Pemanfaatan Sumberdaya Hutan di Taman Nasional Bromo Tengger Semeru oleh Masyarakat Desa Ranu Pani.

PEMANFAATAN SUMBERDAYA HUTAN DI TAMAN
NASIONAL BROMO TENGGER SEMERU OLEH
MASYARAKAT DESA RANU PANI

ASEP BADRU TAMAM

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pemanfaatan
Sumberdaya Hutan di Taman Nasional Bromo Tengger Semeru oleh Masyarakat
Desa Ranu Pani adalah benar karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, September 2014

Asep Badru Tamam
NIM E34100026

ABSTRAK
ASEP BADRU TAMAM. Pemanfaatan Sumberdaya Hutan di Taman Nasional
Bromo Tengger Semeru oleh Masyarakat Desa Ranu Pani. Dibimbing oleh
HARNIOS ARIEF dan TUTUT SUNARMINTO.
Desa Ranu Pani merupakan salah satu desa enclave Taman Nasional Bromo
Tengger Semeru. Masyarakat yang berada di Desa Ranu Pani memanfaatkan
sumberdaya hutan sebagai kebutuhan sehari-hari. Pemanfaatan sumberdaya hutan
ini dihadapkan kepada kondisi bahwa Taman Nasional Bromo Tengger Semeru
merupakan kawasan konservasi yang pemanfaatannya dibatasi oleh peraturan yang
berlaku. Penelitian dilaksanakan di Desa Ranu Pani pada bulan Februari-Maret
2014. Tujuan dari penelitian adalah untuk mengidentifikasi potensi, pola
pemanfaatan dan menilai sumberdaya hutan yang dimanfaatkan oleh masyarakat
Desa Ranu Pani. Hasil survey dan wawancara diketahui sebanyak 38 jenis flora dan

27 jenis satwaliar. Pemanfaatan terbagi ke dalam pemanfaatan tumbuhan pangan,
peliharaan, tumbuhan obat, tumbuhan untuk upacara adat, kayu bakar dan
tumbuhan untuk pakan ternak. Pola pemanfaatan yang dilakukan masyarakat Desa
Ranu Pani sudah mulai berubah dari pemanfaatan tradisional yang hanya
memanfaatkan sumberdaya hutan untuk kebutuhan pribadi dan adat, mulai berubah
ke arah “menjual” sumberdaya hutan tersebut. Pemanfaatan yang besar terhadap
sumberdaya hutan baik itu flora maupun fauna oleh masyarakat Desa Ranu Pani
akan menyebabkan kerusakan dan kelangkaan terhadap sumberdaya hutan yang
ada. Nilai dari pemanfaatan sumberdaya hutan baik itu flora maupun fauna oleh
masyarakat Desa Ranu Pani sebesar Rp. 1.115.492.000,00 per tahun.
Kata kunci: desa Ranu Pani, nilai, pemanfaatan sumberdaya hutan
ABSTRACT
ASEP BADRU TAMAM. Utilization of Forest Resources in Taman Nasional
Bromo Tengger Semeru by Ranu Pani Village Society. Supervised by HARNIOS
ARIEF and TUTUT SUNARMINTO.
Ranu Pani village is one of enclave villages within Bromo Tengger Semeru
National Park. Society of this village utilizes the forest resources. However, the
forest resources utilization were facing the fact that Bromo Tengger Semeru
National Park was a conservation area with its strict regulations. This research were
done in Ranu Pani village during Februari-March 2014. The purposes of this

research is to identify the potency, utilization pattern, and the value of Forest
Resources utilized by local people. The result from vegetation analysis and
interview is that 38 species of flora and 27 species of fauna were utilized. Utilization
were divided into food, pet, medicine, ceremony, firewood, and stock food
utilization. The utilization pattern done by the local people was slightly changing
from traditional utilization which only take some for private and traditional needs,
into a “selling” pattern. These big utilization against the forest resources by the local
people will damage and harm the remaining forest resources. The price value from
flora and fauna utilization is about Rp. 1.115.492.000,00 in a year.
Keywords: forest resources utilization, Ranu Pani village, value

PEMANFAATAN SUMBERDAYA HUTAN DI TAMAN
NASIONAL BROMO TENGGER SEMERU OLEH
MASYARAKAT DESA RANU PANI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata


DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014 TAMAM
ASEP BADRU

Judul Skripsi : Pemanfaatan Sumberdaya Hutan di Taman Nasional Bromo
Tengger Semeru oleh Masyarakat Desa Ranu Pani
Nama
: Asep Badru Tamam
NIM
: E34100026

Disetujui oleh

ADr Ir Harnios Arief, MScF
Dosen Pembimbing I


Dr Ir Tutut Sunarminto, MSi
Dosen Pembimbing II

Diketahui oleh:

Prof Dr Ir Sambas Basuni, MS
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah yang berjudul Pemanfaatan Sumberdaya
Hutan di Taman Nasional Bromo Tengger Semeru oleh Masyarakat Desa Ranu Pani
berhasil dilaksanakan. Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Harnios Arief,
MScF dan Dr Ir Tutut Sunarminto, MSi selaku pembimbing skripsi yang telah
memberikan saran dan arahan selama penelitian. Bapak Toni Artaka yang telah
memberikan pemahaman tentang pengelolaan masyarakat dan Bapak Tuangkat
yang telah membantu selama pengumpulan data penelitian. Penghargaan penulis
sampaikan kepada pengelola Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru

(BBTNBTS).
Terima kasih penulis ucapkan kepada kedua orang tua yang telah memberikan
do’a dan motivasinya selama menempuh pendidikan. Tak lupa ucapan terima kasih
kepada keluarga besar DKSHE, HIMAKOVA, Kelompok Pemerhati Flora,
Kelompok Pemerhati Kupu-Kupu, Nepenthes rafflesiana 47, Keluarga Mahasiswa
Banten (KMB)-Bogor, Praktek Kerja Lapang Profesi (PKLP) 2014 di Taman
Nasional Bromo Tengger Semeru dan seluruh sahabat-sahabat atas bantuan dan
do’anya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, September 2014

Asep Badru Tamam

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL

vii


DAFTAR GAMBAR

vii

DAFTAR LAMPIRAN

vii

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

1


Manfaat Penelitian

2

Kerangka Pikir Penelitian
METODE

2
3

Waktu dan Tempat

3

Alat, Subyek, dan Obyek

4

Jenis Data


4

Metode Pengambilan Data

5

Analisis Data

7

HASIL DAN PEMBAHASAN

8

Kondisi Umum Lokasi Penelitian

8

Karakteristik Responden


8

Potensi Sumberdaya Hutan di Sekitar Desa Ranu Pani

9

Pemanfaatan Sumberdaya Hutan di Desa Ranu Pani

11

Penilaian dan Persepsi Pemanfaatan Sumberdaya Hutan

16

SIMPULAN DAN SARAN

18

Simpulan


18

Saran

18

DAFTAR PUSTAKA

19

LAMPIRAN

21

DAFTAR TABEL
1
2
3
4

Alat, subyek, dan obyek yang digunakan
Jenis, sumber dan teknik pengambilan data
Nilai persepsi manfaat sumberdaya hutan
Nilai persepsi dampak pemanfaatan

4
4
16
17

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14

Kerangka pikir penelitian
Lokasi penelitian
Petak ukur vegetasi
Inventarisasi mamalia metode jalur (strip transect)
Ilustrasi penggunaan metode IPA dan metode jalur
Akasia gunung (Acacia decurrens) dan Teh-tehan (Ageratina riparia)
Ular tanah (Macrocalamus lateralis)
Bajing kelapa (Colosciurus notatus) dan Bentet kelabu (Lanius schach)
Pengambilan kayu bakar dengan menggunakan kendaraan dan
pengambilan kayu bakar dengan cara dipikul
Pengolahan kayu bakar
Pemberian kertas sanksi
Edelweis (Anaphalis longifolia) dan Genjret (Pytholacca dioica)
Bentuk pemanfaatan satwaliar
Kondisi lokasi pemanfaatan

