112
terlihat adanya perbedaan akan tetapi perbedaan tersebut tidak signifikan secara statistik.
Perlakuan FMA secara tunggal memberikan hasil yang sangat nyata terhadap peubah indeks keparahan penyakit KP tajuk, luas nekrotik akar, infeksi
FMA, jumlah spora FMA, tinggi tanaman, jumlah daun, diameter batang dan memberikan hasil yang berbeda nyata untuk peubah bobot kering akar dan kadar
hara daun kalium K. Sementara untuk peubah lainnya memberikan hasil yang tidak nyata Tabel 12. Untuk perlakuan bakteri endosimbiotik mikoriza secara
tunggal juga memberikan hasil beda sangat nyata untuk peubah indeks keparahan penyakit KP tajuk, luas nekrotik akar, tinggi tanaman, serapan hara K, kadar
hara magnesium Mg dan serapan hara Mg pada daun. Sementara untuk peubah bobot kering akar, serapan hara P, kadar hara K memberikan hasil beda nyata.
Untuk peubah lainnya perlakuan bakteri endosimbiotik mikoriza secara tunggal tidak memberikan hasil yang nyata Tabel 12.
1. Indeks keparahan penyakit KP tajuk dan luas nekrotik akar
Inokulasi fungi mikoriza arbuskular FMA dan bakteri endosimbiotik mikoriza B. subtilis B10 maupun interaksi keduanya memberikan hasil berbeda
nyata dan sangat nyata terhadap indeks keparahan penyakit KP tajuk dan luas nekrotik akar bibit kelapa sawit pada 52 MST Tabel 12. Pengaruh inokulasi
FMA dan bakteri B. subtilis B10 dalam meningkatkan ketahanan bibit kelapa sawit terhadap cekaman biotik G. boninense dapat dilihat pada Gambar 16 dan 17.
Dari Gambar 16 terlihat bahwa inokulasi FMA secara tunggal maupun kombinasi dengan bakteri B. subtilis B10 menurunkan persentase KP tajuk bibit kelapa sawit.
Inokulasi bakteri endosimbiotik mikoriza secara tunggal ternyata kurang mampu mengurangi serangan G. boninense terhadap bibit kelapa sawit sehingga
persentase KP tajuk masih tinggi yang mencapai 37,5. Akan tetapi apabila bakteri B. subtilis B10 diinokulasikan bersamaan dengan FMA, persentase KP
tajuk menurun sangat drastis hingga mencapai 5, sehingga dapat dikatakan bahwa dual inokulasi FMA dan bakteri endosimbiotik mikoriza B. subtilis B10
mampu menghambat serangan G. boninense pada bibit kelapa sawit. Bibit kelapa sawit yang terserang oleh G. boninense daunnya terlihat berwarna coklat,
mengering bahkan tanaman sampai mati Gambar 17 dan 18.
113
A B
C D
Gambar 16 Persentase indeks Keparahan Penyakit KP tajuk bibit kelapa sawit 52 MST. Inokulasi FMA dan bakteri Bacillus subtilis B10 M1B1
memberikan persentase KP yang paling rendah. Huruf yang sama pada grafik tidak berbeda nyata dengan uji Duncan pada taraf 5.
Gambar 17 Pertumbuhan bibit kelapa sawit 52 MST. A Bibit tanpa inokulasi FMA, bakteri endosimbiotik mikoriza B. subtilis B10 dan G. boninense
M0B0G0. B Bibit tanpa inokulasi FMA dan bakteri endosimbiotik mikoriza B. subtilis B10 dengan inokulasi G. boninese M0B0G1,
terlihat tumbuh tubuh buah Ganoderma, daun dan batang bewarna coklat dan mengering. C
Bibit dengan inokulasi bakteri
endosimbiotik mikoriza B. subtilis B10 dan G. boninense, dimana daun terlihat coklat dan mengering M0B1G1. D Bibit dengan inokulasi
FMA, bakteri endosimbiotik mikoriza B. subtilis B10 dan patogen G. boninense M1B1G1 walapun ada patogen bibit tumbuh lebih sehat.
