hanya dapat terwujud apabila didukung oleh cara dan metode yang pasti, baku, dan standar yang mengikat semua lembaga yang berwenang membuat peraturan perundang-
undangan.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka perumusan masalah dalam makalah ini yaitu :
1. Bagaimana Pandangan Aliran Positivisme Terhadap Hukum? 2. Bagaimana Kebijakan Pembentukan Peraturan Perundang-undangan di
Indonesia?
C. Tujuan dan Manfaat
Adapun tujuan yang diharapkan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui pandangan aliran positivism terhadap hukum.
2. Untuk mengetahui kebijakan pembentukan peraturan perundang-undangan di Indonesia.
3. Penulisan makalah ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi dan wawasan ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang teori hukum.
2
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian teori perundang-undangan Ilmu Perundang-Undangan adalah ilmu yang berkembang di negara-negara yang
menganut sistem hukum civil law, terutama di Jerman sebagai negara yang pertama kali
mengembangkan. Secara konsepsional Ilmu Perundang-Undangan menurut Burkhardt Krems adalah ilmu pengetahuan yang interdisipliner tentang pembentukan hukum negara
die interdisziplinare wissenschaft vonder staatlichen rechtssetzung. Lebih lanjut
Burkhardt Krems membagi Ilmu Perundang-Undangan dalam tiga wilayah:
1. proses perundang-undangan. 2. metode perundang-undangan.
3. teknik perundang-undangan
.
Maria Farida Indrati Soeprapto menyatakan bahwa Istilah perundang-undangan
legislation, wetgeving atau gezetzgebung mempunyai 2 dua pengertian yang berbeda, yaitu:
1. Perundang-undangan merupakan proses pembentukanproses membentuk peraturan-peraturan negara, baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah;
2. Perundang-undangan adalah segala peraturan negara, yang merupakan hasil pembentukan peraturan peraturan, baik di tingkat pusat maupun di tingkat
daerah.
1
H. Soehino, memberikan pengertian istilah perundang-undangan sebagai berikut:
1. Pertama, berarti proses atau tata cara pembentukan peraturan-peraturan perundangan negara dari jenis dan tingkat tertinggi yaitu undang-undang sampai
yang terendah, yang dihasilkan secara atribusi atau delegasi dari kekuasaan perundang-undangan.
2. Kedua, berarti keseluruhan produk peraturan-peraturan perundangan tersebut.
2
1
Peter muhamad marzuku.pengantar ilmu hukum. jakarta; kencana. 2008. Hlm. 77
2 Bambang, irian jadja maja. Pengantar hukum inter nasional. jakarta; sinar grafika 1992. Hlm. 167
3
Pengertian perundang-undangan dalam hukum positif Indonesia disebutkan dalam Pasal 1 ayat 2 Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004, yang menyatakan bahwa
“Peraturan perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang dibentuk oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang dan mengikat secara umum”.
Rincian jenis peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
undangan, ialah Undang-undang, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Perpu, Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden yang memperoleh delegasi dari
Undang-undang atau Peraturan Presiden, Keputusan Menteri dan Keputusan Kepala Lembaga Pemerintah Non Depertemen serta Departemen sertra Keputusan Direktur
Jenderal Departemen yang memperoleh delegasi dari Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi, Keputusan ’badan’ Negara yang dibentuk berdasarkan atribusi suatu Undang-
undang, Peraturan Daerah Provinsi dan KabupatenKota, Keputusan Gubernur dan BupatiWalikota, atau Kepala Daerah yang memperoleh delegasi dari peraturan Daerah
KabupatenKota.
3
Sesudah berlakunya Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004, jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan diatur dalam Pasal 7 ayat 1 yang terdiri atas:
1. Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-undangPeraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang;
3. Peraturan Pemerintah; 4. Peraturan Presiden;
5. Peraturan Daerah. Peraturan Daerah yang dimaksud Pasal 7 ayat 1 huruf e menurut H. Abdul Latief,
meliputi: 1. Peraturan Daerah Provinsi dibuat oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Provinsi bersama dengan Kepala Daerah Gubernur; 2. Peraturan Daerah KabupatenKota dibuat oleh Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah KabupatenKota bersama BupatiWalikota; 3. Peraturan DesaPeraturan yang setingkat, dibuat oleh Badan Perwakilan Desa
atau nama lainnya bersama dengan Kepala Desa atau nama lainnya.