2
3
5
5
6
9
10
11
12
12
13
14
15
17

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6

Potensi fauna di sekitar Desa Ranu Pani
Potensi flora di sekitar Desa Ranu Pani
Peranan flora bagi masyarakat Desa Ranu Pani
Peranan fauna bagi masyarakat Desa Ranu Pani
Nilai rupiah pemanfaatan flora bagi masyarakat Desa Ranu Pani
Nilai rupiah pemanfaatan fauna bagi masyarakat Desa Ranu Pani

21
22
24
25
26
26

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Taman nasional (TN) adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai
ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi dan dimanfaatkan untuk tujuan
penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, penunjang budidaya, pariwisata dan
rekreasi (UU No 5 Tahun 1990). Salah satu tujuan penetapan TN menurut IUCN
(International Union for Conservation of Nature) Protected Area Category (1994)
dalam Sulistiani (2014) adalah untuk melindungi integritas ekologi satu atau lebih
untuk kepentingan generasi kini dan yang akan datang. Melarang eksploitasi dan
ekupasi yang bertentangan dengan tujuan penunjukannya. Taman nasional yang
berada di Provinsi Jawa Timur salah satunya adalah Taman Nasional Bromo
Tengger Semeru (TNBTS). Taman nasional ini ditetapkan pada tahun 1997 sesuai
dengan Surat Keputusan Menteri Kehutanan nomor: 278/Kpts-VI/1997.
Desa Ranu Pani berada di dalam seksi pengelolaan Resort Ranu Pani dan
secara administratif termasuk kedalam wilayah Kecamatan Senduro, Kabupaten
Lumajang, Jawa Timur. Kawasan Ranu Pani baru diupayakan menjadi desa oleh
pemerintah Kabupaten Lumajang pada tahun 2005, akan tetapi masyarakat Ranu
Pani sudah ada sejak tahun 1955 (BBTNBTS 2010). Hal ini menyebabkan Desa
Ranu Pani masuk ke dalam kawasan enclave TNBTS, karena masyarakat telah ada
terlebih dahulu sebelum ditetapkannya kawasan Ranu Pani menjadi bagian dari
kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru.
Masyarakat melakukan interaksi dengan hutan yang ada disekitar desa Ranu
pani. Interaksi ini menyebabkan terjadinya pemanfaatan sumberdaya hutan di
dalam kawasan taman nasional oleh masyarakat Desa Ranu Pani. Interaksi yang
terjadi dapat dilihat dari ketergantungan masyarakat terhadap sumberdaya hutan
yang dimanfaatkan. Interaksi masyarakat dengan hutan dilakukan untuk memenuhi
kebutuhan sehari-hari, seperti kayu bakar, bahan pangan, dan obat-obatan.
Pemanfaatan sumberdaya hutan dihadapkan kepada kondisi bahwa Taman Nasional
Bromo Tengger Semeru merupakan kawasan konservasi yang pemanfaatannya
dibatasi oleh peraturan yang berlaku sesuai fungsi dan peruntukannya.
Pemanfaatan yang dilakukan oleh masyarakat Desa Ranu Pani di dalam
kawasan taman nasional perlu diatur sesuai fungsi dan peruntukannya. Pemanfaatan
yang dilakukan oleh masyarakat Desa Ranu Pani memiliki nilai rupiah yang dapat
dihitung. Penilaian sumberdaya hutan yang dimanfaatkan oleh masyarakat dapat
menunjukan pentingnya hutan bagi masyarakat Desa Ranu Pani. Penelitian ini
diperlukan untuk mengetahui manfaat ekonomi dari sumberdaya hutan yang
dimanfaatkan oleh masyarakat Desa Ranu Pani.
Tujuan Penelitian
1.
2.
3.

Tujuan dari penelitian yaitu:
Mengidentifikasi potensi sumberdaya hutan di sekitar Desa Ranu Pani.
Mengidentifikasi pola pemanfaatan sumberdaya hutan oleh masyarakat Desa
Ranu Pani.
Menilai pemanfaatan sumberdaya hutan oleh masyarakat Desa Ranu Pani.

2

Manfaat Penelitian
Manfaat dari dilaksanakannya penelitian adalah sebagai data dasar nilai
manfaat hutan yang dimanfaatkan oleh masyarakat Desa Ranu Pani di Resort Ranu
Pani, Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (BBTNBTS).
Kerangka Pemikiran
Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) memiliki dua desa
enclave, salah satunya adalah Desa Ranu Pani. Masyarakat desa berinteraksi dengan
memanfaatkan sumberdaya hutan di dalam kawasan taman nasional. Masyarakat
enclave adalah masyarakat yang bertempat tinggal di dalam taman nasional, yang
masih termasuk ke dalam kawasan taman nasional (BBTNBTS 2010). UndangUndang No 5 tahun 1990 pasal 3 menyebutkan bahwa Konservasi sumber daya
alam hayati dan ekosistemnya bertujuan untuk mengusahakan terwujudnya
kelestarian sumber daya alam hayati serta keseimbangan ekosistemnya sehingga
dapat lebih mendukung upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat dan mutu
kehidupan manusia. Pemanfaatan yang dapat dilakukan terbatas pada peraturan
bahwa taman nasional merupakan kawasan konservasi (PP No 28 Tahun 2011)
(Gambar 1).

Desa Ranu Pani

Taman Nasional
Bromo Tengger

PP No 28 Tahun 2011

UU No 5 Tahun 1990

Flora

Masyarakat

Fauna

Pemanfaatan

Komersial

Nilai ekonomi

Harga pasar

Subsisten

Nilai persepsi

Harga barang pengganti

Nilai korbanan

Nilai Sumberdaya Hutan
Gambar 1 Kerangka pikir penelitian

3

METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan di Desa Ranu Pani, Kecamatan Senduro, Kabupaten
Lumajang Jawa Timur (Gambar 2). Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari
sampai dengan bulan Maret 2014.

Gambar 2 Peta lokasi penelitian

4

Alat, Subyek dan Obyek
Penelitian menggunakan alat yang akan mendukung dalam pengambilan data
di lapang. Subyek yang digunakan adalah masyarakat Desa Ranu Pani, sedangkan
obyek yang diambil yaitu potensi flora dan fauna di sekitar Desa Ranu Pani (Tabel
1).
Tabel 1 Alat, subyek, dan obyek yang digunakan
Jenis
Kegunaan

No
A. Alat
1 Kamera
Kuesioner dan panduan
2
wawancara
3 Meteran
4 GPS
5 Binokuler
6 Fieldguide Mamalia
7 Fieldguide Burung
8 Fieldguide Herpetofauna
9 Fieldguide Tumbuhan
B. Subyek
1 Masyarakat
2 Pengelola
C. Obyek
1 Flora dan Fauna
2 Dokumen BBTNBTS