114
A B
Tidak jauh berbeda dengan peubah indeks keparahan penyakit KP tajuk, inokulasi FMA dan bakteri endosimbiotik mikoriza B. subtilis B10 masing-
masing secara tunggal ternyata mampu mengurangi luas akar yang terkena nekrotik akibat serangan G. boninense pada bibit Gambar 19. Akar bibit kelapa
sawit yang diberi perlakuan inokulasi bakteri B. subtilis B10 tanpa inokulasi FMA M0B1G1 memberikan luas nekrotik akar yang lebih rendah yaitu 42,5
dibandingkan dengan kontrol M0B0G1 dengan luas nekrotik akar mencapai 57,5. Akan tetapi kombinasi FMA dan bakteri endosimbiotik mikoriza
memberikan hasil terbaik dengan persentase luas nekrotik akar paling rendah yaitu 10, sementara tanpa inokulasi keduanya kontrol luas nekrotik akar
mencapai 57,5. Bibit kelapa sawit yang diberi perlakuan inokulasi FMA tunggal tanpa inokulasi bakteri B. subtilis B10 dan tidak diberi cekaman biotik patogen G.
boninense M1B0G0 terlihat memiliki volume akar sehat yang lebih banyak dan Gambar 18 Bibit kelapa sawit pada 52 MST yang lebih tahan serangan G.
boninense, terlihat tumbuh tubuh buah tanda panah tapi kondisi bibit masih terlihat sehat walaupun beberapa daun terlihat
berwarna coklat dan mengering A. Kondisi bibit kelapa sawit yang tidak tahan serangan G. boninense, terlihat tumbuh tubuh
buah tanda panah, semua daun dan batang berwarna coklat, mengering dan mati B.
115
sangat padat jika dibandingkan dengan bibit yang tidak diberi perlakuan inokulasi FMA maupun bakteri M0B0G0 Gambar 20.
A B
C Gambar 19 Persentase luas nekrotik akar bibit kelapa sawit pada 52 MST
Inokulasi FMA dan bakteri Bacillus subtilis B10 M1B1 memberikan persentase KP yang paling rendah. Huruf yang sama
pada grafik tidak berbeda nyata dengan uji Duncan pada taraf 5
Gambar 20 A Akar kelapa sawit pada 52 MST tanpa diinokulasi FMA, terlihat volume akar lebih sedikit. B Akar bibit kelapa sawit
yang diinokulasi FMA tunggal, terlihat volume akar lebih padat. C Akar bibit kelapa sawit tanda bulatan yang
dikolonisasi oleh FMA, dengan apresorium sebagai pintu masuk penetrasi awal infeksi FMA tanda panah, hifa eksternal
tanda bintang.
116
Perlakuan inokulasi bakteri B. subtilis B10 secara tunggal tanpa inokulasi FMA pada bibit kelapa sawit M0B1G1, tidak terlalu mampu meningkatkan
adaptasi bibit terhadap cekaman biotik G. boninense, dimana volume akarnya lebih sedikit dengan sebagian besar akar mengalami nekrotik, berwarna coklat tua
sampai hitam. Sementara perlakuan kombinasi antara FMA dan bakteri B. subtilis B10 M1B1G1 lebih mampu meningkatkan adaptasi bibit kelapa sawit terhadap
cekaman biotik G. boninense, dimana akar terlihat lebih sehat, volume lebih banyak dan akar yang mengalami nekrotik lebih sedikit Gambar 21B.
A B
2. Perkembangan fungi mikoriza arbuskular dan parameter pertumbuhan kolonisasi akar dan jumlah spora FMA.
Dari sidik ragam pada Tabel 12, perlakuan interaksi ketiga faktor yaitu inokulasi FMA, bakteri B. subtilis B10 dan G. boninense, interaksi dua faktor
diantara ketiga perlakuan tersebut, maupun perlakuan tunggal bakteri B. subtilis Gambar 21 A Akar bibit kelapa sawit 52 MST yang diberi perlakuan inokulasi
bakteri B. subtilis B10 dan diberi cekaman biotik G. boninense, terlihat volume akar lebih sedikit, berwarna coklat kehitaman
tanda panah karena nekrotik. B Akar yang didual inokulasi FMA dan bakteri B. subtilis B10 dengan inokulasi G. boninense,
volume akar sehat lebih banyak dengan nekrotik akar lebih sedikit.
