Studi Karakteristik Sedimen Di Perairan Pelabuhan Belawan
STUDI KARAKTERISTIK SEDIMEN DI PERAIRAN
PELABUHAN BELAWAN
TUGAS AKHIR
ILGA WIDYA PANCA ISKANDAR
03 0404 013
BIDANG STUDI TEKNIK SUMBER DAYA AIR
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK USU
2008
(2)
ABSTRAK
Kondisi alam pelabuhan Belawan yang terletak di antara dua muara sungai yang terbuka, secara alami memiliki masalah terhadap aspek hidraulik dan lingkungan. Sedimentasi merupakan permasalahan yang perlu mendapatkan perhatian. Fenomena sedimentasi merupakan konsekuensi terhadap keberadaan pelabuhan Belawan, sehingga karakteristik sedimen tersebut perlu dikenali dengan baik sehingga pengembangan dan pemanfaatan wilayah pelabuhan dapat dilakukan secara optimal. Guna mengantisipasi permasalahan sedimentasi tersebut, maka penulis memfokuskan kajian mengenai “Karakteristik Sedimen di Perairan Pelabuhan Belawan”
Kajian sedimentasi dilakukan dengan cara menganalisis karakter-karakter sedimen, pada 20 titik stasiun di perairan pelabuhan Belawan sepanjang 10 km kearah laut. Parameter-parameter yang dianalisis yaitu: distribusi ukuran sedimen, fall velociti, incipient motion, bed load, suspended load, total load, dan potensi erosi. Parameter – parameter yang digunakan untuk keperluan analisis sedimen ini, yaitu: pasang surut, gelombang, angin, temperatur, curah hujan, densiti sedimen dan air laut, dan debit limpasan air sungai
Dari hasil kajian sedimentasi di dapatkan bahwa ukuran butiran di setiap stasiun menunjukkan bahwa material dasar perairan umumnya adalah pasir halus
(fine sand), dan di mulut muara ditemukan adanya ambang Lumpur halus (silt).
Lokasi pengendapan terbesar pada stasiun 3 dan 5, lokasi erosi terbesar pada stasiun 2, dengan mengetahui nilai standar deviasi maka dapat ditentukan bahwa kondisi pearairan pelabuhan Belawan bersortir baik pada perairan yang jauh dari muara sungai, dan bersortir buruk yang berada di muara sungai. Lingkungan perairan pelabuhan Belawan adalah lingkungan deposisi.
(3)
KATA PENGANTAR
Puji Syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan karunia-Nya yang telah diberikan kepada saya sehingga laporan Tugas akhir ini yang berjudul “STUDI KARAKTERISTIK SEDIMEN DI PERAIRAN PELABUHAN BELAWAN” dapat diselesaikan dengan baik.
Tujuan penulisan laporan tugas akhir ini adalah untuk memenuhi sebagian persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik tingkat sarjana Strata – 1 (S-1) di fakultas Teknik, Jurusan Teknik Sipil, Universitas Sumatera Utara.
Dalam penyusunan laporan ini, saya telah mendapatkan bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak, bagi dari segi moril maupun materil sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan tugas akhir ini. Untuk itu, pada kesempatan kali ini, saya ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan, selaku Ketua Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara;
2. Bapak Ir. Teruna Jaya, M.Sc, selaku Sekretaris Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara;
3. Bapak Dr. Ir. Ahmad Perwira Mulia, M.Sc, selaku pembimbing yang telah menyediakan waktu untuk membimbing dan memberikan pengarahan dalam menyelesaikan laporan tugas akhir ini;
4. Bapak dan Ibu Staff Pengajar yang telah membimbing dan mendidik selama masa studi pada jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.
5. Bapak dan Ibu Staff Pegawai Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.
6. Orang tua tercinta, Ayahanda Ir. Imran Iskandar, MsTr dan Ibunda Mira Kirana atas kasih dan kesabarannya, Kakak-kakakku dan Iqi tersayang yang telah memberikan motivasi dan semangat hingga selesainya perkuliahan.
7. Sahabat-sahabatku tersayang : Achong, Dian, Nana, Nadia, Dini, Keke, Hafis, Soni, Rangga, Dani, Amri, Benni, dan fanny.
(4)
9. Teman-teman seperjuangan Sipil’03 : Sabrina, Lisa, Imelda, Dina, Ayung, Aris, Rida, Fina, Wiwid, Erika, Nuri, Yenny, Fitri, Tria, Riza, Desta, dan teman-teman lain yang namanya tidak dapat disebutkan satu persatu.
10.Bang Fahmi, Bang Erwin, Bang Yudian, Bang Irfan, Fadli, Erwin, Faisal, Ilham, Terima kasih banyak.
11.Seluruh rekan-rekan mahasiswa jurusan Teknik Sipil USU, TETAP
SEMANGAAATT..!!!!
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dan kelemahan dalam penulisan tugas akhir ini, untuk itu penulis sangat mengharapkan sumbangan pemikiran dan saran dari pembaca demi kesempurnaan tugas akhir ini.
Sebagai penutup, penulis berharap semoga tugas akhir ini dapat bermanfaat
bagi kita semua.