Dokumentasi
Panduan pertanyaan untuk responden
Pembuatan petak ukur
Menentukan titik koordinat
Pengamatan satwaliar
Mengidentifikasi mamalia
Mengidentifikasi burung
Mengidentifikasi herpetofauna
Mengidentifikasi tumbuhan
Sumber data dan informasi pemanfaatan
Sumber data dan informasi kawasan TNBTS
Sebagai obyek pendapatan masyarakat
Bahan yang digunakan untuk data sekunder
Jenis Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian berupa data primer dan sekunder
(Tabel 2). Data primer dikumpulkan melalui kuesioner dengan pola pertanyaan
tertutup, wawancara dan observasi lapang. Data sekunder berupa studi literatur
yang dapat mendukung data primer.
Tabel 2 Jenis, sumber dan teknik pengambilan data
Jenis data
Sumber data
Teknik pengambilan data
A. Data primer
Karakteristik responden
Responden
Wawancara
Potensi flora dan fauna
Observasi lapang Inventarisasi dan wawancara
Spesies yang dimanfaatkan Responden
Wawancara
Frekuensi pemanfaatan
Responden
Wawancara
Volume pemanfaatan
Responden
Wawancara
Bagian yang dimanfaatkan Responden
Wawancara
Cara pengambilan
Responden
Wawancara
Tujuan pemanfaatan
Responden
Wawancara
Nilai atau harga SDH
Responden
Wawancara
Persepsi pemanfaatan
Responden
Kuesioner
B. Data Sekunder
Dokumen dari BBTNBTS Pengelola
Studi literatur

5
Metode Pengambilan Data
Potensi Sumberdaya Hutan di Sekitar Desa Ranu Pani
Analisis Vegetasi
Inventarisasi flora menggunakan metode jalur berpetak. Inventarisasi
digunakan untuk mengetahui potensi sumberdaya hutan di sekitar Desa Ranu Pani
(Gambar 3). Data yang dikumpulkan meliputi nama ilmiah dan status perlindungan.
Jalur yang diambil berbentuk garis berpetak sebanyak 4 jalur dengan panjang dan
lebar masing-masing 100 m x 20 m yang terbagi ke dalam 5 petak. Jalur berpetak
dilakukan dengan mengambil jalur yang jarang dan sering dilakukan pemanfaatan
oleh masyarakat.

Gambar 3 Petak ukur vegetasi
Keterangan:
a. Petak ukur semai (2 x 2) m2, yaitu anakan dengan tinggi < 1,5 m dan tumbuhan
bawah/semak/herba, termasuk di dalamnya pandan dan palem.
b. Petak ukur pancang (5 x 5) m2, yaitu anakan dengan tinggi > 1,5 m dan diameter
batangnya < 10 cm.
c. Petak ukur tiang (10 x 10) m2, yaitu diameter batang antara 10 cm < 20 cm.
d. Petak ukur pohon (20 x 20) m2, yaitu pohon yang diameter batangnya ≥ 20 cm.
Inventarisasi Mamalia
Data yang dikumpulkan yaitu jenis satwa dan status perlindungan. Metode
yang digunakan adalah metode transek jalur (strip transect) (Gambar 4). Jalur yang
diambil adalah jalur yang jarang dilakukan pemanfaatan dan jalur yang sering
dilakukan pemanfaatan oleh masyarakat. Pengambilan data dilakukan sebanyak dua
kali pengulangan. Setiap pengulangan terdiri dari periode pagi hari (05.30-07.30
WIB), sore hari (15.00-17.00 WIB) dan malam hari (18.30.-20.30 WIB).

Gambar 4 Inventarisasi Mamalia Metode Jalur (strip transect)
Keterangan:
To
: Titik awal pengamatan
P1
: Posisi pengamat

S1
S2

: Posisi satwa 1
: Posisi satwa 2

6

Inventarisasi Burung
Metode yang digunakan untuk inventarisasi burung adalah metode IPA
(Index Point Abundance). Pengamatan dilakukan pada pagi hari (06.00-07.30 WIB)
dan sore hari (15.30-17.00 WIB). Khusus untuk kelompok burung nokturnal
dilakukan pengamatan malam hari antara pukul 18.30-20.30 WIB.
Penerapan metode IPA (Index Point of Abundance) dilakukan dengan diam
pada titik tertentu kemudian mencatat perjumpaan terhadap burung dalam rentang
waktu tertentu dan luas area tertentu. Radius pengamatan untuk setiap titik
pengamatan sejauh 50 meter dengan jarak antar titik 100 meter. Panjang jalur yang
digunakan adalah 1000 meter (Gambar 5).
r=50 m

100 m
1000 m

Gambar 5 Ilustrasi Penggunaan Metode IPA dan Metode Jalur
Inventarisasi Herpetofauna
Jenis data yang dikumpulkan meliputi jenis dan status perlindungan
berdasarkan daftar Heyer et al. (1994), yang meliputi tanggal, waktu pengambilan
data, nama lokasi, substrat/lingkungan tempat ditemukan, dan tipe vegetasi. Metode
pengumpulan data menggunakan metode Visual Encounter Survey atau VES
(Heyer et al. 1994).
Pemanfaatan Sumberdaya Hutan di Desa Ranu Pani
Metode yang digunakan untuk mengetahui pemanfaatan sumberdaya hutan
adalah wawancara, sedangkan persepsi masyarakat tentang manfaat ekonomi dan
kondisi pemanfaatan menggunakan kuesioner. Kuesioner yang digunakan adalah
skala Likert dengan skala 1 sampai 7. Kriteria Skor (1. Sangat tidak setuju/sesuai,
2. Tidak setuju/sesuai, 3. Agak tidak setuju/sesuai, 4. Biasa saja, 5.Agak
setuju/sesuai, 6. Setuju/sesuai, 7. Sangat setuju/sesuai) (Avenzora 2008).
Pengumpulan data dari responden menggunakan teknik snowball, teknik
observasi lapang dan studi literatur. Teknik snowball yaitu teknik penentuan
responden dengan cara menentukan tokoh kunci (key person), sedangkan responden
berikutnya berdasarkan arahan dari responden sebelumnya. Studi literatur
dilakukan melalui penelusuran dokumen dan pengumpulan data-data yang
berkaitan dengan penelitian.
Nilai Pemanfaatan Sumberdaya Hutan oleh Masyarakat Desa Ranu Pani
Metode yang digunakan untuk mengetahui nilai manfaat sumberdaya hutan
yang dimanfaatkan oleh masyarakat Desa Ranu Pani dapat digunakan salah satu
dari tiga pendekatan dari Bahruni (1999), yaitu:

7
1. Metode penilaian berdasarkan harga pasar (market price).
Metode ini untuk melihat nilai manfaat ekonomi langsung yang diperoleh dari
hasil hutan yang dijual di pasar dengan melakukan pendekatan harga pasar yang
berlaku di pasar setempat. Davis dan Johnson (1987) mengartikan bahwa nilai pasar
adalah harga barang dan jasa yang ditetapkan penjual dan pembeli tanpa intervensi
pihak lain atau dalam keadaan kompetisi sempurna.
2. Metode penilaian berdasarkan harga barang pengganti (substitute price).
Metode ini menggunakan pendekatan nilai barang subtitusi atau nilai banding
antara barang yang bersangkutan dengan barang lain yang mempunyai nilai/harga
pasar. Metode ini sebagai alternatif jika metode harga pasar tidak dapat digunakan.
3. Metode penilaian berdasarkan nilai korbanan (willingness to pay) atau biaya
pengadaan (opportunity cost).
Pendekatan ini digunakan untuk menghitung biaya oportunitas yaitu biaya
yang harus dikeluarkan oleh masyarakat terhadap hilangnya akses pemanfaatan
sumberdaya hutan yang ada dan besarnya biaya yang harus dikeluarkan oleh
masyarakat untuk mempertahankan barang dan jasa yang secara alami
dikontribusikan oleh kawasan hutan. Dalam metode ini nilai/harga komoditas hasil
hutan didekati dari faktor biaya pengadaan.
Analisis Data
Setiap jenis sumberdaya hutan yang dimanfaatkan oleh masyarakat Desa ranu
Pani di survey ke lapangan. Selanjutnya dihitung nilai riilnya dalam bentuk rupiah
dan dilakukan rekapitulasi nilai manfaat dari seluruh jenis sumberdaya hutan yang
dimanfaatkan oleh masyarakat. Data dari hasil kuesioner tentang persepsi
masyarakat terhadap manfaat dan dampak pemanfaatan sumberdaya hutan
dianalisis dengan pemetaan skor (score mapping). Tahap selanjutnya adalah
melakukan analisis data yang dilakukan secara deskriptif untuk mendapatkan
gambaran tentang nilai manfaat ekonomi dari pemanfaatan sumberdaya hutan.
Analisis data secara deskriptif adalah analisis yang memberikan penjelasan,
keterangan dan gambaran tentang subyek penelitian (Marliani 2005). Rumus
menghitung nilai sumberdaya hutan yang dimanfaatkan:
1.

