IsiPembahasan Penutup Piawai Berbahasa Cakap Bersastra Indonesia 3 IPA IPS Kelas 12 Agus Setiyono Parimin Retno Winarni 2009

Piawai Berbahasa Cakap Bersastra Indonesia SMAMA Kelas XII Program IPA dan IPS 118 Judul A. Pendahuluan Berisi latar belakang dan tujuan penulisan

B. IsiPembahasan

Berisi uraian seperlunya tentang pokok masalahtopik. Biasanya disertai pembuktian, argumen, contoh-contoh, dan sebagainya.

C. Penutup

Berisi simpulan dan saran

c. Mencari dan mengumpulkan data

Dalam tahap ini Anda harus mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya yang terkait dan berhubungan dengan masalah yang akan Anda bahas. Tidak semua informasi harus dimuat dalam karangan, pilih yang paling berhubungan dan diperlukan. Lebih baik membuang daripada kurang. Sumber informasi dapat berupa buku, majalah, buletin, surat kabar, radio, televisi, internet, dan sebagainya. Jangan lupa menuliskan sumber sebagai bahan penyusunan daftar pustaka.

d. Mengembangkan kerangka menjadi karangan

Dalam tahap ini Anda harus sudah mulai menyusun kalimat demi kalimat, paragraf demi paragraf, dan bagian demi bagian dalam kerangka dengan menggunakan bahasa sendiri.

e. Melakukan revisikoreksipenyuntingan

Setelah selesai mengembangkan kerangka menjadi karangan, jangan berhenti dan merasa puas. Tinjau dan koreksi kembali karangan Anda baik dari segi isi maupun penggunaan bahasanya. Kegiatan ini bisa disebut merevisi dan menyunting.