Medan, Maret 2008
Hormat saya
Penulis,
NIM : 03 0404 013
(5)
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ... i
KATA PENGANTAR ... ii
DAFTAR ISI ... iii
DAFTAR GAMBAR ... vii
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR NOTASI... x
LAMPIRAN ... xii
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Umum ... 1
1.2 Latar Belakang Permasalahan ... 1
1.3 Maksud dan Tujuan ... 2
1.4 Masalah dan Pembatasannya ... 2
1.5 Metodologi ... 2
1.6 Sistematika Pelaporan ... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendahuluan ... 5
2.2 Sifat-sifat Sedimen ... 6
2.2.1 Ukuran dan Bentuk ... 6
2.2.1.1 Pengukuran Distribusi Ukuran ... 9
2.2.2 Analisa Settling untuk Partikel Kecil ... 9
2.2.2.1 Distribusi Ukuran Partikel ... 9
2.2.2.2 Bentuk Partikel ... 12
2.2.3 Kecepatan Jatuh (Fall Velocity) ... 13
2.2.4 Densiti ... 20
2.2.5 Hubungan Relasi penting lainnya ... 21
2.3 Bed Form dan Flow Resistence ... 21
(6)
2.3.2 Pengertian Perpindahan Sedimen ... 26
2.3.3 Resistensi aliran ... 27
2.4 Perpindahan Sedimen ... 27
2.4.1 Incipient Motion... 30
2.4.2 Fungsi Perpindahan Sedimen ... 32
2.4.3 Armoring ... 32
2.5 Bed Load Formula ... 32
2.5.1 Formula Duboys... 32
2.5.2 Formula Meyer- Peter dan Muller ... 34
2.5.3 Formula Schoklitsch... 36
2.6 Suspended Load ... 37
2.7 Total Sediment Load ... 41
2.7.1 Formula Colby ... 42
2.7.2 Formula Ackers-White ... 44
2.7.3 Formula Yang Unit Stream Power ... 47
2.7.3.1 Formula Pasir Yang ... 47
2.7.3.2 Formula Gravel Yang ... 48
BAB III KONDISI FISIK DAN LINGKUNGAN PERAIRAN BELAWAN 3.1 Kondisi Umum Pelabuhan Belawan ... 50
3.2 Kondisi Topografi dan Bathimetri ... 53
3.2.1 Kondisi Topografi di pelabuhan Belawan ... 53
3.2.2 Kondisi Bathimetri di pelabuhan ... 55
3.3 Kondisi Geoteknik ... 55
3.4 Kondisi Klimatologi ... 56
3.4.1 Umum ... 56
3.4.2 Temperatur dan Kelembaban ... 56
3.4.3 Angin ... 56
3.4.4 Curah Hujan... 56
3.5 Hidrooseanografi ... 58
3.5.1 Pasang Surut ... 58
(7)
3.5.3 Sedimen ... 59
3.5.3.1 Kandungan sedimen pada sungai ... 59
3.5.3.2 Kandungan Litoral (litoral drift) ... 59
3.5.3.3 Transport Sedimen di Pantai ... 60
3.6 Pengerukan ... 61
BAB IV ANALISA DATA 4.1 Perhitungan dan Analisis Data ... 63
4.1.1 Distribusi Ukuran Sedimen ... 63
4.1.2 Fall velocity ... 69
4.1.3 Incipient Motion ... 70
4.1.4 Bed Load ... 72
4.1.5 Suspended Load ... 73
4.1.6 Total Sedimen Load ... 74
4.1.7 Analisa Potensi Erosi ... 76
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 85
5.2 Saran ... 86
DAFTAR PUSTAKA
(8)
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Gradasi Lengkung 11
Gambar 2.2 frekuensi kumulatif normal dan distribusi tidak simetris 12
Gambar 2.3 Kecepatan Jatuh 15
Gambar 2.4 Koefisien Dorong 15
Gambar 2.5 Kurva kecepatan vs waktu 19
Gambar 2.6 Bentuk dasar saluran 22
Gambar 2.7 Kurva permukaan pasir 23
Gambar 2.8 Incipient Motion 28
Gambar 2.9 Diagram Shields 30
Gambar 2.10 Grafik koefisien ψ dan τc oleh Duboys 34
Gambar 2.11 Sketsa definisi sedimen 38
Gambar 2.12 Distribusi konsentrasi vertikal relatif 41
Gambar 2.13 Efek taksiran dari temperatur air dan konsentrasi sedimen
Halus 42
Gambar 2.14 Hubungan antara debit pasir dengan kecepatan rerata 43
Gambar 3.1 Kondisi Pelabuhan Belawan Eksisting 52
Gambar 3.2 Kontur Batimetri Belawan 54
Gambar 3.3 Tipikal Borlog Tanah di Pelabuhan Belawan 55
Gambar 3.4 Windrose di Pelabuhan Belawan 57
Gambar 3.5 Grafik Hubungan Curah Hujan, debit Sungai Deli dan
Belawan dengan pengendapan di alur 58
(9)
Gambar 4.1 Grafik Distribusi Ukuran Sedimen Stasiun 1 62
Gambar 4.2 Titik lokasi stasiun 1 63
Gambar 4.3 Grafik standart deviasi sedimen pada setiap stasiun 69
Gambar 4.4 Grafik hasil perhitungan Fall velociti pada setiap stasiun 81
Gambar 4.5 Grafik hasil perhitungan bed load pada setiap stasiun 81
Gambar 4.6 Grafik hasil perhitungan suspended load pada setiap stasiun 82
Gambar 4.7 Grafik hasil perhitungan total load pada setiap stasiun 82
Gambar 4.8 Grafik hasil perhitungan lokasi potensi erosi pada setiap Stasiun 84
(10)
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Skala Klasifikasi Ukuran Partikel Sedimen 8
Tabel 2.2 Definisi Perpindahan sedimen 25
Tabel 2.3 Informasi Dasar tentang pengembangan dan penggunaan fungsi
sedimen transport yang umum digunakan. 31
Tabel 4.1 Sampel Stasiun I 63
Tabel 4.2 Nilai Rata-rata sedimen 65
Tabel 4.3 Nilai varian sedimen 65
Tabel 4.4 Hasil Perhitungan Standart Deviasi pada setiap stasiun 68
Tabel 4.5 Sifat-sifat air dalam satuan metrik 69
Tabel 4.6 Nilai pendekatan koefisien a dalam persamaan Shields 77 Tabel 4.7 Tabel perhitungan nilai-nilai karakteristik sedimen pada
setiap stasiun 80
(11)
DAFTAR NOTASI
A = Koefisien yang berhubungan dengan D50
AF = Koefisien pengatur untuk temperatur air
B = Lebar dasar
B = Eksponen yang memiliki nilai
C = Konsentrasi bed material discharge
CD = Koefisien dorong
CF = Efek persentase untuk ukuran partikel medium yang berbeda
D = Diameter Ayakan
Ds = Diameter Sedimentasi
Dn = Diameter nominal
Dg = Diameter rerata geometrik
Dm = Diameter rerata
D50 = Ukuran partikel rata-rata
d = Kedalaman rata-rata
Fg = Gaya gravitasi
FB = Gaya apung
FD = Gaya dorong
Fx = Shear force
Gs = Bed load discharge
g = Percepatan gravitasi
ng = Koefisien Manning untuk kekasaran butiran
(12)
Q = Debit satuan
R = Jari-jari hidraulik
S.F = Faktor bentuk (butiran pasir)
S = Energi gradien
T = Temperatur
Tw = Lebar atas u* = Shear velocity
Vv = Volume rongga V = Volume sedimen
v = Viskositas kinematik
W = Kecepatan jatuh
Z = Kemiringan sisi saluran
γ = Berat spesifik air
γs = Berat spesifik partikel
τc = Tegangan geser kritis
τo = Tegangan geser awal
s
ρ = Densiti sedimen
ρ = Densiti air
(13)
LAMPIRAN
(14)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Umum
Pelabuhan Belawan (Pelabuhan ketiga terbesar di Indonesia setelah Tanjung Priok dan Tanjung Perak) terletak di Pantai Timur Sumatera dan terletak pada estuari yang dibatasi oleh Sungai Belawan di bagian Utara dan Sungai Deli di bagian Selatan.
Letak yang strategis dari Pelabuhan Belawan di pesisir Selat Malaka yang melayani sistem transportasi Laut Nasional Indonesia dan juga dekat dengan Jalur Laut Internasional menguntungkan untuk pengembangan pelabuhan.