Nilai manfaat sumberdaya hutan yang dimanfaatkan oleh masyarakat dihitung
dengan menggunakan rumus:
Yijt = (Vkij x Hkij x Fij) x 4 x 12

Keterangan:
Yijt : Nilai manfaat suatu hasil hutan i yang dimanfaatkan oleh masyarakat dusun
j pada tahun ke-t (Rp/tahun).
Vkij : Volume komoditi i yang dimanfaatkan oleh masyarakat dusun j dalam
satu kali pengambilan (ikat, kg, sm).
Hkij : Harga komoditi i ditingkat pasar lokal (Rp/satuan).
Fij
: Frekuensi pengambilan komoditi i oleh masyarakat di dusun j dalam kurun
waktu satu minggu.
4
: Angka pengganda (jumlah minggu dalam satu bulan).
12
: Angka pengganda (jumlah bulan dalam satu tahun).

8

2. Nilai manfaat total dihitung dengan rumus:
Y = Σ ( Yijt x nijt )
keterangan:
Y
: Nilai manfaat total sumberdaya hutan yang dimanfaatkan oleh masyarakat
(Rp/tahun).
Yijt : Nilai manfaat hasil hutan i yang dimanfaatkan oleh masyarakat di dusun j
dalam periode per tahun (Rp/tahun).
nijt : Jumlah pemanfaat hasil hutan i yang berasal dari dusun j dalam satu tahun
(KK).

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Lokasi Penelitian
Resort Ranu Pani termasuk ke dalam Seksi Pengelolaan TNBTS (SPTN)
wilayah III Senduro yang memilki luas resort 5.212,050 ha. Resort Ranu Pani
terbagi menjadi zona pemanfaatan intensif seluas 50 ha, zona pemanfaatan
tradisional seluas 997,2 ha, dan zona rimba seluas 4.164,85 ha. Resort Ranu Pani
berada pada ketinggian antara 1.700 m dpl - 3676 m dpl. Resort Ranu Pani memiliki
salah satu desa enclave, yaitu Desa Ranu Pani.
Desa Ranu Pani ditetapkan menjadi desa pada tanggal 19 Desember 2005
oleh pemerintah Kabupaten Lumajang. Desa Ranu Pani memiliki luas 385 ha yang
terbagi menjadi dua dukuh yaitu, Mbedog Asu (Sidodadi) dan Besaran. Penduduk
Desa Ranu Pani sudah ada sejak tahun 1955 sampai sekarang (BBTNBTS 2010).
Desa Ranu Pani dipimpin oleh kepala desa dan ketua adat (dukun). Kepala desa
adalah pemimpin tertinggi dalam seluruh kegiatan masyarakat setempat. Fungsi
dukun adalah sebagai pemimpin dalam kegiatan ritual keagamaan. Jumlah
penduduk kurang lebih 1.387 jiwa dengan jumlah kepala keluarga sebanyak 395
Kepala Keluarga (KK). Masyarakat yang tinggal di Desa Ranu Pani bukan hanya
masyarakat asli, akan tetapi sudah banyak yang berasal dari daerah lain seperti
Senduro, Lumajang, dan Desa Ngadas yang menetap. Desa Ranu Pani merupakan
pintu masuk bagi para pendaki yang ingin mendaki ke Gunung Semeru.
Desa Ranu Pani termasuk ke dalam zona pemanfaatan intensif dan zona
pemanfaatan tradisional. Zona pemanfaatan intensif adalah zona yang dialokasikan
untuk tujuan penelitian, pendidikan, dan rekreasi secara penuh serta pusat
administrasi pengelolaan harian. Bagian dari taman nasional yang ditetapkan untuk
kepentingan pemanfaatan tradisional oleh masyarakat yang karena mempunyai
ketergantungan dengan sumberdaya alam disebut zona pemanfaatan tradisional
(Permenhut No 56 Tahun 2006).
Karakteristik Responden
Pengambilan data dari responden menggunakan metode snowball dan
didapatkan 30 responden. Responden yang didapatkan rata-rata berumur 45 tahun.
Tingkat pendidikan responden pada umumnya adalah lulusan sekolah dasar.

9
Kepercayaan yang dianut sangat beragam mulai dari Hindu, Islam maupun Kristen.
Akan tetapi dalam kegiatan agama dan budaya seperti upacara Karo, upacara UnanUnan dan upacara Kasodo masyarakat melaksanakannya secara bersama-sama. Hal
ini menunjukan tingginya toleransi beragama di Desa Ranu Pani.
Mata pencaharian masyarakat Desa Ranu Pani adalah petani, buruh tani,
penyewa jeep, penyewa penginapan, dan pedagang. Mayoritas pekerjaan
masyarakat adalah petani, hal ini dikarenakan kondisi alam yang cocok untuk
bercocok tanam sayuran seperti daun bawang, kentang, dan kol. Selain bertani,
masyarakat Desa Ranu Pani memiliki pekerjaan sampingan, yaitu sebagai porter
atau pemandu pendakian Gunung Semeru pada saat pendakian dibuka. Bagi
masyarakat yang memiliki kendaraan, mereka menyewakan akomodasi penyewaan
jeep dengan rute Desa Ranu Pani dan kawasan Cemorolawang yang di dalamnya
termasuk rute Gunung Bromo, Gunung Batok dan Kawasan Laut Pasir.
Potensi Sumberdaya Hutan di Sekitar Desa Ranu Pani
Hasil analisis vegetasi dan wawancara diketahui sebanyak 38 jenis flora
(Lampiran 2). Jenis teh-tehan (Ageratina riparia), triwulan (Austroeupatorium
inulifolium), akasia gunung (Acacia decurrens), dan cemara gunung (Casuarina
junghuhniana) merupakan jenis yang mendominasi (Gambar 6). Hal ini sesuai
dengan hasil wawancara yang diketahui bahwa semua jenis tersebut termasuk
kedalam kelimpahan tinggi atau sering ditemukan. Semua jenis ini kecuali cemara
gunung merupakan jenis invasif di Resort Ranu Pani. Menurut Purwono et al.
(2002) spesies asing invasif adalah spesies flora ataupun fauna, termasuk
mikroorganisme yang hidup di luar habitat alaminya, tumbuh dengan pesat karena
tidak memiliki musuh alami, sehingga menjadi gulma, hama, dan penyakit pada
spesies-spesies asli.