f. Tindak lanjut

Tindak lanjut yang dimaksud dapat berupa mengirim karangan ke media massa untuk diterbitkan. Beranikah Anda mencoba? Peristiwa 119 Tugas 6.3 1. Berkelompoklah dengan teman-teman. Setiap kelompok beranggotakan 4-6 orang 2. Analisis dan identifikasilah teks berikut berjudul Solusi Banjir secara Ekologis dan Humanis untuk menemukan bagian-bagian karangan. Isikan hasilnya dalam format seperti berikut No. Aspek yang Diidentifikasi Urutan Ide Pokok Paragraf Paragraf 1. Judul – 2. Paragraf pembuka 3. Paragraf isipokok 4. Paragraf pengembang 5. Paragraf penutup 6. Pola pengembangan Solusi Banjir secara Ekologis dan Humanis Mimin Dwi Hartono Peneliti Komnas HAM Dampak banjir yang menenggelamkan sebagian besar wilayah Jakarta kali ini, sungguh dahsyat. Tercatat lebih dari 40 orang tewas, sekitar 400 ribu orang, kaya dan miskin, mengungsi. Infrastruktur publik rusak parah, roda transportasi terhenti, dan kerugian ekonomi mencapai hampir Rp4 triliun. Daya dukung ekologi yang semakin turun, ketidaktahuan masyarakat tentang antisipasi bencana banjir, kapasitas pemerintah yang lemah, menyebabkan dampak banjir menjadi sedemikian parah. Banjir telah menyebabkan hak-hak fundamental warga tercerabut, yaitu hak atas kesehatan, pangan, papan, pendidikan, air bersih, dan lingkungan hidup yang berkelanjutan. Masyarakat yang miskin bertambah miskin, bahkan banyak yang kembali ke titik nol, karena semua propertinya hancur. Aset pembangunan yang dibangun dan dipelihara selama sekian tahun, rusak. Roda bisnis dan pemerintahan, terhenti untuk beberapa hari. Persoalan banjir di Jakarta adalah kejadian klasik yang terus berulang, namun selalu dipandang tidak serius dan ditangani secara parsial oleh pemerintah. Pemerintah masih gagap dan tidak mempunyai pola pencegahan dan mitigasi bencana banjir yang mumpuni. Padahal bencana semakin sering terjadi di Tanah Air dan semestinya pemerintah belajar dari pengalaman yang telah lalu. Terlebih banjir adalah kategori bencana yang didominasi oleh faktor kelalaian dan kesalahan manusia, sehingga semestinya bisa diminimalkan dampaknya. Lebih aneh lagi, banjir itu terjadi di ibu kota negara, di mana presiden, wakil presiden, para menteri, anggota parlemen, pejabat negara, dan pebisnis beraset ratusan miliar Piawai Berbahasa Cakap Bersastra Indonesia SMAMA Kelas XII Program IPA dan IPS 120 rupiah, berkantor. Di sini pula sebagian besar sumber daya ekonomi, politik, serta alat pertahanan dan keamanan tersedia. Semestinya dengan sumber daya tersebut, pemerintah DKI Jakarta dan pusat tidak mengalami kesulitan dalam memobilisasinya untuk menangani banjir guna meminimalisasi dampak bagi manusia. Namun publik bisa mengetahui bahwa korban banjir tidak tertangani dengan baik dan layak. Bahkan korban jiwa dan material tahun ini lebih besar dari banjir besar 2002. Pendekatan ekologis Persoalan banjir di Jakarta tidak bisa ditangani secara sepihak dan parsial, namun harus dengan pendekatan sistem ekologis ekosistem dan humanis. Pendekatan itu bisa teraplikasi dengan membangun kesepahaman dan kerja sama antara masyarakat dan pemerintah daerah hulu Bogor-Puncak-CianjurBopuncur dan hilir Jakarta. Pendekatan ekosistem berarti melihat sebab dan akibat banjir dalam satu kesatuan ruang ekologi dengan menghilangkan sekat administrasi, politik, sosial, dan ekonomi. Ekosistem Jakarta adalah satu ruang dengan ekosistem Bopuncur sehingga saling bergantung dan memengaruhi. Penataan ruang di hilir tidak akan bisa cukup menyelesaikan masalah jika tidak disertai dengan penataan ruang di kawasan hulu. Persoalan kerusakan lingkungan di hulu adalah akibat dari tuntutan ekonomi yang dilegitimasi oleh keputusan politik untuk menambah pundi-pundi pendapatan asli daerah. Laju konversi lahan hijau di kawasan hulu menjadi kawasan perumahan mencapai sekitar 10 ribu hektare setiap tahun. Era otonomi mendorong semua pemerintahan di daerah untuk berlomba-lomba menggenjot pendapatan setinggi mungkin dengan mengabaikan keseimbangan ekologi. Padahal daerah hulu mempunyai fungsi ekologis yang sangat penting. Wacana untuk menerapkan kebijakan insentif-disinsentif dan kompensasi dari daerah hilir ke daerah hulu menjadi sangat relevan untuk segera diterapkan. Kebijakan insentif bertujuan untuk merangsang pihak tertentu untuk melakukan sesuatu yang diinginkan dan disinsentif adalah kebalikannya, yaitu menjauhkan perilaku yang tidak diinginkan. Insentif dapat berupa reward untuk pihak yang menjalankan kegiatan pelestarian lingkungan. Disinsentif dapat berupa denda, sanksi, maupun hukuman yang bisa menimbulkan efek jera bagi perusak lingkungan, sedangkan kompensasi adalah besaran moneter maupun nonmoneter yang diberikan pada pihak yang telah melestarikan lingkungan sehingga memberikan dampak positif bagi sebagian besar masyarakat. Jika daerah hulu bersedia atau diharuskan untuk mengalokasikan sekian persen daerahnya sebagai wilayah ekologis, yang berarti akan mengontrol secara ketat pembangunan ekonominya sehingga berdampak pada pendapatan, daerah hilir mesti memberikan insentif dan kompensasi yang layak. Insentif dan kompensasi ini harus setara dengan pengorbanan ekonomi dan sosial yang telah dilakukan oleh daerah hulu dan cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar minimum bagi masyarakatnya, sedangkan disinsentif diterapkan bagi daerah hulu maupun hilir yang tidak mengindahkan kebijakan untuk melestarikan lingkungan. Pendekatan humanis Pendekatan ekosistem harus paralel dengan pendekatan humanis. Kebijakan insentif dan kompensasi adalah juga salah satu manifestasi dari pendekatan yang humanis. Bahwa masyarakat yang hidup di kawasan hulu mempunyai hak yang sama untuk hidup secara sejahtera dan berkecukupan, seperti mereka yang hidup di hilir. Insentif dan kompensasi adalah upaya untuk membuat kesejahteraan masyarakat di hulu meningkat dengan tidak melihat upaya melestarikan lingkungan sebagai sebuah paksaan. Peristiwa 121 Isu lain, masyarakat yang tinggal di bantaran sungai dianggap sebagai salah satu penyebab meluapnya air karena terjadi penyempitan alur sungai. Mereka yang tinggal di bantaran bukanlah sebuah pilihan, namun karena kemiskinan. Relokasi mereka dari bantaran sungai harus diikuti dengan pemberian alternatif permukiman yang permanen, murah, dan sehat. Hal ini juga terkait dengan isu ketidakadilan, di mana mereka yang kaya dapat dengan mudah menguasai tanah dan mengubah tata ruang, sedangkan yang miskin selalu disalahkan oleh pemerintah. Pendekatan humanis juga akan mendorong partisipasi publik dalam kebijakan penanganan banjir karena banjir tidak mengenal strata sosial, ekonomi, dan politik. Kejadian banjir kali ini menegaskan bahwa semua kalangan menjadikan banjir sebagai ancaman bersama dan melestarikan lingkungan adalah sebuah tuntutan yang tidak bisa ditunda-tunda lagi. Republika, 10 Februari 2007 Susunlah sebuah karangan singkat dengan ketentuan: 1. tematopiknya bebas pilih yang aktual, 2. dikembangkan secara deduktif, 3. panjang karangan 300 – 500 kata, 4. disusun dalam 6 – 8 paragraf terdiri atas paragraf pembuka, isi, dan penutup, 5. terlebih dahulu susunlah kerangka karangannya Kemampuan Bersastra

A. Mendengarkan