4
Selanjutnya, Pasal 7 ayat 4 Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004 menjelaskan bahwa “jenis peraturan perundang-undangan selain sebagaimana dimaksud pada ayat
3 Ibid hlm.79 4 Ibid hlm. 168
4
1, diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi”. Penjelasan dari
Pasal 7 ayat 4 menyatakan bahwa “Jenis Peraturan Perundang-undangan selain dalam ketentuan ini, antara lain, peraturan yang dikeluarkan oleh Majelis Permusyawaratan
Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Badan Pemeriksa Keuangan, Bank Indonesia, Menteri, Kepala
Badan, Lembaga, atau Komisi yang setingkat yang dibentuk oleh undang-undang atau Pemerintah atas perintah undang-undang, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi,
Gubernur, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah KabupatenKota, BupatiWalikota, Kepala Desa atau yang setingkat”.
5
Masing-masing jenis peraturan perundang-undangan tersebut mempunyai fungsi sendiri-sendiri. Undang-undang misalnya, berfungsi antara lain mengatur lebih lanjut hal
yang tegas-tegas ‘diminta’ oleh ketentuan UUD dan Ketetapan MPR. Dari semua Jenis peraturan perundang-undangan, hanya undang-undang dan peraturan daerah saja yang
pembentukannya memerlukan persetujuan bersama antara Presiden dan DPR, antara Kepala Daerah dan DPRD, lain-lainnya tidak. Oleh karena itu, untuk dapat mengetahui
materi muatan berbagai jenis peraturan perundang-undangan perlu diketahui terlebih dahulu materi muatan undang-undang. Secara garis besar undang-undang ialah ‘wadah’
bagi sekumpulan materi tertentu, yang meliputi: 1. Hal-hal yang oleh Hukum Dasar Batang Tubuh UUD 1945 dan TAP MPR
diminta secara tegas-tegas ataupun tidak untuk ditetapkan dengan undang- undang.
2. Hal-hal yang menurut asas yang dianut Pemerintah Negara Republik Indonesia sebagai Negara berdasar Atas Hukum atau Rechtstaat diminta untuk diatur
dengan undang-undang. 3. Hal-hal yang menurut asas yang dianut Pemerintah Negara Republik Indonesia
yaitu Sistem Konstitusi atau Constitutioneel Systeem diminta untuk diatur dengan undang-undang.
6
Bagir Manan berpendapat bahwa, peraturan perundang-undangan tingkat
daerah diartikan sebagai peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh pemerintah daerah atau salah satu unsur pemerintahan daerah yang berwenang membuat peraturan
perundang-undangan tingkat daerah. Selanjutnya menurut Suko Wiyono seperti dikutip
5 Ibid hlm 75 6 Ibid 187
5
oleh Mahendra Putra Kurnia, Peraturan Daerah merupakan penjabaran lebih lanjut dari peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi serta merupakan peraturan yang dibuat
untuk melaksanakan peraturan perundang-undangan yang ada diatasnya dengan memperhatikan ciri khas masing-masing daerah. Peraturan Daerah dilarang bertentangan
dengan kepentingan umum, peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi serta Perda daerah lain. Hans Kelsen memberikan definisi peraturan perundang-undangan di tingkat
daerah sebagai berikut, “Peraturan perundang-undangan tingkat daerah diartikan sebagai peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh pemerintah daerah atau
salah satu unsur pemerintah daerah yang berwenang membuat peraturan perundang- undangan di daerah”. Pasal 1 angka 10 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004
mendefinisikan bahwa, “Peraturan daerah selanjutnya disebut Perda adalah peraturan daerah provinsi danatau peraturan daerah kabupatenkota”.
