biomassa dan
sediaan karbon hutan melalui citra penginderaan jauh khususnya pemanfaatan
citra Landsat 8 OLI. Penelitian ini terbagi beberapa tahap yaitu persiapan, prapengolahan citra, pengolahan citra, penentuan titik contoh, pengambilan data
lapangan, penghitungan biomassa sampel, analisis statistik, penyusunan model
penduga biomassa, uji validasi model, penentuan model terpilih dan penghitungan
biomassa dan sediaan karbon. Metode yang diterapkan dalam penelitian ini antara
lain, metode klasifikasi multispektral penutup lahan, metode transformasi indeks
vegetasi, metode alometrik untuk menghitung biomassa pohon, metode regresi
untuk membangun model persamaan antar variabel bebas dan variabel tak bebas
serta menganalisis hubungan antar variabel.
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Taman Nasional Bromo Tengger Semeru
(TNBTS) ,@V@ 6HLTQ
)@LA@Q RDB@Q@ FDNFQ@EHR SDQKDS@J @MS@Q@ _ba|
_ba $6 C@M @MS@Q@ _ba | _ba .5 $DQC@R@QJ@M 5TQ@S /DMSDQH
Kehutanan No.SK.178/Menhut-II/2005 menetapkan bahwa TNBTS mempunyai
luasan 50.276,20 hektar yang terletak di Kabupaten Pasuruan, Kabupaten
Probolinggo, Kabupaten Lumajang dan Kabupaten Malang, Propinsi Jawa Timur.
Pengolahan data dilakukan di Laboratorium Fisik Remote Sensing, Fakultas
Kehutanan IPB.
Data Penelitian
Data penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
a. Mozaik yang dibuat dari dua scene citra Landsat 8 OLI path/row 118/066 dan
118/065 seperti terlihat pada Gambar 2
b. Peta Kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru tahun 2013 skala
1 : 125.000
c. Peta batas administrasi Provinsi Jawa Timur skala 1 : 125.000
d. Peta Rupa Bumi Indonesia
e. Data DEM SRTM
f. Data pengukuran dan observasi lapangan penduga kandungan karbon di
berbagai ekosistem yang ada di TNBTS khususnya dan di pulau Jawa pada
umumnya.
Gambar 2 Peta kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru pada citra
Landsat 8 path 118 row 065 dan 066
Alat
Alat yang digunakan untuk pengukuran dan observasi lapangan adalah
Global Positioning System (GPS), kompas, peta kerja, calliper, diameter tape
(phi-band), timbangan digital, timbangan gantung, alat tulis, tally sheet, spidol,
kalkulator, kamera, meteran, kantong plastik, pisau, golok, gergaji kecil, gunting
stek dan tali rafia.
Perangkat lunak yang digunakan mencakup perangkat lunak pengolah citra
satelit Erdas Imagine 9.1 untuk koreksi geometrik dan radiometrik citra serta
transformasi indeks vegetasi; ArcGis 10.1 untuk pemasukan data grafis, editing,
pemasukan data atribut, dan keluaran data; perangkat lunak pengolah data statistik
SPSS untuk analisis statistik regresi; dan perangkat lunak Microsoft Excel dan
untuk pengolahan data.
Prosedur
Persiapan
Tahap persiapan dilakukan sebagai kegiatan awal dalam membangun logika
dan metode penelitian sekaligus pengumpulan bahan penelitian. Tahapan tersebut
meliputi:
a. Studi pustaka dan laporan penelitian sebelumnya terkait dengan penelitian
yang dilakukan.
b. Penentuan metode yang akan digunakan untuk penduga sediaan karbon
menggunakan citra penginderaan jauh.
c. Pengumpulan citra Landsat yang sesuai dengan tujuan penelitian.
d. Pengumpulan data sekunder dari instansi pemerintah maupun swasta terkait
wilayah kajian, seperti peta batas Taman Nasional Bromo Tengger Semeru,
Peta Administrasi, dan Peta Tutupan Lahan.
e. Penyusunan diagram alir kegiatan berdasarkan metode yang telah ditentukan.
Pra-Pengolahan Citra
Pra pengolahan citra merupakan langkah awal dalam pengolahan citra satelit.
Beberapa langkah dalam pra-pengolahan citra meliputi impor data citra,
penggabungan band, koreksi geometrik dan pemotongan citra.
Impor Data
Proses impor data merupakan langkah awal dalam pra pengolahan citra.
Citra Landsat yang digunakan pada penelitian ini adalah Landsat 8 yang memiliki
level koreksi 1T (koreksi terrain standar) dengan format ekstensi .*tif. Proses
impor data ini merupakan proses pengubahan data citra dari format ekstensi *tif
menjadi format ekstensi *.img. Proses ini dilakukan dengan menggunakan
software Erdas Imagine 9.1.
Penggabungan Citra (Layer Stacking)
Penggabungan band dimaksudkan untuk memperoleh suatu data citra
multispektral yang terdiri dari band cahaya tampak, NIR, dan SWIR pada citra
landsat 8. Jaya (2010) menjelaskan bahwa dengan hanya menggunakan satu band
(saluran) yang umumnya ditampilkan dengan grayscale/hitam putih, identifikasi
objek pada citra umumnya lebih sulit dibandingkan dengan interpretasi pada citra
berwarna.
Pemotongan Data Citra (Subset Image)
Pemotongan citra dilakukan dengan memotong citra yang sudah terkoreksi
pada lokasi penelitian menggunakan software Erdas Imagine 9.1. Pemotongan
citra bertujuan untuk mengetahui secara jelas daerah penelitian.
Klasifikasi Tipe Ekosistem Hutan
Pada penelitian ini klasifikasi tipe ekosistem hutan yang digunakan adalah
berdasarkan ketinggian tempat. Peta klasifikasi tipe ekosistem hutan berdasarkan
ketinggian tempat dibangun dengan menggunakan peta Rupa Bumi Indonesia dan
data DEM SRTM. Samingan (1971) mengklasifikasikan hutan berdasarkan
ketinggian tempat yakni:
1) Hutan dataran rendah, merupakan tipe klimaks vegetasi dataran rendah dan
bukit-bukit mulai dari ketinggian 0|600 m dpl. Di dalam zona ini terdapat
beberapa zona (hutan pantai, hutan payau, hutan rawa, hutan gambut) dengan
formasi vegetasi yang sangat dipengaruhi oleh sifat edafik (formasi edafik)
yaitu lingkungan yang cukup banyak mengandung air dan sifat iklim (formasi
klimatik).
2) Hutan pegunungan rendah, terletak di ketinggian 600|1400 m dpl, hutan ini
menyerupai hutan basah, pohon-pohon kecil serta berakar papan. Hutan
pegunungan rendah terdiri dari Annonaceae dan Burseraceae. Pada
ketinggian 1000 m dpl terdapat Dipterocarpus retusa dan Dipterocarpus
simoresis, Leguminoceae, Meliaceae, Sapindaceae dan Sapotaceae.
3) Hutan pegunungan tinggi, berada pada ketinggian 1400|2500 m dpl. Vegetasi
zona ini termasuk hutan basah, hanya terdapat tajuk lebih dari satu lapis (one
storeyed stand). Menurut Manan (1998) hutan pegunungan tinggi dengan
jenis-jenis Podocarpus spp, Lauraceae, Casuarina junghuniana dan hutan ini
ditandai dengan banyaknya epifit, paku-pakuan, lumut dan parasit. Di Jawa
Timur terdapat hutan cemara gunung yaitu Casuarina junghuniana. Hutan
pada zona ini tidak membentuk satu kesatuan karena diselingi oleh padang
rumput dan semak atau paku-pakuan. Karena pengaruh iklim, hutan pada
zona ini terbentuk hutan savana (mountain savana) dan padang rumput
(mountain grass land).
).
