IV. KAJIAN BIOLOGI NEMATODA SISTA KENTANG INDONESIA
Abstrak LISNAWITA. Kajian Biologi Nematoda Sista Kentang Indonesia. Dibimbing
oleh MEITY SURADJI SINAGA, GUSTAF ADOLF WATTIMENA, SUPRAMANA dan GEDE SUASTIKA
Nematoda sista kentang G. rostochiensis dan G. pallida NSK merupakan patogen penting pada tanaman kentang. Perkembangan dan perilaku nematoda ini
sangat dipengaruhi oleh lingkungan. Oleh karena itu pengetahuan tentang biologi NSK sangat dibutuhkan, karena dapat memberikan informasi sebaran geografi dan
dinamika populasi nematoda. Penelitian tentang pengaruh temperatur 12, 15, 18, 21 dan 24ºC terhadap faktor biologi serta mengamati pascaembriogenik dan siklus
hidup NSK telah dilakukan di growth chamber. Pengamatan dilakukan terhadap jumlah sista, faktor reproduksi, daya tahan hidup, keperidian, multiplikasi,
pascaembriogenik dan siklus hidup NSK. Hasil penelitian diperoleh temperatur optimum untuk menghasilkan sista baru dengan faktor reproduksi yang paling tinggi,
daya tahan hidup, keperidian dan multiplikasi NSK adalah 15-21ºC. Nematoda sista kentang melengkapi siklus hidupnya dalam 30-35 hari .
Kata kunci : Kajian biologi, nematoda sista kentang, pascaembriogenik siklus hidup,
temperatur optimum
IV. BIOLOGY STUDY OF INDONESIAN POTATO CYTS NEMATODE
Abstract LISNAWITA. Biology Study of Indonesian Potato Cyts Nematode. Supervised
by MEITY SURADJI SINAGA, GUSTAF ADOLF WATTIMENA, SUPRAMANA GEDE SUASTIKA
Potato cyst nematodes PCN G. rostochiensis and G. pallida are important pathogens of potato. The growth and behaviour of nematodes are affected by the
environment. Therefore, determination of the biology of Indonesian populations is urgently needed, because it can give information about population dynamics of the
nematodes and geographical distribution. Experiments of temperature effect 12, 15, 18, 21 and 24ºC on biology factors, postembryonic and life cycle of PCN were
carried in the growth chambers. Observation was conducted on number of cysts, reproduction factor Rf, survival, fecundity, multiplication, postembryonic and life
cycle of PCN. The optimum temperature range for maximum cysts production with the highest Rf, survival, fecundity and multiplication was 15-21ºC. PCN completed
their life cycle within 30-35 days.
Key words : Biology study, potato cyst nematode, postembryonic, life cycle, optimum temperature
Pendahuluan
Nematoda sista kentang NSK, G. rostochiensis dan G. pallida merupakan nematoda parasit terpenting pada tanaman kentang Jensen et al. 1979. Saat ini
NSK telah tersebar di banyak negara subtropik dan tropik yang berudara sejuk. Kondisi lingkungan yang sesuai untuk pertumbuhan kentang, akan sesuai juga untuk
hidup dan perkembangan NSK. Seperti nematoda parasit tumbuhan lainnya, faktor lingkungan seperti
temperatur, kelembaban, aerasi dan jenis tanah mempengaruhi perkembangan NSK. Di antara faktor lingkungan tersebut, temperatur merupakan faktor abiotik yang
paling penting. Nematoda sista kentang mempunyai temperatur optimum untuk metabolisme, pertumbuhan dan aktivitasnya Vannier 1994. Di samping itu
temperatur juga mempengaruhi dormansi diapause Huang Pereira 1994, siklus hidup, daya tahan hidup survival dan perilaku behaviour NSK Wharton et al.
2002. Peningkatan atau penurunan temperatur dari temperatur optimum, menyebabkan laju metabolisme dan aktivitas nematoda menjadi lambat Vannier
1994. Perbedaan aktivitas pada nematoda menyebabkan temperatur yang
dibutuhkan akan berbeda, begitu juga perbedaan di dalam populasi pada spesies nematoda yang sama akan membutuhkan temperatur yang berbeda juga, seperti yang
ditemukan pada G. rostochiensis. Perkembangan G. rostochiensis pada tanaman inang akan terhambat pada temperatur 29-32ºC, tetapi larva masih bisa keluar dari
sista sampai suhu 37ºC. Temperatur optimum untuk invasi spesies ini adalah antara temperatur 21-25ºC, dan temperatur optimum untuk perkembangannya pada
tanaman inang adalah antara temperatur 18-24ºC. Beberapa penelitian pengaruh temperatur terhadap aktivitas NSK telah
dilakukan. Mc Kenna Winslow 1972, mendapatkan bahwa pada temperatur 25ºC juvenil G. rostochiensis menetas lebih cepat dibandingkan G. pallida. Ellis
Hesling 1975 telah menguji 20 isolat G. rostochiensis dan G. pallida pada temperatur 18ºC, hasil penelitian menunjukkan G. pallida menetas lebih cepat
daripada G. rostochiensis. Stone Webley 1975 mendapatkan pada temperatur yang tinggi, sista G. pallida lebih sensitif dibandingkan G. rostochiensis.