7
Mengenai ruang lingkup Peraturan Daerah, diatur dalam Pasal 7 ayat 2 Undang- undang Nomor 10 Tahun 2004, yang menjelaskan bahwa Peraturan Daerah meliputi:
1. Perturan Daerah Provinsi dibuat oleh dewan perwakilan rakyat daerah provinsi bersama dengan gubernur.
2. Peraturan Daerah kabupatenkota dibuat oleh dewan perwakilan rakyat daerah kabupatenkota bersama bupatiwalikota.
3. Peraturan Desaperaturan yang setingkat dibuat oleh badan perwakilan desa atau nama lainnya bersama dengan kepala desa atau nama lainnya.
Jenis dan bentuk produk hukum daerah terdapat dalam Pasal 2 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 15 Tahun 2006 tentang Jenis dan Bentuk Produk Hukum Daerah,
pasal tersebut menyebutkan jenis dan bentuk produk hukum daerah terdiri atas: 1. Peraturan Daerah;
2. Peraturan Kepala Daerah; 3. Peraturan Bersama Kepala Daerah;
4. Keputusan Kepala Daerah; 5. Instruksi Kepala Daerah.
8
Menurut Mahendra Putra Kurnia, secara lebih jelas mengenai produk hukum daerah, diatur dalam Pasal 2 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 16 Tahun 2006
tentang Prosedur Penyusunan Produk Hukum Daerah, yang menyatakan bahwa “Produk hukum daerah bersifat pengaturan dan penetapan”. Dijelaskan lebih lanjut dalam Pasal 3
7 Ibid hlm. 170 8 Kansil
kitab undang-undang. jakarta; pardnya paramita. 2006hlm 98
6
ayat 1 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 16 Tahun 2006, bahwa produk hukum daerah yang bersifat pengaturan meliputi:
1. Peraturan Daerah atau sebutan lain; 2. Peraturan Kepala Daerah; dan
3. Peraturan Bersama Kapala Daerah. Ayat-ayatnya menjelaskan bahwa produk hukum yang bersifat penetapan meliputi:
1. Keputusan Kepala Daerah; dan 2. Instruksi Kepala Daerah.
Sedangkan menurut Abdul Latief, peraturan perundang-undangan di tingkat daerah terdiri dari peraturan daerah dan peraturankeputusan kepala daerah yang mempunyai sifat
mengatur.
9
Sebelum terbentuknya Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004, menurut Maria Farida Indrati. S, pembentukan peraturan perundang-undangan di Indonesia dilakukan dengan
berbagai landasan, yaitu: 1. Aglemene Bepalingen van Wetgeving voor Indonesie Stb. 1847: 23
2. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1950 tentang Peraturan Tentang Jenis dan bentuk Peraturan yang dikeluarkan oleh Pemerintah Pusat.
3. Undang-undang Nomor 2 Tahun 1950 tentang Menetapkan Undang-undang Darurat tentang Penerbitan Lembaran Negara Republik Indonesia Serikat dan Berita
Negara Republik Indonesia Serikat dan tentang Mengeluarkan, Mengumumkan, dan Mulai Berlakunya Undang-undang Federal dan Peraturan Pemerintah sebagai
Undang-undang Federal.
10
4. Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 1945 tentang Pengumuman dan Mulai Berlakunya Undang-undang dan Peraturan Pemerintah.
5. Keputusan Presiden Nomor 234 Tahun 1960 tentang Pengembalian Seksi Pengundangan Lembaran Negara dari Departemen Kehakiman ke Sekretariat
Negara. 6. Instruksi Presiden Nomor 15 Tahun 1970 tentang Tata Cara Mempersiapkan
Rancangan Undang-undang dan Rancangan Peraturan Pemerintah. 7. Keputusan Presiden Nomor 188 Tahun 1998 tentang Tata Cara Mempersiapkan
Rancangan Undang-undang.