4) Hutan sub alpin, terletak di ketinggian 2500|4000 m dpl. Hutan ini lebih
bersifat hutan basah daerah beriklim sedang (temperate rain forest) dengan
perbedaan bahwa pada zona ini terdapat strata tunggal yang dibentuk oleh
pohon-pohon kecil sebagai penutup tanah. Menurut Manan (1998) zona ini
terdapat di puncak-puncak gunung dengan batas pohon pada ketinggian 3300
m dpl dan terdiri dari jenis-jenis Ternstroemiaceae (Eurya sp), Tilliaceae,
Rosaceae, Ercaceae, Compositae, Leguminoceae (Albizzia montana),
Sapindaceae, dan paku pohon.
5) Hutan vegetasi alpin, terletak di ketinggian 4000 m dpl ke atas, terdapat
daerah semak-semak dan terna dikotik tidak berpohon. Pada daerah ini dapat
dijumpai beberapa jenis berkayu (bukan pohon) seperti Drimys sp dan
Coprosma sp, tetapi umumnya rumput dan lumut sebagai penutup tanah.
Klasifikasi Tutupan Lahan
Klasifikasi tutupan lahan dilakukan secara visual berdasarkan elemen
diagnostik yang terdapat pada citra, diantaranya tone atau warna, ukuran, bentuk,
tekstur, pola, bayangan, ketinggian, lokasi dan asosiasi. Klasifikasi tutupan lahan
dilakukan untuk mengetahui kelas tutupan lahan yang terdapat di TNBTS
berdasarkan tipe ekosistem hutannya.
Tegakan yang rapat menyebabkan pantulan objek pada piksel hutan hanya
sedikit dipengaruhi oleh pantulan objek lain seperti objek tanah yang ada di
bawah tegakan. Interpretasi objek hutan pada citra komposit 754 dapat dilihat dari
warna merah dengan rona yang cukup gelap. Gradasi warna merah pada citra ini
berbanding lurus dengan tingkat kerapatan vegetasinya. Warna merah pada objek
hutan dipengaruhi oleh karakteristik vegetasi yang memiliki pantulan tinggi pada
band inframerah dekat dan memiliki pantulan yang lebih rendah pada band merah
dan hijau. Unsur interpretasi tekstur juga digunakan dalam mengenali objek hutan.
Hutan pada citra cenderung memiliki tekstur yang lebih kasar daripada semak
belukar, tetapi lebih halus dibandingkan dengan kebun.
Interpretasi tutupan lahan pada tegakan dengan dominansi cemara memiliki
In
kendala cukup sulit dibedakan dengan kenampakan hutan. Warna yang samasama merah dengan rona yang tidak terlalu jauh berbeda dengan kenampakan
hutan menjadi salah satu faktor kendala. Tegakan hutan cemara yang terlihat
tertanam teratur memiliki tekstur yang lebih kasar dibandingkan dengan hutan.
Padang rumput dan alang-alang yang rendah menyebabkan tidak adanya
efek bayangan pada citra sehingga warna merah yang ditampilkan lebih cerah
dibandingkan hutan ataupun tegakan hutan cemara. Warna merah cerah pada
objek padang rumput dan alang-alang juga dipengaruhi oleh kerapatan kanopi
yang rendah. Padang rumput dan alang-alang memiliki tekstur yang lebih halus
pada citra dibandingkan dengan hutan dan tegakan cemara.
Interpretasi tutupan lahan pada tegakan akasia dan mentigi memiliki kendala
cukup sulit dibedakan dengan kenampakan hutan. Warna yang sama-sama merah
dengan rona yang tidak terlalu jauh berbeda dengan kenampakan hutan menjadi
salah satu faktor kendala. Tegakan akasia dan mentigi di Argowulan tertanam
secara teratur karena merupakan hutan tanaman proyek revitalisasi ekosistem
kerjasama TNBTS dengan Eco-Forest of Toyota Boshoku Corporation Group dan
memiliki tekstur yang lebih kasar dibandingkan dengan hutan alam. Selain
melalui interpretasi visual pada citra, digunakan juga peta tutupan hutan dan lahan
dari Kementerian Kehutanan tahun 1990, 2000 dan 2013 di TNBTS.
Penentuan Titik Contoh
Penentuan titik contoh dilakukan berdasarkan citra hasil transformasi NDVI.
Transformasi NDVI digunakan dengan alasan memiliki rumus yang tidak terlalu
rumit namun cukup mempresentasikan kerapatan vegetasi. Teknik penarikan
contoh yang digunakan adalah stratified random sampling berdasarkan nilai
NDVI, dimana setiap kelas mempunyai proporsi untuk mewakilkan contoh pada
proses pengecekan dan pertimbangan keterjangkauan lokasi contoh. Contoh
dipilih sebagai satuan pengamatan pada setiap kelas penutup lahan.
Pengambilan Nilai Citra
Variabel bebas yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah nilai indeks
vegetasi NDVI, TVI, SRVI, DVI, MSAVI2 dan ARVI dimana masing-masing
indeks vegetasi memiliki rentang nilai yang berbeda-beda. Nilai diambil dari
setiap piksel yang menjadi contoh pengukuran lapangan.
Berdasarkan hasil pengamatan pada tutupan lahan berhutan dan ketinggian
tempat, dihasilkan nilai digital number untuk masing-masing piksel. Rentang nilai
NDVI pada lokasi penelitian adalah antara 0.21
21|0.46. Pengambilan jumlah titik
contoh di lapangan dapat dilihat pada Tabel 1. Pengambilan titik contoh pada
masing-masing nilai NDVI dilakukan dengan melihat keterjangkauan lokasi di
lapangan. Jumlah total plot contoh yang digunakan pada penelitian ini adalah 27
plot contoh yang terdiri dari 18 plot contoh untuk membangun model dan 9 plot
contoh untuk uji validasi model. Penempatan titik plot contoh berdasarkan nilai
NDVI dapat dilihat pada Gambar 3.
Tabel 1 Jumlah plot contoh di lapangan
Jumlah plot contoh
Nilai NDVI
Model
Uji validasi
0.20
20 - 0.
0.26
26
2
1
0.27
0.
27 - 0.
0.31
31
3
1
0.32
0.
32 - 0.
0.34
34
3
1
0.35
0.
35 - 0.
0.39
39
2
1
0.40
0.
40 - 0.41
3
2
0.42
0.
42 - 0.
0.43
43
3
2
0.44
0.
44 - 0.
0.46
46
2
1
Jumlah
18
9
Gambar 3 Peta sebaran titik plot contoh berdasarkan nilai NDVI
Transformasi Indeks Vegetasi
Transformasi indeks vegetasi dilakukan untuk memperoleh nilai indeks
Tr
vegetasi tiap piksel yang akan digunakan sebagai variabel bebas untuk regresi
dengan data biomassa hasil pengukuran lapangan. Ada 6 (enam) jenis indeks
vegetasi yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu NDVI, TVI, SRVI, DVI,
MSAVI2 dan ARVI. Rumus dan parameter transformasi indeks vegetasi yang
digunakan adalah berdasarkan Richardson and Everitt (1992).
NDVI merupakan kombinasi antara teknik penisbahan dengan teknik
pengurangan citra. Transformasi NDVI ini merupakan salahsatu produk standar
NOAA (National Oceanic and Atmospheric Administration) yang memberi
perhatian khusus pada fenomena global vegetasi. Citra hasil transformasi NDVI
akan memiliki rentang nilai minimum -1 dan maksimum +1, rumus perhitungan
NDVI adalah:
LBTG <
LGP - P
LGP ) P
Indeks vegetasi lainnya yang digunakan sebagai variabel bebas dalam uji
regresi dengan biomassa pohon adalah NDVI memiliki rumus perhitungan yang
berbeda-beda dan akan menghasilkan citra dengan rentang nilai indeks vegetasi
yang berbeda pula.