Secara umum Robinson et al. 1987, menyatakan G. pallida mempunyai temperatur optimum yang lebih rendah untuk menetas dibandingkan G.
rostochiensis.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari biologi NSK dengan mengetahui pengaruh temperatur terhadap faktor biologi dan mengamati perkembangan
pascaembriogenik dan siklus hidup NSK.
Metode Penelitian Tempat dan Waktu
Penelitian dilakukan di growth chamber dan Laboratorium Nematologi Tumbuhan Departemen Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian IPB. Penelitian
dilaksanakan dari bulan September 2005 sampai Januari 2006.
Persiapan Tanaman Inang
Kajian biologi NSK terdiri dari 1 Pengujian pengaruh temperatur terhadap perkembangan dan perilaku NSK, 2 Pengamatan perkembangan pascaembriogenik
NSK dan 3 Mendapatkan siklus hidup lengkap NSK, dilakukan dengan menggunakan kentang kultivar Desiree. Tanaman inang diperbanyak secara kultur
jaringan dengan menggunakan media MS0 Lampiran 2. Setelah berumur 2 minggu, planlet di aklimatisasi dengan memindahkannya ke dalam pot plastik diameter 5
cm dan tinggi 9 cm. Media tanam yang digunakan adalah tanah : arang sekam steril vv : 1:1. Untuk membantu pertumbuhan, tanaman di pupuk sebanyak dua kali,
yaitu 7 dan 30 hari setelah aklimatisasi, masing-masing dengan 0,25 gram Urea.
Multiplikasi Nematoda Sista Kentang di Laboratorium
Sebelum pengujian dilakukan terlebih dahulu dilakukan multiplikasi sista NSK sebagai sumber inokulum di laboratorium. Multiplikasi NSK dilakukan dengan
menggunakan metode yang dikembangkan oleh Foot 1977 dengan sedikit modifikasi. Pot plastik bening dengan diameter 9 cm dan tinggi 15 cm disterilisasi
permukaan dengan 1 sodium hipoklorit selama 30 menit, kemudian dibilas dengan air steril sebanyak dua kali. Pot kemudian diisi dengan media tanah : pasir steril vv
= 1:1. Selanjutnya umbi kentang yang telah siap ditanam diletakkan pada bagian tengah pot. Sepuluh sista NSK dari isolat S1, S2, S3 dan S4 disterilisasi permukaan
dengan merendamkannya ke dalam 0,05 streptomisin sulfat selama 5 menit, dilanjutkan dengan 0,01 HgCl2 selama 5 menit dan dibilas dengan air steril
sebanyak 2 kali, sista disebar di sekeliling umbi kentang. Tanaman dipelihara di ruang kultur dengan tempertur 20ºC. Sista yang berkembang digunakan sebagai
sumber inokulum.
Pengujian Pengaruh Temperatur terhadap NSK Populasi Nematoda Sista Kentang
Sista dari ke-empat isolat S1, S2, S3, dan S4 dikumpulkan dari multiplikasi NSK di laboratorium dengan mengekstraksi tanah menggunakan metode Sheperd
1985. Untuk mendapatkan pertumbuhan akar yang relatif seragam, delapan hari sebelum dinokulasi, semua tanaman uji di tempatkan pada growth chamber pada
temperatur 18ºC Foot 1977. Sepuluh sista NSK diinokulasi pada setiap tanaman dengan cara menaburkannya di sekitar akar Foot 1978 ; Franco 1979. Tanaman
dibiarkan di dalam growth chamber pada temperatur 12ºC, 15ºC, 18ºC, 21ºC dan 24ºC dengan kelembaban relatif RH 80, pencahayaan dengan 12 jam terang dan
12 jam gelap selama 56 hari.
Rancangan Percobaan
Penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap RAL faktorial, yang terdiri dari dua faktor dengan 5 ulangan. Faktor pertama yaitu perlakuan isolat S
dan faktor kedua adalah temperatur T. Perlakukan isolat terdiri dari empat taraf, yaitu : S1, S2, S3 dan S4. Perlakuan temperatur terdiri atas 5 taraf temperatur yang
berbeda, yaitu : T1 = 12ºC, T2 = 15ºC, T3 = 18ºC, T4 = 21ºC dan T5 = 24ºC. Kombinasi perlakuan adalah 4 x 5 = 20 kombinasi perlakuan. Total tanaman yang
digunakan adalah 20 x 5 = 100 tanaman.
Model linear rancangan percobaan ini adalah : Yijk =
μ + άi + βj + άβij + εijk i = 0, 1, 2, 3 j = 1, 2, 3, ..., 5
k =1, 2, 3, ..., 5 Yijk : nilai pengamatan respon dari faktor isolat nematoda taraf ke-i
dan faktor temperatur taraf ke-j, ulangan ke-k μ
: nilai rata-rata perlakuan, άi
: pengaruh aditif dari taraf ke-i faktor isolat nematoda, βj
: pengaruh aditif dari taraf ke-j faktor temperatur, άβij : pengaruh interaksi taraf ke-i faktor isolat nematoda dan taraf ke-
j faktor temperatur, εijk : pengaruh galat pada ulangan ke-k untuk taraf ke-i faktor isolat
nematoda dan taraf ke-j faktor temperatur
Untuk mengetahui pengaruh perlakuan dilakukan dengan analisis ortogonal polinomial dan analisis korelasi antar variabel.
