Penyusunan kunci determinasi jenis-jenis pohon niagawi di wilayah IUPHHK PT. Erna Djuliawati Logging Unit II, Propinsi Kalimantan Tengah

(1)

PENYUSUNAN KUNCI DETERMINASI

JENIS-JENIS POHON NIAGAWI

DI WILAYAH IUPHHK PT. ERNA DJULIAWATI

LOGGING UNIT

II, PROPINSI KALIMANTAN TENGAH

DANIA IRWANSYAH

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2006


(2)

RINGKASAN

DANIA IRWANSYAH (E14201043). Penyusunan Kunci Determinasi Jenis-jenis Pohon Niagawi di Wilayah IUPHHK PT. Erna Djuliawati Logging Unit II, Propinsi Kalimantan Tengah. Dibawah bimbingan Dr. Ir. Istomo, MS.

Jenis pohon perdagangan atau niagawi memiliki peran yang sangat penting dalam menghasilkan devisa bagi negara. Pada tahun 1997, sektor kehutanan dan pengolahan kayu menyumbang 3,9% dari Produk Domestik Bruto (PDB) dan ekspor kayu lapis, pulp dan kertas nilainya mencapai 5,5 miliar dolar. Jumlah ini nilainya hampir setengah dari ekspor minyak dan gas, dan setara dengan hampir 10% pendapatan ekspor total (FWI/GFW 2001). Industri perkayuan dalam sektor kehutanan sangat tergantung dari pasokan bahan baku baik itu dari hutan tanaman, hutan alam, hutan konversi maupun hutan rakyat. Selain itu jenis pohon niagawi merupakan jenis pohon yang dikenai iuran oleh pemerintah yaitu Provisi Sumberdaya Hutan (PSDH) dan Dana Reboisasi (DR).

Pengelolaan hutan yang lestari sangat membutuhkan data dan informasi (jenis, potensi dan penyebaran) yang akurat, lengkap serta relevan. Penelitian tentang jenis pohon merupakan salah satu pendekatan ekologis dalam kegiatan pengelolaan hutan. Penelitian ini diarahkan untuk pengayaan data dan informasi tentang jenis-jenis pohon di suatu wilayah hutan yang dikelola. Kunci determinasi atau kunci identifikasi adalah salah satu solusi yang tepat dalam memecahkan permasalahan ini.

Penelitian ini bertujuan untuk menyusun kunci determinasi jenis-jenis pohon niagawi berdasarkan karakteristik atau sifat pohon terutama daun yang diharapkan berguna untuk kalangan praktisi lapangan di IUPHHK PT. Erna Djuliawati Logging Unit II, kelompok hutan Sungai Seruyan Hulu.

Metode yang digunakan adalah metode jalur dengan lebar 20 meter atau 10 meter dan panjang ±1 km sebanyak 1 jalur, lokasi pembuatan jalur dilakukan di petak I32 dan I33, Site B RKT 2006. Jalur harus memotong tegak lurus kontur. Kemudian dilakukan pengumpulan bahan herbarium yang mewakili setiap jenis pohon (diameter 20 cm ke atas) yang ditemukan di lapangan serta dilakukan kegiatan eksplorasi botani yaitu pencatatan atau pengumpulan informasi tentang pengenalan jenis pohon. Informasi tersebut meliputi banyaknya, sosiabilitas, tempat tumbuh, serta sifat-sifat botanisnya meliputi akar, batang, daun dan percabangan.

Prosedur yang dipakai dalam penyusunan kunci determinasi adalah memeriksa morfologi jenis yang ditemukan meliputi daun dan ranting serta sifat fisik lainnya yang menjadi ciri khas jenis yang bersangkutan. Penyusunan kunci menggunakan sistem kunci sejajar, dimana setiap bait disusun dengan menggunakan dua pernyataan yang berlainan dan diujung pernyataan terdapat nama jenis yang dimaksudkan atau nomor yang menunjukkan nomor selanjutnya yang harus diperhatikan.


(3)

Berdasarkan hasil eksplorasi jenis di lapangan ditemukan 29 jenis pohon dari 16 marga dan 10 suku yang tergolong jenis pohon niagawi. Jenis-jenis pohon yang ditemukan didominasi oleh suku Dipterocarpaceae dari marga Shorea (Meranti-merantian) dengan 17 jenis, suku yang lain adalah Anacardiaceae, Cluciaceae, Dilleniaceae, Fabaceae, Hypericaceae, Sterculiaceae dan Thymelaeaceae masing-masing satu jenis serta suku Lauraceae dengan dua jenis dan suku Sapotaceae dengan tiga jenis.

Kelompok komersial satu meliputi tujuh marga dari dua suku yaitu Anisoptera, Dipterocarpus, Hopea, Palaquium, Payena, Shorea dan Vatica. Kelompok jenis komersial dua meliputi enam marga dari enam suku yaitu Aquilaria, Calophyllum, Cratoxylum, Dillenia, Litsea dan Pterospermum. Kelompok kayu indah satu tidak terdapat di wilayah IUPHHK PT. Erna Djuliawati Logging Unit II, namun untuk kelompok kayu indah dua meliputi tiga marga dari tiga suku yaitu Melanochyla, Sindora dan Eusideroxylon.

Berdasarkan kunci determinasi yang telah disusun jenis pohon niagawi didominasi oleh pohon yang berdaun tunggal serta bertepi daun entire. Sedangkan yang berdaun majemuk hanya satu suku yaitu suku Fabaceae.


(4)

PENYUSUNAN KUNCI DETERMINASI

JENIS-JENIS POHON NIAGAWI

DI WILAYAH IUPHHK PT. ERNA DJULIAWATI

LOGGING UNIT

II, PROPINSI KALIMANTAN TENGAH

DANIA IRWANSYAH

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2006


(5)

Judul Penelitian : PENYUSUNAN KUNCI DETERMINASI JENIS-JENIS POHON NIAGAWI DI WILAYAH IUPHHK PT. ERNA DJULIAWATI LOGGING UNIT II, PROPINSI KALIMANTAN TENGAH

Nama Mahasiswa : Dania Irwansyah Nomor Pokok : E14201043

Menyetujui: Dosen Pembimbing

(Dr. Ir. Istomo, MS) NIP.131 849 395

Mengetahui:

Dekan Fakultas Kehutanan IPB

(Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, MS) NIP. 131 430 799


(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di kota Garut, Jawa Barat pada tanggal 18 Februari 1983. Penulis merupakan anak keempat dari empat bersaudara, keluarga Bapak Dana Sutisna dan Ibu Ningsih Nawangsih.

Pendidikan yang pernah ditempuh penulis adalah:

1. Sekolah Dasar Negeri 1 Ciledug Garut, lulus pada tahun 1995 2. Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Garut, lulus pada tahun 1998 3. Sekolah Menengah Umum Negeri 1 Tarogong Garut, lulus pada tahun 2001.

Pada tahun 2001 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor, Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan melalui program Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan terdaftar sebagai mahasiswa Departemen Manajemen Hutan Program Studi Budidaya Hutan, Fakultas Kehutanan. Pada tahun 2004 penulis mengambil minat studi di Laboratorium Ekologi Hutan.

Selama kuliah di Institut Pertanian Bogor penulis telah mengikuti Praktek Pengenalan dan Pengelolaan Hutan (P3H) yang terdiri dari Praktek Umum Kehutanan (PUK) di Sancang-Kamojang dan Praktek Umum Pengelolaan Hutan (PUPH) di BKPH Tomo Utara dan BKPH Cadasngampar, KPH Sumedang serta Praktek Kerja Lapang (PKL) di IUPHHK PT. Erna Djuliawati Logging Unit II, Propinsi Kalimantan Tengah.

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana kehutanan penulis melaksanakan kegiatan penelitian di IUPHHK PT. Erna Djuliawati Logging Unit II, Propinsi Kalimantan Tengah dalam rangka penyusunan skripsi dengan judul: “Penyusunan Kunci Determinasi Jenis-jenis Pohon Niagawi di Wilayah IUPHHK PT. Erna Djuliawati Logging Unit II, Propinsi Kalimanatan Tengah” dibawah bimbingan Dr. Ir. Istomo, MS.


(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala karunia dan anugerah yang diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan karya ilmiah ini. Karya ilmiah ini berjudul “Penyusunan Kunci Determinasi Jenis-jenis Pohon Niagawi di Wilayah IUPHHK PT. Erna Djuliawati Logging Unit II, Propinsi Kalimantan Tengah” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor dibawah bimbingan Dr. Ir. Istomo, MS.

Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu saran dan kritik selalu penulis harapkan. Semoga tulisan ini dapat memberikan sumbangan berarti bagi dunia ilmu pengetahuan.

Bogor, Februari 2006


(8)

UCAPAN TERIMA KASIH

Melalui lembaran ini, penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada : 1. Bapak Dr. Ir. Istomo, MS sebagai Dosen Pembimbing dalam memberikan

bimbingan, arahan serta motivasi selama penulis menyelesaikan studi di Fakultas Kehutanan

2. Para Dosen penguji pada sidang komprehensip, yaitu Bapak Dr. Ir. Imam Wahyudi, MS sebagai wakil dari Departemen Hasil Hutan serta Bapak Ir. Agus Priyono Kartono, MSi sebagai wakil dari Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata atas segala kritik dan sarannya

3. Kedua orang tua, Mamah dan Apa yang telah mencurahkan segala rasa kasih sayangnya serta doa yang selalu menyertai langkah penulis, serta kepada Kakak-kakakku, Teh Ida, Teh Ati dan A Iwan atas segala perhatian, motivasi yang diberikan kepada penulis

4. Bapak Ir. Teddy Rusolono, MS atas segala bantuan, arahan serta masukannya sehingga kegiatan penelitian dapat terlaksana

5. Seluruh jajaran manajemen IUPHHK PT. Erna Djuliawati yang telah memberikan ijin tempat penelitian bagi penulis, bantuan moril, material selama pelaksanaan kegiatan penelitian

6. Rekan-rekan BDH’38 atas segala kebersamaan yang telah dilalui

7. Rekan-rekan THH’38 dan KSH’38, bagian yang tidak terpisahkan dari pengalaman akademik penulis di Fakultas Kehutanan IPB

8. Keluarga besar Sylvalestari atas segalanya

9. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas dukungannya terhadap penulis.


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ……...………. i

DAFTAR TABEL ………. iii

DAFTAR GAMBAR……….. iv

DAFTAR LAMPIRAN……….. v

I. PENDAHULUAN………... 1

A. Latar Belakang ………... 1

B. Tujuan Penelitian ………... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA ……….. 4

A. Pengertian Pohon ………... 4

B. Morfologi Pohon ……… 5

1. Struktur dan Komposisi Daun ... 5

2. Struktur dan Komposisi Bunga ... 6

3. Buah ... 7

4. Ranting dan Sistem Percabangan ... 9

5. Batang ... 9

6. Sistem Perakaran ... 9

C. Eksplorasi Botani Hutan ... 9

D. Kunci Determinasi ... 11

E. Jenis Pohon Niagawi di Indonesia ... 14

III. METODOLOGI PENELITIAN ... 18

A. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 18

B. Bahan dan Alat Penelitian ... 18

1. Bahan ... 18

2. Alat ... 18

C. Metode Penelitian ... 19

1. Metode ... 19

2. Pembuatan Herbarium ... 21

3. Penyusunan Kunci Determinasi ... 22

4. Dokumentasi Foto ... 22

IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN ……….. 23

A. Letak Geografis dan Luas ………..… 23

B. Topografi dan Kelerengan ……….……… 23

C. Tanah dan Geologi ………. 24

D. Iklim dan Hidrologi ………...…… 24

1. Iklim ………...… 24

2. Hidrologi ………...… 25

E. Keadaan Hutan ………...…… 25

1. Tipe Hutan dan Penutupan Vegetasi ... 25

2. Potensi Tegakan ... 26


(10)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN ………... 29

A. Jenis-jenis Pohon Niagawi di IUPHHK PT. Erna Djuliawati Logging Unit II ……….. 29

B. Deskripsi Jenis-jenis Pohon Niagawi yang Ditemukan Berdasarkan Suku ………..… 35

1. Anacardiaceae ... 35

2. Cluciaceae ... 35

3. Dilleniaceae ... 36

4. Dipterocarpaceae ... 36

5. Fabaceae ... 46

6. Hypericaceae ... 46

7. Lauraceae ... 52

8. Sapotaceae ... 53

9. Sterculiaceae ... 54

10. Thymelaeaceae ... 55

C. Kunci Determinasi Pohon Jenis Pohon Niagawi di Wilayah IUPHHK PT. Erna Djuliawati Logging Unit II ... 55

VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 58

A. Kesimpulan ……… 58

B. Saran ………. 58

DAFTAR PUSTAKA ... 59


(11)

DAFTAR TABEL

Halaman 1. Variabel Utama yang Diamati di Lapangan ... 19 2. Kelas Lereng dan Topografi ... 24 3. Potensi Tegakan Hutan Primer di PT. Erna Djuliawati ……… 26 4. Potensi Tegakan Hutan Eks-tebangan (1979-1999) di PT. Erna

Djuliawati ……….. 27

5. Daftar Jenis-jenis Pohon Niagawi yang Ditemukan per Suku ..………... 29 6. Pengelompokan Jenis-jenis Pohon Niagawi yang Ditemukan di wilayah