SRVI (Simple Ratio Vegetation Index) diformulasikan sebagai berikut:
#PTG
LGP
P
Ada korelasi yang cukup kuat antara NDVI atau SRVI, dan memberikan
efek yang sama pada citra. NDVI mampu menonjolkan aspek kerapatan vegetasi
sama halnya dengan SRVI yang merupakan transformasi indeks vegetasi yang
paling sederhana. Perbedaan kedua transformasi ini terletak pada rentang nilai asli
yang dihasilkan. Pada NDVI, rentang nilai minimum -1 dan maksimum +1,
sedangkan pada SRVI rentang nilainya minimum 0 dan maksimumnya J @ S W- >J X@ '7Z Y- ?K @ S W- ?K X@ '7Z
Dengan r = nilai korelasi; xi = nilai NDVI dari unit-unit contoh; yj = nilai potensi
biomassa dari unit-unit contoh; dan n= jumlah unit contoh
Nilai r menunjukkan kekuatan dan arah hubungan antar variabel dalam
suatu model regresi. Selang nilai korelasi (r) berkisar antara -1 sampai dengan 1.
Koefisien korelasi bernilai negatif mempunyai makna hubungan antara dua
variabel yang diuji bersifat berbanding terbalik, yaitu jika salah satu variabel
nilainya menurun, maka peubah yang lain akan meningkat. Koefisien korelasi
bernilai positif menunjukkan hubungan antar dua variabel tersebut berbanding
lurus, yaitu jik
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Model Penduga Sediaan
Karbon Menggunakan Citra Landsat 8 di Taman Nasional Bromo Tengger
Semeru adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, September 2015
AGNOSGN_[TO 5GZSO >UUXaGT
NIM E151120211
RINGKASAN
P?FGK?FWSLG D?RKG LMMP~?L. Model Penduga Sediaan Karbon
Menggunakan Citra Landsat 8 di Taman Nasional Bromo Tengger Semeru.
Dibimbing oleh I NENGAH SURATI JAYA dan NINING PUSPANINGSIH.
Saat ini sumber data yang komprehensif mengenai simpanan karbon di
berbagai tipe ekosistem hutan dan penggunaan lahan lain masih terbatas.
Penelitian ini dilakukan di kawasan konservasi Taman Nasional Bromo Tengger
Semeru (TNBTS) yang mewakili tipe ekosistem hutan hujan dataran rendah,
hutan sub-montana dan hutan Montana dan hutan sub-alpin di Jawa. Dalam
melihat fungsi TNBTS sebagai penyerap karbon, informasi mengenai jumlah
karbon yang ditambat (sediaan karbon) oleh TNBTS menjadi penting. Pada
penelitian ini dilakukan pendugaan biomassa dan sediaan karbon pada berbagai
tipe ekosistem hutan di TNBTS dengan menggunakan kombinasi data pengukuran
di lapangan dengan data inderaja. Model penduga biomassa dilakukan dengan
menggunakan beberapa indeks vegetasi dari citra Landsat 8 OLI. Indeks vegetasi
yang dianalisis dalam penelitian ini adalah NDVI, TVI, SRVI, DVI, MSAVI2,
dan ARVI yang digunakan untuk menduga biomassa dan sediaan karbon. Sumber
karbon hutan yang diukur meliputi biomassa di atas permukaan tanah, tumbuhan
bawah, nekromasa dan serasah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa indeks
vegetasi pada citra Landsat 8 cukup baik digunakan untuk menduga biomassa dan
sediaan karbon hutan di TNBTS dan mempunyai pola hubungan antara bersifat
tidak linear tetapi cenderung non-linear. Model penduga biomassa dan sediaan
karbon terbaik adalah model eksponensial berdasarkan indeks vegetasi ARVI
dengan persamaan regresi < .,635`11.918arvi. Berdasarkan model penduga
sediaan biomassa terbaik di TNBTS tahun 2013 didapatkan bahwa kelas potensi
biomassa > 10 ton/ha pada ketinggian 1400|2500 m dpl mempunyai luasan yang
paling luas. Zona hutan pegunungan tinggi di TNBTS memiliki potensi sediaan
karbon yang cukup tinggi sehingga perlu dijaga kelestariannya.
Kata kunci: sediaan karbon, biomassa, taman nasional, Landsat 8, indeks vegetasi,
tutupan lahan
SUMMARY
P?FGK?FWSLG D?RKG LMMP~?L. Estimating Carbon Stock using Landsat 8
in Bromo Tengger Semeru National Park. Supervised by I NENGAH SURATI
JAYA and NINING PUSPANINGSIH.
Up to now, a comprehensive source of data and information on carbon storage in
various types of forest ecosystems and other land uses in Java Island are still
limited. The study was intended to drive data and information related to carbon
stock of several forest ecosystems. The study was carried out in a conservation
area of Bromo Tengger Semeru National Park (TNBTS) that represents the
ecosystem types of lowland rain forest, sub-montane forests, mountain forests and
sub-alpine forests in Java. The information on carbon sequestration and carbon
stocks at TNBTS becomes important. The main objective of this study was to
estimate the biomass and carbon stocks in various types of forest ecosystems in
TNBTS by developing an estimation model on the basis of remotely sensed data.
The biomass estimation models were predicted on the basis of vegetation indices
derived from Landsat 8 OLI. Vegetation indices that used to estimate the biomass
and carbon stocks are the NDVI, TVI, SRVI, DVI, MSAVI2, and ARVI. Field
measurements of forest carbon include aboveground, understorey, necromass and
litter pools. The study found that the best model for estimating the biomass and
carbon stocks is exponential model, i.e. y = 0.857e11.918ARVI. From the analysis,
the potential of biomass stocks of the elevation range, 1400 to 2500 m asl is more
than 10 ton/ha. The study noted that the mountain forest zone in TNBTS should
be continuously preserved due to its high biomass stocks.
Keywords: carbon stock, biomass, national park, Landsat 8, vegetation index
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Pengelolaan Hutan
Penguji Luar Komisi Pembimbing pada Ujian: Dr Tatang Tiryana, S Hut, M Sc
gl0ldls sF
gI0Zsn1sn8vIZ :rrellnpEiluel
:snlnT1ettuel
CSW.NH
ue1nguueo1eErc4
nun
ZSpqs ulu.6or6?nle)
qelo mrpp{r(
ulottuy
rs IAI'r{rsduru?osnd
brrnnNJc
1,)
-M/
"fu
Eul$qqwed Isltuo)
qelo mfnlesrq
rrc0zrlslg:
I^[IN
?TIXBN
rru.rooNruwg rmilqeu4qrg :
' nretnegrotEuol oruorgpuolssNtx€ursJ
Ip
g 1aspql u4r3 uuleunttluohluogu) w"tpos etnpn6 lepory: s$el Inpnf
PRAKATA
Puji syukur ke hadirat Allah SWT atas segala karunia-Nya yang telah
memberikan kelancaran sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini.
Tesis ini disusun sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelas Magister
Sains pada program studi Ilmu Pengelolaan Hutan, Sekolah Pascasarjana IPB.