Pengamatan
Pengamatan dilakukan dengan mengeluarkan tanaman dari pot. Tanah dan akar diekstraksi dengan metode Sheperd 1985. Pengamatan dilakukan terhadap : a
sista baru pada akhir pengamatan, b faktor reproduksi Rf, yaitu dengan membandingkan jumlah sista pada akhir penelitian Pf dengan jumlah sista pada
awal penelitian Pi, c daya tahan hidup, yaitu jumlah sista baru dibandingkan dengan jumlah telur yang diinfestasikan, c keperidian, yaitu jumlah telur
dibandingkan dengan jumlah sista baru, dan d multiplikasi nematoda, yaitu perkalian antara kemampuan bertahan hidup dengan keperidian.
Perkembangan Pascaembriogenik Populasi Nematoda Sista Kentang
Pengamatan perkembangan pascaembriogenik dilakukan dengan menggunakan satu isolat, yaitu isolat S1. Inokulum berasal dari multiplikasi NSK di
laboratorium. Tanah diekstraksi dengan metode Sheperd 1985, kemudian sista yang ada dikumpulkan sebagai inokulum.
Perkembangan NSK pada Tanaman Kentang
Pengamatan perkembangan pascaembriogenik NSK dipelajari dengan menginfestasikan 10 sista per pot tanaman kentang yang berumur delapan hari.
Tanaman kemudian ditempatkan pada growth chamber pada temperatur 18ºC Foot 1977. Fase perkembangan pascaembriogenik diamati setiap hari. Pengamatan
dilakukan dengan membongkar lima batang tanaman kentang dengan hati-hati, kemudian akar dicuci bersih di bawah air mengalir, selanjutnya dengan 4 natrium
hipoklorit NaOH dan diwarnai dengan asam fuchsin. Pengamatan dilakukan di bawah mikroskop stereo binokuler. Pengamatan dianggap selesai jika siklus hidup
telah lengkap, yaitu telah menghasilkan sista baru pada tanaman kentang uji.
Hasil Multiplikasi Nematoda Sista Kentang di Laboratorium
A B
Gambar 4.1 Metode multiplikasi nematoda sista kentang di laboratorium A.
Tanaman kentang di dalam pot plastik B.
Sista-sista NSK di sepanjang permukaan akar tanda panah
Semua isolat nematoda sista kentang yang diperbanyak di laboratorium dapat berkembang dengan baik. Hal ini dapat diketahui dengan terdapatnya nematoda
betina yang berwarna putih hingga kuning keemasan di sepanjang akar tanaman kentang Gambar 4.1. Akar tanaman dapat berkembang dengan baik, walaupun
ukuran akar lebih kecil dibandingkan akar yang ditanam pada kondisi normal di lapang, tetapi kondisi ini tidak menghalangi nematoda untuk berkembang dengan
baik. Metode multiplikasi di laboratorium dengan temperatur 20ºC telah cukup
baik untuk multiplikasi NSK. Peremajaan dilakukan 2-3 bulan sekali dengan mengganti umbi kentang baru yang telah disterilkan. Sista-sista yang ada digunakan
untuk pengujian-pengujian berikutnya.
Pengaruh Temperatur terhadap NSK Gejala Tanaman yang Terinfeksi Nematoda Sista Kentang
A B
D C
Gambar 4.2 Gejala tanaman yang terinfeksi NSK di growth chamber. A. Tanaman sehat, B.15 hari setelah inokulasi hsi, C. 25 hsi, D. 50 hsi
Pengujian pengaruh temperatur terhadap NSK dilakukan di growth chamber dengan menggunakan 4 isolat NSK, yaitu S1, S2, S3 dan S4. Varietas kentang yang
digunakan adalah varietas Desiree dari berbanyakan kultur jaringan. Pengujian dilakukan dengan menggunakan beberapa temperatur yang berbeda. Selama
pengujian juga diamati gejala yang ditimbulkan karena infeksi NSK. Tanaman yang terinfeksi NSK ditandai dengan gejala daun menguning yang dimulai dari daun
bagian bawah. Gejala ini menyerupai gejala pada tanaman yang kekurangan unsur N. Gambar 4.2 B. Pada gejala lanjut semua daun akan menguning Gambar 4.2 C
dan akhirnya tanaman mati Gambar 4.2 D.
a. Jumlah Sista Baru
Pengaruh temperatur terhadap banyaknya sista baru yang dihasilkan dari setiap isolat bervariasi. Jumlah sista terendah terdapat pada isolat S4 dan yang
tertinggi terdapat pada isolat S3. Hasil analisis ortogonal polinomial, menunjukkan bahwa temperatur sangat mempengaruhi jumlah sista baru yang dihasilkan pada 56
hari setelah inokulasi hsi. Peningkatan temperatur akan diikuti dengan bertambahnya jumlah sista yang dihasilkan. Temperatur yang optimum untuk
mendapatkan jumlah sista yang tinggi adalah antara 15-21ºC. Jumlah sista yang dihasilkan akan menurun secara nyata pada temperatur di bawah 15ºC dan di atas
21ºC. Pengaruh temperatur terhadap jumlah sista baru bersifat kuadratik dengan masing-masing persamaan dari setiap isolat dapat dilihat pada Gambar 4.3.
b. Faktor Reproduksi Rf
Hasil yang sama didapat pada faktor reproduksi Rf. Jumlah sista baru yang dihasilkan mempunyai korelasi positif dengan faktor reproduksi. Semakin tinggi
jumlah sista yang dihasilkan, maka semakin tinggi faktor reproduksi. Faktor reproduksi terendah terdapat pada isolat S4 dan yang tertinggi terdapat pada isolat
S3. Hasil ortogonal polinomial didapat temperatur optimum untuk mendapatkan faktor reproduksi yang tinggi adalah 15-21ºC. Pengaruh temperatur bersifat kudratik
terhadap faktor reproduksi, dengan masing-masing persamaan kuadratik seperti pada Gambar 4.4.