(a)
(b)
Gambar 6 (a) Akasia gunung (Acacia decurrens) dan (b) Teh-tehan (Ageratina
riparia)
Jenis-jenis yang jarang ditemukan disekiar Desa Ranu Pani adalah putih dada
(Acer laurinum), pasang (Lithocarpus sondaicus), danglu (Engelhardia spicata),
adas (Foeniculum vulgare), pampung (Macropanax dispermus), nyampuh (Litsea

10

diversifolia), ampet (Astronia spectabilis), sempretan (Eupatorium inofolium), dan
empritan (Cenchrus enignuus). Menurut masyarakat jenis-jenis tersebut sudah
mulai jarang ditemukan. Padahal menurut Whitten et al. (1999) menyebutkan
bahwa hutan pegunungan di Jawa didominasi oleh pasang (Lithocarpus sondaicus),
putih dada (Acer laurinum), rasamala (Altingia excelsa) dan edelweis (Anaphalis
longifolia).
Hasil inventarisasi satwaliar dan wawancara diketahui sebanyak 27 jenis
satwaliar. Jenis tersebut yaitu 1 jenis herpetofauna, 7 jenis mamalia dan 19 jenis
burung (Lampiran 1). Jenis herpetofauna yang ditemukan adalah jenis reptil yaitu
ular tanah (Macrocalamus lateralis), sedangkan amfibi tidak ditemukan (Gambar
7). Hal ini dikarenakan herpetofauna membutuhkan panas lingkungan untuk
mendapatkan panas pada tubuhnya. Reptil meningkatkan panas tubuhnya dengan
cara berjemur di bawah sinar matahari, dan sepanjang suhu udara pada malam hari
tidak menurunkan suhu tubuhnya sampai di bawah titik kritis minimum. Pada
umumnya satwaliar di tropis tidak terbiasa hidup dan tidak sesuai untuk hidup di
lingkungan yang bersuhu dingin (Whitten 1999).

Gambar 7 Ular tanah (Macrocalamus lateralis)
Mamalia yang ditemukan secara langsung yaitu jenis curut (Suncus murinus)
dan bajing kelapa (Colosciurus notatus). Selain jenis yang ditemukan secara
langsung disekitar Desa Ranu Pani, ada juga jenis-jenis yang diketahui dari hasil
wawancara. Jenis-jenis tersebut yaitu jenis kijang (Muntiacus muntjak), babi hutan
(Sus scrofa), macan tutul (Panthera pardus), landak (Hystrix brachyura), dan
lutung jawa (Tratchypithecus auratus).
Jenis burung diketahui sebanyak 19 jenis burung yang diketahui ada di sekitar
Desa Ranu Pani. Jenis-jenis tersebut antara lain tekukur biasa (Streptopelia
chinensis), sikatan belang (Dicaeum trochileum), cikrak daun (Pachycephala
pectoralis), apung tanah (Anthus novaeseelandiae), bentet kelabu (Lanius schach)
dan elang jawa (Spizaetus bartelsi) (Gambar 8).
Jenis burung yang ditemukan disekitar Desa Ranu Pani mungkin akan
berbeda dengan jenis-jenis di lokasi lain di wilayah Taman Nasional Bromo
Tengger Semeru. Hal ini dapat disebabkan karena semakin tinggi tempat, maka
semakin rendah keanekaragaman spseies tumbuhan pada lokasi tersebut (Primack
et al. 1998). Desa Ranu Pani berada diketinggian 2200 m dpl yang akan berbeda
ketinggiannya dengan wilayah lain di Taman Nasional Bromo Tengger Semeru.

11

(a)
(b)
Gambar 8 (a) Bajing kelapa (Colosciurus notatus) dan (b) Bentet kelabu
(Lanius schach)
Pemanfaatan Sumberdaya Hutan di Desa Ranu Pani
Masyarakat memanfaatan sumberdaya hutan di dalam kawasan taman
nasional. Keberadaan masyarakat di dalam kawasan akan berinteraksi secara
langsung dengan hutan. Masyarakat memanfaatkan sumberdaya hutan yang ada di
dalam kawasan taman nasional. Pemanfaatan yang dilakukan dapat berupa
pemanfaatan flora maupun pemanfaatan fauna. Pemanfaatan sumberdaya hutan
tidak dilakukan setiap hari, akan tetapi masyarakat memiliki waktu tertentu untuk
tidak mengambil sumberdaya hutan. Masyarakat tidak mengambil sumberdaya
hutan ketika hari raya Idul Fitri, upacara Karo, tanggal 17 Agustus, hari raya Idul
Adha, hari Selasa, dan upacara Barian. Pemanfaatan sumberdaya hutan yang
dilakukan oleh masyarakat Desa Ranu Pani terdiri dari pemanfaatan untuk kayu
bakar, upacara adat, pangan, peliharaan, tanaman obat serta untuk pakan ternak
(Lampiran 3). Pemanfaatan-pemanfaatan ini merupakan kebutuhan pribadi maupun
kebutuhan untuk adat.
Masyarakat Suku Tengger yang mendiami Desa Ranu Pani di dalam enclave
taman nasional masih memegang tradisi nenek moyangnya sehingga masih banyak
kegiatan upacara adat dan keagamaan Suku Tengger yang dilakukan oleh
masyarakat hingga sekarang. Kegiatan pemanfaatan oleh masyarakat menurut
Sriyanto (2005) secara tradisional dilakukan untuk:
1. Memenuhi kebutuhan sehari-hari masyarakat lokal sekitar kawasan
2. Memenuhi kebutuhan adat masyarakat lokal sekitar kawasan.
Pemanfaatan Flora
Kayu bakar menjadi sumber energi utama bagi masyarakat, karena
kebiasaan dan fungsinya belum banyak tergantikan oleh barang lain. Pada dasarnya
semua tumbuhan yang berkaya dapat dimanfaatkan sebagai kayu bakar. Pada
umumnya kayu yang digunakan sebagai kayu bakar adalah kayu yang kering, awet
atau tidak cepat habis dan energi panas yang dihasilkan cukup tinggi (Rahayu et al.
2006). Kayu yang digunakan untuk kayu bakar di Desa Ranu Pani adalah jenis dari
pohon akasia gunung (Acacia decurrens) dan cemara gunung (Casuarina
junghuhniana). Pemanfaatan kayu bakar di dalam areal kawasan taman nasional
merupakan pemanfaatan secara tradisonal dan terbatas. Pemanfaatan kayu untuk

12

dijadikan kayu bakar bukan hanya permasalahan untuk kegiatan rumah tangga,
akan tetapi merupakan permasalahan budaya masyarakat tengger yang digunakan
untuk menghangatkan badan dan media sosialisasi antar sesama masyarakat.
Pengambilan kayu bakar pada dasarnya hanya diperbolehkan untuk kayu
rence dan kayu kering. Akan tetapi kondisi di lapangan didapatkan masyarakat
yang mengambil kayu dengan cara menebang pohon basah atau pohon yang masih
hidup. Kebutuhan kayu bakar yang terus meningkat, menyebabkan masyarakat juga
mengambil dari taman nasional (Gambar 9). Pengambilan kayu bakar dengan cara
dipikul hanya mampu mengangkut kayu sebanyak 1 pikulan dalam sekali angkut,
sedangkan dengan menggunakan sepeda motor mampu mengangkut 3-5 pikul per
sekali angkut.

(a)
(b)
Gambar 9 (a) Pengambilan kayu bakar dengan menggunakan kendaraan dan (b)
Pengambilan kayu bakar dengan cara dipikul
Pihak taman nasional telah membuat Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah
Tangga (AD/ART) dengan masyarakat terkait pemanfaatan kayu bakar yang
disebut sebagai “Lumbung Kayu Bakar”. Salah satu tujuannya adalah untuk
mengelola sebagian hutan pada zona pemanfaatan tradisional di sekitar Desa Ranu
Pani sebagai lumbung kayu bakar bagi seluruh masyarakat desa. Meskipun sudah
ada kesepakatan dengan adanya AD/ART tersebut, tetapi pelanggaran dalam
pemanfaatan kayu bakar masih marak terjadi. Pengambilan kayu bakar rata-rata
sebanyak 1 pikul atau setara dengan 0,2 m³ dalam frekuensi seminggu sekali. Kayu
yang diambil biasanya disimpan untuk dikeringkan atau langsung digunakan jika
dirasa sudah kering (Gambar 10).