IUPHHK PT. Erna Djuliawati Logging Unit II ………. 31 7. Karakter yang Menonjol di Lapangan per Jenis ... 33


(12)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Bagian Pohon dan Pengertian Satu Daun …... 4

2. Contoh Jalur Coba ………... 20

3. Melanochyla densiflora King ... 47

4. Calophyllum pulcherrimum Wall... 47

5. Dillenia borneensis Hoogl... 47

6. Anisoptera grossivenia v. Sloot ... 47

7. Dipterocarpus gracilis Blume... 47

8. Dipterocarpus grandiflorus Blanco ... 47

9. Dipterocarpus hasseltii Blume ... 48

10. Dipterocarpus kunstleri King ... 48

11. Hopea ferruginea Parijs ... 48

12. Hopea mengarawan Miq. ... 48

13. Shorea bracteolata Dyer ... 48

14. Shorea hopeifolia Sym... 48

15. Shorea johorensis Foxw. ... 49

16. Shorea leprosula Miq ... 49

17. Shorea ovata Dyer ... 49

18. Shorea polyandra Ashton ... 49

19. Shorea smithiana Sym ... 49

20. Shorea sp. ... 49

21. Shorea virescens Parijs ... 50

22. Vatica micrantha Sloot. ... 50

23. Sindora leiocarpa De Wit. ... 50

24. Cratoxylum arborescens (Vahl.) Blume ... 50

25. Eusideroxylon zwagery T. & B. ... 50

26. Litsea nidularis Gamble ... 50

27. Palaquium gutta Baill. ... 51

28. Palaquium rostratum Burck ... 51

29. Payena lucida DC. ... 51

30. Pterospermum javanicum Jungh ... 51


(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1. Daftar Identifikasi Pohon Niagawi yang Ditemukan pada

Wilayah IUPHHK PT. Erna Djuliawati Logging Unit II ... 62 2. Pengelompokan Jenis Kayu menurut Keputusan

Menteri Kehutanan Nomor 163/Kpts-II/2003 tanggal 26 Mei 2003

Sebagai Dasar Pengenaan Iuran Kehutanan ……… 63 3. Daftar Nama Jenis Kayu dalam Cruising

dan Scaller ……….……….. 70 4. Daftar Nama Kayu Niagawi yang Diketahui Sifat

dan Kegunaannya ……….………...… 72

5. Peta Lokasi Penelitian ………...….. 73 6. Bentuk-bentuk Daun, Ujung Daun, Pangkal Daun, Tepi Daun


(14)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hutan hujan tropis Indonesia memiliki kekayaan jenis yang sangat berlimpah. Di seluruh wilayah Indonesia hutan alam diperkirakan mengandung sekitar 10% tumbuhan berbunga dari seluruh tumbuhan berbunga di dunia. Dalam hamparan lahan hutan dengan luas satu hektar di Kalimantan, dapat ditemukan lebih dari 150 jenis pohon. Apabila dari petak satu hektar ini ditambah lagi satu hektar tambahan, maka akan ditemukan sekitar 75 jenis pohon baru dari genus-genus yang terdapat pada satu hektar yang pertama. Di Pulau Kalimantan saja, diperkirakan terdapat lebih dari 3.000 jenis pohon (MOF 1992 dalam Suhendang 2002).

Pohon merupakan jenis tumbuhan yang menghasilkan kayu. Menurut Martawijaya et al. (1981) di Indonesia diperkirakan terdapat sekitar 4.000 jenis kayu. Perkiraan ini didasarkan kepada material herbarium yang sudah dikumpulkan oleh Balai Penelitian Hutan dari berbagai wilayah hutan di Indonesia yang jumlahnya sudah mendekati 4.000 jenis pohon dengan diameter 40 cm ke atas.

Dari jumlah 4.000 jenis kayu tersebut terdapat jenis kayu yang dianggap penting. Jenis kayu dianggap penting apabila sudah banyak dimanfaatkan atau karena jumlahnya secara alami melimpah sehingga memiliki potensi untuk dapat dimanfaatkan di masa depan. Beberapa jenis kayu yang dianggap penting sudah dikenal dalam dunia perdagangan serta digolongkan ke dalam jenis kayu perdagangan atau niagawi. Jenis kayu ini merupakan jenis kayu yang memiliki nilai ekonomis.

Jenis pohon atau kayu niagawi memiliki peran yang sangat penting dalam menghasilkan devisa bagi negara. Pada tahun 1997, sektor kehutanan dan pengolahan kayu menyumbang 3,9% dari Produk Domestik Bruto (PDB) dan ekspor kayu lapis, pulp dan kertas nilainya mencapai 5,5 miliar dolar. Jumlah ini nilainya hampir setengah dari ekspor minyak dan gas, dan setara dengan hampir 10% pendapatan ekspor total (FWI/GFW 2001). Industri perkayuan dalam sektor kehutanan sangat tergantung dari pasokan bahan baku dari hasil pengelolaan


(15)

hutan baik itu hutan tanaman, hutan alam, hutan konversi maupun hutan rakyat. Selain itu jenis pohon niagawi merupakan jenis pohon yang dikenai iuran oleh pemerintah yaitu Provisi Sumberdaya Hutan (PSDH) dan Dana Reboisasi (DR).

Pengelolaan hutan yang lestari sangat membutuhkan data dan informasi (jenis, potensi dan penyebaran) yang akurat, lengkap serta relevan. Karena dengan data dan informasi inilah kegiatan-kegiatan pengelolaan hutan dapat lebih terarah, efektif dan efisien dalam mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya hutan. Pengayaan data dan informasi mengenai jenis-jenis pohon niagawi merupakan suatu sumbangan yang sangat bermanfaat dalam mendukung kegiatan pengelolaan hutan yang lestari.

Penelitian tentang jenis pohon merupakan salah satu pendekatan ekologis dalam kegiatan pengelolaan hutan. Penelitian ini diarahkan untuk pengayaan data dan informasi tentang jenis-jenis pohon di suatu wilayah hutan yang dikelola. Kunci determinasi adalah salah satu solusi yang tepat dalam memecahkan permasalahan ini.

Kunci determinasi merupakan cara analisis buatan untuk mengidentifikasi suatu jenis pohon. Identifikasi pohon dengan menggunakan kunci determinasi akan mendapatkan identitas yang tepat dan menempatkan kembali ciri-ciri yang telah dilupakan atau menemukan identitas yang baru. Namun penggunaan kunci determinasi akan dapat dilakukan apabila telah memahami sifat dan keragaman bentuk serta ukuran yang ditampilkan oleh daun-daun, bunga-bunga, akar, ranting dan batang.

Penyusunan kunci determinasi merupakan jawaban yang terbaik untuk mengatasi kendala yang terjadi di lapangan dimana dalam mengidentifikasi jenis-jenis pohon masih tergantung pada individu tertentu. Identifikasi jenis-jenis pohon yang dilakukan oleh tenaga yang belum berpengalaman lebih banyak menghasilkan kesalahan. Pengidentifikasian jenis pohon yang salah berakibat pada perlunya pengkoreksian data dan informasi yang telah disusun.


(16)

B. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menyusun kunci determinasi jenis-jenis pohon niagawi berdasarkan karakteristik atau sifat pohon terutama daun yang diharapkan berguna untuk kalangan praktisi lapangan di IUPHHK PT. Erna Djuliawati Logging Unit II, kelompok hutan Sungai Seruyan Hulu.


(17)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Pohon

Lembaga Penelitian Kehutanan dalam Tantra (1981) menetapkan batasan pohon sebagai berikut : pohon adalah suatu tumbuhan berkayu yang berdiri tegak sekurang-kurangnya dapat mencapai garis tengah pada setinggi dada 35 cm, mempunyai batang lepas dahan 2 m dan tinggi 10 m.

Sedangkan menurut Harlow dan Harar (1958), pohon adalah tumbuhan berkayu yang pada saat dewasa mencapai tinggi 20 feet atau lebih (satu feet ±30 cm), dengan satu batang utama yang jelas, tidak bercabang sampai beberapa feet dari atas tanah dan bertajuk. Lebih lanjut dikatakan bahwa pengertian dan pengetahuan tentang pohon, sifat-sifat, habitat dan prinsip yang penting dalam ilmu kehutanan, ilmu alam dan sebagai studi lanjutan dari ilmu botani, genetik dan kimia pohon.

Pohon

Batang

Cabang

Akar Banir

Helaian Daun K uncu p

Ketiak Daun


(18)

B. Morfologi Pohon

1. Struktur dan Komposisi Daun

Menurut Tjitrosoepomo (1985), daun merupakan suatu bagian tumbuhan yang penting dan pada umumnya tiap tumbuhan mempunyai sejumlah besar daun. Alat ini hanya terdapat pada batang saja dan tidak pernah terdapat pada bagian lain pada tubuh tumbuhan. Bagian batang tempat duduknya atau melekatnya daun dinamakan buku-buku (nodus) batang, dan tempat di atas daun yang merupakan sudut antara batang dan daun dinamakan ketiak daun (axilla).

Daun terdiri atas tangkai daun (petiolus), helaian daun (lamina) serta upih daun atau pelepah daun (vagina). Tangkai daun dapat panjang atau pendek, lentur atau kaku, bersurut, beralur atau memipih dan kadang-kadang mempunyai juga kelenjar. Pada beberapa kasus tangkai daun tidak ada dan helaian daun melekat langsung pada ranting daun seperti ini disebut dengan daun duduk (sessilis). Daun yang terdiri dari upih daun dan helaian disebut dengan daun berupih atau daun berpelepah. Daun yang terdiri atas tangkai serta helaian saja disebut dengan daun bertangkai, sedangkan bila terdiri atas tangkai saja dalam hal ini tangkai memipih dan menyerupai daun disebut daun semu atau palsu (Tjitrosoepomo 1985).

Dari tiga bagian daun tersebut, helaian daun merupakan bagian terpenting dan dapat menarik perhatian. Oleh karena itu sifat yang sesungguhnya berlaku hanya pada bagian helaian daun yang disebut dengan sifat daun.

Sifat-sifat daun dapat dipakai sebagai petunjuk untuk mengenal suatu jenis tumbuhan. Untuk keperluan itulah diketahui sifat daun sehingga dari daun dapat diberikan lukisan yang selengkap mungkin. Sifat yang perlu diperhatikan ialah: bangun atau bentuk daun, ujung daun, pangkal daun, susunan tulang daun, tepi daun, daging daun dan sifat lain seperti keadaan permukaan atas maupun bawah (Tjitrosoepomo 1985).

Benson (1957) mengatakan bahwa daun-daun biasanya tertata menurut satu diantara tiga cara berikut:

1. Opposite yaitu daun berpasangan pada ketinggian yang sama, satu pada masing-masing sisi ranting


(19)

3. Alternate yaitu satu helai daun melekat pada setiap ruas, maka dengan pengamatan yang seksama akan tampak bahwa daun-daun itu ditata dalam spiral mengitari ranting. Modifikasi cara ini timbul apabila daun tertata sedemikian rupa sehingga nampak hampir bersilang, dikenal dengan setengah melingkar (sub-opposite).

Penentuan jumlah daun pada tata daun berseling, dalam tiap putaran spiral yang lengkap sangat penting, karena seringkali merupakan keadaan yang sama untuk seluruh marga (genus) dan kadang-kadang dapat juga diterapkan pada semua anggota suku yang sama (Samingan 1982).

Komposisi daun dengan satu helai daun disebut daun tunggal (simple leaf) dan jika dua atau lebih helai daun yanng melekat pada tangkai persekutuan disebut daun majemuk (compound leaf) dan helai-helai daunnya disebut anak daun (leaflet). Tangkai yang menopang anak daun disebut rachis. Apabila sejumlah anak daun melekat sepanjang rachis, daun tersebut daun bersirip (pinnately compound). Bersirip ganjil atau genap adalah untuk menunjukkan jumlah anak daun yang ada. Daun bersirip (bipinnate) adalah daun majemuk bersirip tetapi anak-anak daun bersirip lagi yang disebut pinnule (Samingan 1982).

2. Struktur dan Komposisi Bunga

Bunga (flos) dapat dianggap sebagai ranting dengan daun yang berubah fungsinya (Samingan 1982). Loveless (1983) menjelaskan adanya perubahan fungsi tersebut mengakibatkan :

1. Bunga tidak mempunyai kuncup pada ketiak daunnya

2. Buku-bukunya pendek sehingga jarak vertikal antara daun yang berurutan sangat pendek

3. Bunga menunjukkan pertumbuhan terbatas yaitu segera setelah meristem ujung membentuk bunga, pertumbuhan lebih lanjut terhenti

4. Bunga terdiri dari beberapa bagian yaitu kelopak bunga (calyx, sepal), mahkota bunga (petal), benang sari (stamen) dan putik (pistil). Jika bunga mempunyai semua bagian tersebut, maka disebut bunga lengkap (complete) dan jika ada dari bagian-bagian itu yang tidak ada maka disebut bunga tidak lengkap (incomplete).