Jumlah sista
y = -0,7x
2
+ 24,847x - 192,76 R
2
= 0,9488
0,0 10,0
20,0 30,0
40,0 50,0
60,0 70,0
9 12
15 18
21 24
27 Jumlah sista
y = -0,8492x
2
+ 30,338x - 238,18 R
2
= 0,9584
0,0 10,0
20,0 30,0
40,0 50,0
60,0 70,0
9 12
15 18
21 24
27
A B
Y= -0,7x
2
+24,847x-192,76 R
2
= 0,9488 Y=-0,85x
2
+30,338x-238,18 R
2
= 0,9584
Temperatur ºC Temperatur ºC
y = -1,4413x
2
+ 51,299x - 402,39 R
2
= 0,9238
0,0 10,0
20,0 30,0
40,0 50,0
60,0 70,0
9 12
15 18
21 24
27
y = -0,2857x
2
+ 10,006x - 75,309 R
2
= 0,7446 0,0
10,0 20,0
30,0 40,0
50,0 60,0
70,0
9 12
15 18
21 24
2
Jumlah sista
C
Y=-1,44x
2
+51,299x-402,39 R
2
= 0,9238
D
Jumlah sista
Y=-0,28x
2
+10,006x-75,309 R
2
= 0,7446
7
Temperatur ºC Temperatur ºC
Gambar 4.3 Pengaruh temperatur terhadap jumlah sista NSK Indonesia A. S1 Jawa Timur lokasi 1, B. S2 Jawa Timur lokasi 2,
C. S3 Jawa Timur lokasi 3 dan D. S4 Pawuhan Jawa Tengah
c. Daya Tahan Hidup
Berdasarkan analisis ortogonal polinomial temperatur sangat mempengaruhi daya tahan hidup keempat isolat NSK. Isolat S3 merupakan isolat dengan
kemampuan bertahan hidup yang paling lama, sedangkan S4 mempunyai kemampuan bertahan hidup yang paling singkat. Hal ini dapat diketahui dengan
melihat Gambar 4.5, yang menunjukkan persamaan polinomial dengan pola kuadratik. Kemampuan bertahan hidup optimum dari setiap isolat NSK dicapai pada
temperatur 15-21ºC. Kemampuan bertahan hidup akan menurun pada temperatur di bawah 15ºC atau di atas 21ºC.
y = -0,07x
2
+ 2,4847x - 19,276 R
2
= 0,9488
0,0 1,0
2,0 3,0
4,0 5,0
6,0 7,0
9 12
15 18
21 24
27
RF
y = -0,0849x
2
+ 3,0338x - 23,818 R
2
= 0,9584
0,0 1,0
2,0 3,0
4,0 5,0
6,0 7,0
9 12
15 18
21 24
Faktor reproduksi Faktor reproduksi
A B
Y=-0,085x
2
+3,03x-23,82 R
2
= 0,958 Y=-0,07x
2
+2,48x-19,28 R
2
= 0,949
27 Temperatur ºC
Temperatur ºC
y = -0,1441x
2
+ 5,1299x - 40,239 R
2
= 0,9238
10 0,0
1,0 2,0
3,0 4,0
5,0 6,0
7,0
9 12
15 18
21 24
27
RF
y = -0,0314x2 + 1,1034x - 8,3691 R2 = 0,7316
0,0 1,0
2,0 3,0
4,0 5,0
6,0 7,0
9 12
15 18
21 24
27 Faktor reproduksi
D
Y=-0,144x
2
+5,130x-40,239 R
2
= 0,9238 Faktor reproduksi
C
RF Y=-0,031x
2
+1,103x-8,369 R
2
= 0,7316
Temperatur ºC Temperatur ºC
Gambar 4. 4 Pengaruh temperatur terhadap faktor reproduksi NSK Indonesia A. S1 Jawa Timur lokasi 1, B. S2 Jawa Timur lokasi 2,
C. S3 Jawa Timur lokasi 3 dan D. S4 Pawuhan Jawa Tengah
d. Keperidian
Seperti halnya jumlah sista baru, faktor reproduksi dan daya tahan hidup, keperidian juga sangat dipengaruhi oleh temperatur. Berdasarkan analisis ortogonal
polinomial temperatur sangat mempengaruhi keperidian nematods, dengan pola persamaan kuadratik Gambar 4.6. Keperidian semakin meningkat dengan semakin
tingginya temperatur. Keperidian mencapai optimum pada temperatur antara 15- 21ºC, dan menurun pada temperatur di bawah 15ºC atau di atas 21ºC.