11
9 Ibid hlm 45 10 Jeremy bentham.
teori perundang-undangan . Bandung; nusmedia nuansa 1997 hlm 13
11 Ibid hlm 76
7
8. Keputusan Presiden Nomor 44 Tahun 1999 tentang Teknik Penyusunan Peraturan Perundang-undangan dan Bentuk Rancangan Undang-undang, Rancangan
Peraturan Pemerintah, dan Rancangan Keputusan Presiden. Tata cara pembentukan peraturan perundang-undangan di tingkat daerah sebelum
Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004, diberlakukan beberapa Keputusan Menteri, antara lain:
1. Keputusan Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah Nomor 21 Tahun 2001 tentang Teknik Penyusunan dan Materi Muatan Produk-produk Hukum Daerah.
2. Keputusan Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah Nomor 22 Tahun 2001 tentang Bentuk Produk-produk Hukum Daerah.
3. Keputusan Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah Nomor 23 Tahun 2001 tentang Prosedur Penyusunan Produk Hukum Daerah.
4. Keputusan Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah Nomor 24 Tahun 2001 tentang Lembaran Daerah dan Berita Daerah.
12
Keempat Keputusan Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah tersebut diberlakukan sambil menunggu Peraturan Presiden sebagai pelaksanaan dari Pasal
27 Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004. Oleh karena Peraturan Presiden yang diperintahkan tersebut sampai saat ini masih belum ada, Menteri Dalam Negeri
telah menetapkan 3 tiga Peraturan Menteri sebagai pengganti Keputusan Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah tersebut, yaitu:
1. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 15 tahun 2006 tentang Jenis dan Bentuk Produk Hukum Daerah.
2. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 16 tahun 2006 tentang Prosedur Penyusunan Produk Hukum Daerah.
3. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 tahun 2006 tentang Lembaran Daerah dan Berita Daerah.
13
Pembahasan setiap rancangan undang-undang di Dewan Perwakilan Rakyat diatur dalam Peraturan Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat, dan peraturan perundang-
undangan ditingkat daerah diatur dalam Peraturan Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Provinsi, Kabupaten atau Kota. Dengan berlakunya Undang-undang Nomor 10 Tahun
2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan pada tanggal 1 November
12 Ibid 32 13 Ibid hlm. 25
8
2004, maka pembentukan peraturan perundang-undangan baik ditingkat Pusat maupun Daerah berlaku ketentuan dalam undang-undang tersebut.
14
Landasan hukum pembentukan Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan menurut Maria Farida Indrati. S, terdapat
dalam konsiderans yaitu dalam dasar hukum “Mengingat” hanya dimuat Pasal 20, Pasal 20A ayat 1, Pasal 21, dan Pasal 22A Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945. Pasal-pasal tersebut memberikan kewenangan pembentukan suatu undang- undang. Walaupun dalam dasar “Mengingat” Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004
tersebut hanya merumuskan pasal-pasal dalam UUD 1945 yang memberikan kewenangan pembentukan suatu undang-undang, namun demikian sebenarnya terdapat beberapa
ketentuan yang merupakan landasan hukum yang tegas bagi pembentukan undang-undang tersebut. Landasan hukum tersebut adalah sebagai berikut:
1. Pasal 22A Perubahan UUD 1945 yang merumuskan bahwa “Ketentuan lebih lanjut tentang tata cara pembentukan undang-undang diatur dengan undang-undang”.
2. Pasal 6 Ketetapan MPR Nomor IIIMPR2000 tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan, yang merumuskan bahwa: “Tata cara
pembuatan undang-undang, peraturan pemerintah, peraturan daerah dan pengujian peraturan perundang-undangan oleh Mahkamah Agung serta pengaturan ruang
lingkup keputusan presiden diatur denganundang-undang”. 3. Aturan Tambahan Pasal I Perubahan Keempat UUD 1945, yang menetapkan
“Majelis Permusyawaratan Rakyat ditugasi untuk melakukan peninjauan terhadap meteri dan status hukum Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara
dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat untuk diambil putusan pada sidang Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Tahun 2000”.