(20)

Bunga sempurna adalah bunga yang mempunyai putik dan benang sari, sedangkan bagian lainnya seperti daun kelopak dan atau daun mahkota tidak perlu ada. Karenanya bunga sempurna dapat merupakan bunga lengkap atau bunga tidak lengkap. Sedangkan bunga tidak sempurna adalah bunga yang tidak mengandung benang sari dan putik, sehingga bunga tidak sempurna merupakan bunga berkelamin satu, dan bunga sempurna adalah bunga biseksual atau hermaphrodit (Harlow dan Harar 1958).

Menurut Samingan (1982) mengemukakan bahwa bunga tidak sempurna dapat berbentuk bunga jantan (kalau benang sari yang berfungsi, sedangkan putik mandul) atau dapat juga berbentuk bunga betina (kalau putik berfungsi, sedangkan benang sari mandul). Untuk bunga berkelamin tunggal, Fuller dan Tippo (1965) dalam Onrizal (1997), merinci bahwa apabila bunga jantan (staminae flower) dan bunga betina (carpellary flower) terpisah, kedua jenis ini dapat saja dijumpai pada tumbuhan yang sama, karena disebut monoecious (satu rumah). Sebaliknya jika bunga jantan dapat berada pada sebatang pohon dan bunga betina pada pohon yang lain, dan tumbuhan ini disebut dioecious (dua rumah).

3. Buah

Buah merupakan organ tumbuhan yang memiliki biji dan salah satu alat untuk perkembangbiakan. Struktur buah dapat bermanfaat untuk klasifikasi tumbuhan berbunga.

Buah konifer secara morfologi dapat berbentuk buah berdaging dan buah kering yang terdiri dari:

1. Buah yang terdiri dari satu biji yang sebagian atau seluruhnya tertutup oleh aril (daging biji)

2. Buah yang terdiri dari beberapa sisik berkayu atau keras atau sisik berdaging, masing-masing dengan satu atau lebih biji dan tersusun pada sumbu membentuk kerucut atau cone.

Untuk buah angiospermae biasanya dikatakan sebagai bakal buah yang masak, terbagi ke dalam dua jenis, yaitu:

1. Buah tunggal, terbentuk oleh satu putik

2. Buah majemuk, terbentuk oleh dua atau lebih putik yang terdapat pada dasar bunga yang sama.


(21)

Kedua macam buah ini dapat merupakan buah kering maupun buah berdaging (sekulen) menurut keadaan buahnya waktu matang (Samingan, 1982). Loveless (1989) dalam Onrizal (1997) lebih rinci dalam keterangannya membagi buah tunggal menjadi tiga bentuk yaitu:

1. Buah kering tidak merekah, terdiri dari tipe:

a. Buah longkah yaitu buah kecil, berongga dan berbiji satu b. Samara yaitu buah keras bersayap

c. Nut yaitu buah keras kecil.

2. Buah kering merekah, terdiri dari tipe:

a. Buah polong (legume) yakni hasil dari putik tunggal yang merekah sepanjang garis suture (kampuh)

b. Buah bumbung (follicle) yakni hasil dari satu putik yang merekah sepanjang garis suture (kampuh)

c. Buah kotak (capsule) yakni hasil dari putik majemuk merekah melalui dua atau lebih suture (kampuh).

3. Buah berdaging , terdiri dari tipe:

a. Buah empelur (pome) yakni hasil putik majemuk; dinding luar bakal buah berdaging dan dinding dalam menjangat membungkus banyak biji

b. Buah batu (drupe) yakni buah berdaging berbiji satu; biasanya hasil dari putik tunggal, dinding luar berdaging dan dinding dalam keras

c. Buah buni (berry) yakni buah berbiji banyak; dinding luar dan dalam berdaging dengan biji-biji terbungkus dalam massa yang seperti bubur (tomat).

Sedangkan untuk buah majemuk dibagi menjadi dua, yaitu:

1. Buah aggregat yakni merupakan kumpulan buah tunggal yang berasal dari putik-putik terpisah pada bunga yang sama yang terdapat pada dasar bunga persekutuan

2. Buah multiple yakni merupakan kumpulan buah tunggal yang berasal dari putik-putik bunga yang terpisah-pisah.


(22)

4. Ranting dan Sistem Percabangan

Ranting dengan sifat atau bentuknya dapat menjadi alat pengenal yang penting. Adapun sifat atau bentuk yang sering digunakan untuk pengenalan suatu tumbuhan adalah kuncup, kunat daun, kunat daun penumpu, empelur, duri dan rambut atau bulu-bulu serta sifat-sifat lainnya yang dijumpai. Samingan (1982), mengatakan bahwa sistem percabangan dapat digunakan sebagai pengenal suatu jenis, misalnya percabangan yang lurus, bengkok, beralur, benjol-benjol, silindris atau meruncing dan sebagainya.

5. Batang

Batang merupakan bagian yang penting bagi tumbuhan karena memiliki fungsi diantaranya sebagai jalan pengangkutan air dan zat-zat makanan dari bagian bawah menuju bagian ke atas tumbuhan demikian sebaliknya dengan hasil asimilasi. Sifat permukaan batang yang beraneka ragam yaitu licin, berusuk, beralur dan bersayap. Selain itu permukaan batang ini dapat berduri berambut, meperlihatkan bekas-bekas daun, terdapat bekas-bekas lentisel, lepasnya kerak atau bagian kulit yang mati.

6. Sistem Perakaran

Akar mempunyai peranan yang tidak kalah pentingnya diantaranya dapat berfungsi sebagai penyerap zat-zat makanan dan air dari dalam tanah, penopang berdirinya tumbuhan. Untuk pengenalan jenis akar memiliki tampakan morfologi yang bermacam-macam seperti banir atau akar papan, tunjang, lutut, udara atau gantung, akar penggerek atau penghisap, akar pelekat, pembelit dan akar nafas. C. Eksplorasi Botani Hutan

Kegiatan eksplorasi botanis hutan dan penelitian teknologi kayu telah dilakukan sejak dahulu, dimana Endert (1917) dalam Santoso (1997) untuk pertama kalinya melakukan eksplorasi ini dengan menghasilkan data sekitar 4.000 jenis pohon. Eksplorasi botanis dan penelitian botanis tentang pohon-pohon akan memberikan data atau informasi mengenai flora pohon di berbagai macam tipe hutan.


(23)

Menurut Kusmana (1995) dalam Santoso (1997), eksplorasi botanis dan teknologi kayu pada dasarnya merupakan bagian dari eksplorasi atau survey hutan yang bertujuan untuk mendapatkan data tentang tata letak, luas, struktur hutan dan komposisi jenis, dan data kondisi tempat tumbuhnya. Metode terbaik yang digunakan untuk eksplorasi botanis adalah metode jalur, dengan lebar 10 m atau 20 m dan panjang 1 km atau lebih, kemudian semua pohon yang berdiameter 20 cm ke atas, yang berada di dalam jalur tersebut dicatat nama daerahnya, diameternya, tinggi total dan tinggi bebas cabangnya.

Contoh-contoh herbarium sangat berguna dalam kegiatan eksplorasi botanis di suatu daerah. Selain sebagai bahan untuk identifikasi atau determinasi juga bisa dipakai untuk bahan dokumentasi yang menjadi barang bukti bahwa jenis-jenis tumbuhan yang bersangkutan terdapat di daerah tersebut.

Adapun contoh herbarium yang baik harus memiliki bagian-bagian tumbuhan yang lengkap yang terdiri atas ranting-ranting berdaun (daun muda dan daun tua), bunga (kuncup bunga dan bunga yang sudah mekar), buah (buah muda dan buah tua) dan biji.

Beberapa petunjuk dalam pengumpulan herbarium, antara lain:

a. Bahan herbarium tidak boleh dipungut dari tanah, tetapi harus diambil dari pohon

b. Untuk pohon (berdiameter 10 cm atau lebih) atau berupa pohon kecil diambil ranting berdaun yang ada bunganya dan bila ada dilengkapi dengan buah, sekurang-kurangnya dikumpulkan 5 ranting dari tiap pohon yang tidak berbunga dan 10 ranting dari tiap pohon yang berbunga dan berbuah. Sedangkan ukuran ranting yang dikumpulkan untuk herbarium adalah sekitar 27x42 cm (ukuran setengah halaman koran). Tiap ranting sekurang-kurangnya berisi 5 daun apabila daun tidak terlalu besar. Untuk daun yang berukuran besar, cukup dua helai daun per ranting.

c. Untuk mengambil contoh herbarium yang tinggi bisa dilakukan dengan cara dipanjat, melempar ranting atau cabang terendah yang mengandung bunga dan atau buah dengan sepotong kayu atau menembak dengan senapan atau memakai tali pancing dari nylon yang dilemparkan dengan ketapel (Kusmana, 1995 dalam Santoso, 1997)


(24)

D. Kunci Determinasi

Determinasi adalah salah satu cabang dari ilmu taksonomi yang mempelajari tentang penetapan suatu jenis tumbuhan yang serupa atau segolongan dengan tumbuh-tumbuhan yang telah diketahui dalam buku kunci.

Lawrence (1951) mengemukakan bahwa identifikasi atau pengenalan adalah penetapan bahwa suatu jenis tumbuh-tumbuhan sama atau segolongan dengan tumbuh-tumbuhan yang telah diketahui. Kegiatan identifikasi dapat dilakukan dengan menggunakan literatur yang sudah ada atau membandingkan dengan tumbuh-tumbuhan yang sudah diketahui identitasnya.

Lawrence (1951) mengemukakan bahwa untuk kegiatan determinasi dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:

1. Membandingkan atau menyamakan tumbuhan yang dijumpai di lapangan dengan herbarium yang telah diketahui sifat-sifatnya dan namanya

2. Membandingkan atau menyamakan tumbuhan yang ingin diketahui dengan gambar-gambar yang ada dalam manual

3. Dengan menggunakan kunci determinasi

4. Bertanya pada orang yang benar-benar telah mengetahui berbagai jenis tumbuh-tumbuhan.

Identifikasi tumbuh-tumbuhan dengan jalan membandingkan tumbuhan yang dijumpai dengan gambar-gambar di dalam manual dapat dilakukan oleh siapa saja dengan tanpa pengetahuan tentang morfologi dan terminologi tumbuh-tumbuhan yang cukup. Di dalam manual terdapat gambar-gambar atau foto-foto yang memperlihatkan habitus, dan bagian-bagian tertentu dari tumbuh-tumbuhan, disertai dengan deskripsi tentang sifat-sifat morfologi, ekologi dan penggunaannya (Djamhuri 1981).

Identifikasi tumbuh-tumbuhan dengan mempergunakan kunci identifikasi akan memperoleh identitas yang tepat dan akan menempatkan kembali bentuk-bentuk yang telah dilupakan atau menemukan identitas sesuatu yang baru (Harlow dan Harrar 1958).


(25)

Lawrence (1951) mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan kunci determinasi adalah cara analitis buatan untuk memungkinkan pengenalan tumbuh-tumbuhan berdasarkan sifat-sifat yang penting dengan jalan memilih di antara sifat-sifat yang dipertentangkan, mana yang sesuai (digunakan) dan mana yang tidak sesuai (tidak digunakan).

Bentuk kunci determinasi yang paling umum adalah bercabang dua (dikhotom). Kunci dikhotom terdiri dari dua pernyataan yang saling bertentangan (Lawrence 1951).

Menurut Lawrence (1951), kunci determinasi memiliki dua macam susunan, yaitu susunan bertakik (idented) dan sejajar. Di dalam kunci bertakik setiap bait disusun dengan jarak tertentu dari sisi sebelah kiri halaman kertas sedangkan di dalam kunci sejajar setiap bait disusun sejajar satu dengan yang lainnya, dan di ujung pernyataan terdapat suatu nama jenis atau nomor yang menunjukkan nomor bait selanjutnya yang perlu diperhatikan.

Kedua macam susunan tersebut terdapat keuntungan dan kerugiannya. Jika menggunakan susunan bertakik, susunan dari bait-bait akan semakin menjorok ke sebelah kanan dari halaman kertas sehingga penggunaan halaman kertas tidak efisien. Sebaliknya jika menggunakan susunan sejajar dapat memanfaatkan halaman kertas dengan sebaik-baiknya. Pada susunan bertakik akan terjadi bahwa pernyataan kedua dari bait yang sama tidak terletak pada halaman kertas yang sama sehinggga akan menimbulkan kebingungan bila akan mencari pernyataan kedua dari bait tersebut. Sedangkan pada susunan sejajar tidak akan terjadi demikian karena kedua pernyataan dalam setiap letaknya berdekatan (Jones dan Luchsinger 1979). Namun Loveless (1989) dalam Onrizal (1997), menyatakan bahwa susunan bertakik memiliki kelebihan yaitu dapat memperlihatkan lebih jelas tumbuhan mana yang paling mirip satu dengan lainnya, dan juga menunjukkan sifat-sifat yang dimiliki bersama, sehingga dapat dipakai untuk membedakan dengan kelompok tumbuhan lain, sehingga banyak digunakan pada kebanyakan flora tropik.

Schmid (1977) dalam Djamhuri (1981) menyatakan bahwa penyusunan kunci determinasi harus memperhatikan tingkat tumbuh-tumbuhan (famili, genus, jenis) dalam sistim klasifikasi dan memperhatikan kondisi siapa yang akan


(26)

menggunakannya. Supaya kunci determinasi dapat dipergunakan oleh siapa saja maka kunci harus disusun secara sederhana (pilih karakter yang mudah diamati), teliti, dan menggunakan karakter yang dapat dijumpai setiap saat.