Gambar 10 Pengolahan kayu bakar

13
Kebijakan pemanfaatan kayu bakar yang berlaku adalah bahwa pengambilan
kayu diperbolehkan selama:
1. Untuk kepentingan pribadi dan tidak diperjual belikan.
2. Tidak boleh menebang pohon, akan tetapi kayu rence dan kayu kering yang
diperbolehkan untuk diambil.
3. Tidak menggunakan kendaraan dalam pengangkutan kayu.
Sanksi yang diberlaku oleh pihak taman nasional bagi masyarakat yang
melanggar adalah setiap tertangkap tangan melakukan pelanggaran pengambilan
kayu bakar yang tidak sesuai ketentuan, disanksi dengan 3 tahap.
1. Setiap tertangkap melanggar satu kali, akan dikenakan sanksi menanam bibit
pohon akasia gunung atau cemara gunung sebanyak 100 bibit.
2. Setiap tertangkap melanggar 2 kali, akan dikenakan sanksi menanam bibit
pohon akasia gunung dan cemara gunung sebanyak 200 bibit.
3. Setiap tertangkap melanggar 3 kali, akan diproses secara hukum.
Sanksi pertama akan diberikan kertas berwarna putih dengan ditanda tangani
pihak dari taman nasional, pihak pelanggar dan kepala desa. Penanaman dilakukan
di sekitar lokasi penebangan. Pelanggaran kedua sama halnya dengan pelanggaran
pertama, perbedaannya hanya di warna kertas yaitu kertas berwarna kuning
(Gambar 11).

Gambar 11 Pemberian kertas sanksi
Pemanfaatan lain yang dilakukan masyarakat Ranu Pani adalah pemanfaatan
untuk kegiatan upacara adat, sepert upacara Kasodo, upacara Karo dan upacara
Unan-Unan. Tumbuhan yang digunakan seperti edelweis (Anaphalis longifolia),
genjret (Phytolacca dioica), senikir (Cosmos caudatu) dan pampung (Macropanax
dispermus) (Gamabr 12). Tumbuhan ini sudah banyak ditanam oleh masyarakat di
ladang maupun di halaman rumah. Tumbuhan ini ditanam karena merupakan syarat
sesajen yang harus ada dalam upacara-upacara adat masyarakat Tengger. Bagian
tumbuhan yang digunakan sebagai sesajen adalah daun atau bunga. Masyarakat
mengambil hanya satu lembar daun atau satu bunga dari tumbuhan yang digunakan
sebagai sesajen. Pengambilannya dengan cara dipetik bunga atau daunnya.
Sayektiningsih (2008) mengatakan bahwa masyarakat enclave memiliki ikatan
batin dan emosional yang kuat dengan kawasan hutan di sekitarnya. Pengambilan
tumbuhan ini hanya dilakukan ketika akan dilakukan upacara-upacara adat.

14

(a)
(b)
Gambar 12 (a) Edelweis (Anaphalis longifolia) dan (b) Genjret (Pytholacca
dioica)
Pemanfatan tumbuhan yang dijadikan sebagai obat tidak sering dilakukan
oleh masyarakat, hanya sekitar 23% kepala keluarga yang memanfaatkannya. Hal
ini karena adanya perubahan status yang dahulunya Perhutani berubah manjadi
taman nasional. Perubahan ini mengakibatkan berkurangnya pemanfaatan dan
pengetahuan tentang tumbuhan yang dijadikan obat, karena pelarangan
pengambilan tumbuhan tersebut di dalam kawasan taman nasional. Selain itu
dengan adanya obat-obat dari warung, menyebabkan masyarakat jarang mengambil
tumbuhan untuk dijadikan sebagai obat. Masyarakat menganggap obat-obat dari
warung lebih praktis dan mudah mendapatkannya. Beberapa tumbuhan yang
dijadikan obat antara lain ampet (Astronia spectabilis), adas (Foeniculum vulgare),
dan sempretan (Eupatorium inofolium). Pada umumnya bagian yang sering
digunakan adalah bagian daunn dengan cara dipetik kemudian direbus atau
digodog.
Pemanfaatan tumbuhan untuk pangan dan tidak banyak dilakukan oleh
masyarakat Desa Ranu Pani. Hal tersebut dikarenakan spesies tumbuhan yang biasa
dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan pangan, tidak hanya diperoleh dari
hutan, tetapi juga diperoleh dari hasil kegiatan budidaya, yaitu berupa tanaman
sayur-sayuran. Jenis tumbuhan dari hutan yang dijadikan pangan adalah ranti
(Physalis nigrum). Ranti ini digunakan sebagai lalapan dengan cara direbus.
Tumbuhan yang digunakan sebagai pakan ternak yaitu jenis rumput gajahan
(Pennisetum purpureum) yang tersedia di sekitar desa atau di hutan. Ternak yang
ada di Desa Ranu Pani seperti ternak sapi. Pengambilan rumput dilakukan 2 kali
sehari dengan jumlah pengambilan sebanyak 1 ikat.
Pemanfaatan seperti edelweis (Anaphalis longifolia), adas (Foeniculum
vulgare), sempretan (Eupatorium inofolium), ampet (Astronia spectabilis), dan
kemlandingan (Albizia lophanta) yang berdasarkan analisis vegetasi dan hasil
wawancara, diketahui keberadaannya sudah mulai sulit ditemukan, akan tetapi
masih dimanfaatkan oleh masyarakat. Jenis yang ditemukan dan masuk ke dalam
peraturan IUCN antara lain edelweis (Anaphalis longifolia) dan permenan (Mentha
arvensis), yang keduanya masuk kedalam status Vulnerable (VU) atau rentan.
Sedangkan jenis yang masih dimanfaatkan dan masuk ke dalam IUCN yaitu
edelweis (Anaphalis longifolia). Berdasarkan CITES (Convention on International
Trade in Endangered Spesies of Wild Fauna dan Flora) dan UU No 7 Tahun 1999

15
tidak ditemukan jenis yang masuk ke dalam kedua aturan tersebut. Berdasarkan
hasil wawancara diketahui bahwa ada beberapa jenis yang dianggap keberadaan
sudah jarang ditemukan lagi. Jenis-jenis tersebut antara lain pasang (Lithocarpus
sondaicus), danglu (Engelhardia spicata), adas (Foeniculum vulgare), putih dada
(Acer laurinum) dan sempretan (Eupatorium inofolium). Masyarakat menganggap
bahwa jenis-jenis tersebut sudah mulai jarang ditemukan di sekitar desa.
Pemanfaatan Fauna
Pemanfaatan satwaliar seperti pengambilan telur dan anakan burung dari
lubang-lubang pohon untuk dipelihara atau dikonsumsi masih dilakukan oleh
masyarakat. Burung yang sering diburu dan dipelihara adalah burung jalak suren
(Sturnus contra) dan bentet kelabu (Lanius schach). Selain menangkap satwaliar di
alam, masyarakat juga membeli satwaliar khususnya burung di daerah Senduro.
Pemanfaatan fauna pada umumnya digunakan sebagai peliharaan dan pangan.
Pengambilan satwaliar dilakukan dengan cara menjerat atau berburu (Gambar 13).
Selain jenis burung yang dimanfaatkan, masyarakat juga menangkap kijang
(Muntiacus muntjak) yang masuk desa untuk dikonsumsi. Mereka menganggap
ketika ada satwaliar yang masuk ke desa, maka satwaliar tersebut tidak lagi
dilindungi dan boleh ditangkap oleh masyarakat.

Gambar 13 Bentuk pemanfaatan satwaliar.
Pengambilan satwaliar dilakukan dengan menggunakan jebakan seperti
jaring. Tujuan dari pengambilan satwaliar adalah untuk dipelihara atau sebagai
pangan bahkan ada juga untuk dijual (Lampiran 4). Pemanfaatan lebih banyak
dilakukan oleh masyarakat di luar Desa Ranu Pani. Berdasarkan inventarisasi dan
hasil wawancara, diketahui ada beberapa jenis satwa yang keberadaannya sudah
mulai sulit atau jarang ditemukan lagi, tetapi masih dimanfaatkan oleh masyarakata.
Jenis-jenis tersebut dalah kijang (Muntiacus muntjak) dan jalak suren (Sturnus
contra). Kijang merupakan satwa yang dilindungi oleh PP No 7 Tahun 1999 tentang
Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa. Jalak suren masuk kedalam CITES
Appendix 1 yang merupakan jenis dengan jumlahnya di alam sudah sangat sedikit
dan dikhawatirkan akan punah. Perdagangan untuk jenis ini sama sekali tidak
diperbolehkan (Soehartono et al. 2003). Berdasarkan hasil inventarisasi dan
wawancara diketahui bahwa ada jenis-jenis yang ditemukan masuk kedalam PP No
7 Tahun 1999, CITES, dan IUCN, yaitu macan tutul (Panthera pardus), landak
(Hystrix brachyura), elang jawa (Spizaetus bartelsi), dan elang hitam (Ictinaetus
malayensis). Hasil inventarisasi menunjukan bahwa jenis burung tekukur biasa

16

(Streptopelia chinensis) sangat banyak ditemukan. Burung tekukur merupakan
jenis yang hidup di lokasi perladangan atau terbuka. Hal ini menunjukan bahwa
semakin banyak lokasi yang terbuka.
Penilaian dan Persepsi Pemanfaatan Sumberdaya Hutan
Masyarakat Desa Ranu Pani masih tergantung kepada sumberdaya hutan. Hal
ini dapat dilihat dari adanya beberpa jenis sumberdaya hutan yang dimanfaatkan
baik itu digunakan untuk keperluan adat atau untuk memenuhi kebutuhan seharihari. Pola pemanfaatan yang dilakukan masyarakat Desa Ranu Pani sudah mulai
berubah. Pemanfaatan yang awalnya dilakukan secara tradisional dengan
memanfaatkan sumberdaya hutan untuk kebutuhan pribadi dan adat, mulai berubah
ke arah “menjual” sumberdaya hutan tersebut. Nilai atau harga dari sumberdaya
hutan yang dimanfaatkan berbeda-beda tergantung ketersediaan sumberdaya hutan
tersebut. Nilai merupakan segala sesuatu yang dibebankan kepada satu barang dan
jasa berdasarkan persepsi individu yang tergantung pada waktu dan tempat (Davis
dan Johnson 1987).
Masyarakat menganggap bahwa hutan tidak memberikan manfaat yang nyata
terhadap pendapatan masyarakat. Hal ini sesuai dengan hasil kuesioner berada pada
skor 2 (tidak setuju), yang menunjukan bahwa hutan tidak memberikan manfaat
yang nyata terhadap pendapatan masyarakat Desa Ranu Pani (Tabel 3).
Tabel 3 Nilai Persepsi Manfaat Sumberdaya Hutan
Manfaat Sumberdaya Hutan
No.
Jenis
Total
A B C
D
E
F
G
1
Flora
3
2
3
4
1
2
2
17
2
Fauna
2
2
2
2
1
2
2
13
Total
5
4
5
6
2
4
4
Rata-rata
2,5 2 2,5 3
1
2
2
Keterangan: a

b

Rata-rata
2,4
1,8

A: Memberikan lapangan pekerjaan E: Sumber penghasilan utama
B: Meningkatkan kesejahteraan
F: Kemandirian masyarakat
C: Memberikan manfaat ekonomi
G: meningkatkan permintaan
D: Sumber penghasilan tambahan
1: Sangat tidak setuju
2: Tidak setuju
3: Agak tidak setuju
4: biasa saja

5: Agak setuju
6: Setuju
7: Sangat setuju

Nilai persepsi ini sesuai dengan nilai rupiah dari pemanfaatan sumberdaya
hutan yang dilakukan oleh masyarakat Desa Ranu Pani. Nilai sumberdaya hutan
yang terdiri dari nilai flora sebesar Rp. 1.092.022.000,00 per tahun (Lampiran 5)
dan nilai fauna sebesar Rp. 23.470.000,00 per tahun (Lampiran 6). Total dari kedua
kelompok yang dimanfaatkan masyarakat Desa Ranu Pani adalah sebesar Rp.
1.115.492.000,00 per tahun. Jika nilai rupiah ini dirata-ratakan dari 395 KK yang
berada di Desa Ranu Pani, hanya didapatkan sebesar Rp. 2.824.000,00 per tahun
per KK. Nilai ini dianggap kurang besar jika dibandingkan dengan pendapatan dari
bidang pertanian yaitu sebesar Rp.10.000.000,00-50.000.000,00 untuk sekali panen
tergantung jenis tanaman dan luas lahan pertanian yang dimiliki. Penilaian atas

17
sumberdaya hutan tersebut adalah untuk mempermudah menilai ke dalam bentuk
rupiah. Analisis biaya dan manfaat merupakan salah satu cara untuk menunjukan
dan mengukur manfaat atau pendapatan dari sumberdaya hutan yang dilakukan oleh
masyarakat.
Persepsi yang diberikan terhadap dampak pemanfaatan sumberdaya hutan
yang dilakukan oleh masyarakat baik itu flora maupun fauna menghasilkan nilai
persepsi yang berbeda. Nilai persepsi dari dampak pemanfaatan untuk jenis flora
berada pada skor 2 (tidak sesuai) dan dampak pemanfaatan untuk jenis fauna berada
pada skor 2,7 (tidak sesuai) akan tetapi mendekati 3 (agak tidak sesuai) (Tabel 4).
Kondisi ini menggambarkan kondisi di lokasi pemanfaatan sudah mulai rusak.
Keadaan ini dapat disebabkan karena masyarakat merasakan dampak langsung dari
pemanfaatan yang dilakukan terhadap pengambilan sumberdaya hutan di sekitar
Desa Ranu Pani.
Tabel 4 Nilai Persepsi Dampak Pemanfaatan
Kondisi Pemanfaatan
No.
Jenis
Total
A B C
D
E
F
G
1
Flora
3
1
2
2
2
2
2
14
2
Fauna
3
2
2
3
3
3
3
19
Total
6
3
4
5
5
5
5
Rata-rata
3
1
2 2,5 2,5 2,5 2,5
Keterangan: a

Rata-rata
2
2,7

A: Vegetasi terjaga/beratnya meningkat E: Sering ditemukan
B: Lokasi mendapatkan semakin dekat F: Hasil bertambah
C: Mudah mendapatkan
G: Semakin cepat waktu mendapatkannya
D: Jumlah bertamabah
b 1: Sangat tidak sesuai
2: Tidak sesuai
3: Agak tidak sesuai
4: biasa saja

5: Agak sesuai
6: Sesuai
7: Sangat sesuai

Pemanfaatan yang besar terhadap sumberdaya hutan baik itu flora maupun
fauna oleh masyarakat Desa Ranu Pani akan menyebabkan kerusakan dan
kelangkaan terhadap sumberdaya hutan yang ada jika tidak dilakukan secara
bijaksana (Gambar 14). Persepsi di atas menunjukan bahwa telah terjadi pola
kerusakan dan mulai jarangnya ditemukan beberapa jenis baik itu flora maupun
fauna di sekitar Desa Ranu Pani. Hal ini dapat menyebabkan keberadaan
sumberdaya hutan tersebut akan berkurang atau bahkan menyebabkan kepunahan.

Gambar 14 Kondisi lokasi pemanfaatan

18

Pemahaman masyarakat tentang pentingnya sumberdaya hutan perlu
diperhatikan sebagai upaya konservasi. MacKinnon et al. (1993) menyatakan
bahwa keberhasilan pengelolaan banyak tergantung kepada persepsi masyarakat
terhadap suatu kawasan. Aturan dan norma yang dibuat harus saling
menguntungkan sehingga diharapkan norma dan aturan ini sebagai akumulasi dari
pengetahuan masyarakat yang telah dilakukan secara turun temurun (Ismail 1999).
Kearifan masyarakat Desa Ranu Pani harus dijaga sebagai upaya pengelolaan
pemanfaatan sumberdaya hutan. Pemanfaatan yang lestari merupakan tujuan utama
dalam upaya konservasi.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
1.

2.

3.

Analisis vegetasi dan wawancara menunjukan bahwa diketahui sebanyak 38
jenis flora. Potensi flora yang melimpah adalah akasia gunung (Acacia
decurrens) dan cemara gunung (Casuarina junghuhniana). Hasil inventarisasi
satwaliar ditemukan sebanyak 27 jenis satwaliar dengan kelimpahan terbanyak
adalah bentet kelabu (Lanius schach) dan tekukur biasa (Streptopelia
chinensis).
Pola pemanfaatan terbagi kedalam pemanfaatan tumbuhan pangan, peliharaan,
tumbuhan obat, tumbuhan untuk upacara adat, tumbuhan untuk kayu bakar dan
tumbuhan untuk pakan ternak. Pemanfaatan sumberdaya hutan yang paling
sering dilakukan adalah pemanfaatan akasia gunung (Acacia decurrens) dan
cemara gunung (Casuarina junghuhniana) sebagai kayu bakar. Pemanfaatan
ini pada dasarnya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dengan pola
pemanfaatan tradisional, akan tetapi ada kecenderungan menjadi pola menjual
sumberdaya hutan tersebut.
Nilai persepsi masyarakat tentang manfaat hutan diperoleh nilai 2 (tidak
setuju), hal ini menunjukan hutan tidak memberikan manfaat terhadap
pendapatan masyarakat. Nilai persepsi ini sesuai dengan nilai rupiah dari
pemanfaatan sumberdaya hutan yang dilakukan oleh masyarakat Desa Ranu
Pani. Total pemanfaatkan sebesar Rp. 1.115.492.000,00 per tahun. Nilai ini
dirasa kurang cukup bermanfaat jika dibandingkan dengan nilai yang
didapatkan dari bertani. Persepsi dampak dari pemanfaatan sumberdaya hutan
yang berada pada nilai 2 (tidak sesuai) untuk pemanfaatan flora, sedangkan
pemanfatan fauna berada pada skor 2,7 (tidak sesuai) yang mendekati 3 (agak
tidak sesuai). Hal ini menggambarkan bahwa telah terjadi pola kerusakan dan
mulai jarang ditemukan beberapa jenis baik itu flora maupun fauna di sekitar
Desa Ranu Pani.
Saran

1.

Sanksi yang diberikan sebaiknya hanya jenis cemara gunung (Casuarina
junghuhniana), karena merupakan tumbuhan asli pegunungan dan
pertumbuhannya cepat yang dapat digunakan untuk penggunaan kayu bakar.

19
2.

Masyarakat diberikan pelatihan secara berkesinambungan terkait pemanfaatan
sumberdaya hutan, seperti kayu bakar agar keberadaannya tetap terjaga.
Pelatihan yang disarankan adalah pelatihan pembuatan briket sebagai
pengganti kayu bakar.

DAFTAR PUSTAKA
[CITES] Convention on International Trade in Endangered Spesies of Wild Fauna
dan Flora. 2004. The CITES Appendices. [internet]. [diunduh 2014 Mei 15].
Tersedia pada http://cites.org.
[IUCN] International Union for Conservation of Nature. 2014. IUCN Red List of
Threatened Species. [internet]. [diunduh 2014 Mei 15]. Tersedia pada
http://www.iucnredlist.org.
Avenzora R. 2008. Ekoturisme Teori dan Praktek. Banda Aceh (ID): BRR NAD
dan Nias.
Bahruni. 1999. Penilaian Sumberdaya Hutan dan Lingkungan. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
BBTNBTS [Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru]. 2010. Malang
(ID): Laporan Inventarisasi Flora Penting Taman Nasional Bromo Tengger
Semeru.
Davis LS, Johnson. 1987. Forest Management. New York (US): Mc Graw-Hill
Book Company.
Departemen Kehutanan. 1990. Undang Undang No. 5 Tahun 1990 tentang
Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Jakarta (ID):
Departemen Kehutanan.
Heyer WR, Donnelly MA, McDiarmid RW, Hayer LC and Foster MS. 1994.
Measuring and Monitoring Biological Diversity: Standard Methods for
Amphibians. Washington (US): Smithsonian Institution Oress.
Ismail S. 1999. Social Capital : A Fad Or A Fundamental Concept. Washington,
D.C (US): The Work Bank.
MacKinnon J, MacKinnon K, Child G, Thorsell J. 1993. Pengelolaan Kawasan
yang Dilindungi di Daerah Tropika. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada
University Press.
Marliani RN. 2005. Studi Pemanfaatan Sumberdaya Hutan oleh Masyarakat Desa
Penyangga Taman Nasional Baluran [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor.
Pemerintah Republik Indonesia. 1999. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999
tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa liar. Jakarta (ID): Presiden
Republik Indonesia.
Pemerintah Republik Indonesia. 2006. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P.
56/Menhut-Ii/2006 Tentang Pedoman Zonasi Taman Nasional. Jakarta (ID):
Presiden Republik Indonesia.
Pemerintah Republik Indonesia. 2011. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2011
tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa liar. Jakarta (ID): Presiden
Republik Indonesia.
Primack RB, J Supriatna M, Indrawan P, Kramadibrata. 1998. Biologi Konservasi.
Jakarta (ID): Yayasan Obor Indonesia.

20

Purwono B, Wardhana BS, Wijanarko K, Setyowati E, Kurniawati DS. 2002.
Keanekaragaman Hayati dan Pengendalian Jenis Asing Invasif. Jakarta (ID):
Kantor Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia dan The Nature
Consevancy.
Rahayu M, Susiarti S, Purwanto Y. 2006. Kajian Pemanfaatan Tumbuhan Hutan
Non Kayu oleh Masyarakat Lokal di Kawasan Konservasi PT Wira Karya
Sakti Sungai Tapa-Jambi. Biodiversitas 8(1):73-78.
Sayektiningsih T, Meilani R, Muntasib EKSH. 2008. Strategi Pengembangan
Pendidikan Konservasi pada Masyarakat Suku Tengger di Desa Enclave
Taman Nasional Bromo Tengger Semeru. Media Konservasi. 13 (1): 32 – 37.
Soehartono T, Mardiastuti A. 2003. Pelaksanaan konvensi CITES di Indonesia.
Jakarta (ID): JICA.
Sriyanto A. 2005. Pemanfaatan tradisional di dalam kawasan konservasi. Bogor
(ID): Balai Diklat Kehutanan Bogor-CTRC.
Sulistiani SN. 2014. Kajian Pemanfaatan Sumberdaya Hutan di Taman Nasional
Gunung Halimun Salak oleh Masyarakat Sekitar [Skripsi]. Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor.
Whitten T, Soeriaatmadja RE, Afiff SA. 1999. Ekologi Jawa dan Bali Jilid II.
Jakarta (ID): Prenhallindo.

Lampiran 1 Potensi fauna di sekitar Desa Ranu Pani
Nama
No
Wawancara
Lokal
Latin
A.
1
2
3
4
5
6
7
B.
1
2
3
4
5
6

Mamalia
Bajing kelapa
Curut
Kijang
Babi hutan
Macan tutul
Landak
Lutung jawa
Burung
Tekukur biasa
Bentet kelabu
Walet
Apung tanah
Elang jawa
Sikatan kepala
abu
7 Sikatan belang
8 Burung madu
gunung
9 Kancilan emas
10