Daya tahan hidup Daya tahan hidup
y = -0,00047x
2
+ 0,01657x - 0,12857 R
2
= 0,94998
0,000 0,005
0,010 0,015
0,020 0,025
0,030 0,035
0,040 0,045
9 12
15 18
21 24
27 y = -0,00056x
2
+ 0,02013x - 0,15787 R
2
= 0,95724
0,000 0,005
0,010 0,015
0,020 0,025
0,030 0,035
0,040 0,045
9 12
15 18
21 24
27
y = -0,00096x
2
+ 0,03430x - 0,26917 R
2
= 0,92345
0,000 0,005
0,010 0,015
0,020 0,025
0,030 0,035
0,040 0,045
9 12
15 18
21 24
27 y = -0,00019x
2
+ 0,00660x - 0,04972 R
2
= 0,74616
Temperatur ºC Y=-0,0006x
2
+0,020x-0,158 R
2
= 0,957
A B
Y=-0,0005x
2
+0,017x-0,128 R
2
= 0,950
Temperatur ºC Y=-0,00096x
2
+0,034x-0,270 R
2
= 0,923 Daya tahan hidup
Daya tahan hidup
0,000 0,005
0,010 0,015
0,020 0,025
0,030 0,035
0,040 0,045
D C
Y=-0,0002x
2
+0,007x-0,050 R
2
= 0,746
9 12
15 18
21 24
27
Temperatur ºC Temperatur ºC
Gambar 4. 5 Pengaruh temperatur terhadap daya tahan hidup NSK Indonesia A. S1 Jawa Timur lokasi 1, B. S2 Jawa Timur lokasi 2,
C. S3 Jawa Timur lokasi 3 dan D. S4 Pawuhan Jawa Tengah
e. Multiplikasi Nematoda
Berdasarkan analisis ortogonal polinomial didapat bahwa temperatur sangat mempengaruhi kemampuan nematoda untuk memperbanyak diri Gambar 4.7.
Peningkatan temperatur akan diikuti dengan peningkatan kemampuan NSK untuk memperbanyak diri. Temperatur optimum untuk NSK memperbanyak diri secara
optimal adalah 15-21ºC. Kemampuan memperbanyak diri isolat S4 lebih rendah dibingkan dengan S1, S2 dan S3. Pada tempertur di bawah 15ºC dan di atas 21ºC
kemampuan NSK untuk memperbanyak diri akan terhambat.
y = -1,0127x
2
+ 40,764x - 276,97 R
2
= 0,8158 20
40 60
80 100
120 140
160 180
9 12
15 18
21 24
2
Keperidian
7
Keperidian Y=-1,013x
2
+40,76x-276,97 R
2
= 0,816
y = -1,3635x
2
+ 51,159x - 340,23 R
2
= 0,7774
20 40
60 80
100 120
140 160
180
9 12
15 18
21 24
27
B
Y=-1,363x
2
+51,159x-340,23 R
2
= 0,777
A
y = -1,3317x2 + 50,83x - 352,87 R2 = 0,4352
20 40
60 80
100 120
140 160
180
9 12
15 18
21 24
27 y = -1,9333x
2
+ 70,613x - 488,08 R
2
= 0,9202
20 40
60 80
100 120
140 160
180
9 12
15 18
21 24
2 Temperatur ºC
Temperatur ºC Keperidian
D
Y=-1,33x
2
+50,83x-352,87 R
2
= 0,435 Y=-1,933x
2
+70,61x-488,08 R
2
= 0,920 Keperidian
C
7 Temperatur ºC
Temperatur ºC
Gambar 4. 6 Pengaruh temperatur terhadap keperidian NSK Indonesia A. S1 Jawa Timur lokasi 1, B. S2 Jawa Timur lokasi 2,
C. S3 Jawa Timur lokasi 3 dan D. S4 Pawuhan Jawa Tengah
y = -0,04744x
2
+ 1,68301x - 13,02973 R
2
= 0,90968
1 2
3 4
5 6
7
9 12
15 18
21 24
27
y = -0,09276x
2
+ 3,33495x - 26,62777 R
2
= 0,84383
1 2
3 4
5 6
7
9 12
15 18
21 24
27
Multiplikasi Multiplikasi
A B
Y=-0,093x
2
+3,335x-26,628 R
2
= 0,844 Y=-0,047x
2
+1,683x-13,030 R
2
= 0,9097
Temperatur ºC Temperatur ºC
y = -0,14510x
2
+ 5,18207x - 41,05665 R
2
= 0,85142
1 2
3 4
5 6
7
9 12
15 18
21 24
27 y = -0,02825x
2
+ 1,01103x - 8,00528 R
2
= 0,60023
1 2
3 4
5 6
7
9 12
15 18
21 24
Multiplikasi Multiplikasi
D C
Y=-0,145x
2
+5,182x-41,057 R
2
= 0,851 Y=-0,028x
2
+1,011x-8,005 R
2
= 0,600
27
Temperatur ºC Temperatur ºC
Gambar 4.7 Pengaruh temperatur terhadap multiplikasi NSK Indonesia A. S1 Jawa Timur lokasi 1, B. S2 Jawa Timur lokasi 2,
C. S3 Jawa Timur lokasi 3 dan D. S4 Pawuhan Jawa Tengah
Dari data jumlah sista baru, faktor reproduksi Rf, daya tahan hidup, keperidian dan multiplikasi dapat dibuat korelasi antara faktor biologi seperti Tabel
4.1. Dari Tabel 4.1 dapat dilihat antara faktor biologi berkorelasi positif sangat nyata dengan faktor biologi yang lain. Hal ini menakan antara faktor biologi yang satu
dengan faktor biologi yang lain saling mempengaruhi. Seperti kemampuan nematoda untuk menghasilkan sista baru akan mempengaruhi keperidian,
multiplikasi, Rf dan kemampuan bertahan hidup nematoda. Semakin tinggi jumlah sista yang dihasilkan maka semakin tinggi faktor reproduksi, kemampuan bertahan
hidup, keperidian dan kemampuan nematoda untuk memperbanyak diri.