Sifat-sifat yang digunakan di dalam penyusunan kunci determinasi ada yang meliputi sifat-sifat organ vegetatif dan ada pula yang hanya dengan sifat-sifat organ reproduktif. Dalam bidang kehutanan, untuk kegiatan di lapangan diperlukan cara pengenalan pohon terutama didasarkan pada sifat vegetatif, yaitu sifat-sifat batang pohon (kulit, getah dan kayu), daun dan tunas, kemudian baru sifat reproduktif. Cara pengenalan seperti ini tidak terikat pada sistem taksonomi tumbuh-tumbuhan, jadi tidak perlu mengenal lebih dahulu suku (famili) atau marga dari tumbuhan yang dijumpai (Djamhuri 1981).

Jones dan Luchsinger (1979), mengatakan bahwa didalam kegiatan penyusunan kunci determinasi perlu diperhatikan hal-hal berikut:

a. Kunci harus bercabang dua, dimana dua pernyataan dalam setiap bait harus saling bertentangan

b. Hindari pernyataan yang terlalu umum, sehingga pengertiannya menjadi kabur, sebagai contoh ukuran daun besar dan lawannya ukuran daun kecil c. Kata pertama dari setiap pernyataan di dalam setiap bait haruslah identik,

sebagai contoh jika kata pertama dimulai dengan kata benang sari maka pernyataan kedua pada bait yang sama harus dimulai juga dengan kata benang sari

d. Dua pernyataan di dalam setiap bait harus menunjukkan pernyataan yang saling bertentangan

e. Hindari penggunaan ukuran yang tumpang tindih, sebagai contoh panjang daun 4 sampai 8 cm lawannya panjang daun 6 sampai 10 cm

f. Pernyataan yang terdapat pada dua bait yang berurutan jangan dimulai dengan kata yang sama

g. Mempergunakan selalu sifat-sifat makroskopis h. Setiap bait harus diberi nomor dan atau huruf.


(27)

Tjitrosoepomo (1977) dalam Djamhuri (1981) mengemukakan beberapa syarat yang diperlukan untuk dapat menggunakan kunci determinasi dengan efektif dan efisien, yaitu:

a. Harus memiliki pengetahuan yang cukup tentang morfologi dan terminologi tumbuh-tumbuhan

b. Harus memiliki penglihatan yang tajam c. Harus memiliki pengalaman tertentu. E. Jenis Pohon Niagawi di Indonesia

Hutan Indonesia diklasifikasikan ke dalam hutan tropik basah. Dalam hutan semacam ini dijumpai keanekaragaman jenis tumbuh-tumbuhan yang sangat besar, banyak diantara jenis-jenis tersebut yang menghasilkan kayu bernilai niaga, misalnya jenis-jenis yang termasuk suku meranti-merantian (Dipterocarpaceae), kacang-kacangan (Leguminosae) dan jambu-jambuan (Myrtaceae) (LIPI 1977).

Pohon merupakan jenis tumbuhan yang menghasilkan kayu. Menurut perkiraan di Indonesia terdapat sekitar 4.000 jenis kayu. Perkiraan ini didasarkan kepada material herbarium yang sudah dikumpulkan oleh Balai Penelitian Hutan dari berbagai wilayah hutan di Indonesia yang jumlahnya sudah mendekati 4.000 jenis pohon dengan diameter 40 cm ke atas. Dari jumlah tersebut oleh Balai Penelitian Hasil Hutan sampai sekarang sudah berhasil dikumpulkan contoh kayu sebanyak 3.233 jenis yang terdiri dari 33.706 contoh autentik, meliputi 106 famili dan 785 genus (Martawijaya et al. 1981).

Dari 4.000 jenis kayu tersebut di atas diperkirakan 400 jenis diantaranya dapat dianggap penting untuk Indonesia, karena merupakan jenis yang sekarang sudah dimanfaatkan atau karena secara alami terdapat dalam jumlah besar dan mempunyai potensi untuk memegang peranan di masa yang akan datang (Anonymus, 1952 dalam Martawijaya et al. 1981). Dari jumlah 400 jenis yang dapat dianggap penting tersebut hanya sebagian saja yang sudah diketahui sifatnya dan kegunaannya, 259 jenis diantaranya sudah dikenal dalam perdagangan dan dapat dikelompokkan menjadi 120 jenis kayu perdagangan (Martawijaya et al. 1981).


(28)

Kartasujana dan Martawijaya (1979) menyatakan bahwa nama kayu perdagangan seringkali merupakan nama untuk sekelompok jenis botanis yang mempunyai ciri dan sifat kayu yang hampir sama, sehingga nama 120 jenis kayu perdagangan sebenarnya meliputi 267 jenis botanis.

Pohon niagawi adalah jenis pohon yang memiliki nilai ekonomis untuk diperdagangkan. Pohon niagawi sering juga disebut dengan pohon komersil atau komersial. Jenis-jenis pohon ini menghasilkan kayu yang digunakan untuk pertukangan, plywood, bahan bakar, konstruksi dan lain-lain.

Tsoumis (1976) menyatakan bahwa nilai komersil dari berbagai jenis sehubungan dengan produksi kayu, tergantung dari beberapa faktor seperti ukuran pohon, kualita kayu, assesibilitas, serta jumlah yang tersedia. Besar pohon merupakan faktor utama. Bersama kualita menentukan baik tidaknya kayu tersebut digunakan untuk berbagai industri. Kondisi pertumbuhan, mempengaruhi ukuran pohon. Sebagai contoh, kebanyakan kayu-kayu daun lebar (oak, beech dan lain-lain) telah berubah menjadi semak-semak sebagai akibat pemotongan yang berulang-ulang, kebakaran dan akibat penggembalaan di beberapa tempat dan menghasilkan kayu-kayu yang berukuran relatif kecil yang menyebabkan nilai komersilnya menurun. Pada waktu ini assesibilitas mempengaruhi nilai komersil terutama pada negara-negara tropik dimana kebanyakan hutan-hutannya terisolir dari pusat populasi manusia. Jumlah yang tersedia pada lokasi-lokasi tertentu juga mempengaruhi nilai komersilnya, walaupun hal ini mungkin dapat diatasi dengan kualitas kayunya. Jadi oak yang besar, walnut, jenis-jenis tropika seperti mahagoni dan lain-lainnya sangat berharga karena mempunyai struktur serta sifat-sifat yang sangat disukai (serat, warna dan lain-lain) di dalam pembuatan perabot-perabot rumah. Selain kayu, non kayu pun apabila sangat bernilai dapat digolongkan pada kayu komersial.

Jadi jelaslah bahwa suatu jenis pohon dapat ditentukan niagawi atau tidak dengan memperhatikan beberapa faktor di atas. Namun satu hal yang penting bahwa suatu jenis pohon dapat dikategorikan niagawi apabila jenis pohon tersebut dapat digunakan oleh manusia untuk memenuhi kebutuhannya.


(29)

Kartasujana dan Martawijaya (1979) menggolongkan kegunaan kayu ke dalam 20 kemungkinan, yaitu :

1. Bangunan 2. Kayu lapis 3. Mebel 4. Lantai

5. Papan dinding 6. Bantalan

7. Rangka pintu dan jendela 8. Bahan pembungkus 9. Alat olahraga dan musik 10.Tiang listrik dan telepon 11.Perkapalan

12.Patung, ukiran dan kerajinan tangan 13.Finir mewah

14.Korek api 15.Pulp

16.Alat gambar 17.Potlot 18.Arang 19.Obat-obatan 20.Moulding

Adapun jenis pohon yang paling banyak diproduksi adalah dari suku Dipterocarpaceae. Hal ini disebabkan oleh kelimpahannya di hutan-hutan di Indonesia yang tergolong dalam jenis hutan tropik. Selain itu jenis-jenis dari suku Dipterocarpaceae merupakan jenis pohon yang banyak digunakan dalam industri kayu. Suku Dipterocarpaceae sangat mendominasi hutan dataran rendah di Indonesia bagian barat, yaitu di pulau Kalimantan dan Sumatera.

Seperempat bagian dari seluruh hasil tebangan kayu keras komersial meliputi suku Dipterocarpaceae khususnya spesies dari genus Shorea (Meranti), Dipterocarpaceae (Keruing), Vatica dan Hopea (Giam). (Jacobs 1982 dalam WWF dan IUCN 1993).


(30)

Beberapa jenis Shorea bersama dengan Neobalanocarpus heimii (Chengal) dan beberapa spesies/jenis Hopea digunakan secara lokal untuk konstruksi. Kayu keras yang lebih terang dari jenis Shorea (Meranti merah, Meranti kuning dan Seraya merah) dan Parashorea merupakan sumber utama perdagangan ekspor kayu bulat, kayu gergajian dan plywood, Dipterocarpus (Keruing, Apitong) dan Dryobalanops (Kapur) digunakan untuk bantalan kereta api dan konstruksi (WWF dan IUCN 1993).

Menurut Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 163/Kpts-II/2003 tanggal 26 Mei 2003 (Lampiran 2), pengelompokan jenis kayu sebagai dasar pengenaan iuran kehutanan dibedakan menjadi 4 kelompok yaitu :

1. Kelompok Jenis Meranti/Kelompok Komersial Satu

2. Kelompok Jenis Kayu Rimba Campuran/Kelompok Komersial Dua 3. Kelompok Jenis Kayu Eboni/Kelompok Indah Satu


(31)

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai Mei 2005 di wilayah IUPHHK PT. Erna Djuliawati Logging Unit II, Propinsi Kalimantan Tengah. B. Bahan dan Alat Penelitian

1. Bahan

Adapun untuk bahan berupa komunitas pohon, terutama herbarium yaitu ranting daun (apabila ada dengan bunga dan buah) dengan ukuran 27x42 cm dan bahan penunjang lain adalah sebagai berikut :

a. etiket gantung (dari karton manila) ukuran 3x5 cm

b. lembar herbarium (dari karton tebal) ukuran 29x43 cm dan label c. sasak kayu 30x50 cm

d. kantong plastik ukuran 55x80 cm dan kantong plastik ukuran lebih kecil e. kertas gambar

f. benang g. hekter h. kertas koran i. alkohol (70%) j. film

k. tali rafia 2. Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini, antara lain: alat ukur meteran, pita keliling, kompas, peralatan keperluan herbarium (gunting ranting, loupe, penjepit, oven) dan alat-alat tulis dan dokumentasi.


(32)

C. Metode Penelitian

1. Metode

Metode yang digunakan adalah metode jalur dengan lebar 20 meter atau 10 meter dan panjang ±1 km sebanyak 1 jalur yaitu pada petak I32 dan I33 Site B RKT 2006. Jalur memotong tegak lurus kontur. Lebih jelasnya seperti pada Gambar 2 mengenai contoh jalur coba. Kemudian dilakukan pengumpulan bahan herbarium yang mewakili setiap jenis pohon (diameter 20 cm ke atas) yang ditemukan di lapangan serta dilakukan kegiatan eksplorasi botani yaitu pencatatan atau pengumpulan informasi tentang pengenalan jenis pohon. Adapun mengenai variabel-variabel utama yang diamati dapat dilihat pada tabel 1. berikut ini : Tabel 1. Variabel Utama yang Diamati di Lapangan

No. Variabel yang diamati Hasil pengamatan

1. Komunitas jenis pohon a. Banyaknya : amat banyak, banyak, sedang, jarang, amat jarang

b. Sosiabilitas : berkumpul banyak, dua-tiga batang berkelompok, tersebar

c. Tempat tumbuh : topografi yaitu lembah, kaki bukit, lereng atau kaki bukit

2. Batang a. sumbunya : lurus atau bengkok b. bentuk permukaan batang : berlekuk atau berbenjol

3. Tajuk a. percabangan : simpodial

atau monopodial b. warnanya

4. Akar banir atau tidak berbanir

5. *Daun a. jenis : bertangkai atau tidak

bertangkai

b. Komposisi daun : tunggal atau majemuk

c. tata daun d. bentuk daun e. pangkal daun f. ujung daun g. tepi daun h. permukaan daun

6. Permukaan kulit tekstur : kasar, rata, berpuru, bergelang dan lain-lain.


(33)

Gambar 2. Contoh Jalur Coba 20 m

±1 Km


(34)

2. Pembuatan Herbarium

Bahan herbarium diambil dari pohon (bukan yang sudah jatuh ke tanah), berupa ranting yang berdaun (apabila ada disertakan bunga dan buah). Untuk ranting berdaun tidak berbunga dikumpulkan sebanyak 5 ranting, sedangkan untuk ranting berdaun yang berbunga atau berbuah dikumpulkan sebanyak 10 ranting. Apabila daun berukuran besar, tiap ranting terdiri atas 2 helai sedangkan apabila daun tidak terlalu besar, minimal terdiri atas 5 helai daun.