4. Pasal 4 angka 4 Ketetapan MPR Nomor IMPR2003 tentang Peninjauan terhadap Materi dan Status Hukum Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara
dan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Tahun 1960 sampai dengan Tahun 2002, yang menyatakan bahwa, “Ketetapan Majelis
Permusyawaratan Rakyat Nomor IIIMPR2000 tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan tetap berlaku sampai terbentuknya undang-
undang.
15
14 Ibid hlm. 54 15 Suparta.
Undang-undang dan peraturan RI jakarta; grafindo 20060 hlm. 59
9
Berdasarkan beberapa ketentuan diatas, maka diajukanlah rancangan undang- undang Usul Inisiatif Dewan Perwakilan Rakyat tentang Tata Cara Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan RUU TCP3, yang akhirnya menjadi Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
Pembentukan peraturan Perundang-undangan didefinisikan dalam Pasal 1 angka 1 Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004, yaitu “Pembentukan Peraturan Perundang-
undangan adalah proses pembuatan Peraturan Perundang-undangan yang pada dasarya dimulai dari perencanaan, persiapan, teknik penyusunan, perumusan, pembahasan,
pengesahan, pengundangan, dan penyebarluasan”. Legislative drafting menurut Jazim Hamidi, adalah sebuah ilmu pengetahuan yang merupakan aturan-aturan tertentu yang
dapat diletakkan sebagai aplikasi umum terhadap semua tindakan-tindakanlangkah- langkah yang muncul dalam ”Perencanaan Undang-undang” drafting dan juga sebagai
satu perangkat set aturan tertentu yang selalu diobservasi oleh semua pembuat undang- undang untuk tujuan dari pemakai metode yang terjamin aman dalam draft mereka.
Langkah-langkah pembentukan perundang-undangan menurut Jazim Hamidi dalam makalahnya dijelaskan, susunan pembentukan perundang-undangan terdiri dari:
1. Pengkajian Interdisipliner a. Sudah mendesak untuk diatur undang-undang.
b. Kemungkinan-kemungkinan masalah yang akan timbul dibidang politik, ekonomi, sosial dan budaya.
16
2. Melakukan Penelitian a. Penelitian hukumhasil penelitian.
b. Hukum nasionalhukum negara lain yang mengatur materi yang bersangkutan.
c. Penyusunan naskah akademik. d. Penyusunan rancangan undang-undang.
e. Penyusunan peraturan pemerintah dan seterusnya.
17
16 Iid hlm. 100 17 Ibid hlm. 43
10
Adapun yang menjadi pokok-pokok penelitian adalah: 1. Asas-asas hukum.
2. Kaidah-kaidah hukum. 3. Lembaga-lembaga hukum.
4. Caraproses pelaksanaan. Sedangkan tahap-tahap pembentukan peraturan perundang-undangan menurut Maria
Farida Indrati. S, pada umumnya dilakukan sebagai berikut: 1. Perencanaan penyusunan undang-undang.
Proses pembentukan undang-undang menurut Pasal 15 ayat 1, dan Pasal 16 Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004 dilaksanakan sesuai dengan Program
Legislasi Nasional Prolegnas, yang merupakan perencanaan penyusunan undang-undang terpadu antara Dewan Perwakilan Rakyat dan Pemerintah
Republik Indonesia. Program Legislasi Nasional adalah instrumen perencanaan program pembentukan undang-undang yang disusun secara berencana, terpadu,
dan sistematis. Pasal 1 ayat 9 Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
2. Persiapan pembentukan undang-undang. Rancangan undang-undang dapat berasal dari Anggota Dewan
Perwakilan Rakyat, Presiden, maupun dari Dewan Perwakilan Daerah yang disusun berdasarkan Prolegnas. Dalam hal tertentu Dewan Perwakilan Rakyat
atau Presiden dapat mengajukan rancangan undang-undang diluar Prolegnas. 3. Pengajuan rancangan undang-undang.
Pengajuan rancangan undang-undang yang berasal dari Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Daerah diatur dalam Pasal 18 dan
Pasal 19 Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004.
B. Tujuan-atujuan teori perundang-undangan 1. Asas-asas formil: