Tindak Pidana Asal Predicate Offence dalam Tindak Pidana

dilakukannya kebijakan internasional dalam pemberantasan pencucian uang. Kejahatan ini merupakan kejahatan keuangan yang bersifat lintas batas yang seringkali menggunakan teknologi tinggi yang mutakhir dan dampaknya sangat merugikan keuangan nasional maupun global. 4 Bagi pelaku, praktik pencucian uang dipandang sebagai suatu aktifitas ekonomi ilegal dan sangat menguntungkan serta hanya melibatkan orang tertentu dan transaksi tertentu yang biasanya tidak meninggalkan bukti fisik serta tidak menimbulkan korban individu . Pada akhirnya ditangkap suatu makna bahwa tidak mudah untuk memberantas kejahatan pencucian uang, karena ciri dari kejahatan ini yang sulit dilacak untraceable crime, tidak ada bukti tertulis paperless crime, tidak kasat mata discernible crimes selain itu dilakukan dengan cara yang rumit inticrate crimes, karena didukung oleh teknologi yang canggih yang pada akhirnya menjadikan kejahatan pencucian uang bersifat sophisticated crimes.

2.2. Tindak Pidana Asal Predicate Offence dalam Tindak Pidana

Pencucian Uang a. Pengertian dan Kriteria Tindak Pidana Asal Predicate Offence dalam Tindak Pidana Pencucian Uang Sejak RUU Tindak Pidana Pencucian Uang ini diseminarkan pada tahun 2000, muncul masalah asal-usul harta kekayaan yang dicuci, yaitu berasal dari semua jenis tindak pidana atau berasal dari tindak pidana tertentu. Jadi, sebenarnya ada masalah mengenai “Predicate Offence” yaitu delik-delik yang menghasilkan “criminal proceeds” atau “hasil kejahatan” kemudian dicuci. 5 Tindak pidana asal intinya adalah suatu tindak pidana tertentu yang hasilnya bermuara kepada tindak pidana pencucian uang. Karena telah diketahui bahwa pasal terhadap tindak pidana pencucian uang itu tidak dapat berdiri sendiri, karena harus ada kejahatan atau tindak pidana asal yang kemudian hasil kejahatan itu dicuci. 4 Meliala, Adrianus, Menyingkap Kejahatan Krah Putih, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. 1995, hlm. 19 5 Nawawi Arief, Barda, Kapita Selekta Hukum Pidana, Semarang: PT Citra Aditya Bakti. 2002 hlm. 176 Awalnya, UU No. 15 tahun 2002 ini mengambil sikap bahwa tindak pidana asal dalam undang-undang dirumuskan secara limitatif dalam Pasal 2 Bab Ketentuan Umum yang terdiri dari 15 tindak pidana. Dengan dibatasinya kategori tindak pidana asal dalam undang-undang tersebut maka akan terjadi persoalan yaitu diantaranya adalah kriteria apa yang digunakan untuk menentukan tindak pidana asal itu? Perlu kita ingat kembali bahwa Indonesia berusaha untuk keluar dari NCCs non-cooperative countries harus segera membuat ketentuan yang mengatur tentang pencucian uang. Dengan desakan dari FATF The Financial Action Task Force on Money Laundering, mungkin dengan tergesa-gesa membuat suatu aturan secara kilat yang mengkriminalisasikan tindak pidana pencucian uang tanpa melihat kriteria- kriteria apa yang seharusnya masuk sebagai kategori kejahatan asal dari tindak pidana pencucian uang. Bila Indonesia tidak segera melakukan formalisasi hukum dan kriminalisasinya guna mencegah praktik pencucian uang money laudering, maka jangan heran bila Indonesia akan masuk kedalam deretan surga keuangan money heaven. 6 Dari berbagai sumber, memang terdapat bermacam-macam variasi “predicate offence”. Namun, untuk menentukan kebijakan sebaiknya ada kriteria atau rambu-rambu yang cukup rasional. Stephen R. Kroll misalnya pernah mengemukakan kriteriarambu-rambu untuk menetapkan “money laundering predicate offenses” yaitu sebagai berikut: 1. Kejahatan tindak pidana adalah kejahatan yang menyebabkan timbulnya uangdana itu. 2. Kejahatan tindak pidana itu berhubungan dengan perdagangan narkoba. 3. Kejahatan tindak pidana itu melibatkan pelanggaran-pelanggaran serius terhadap tatanan internasional yang memerlukan transfer uang yang banyak seperti perdagangan senjata dan terorisme. 4. Kejahatan berhubungan dengan “organized criminal enterprisesactivities” 6 Meliala, Adrianus, Op. Cit. hlm. 21 5. Kejahatan itu menyerang secara serius kredibilitas bank dan lembaga- lembaga keuangan lainnya. 7 Kriteria diatas hanya sekedar contoh,. kriteria lain dapat misalkan diorientasikan pada: 1. Delik-delik yang bersifat transnasionalinternasional; 2. Delik-delik yang sangat mengganggu sistem perekonomianmoneter, baik nasional maupun internasional; atau 3. Batas maksimum ancaman pidana untuk delik-delik serius tertentu. Akhirnya, patut dikemukakan bahwa kebijakan menentukan kriteria itu pun tentunya sangat bergantung pada tujuanstrategi kebijakan kriminal dan kebijakan pembangunan nasional. Bahkan, terkait dengan kebijakan global karena ketidak-samaan “predicate offence” di antara berbagai negara dapat menghambat kerjasama internasional maupun regional dalam upaya pemberantasan tindak pidana pencucian uang sebagai “transnational crime”. Seiring berkembangnya waktu, kategori tindak pidana asal dalam pencucian uang semakin diperluas dengan berlakunya UU No. 25 tahun 2003 dan terakhir di berlaku-kannya UU No. 8 tahun 2010. Namun, masih juga banyak jenis atau kategori lainnya yang belum termasuk di dalam jenis tindak pidana asal, antara lain kejahatan transnasional lainnya, cyber crime, pembajakan kapal atau pesawat, dan perbuatan lain yang termasuk tindak pidana di Negara lain.

b. Perihal Pembuktian Tindak Pidana Asal dalam TPPU