Dengan peran dan fungsinya sebagai pintu gerbang perekonomian daerah Sumatera Utara, pelabuhan Belawan harus selalu siap untuk mengantisipasi tuntutan kebutuhan operasional baik berupa fasilitas maupun peralatan guna peningkatan kelancaran pelayanan jasa kepelabuhanan.
1.2 Latar Belakang Permasalahan
Mengingat kondisi alam pelabuhan Belawan berada di antara dua muara sungai yang terbuka, secara alami pelabuhan ini mempunyai masalah terhadap aspek
(15)
hidraulik dan lingkungan. Sedimen merupakan permasalahan yang perlu mendapatkan perhatian disamping terbatasnya lebar alur pelayaran yang ada.
1.3 Maksud dan Tujuan
Tujuan dari pekerjaan studi ini adalah untuk mengetahui karakteristik sedimen di pelabuhan Belawan dalam rangka optimalisasi kapasitas kolam dan alur pelabuhan yang ada, guna peningkatan kapasitas dan pengembangan Pelabuhan Belawan.
1.4 Masalah dan Pembatasannya
Masalah di dalam tugas akhir ini dibatasi pada pengamatan dan analisa perilaku karakteristik fisik sedimen di Pelabuhan Belawan.
1.5 Metodologi
Tugas Akhir ini disusun dalam ruang lingkup pekerjaan sebagai berikut : a. Pengumpulan data sekunder
b. Menganalisa dan mengevaluasi data teknis eksisting yang terkait pada karakteristik sedimen di kolam dan alur pelayaran pelabuhan Belawan.
c. Menganalisa sifat-sifat erosi dan sedimenasi berdasarkan rumus-rumus analitis dan empiris.
(16)
Dan ditampilkan dalam bagan alir seperti berikut:
1.6 Sistematika Pelaporan
Rancangan sistematika penulisan secara keseluruhan pada penelitian ini terdiri dari 5 bab, yang mana uraian masing-masing bab adalah sebagai berikut:
Bab I Pendahuluan
Bab ini berisi latar belakang pekerjaan, tujuan, data umum dan lingkup pekerjaan yang dilaksanakan serta sistematika penulisan laporan penelitian.
Mulai
Pengumpulan Data sekunder
Kajian Pustaka
Analisa Sedimen
• Size Distribution
• Fall velocity
• Incipient motion
• Bed Load
• Suspended Load
• Total Load
• Analisis Erosi
Formula Empiris Formula Semi empiris
Kesimpulan
(17)
Bab II Tinjauan Pustaka
Bab ini mencakup segala hal yang dapat dijadikan sebagai dasar bagi pengambilan tema penelitian, penentuan langkah pelaksanaan dan metode penganalisaan yang diambil dari beberapa pustaka yang ada yang memiliki tema sesuai dengan tema penelitian ini. Didalam bab II juga dicantumkan beberapa penelitian serupa dengan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya untuk melihat perbandingan tujuan, metode dan hasil analisa yang ada.
Bab III Kondisi Fisik dan Lingkungan Perairan Belawan
Bab ini menyajikan gambaran mengenai kondisi lokasi lapangan, yang terdiri atas kondisi topografi dan batimetri, kondisi geoteknik, kondisi klimatologi, dan kondisi hidrooseanografi, yang didapat dari beberapa literatur yang mendukung pelaksanaan pekerjaan ini.
Bab IV Analisis Data
Disini berisi data hasil pengukuran sieve analisis. Dan data-data yang diperoleh dari survei yang dilengkapi dengan pelaksanaan survei bathimetri, hidrooseanografi, dan survei hidrometri yang telah dilaksanakan.Hasil analisa ini selanjutnya dibahas secara rinci untuk memudahkan penarikan kesimpulan hasil penelitian.
Bab V Kesimpulan dan Saran
Pada bab ini disampaikan evaluasi hasil pemodelan yang dilakukan di bab sebelumnya. Setelah itu dilakukan penyusunan rekomendasi guna penanggulangan sedimen baik di kolam pelabuhan dan alur pelayaran.
(18)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pendahuluan
Estuari merupakan badan air tempat terjadinya percampuran masa air laut yang dipengaruhi oleh pasang surut dengan air tawar yang berasal dari daratan. Hal ini menyebabkan kondisi perairan ini sangat tergantung pada kondisi air laut dan air tawar yang masuk kedalamnya. Semakin tinggi kandungan tersuspensi yang dibawa air tesebut semakin tinggi endapan lumpur di esturia. Nyabakken (1992) menyatakan bahwa pembentukan endapan juga mendapat pengaruh dari laut, karena air laut juga mengandung banyak materi tersuspensi.
Menurut Pikard & Emergy, (1993) permukaan dasar laut adalah tidak rata, topografi dasar lautan terdiri daripada kawasan gunung-gunung laut, lembangan, pematang dan jurang pematang. Dasar lautan terbentuk dari sedimen-sedimen halus yang kebanyakan datang dari daratan yang dibawa turun oleh sungai atau melalui tindakan angin, glasier dan bukit pasir. Bahan pembentukan dasar laut terdiri dari bahan organik, non organik dan bahan mineral.
Meningkatnya aktifitas manusia akhir-akhir ini disepanjang aliran sungai telah memberi pengaruh terhadap ekosistem muara. Kegiatan yang memberikan dampak terhadap muara tersebut antara lain penebangan hutan dibagian hulu. Kegiatan ini menyebabkan meningkatnya pengikisan tanah di sepanjang aliran sungai. Sebagai dampaknya jumlah sedimen di dalam sungai (suspended solid)
(19)
bertambah dan menyebabkan pendangkalan. Faktor yang mempengaruhi proses sedimenasi yang terjadi di muara antara lain aktivitas gelombang dan pola arus.
Garcia (1999) menyatakan : Semenjak peradaban manusia, proses
sedimenasi mempengaruhi persediaan air, irigasi, pertanian, pengendalian banjir,
perpindahan sungai, proyek hydroelectric, navigasi, perikanan, dan habitat air.
Beberapa tahun belakangan, ditemukan bahwa sedimen memiliki peran yang penting
dalam transportasi dan takdir dari bahan pencemaran : pengendalian sedimenasi
menjadi hal yang sangat penting dalam manajemen kualitas air.
2.2 Sifat-sifat Sedimen
Sifat sedimen yang paling mendasar adalah ukuran dan bentuknya, setelah itu densitas dan kecepatan jatuh dan lain-lain.
2.2.1 Ukuran dan Bentuk
Ukuran partikel adalah sifat yang paling mempengaruhi perpindahan sedimen. Tabel 2.1 memperlihatkan klasifikasi ukuran partikel sedimen dengan satuannya dalam milimeter. Catat bahwa di kolom terakhir dalam tabel tersebut diameter partikel D = 2-φ.
Sekumpulan sedimen alami memiliki bentuk yang tidak seragam. Oleh karena itu beberapa diameter tunggal digunakan untuk mengkarakterisasi grup dari butiran sedimen.
(20)
Tabel 2.1 Skala Klasifikasi Ukuran Partikel Sedimen
Nama Kelas Milimeter φ
Batu besar (boulders) >256 <-8
Batu bulat (cobbles) 256-64 -8 s/d -6
Kerikil sangat kasar (very coarse gravel) 64-32 -6 s/d -5
Kerikil kasar (coarse gravel) 32-16 -5 s/d -4
Kerikil sedang (medium gravel) 16-8 -4 s/d -3
Kerikil halus (fine gravel) 8-4 -3 s/d -2
Kerikil sangat halus (very fine gravel) 4-2 -2 s/d -1
Pasir sangat kasar (very coarse sand) 2.0-1.0 -1 s/d 0
Pasir kasar (coarse sand) 1.0-0.50 0 s/d +1
Pasir sedang (medium sand) 0.50-0.25 +1 s/d +2
Pasir halus (fine sand) 0.25-0.125 +2 s/d +3
Pasir sangat halus (very fine sand) 0.125-0.0625 +3 s/d +4
Lumpur kasar (coarse silt) 0.0625-0.031 +4 s/d +5
Lumpur sedang (medium silt) 0.031-0.016 +5 s/d +6
Lumpur halus (fine silt) 0.016-0.008 +6 s/d +7
Lumpur sangat halus (very fine silt) 0.008-0.004 +7 s/d +8
Lempung kasar (coarse clay) 0.004-0.0020 +8 s/d +9
Lempung sedang (medium clay) 0.0020-0.0010 +9 s/d +10
Lempung halus (fine clay) 0.0010-0.0005 +10 s/d +11
Lempung sangat halus (very fine clay) 0.0005-0.00024 +11 s/d +12
(21)
Diameter tunggal tersebut ditentukan berdasarkan metode pengukuran yang ada. Ukuran diameter yang biasa digunakan adalah sebagai berikut:
a) Diameter Triaxial (a, b, dan c): Ukuran ini mepresentasikan ukuran dimensi partikel mayor, antara dan minor yang diukur pada sumbu-sumbu yang saling tegak lurus.
b) Diameter Ayakan (D): Ukuran ini mengindikasikan ukuran bukaan dari ayakan dimana partikel akan lewat.
c) Diameter Sedimenasi (Ds): Ukuran ini mewakili diameter untuk bentuk,
berat spesifik dan fall velocity yang sama seperti partikel yang sama cairan sedimenasinya dengan temperatur yang sama. Hal ini juga disebut fall diameter (diameter jatuh).
d) Diameter nominal (Dn): Ini mewakili diameter bola yang memiliki volume
yang sama dengan partikel tertentu.
e) Diameter rerata geometrik (Dg): Ini adalah akar dari hasil perkalian ukuran
maksimum dan ukuran minimum. Misalnya, pasir yang sangat kasar dengan rentang ukuran 1.00 – 2.00 mm memiliki rata-rata geometrik 1.414 mm
[yaitu (1*2)1/2].
f) Diameter rerata (Dm): Ukuran ini mewakili ukuran partikel yang dihitung
berdasarkan:
Dm = (p1D1 + p2D2 + …pnDn)/(p1 + p2 +…+ pn) (2.1)
dimana p1, p2,….., pn adalah fraksi butiran yang terkait dengan klasifikasi ukuran 1,2,….n dan D1, D2,……, Dn adalah diameter rata-rata untuk
(22)
g). Diameter median (D50): Diameter terkait dengan nilai 50 persen lebih
kecil menurut berat (atau volume) dalam kurva distribusi ukuran (gradation curve). Umumnya, Dp digunakan untuk menyatakan bahwa p
persen (berat atau volume) dari sampel memiliki diameter lebih kecil daripada Dp.
2.2.1.2 Pengukuran Distribusi Ukuran
Penetuan ukuran berdasarkan saringan dapat digunakan untuk partikel sampai dengan 50 µm, tapi akan memberikan hasil yang baik sampai dengan 75 µm. Ukuran saringan dibuat berdasarkan deret geometrik dengan setiap saringan (2)1/4 lebih besar dari yang sebelumnya. Jika pasir cukup seragam (σg sudah cukup kecil), tahapan
(2)1/4 sebaiknya digunakan.
2.2.2 Analisa Settling untuk Partikel Kecil 2.2.2.1 Distribusi Ukuran Partikel
Dengan ayakan distribusi ukuran partikel dari sampel material dasar dapat di peroleh, yang secara umum memperlihatkan hubungan antara persentase dari berat dibanding ukuran partikel, dinyatakan dengan gradasi garis lengkung. Gambar.2.1 memperlihatkan contoh dari gradasi garis lengkung. Distribusi ukuran kumulatif dari kebanyakan sampel dapat ditaksir menggunakan distribuslog-normal, jadi dengan menggunakan skala probabilitas logaritma, dapat diperoleh (kurang lebih) garis lurus. Untuk distribusi log-normal, diameter rerata geometri dapat dinyatakan sebagai berikut:
(
)
1/2 16 84* D D(23)
dimana D84 dan D16 adalah diameter yang mengindikasikan bahwa 84 persen dan 16
persen berat dari diameter sampel memiliki diameter yang lebih kecil dari D84 dan
D16. Dg untuk distribusi log-normal sama dengan D50.
Deviasi standar geometrik, σg, berkaitan dengan Dg dan ditentukan sebagai
berikut:
[
84/ / 16]
21
D D D
D g g
g = +
σ (2.3)
Untuk distribusi ukuran butiran log-normal, diameter rerata, Dm, dinyatakan sebagai berikut:
[
2]
n
ln 0.5
exp σ
g
m D
D = (2.4)
Gambar 2.1 Gradasi lengkung dari analisa agregat tanah
Dalam literatur geologi, diameter sering digambarkan dalam unit φ, dimana φ = -log2D50 (D50 dalam mm), φ = 0 untuk D50 = 1 mm, dan φ = 1 untuk D50 = 0.5 mm
(24)
Perhitungan dengan cara lain dari distribusi adalah skewness, yang terjadi ketika distribusi ukuran sedimen tidak simetris yang diberikan sebagai berikut
φ φ
φ σ φ
α − 50
= Md
(2.5)
Suatu skewness yang negatif mengindikasikan bahwa distribusi condong kepada ukuran phi yang kecil (ukuran butiran yang besar). Duane (1964) menunjukkan bahwa skewness yang negatif adalah suatu indikator akan suatu lingkungan yang mudah longsor, untuk material yang lebih halus dipisahkan oleh aksi arus dan gelombang. Dengan kata lain, lingkungan deposisi akan memiliki nilai skewness yang positif.
Otto (1939) dan Inman (1952) mendefenisikan diameter rata-rata sebagai berikut
(
)
2
16 84 φ
φ
φ = −
M (2.6)
Sebelumnya cari nilai φ dengan Persamaan sebagai berikut
ln2
ln D − =
φ (2.7)
Masukkan nilai φ84 dan φ16 kedalam Persamaan (2.6)
Penyortiran dari sampel pasir ditujukan untuk batas dari ukuran yang dihadirkan. Suatu penyortiran yang sempurna akan berisi pasir berdiameter sama seluruhnya, sedangkan penyortiran yang jelek berisi suatu ukuran yang rentangnya luas.
(25)
Pengukuran secara numerik dari penyortiran adalah standar deviasi (σφ) yang didefenisikan sebagai berikut
(
)
2
16 84 φ
φ
σφ = − (2.8)
Gambar 2.2 Grafik frekuensi kumulatif normal dan distribusi tidak simetris
2.2.2.2 Bentuk Partikel
Selain diameter sebagai ukuran partikel, bentuk dan kebundaran juga penting. Bentuk menggambarkan pola dari partikel tanpa referensi untuk ketajaman dari
(26)
pinggirannya, sedangkan kebundaran tergantung dari ketajaman atau radius dari lengkungan pinggirannya. Sebagai contoh, partikel yang rata memiliki kecepatan jatuh yang lebih kecil dibandingkan yang berbentuk bola, namun dalam kasus bed
load ia akan lebih susah dipindahkan. Beberapa definisi yang digunakan untuk
menyatakan karakter bentuk adalah:
a). Kebulatan (Sphericity): perbandingan luas permukaan bola yang
mempunyai volume yang sama dengan partikel, dengan luas permukaan dari partikel tersebut.
b). Kebundaran (Roundness): perbandingan rata-rata radius lengkungan pinggiran, dengan radius dari lingkaran, yang dapat dicocokkan dalam luasan proyeksi maksimum partikel.
c). Faktor bentuk (Shape Factor): S.F.= c/(a.b)1/2 dengan a, b, dan c sebagai dimensi mayor, antara dan minor dari ukuran partikel. Untuk bola, S.F.= 1; pasir alami, S.F.~0.7. Kebulatan dan kebundaran sulit untuk ditentukan dalam prakteknya, namun faktor bentuk memiliki aplikasi dalam praktek. Sebagai contoh, kecepatan jatuh partikel dapat diekspresikan oleh diameter nominal, faktor bentuk, dan bilangan Reynolds.
2.2.3 Kecepatan Jatuh (Fall Velocity)
Fall Velocity adalah kecepatan jatuh terminal sebuah partikel sedimen di air
suling yang tenang. Kacepatan ini merefleksikan ukuran, bentuk, dan berat partikel, serta karakteristik fluidanya. Pikirkan sebuah bola berdiameter D dilepaskan dengan kecepatan nol didalam air yang tenang. Saat kecepatan W meningkat, resistensi air
(27)
mengurangi percepatan menuju keseimbangan. Pada keseimbangan, gaya gravitasi diimbangi oleh gaya dorong (drag force) dan kecepatan terminal WT terjadi.
Persamaan kecepatan jatuh dapat dikembangkan dengan menggunakan prinsip impuls-momentum:
∑
=∫
∀+∑
(
)
CS y CV yy v d v V.A
dt d
F (2.9)
Mengacu pada Gambar 2.3, gaya-gayanya adalah gaya gravitasi Fg, gaya apung FB,
dan gaya dorong FD.
B D g
y F F F
F = − −
∑
(2.10)Gaya Gravitasi dijabarkan sebagai berikut
s g D F = 3
6 (2.11)
dimana
3
6D adalah volume bola dan γs adalah berat spesifik bola. Gaya apung adalah karena adanya air yang dipindahkan.
D
FB 3
6
= (2.12)
dimana γ adalah berat spesifik air. Gaya dorong (resistensi) adalah:
2 4 2 2 W D C
FD D
= (2.13)
dimana CD adalah koefisien dorong, yang merupakan fungsi bilangan Reynolds
untuk bola (lihat Gambar 2.4). CD adalah perbandingan antara gaya dorong per unit
luas
2
4D dengan tekanan dinamik
= 2 2
2 1
4D W
F
(28)
Gambar 2.3 Kecepatan Jatuh
Gambar 2.4 Koefisien dorong untuk bola sebagai fungsi dari bilangan Reynolds (Vanoni, 1975)
D
F
g(29)
Perubahan momentum dalam volume kontrol yaitu
∑
v(
V. A)
=0 CSv dan laju bersih
dari pengaliran momentum yaitu
dt dW D d v dt d CV v v = ∀
∫
34 (2.14)
Persamaan momentum adalah hasil dari subsitusi Persamaan (2.10) dengan (2.14) kedalam Persamaan (2.5) untuk menghasilkan
dt dW D W D C D
D v D v
= − − 3 2 2 3 3 6 2 4 6
6 (2.15)
Karena sifat hubungan yang rumit antara CD dan bilangan Reynolds,
Persamaan (2.14) tidak dapat secara langsung diintegrasikan. Bilangan Reynolds dapat dituliskan sebagai berikut:
v WD
Re = (2.16)
Untuk rentang Re < 1, Hukum Stoke diekspresikan sebagai berikut
e D
R
C = 24 (2.17)
Kita dapat mensubsitusikan Persamaan (2.16) kedalam Persamaan (2.17) dan menggunakan hasil CD ke dalam Persamaan (2.13)
(30)
WD 3 2 4 v WD 24 C 2 4 2 2 D D 2 2 v W D F W D C
FD D
ρ ρ π ρ π = = = (2.18)
yang dinamakan Persamaan Stoke.
Persamaan kecepatan jatuh untuk Re < 1 dapat dihasilkan dengan subsitusi
Persamaan (2.18) untuk menggantikan
2 4
2
2 W
D
CD
dalam Persamaan (2.15),
lalu diintegrasi untuk memperoleh
(
)
− − − = 2 2 18 exp 1 1 18 D vt v g D W s s (2.19)Jika t →∞, kecepatan jatuh ini adalah kecepatan terminal:
− = 1 18 2 v g D W s
T (2.20a)
atau − = v g D W s T 18 2 (2.20b)
Gambar 2.5 menggambarkan kecepatan jatuh sebagai fungsi waktu untuk Persamaan (2.19) dan (2.20).
(31)
Sebagai alternatif, kita dapat menggunakan Persamaan (2.15) dengan dW/dt = 0 untuk menghasilkan kecepatan jatuh menjadi
0 2 4 6 6 2 2 3 3 = − − T D s W D C D
D (2.21)
Solusi untuk WT :
2 1 1 3 4 − = g C D W s D
T (2.22)
Partikel sedimen tidaklah betul-betul bola, dan untuk diameter tertentu, berdasarkan analisis ayakan, biasanya mereka memiliki kecepatan jatuh yang sedikit lebih kecil daripada bola dengan diameter yang sama. Umumnya, hukum Stoke dapat digunakan untuk partikel graviti pada rentang lanau dan lempung yang jatuh ke dalam air. Karena kecepatannya yang sangat kecil, mereka biasanya tidak dijumpai dalam jumlah yang besar di dasar sungai. Mereka biasanya disebut muatan hanyut
(wash load) karena mereka hanyut bersama sistem air.