Tabel 4.1 Korelasi antara jumlah sista baru, faktor reproduksi Rf, daya tahan hidup, keperidian dan multiplikasi NSK Indonesia
Daya tahan
hidup Keperidian
Multiplikasi Rf
Keperidian 0.286 - - -
Multiplikasi 0.908 0.478
- - Rf 0.999
0.294 0.908
- Jumlah sista
1.000 0.287
0.908 0.999
Keterangan : sangat nyata pada taraf ά = 1
Perkembangan Pascaembriogenik Nematoda Sista Kentang
Telur nematoda sista kentang berada di dalam sista dalam keadaan satu sel, kemudian membelah menjadi 2 sel, 4 sel, 8 sel dan seterusnya sehingga terbentuk
juvenil stadia-1 J1 Gambar 4.8 A, kemudian juvenil stadia-2 J2. Juvenil stadia- 2 akan menetas dari telur jika ada rangsangan senyawa kimia yang dikeluarkan oleh
tanaman inang dari famili Solanaceae. Setelah keluar dari kulit telur Gambar 4.8 B, J2 akan bermigrasi mendekati akar dan melakukan penetrasi di dekat titik tumbuh
ujung akar atau akar-akar lateral dengan menggunakan stiletnya. Tidak diketahui secara tepat kapan penetrasi terjadi karena sulit untuk mengamati interaksi inang-
patogen di dalam tanah, tetapi pada penelitian ini J2 ditemukan di dalam jaringan akar tanaman kentang 8 hari setelah inokulasi hsi Gambar 4.8 C dan D. Setelah
masuk ke dalam akar, J2 akan menetap di dalam jaringan tersebut dan mulai terbentuk sinsitium. Nematoda akan tetap di dalam sinsitium hingga berkembang
menjadi juvenil stadia-3 J3 yaitu 18 hsi Gambar 4.9A, dan juvenil stadia-4 yaitu 21-22 hsi Gambar 4.9 B. Setelah melewati J4, nematoda akan berkembang menjadi
betina Gambar 4.9 C, atau jantan Gambar 4.9 D pada 26 hsi. Jantan dewasa akan keluar dari dalam jaringan akar, dan masuk ke dalam tanah sedangkan betina tetap
berada di dalam jaringan akar. Tubuh betina dewasa mulai membesar, selanjutnya bagian posterior tubuh akan keluar dari jaringan akar sehingga hanya bagian kepala
dan leher yang tetap di dalam jaringan akar Gambar 4.9 D.
B A
C D
Gambar 4.8 Perkembangan pascaembriogenik nematoda sista kentang. A. Telur dan J1. B. J2 menetas dari telur. C. J2 di dalam jaringan akar. D. Fase
akhir J2.
A B
C
D E
Gambar 4.9 Perkembangan pascaembriogenik nematoda sista kentang. A. J3. B. J4. C. Betina. D. Jantan. E. Sista
Pada tahap berikutnya, betina dewasa akan mengeluarkan sex pheromone untuk ”memanggil” jantan dewasa yang berada di dalam tanah dan perkawinan
segera terjadi. Jantan mampu melakukan perkawinan sebanyak 10 kali sebelum akhirnya mati. Embrio berkembang di dalam telur hingga J2 berlangsung di dalam
tubuh betina. Setelah betina mati, kutikulanya akan membentuk sista dengan
sejumlah telur di dalamnya. Siklus hidup NSK dalam penelitian ini lengkap, yaitu dari sista hingga membentuk sista baru berlangsung dalam 30-35 hari pada kondisi
growth chamber dengan temperatur 18ºC Gambar 4.9 E. Siklus hidup
selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 4.10.
Gambar 4.10 Siklus hidup nematoda sista kentang
Betina dengan berbagai stadia
Juvenil stadia-3 J3
J2 penetrasi ke dalam akar
Jantan, bebas di dalan tanah
Gejala pada tanaman
Sista
Telur Juvenil stadia-4
J4 Betina
Berkembang menjadi
Betina dan sista
E
Pembahasan
Temperatur merupakan faktor abiotik penting yang mempengaruhi proses
menunjukkan bahwa pengaruh temperatur terhadap faktor biologi
fisiologis dan perilaku nematoda Ferris et al. 1996 ; Gao Becker 2002 ; Noe 1991 melaporkan perkembangan dan pertumbuhan nematoda secara langsung
dipengaruhi oleh temperatur. Temperatur juga mempengaruhi masa dormansi atau diapause nematoda Huang Pereira 1994 yang selanjutnya akan mempengaruhi
siklus hidup nematoda. Hasil penelitian
, yaitu jumlah sista baru, faktor reproduksi, daya tahan hidup, keperidian dan multiplikasi untuk keempat isolat NSK yang digunakan mempunyai pola kuadratik.