Judul penelitian ini adalah Model Penduga Sediaan Karbon Menggunakan Citra
Landsat 8 di Taman Nasional Bromo Tengger Semeru.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Prof Dr Ir I Nengah Surati
Jaya, MAgr dan Ibu Dr Dra Nining Puspaningsih, MSi selaku dosen pembimbing,
serta Bapak Dr Tatang Tiryana, SHut, MSc selaku penguji luar komisi
pembimbing, yang telah banyak memberikan arahan dan saran. Ungkapan terima
kasih juga penulis sampaikan kepada seluruh staf Program Studi Ilmu Pengelolaan
Hutan, seluruh staf dan keluarga besar Laboratorium GIS dan Remote Sensing
Jurusan Manajemen Hutan atas dukungan dan bantuannya, seluruh staf Balai
Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru atas bantuan dan kerjasamanya,
seluruh staf dan peneliti Puspijak atas bantuannya. Ungkapan terima kasih juga
disampaikan kepada ibu, suami, anak dan seluruh keluarga, atas segala doa dan
kasih sayangnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Agustus 2015
AGNOSGN_[TO 5GZSO >UUXaGT
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian
Kerangka Pemikiran
1
1
3
4
5
5
5
2 METODE
Lokasi dan Waktu Penelitian
Data Penelitian
Alat
Prosedur
7
7
7
8
8
3 HASIL DAN PEMBAHASAN
Komposisi Floristik
Tipe Ekosistem Hutan di TNBTS
Analisis Statistik
Peta Sebaran Potensi Biomassa
21
21
22
26
30
4 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
32
32
32
DAFTAR PUSTAKA
33
LAMPIRAN
37
RIWAYAT HIDUP
40
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Jumlah plot contoh di lapangan................................................................ 11
Tabel 2 Jenis data yang dikumpulkan dan diukur di lapangan tahun 2013.......... 14
Tabel 3 Persamaan penghitungan biomassa .......................................................... 14
Tabel 4 Parameter tegakan dan diameter di berbagai lokasi plot pengukuran
biomassa berdasarkan zona ekosistem .................................................... 21
Tabel 5 Nilai biomassa dan nilai indeks vegetasi di TNBTS tahun 2013 ........... 22
Tabel 6 Nilai signifikansi data pada uji normalitas dan uji heteroskedastisitas .... 26
Tabel 7 Model penduga biomassa dan uji koefisien regresi.................................. 28
Tabel 8 Hasi uji validasi model penduga biomassa............................................... 29
Tabel 9 Nilai skor dan peringkat masing-masing model penduga biomassa ........ 30
Tabel 10 Luas kelas biomassa pada masing-masing ketinggian di TNBTS.......... 31
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Diagram alir tahapan penelitian.............................................................. 6
Gambar 2 Peta kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru pada citra
Landsat 8 path 118 row 065 dan 066....................................................... 8
Gambar 3 Peta sebaran titik plot contoh berdasarkan nilai NDVI ........................ 12
Gambar 4 Peta klasifikasi ketinggian tempat di TNBTS tahun 2013 ................... 23
Gambar 5 Kenampakan hutan primer di Ireng-ireng (kiri) dan di Jarak Ijo
&f\i\i' &Ijjm_di\o8 .6v.0~566} JQ //1v./~076} @R _\i
.5v37~67.} JQ //0v30~..2} @R'.......................................................... 24
Gambar 6 Kenampakan tegakan hutan cemara di Cemoro Kandang
&Ijjm_di\o8 .6v.1~453} JQ //0v33~05/} @R _\i .6v.2~./3} JQ
//0v33~007} @R' ................................................................................... 24
Gambar 7 Kenampakan savana di Oro-oro Rombo (kiri) dan di Bukit
R`g`op]d`n &f\i\i' &Ijjm_di\o8 .6v.0~453} JQ //0v33~.41} @R
_\i .5v36~061} JQ //0v35~1./} @R'................................................... 25
Gambar 8 Kenampakan tegakan akasia dan mentigi di Argowulan (kiri) dan
padang bunga edelweis di Cemoro Kandang (kanan) (Koordinat:
.5v31~551} JQ //0v35~0..} @R _\i .6v.2~.2.} JQ //0v33~/3/}
BT)......................................................................................................... 26
Gambar 9 Grafik hubungan antara nilai digital number ARVI dengan
biomassa (ton/ha) di TNBTS tahun 2013.............................................. 27
Gambar 10 Peta sebaran potensi biomassa model terpilih di TNBTS tahun
2013 ....................................................................................................... 31
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Data potensi simpanan karbon pada berbagai tutupan lahan ............. 37
Lampiran 2 Peta sebaran titik plot berdasarkan nilai TVI.................................... 38
Lampiran 3 Peta sebaran titik plot berdasarkan nilai SRVI ................................. 38
Lampiran 4 Peta sebaran titik plot berdasarkan nilai DVI ................................... 38
Lampiran 5 Peta sebaran titik plot berdasarkan nilai MSAVI2 ........................... 38
Lampiran 6 Peta sebaran titik plot berdasarkan nilai ARVI ............................... 38
Lampiran 7 Peta sebaran potensi biomassa model ARVI terpilih ........................ 38
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Saat ini informasi sediaan karbon telah menjadi isu strategis terkait dengan
pengelolaan hutan lestari. Sebagai bagian dari upaya adaptasi dan mitigasi
perubahan iklim, sejak tahun 1996 Intergovernmental Panel on Climate Change
(IPCC) telah mengembangkan metode inventarisasi GRK, yaitu melalui IPCC
Guideline Revised 1996, IPCC Good Practice Guidance 2000 dan IPCC
Guideline 2006 (IPCC 2006). Perhitungan emisi dalam kegiatan Reducing
Emission from Deforestation and Degradation+ (REDD+) sesuai dengan IPCC
Guideline 2006 harus berdasarkan data perubahan tutupan hutan yang diturunkan
dari data penginderaan jauh (inderaja), besaran faktor emisi dan faktor serapan
lokal serta tersedianya data kerusakan hutan seperti illegal logging, kebakaran,
dan data lainnya (GOFC-GOLD 2009).
Upaya mitigasi perubahan iklim di Indonesia memerlukan data dari kegiatan
inventarisasi Gas Rumah Kaca (GRK) yang memonitor penurunan emisi.
Perhitungan emisi di Indonesia dilakukan dengan menghitung perbedaan sediaan
karbon (carbon stock) pada waktu tertentu (stock difference method) (Badan
Litbang Kementerian Kehutanan 2011). Pohon menyerap karbondioksida (CO2)
pada proses fotosintesis dan menyimpannya dalam bentuk karbohidrat pada
bagian akar, batang dan daun sebelum dilepaskan kembali ke atmosfer. Hal ini
menimbulkan keterkaitan antara biomassa dengan kandungan karbon. Ada lima
pool karbon, yaitu biomassa di atas permukaan (aboveground biomass, AGB),
biomassa di bawah permukaan (belowground biomass), bahan organik mati (dead
wood, necromass), serasah (litter) dan kandungan karbon organik tanah. Semua
komponen vegetasi termasuk tumbuhan berkayu dan tumbuhan bawah termasuk
dalam AGB. Sedangkan akar termasuk dalam biomassa di bawah permukaan
selain kandungan organik tanah. Serasah dan kayu mati juga ditetapkan
berdasarkan berbagai tingkat dekomposisi.
Biomassa adalah kunci penting dalam menilai suatu ekosistem (Chapin et al.
2002). Informasi tentang AGB diperlukan untuk memperkirakan dan memprediksi
produktivitas ekosistem, simpanan karbon, pembagian unsur hara, dan akumulasi
bahan bakar (Brown et al. 1999). Penduga AGB di daerah tropis masih terbatas
terutama tegakan yang masih hidup dan variasinya pada seluruh bentuk bentang
alam dan tipe hutan (Houghton 2007).
Kemampuan untuk memetakan biomassa hutan sangat penting untuk
melihat perubahan struktur hutan dan perubahan simpanan karbon (Labrecque et
al. 2006). Penduga biomassa pohon secara spasial sangat penting dalam
pengelolaan dan perencanaan hutan (Keller et al. 2001). Hutan merupakan obyek
spasial yang sangat luas dan dalam melakukan perhitungan sediaan karbon dapat
dilakukan dengan memanfaatkan teknologi inderaja, karena inderaja merupakan
pendekatan yang terbaik untuk menduga biomassa pada tingkat regional apabila
data lapangan sulit didapatkan (Anaya et al. 2009), untuk wilayah yang luas dan
bisa dilihat secara berulang (Goetz et al. 2000, Prince dan Goward 1995, Running
et al. 2000), lebih efisien dalam pengumpulan dan pengolahan datanya sehingga
dapat memberikan data yang lengkap dalam waktu relatif singkat serta dapat
memantau kondisi suatu wilayah yang sama secara berkala (Jaya 2011).