117
B10 dan G. boninense tidak memberikan hasil beda nyata terhadap peubah kolonisasi akar oleh FMA infeksi akar. Akan tetapi perlakuan inokulasi FMA
secara tunggal memberikan hasil beda sangat nyata terhadap peubah kolonisasi akar oleh FMA Gambar 22. Dari Gambar 22 terlihat bahwa inokulasi bakteri
endosimbiotik mikoriza menurunkan kolonisasi FMA pada akat bibit kelapa sawit dan kolonisasi tersebut semakin menurun dengan adanya infeksi patogen G.
boninense. Hal ini diduga karena bakteri endosimbiotik yang diinokulasikan adalah bakteri B10 B. subtilis B10 yang memiliki kemampuan paling tinggi
dalam menghambat pertumbuhan patogen G. boninense tetapi kemampuan meningkatkan perkecambahan spora FMAnya tidak terlalu tinggi, sehingga
mempengaruhi kolonisasi FMA pada akar. Kolonisasi FMA juga muncul pada akar kelapa sawit yang tidak diberi perlakuan FMA walaupun nilainya sangat
kecil. Hal ini mungkin disebabkan di dalam media tanah yang digunakan terdapat spora FMA yang secara alami memang ada dan pada saat sterilisasi media tanah,
spora FMA masih bertahan dalam keadaan dormansi dan kemudian berkecambah dan mengkolonisasi akar bibit kelapa sawit.
Gambar 22 Persentase kolonisasi FMA pada akar bibit kelapa sawit pada 52 MST. Inokulasi patogen G. boninense menurunkan persentase
kolonisasi akar oleh FMA. Huruf yang sama pada grafik tidak berbeda nyata dengan uji Duncan pada taraf 5.
118
Kolonisasi akar oleh FMA pada bibit kelapa sawit dapat dilihat pada Gambar 23, dimana FMA membentuk struktur hifa internal, vesikel sebagai tempat
penyimpanan cadangan makan dan arbuskular sebagai tempat pertukaran hara dan hasil metabolisme antara akar dan FMA.
Seperti halnya kolonisasi akar, dari hasil sidik ragam pada Tabel 12 terlihat perlakuan inokulasi FMA, bakteri B. subtilis B10 dan G. boninense juga
tidak memberikan hasil beda nyata terhadap peubah jumlah spora FMA untuk interaksi ketiga faktor, interaksi dua faktor maupun perlakuan tunggal dari bakteri
B. subtilis B10 dan G. boninense, hanya perlakuan FMA secara tunggal yang memberikan hasil sangat nyata. Perlakuan infeksi G. boninense tidak terlalu
mempengaruhi jumlah spora FMA per 100 gram media tanam, akan tetapi kombinasi FMA dan bakteri B. subtilis B10 M1B1 meningkatkan pembentukan
spora oleh FMA yang mencapai rata-rata 186,63 spora100 gram media tanam jika dibandingkan dengan inokulasi FMA secara tunggal yang hanya 167,25 spora100
g media tanam Gambar 24. Pada perlakuan tanpa inokulasi FMA, ditemukan adanya spora FMA walaupun dalam jumlah yang sangat sedikit. Hal ini mungkin
disebabkan pada saat melakukan sterilisasi tanah sebagai media tanam, terdapat spora dalam keadaan dormansi, yang kemudian berkecambah dan berkembang di
daerah rizosfir kelapa sawit. Gambar 23 Kolonisasi FMA pada akar bibit kelapa sawit. Terlihat adanya
struktur vesikel V, arbuskular A dan hifa internal tanda panah.
V
V
V A
A
119
Spora FMA yang diinokulasikan pada bibit kelapa sawit merupakan komposit dari spora FMA hasil isolasi pada rizosfir tanaman kelapa sawit. Jenis
spora FMA yang diperoleh beragam didominasi oleh genus Glomus dan Gigaspora, sementara genus lainnya tidak ditemukan Gambar 25.
Gambar 24 Jumlah spora FMA per 100 gram media tanam pada 52 MST. Perlakuan patogen G. boninense sedikit menurunkan jumlah
spora FMA. Dual inokulasi FMA dan bakteri B. subtilis B10 memberikan jumlah spora tertinggi. Huruf yang sama pada
grafik tidak berbeda nyata dengan uji Duncan pada taraf 5
Gambar 25 Spora fungi mikoriza arbuskular yang diisolasi dari rizosfir
kelapa sawit.
Spora yang
diperoleh didominasi oleh genus Glomus A dan B dan
Gigaspora C dan D.
A 40x B 100x
C 40x D 40x
120
Tinggi Tanaman
Hasil sidik ragam pada Tabel 12 menunjukkan hanya perlakuan inokulasi FMA dan bakteri B. subtilis B10 masing-masing secara tunggal yang memberikan
pengaruh sangat nyata untuk peubah tinggi tanaman, sementara perlakuan lainnya tidak memberikan pengaruh yang nyata. Akan tetapi jika dilihat dari besaran nilai
rataan terlihat adanya perbedaan nominal, akan tetapi perbedaan tersebut secara statistik tidak nyata Gambar 26. Rata-rata tinggi bibit kelapa sawit yang diberi
perlakuan inokulasi FMA nyata lebih tinggi dibandingkan bibit yang tidak diinokulasi FMA, akan tetapi bibit yang di dual inokulasi dengan FMA dan
bakteri B. subtilis B10 memberikan tinggi bibit tertinggi yaitu 157,5 cm apabila tidak diberi cekaman biotik patogen G. boninense dan 150,88 cm jika bibit
mendapat cekaman biotik patogen G. boninense. `
c b
a b a
c b
b a b
100 110
120 130
140 150
160 170
B 0 B 1
B 0 B 1
M0 M1
R a
ta r
at a
T in
gg i T
a n
a m
an 5
2 M
ST c
m
P e r l a k u a n Inokulasi Fungi Mikoriza A rbuskular M d an Bakteri E ndosimbiotik Mikoriza B
Tanpa Ganoderma G 0
Inokulasi Ganoderma
G 1
Gambar 26 Rata-rata tinggi bibit kelapa sawit 52 MST. Tanaman yang didual inokulasi FMA dan bakteri B. subtilis B10 memiliki tinggi
tanaman yang lebih baik daripada yang diinokulasi bakteri B. subtilis B10 saja. Huruf yang sama pada grafik tidak berbeda
nyata dengan uji Duncan pada taraf 5.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dual inokulasi FMA dan bakteri B. subtilis B10 mampu meningkatkan daya adaptasi bibit kelapa sawit terhadap
cekaman biotik patogen G. boninese. Sementara tinggi bibit yang tidak diinokulasi FMA dan bakteri B. subtilis B10 memiliki tinggi bibit yang paling
rendah pada saat mendapat cekaman biotik patogen G. boninense yaitu 129,63 cm.
121
Bibit kelapa sawit yang diinokulasi FMA memiliki volume akar yang lebih banyak sehingga memperluas bidang penyerapan hara dan air. Serapan hara dan
air yang lebih banyak membuat bibit tumbuh lebih baik dan meningkatkan tinggi bibit kelapa sawit.
Jumlah Daun dan Diameter Batang
Hasil sidik ragam pada Tabel 12 menunjukkan hanya perlakuan inokulasi FMA yang memberikan pengaruh nyata terhadap peubah jumlah daun dan
diameter batang, sementara perlakuan yang lainnya baik secara tunggal maupun interaksi antar perlakuan tidak memberikan pengaruh nyata. Dari Gambar 27
terlihat bahwa perlakuan cekaman biotik patogen G. boninense menurunkan jumlah daun bibit kelapa sawit pada 52 MST, terutama pada perlakuan tanpa
inokulasi FMA. Inokulasi bakteri B. subtilis B10 tanpa diikuti dengan inokulasi FMA ternyata tidak mampu meningkatkan jumlah daun bibit kelapa sawit dengan
adanya G. boninese. Jumlah daun bibit kelapa sawit tertinggi diperoleh ketika bibit kelapa sawit diinokulasi dengan FMA secara tunggal maupun kombinasi
dengan bakteri B. subtilis B10, dengan jumlah daun antara 11,63 - 12 helai.
b a b
a a
b a b
a a b
2 4
6 8
10 12
14
B 0 B 1
B0 B1
M 0 M 1
R at
a ra
ta Ju
m la
h D
au n
5 2
M ST
h el
ai
Perlakuan Inokulasi Fungi Mikoriza Arbuskular M d a n Bakteri Endosimbiotik Mikoriza B
Tanpa Ganoderma G0
Inokulasi Ganoderma
G1
Gambar 27 Rata-rata jumlah daun bibit kelapa sawit 52 MST. Cekaman biotik patogen G. boninense menurunkan jumlah daun bibit
kelapa sawit. Inokulasi FMA secara tunggal maupun kombinasi dengan bakteri B. subtilis B10 memberikan jumlah daun yang
lebih tinggi. Huruf yang sama pada grafik tidak berbeda nyata dengan uji Duncan pada taraf 5.