Ada dua jenis dorongan (drag), yaitu:
1). Dorongan bentuk (Form drag), yaitu disebabkan oleh perbedaan yang tekanan antara bagian depan dan belakang partikel
2). Dorongan Permukaan (Surface drag), yaitu disebabkan oleh pergesekan sepanjang permukaan dari partikel.
(32)
Gambar 2.5 Velocity vs waktu
Kedua jenis gaya tersebut adalah gaya inersia dan gaya viscous. Hukum Stoke, untuk Re < 1, mengabaikan gaya inersia. Menurut Oseen (1927) perkiraan
untuk CD yaitu:
+
= e
e
D R
R C
16 3 1 24
(2.23)
dan Goldstein (1929) menaksirkan (Re ≤ 2)
+ − + +
= ...
480 . 20
71 1280
19 16
3 1
24 2 3
e e
e e
D R R R
R
C (2.24)
Lihat Gambar 2.4 untuk koefisien dorong sebagai fungsi bilangan Reynolds.
Ketika sejumlah partikel tersebar didalam fluida, kecepatan jatuh akan berbeda dari partikel tunggal karena adanya interferensi antar partikel. Jika hanya ada beberapa partikel yang berdekatan, mereka akan jatuh dalam kelompok dengan kecepatan yang lebih tinggi daripada partikel yang jatuh sendiri. Di lain pihak, jika partikel tersebar merata di dalam fluida, interferensi antar partikel yang berdekatan
(33)
akan cenderung mengurangi besarnya kecepatan jatuh. Banyak peneliti mempelajari pengaruh konsentrasi terhadap kecepatan jatuh.
2.2.4 Densiti
Sesungguhnya semua sedimen berasal dari material batu, oleh sebab itu segala unsur material induk (parent material) dapat ditemukan di sedimen. Sebagai contoh, fragmen dari induk batuan ditemukan di batu besar dan kerikil, kuarsa pada pasir, silika pada lumpur, dan feldspars dan mika pada tanah liat. Densiti dari kebanyakan sedimen yang lebih kecil dari 4 mm adalah 2.650 kg/m3 (graviti spesifik, s = 2.65). Densiti dari mineral lempung (clay) berkisar dari 2.500 sampai 2.700 kg/m3.
2.2.5 Hubungan Relasi Penting Lainnya a) Densiti Relatif (Relative Density), ∆
(
ρ −ρ)
ρ =∆ s (2.25)
dimana ρs, adalah densiti sedimen dan ρadalah densiti air b) Berat Spesifik (Spesific Weight) partikel tanah tenggelam, γs′
(
γ γ)
γs'= s − (2.26)
dimana γs adalah berat spesifik partikel sedimen, N/m3, dan γ adalah
berat spesifik air, N/ÿÿ.
c) Grain Reynoÿÿs ÿÿmberÿÿRNS
ÿÿ
v WD
R N
(34)
dimana DN adalah diameter nominal sedimen, m, dan W adalah kecepatan
jatuh yang terkait dengan DN, m/dtk.
d) Parameter Sedimentasi
( )
2( )
3N s'D
G = (2.28)
dimana v adalah viskositas kinematik, ft2/dtk (atau m2/dtk); DN adalah diameter nominal butiran, ft (atau m); dan γs’ adalah berat spesifik
sedimen tenggelam, lb/ft3 (atau N/m3). e) Porositas, n
/V V
n= v (2.29) dimana Vv adalah volume rongga dan V adalah volume sedimen.
2.3 Bed Form dan Flow Resistence 2.3.1 Bed Forms
Aliran permukaan bebas di atas dasar pasir yang dapat tererosi menghasilkan jenis dan bentuk dasar saluran yang berbeda. Tipe dan dimensi suatu dasar tergantung kepada sifat-sifat aliran, cairan, dan material dasar. Tabel 2.1 mendeskripsikan jenis konfigurasi dasar yang mempengaruhi kekasaran suatu saluran alluvial. Gambar 2.6 memperlihatkan kondisi dasar saluran yang disusun menurut laju angkutan endapan yang meningkat. Karena terdapat hubungan yang erat antara resistensi aliran, bentuk, dasar dan laju dari perpindahan sedimen, penting untuk diketahui kondisi yang menyebabkan perbedaan suatu dasar saluran. Gambar 2.7 memperlihatkan diagram dasar yang dibuat oleh Vanoni (1974) untuk kedalaman
aliran sampai 10 ft (3m) dan juga antara 100 dan 600 µm. Jenis dasar
(35)
tinggi untuk jenis aliran super kritikal, dengan zona transisi dekat yang dengan aliran kritis. Bentuk dasar menurut rejim-rejim aliran ini adalah sebagai berikut:
Gambar 2.6 Bentuk dasar saluran yang disusun sesuai dengan meningkatnya perpindahan sedimen. Aliran semakin meningkat dari gambar a ke f. (Vanoni,1974)
(36)
Gambar 2.7 (a) Kurva permukaan untuk pasir yang baik (D50 = 100 ~ 200µm).(b)
Kurva untuk jenis pasir yang baik sampai medium (D50 = 200 ~ 300 µm). (c) Kurva
untuk jenis pasir yang medium (D50 = 300 ~ 400 µm). (d) Kurva untuk jenis pasir
(37)
1. Rejim rendah
Bergelombang (ripples)
Bukit pasir (dunes) 2. Zona Transisi
Bentuk dasar bervariasi dari dunes sampai ke antidunes. 3. Rejim tinggi
Dasar rata dengan gerakan sedimen
Antidunes
Antidunes pecah (breaking antidunes)
Gelombang berdiri (standing waves)
Luncuran dan kolam (chups and pools)
Faktor yang mempengaruhi bentuk dasar dan resistensi terhadap aliran termasuk kedalaman air, kemiringan, dan densiti cairan, konsentrasi material halus, ukuran material dasar, gradasi material dasar, kecepatan jatuh partikel sedimen,bentuk tampang saluran, daya rembesan, dan lainnya. Lihat Simons dan Senturk (1977) dan Yang (1996) untuk diskusi selanjutnya.
2.3.2 Pengertian Perpindahan Sedimen
Tabel 2.2 memperlihatkan berbagai definisi perpindahan sedimen. Material yang halus seperti lanau dan lempung dapat berpindah sangat mudah begitu mereka memasuki saluran dan tersapu habis dengan hanya meninggalkan jejak yang tertinggal di permukaan dasar. Akibatnya, Persamaan perpindahan sedimen tidak dapat digunakan. Wash load adalah bagian dari total suspended load yang lebih halus dari material dasar. Perpindahan material yang lebih besar yang ditemukan pada material dasar dinamakan bed-material load. Total load adalah kombinasi dari wash
(38)
load ditambah bed-material load. Bila wash load tidak ada, bed material load dan
total load dapat dipertukarkan. Material dasar pada umumnya diekspresikan sebagai
berat sedimen per unit waktu ton/hari atau N/s.