Biomassa tegakan biasanya dihitung melalui model persamaan regresi linear
dan non-linear berdasarkan spesies tanaman yang didapat dari pengukuran di
lapangan (Crow dan Schlaegel 1988, Hahn 1984, Ohmann dan Grigal 1985,
Smith 1985). Walaupun pendugaan
an AGB bervariasi menurut komposisi jenis,
tinggi pohon, basal area dan struktur vegetasi, tetapi yang paling banyak
digunakan untuk menghitung AGB adalah data diameter batang setinggi dada
(diameter at breast height, dbh) (Crow dan Schlaegel 1988). Berbagai model
persamaan regresi telah dikembangkan untuk memperkirakan AGB (Hahn 1984,
Perala dan Alban 1994, Raile dan Jakes 1982) dan model ini tepat jika digunakan
pada tingkat pohon, plot, dan tegakan, tetapi tidak dapat digunakan untuk
menganalisis pola spasial dari AGB pada seluruh lanskap. Untuk menduga AGB
pada tingkat lanskap, dapat dengan menggunakan berbagai indeks vegetasi yang
didapat dari data inderaja (Zheng et al. 2004).
Indeks vegetasi dihitung berdasarkan perbedaan reflektansi saluran inframerah dekat (NIR) dan saluran merah (R) pada piksel citra. Yang pertama kali
menggunakan metode rasio saluran infra-merah dekat dengan saluran merah untuk
menduga biomassa atau indeks luas daun adalah Jordan (1969) yang digunakan
untuk menduga kanopi hutan di hutan hujan tropis. Metode rasio antara saluran
infra merah dengan saluran merah pada citra Landsat untuk menganalisis nilai
biomassa untuk pertama kali dilakukan diantaranya oleh Rouse et al. (1973).
).
Beberapa indeks vegetasi biasanya dibangun berdasarkan karakter spektral
dari reflektan vegetasi hijau dengan nilai reflektan tertinggi pada saluran inframerah dekat dan reflektan terendah pada saluran merah, dimulai dari ratio
vegetation index (RVI) (Jordan 1969) normalized difference vegetation index
(NDVI) (Rouse et al. 1974), soil adjusted vegetation index (SAVI) (Huete 1988),
atmospherically resistant vegetation index (ARVI) (Kaufman dan Tanre 1992),
enhanced vegettaion index (EVI) (Huetue dan Liu 1994) EVI2 (Jiang et al. 2008),
hingga global environmental monitor index (GEMI) (Pinty dan Verstraete 1992).
).
Untuk mengurangi gangguan eksternal yang berkaitan dengan tanah dan atmosfer,
beberapa indeks vegetasi dibangun untuk meningkatkan penghitungan yang lebih
sensitif terhadap parameter biofisik tumbuhan., diantaranya SAVI yang di
modifikasi menjadi transformed SAVI (TSAVI) (Baret et al. 1989), modified
SAVI (MSAVI) (Qi et al. 1994), optimized SAVI (OSAVI)(Rondeaux et al.
1996), generalized SAVI (GESAVI) (Gilabert et al. 2002) yang dibangun untuk
mengurangi pengaruh permukaan tanah, sementara modifikasi ARVI, yaitu green
ARVI (GARI) (Gitelson et al. 1996), visible atmospherically resistant index
(VARI) (Gitelson et al. 2002), atmospheric effect resistant vegetation index
(IAVI) (Zhang et al. 1996) dibangun untuk mengurangi pengaruh atmosfer.
Banyak penelitian yang menunjukkan bahwa beberapa indeks seperti
spectral vegetation index (SVI), simple ratio (SR), NDVI, dan corrected
normalized difference vegetation index (NDVIc) yang berasal dari data satelit
dapat digunakan untuk menduga indeks luas daun, biomassa dan produktivitas
hutan dan padang rumput (Cheng dan Zhao 1990, Diallo et al. 1991, Fassnacht et
al. 1997, Jakubauskas 1996, Nemani et al. 1993, Paruelo dan Lauenroth 1998,
al
Steininger 2000, Tieszen et al. 1997).
Telah banyak dilakukan penelitian dalam menduga biomassa hutan dengan
menggunakan data inderaja di hutan sub-tropis dan tropis (Brown et al. 1999,
Gower et al. 1999, Jakubauskas 1996, Lee dan Nakane 1997, Lefsky et al. 1999,
Malcolm et al. 1998, Sader et al. 1989, Sannier et al. 2002, Steininger 2000), dan
bervariasi menurut waktu dan spasial, dan penduga biomassa pada tingkat lanskap
diperlukan untuk baseline data yang digunakan untuk penduga sediaan karbon di
masa yang akan datang (Foody et al. 2003, Woodcock et al. 2001). Model
penduga yang dihasilkan dari data inderaja harus di verifikasi dan di validasi
dengan data lapangan sebelum digunakan untuk menduga AGB pada lanskap
tersebut.
Data dan informasi mengenai sediaan karbon untuk hutan alam di Pulau
Jawa masih sangat terbatas, terutama mengenai data sediaan dan potensi biomassa
di hutan alam pegunungan dataran tinggi di Jawa Timur, khususnya di kawasan
konservasi TNBTS. Informasi mengenai jumlah karbon yang ditambat (sediaan
karbon) oleh TNBTS menjadi penting. Oleh karena itu perlu dikembangkan
metoda-metoda untuk menghitung dan menduga sediaan karbon serta memantau
perubahannya secara periodik di kawasan TNBTS.
Pemanfaatan teknologi penginderaan jauh dapat membantu dalam
melakukan penduga sediaan karbon hutan secara kuantitatif melalui penyusunan
model statistik beberapa transformasi citra yang berkorelasi dengan biomassa
hutan. Untuk menentukan nilai biomasa digunakan persamaan alometrik yang
sudah ada. Kemudian dibuat korelasi antara karakteristik spektral citra satelit
dengan jumlah biomassa yang terukur. Hasil korelasi ini dikembangkan lebih
lanjut menjadi model persamaan penduga biomassa dari tingkat plot ke tingkat
bentang alam (Ulumuddin et al. 2005).
Pada penelitian ini dilakukan penduga biomassa dan sediaan karbon pada
berbagai tipe ekosistem hutan di TNBTS dengan menggunakan kombinasi data
pengukuran di lapangan dengan data inderaja. Model penduga biomassa dilakukan
dengan menggunakan beberapa indeks vegetasi dari citra Landsat 8 OLI. Indeks
vegetasi yang dianalisis dalam penelitian ini adalah NDVI, TVI, SRVI, DVI,
MSAVI2, dan ARVI yang digunakan untuk menduga biomassa dan sediaan
karbon.
Perumusan Masalah
Dalam skala sub nasional Pulau Jawa merupakan pulau yang seringkali
luput dari perhatian para penggiat REDD+ karena luas hutan di pulau ini yang
tergolong rendah dibandingkan dengan pulau lain seperti Kalimantan dan
Sumatera sehingga data dan informasi mengenai sediaan karbon di Pulau Jawa
masih sangat terbatas.
Saat ini sumber data yang komprehensif tentang sediaan karbon di berbagai
tipe ekosistem hutan dan penggunaan lahan lain masih terbatas, seperti tersaji
pada tabel Lampiran 1. Data dan informasi mengenai sediaan karbon untuk hutan
alam di Pulau Jawa dirasakan masih sangat terbatas. Dari hasil penelitian
Dharmawan dan Siregar (2010) AGB di hutan alam primer dan sekunder di TN
Gunung Gede Pangrango, yakni sebesar 103,16|113,2 tonC/ha. Menurut
penelitian Arifanti et al. (2012) di TN Gunung Halimun Salak, potensi AGB
adalah sebesar 139,31 tonC/ha, biomassa di bawah tanah (below ground biomass)
sebesar 39,01 tonC/ha, serasah (litter) sebesar 2,68 tonC/ha, dan nekromas
(necromass) sebesar 5,77 tonC/ha, sedangkan rata-rata simpanan karbon di TN
Meru Betiri sebesar 20,31|120,93 tonC/ha (Sularso et al 2011). Ada keterbatasan
mengenai data sediaan dan potensi biomassa di hutan alam pegunungan dataran
tinggi di Jawa Timur, khususnya di kawasan konservasi TNBTS. Oleh karena itu,
informasi mengenai sediaan karbon yang ditambat oleh TNBTS menjadi penting.
Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) merupakan perwakilan
tipe ekosistem hutan hujan dataran rendah, hutan sub-montana dan hutan montana
di Jawa. Dalam melihat fungsi TNBTS sebagai kawasan konservasi yang dapat
ikut dalam kegiatan REDD+, informasi dan data mengenai sediaan karbon hutan
di TNBTS menjadi penting. Oleh karena itu perlu dilakukan penghitungan sediaan
karbon hutan dengan menggunakan data penginderaan jauh untuk pengelolaan
hutan dengan data terbaru yang dapat diperoleh secara cepat, akurat dan efisien
(Jaya 2009), data penginderaan jauh yang didukung observasi di lapangan
merupakan kunci pemantauan yang efektif dan efisien (Kanninen et al. 2009)
serta untuk menghitung dan
menduga sediaan karbon serta memantau
perubahannya secara periodik.
Pemanfaatan teknologi penginderaan jauh dapat membantu dalam
melakukan penduga sediaan karbon hutan secara kuantitatif melalui penyusunan
model statistik beberapa transformasi citra yang berkorelasi dengan biomassa
hutan. Salah satu hasil transformasi citra yang dapat digunakan dalam bidang
kehutanan adalah indeks vegetasi. Indeks vegetasi merupakan suatu algoritma
yang diterapkan pada citra untuk menonjolkan aspek kerapatan vegetasi ataupun
aspek lain yakni biomassa, leaf area index, konsentrasi klorofil dan sebagainya
(Danoedoro 2012). Indeks vegetasi merupakan kombinasi metematis antara
saluran merah dan saluran near infra red (NIR) yang telah lama digunakan
sebagai indikator keberadaan dan kondisi vegetasi (Lillesand dan Kiefer 1994).
Terdapat banyak jenis indeks vegetasi sehingga perlu dilakukan penelitian indeks
vegetasi manakah yang dapat digunakan untuk menyusun model terbaik untuk
penduga biomassa di TNBTS.
Berdasarkan permasalahan di atas, maka analisis data penginderaan jauh dan
data terestris, diharapkan menjawab rumusan masalah penelitian sebagai berikut:
1. Bagaimana model penduga biomassa terbaik di TNBTS berdasarkan nilai
indeks vegetasi yang diturunkan dari citra Landsat 8 OLI?
2. Bagaimana potensi biomassa dan sediaan karbon untuk masing-masing
tutupan lahan pada setiap ekosistem di TNBTS berdasarkan model terpilih?
Tujuan Penelitian
Penelitian model penduga sediaan karbon di TNBTS ini bertujuan untuk:
1. Menyusun model penduga biomassa di TNBTS berdasarkan nilai indeks
vegetasi yang diturunkan dari citra Landsat 8 OLI.
2. Menghitung potensi biomassa dan sediaan karbon untuk masing-masing
tutupan lahan pada setiap ekosistem di TNBTS berdasarkan model terpilih.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai biomassa
dan sediaan karbon pada masing-masing tutupan lahan pada setiap ekosistem, dan
mempermudah informasi sediaan karbon di TNBTS secara periodik sehingga
dapat diketahui kehilangan biomassa dan sediaan karbon akibat deforestasi dan
degradasi hutan di TNBTS. Hasil penelitian ini akan berguna untuk kesiapan
keikutsertaan TNBTS ke dalam kegiatan REDD+.
Ruang Lingkup Penelitian
1.
2.
3.
Pada penelitian ini ruang lingkup kajian penelitian adalah:
Biomassa yang diteliti adalah biomassa di atas permukaan tanah, tumbuhan
bawah, serasah dan kayu mati (3 tampungan karbon), sehingga biomassa
bagian tumbuhan di bawah permukaan tanah (akar) dan biomassa bahn
organik tanah diabaikan.
Penutupan lahan yang diteliti dan dihitung biomassa dan sediaan karbonnya
adalah penutupan lahan hutan sedangkan penutupan lahan lainnya seperti
kebun/ladang, lahan kosong, dan seterusnya tidak diikutsertakan dalam
penghitungan biomassa dan sediaan karbon.
Wilayah penelitian adalah kawasan area TNBTS berdasarkan peta kawasan
tahun 2013. Wilayah di luar TNBTS tidak diteliti.
Kerangka Pemikiran
Penelitian ini memanfaatkan citra penginderaan jauh untuk menduga
sediaan karbon di TNBTS. Citra Landsat 8 dipilih sebagai alat penelitian karena
termasuk citra produksi terbaru dengan karakteristik yang sedikit berbeda dengan
citra landsat sebelumnya sehingga penelitian-penelitian sediaan karbon
sebelumnya belum banyak yang menggunakan citra ini dan masih perlu
dikembangkan lagi pemanfaatannya. Selain itu citra Landsat 8 ini memiliki
resolusi spasial yang cocok untuk kajian vegetasi terutama wilayah dengan
kenampakan yang homogen seperti hutan dan memiliki cakupan areal yang luas.
Penentuan sampel diawali dengan melakukan klasifikasi multispektral
terhadap penutupan lahan untuk membedakan penutupan lahan hutan dan nonhutan. Setelah memperoleh klasifikasi penutupan lahan wilayah penelitian
kemudian dilakukan klasifikasi berdasarkan indeks vegetasi untuk membagi
daerah sampel berdasarkan kerapatan vegetasi pada citra. Indeks vegetasi yang
digunakan dalam penentuan sampel adalah NDVI. Indeks ini digunakan dengan
alasan memiliki rumus transformasi yang tidak terlalu rumit namun memiliki hasil
yang cukup akurat dalam mempresentasikan kerapatan vegetasi pada citra.
Sampel berupa penempatan area dengan luas yang sama dengan resolusi spasial
citra dan merupakan piksel yang dianggap piksel murni yang berupa vegetasi.
Penghitungan biomassa tiap sampel menggunakan persamaan alometrik yang
biasa digunakan untuk penghitungan biomassa pada hutan tropis heterogen atau
berdasarkan masing-masing tipe ekosistem. Variabel dalam penghitungan
alometrik diperoleh melalui pengukuran di lapangan yaitu diameter pohon.
Masing-masing plot area sampel dihitung sediaan karbonnya dengan
menggunakan asumsi bahwa 47|50% dari biomassa vegetasi hutan adalah karbon
(Brown 1997, SNI 7724:2011).
Hasil penghitungan biomassa pada masing-masing plot sampel kemudian
digunakan sebagai variabel tak bebas dalam analisis regresi dengan indeks
vegetasi sebagai variabel bebas. Beberapa model regresi yang disusun
berdasarkan beberapa indeks vegetasi dan biomassa di lapangan kemudian
dianalisis secara statistik serta divalidasi sehingga dapat diketahui model regresi
terbaik untuk menduga biomassa dan sediaan karbon hutan di TNBTS. Diagram
alir tahapan penelitian model penduga sediaan karbon di TNBTS terlihat seperti
pada Gambar 1.
Gambar 1 Diagram alir tahapan penelitian
2 METODE
Penelitian ini menitikberatkan pada perhitungan penduga biomassa dan
sediaan karbon hutan melalui citra penginderaan jauh khususnya pemanfaatan
citra Landsat 8 OLI. Penelitian ini terbagi beberapa tahap yaitu persiapan, prapengolahan citra, pengolahan citra, penentuan titik contoh, pengambilan data
lapangan, penghitungan biomassa sampel, analisis statistik, penyusunan model
penduga biomassa, uji validasi model, penentuan model terpilih dan penghitungan
biomassa dan sediaan karbon. Metode yang diterapkan dalam penelitian ini antara
lain, metode klasifikasi multispektral penutup lahan, metode transformasi indeks
vegetasi, metode alometrik untuk menghitung biomassa pohon, metode regresi
untuk membangun model persamaan antar variabel bebas dan variabel tak bebas
serta menganalisis hubungan antar variabel.
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Taman Nasional Bromo Tengger Semeru
(TNBTS) ,@V@ 6HLTQ
)@LA@Q RDB@Q@ FDNFQ@EHR SDQKDS@J @MS@Q@ _ba|
_ba $6 C@M @MS@Q@ _ba | _ba .5 $DQC@R@QJ@M 5TQ@S /DMSDQH
Kehutanan No.SK.178/Menhut-II/2005 menetapkan bahwa TNBTS mempunyai
luasan 50.276,20 hektar yang terletak di Kabupaten Pasuruan, Kabupaten
Probolinggo, Kabupaten Lumajang dan Kabupaten Malang, Propinsi Jawa Timur.
Pengolahan data dilakukan di Laboratorium Fisik Remote Sensing, Fakultas
Kehutanan IPB.
Data Penelitian
Data penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
a. Mozaik yang dibuat dari dua scene citra Landsat 8 OLI path/row 118/066 dan
118/065 seperti terlihat pada Gambar 2
b. Peta Kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru tahun 2013 skala
1 : 125.000
c. Peta batas administrasi Provinsi Jawa Timur skala 1 : 125.000
d. Peta Rupa Bumi Indonesia
e. Data DEM SRTM
f. Data pengukuran dan observasi lapangan penduga kandungan karbon di
berbagai ekosistem yang ada di TNBTS khususnya dan di pulau Jawa pada
umumnya.
Gambar 2 Peta kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru pada citra
Landsat 8 path 118 row 065 dan 066
Alat
Alat yang digunakan untuk pengukuran dan observasi lapangan adalah
Global Positioning System (GPS), kompas, peta kerja, calliper, diameter tape
(phi-band), timbangan digital, timbangan gantung, alat tulis, tally sheet, spidol,
kalkulator, kamera, meteran, kantong plastik, pisau, golok, gergaji kecil, gunting
stek dan tali rafia.
Perangkat lunak yang digunakan mencakup perangkat lunak pengolah citra
satelit Erdas Imagine 9.1 untuk koreksi geometrik dan radiometrik citra serta
transformasi indeks vegetasi; ArcGis 10.1 untuk pemasukan data grafis, editing,
pemasukan data atribut, dan keluaran data; perangkat lunak pengolah data statistik
SPSS untuk analisis statistik regresi; dan perangkat lunak Microsoft Excel dan
untuk pengolahan data.
Prosedur
Persiapan
Tahap persiapan dilakukan sebagai kegiatan awal dalam membangun logika
dan metode penelitian sekaligus pengumpulan bahan penelitian. Tahapan tersebut
meliputi:
a. Studi pustaka dan laporan penelitian sebelumnya terkait dengan penelitian
yang dilakukan.
b. Penentuan metode yang akan digunakan untuk penduga sediaan karbon
menggunakan citra penginderaan jauh.
c. Pengumpulan citra Landsat yang sesuai dengan tujuan penelitian.
d. Pengumpulan data sekunder dari instansi pemerintah maupun swasta terkait
wilayah kajian, seperti peta batas Taman Nasional Bromo Tengger Semeru,
Peta Administrasi, dan Peta Tutupan Lahan.
e. Penyusunan diagram alir kegiatan berdasarkan metode yang telah ditentukan.
Pra-Pengolahan Citra
Pra pengolahan citra merupakan langkah awal dalam pengolahan citra satelit.
Beberapa langkah dalam pra-pengolahan citra meliputi impor data citra,
penggabungan band, koreksi geometrik dan pemotongan citra.
Impor Data
Proses impor data merupakan langkah awal dalam pra pengolahan citra.
Citra Landsat yang digunakan pada penelitian ini adalah Landsat 8 yang memiliki
level koreksi 1T (koreksi terrain standar) dengan format ekstensi .*tif. Proses
impor data ini merupakan proses pengubahan data citra dari format ekstensi *tif
menjadi format ekstensi *.img. Proses ini dilakukan dengan menggunakan
software Erdas Imagine 9.1.
Penggabungan Citra (Layer Stacking)
Penggabungan band dimaksudkan untuk memperoleh suatu data citra
multispektral yang terdiri dari band cahaya tampak, NIR, dan SWIR pada citra
landsat 8. Jaya (2010) menjelaskan bahwa dengan hanya menggunakan satu band
(saluran) yang umumnya ditampilkan dengan grayscale/hitam putih, identifikasi
objek pada citra umumnya lebih sulit dibandingkan dengan interpretasi pada citra
berwarna.
Pemotongan Data Citra (Subset Image)
Pemotongan citra dilakukan dengan memotong citra yang sudah terkoreksi
pada lokasi penelitian menggunakan software Erdas Imagine 9.1. Pemotongan
citra bertujuan untuk mengetahui secara jelas daerah penelitian.
Klasifikasi Tipe Ekosistem Hutan
Pada penelitian ini klasifikasi tipe ekosistem hutan yang digunakan adalah
berdasarkan ketinggian tempat. Peta klasifikasi tipe ekosistem hutan berdasarkan
ketinggian tempat dibangun dengan menggunakan peta Rupa Bumi Indonesia dan
data DEM SRTM. Samingan (1971) mengklasifikasikan hutan berdasarkan
ketinggian tempat yakni:
1) Hutan dataran rendah, merupakan tipe klimaks vegetasi dataran rendah dan
bukit-bukit mulai dari ketinggian 0|600 m dpl. Di dalam zona ini terdapat
beberapa zona (hutan pantai, hutan payau, hutan rawa, hutan gambut) dengan
formasi vegetasi yang sangat dipengaruhi oleh sifat edafik (formasi edafik)
yaitu lingkungan yang cukup banyak mengandung air dan sifat iklim (formasi
klimatik).
2) Hutan pegunungan rendah, terletak di ketinggian 600|1400 m dpl, hutan ini
menyerupai hutan basah, pohon-pohon kecil serta berakar papan. Hutan
pegunungan rendah terdiri dari Annonaceae dan Burseraceae. Pada
ketinggian 1000 m dpl terdapat Dipterocarpus retusa dan Dipterocarpus
simoresis, Leguminoceae, Meliaceae, Sapindaceae dan Sapotaceae.
3) Hutan pegunungan tinggi, berada pada ketinggian 1400|2500 m dpl. Vegetasi
zona ini termasuk hutan basah, hanya terdapat tajuk lebih dari satu lapis (one
storeyed stand). Menurut Manan (1998) hutan pegunungan tinggi dengan
jenis-jenis Podocarpus spp, Lauraceae, Casuarina junghuniana dan hutan ini
ditandai dengan banyaknya epifit, paku-pakuan, lumut dan parasit. Di Jawa
Timur terdapat hutan cemara gunung yaitu Casuarina junghuniana. Hutan
pada zona ini tidak membentuk satu kesatuan karena diselingi oleh padang
rumput dan semak atau paku-pakuan. Karena pengaruh iklim, hutan pada
zona ini terbentuk hutan savana (mountain savana) dan padang rumput
(mountain grass land).
).
4) Hutan sub alpin, terletak di ketinggian 2500|4000 m dpl. Hutan ini lebih
bersifat hutan basah daerah beriklim sedang (temperate rain forest) dengan
perbedaan bahwa pada zona ini terdapat strata tunggal yang dibentuk oleh
pohon-pohon kecil sebagai penutup tanah. Menurut Manan (1998) zona ini
terdapat di puncak-puncak gunung dengan batas pohon pada ketinggian 3300
m dpl dan terdiri dari jenis-jenis Ternstroemiaceae (Eurya sp), Tilliaceae,
Rosaceae, Ercaceae, Compositae, Leguminoceae (Albizzia montana),
Sapindaceae, dan paku pohon.
5) Hutan vegetasi alpin, terletak di ketinggian 4000 m dpl ke atas, terdapat
daerah semak-semak dan terna dikotik tidak berpohon. Pada daerah ini dapat
dijumpai beberapa jenis berkayu (bukan pohon) seperti Drimys sp dan
Coprosma sp, tetapi umumnya rumput dan lumut sebagai penutup tanah.
Klasifikasi Tutupan Lahan
Klasifikasi tutupan lahan dilakukan secara visual berdasarkan elemen
diagnostik yang terdapat pada citra, diantaranya tone atau warna, ukuran, bentuk,
tekstur, pola, bayangan, ketinggian, lokasi dan asosiasi. Klasifikasi tutupan lahan
dilakukan untuk mengetahui kelas tutupan lahan yang terdapat di TNBTS
berdasarkan tipe ekosistem hutannya.
Tegakan yang rapat menyebabkan pantulan objek pada piksel hutan hanya
sedikit dipengaruhi oleh pantulan objek lain seperti objek tanah yang ada di
bawah tegakan. Interpretasi objek hutan pada citra komposit 754 dapat dilihat dari
warna merah dengan rona yang cukup gelap. Gradasi warna merah pada citra ini
berbanding lurus dengan tingkat kerapatan vegetasinya. Warna merah pada objek
hutan dipengaruhi oleh karakteristik vegetasi yang memiliki pantulan tinggi pada
band inframerah dekat dan memiliki pantulan yang lebih rendah pada band merah
dan hijau. Unsur interpretasi tekstur juga digunakan dalam mengenali objek hutan.
Hutan pada citra cenderung memiliki tekstur yang lebih kasar daripada semak
belukar, tetapi lebih halus dibandingkan dengan kebun.
Interpretasi tutupan lahan pada tegakan dengan dominansi cemara memiliki
In
kendala cukup sulit dibedakan dengan kenampakan hutan. Warna yang samasama merah dengan rona yang tidak terlalu jauh berbeda dengan kenampakan
hutan menjadi salah satu faktor kendala. Tegakan hutan cemara yang terlihat
tertanam teratur memiliki tekstur yang lebih kasar dibandingkan dengan hutan.
Padang rumput dan alang-alang yang rendah menyebabkan tidak adanya
efek bayangan pada citra sehingga warna merah yang ditampilkan lebih cerah
dibandingkan hutan ataupun tegakan hutan cemara. Warna merah cerah pada
objek padang rumput dan alang-alang juga dipengaruhi oleh kerapatan kanopi
yang rendah. Padang rumput dan alang-alang memiliki tekstur yang lebih halus
pada citra dibandingkan dengan hutan dan tegakan cemara.
Interpretasi tutupan lahan pada tegakan akasia dan mentigi memiliki kendala
cukup sulit dibedakan dengan kenampakan hutan. Warna yang sama-sama merah
dengan rona yang tidak terlalu jauh berbeda dengan kenampakan hutan menjadi
salah satu faktor kendala. Tegakan akasia dan mentigi di Argowulan tertanam
secara teratur karena merupakan hutan tanaman proyek revitalisasi ekosistem
kerjasama TNBTS dengan Eco-Forest of Toyota Boshoku Corporation Group dan
memiliki tekstur yang lebih kasar dibandingkan dengan hutan alam. Selain
melalui interpretasi visual pada citra, digunakan juga peta tutupan hutan dan lahan
dari Kementerian Kehutanan tahun 1990, 2000 dan 2013 di TNBTS.
Penentuan Titik Contoh
Penentuan titik contoh dilakukan berdasarkan citra hasil transformasi NDVI.
Transformasi NDVI digunakan dengan alasan memiliki rumus yang tidak terlalu
rumit namun cukup mempresentasikan kerapatan vegetasi. Teknik penarikan
contoh yang digunakan adalah stratified random sampling berdasarkan nilai
NDVI, dimana setiap kelas mempunyai proporsi untuk mewakilkan contoh pada
proses pengecekan dan pertimbangan keterjangkauan lokasi contoh. Contoh
dipilih sebagai satuan pengamatan pada setiap kelas penutup lahan.
Pengambilan Nilai Citra
Variabel bebas yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah nilai indeks
vegetasi NDVI, TVI, SRVI, DVI, MSAVI2 dan ARVI dimana masing-masing
indeks vegetasi memiliki rentang nilai yang berbeda-beda. Nilai diambil dari
setiap piksel yang menjadi contoh pengukuran lapangan.
Berdasarkan hasil pengamatan pada tutupan lahan berhutan dan ketinggian
tempat, dihasilkan nilai digital number untuk masing-masing piksel. Rentang nilai
NDVI pada lokasi penelitian adalah antara 0.21
21|0.46. Pengambilan jumlah titik
contoh di lapangan dapat dilihat pada Tabel 1. Pengambilan titik contoh pada
masing-masing nilai NDVI dilakukan dengan melihat keterjangkauan lokasi di
lapangan. Jumlah total plot contoh yang digunakan pada penelitian ini adalah 27
plot contoh yang terdiri dari 18 plot contoh untuk membangun model dan 9 plot
contoh untuk uji validasi model. Penempatan titik plot contoh berdasarkan nilai
NDVI dapat dilihat pada Gambar 3.
Tabel 1 Jumlah plot contoh di lapangan
Jumlah plot contoh
Nilai NDVI
Model
Uji validasi
0.20
20 - 0.
0.26
26
2
1
0.27
0.
27 - 0.
0.31
31
3
1
0.32
0.
32 - 0.
0.34
34
3
1
0.35
0.
35 - 0.
0.39
39
2
1
0.40
0.
40 - 0.41
3
2
0.42
0.
42 - 0.
0.43
43
3
2
0.44
0.
44 - 0.
0.46
46
2
1
Jumlah
18
9
Gambar 3 Peta sebaran titik plot contoh berdasarkan nilai NDVI
Transformasi Indeks Vegetasi
Transformasi indeks vegetasi dilakukan untuk memperoleh nilai indeks
Tr
vegetasi tiap piksel yang akan digunakan sebagai variabel bebas untuk regresi
dengan data biomassa hasil pengukuran lapangan. Ada 6 (enam) jenis indeks
vegetasi yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu NDVI, TVI, SRVI, DVI,
MSAVI2 dan ARVI. Rumus dan parameter transformasi indeks vegetasi yang
digunakan adalah berdasarkan Richardson and Everitt (1992).
NDVI merupakan kombinasi antara teknik penisbahan dengan teknik
pengurangan citra. Transformasi NDVI ini merupakan salahsatu produk standar
NOAA (National Oceanic and Atmospheric Administration) yang memberi
perhatian khusus pada fenomena global vegetasi. Citra hasil transformasi NDVI
akan memiliki rentang nilai minimum -1 dan maksimum +1, rumus perhitungan
NDVI adalah:
LBTG <
LGP - P
LGP ) P
Indeks vegetasi lainnya yang digunakan sebagai variabel bebas dalam uji
regresi dengan biomassa pohon adalah NDVI memiliki rumus perhitungan yang
berbeda-beda dan akan menghasilkan citra dengan rentang nilai indeks vegetasi
yang berbeda pula.
SRVI (Simple Ratio Vegetation Index) diformulasikan sebagai berikut:
#PTG
LGP
P
Ada korelasi yang cukup kuat antara NDVI atau SRVI, dan memberikan
efek yang sama pada citra. NDVI mampu menonjolkan aspek kerapatan vegetasi
sama halnya dengan SRVI yang merupakan transformasi indeks vegetasi yang
paling sederhana. Perbedaan kedua transformasi ini terletak pada rentang nilai asli
yang dihasilkan. Pada NDVI, rentang nilai minimum -1 dan maksimum +1,
sedangkan pada SRVI rentang nilainya minimum 0 dan maksimumnya J @ S W- >J X@ '7Z Y- ?K @ S W- ?K X@ '7Z
Dengan r = nilai korelasi; xi = nilai NDVI dari unit-unit contoh; yj = nilai potensi
biomassa dari unit-unit contoh; dan n= jumlah unit contoh
Nilai r menunjukkan kekuatan dan arah hubungan antar variabel dalam
suatu model regresi. Selang nilai korelasi (r) berkisar antara -1 sampai dengan 1.
Koefisien korelasi bernilai negatif mempunyai makna hubungan antara dua
variabel yang diuji bersifat berbanding terbalik, yaitu jika salah satu variabel
nilainya menurun, maka peubah yang lain akan meningkat. Koefisien korelasi
bernilai positif menunjukkan hubungan antar dua variabel tersebut berbanding
lurus, yaitu jik