Masing-masing isolat mempunyai persamaan kuadratik dengan temperatur optimum antara 15-21ºC. Jumlah sista baru, faktor reproduksi, daya tahan hidup, keperidian
dan multiplikasi akan mengalami penurunan pada temperatur di bawah 15ºC atau di atas 21ºC. Hasil ini sejalan dengan temperatur tanah yang didapat pada saat survei
dilakukan. Pada lokasi survei Jawa Timur rata-rata temperatur tanah adalah 19ºC, Jawa Barat adalah 20ºC, sedangkan Jawa Tengah rata-rata temperatur tanah lebih
rendah, yaitu 16ºC. Temperatur tanah yang didapat pada semua lokasi survei merupakan temperatur tanah yang optimum untuk perkembangan G. rostochiensis.
Hal ini konsisten dengan hasil yang didapat pada Bab III bahwa keempat isolat N
yang sangat nyata SK yang digunakan adalah G. rostochiensis, walaupun isolat Jawa Tengah
S4 adalah populasi campuran, tetapi jika dilihat dari temperatur optimum di atas jelas G. rostochiensis lebih dominan pada pengujian ini. Menurut Wharton 2004
setiap spesies mempunyai temperatur optimum yang berbeda untuk perkembangan dan aktivitas metabolismenya. Temperatur yang berada di bawah atau di atas
temperatur optimum dapat menyebabkan laju dan aktivitas metabolisme menurun. Mulder 1988 melaporkan bahwa temperatur optimum untuk multiplikasi dan
penetasan G. rostochiensis adalah mendekati 20ºC, dan proses ini akan menurun drastis pada temperatur di bawah 10ºC dan di atas 27ºC. Sedangkan G. pallida
mempunyai temperatur optimum yang lebih rendah. Hasil yang sama dilaporkan oleh Castillo Vovlas 2002, temperatur optimum untuk penetasan telur
Heterodera mediterranea pada tanaman zaitun adalah 20-25ºC.
Hasil penelitian menunjukkan adanya korelasi positif antara jumlah sista baru, faktor reproduksi, daya tahan hidup, keperidian dan
multiplikasi. Hal ini menunjukkan adanya interaksi diantara faktor-faktor biologi tersebut, dengan kata lain setiap faktor biologi mempunyai ketergantungan yang
sangat erat dengan faktor biologi yang lain. Kemampuan daya tahan hidup sangat tergantung dari jumlah sista baru, faktor reproduksi, keperidian dan multiplikasi
nematoda. Semakin banyak sista yang dihasilkan, semakin tinggi faktor reproduksi, keperidian dan multiplikasi nematoda hingga pada akhirnya nematoda mempunyai
kemampuan mempertahankan hidup yang semakin besar. Menurut Patricia Keith 2004 tidak banyak laporan mengenai interaksi biologi ini, karena nematoda hidup
di dalam tanah atau di dalam jaringan inang sehingga sulit untuk mengamatinya secara langsung.
Gambar 4.3 sampai dengan 4.7 menunjukkan semua faktor biologi yang paling rendah didapat pada isolat S4 Jawa Tengah. Hal ini disebabkan karena isolat
Jawa Tengah merupakan populasi campuran yaitu G. rostochiensis dan G. pallida. Kehadiran kedua spesies NSK pada lokasi yang sama dapat menyebabkan terjadinya
kompetisi diantara kedua spesies tersebut. Walaupun berdasarkan temperatur yang di dapat memberi peluang bagi G. rostochiensis untuk mendominasi lokasi tersebut.
Foot 1977 menyatakan walaupun pada suatu lokasi teridentifikasi kedua spesies NSK, temperatur akan menentukan spesies yang akan dominan di lokasi tersebut.
Siklus hidup
G. rostochiensis dari sista ke sista berikutnya memerlukan
waktu 30-35 hari. Siklus hidup ini lebih pendek dibandingkan dengan siklus hidup yang dikemukan oleh Baldwin Mundo-ocampo 1991 yaitu 38-45 hari, dan
peneliti lainnya yaitu 38-48 hari Anonimus 2007b atau 50-70 hari Anonimus 2007c. Perbedaan panjang siklus hidup ini dapat disebabkan karena perbedaan
kondisi lingkungan. Menurut Norton 1978 nematoda tergolong sebagai jasad renik yang perkembangan populasinya sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Dalam
kondisi alami, populasi nematoda berfluktuasi mengikuti perubahan lingkungan. Seperti diketahui siklus hidup yang dilaporkan peneliti-peneliti di atas, merupakan
siklus hidup pada daerah sub-tropik, hal ini akan sangat berbeda dengan Indonesia yang memiliki iklim tropik. Kemungkinan adanya perbedaan iklim ini menyebabkan
siklus hidup di daerah tropik lebih pendek dibandingkan siklus hidup di daerah sub tropik.