122
Untuk peubah diemeter batang, inokulasi FMA baik secara tunggal maupun kombinasi dengan bakteri B. subtilis B10 memberikan diameter batang
bibit kelapa sawit paling besar pada 52 MST yaitu 4.87 untuk yang tidak diinokulasi G. boninense M1B1G0 dan 5,02 cm untuk bibit yang diinokulasi G.
boninense Gambar 28. Sebaliknya, bibit kelapa sawit yang tidak diinokulasi FMA dan bakteri B. subtilis B10 M0B0 memberikan diameter batang paling
kecil. Adanya cekaman biotik patogen G. boninense ternyata tidak mempengaruhi pertumbuhan diameter batang bibit kelapa sawit sehingga tidak memberikan
perbedaan dengan bibit yang tidak mendapat cekaman biotik G. boninense. Sama halnya dengan peningkatan tinggi tanaman pada bibit kelapa sawit, inokulasi
FMA secara tunggal maupun kombinasi dengan bakteri endosimbiotik mikoriza meningkatkan jumlah daun dan diameter batang bibit kelapa sawit. Meningkatnya
serapan hara dan air karena luasnya bidang penyerapan akar membuat bibit kelapa sawit tumbuh lebih baik sehingga daun tumbuh lebih banyak dan diameter
batang lebih besar.
bc abc
a a b
c abc
a a
2 3
3 4
4 5
5 6
B0 B 1
B0 B1
M 0 M 1
R at
a ra
ta D
ia m
et er
B at
an g
52 M
ST c
m
Perlakuan Inokulasi Fungi Mikoriza Arbuskular M dan Bakteri Endosimbiotik Mikoriza B
T a n p a G a n o d e r m a G 0 I n o k u l a s i G a n o d e r m a G 1
Bobot Kering Tajuk dan Akar
Hasil sidik ragam pada Tabel 12 menunjukkan tidak satupun dari ketiga perlakuan baik secara tunggal maupun kombinasi diantara perlakuan, yang
Gambar 28 Rata-rata diameter batang bibit kelapa sawit 52 MST. Inokulasi FMA secara tunggal maupun kombinasi dengan bakteri B.
subtilis B10 memberikan diameter batang lebih besar. Huruf yang sama pada grafik tidak berbeda nyata dengan uji Duncan
pada taraf 5
123
memberikan hasil beda nyata terhadap peubah bobot kering tajuk. Hal ini menunjukkan bahwa inokulasi FMA maupun bakteri B. subtilis B10 tidak mampu
meningkatkan daya adaptasi bibit kelapa sawit terhadap cekaman biotik patogen G. boninense, sehingga bobot kering tajuk tidak berbeda nyata antar perlakuan.
Berbeda dengan bobot kering tajuk, inokulasi FMA dan bakteri B. subtilis B10 memberikan pengaruh nyata bobot kering akar yang signifikan walaupun
interaksinya tidak nyata. Semua bibit kelapa sawit yang mendapat cekaman biotik patogen G. boninense memiliki bobot kering akar yang lebih rendah baik yang
diinokulasi FMA dan bakteri B. subtilis B10 masing-masing secara tunggal maupun kombinasi keduanya Gambar 29. Dari Gambar 29 dapat dilihat bahwa
aplikasi bakteri endosimbiotik mikoriza B. subtilis B10 pada bibit kelapa sawit yang tidak mendapat cekaman biotik G. boninense meningkatkan bobot kering
akar bibit dibandingkan dengan yang tidak diinokulasi bakteri. Dual inokulasi FMA dan bakteri B. subtilis B10 memberikan bobot kering akar tertinggi yaitu
20,63 g. Hal ini menunjukkan kombinasi FMA dan bakteri B. subtilis B10 bekerja sinergis dalam meningkatkan bobot kering akar kelapa sawit walaupun bibit
mendapat cekaman biotik patogen G. boninense.
3. Serapan Hara Daun