Pengambilan bahan-bahan herbarium di pohon tinggi dilakukan dengan cara memanjat atau dengan melempar ranting atau cabang terendah dengan sepotong kayu sebagai pemberat (diutamakan yang mengandung bunga dan buah). Setiap kegiatan di lapangan dilakukan pencatatan sifat-sifat makro yang berguna dalam pengidentifikasian suatu jenis. Pencatatan ini dilakukan pada buku catatan yang dibuat secara sistematis dengan menggunakan tally sheet.

Fungsi dari contoh herbarium adalah sebagai bahan dalam mengidentifikasi suatu jenis pohon. Selain itu contoh herbarium ini juga berfungsi sebagai bahan dokumentasi atau barang bukti jenis-jenis pohon yang terdapat di lokasi penelitian.

Adapun untuk cara pengumpulan herbarium menggunakan cara basah dengan menggunakan alkohol 90% atau 70% atau bisa juga spirtus. Prosedur pengumpulan herbarium dengan cara basah yaitu seperti yang ditulis Kusmana (1995) dalam Santoso (1997):

1. Contoh-contoh tumbuhan yang telah dikumpulkan diberi etiket berurutan, kemudian dimasukkan kedalam lipatan kertas koran (satu lembar kertas koran untuk satu contoh tumbuhan)

2. Setelah 6-10 contoh tumbuhan yang telah dibungkus kertas koran dimasukkan kedalam kantong plastik (ukuran 55x80 cm), kemudian disiram dengan alkohol 90% atau spirtus sebanyak 0,5-1 liter, kemudian ujung diselotip atau dihekter

3. Setelah sampai ditempat, contoh herbarium dikeluarkan dari kantong plastik untuk dibuat contoh herbariumnya

4. Setelah selesai prosedur pengumpulan contoh herbarium di atas, dibuat herbariumnya. Cara pembuatan herbarium adalah sebagai berikut:


(35)

a. penggantian kertas koran pembungkus contoh tumbuhan dengan kertas koran baru

b. contoh tumbuhan disusun 6-10 spesimen dan dipress dengan menggunakan sasak bambu

c. contoh tumbuhan dimasukkan kedalam oven untuk dikeringkan

d. contoh tumbuhan dipasang pada lembaran karton ukuran 29x43 cm dan ditempelkan lembar herbarium dimana dituliskan nama pengumpul, nama daerah, tempat pengumpulan, keadaan tempat tumbuh dan keterangan botanisnya.

Selanjutnya diidentifikasikan di Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan Bogor (Puslitbanghut) dan Herbarium Bogoriense.

3. Penyusunan Kunci Determinasi

Prosedur yang dipakai dalam penyusunan kunci determinasi adalah memeriksa morfologi jenis yang ditemukan meliputi daun dan ranting serta sifat fisik lainnya yang menjadi ciri khas jenis yang bersangkutan. Pembuatan kunci determinasi dimulai dengan pembuatan kunci dikotomis. Kunci tersebut disusun menggarpu, dimana pada setiap nomor selalu disusun dua pernyataan a dan b yang setiap kali merupakan pernyataan kebalikan.

Apabila telah ditemukan jenisnya, maka perlu dibaca dengan teliti uraian atau deskripsi dari jenis tersebut dan dibandingkan sifat yang ada pada herbarium, yakni untuk meneliti apakah uraian tersebut sesuai atau tidak. Dalam penyusunan ini, penulis menggunakan sistem kunci sejajar, dimana setiap bait disusun dengan menggunakan dua pernyataan yang berlainan dan diujung pernyataan terdapat nama spesies yang dimaksudkan atau nomor yang menunjukkan nomor selanjutnya yang harus diperhatikan.

4. Dokumentasi Foto

Pengambilan dokumentasi foto dimaksudkan untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas tentang jenis-jenis pohon yang diidentifikasi. Adapun foto yang diambil adalah bagian yang paling penting dalam penyusunan kunci determinasi yaitu ranting daun.


(36)

IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

A. Letak Geografis dan Luas

Secara geografis areal kerja Unit Manajemen PT. Erna Djuliawati terletak pada bentangan Lintang Selatan (LS) 00o52’30’’ sampai dengan 01o22’30’’, dan bentangan Bujur Timur (BT) 111o30’00’’ sampai dengan 112o07’30’’. Berdasarkan pembagian daerah aliran sungai terletak di Kelompok Hutan S. Salau - S. Seruyan. Secara Administrasi Pemangkuan Hutan, termasuk ke dalam Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Seruyan Hulu, Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Seruyan, Dinas Kehutanan Propinsi Kalimantan Tengah, sedangkan menurut administrasi pemerintahan termasuk ke dalam wilayah Kecamatan Seruyan Hulu, Kabupaten Seruyan dan Kabupaten Katingan, Propinsi Kalimantan Tengah.

PT. Erna Djuliawati memperoleh hak pengusahaan hutan, sejak terbitnya Surat Keputusan Menteri Pertanian tanggal 2 April 1979, dengan luasan HPH menurut SK. No. 242/Kpts/Um/4/1979 seluas 185.000 ha. Berdasarkan SK. HPH Pembaharuan / Perpanjangan : SK. No. 15/Kpts-IV/1999, tanggal 18 Januari 1999 dengan luas areal adalah sebesar 184.206 ha. Peta lokasi UM PT. Erna Djuliawati dapat dilihat pada Lampiran 5.

B. Topografi dan Kelerengan

Keadaan areal kerja UM PT. ERNA DJULIAWATI seluruhnya merupakan lahan kering yang berada pada ketingginan 111 - 1.082 m dpl, dengan kondisi topografi berkisar antara datar sampai dengan sangat curam. Secara umum pengelompokkan kelas lereng berdasarkan Laporan Pemotretan Udara, Penataan Garis Bentuk, Pemetaan Vegetasi dan Pemeriksaan Laporan Areal Kerja UM PT. Erna Djuliawati yang dilaksanakan oleh APHI/PT. Mapindo Parama dan yang telah memperoleh persetujuan Direktorat Jenderal INTAG No. 038/97 pada bulan Nopember 1997. Hasil penafsiran kelas lereng sebagaimana disajikan pada Tabel 2 di bawah ini


(37)

Tabel 2. Kelas Lereng dan Topografi

Luas Kelas

Lereng Kemiringan (% ) Topografi (ha) (% )

A 0 – 8 Datar 43.247 23,48

B 8 – 15 Landai 60.880 33,05 C 15 – 25 Agak Curam 49.009 26,61 D 25 – 40 Curam 28.998 15,74 E > 40 Sangat Curam 2.072 1,12

184.206 100,00

Sumber : Peta Garis Bentuk Areal Kerja UM PT. ERNA DJULIAWATI Skala 1 : 50.000

(PT. Mapindo Parama/APHI), Laporan Pemotretan Udara, Pemetaan Garis Bentuk, Pemetaan Vegetasi dan Pemeriksaan Lapangan Areal Kerja UM PT. Erna Djuliawati (1997).

C. Tanah dan Geologi

Berdasarkan Peta Geologi Indonesia Lembar Banjarmasin skala 1 : 1.000.000 dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Bandung Tahun 1994, formasi geologi yang terdapat di areal kerja UM PT. Erna Djuliawati adalah batuan magmatit benua (94,05%) dan sedikit batuan alas kerak benua (5,95%). Berdasarkan Peta Tanah Pulau Kalimantan skala 1 : 1.000.000 dari Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Bogor Tahun 1993, areal kerja UM PT. Erna Djuliawati memiliki jenis tanah (pemberian nama jenis tanah berdasarkan SK Mentan No. 837/Kpts/Um/11/1980) antara lain adalah latosol (44%) dan podsolik merah kuning (56%).

D. Iklim dan Hidrologi

1. Iklim

Berdasarkan Peta Agroklimat Pulau Kalimantan skala 1 : 3.000.000 dari Lembaga Penelitian Tanah Bogor Tahun 1979, keadaan iklim di areal kerja UM PT. ERNA DJULIAWATI menurut Klasifikasi Schmidt dan Ferguson sebagian

besar wilayahnya termasuk tipe hujan A (0 - 14,3%) dan sedikit tipe hujan B (14,3 - 33,3%). Dengan mengacu pada data curah hujan dari Stasiun Pengamat

Curah Hujan di Kecamatan Nanga Pinoh selama 10 tahun (1994-2004), dapat diperoleh angka curah hujan rata-rata per tahun sebesar ± 3.729 mm dengan rataan jumlah hari hujan 137 hari, sehingga diperoleh nilai intensitas hujan sebesar ± 27,21 mm/tahun.


(38)

2. Hidrologi

Areal UM PT. ERNA DJULIAWATI meliputi 5 Daerah Aliran Sungai (DAS), yaitu : DAS Salau ±4.922 ha, DAS Seruyan ±84.721 ha, DAS Kaleh ±8.836 ha, DAS Manjul ±74.655 ha, dan DAS Salau Hulu ±11.072 ha. Adapun sungai-sungai besar yang mengalir melalui kawasan UM adalah : S. Manjul, S. Seruyan dan S. Salau.

E. Keadaan Hutan

1. Tipe Hutan dan Penutupan Vegetasi

Input analisa dan identifikasi kondisi penutupan lahan atau vegetasi adalah hasil penafsiran dan pemeriksaan Citra Landsat oleh Badan Planologi Kehutanan, Departemen Kehutanan Nomor 421/VII/Peta-1/2002 tanggal 19 November 2002. Adapun hasil pemeriksaan citra landsat adalah sebagai berikut:

1. Areal berhutan (Virgin Forest) = 62.166 Ha (33,7%) 2. Areal bekas tebangan (LOA) = 74.872 Ha (40,7%) 3. Areal bukan hutan (Non Hutan) = 16.112 Ha (8,7%) 4. Tertutup Awan = 31.056 Ha (16,9%)

Jumlah = 184.206 Ha (100%)

Kemudian pada areal tertutup awan (TA) dilakukan penafsiran sendiri dengan metode analisa dan identifikasi perbandingan dengan peta hasil survey topografi dan cruising yang dilakukan perusahaan dan peta citra landsat sebelumnya serta sumber peta kerja lainnya. Hasil identifikasi dihitung ulang secara planimetris dengan hasil sebagai berikut :

1. Areal berhutan (Virgin Forest) = 9.936 Ha (32,0%) 2. Areal bekas tebangan (LOA) = 16.948 Ha (54,6%) 3. Areal bukan hutan (Non hutan) = 4.172 Ha (13,4%) Jumlah = 31.056 Ha (100%)

Sehingga kondisi penutupan lahan/vegetasi akhir adalah sebagai berikut: 1. Areal berhutan (Virgin Forest) = 72.102 Ha (9,14%)

2. Areal bekas tebangan (LOA) = 91.820 Ha (49,85%) 3. Areal bukan hutan (Non hutan) = 20.284 Ha (11,01%)


(39)

Areal bekas tebangan (LOA) seluas 91.820 Ha adalah berdasarkan penafsiran citra landsat oleh Badan Planologi Kehutanan, Departemen Kehutanan Nomor 421/VII/Peta-1/2002 tanggal 19 November 2002, dimana dalam proses penafsirannya hanya berdasarkan penampakan gradasi warna di atas peta tanpa pemeriksaan ke lapangan, sehingga setelah dibandingkan dengan data dan pemeriksaan lapangan oleh pihak perusahaan terdapat beberapa hasil penafsiran yang kurang akurat/tepat. Meskipun demikian, pihak perusahaan tetap mengacu pada aspek legalitas dengan menggunakan data formal yang telah dikeluarkan dan disyahkan pemerintah (Departemen Kehutanan) tersebut.

2. Potensi Tegakan

Potensi tegakan di IUPHHK PT. Erna Djuliawati dibagi dua yaitu tegakan hutan primer dan hutan bekas tebangan. Jenis komersial merupakan jenis pohon yang diproduksi, sedangkan di luar itu merupakan jenis yang tidak diproduksi. Hasil dari inventarisasi hutan yang telah dilaksanakan, keadaan potensi tegakan hutan primer dan hutan eks tebangan di PT. Erna Djuliawati adalah seperti tergambar dalam Tabel 3 dan Tabel 4 berikut :

Tabel 3. Potensi Tegakan Hutan Primer di PT. Erna Djuliawati Kelas

diameter

(cm)

Jenis Komersial Semua Jenis Batas Diameter (cm) Jenis Komersial (btg/ha) Semua Jenis (btg/ha) N (btg/ha) Volume (m3/ha) N (btg/ha) Volume (m3/ha)

10-19 206,97 - 222,75 - 10 up 342,80 360,30 20-29 39,09 14,67 39,58 14,87 20 up 135,83 137,55 30-39 43,89 36,14 44,43 36,59 30 up 96,74 97,97 40-49 22,52 34,51 23,21 35,56 40 up 52,85 53,54 50-59 11,85 29,07 11,85 29,07 50 up 30,33 30,33 60 up 18,48 96,91 18,48 96,91 60 up 18,48 18,48

Keterangan : N adalah Jumlah pohon per hektar


(40)

Tabel 4. Potensi Tegakan Hutan Eks-tebangan (1979-1999) di PT. Erna Djuliawati

Kelas diameter

(cm)

Jenis Komersial Semua Jenis Batas Diameter (cm) Jenis Komersial (btg/ha) Semua Jenis (btg/ha) N (btg/ha) Volume (m3/ha) N (btg/ha) Volume (m3/ha)

10-19 235,01 - 253,28 - 10 up 358,69 378,68

20-29 50,01 17,52 50,50 17,72 20 up 123,68 125,40 30-39 36,08 30,63 36,62 31,08 30 up 73,67 74,90 40-49 20,11 36,32 20,80 37,37 40 up 37,59 38,28 50-59 6,50 16,42 6,50 16,42 50 up 17,48 17,48 60 up 10,98 51,24 10,98 51,24 60 up 10,98 10,98

Keterangan : N adalah Jumlah pohon per hektar

Sumber : Rencana Pengelolaan Hutan Produksi Lestari (RPHPL), 2001.

3. Flora dan Fauna

Jenis-jenis pohon yang tergolong komersil yang dijumpai di lapangan antara lain: Meranti putih (Shorea faquetiana), Meranti Kuning (Shorea platicarpa), Meranti Merah (Shorea leprosula), Bangkirai (Shorea Laevifolia), Jelutung (Dyera costulata), Mersawa (Anisoptera sp.), Geronggang (Cratoxylum arborescens), Kapur (Dryobalanops aromatica), Pulai (Alstonia sp.), Nyatoh (Palaquium sp.), Keruing (Dipterocarpus sp.), Resak (Vatica micrantha), Tengkawang (Shorea compressa) dan lain-lain. Jenis-jenis lain yang dapat dimanfaatkan buahnya, antara lain: Mangga hutan (Mangifera sp.), Rambutan hutan (Nephelium lappaceum), Petai (Parkia sp.) dan Langsat hutan (Baccaurea sp.).

Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan, jenis-jenis satwa yang ada dalam kawasan IUPHHK PT. Erna Djuliawati antara lain: Orang utan (Pongo pygmaeus), Kelempiau (Hylobates muelleri), Beruang madu (Ursus malayanus), Trenggiling (Manis javanica), Lutung (Presbytis cristata), Kelasi (Presbytis rubicunda), Kukang (Nycticebus coucang), Landak (Hystridae), Babi hutan (Sus scrofa), Kancil (Tragulus sp.), Kijang (Muntiacus muntjak), Payau (Cervus sp.) dan Monyet ekor panjang (Macaca fascicularis).


(41)

Jenis-jenis burung antara lain: Rangkong (Anthracoceros malayanus), Rhyticeros corrugatus, Berenicornis comatus, Bubut alang-alang (Centropus bengalensis), Tanjaku (Rhinoplax vigil), Tebuntik (Alcedo meninting), Pekaka (Halcyon pileata), Kangkangkok (Cuculus spp.) dan Pelatuk (Dryocortus inornata), sedangkan jenis-jenis reptilia antara lain: Bunglon (Calotes sp.), Kadal kebun (Mabuia sp.), Biawak (Varanus spp.), Ular sawa (Phyton sp.), Hanja liwan (Naja naja), Untum tapak (Trimeresurus sp.) dan lain-lain (PTED 2001).


(42)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Jenis-jenis Pohon Niagawi di IUPHHK PT. Erna Djuliawati

Logging Unit II

Berdasarkan hasil eksplorasi jenis di lapangan ditemukan 29 jenis pohon dari 16 marga dan 10 suku yang tergolong jenis pohon niagawi. Jenis-jenis pohon yang ditemukan didominasi oleh suku Dipterocarpaceae dari marga Shorea (Meranti-merantian) dengan 17 jenis, suku yang lain adalah Anacardiaceae, Cluciaceae, Dilleniaceae, Fabaceae, Hypericaceae, Sterculiaceae dan Thymelaeaceae yang masing-masing memiliki satu jenis serta suku Lauraceae dengan dua jenis dan suku Sapotaceae dengan tiga jenis.

Suku Dipterocarpaceae memiliki jumlah marga terbanyak yaitu lima marga. Marga yang mendominasi adalah Shorea dengan jumlah jenis sembilan, marga yang lain yaitu Dipterocarpus dengan jumlah jenis empat, marga Hopea dengan dua jenis, marga Anisoptera dan Vatica masing-masing satu jenis. Suku Lauraceae dan suku Sapotaceae sama-sama memiliki dua marga, tapi suku Sapotaceae memiliki jumlah jenis yang lebih banyak. Marga pada suku Sapotaceae adalah Palaquium dan Payena sedangkan pada suku Lauraceae adalah Eusideroxylon dan Litsea.

Tabel 5. Daftar Jenis-jenis Pohon Niagawi yang Ditemukan per Suku

No. Suku Jumlah marga Jumlah jenis

1. Anacardiaceae 1 1

2. Cluciaceae 1 1

3. Dilleniaceae 1 1

4. Dipterocarpaceae 5 17

5. Fabaceae 1 1

6. Hypericaceae 1 1

7. Lauraceae 2 2

8. Sapotaceae 2 3

9. Sterculiaceae 1 1

10. Thymelaeaceae 1 1


(43)

Berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 163/Kpts-II/2003, jenis-jenis pohon niagawi yang ditemukan dapat dikelompokkan ke dalam tiga kelompok. Kelompok komersial satu meliputi tujuh marga dari dua suku yaitu Anisoptera, Dipterocarpus, Hopea, Palaquium, Payena, Shorea dan Vatica. Kelompok jenis komersial dua meliputi enam marga dari enam suku yaitu Aquilaria, Calophyllum, Cratoxylum, Dillenia, Litsea dan Pterospermum. Kelompok kayu indah satu tidak terdapat di wilayah IUPHHK PT. Erna Djuliawati Logging Unit II, namun untuk kelompok kayu indah dua meliputi tiga marga dari tiga suku yaitu Melanochyla, Sindora dan Eusideroxylon. Rincian pengelompokan jenis pohon niagawi dapat dilihat pada Tabel 6.

Pengelompokan jenis kayu di IUPHHK PT. Erna Djuliawati didasarkan pada daftar jenis-jenis pohon yang dituangkan dalam Tabel Jenis Kayu dalam Cruising dan Scaller (lihat Lampiran 3). Pada tabel tersebut tercatat 95 kelompok jenis pohon yang dibagi ke dalam 4 kelompok besar yaitu kelompok kayu meranti, kelompok kayu rimba campuran, kelompok kayu indah dan kelompok kayu dilindungi. Adapun mengenai penamaan jenis-jenis pohon dibuat tanpa mengikuti standar nama-nama daerah setempat namun untuk pengelompokannya tetap mengikuti standar nama perdagangan.

Berdasarkan uraian di atas terdapat beberapa kesalahan penempatan kelompok kayu, kelompok jenis pohon yang tercatat di Tabel Jenis Kayu dalam Cruising dan Scaller (lihat Lampiran 3) yaitu Tamparas (Shorea sp.) termasuk kelompok kayu rimba campuran yang berarti termasuk kelompok kayu komersial dua, namun pada kenyataannya kelompok jenis pohon tersebut termasuk kelompok kayu komersial satu. Selain itu Geronggang (Cratoxylum sp.) yang termasuk kelompok kayu meranti yang berarti termasuk kelompok kayu komersial satu sebenarnya termasuk kelompok kayu komersial dua.

Oleh karena itu Tabel Jenis Kayu dalam Cruising dan Scaller perlu diperbaiki dalam pengelompokan jenis kayu. Hal ini penting karena pengelompokan jenis kayu akan berhubungan dengan penetapan biaya pembayaran Provisi Sumberdaya Hutan (PSDH) dan Dana Reboisasi (DR).


(44)

Tabel 6. Pengelompokan Jenis-jenis Pohon Niagawi yang Ditemukan di wilayah IUPHHK PT. Erna Djuliawati Logging Unit II

No. Suku Nama Ilmiah Nama Daerah Kelompok

1 Anacardiaceae Melanochyla densiflora King Jingah KI-2

2 Cluciaceae Calophyllum pulcherrimum Wall. Begandis KK-2 3 Dilleniaceae Dillenia borneensis Hoogl. Riga KK-2 4 Dipterocarpaceae Anisoptera grossivenia v. Sloot Mersawa KK-1 5 Dipterocarpaceae Dipterocarpus gracilis Blume Tempurau KK-1 6 Dipterocarpaceae Dipterocarpus grandiflorus Blanco Keruing KK-1 7 Dipterocarpaceae Dipterocarpus hasseltii Blume Keruing Lowei KK-1 8 Dipterocarpaceae Dipterocarpus kunstleri King Tempudau KK-1 9 Dipterocarpaceae Hopea ferruginea Parijs Bengkirai KK-1 10 Dipterocarpaceae Hopea mengarawan Miq. Emang KK-1 11 Dipterocarpaceae Shorea bracteolata Dyer Majau KK-1 12 Dipterocarpaceae Shorea hopeifolia Sym. Karambuku KK-1 13 Dipterocarpaceae Shorea johorensis Foxw. Majau KK-1 14 Dipterocarpaceae Shorea leprosula Miq. Kuntui

Tebulang

KK-1

15 Dipterocarpaceae Shorea ovata Dyer Bangkirai lentang

KK-1

16 Dipterocarpaceae Shorea polyandra Ashton Merakunyit KK-1 17 Dipterocarpaceae Shorea smithiana Sym. Kuntui Kerusit KK-1 18 Dipterocarpaceae Shorea sp. Tamparas KK-1 19 Dipterocarpaceae Shorea virescens Parijs Melapi KK-1

20 Dipterocarpaceae Vatica micrantha Sloot. Resak KK-1 21 Fabaceae Sindora leiocarpa De Wit. Sindur KI-2

22 Hypericaceae Cratoxylum arborescens (Vahl.) Blume

Tomau KK-2

23 Lauraceae Litsea nidularis Gamble Medang KK-2 24 Lauraceae Eusideroxylon zwagery T. & B. Belian KI-2

25 Sapotaceae Palaquium gutta Baill. Ramu KK-1 26 Sapotaceae Palaquium rostratum Burck Kajelaki KK-1

27 Sapotaceae Payena lucida DC. Nyatu Merah KK-1 28 Sterculiaceae Pterospermum javanicum Jungh. Bayur KK-2

29 Thymelaeaceae Aquilaria malaccensis Lamk. Garu KK-2 Keterangan : KK-1 : Kelompok Komersial Satu

KK-2 : Kelompok Komersial Dua KI-2 : Kelompok Indah Dua


(45)

Adapun mengenai karakter atau sifat yang menonjol per jenis dapat dilihat pada Tabel 6, dimana terdapat karakter morfologi, ekologis dan fisis. Karakter morfologi dapat dilihat pada sifat bentuk batang, tata daun dan tepi daun. Tipe habitat merupakan ciri utama pada karakter ekologis sedangkan pada karakter fisis dapat dilihat dari besarnya nilai berat jenis.

Jenis-jenis pohon niagawi yang ditemukan mayoritas memiliki karakter batang yang lurus, walaupun beberapa jenis tidak lurus sempurna karena ada yang agak berlekuk atau berbenjol. Tata daun sub-opposite merupakan tata daun yang dominan disamping tata daun alternate, sedangkan tepi daun yang mendominasi adalah entire disamping tata daun crenate (daftar istilah dapat dilihat di Lampiran 6). Habitat yang paling banyak ditempati adalah habitat lereng dengan tanah kering. Berat jenis dari jenis-jenis pohon niagawi yang ditemukan berkisar antara 0,29 sampai dengan 1,04.

Disamping karakter yang menonjol per jenis yang diuraikan pada Tabel 7, ada beberapa karakter jenis khas yang menjadi penunjuk identitas suatu jenis pohon. Suku Anacardiceae memiliki resin yang berwarna bening kemudian berubah menjadi hitam dan mengeras, apabila kena kulit maka kulit akan terasa gatal. Suku Cluciaceae memiliki getah yang berwarna kuning keemasan serta lengket. Suku Dilleniaceae memiliki akar jangkang. Suku Dipterocarpaceae memiliki karakter khas dimana semua jenisnya memiliki damar, bertulang daun bentuk tangga (scalariform veination). Suku Fabaceae memiliki komposisi daun majemuk. Suku Hypericaceae sama dengan suku Cluciaceae memiliki getah berwarna kuning keemasan serta kulit batangnya beralur dangkal mirip pohon pinus. Suku Sapotaceae memiliki getah berwarna putih. Suku Sterculiaceae memiliki rambut bintang (stellate) pada permukaan bawah daunnya.

Adapun mengenai ciri khas jenis yang dapat diterangkan pada uraian di atas, ada beberapa jenis yang memiliki ciri khas yang sangat menonjol. Pada marga Hopea, ada yang memiliki akar terbang seperti pada Hopea mengarawan. Sedangkan pada marga Dipterocarpus memiliki permukaan batang berpuru serta jenis-jenis dari sindur memiliki batang bergelang. Keterangan yang lebih jelas dapat dilihat dalam deskripsi jenis pohon niagawi berdasarkan suku.


(46)

Tabel 7. Karakter yang Menonjol di Lapangan per Jenis

No. Jenis Bentuk Batang Tata Daun Tepi Daun Tipe Habitat BJ*

1 Melanochyla densiflora King Lurus, agak berbenjol Alternate Repand Lereng tanah kering 0,59-0,84 2 Calophyllum pulcherrimum Wall. Tidak lurus, agak benjol Opposite Repand Punggung bukit tanah

kering

0,52-0,79 3 Dillenia borneensis Hoogl. Lurus Alternate Aculeate Tanah rawa, lembah 0.60-0.89 4 Anisoptera grossivenia v. Sloot. Lurus tidak berbenjol Sub opposite Entire Punggung bukit, tanah

kering

0.50-0.96 5 Dipterocarpus gracilis Blume. Lurus agak berbenjol Alternate Crenate Lereng tanah kering 0.73 6 Dipterocarpus grandiflorus Blanco Lurus tidak berlekuk Alternate Crenate Lereng, punggung

bukit, tanah kering

0.81 7 Dipterocarpus hasseltii Blume Bengkok berlekuk Alternate Crenate Lereng tepi sungai 0.70

8 Dipterocarpus kunstleri King Lurus tidak berlekuk Alternate Crenate Lereng tanah kering 0.75 9 Hopea ferruginea Parijs Lurus agak berbenjol Sub opposite Entire Punggung bukit, tanah

kering

0,29-0,96 10 Hopea mengarawan Miq. Lurus Sub opposite Repand Lereng, tanah kering 0.55-0.75 dan

0.60-0.94 11 Shorea virescens Parijs Lurus tidak berbenjol Sub opposite Entire Tanah kering, tepi

sungai

0.66 12 Shorea hopeifolia Sym. Lurus agak berbenjol Sub opposite Entire Lereng, tanah kering 0.54 13 Shorea johorensis Foxw. Lurus Sub opposite Entire Lereng, tepi sungai,

tanah kering

0.50 14 Shorea ovata Dyer Lurus, tidak berlekuk Sub opposite Entire Lereng, tanah kering 0.50-0.1 15 Shorea polyandra Ashton Lurus Sub opposite Entire Lereng, tanah kering 0,29-0,96 16 Shorea smithiana Sym. Lurus Sub opposite Entire Lereng, tanah kering 0,29-1,01 17 Shorea bracteolata Dyer Tidak lurus Sub opposite Entire Lereng, tanah kering 0,29-1,01


(47)

18 Shorea leprosula Miq. Tidak lurus, agak berbenjol Sub opposite Entire Lereng, tanah kering 0,29-1,01 19 Shorea sp. Lurus, tidak berbenjol, berbanir Sub opposite Entire Lereng, darat tanah

kering

- 20 Vatica micrantha Sloot. Bengkok, berlekuk Sub opposite Repand Punggung bukit 0,49-0,99 21 Sindora leiocarpa De Wit. Bengkok Alternate Entire Lereng, darat tanah

kering

0.60 22 Cratoxylum arborescens (Vahl.) Blume Lurus tidak berlekuk Opposite Entire Punggung bukit 0.47

23 Litsea nidularis Gamble Lurus, agak berbenjol Alternate Entire Lereng , tanah kering 0,36-0,85 24 Eusideroxylon zwagery T. & B. Lurus tidak berbenjol Sub opposite Entire Punggung bukit, lereng,

tanah kering

1,04 25 Palaquium gutta Baill. Lurus berlekuk Alternate Entire Punggung bukit, darat,

tanah kering

0.71

26 Palaquium rostratum Burck Lurus, tidak berlekuk Alternate Entire Lereng, tepi sungai 0.6 27 Payena lucida DC. Lurus , agak berlekuk Alternate Sinuate Lereng , tanah kering 0,39-1,07 28 Pterospermum javanicum Jungh. Lurus , tidak berbenjol Sub opposite Entire Lereng, darat tanah

kering

0,30-0,78 29 Aquilaria malaccensis Lamk. Lurus, tidak berbenjol Sub opposite Repand Lereng, darat tanah

kering

- * Sumber : LIPI (1979), LIPI (1977), Soewanda (1970), Samingan (1982) serta Kartasujana dan Martawijaya (1979)


(48)

B. Deskripsi Jenis-jenis Pohon Niagawi yang Ditemukan Berdasarkan Suku

1. Anacardiaceae

Rengas (Melanochyla densiflora King)

Pohon Rengas (Gambar 3) hidup pada topografi lereng, darat, tanah kering, jarang serta tersebar. Tinggi pohon mencapai 15 m dengan diameter 38 cm, tergolong pohon kecil. Bentuk batang lurus agak berbenjol dengan percabangan monopodial berbentuk bulat. Pohon ini memiliki banir dengan tinggi 0,95 m. Bentuk daunnya oblanceolate, tunggal, alternate, tepi daun repand, pangkal daun cuneate, ujung daun acute. Pertulangan daun sekunder menyirip dengan 20-23 pasang, pertulangan daun tersier bentuk tangga dan jala. Permukaan daun glabrous di kedua permukaan, permukaan atas daun agak mengkilap. Helaian daun agak tebal, kadang menelangkup, ukuran daun 9,3-26,4x3,4-10 cm. Tangkai cukup lebar dan pendek, panjang tangkai 0,2-0,8 cm. Apabila batangnya ditimpas, getahnya berwarna bening tapi lama kelamaan berubah menjadi hitam.

Kelompok pohon Rengas memiliki B.J. 0,59-0,84 termasuk kayu yang beratnya sedang sampai berat, kelas kuat II-III dan kelas awet III. Adapun penggunaannya dapat dipakai dalam pembuatan veneer kerat (sliced veneer), meubilair atau gagang timbangan. Adanya getah yang dapat melukai kulit merupakan hambatan dalam penggunaan jenis ini (Samingan 1982).

2. Cluciaceae

Begandis (Calophyllum pulcherrimum Wall.)

Pohon Begandis (Gambar 4) hidupnya tersebar dengan jumlah yang sedang, biasa hidup di punggung bukit, darat serta tanah kering. Tingginya mencapai 11 m dengan diameter 21 cm. Bentuk batangnya tidak lurus dan agak berbenjol dengan percabangan monopodial, tidak memiliki banir. Bentuk daun elliptical, tunggal, opposite, tepi daun repand, pangkal daun cuneate, acuminate, ujung daun acuminate, pertulangan daun sekunder menyirip rapat. Permukaan daun glabrous baik bagian atas maupun bagian bawah. Helaian daun kaku dengan ukuran 4,1-11,2x1,5-4,2 cm. Tangkai daun berwarna hijau karat, memiliki alur, panjang tangkai daun 0,7-1 cm. Daun muda berwarna ungu, getah berwarna kuning keemasan, apabila diremas daun beraroma harum.


(49)

Kelompok pohon ini memiliki B.J. 0,52-0,79 dan termasuk kelas kuat II-III. Penggunaan kayunya diantaranya untuk pembuatan kapal, flooring, meubilair, konstruksi ringan di bawah atap, papan loncat, tiang sampan/perahu layar, bahan untuk membuat chipboard dan lain-lain (Samingan 1982).

3. Dilleniaceae

Riga (Dillenia borneensis Hoogl.)

Pohon Riga (Gambar 5) hidup pada topografi lembah serta tanah rawa, tersebar dan cukup jarang ditemui. Tingginya mencapai 25 m dengan diameter 58 cm yang tergolong kategori pohon sedang, batangnya lurus dengan percabangan simpodial, memiliki akar jangkang. Bentuk daun elliptical, tunggal, alternate, tepi daun aculeate, pada pertemuan tulang daun sekunder dengan tepi daun tumbuh duri pendek kecil, pangkal daun inequilateral, rounded, ujung daun mucronate. Pertulangan daun sekunder menyirip dengan 27-40 pasang, pertulangan daun tersier bentuk tangga dan jala. Permukaan daun baik atas maupun bawah glabrous. Helaian daun tipis, lebar dan agak kaku dengan ukuran 26,4-39x12,2-24,4 cm. Tangkai daun panjang, memiliki lekahan panjang tangkai yang ditutupi oleh perpanjangan daun, lekahan ini memiliki rambut halus yang mudah lepas apabila disentuh, tangkai daun menebal pada bagian pangkal tangkai. Daun muda berwarna ungu.

4. Dipterocarpaceae

Mersawa (Anisoptera grossivenia v. Sloot)

Pohon Mersawa (Gambar 6) hidup tersebar di punggung bukit dengan tanah kering dengan jumlah sedang. Tinggi bebas cabangnya mencapai 15 m dengan diameter 82 cm, tergolong pada kategori pohon besar. Bentuk batang berdiri lurus, tidak berbenjol. Percabangan simpodial dan memiliki banir setinggi 1,5 m dengan tebal 3 cm. Bentuk daun elliptical, obovate, tunggal, sub-opposite, tepi daun entire, pangkal daun cuneate, ujung daun acuminate. Pertulangan daun sekunder menyirip dengan 13-15 pasang, pertulangan daun tersier menjala. Permukaan daun pubescent baik bagian atas maupun bawah karena memiliki rambut pendek halus. Permukaan bagian bawah daun berwarna hijau kecoklatan. Ukuran helaian daun 7,3-12,9x3-5,9 cm, panjang tangkai 1,7-2,5 cm, terdapat penebalan di dekat


(50)

pangkal daun, tangkai daun memiliki rambut pendek halus serta rapat. Daun penumpu berbentuk segitiga dan berwarna coklat.

Kelompok jenis pohon ini memiliki B.J. 0,50-0,96 yaitu termasuk kayu ringan moderat, kelas kuat II-III dan kelas awet IV. Mengenai penggunaannya tidak banyak dipakai karena berat (tenggelam), tidak mudah digergaji dan kesulitan pengeringan. Dalam jumlah terbatas biasa dipakai untuk pembuatan perahu, konstruksi ringan di bawah atap (Samingan 1982).

Tempurau (Dipterocarpus gracilis Blume.)

Pohon Tempurau (Gambar 7) hidup tersebar, banyaknya sedang di lereng dengan tanah kering. Tinggi total pohon dapat mencapai 25 cm dengan diameter 45 cm, tergolong kategori pohon sedang. Bentuk batang lurus serta agak berbenjol, percabangan simpodial serta memiliki banir jenis kuncup dengan tinggi 0,85 cm. Permukaan kulit rata, berlekah dangkal serta mengelupas. Bentuk daun elliptical, ovate-lanceolate, tunggal, alternate, tepi daun crenate, pangkal daun runcing, tumpul, ujung daun mucronate. Pertulangan daun sekunder menyirip dengan 10-12 pasang, pertulangan daun tersier bentuk tangga. Permukaan daun bagian atas glabrous tapi pada tulang daun primernya terdapat rambut halus berwarna coklat kekuningan sedangkan bagian bawah terdapat rambut coklat kekuningan pada tulang daun primer maupun lateralnya. Helaian daun berukuran 6,5-11,5x3,2-6,3 cm. Tangkai daun diliputi rambut pendek halus, menebal pada pangkal daun, panjang tangkai daun 1,2-1,8 cm. Daun penumpu berbentuk segitiga, mudah rontok bekasnya berbentuk cincin miring. Kuncup daun baru diliputi rambut pendek halus berwarna coklat kekuningan.

Kayunya berat, padat dan keras, dengan B.J. 0,73 serta kelas keawetan III-IV dan kelas kekuatan II–I. Kayunya mempunyai struktur kasar dan berwarna coklat kemerah-merahan pucat sampai coklat muda. Kayunya dapat digunakan untuk pembuatan perahu dan bangunan rumah meskipun tidak berapa awet. Di Palembang karena sukar digergaji kayu ini dipakai untuk bangunan dalam bentuk balok. Kayu gubalnya mudah diserang rayap, tetapi kayu terasnya tidak begitu mudah terserang (LIPI 1977).

Pohon ini menghasilkan juga balsem yang bila masih segar berwarna abu-abu dan menjadi hitam bila sudah tua, tetapi tetap lembek tidak mengeras. Di


(51)

beberapa tempat di Palembang dan Bangka pohon ini disadap untuk memperoleh balsemnya dan balsem ini dipergunakan sebagai minyak cat (LIPI 1977).

Keruing (Dipterocarpus grandiflorus Blanco)

Pohon keruing (Gambar 8) besar, tingginya dapat mencapai 50 m. Pohon ini cukup banyak ditemui, tersebar di lereng atau punggung bukit dengan tanah kering. Tinggi bebas cabangnya mencapai 15 m dengan diameter 21 cm. Batangnya lurus tidak berlekuk dengan percabangan monopodial bentuk payung dengan banir yang rendah. Bentuk daun oval, obovate, tunggal, alternate, tepi daun crenate, pangkal daun cuneate, ujung daun acuminate, pertulangan daun sekunder menyirip dengan 19-22 pasang, pertulangan daun tersier bentuk tangga. Permukaan daun bagian atas glabrous, bagian bawah pada tulang daun primer terdapat rambut halus putih. Helaian daun agak kaku dengan ukuran 19-33x13,4-24 cm. Panjang tangkai 7,5-11 cm, pangkal tangkai melebar, ujung tangkai menebal. Kuncup daun baru dilingkupi rambut berwarna kuning coklat rapat. Daun penumpu bentuk segitiga, berwarna coklat kuning, mudah rontok, bagian luar daun penumpu terdapat rambut pendek halus sedangkan bagian dalam glabrous.

Kayunya mempunyai B.J. 0,81 serta kelas awet III sering dipakai untuk jembatan, bangunan rumah dan perabot rumah tangga. Selain itu damarnya dapat dipakai sebagai lampu (LIPI 1977).

Keruing Lowei (Dipterocarpus hasseltii Blume)

Keruing Lowei (Gambar 9) hidup pada topografi lereng, tepi sungai, tersebar banyak. Tingginya mencapai 30 m dengan diameter 70 cm, tergolong kategori pohon besar. Kulitnya berbalong serta berpuru, apabila terluka getahnya berwarna bening. Bentuk batang bengkok, berlekuk, percabangan simpodial serta memiliki banir yang rendah yaitu 1 m dan tebal banir 5 cm. Permukaan batang rata, mengelupas besar dengan warna abu coklat. Bentuk daun elliptical, tunggal, alternate, tepi daun crenate, pangkal daun cuneate, ujung daun acuminate. Pertulangan daun sekunder menyirip dengan 12-14 pasang, pertulangan daun tersier bentuk jala. Permukaan daun bagian atas maupun bawah glabrous. Ukuran helaian daun 10,5-16x5-7,9 cm, panjang tangkai 4,5-5,9 cm, terdapat penebalan


(52)

baik di pangkal maupun di ujung tangkai daun. Kuncup daun baru berwarna hijau tidak diliputi rambut, bentuknya seperti tombak. Daun penumpu berbentuk garis, makin besar daun penumpu makin terang warnanya dan ada sedikit rona merah di dekat salah satu tepi daun penumpunya, daun penumpu ini glabrous baik di bagian luar maupun bagian dalam.

Kayu gubalnya berwarna kuning coklat dan kayu terasnya merah coklat. Kayu ini mempunyai B.J. 0,70 serta kelas keawetan II dan kelas kekuatan II. Kayunya dapat digunakan sebagai bahan konstruksi, lantai dan bantalan (LIPI 1977).

Tempudau (Dipterocarpus kunstleri King)

Pohon Tempudau (Gambar 10) besar yang tingginya dapat mencapai mencapai 45 m. Bentuk daun ovate, elliptical, tunggal, alternate, tepi daun crenate, pangkal daun rounded, ujung daun acuminate. Pertulangan daun sekunder menyirip dengan 13-16 pasang, pertulangan daun tersier menjala dan tangga. Permukaan daun bagian atas glabrous, sedangkan bagian bawah pubescent karena terdapat rambut pendek halus baik pada tulang daun primer maupun tulang daun lateralnya. Ukuran helaian daun 16,8-31x8,6-18,5 cm, tangkai menebal baik di ujung maupun di pangkal tangkai daun. Daun penumpu berbentuk segitiga, bagian luar terdapat rambut halus dan jarang sedangkan bagian dalamnya glabrous, gampang rontok. Kuncup daun baru diliputi oleh rambut halus putih, daun baru berwarna merah muda.

Kayunya mempunyai B.J. 0,75 serta termasuk kelas awet III, biasa dipakai untuk tiang-tiang dan papan. Selain itu kulitnya untuk dinding dan damarnya untuk penerangan. Kayunya agak sukar untuk dikerjakan (Soewanda 1970). Bengkirai (Hopea ferruginea Parijs)

Pohon Bengkirai (Gambar 11) hidup pada topografi punggung bukit, darat, tanah kering, berkumpul banyak. Percabangan simpodial, bentuk tajuk kerucut dengan keadaan tajuk biasa. Tinggi bebas cabangnya mencapai 12 m dengan diameter 50 cm, termasuk kategori pohon sedang. Bentuk batang lurus serta agak berbenjol. Pohon ini memiliki banir jenis kuncup dengan tinggi 0,8 m dan tebal 3 cm. Permukaan kulitnya rata serta berlekah dalam dengan warna coklat. Bentuk


(53)

daun ovate, tunggal, sub-opposite, tepi daun entire, pangkal daun obtuse, ujung daun mucronate. Pertulangan daun sekunder menyirip rapat, pertulangan daun tersier menjala, memiliki tulang daun marjinal. Permukaan daun glabrous, licin di kedua permukaan, memiliki domatia dekat pangkal daun pada tulang daun primer. Helaian daun tipis, perpanjangan daun di ujung daun cukup panjang, ukuran daun 1,5-5x0,6-2 cm. Tangkai daun berwarna coklat gelap, tangkai muda diliputi oleh rambut halus pendek, panjang tangkai 0,2-0,5 cm. Daun penumpu berbentuk garis dengan ukuran 5x1 cm2, mudah rontok. Kayunya biasa dipakai untuk pembuatan alas perahu.

Emang (Hopea mengarawan Miq.)

Pohon Emang (Gambar 12) hidup pada topografi lereng, darat, tanah kering, banyak dan dua-tiga batang berkelompok. Bentuk batang lurus dengan percabangan simpodial. Bentuk tajuk kerucut dengan keadaan biasa, memiliki banir. Permukaan kulit rata, merekah jarang dengan warna kelabu. Bentuk daun ovate-elliptical, tunggal, sub-opposite, tepi daun repand, pangkal daun obtuse, ujung daun mucronate. Pertulangan daun sekunder menyirip rapat, sedangkan pertulangan daun tersiernya menjala, memiliki tulang daun marjinal. Permukaan daun baik bagian atas maupun bawah glabrous, shiny, licin. Helaian daun kaku, tipis dengan ukuran 4,2-11x1,5-4,7 cm. Panjang tangkai 0,2-1,4 cm, terdapat penebalan mendekati pangkal daun. Daun penumpu berbentuk scalelike, memiliki akar terbang.

Kelompok kayunya memiliki B.J. 0,55-0,75 dan 0,60-0,94 dengan kelas kuat II-III dan kelas awet II-III. Karena keawetannya, mudah mengerjakannya serta mudah pembelahannya, maka kayu ini banyak dipakai untuk macam-macam keperluan seperti dolok/balok, tiang dan papan untuk pembuatan rumah, sampan atau dasar rumah dalam air, dengan pengawetan yang baik dapat dipakai untuk bantalan kereta api. Karena daya kembang susut yang kecil sangat baik untuk pembuatan kosen dan jendela. Motif serat yang baik sangat disenangi untuk pembuatan meubilair (Samingan 1982).


(1)

Asam Kuning (+) AKN 95 15 Campuran Floater (CMF)

Garu (+) CMF 42 15 Macaranga (Mahang) (+) CMF 42 15 Bilayang / Pelalun Lesik (+) CMF 42 15 Cempaka Hutan (+) CMF 42 15 Lempung Ipil (+) CMF 42 15 Bengkal (+) CMF 42 15 Geyumbang (+) CMF 42 15 Pisang-pisang (+) CMF 42 15 Rukam (+) CMF 42 15 Campuran Sinkers (CMS)

Simpur (-) CMS 33 15 Kayu Arang (-) CMS 33 15 Kayu Bawang (-) CMS 33 15 Sembiring (-) CMS 33 15 Punaga (-) CMS 33 15 Bilayang (-) CMS 33 15 Banitan (-) CMS 33 15 Kenari (-) CMS 33 15 Meringkau (-) CMS 33 15 Kemuning (-) CMS 33 15 Palawan (-) CMS 33 15 Pala Hutan (-) CMS 33 15 Araw (-) CMS 33 15 Sangkuang (-) CMS 33 15 Alaban ( Loban ) (-) CMS 33 15 Cemara Hutan (-) CMS 33 15 Kasturi (-) CMS 33 15 Merading (-) CMS 33 15 Ara Kendang (-) CMS 33 15 Kangkala (-) CMS 33 15 Randu Hutan (-) CMS 33 15 Ruwali ( Marwali ) (-) CMS 33 15 Kayu Ipuh (-) CMS 33 15 Kembayar (-) CMS 33 15 Merdondong (-) CMS 33 15 Berangan (-) CMS 33 15 Cempedak dan sejenisnya (-) CMS 33 15 Manggis dan sejenisnya (-) CMS 33 15 Petai dan sejenisnya (-) CMS 33 15 Keranji dan sejenisnya (-) CMS 33 15

Rambutan dan sejenisnya (-) CMS 33 15 Langsat dan sejenisnya (-) CMS 33 15 Kapul dan sejenisnya (-) CMS 33 15

Kedondong Hutan (-) CMS 33 15 C. KELOMPOK KAYU INDAH

Sindur / Paru-paru (+) PRU 23 16 Ulin (-) ULN 24 17 Rengas (+) LRS 32 18 Bungur (-) LBG 74 19 D. KELOMPOK KAYU DILINDUNGI

20 Manggeris (-) MGR 80 20 21 Tengkawang

Tengkawang Rambut (+) TKR 83 21 Tengkawang Buah (+) TKB 84 21


(2)

Lampiran 4. Daftar Nama Kayu Niagawi yang Diketahui

Sifat dan

Kegunaannya

No. Jenis Kayu Berat Kayu Kelas Kegunaan

Min Max. Mean Awet Kuat

1 Bayur 0,30 0,78 0,52 IV II - III 1,2,3,7,11,12 2 Balau 0,65 1,22 0,98 I I - II 1,4,6,10,11 3 Bangkirai 0,60 1,16 0,90 I - ( I - III ) I - II 1,2,3,4,6,11 4 Belangeran 0,73 0,98 0,86 II - ( I - III) (I) - II 1,3,4,6,7,11 5 Bintangur 0,37 1,07 0,78 III II - III 1,2,3,4,5,6,11 6 Gerunggang 0,36 0,71 0,47 IV III - IV 1,2,8 7 Keruing 0,51 1,01 0,79 III (I) - II 1,2,4,5,6,11 8 Meranti Merah 0,29 1,01 0,55 III - IV II - IV 1,2,3,4,5,8,15 9 Meranti Putih 0,29 0,96 0,54 III - IV II - IV 1,2,3,4,5,8,15 10 Merawan 0,42 1,03 0,70 II - III II - III 1,2,3,4,5,7,9,11 11 Mersawa 0,49 0,85 0,46 IV II - III 1,2,4,5,11 12 Nyatoh 0,39 1,07 0,67 II - III II - (I - II) 1,2,4,5,7,9,11 13 Ramin 0,46 0,84 0,63 IV II - III 1,2,3,4,5,7,20

14 Rengas 0,59 0,84 0,69 II II 3,4,5,6,12,13 15 Resak 0,49 0,99 0,70 III II 1,2,4,6,7,11

16 Ulin 0,88 1,19 1,04 I I 1,4,6,10,11 17 Medang 0,36 0,85 III - V II - V 1,2,3,4,5,7,8,11,12,20 18 Simpur 0,60 0,89 III - V I - III 1,2,3,4,5,11,18 19 Sindur 0,59 0,85 II - V II - III 1,2,3,4,5,7,11 Sumber: Kartasujana, I dan A. Martawijaya (1979)

Kegunaan:

1. Bangunan 11. Perkapalan

2. Kayu lapis 12. Patung, ukiran dan kerajian tangan 3. Mebel 13. Finir mewah

4. Lantai 14. Korek api 5. Papan dinding 15. Pulp 6. Bantalan 16. Alat gambar 7. Rangka pintu dan jendela 17. Potlot 8. Bahan pembungkus 18. Arang 9. Alat olahraga dan musik 19. Obat-obatan 10. Tiang listrik dan telepon 20. Moulding


(3)

(4)

Lampiran 6. Bentuk Daun, Tepi Daun, Pangkal Daun, Ujung Daun dan Permukaan Daun


(5)

(6)

Dokumen yang terkait

Penyusunan Tabel Volume Lokal Jenis-Jenis Komersial Hutan Alam di HPH PT. Harjohn Timber LTD., Propinsi Kalimantan Barat

0 20 104

Penyusunan persamaan penduga volume pohon kelompok jenis Dipterocarpaceae di PT Timberdana Kalimantan Timur

0 6 39

Struktur Dan Komposisi Tegakan Pada Areal Bekas Tebangan Dengan Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur (Tptj) (Di Areal Iuphhk Pt. Erna Djuliawati, Kalimantan Tengah)

3 30 125

Perkembangan vegetasi pada areal bekas tebangan dengan sistem silvikultur tebang pilih tanam jalur (TPTJ) (Di Areal IUPHHK PT. Erna Djuliawati, Kalimantan Tengah)

1 24 109

Perkembangan tegakan pada areal bekas tebangan dengan teknik silvikultur Tebang pilih tanam Indonesia intensif (TPTII) (Di areal IUPHHK PT. Erna Djuliawati, Kalimantan Tengah)

0 11 232

Penyusunan model penduga volume pohon jenis Keruing (Dipterocarpus sp.) di IUPHHK-HA PT. Salaki Summa Sejahtera, Pulau Siberut, Sumatera Barat

0 4 129

Perkembangan vegetasi pada areal bekas tebangan dengan teknik silvikultur Tebang Pilih Tanam Indonesia Intensif (TPTII): studi kasus di areal IUPHHK PT. Erna Djuliawati, Kalimantan Tengah

2 16 96

Penyusunan Tabel Volume Lokal Jenis Keruing (Dipterocarpus spp.) di IUPHHK-HA PT. Sarmiento Parakantja Timber, Kalimantan Tengah

1 15 104

Kayu Sisa Pohon yang Ditebang dan Tidak Ditebang di IUPHHK-HA PT. Inhutani II Unit Malinau Kalimantan Utara

0 4 30

Alometrik Biomassa Pohon Jenis Campuran Hutan Alam Dataran Rendah pada Konsesi Hutan PT. Erna Djuliawati

1 15 32