Perpindahan sedimen:
Tabel 2.2 Definisi Perpindahan sedimen
Nontransported Sedimen: Material dasar (sedimen tak bergerak dari ukuran yang sama yang menghasilkan bed material load)
Sedimen load : Material dalam suspensi dan/atau dalam perpindahan
Bed-Material Load : Laju total nilai dari material dasar yang berpindah disuatu
lokasi di sungai bed load dan suspended load
Bed Load : Gerakan material di atau dekat dasar sungai dengan
berguling (rolling), bergelincir (sliding), dan kadang- kadang masuk sebentar kedalam aliran dalam beberapa
Total
sedimen load
Bed material load
Wash load
Bed load
Suspended bed material load
(39)
diameter diatas dasar (jumping) Bed material yang bergerak secara terus bersentuhan dengan dasar)
Wash Load : Bagian dari total suspended load yang lebih halus dari
material dasar (wash load dibatasi oleh persediaan bukan hidraulik)
Suspended Load : Mencakup keduanya baik suspended bed material load dan wash load. Sedimen yang bergerak dalam suspensi
2.3.3 Resistensi aliran
Resistensi aliran bervariasi menurut bentuk dasar yang diwakili oleh kekasarannya, yang dapat dijabarkan melalui PersamaanManning sebagai berikut:
2 1 3 2
1 f
S R n
V = (2.30)
dimana V adalah kecepatan rata-rata aliran (m/s), R adalah jari-jari hidraulik (m), dan
Sf adalah kemiringan energi tanpa dimensi. Total kekasaran dapat dibagi menjadi
kekasaran butiran atau kekasaran kulit yang disebabkan adanya bentuk dasar. Total koefisien kekasaran Manning dapat dituliskan sebagai berikut:
f
g n
n
n= + (2.31)
dimana ng adalah koefisien Manning untuk kekasaran butiran dan nf adalah koefisien
Manning untuk kekasaran bentuk. Einstein dan Barbarossa (1952) pertama kali memisahkan resistensi total menjadi resistensi butiran dan resistensi bentuk.
Berbagai pendekatan telah dilaporkan dalam literatur untuk menentukan koefisien kekasaran bagi saluran yang dipenuhi sedimen. Lihat Yen (1996) dan Yang
(40)
(1996) untuk mereview hal ini. Koefisien kekasaran Manning yang ditetapkan oleh Chow (1959), pada Tabel dapat dipakai untuk beberapa jenis dasar saluran.
Persamaan Strickler (1923) dapat digunakan untuk menghitung faktor kekasaran Manning untuk dasar dan tebing sungai berdasarkan ukuran sedimen yang ada di tebing dan dasar sungai:
( )
21
6 1 50 D
n= (2.32)
dimana D50 adalah ukuran median sedimen
( )
6 . 25
6 1 50 D
n= (2.33)
2.4 Perpindahan Sedimen 2.4.1 Incipient Motion
Incipient motion suatu partikel dasar dapat dianggap sebagai kondisi kritis
antara transport dan no transport. Amati partikel A di Gambar 2.7 dengan maksud untuk menganalisa kondisi yang mengakibatkan incipient motion suatu partikel. Jika partikel memiliki diameter Ds, luas permukaan efektif adalah proporsional Ds2. Gaya Fx, yang bekerja pada partikel adalah shear force akibat dari shear stress, τo yang
dituliskan sebagai berikut:
o
x C D
F = 1 2τ (2.34)
dimana C1 adalah konstanta proposionalitas dan (C1Ds2) adalah luas efektif.
Anggap bahwa jarak y1 sebanding dengan Ds jadi y1 = C2Ds. Lalu momen
(41)
oleh berat tenggelam dari partikel tersebut yang sebanding dengan (γs - γ) Ds3. Waktu
Momen over turning dan momen righting adalah sama pada saat incipient motion. Shear stress pada saat incipient motion merupakan critical shear stress, τc = τo.
Menyamakan overturning dan momen righting
(
s)
(
s) (
s s)
s
cC D C D C D C4D
3 3
2 2
1 γ γ
τ = − (2.35a)
(
)
44 3 3
2
1 s s s
cCC D γ γ C C D
τ = − (2.35b)
Gambar 2.8 Incipient Motion. Anggap bahwa gaya hidraulik yang bekerja pada partikel tersebut sepenuhnya akibat dari shear stess, Io, yang bekerja di area
permukaan.
Solusi untuk critical shear stress
(
s)
sc D
C C
C C
γ γ
τ = −
2 1
4 3
(2.36)
atau
(
s)
sc C γ γ D
τ = − (2.37)
(42)
Analisa dimensi dapat digunakan untuk menurunkan critical shear stress lebih lengkap. Shear stress tidak berdimensi dihasilkan dengan rumus sebagai berikut
(
)
v D c s s c = − s Dφ (2.38a)
= ∗ v D uc s
φ (2.38b)
dimana v
D
u∗c s
adalah Bilangan Reynold shear velocity dan
ρ τc c
u∗ = (2.39)
adalah critical shear velocity. Bagian sebelah kiri dari Persamaan (2.35a,b) adalah dimensi shear stress tak berdimensi, τ*.
(
s)
s cD
γ γ τ
τ∗ = − (2.40)
Hubungan antara τ* dan Rc* yang dikembangkan oleh Shields (1936)
dinamakan Diagram Shields, diperlihatkan pada Gambar 2.9 Diagram ini memperlihatkan hubungan eksperimental yang dimaksud oleh Persamaan (2.38a,b). Diagram Shields dapat digunakan untuk mengevaluasi critical shear stress (shear
stress pada saat incipient motion). Untuk menggunakan diagram Shields, pertama
harus dihitung yang dapat digunakan untuk menempatkan τ* pada kurva diagram
Shields s s s gD v D −1 1 , 0
γ γ
(43)
Gambar 2.9 Diagram Shields (ds = Ds) (Vanoni,1975, p.96)
Dengan τ*, critical shear stress dapat dihitung dengan menyusun kembali Persamaan
(2.32) menjadi
(
s)
sc τ γ γ D
τ = ∗ − (2.41a)
(
γs γ)
γDsτ −1
= ∗ (2.41b)
Shear stress aktualnya dapat dihitung dengan menggunakan
RS
o γ
τ = (2.42)
Lalu dilakukan perbandingan antara τc dan τo. Jika τo lebih besar dari τc, perpindahan
(44)
2.4.2 Fungsi Perpindahan Sedimen
Tabel berisi beberapa fungsi sedimen transport yang umum dengan informasi dasar tentang pengembangan dan penggunaannya.
Tabel 2.3 Informasi Dasar tentang pengembangan dan penggunaan fungsi sedimen
transport yang umum digunakan.