Kemungkinan lain dapat disebabkan karena impor bibit kentang ke Indonesia sudah berlangsung cukup lama. Kondisi ini memungkinkan masuknya NSK di
Indonesia juga sudah berlangsung lama, walaupun laporan kehadirannya baru dilakukan pada Maret 2003. Hal ini menyebabkan NSK sudah cukup mantap dan
telah beradaptasi dengan lingkungan di Indonesia, sehingga kondisi lingkungan terutama temperatur tanah dan panjang hari telah sangat sesuai bagi perkembangan
NSK. Kondisi yang demikian, menyebabkan siklus hidup NSK di Indonesia lebih pendek daripada siklus hidup di negara-negara sub tropik.
Perbedaan siklus hidup ini juga dapat disebabkan karena perbedaan pada jenis dan kerentanan tanaman uji yang digunakan. Veech 1982 melaporkan jenis
dan kerentanan tanaman inang sangat mempengaruhi perkembangan G. rostochiensis
. Tiap jenis tanaman akan memberikan reaksi fisiologis yang berbeda terhadap infeksi tanaman. Di samping itu kandungan hara di dalam jaringan tanaman
yang satu dengan yang lain dapat berbeda. Perbedaan tersebut diduga sebagai faktor yang sangat penting dalam menentukan panjang siklus hidup.
Perbedaan asal usul nematoda juga dapat mempengaruhi siklus hidup nematoda. Menurut Dropkin 1980, spesies nematoda yang daerah sebarnya luas
umumnya memiliki berbagai ekotipa dengan karakteristik biologi yang beragam. Daulton Nusbaum 1962 membandingkan perkembangan dua ekotipa
Meloidogyne javanica yang berasal dari Zimbabwe dan Georgia pada berbagai
kondisi lingkungan. Perkembangan embriogenik telur M. javanica yang berasal dari Zimbabwe pada tanah kering dan basah di Carolina Utara lebih cepat dibandingkan
embriogenik telur M. javanica dari Georgia. M. javanica ekotipa Zimbabwe telah beradaptasi secara fisiologis dengan kondisi lingkungan ekstrim dibandingkan
dengan ekotipa Georgia.
Simpulan
Temperatur sangat mempengaruhi faktor biologi NSK, seperti jumlah sista baru, faktor reproduksi, daya tahan hidup, keperidian dan multiplikasi. Temperatur
optimum untuk menghasilkan jumlah sista baru, faktor reproduksi, daya tahan hidup, keperidian dan multiplikasi antara 15-21ºC. Jumlah sista baru, faktor reproduksi,
daya tahan hidup, keperidian dan multiplikasi berkorelasi positif yang sangat nyata satu dengan yang lainnya.
Juvenil stadia-2 J2 dijumpai dalam jaringan akar 8 hsi, dilanjutkan dengan J3 pada 18 hsi, J4 pada 21-22 hsi, menjadi jantan atau betina 26 hsi dan menjadi
sista 30-35 hsi. NSK melengkapi siklus hidupnya dari sista hingga menjadi sista kembali adalah dalam 30-35 hari.
V. EVALUASI KETAHANAN TANAMAN DAN KISARAN INANG NEMATODA SISTA KENTANG INDONESIA
Abstrak
LISNAWITA.
Evaluasi Ketahanan Tanaman dan Kisaran Inang Nematoda sista Kentang Indonesia. Dibimbing oleh MEITY SURADJI SINAGA,
GUSTAF ADOLF WATTIMENA, SUPRAMANA dan GEDE SUASTIKA
Nematoda sista kentang Globodera rostocheinsis dan G. pallida NSK merupakan parasit utama kentang yang baru saja dilaporkan masuk ke wilayah
Indonesia. Setelah dilaporkan ada di Bumi Aji Jawa Timur, patogen kemudian ditemukan di wilayah Jawa Tengah dan Jawa Barat. Pengalaman negara-negara
Eropa dan Amerika, NSK dapat menyebabkan kehilangan hasil hingga mendekati 100, sehingga dapat menjadi ancaman serius bagi produsen dan industri kentang
di Indonesia bila tidak dilakukan penanganan secara tepat. Oleh karena itu perlu dicari strategi pengendalian yang tepat dan efektif untuk mengendalikan NSK di
Indonesia. Penelitian tentang evaluasi ketahanan dan kisaran inang NSK Indonesia telah dilakukan di rumah kassa. Sembilan kultivar kentang digunakan
untuk melihat reaksi ketahanan terhadap NSK, disamping itu 14 Solanaceae yang terdiri dari 12 varietas tomat, Leunca dan kentang kultivar Desiree kontrol
digunakan untuk mendapatkan Solanaceae yang potensial sebagai tanaman perangkap NSK. Hasil penelitian didapat tiga tipe ketahanan pada kultivar
kentang yaitu : rentan Desiree, Atlantik, hps 767 klon 160 dan tps 340 klon 149, agak tahan Astarte, Elkana, Granola dan Desiree transgenik 511.17 dan resisten
Solanum stoloniferum. Solanaceae yang potensial sebagai tanaman perangkap berturut-turut adalah tomat varietas Dona, Money Maker, dan Maestro.
Kata kunci: Ketahanan tanaman, kisaran inang, tanaman perangkap, nematoda sista kentang
V. PLANT RESISTANCE EVALUATION AND HOST RANGE OF INDONESIAN POTATO CYST NEMATODE