Nama Fungsi
Tipe Ukuran Sedimen
(mm)
Dikembangkan di
Komentar
Ackers-White
Total Load
0,04 – 2,5 Data flume Memberikan gambaran yang baik untuk
sedimen ringan pada flume laboratorium dan sungai alami.
Colby Total
Load
0,10 – 0,8 Data flume
dan stream
Temperatur pada 60oF. Fungsi ini
direkomendasikan untuk sungai berpasir dengan kedalaman kurang dari 10 ft. Efektif untuk kecepatan 1 sampai 10 ft/s. Kisaran kedalaman 0.10 – 10 ft.
Duboys Bed
Load
0,01 – 4,0 Flume kecil Formula ini tidak cocok digunakan untuk sungai berdasar pasir yang mengangkut
suspended load.
Engelund/ Hansen
Total Load
Ukuran lebih besar dari 0,15 mm
Data flume besar
Cukup memuaskan untuk memprediksi
sedimen discharge pada sungai berpasir.
Laursen Total Load
0,01– 4,08 Data flume Diharapkan dapat dipakai hanya untuk
sedimen alami dengan specific gravity 2,65. Dapat diadaptasi untuk sungai dangkal dengan pasir halus dan lanau kasar.
(45)
Meyer-Peter/ Muller
Bed Load
0,40 – 30,0 Data Saluran Tidak dapat digunakan untuk aliran dengan suspended load yang besar. Fungsi ini dikalibrasi untuk pasir kasar dan kerikil. Direkomendasikan untuk sungai dengan material dasar saluran lebih kasar dari 5 mm kedalaman 1 sampai 1,2 m.
Schoklitch Bed Load
0,30 – 5,0 Data flume
kecil
Formula bed load yang seharusnya tidak digunakan untuk sungai berpasir yang menggangkut banyak sedimen dalam suspensi.
Shields Bed
Load
1,7 – 2,50 Data flume Sedimen digunakan dalam percobaan adalah kasar dengan shear velocitis yang rendah. Hampir semua sedimen yang berpindah adalah bed load.
Toffaleti Total Load
0,062 – 16 Data stream Porsi bed load dapat dihitung menggunakan fungsi bed load (contoh, Schoklitsch, atau Meyer-Peter dan Muller). Fungsi seharusnya tidak digunakan untuk material ringan dan kasar namun dapat diadaptasi untuk sungai alami bverdasar pasir dengan specific gravity 2,65.
Yang’s Stream Power Function
Total Load
0,015 – 1,71
Data stream Fungsi ini efektif untuk sedimen dengan
specific gravity 2,65. Formula pasir Yang
dapat diadaptasi untuk flume laboratorium dengan dasar pasir dan sungai alami – dengan wash load diabaikan. Formula kerikil Yang adalah untuk bed material berukuran antara 2 dan 10 mm
(46)
2.4.3 Armoring
Armoring adalah proses pengikisan lapisan dasar saluran secara terus menerus oleh terangkutnya partikel halus sampai sebuah lapisan terbentuk yang resisten terhadap pengikisan karena discharge tertentu. Lapisan kasar yang tetap ada di permukaan disebut lapisan armoring. Armoring adalah kondisi yang bersifat sementara karena debit yang lebih besar dapat menghancurkan lapisan armor dan lapisan tersebut dapat terbentuk kembali saat debit berkurang. Terbentuknya lapisan resisten dengan partikel yang relatif lebih besar adalah hasil dari perpindahan partikel yang halus karena erosi.
2.5 Bed Load Formula
Partikel dapat berpindah sebagai dasar di sepanjang dasar saluran karena aliran. Bagian ini menjelaskan beberapa dari Persamaan yang biasa digunakan untuk bed load untuk sungai berdasar pasir.
2.5.1 Formula Duboys
Duboys (1879) mengembangkan formula sebagai berikut:
[
c]
s
g = 0 0 − (2.43)
dimana ψ adalah koefisien tergantung dari rata-rata ukuran dasar sedimen, kg3/m/s;
τo = γ d S = shear stress dasar; τc adalah critical bed shear stress dalam kg/m2; γ
adalah berat spesifik air dalam N/m3; d adalah kedalaman air dalam m; dan S adalah kemiringan saluran.
Parameter ψ dan τc diberikan pada Gambar 2.10 sebagai fungsi rata-rata
(47)
Gambar 2.9 Grafik koefisien ψ dan τc oleh Duboys
2.5.2 Formula Meyer- Peter dan Muller
Meyer-Peter dan Muller (1948) mengembangkan formula empiris untuk bed
load discharge pada sungai alami, yaitu sebagai berikut
2 3 2
3 6 1 90
0698 . 0 . 368
. 0
−
= m
s s
s dS D
n D Q Q
g (2.44)
dimana
gs = bed load discharge, kg/dtk-m
Q = Total discharge air, m3/dtk
Qs = Bagian discharge air yang mempengaruhi dasar dalam m3/dtk
(48)
Dm = diameter efektif dari campuran material dasar (mm)
d = kedalaman aliran rata-rata, m
S = gradien energi
ns = nilai kekasaran Manning untuk dasar sungai
Untuk saluran yang lebar dan licin Qs/Q = 1 dan
V S d ns 2 1 3 2 486 . 1
= (2.45)
Dimana V adalah kecepatan aliran rata-rata dalam m/dtk.
Jika kekasaran dinding sungai dipertimbangkan, rumus berikut dapat dipakai: Untuk saluran persegi panjang:
3 2 2 3 1 2 1 − + = m w w m s n n T d n
n (2.46)
3 2 2 1 1 + = s w w s n n T d Q Q (2.47)
Untuk saluran trapesium:
( )
232 3 2 1 2 1 1 2 1 − + + = m w m s n n B z d n
n (2.48)
( )
2 12 231 2 1 1 + + = s w s n n B z d Q Q (2.49)
(49)
dimana
nw = nilai kekasaran untuk tepi saluran
nm = nilai kekasaran untuk total saluran
Tw = lebat atas, m
B = lebar dasar, m
Z = kemiringan sisi saluran
ukuran fraksi
jumlah n
; i
D b
n 1 t
si =
=
∑
=
m
D
Dsi = diameter butiran rata-rata dari sedimen didalam fraksi ukuran i
ib = Berat fraksi material dasar dalam fraksi ukuran tertentu.
2.5.3 Formula Schoklitsch
Formula Schoklitsch (1935) dapat dituliskan sebagai berikut: 1. Material Unigranular (D50):
(
0)
23
7 , 86
q T Q S D
Gs = − w (2.50)
dimana:
q0 = 0,00532d/S4/3
D = D0 (diameter butiran rata-rata), cm
Gs = bed load discharge, m/dtk
S = energi gradient
Q = discharge m3/dtk
Tw = lebar dalam m
(50)
2. Campuran dengan ukuran yang berbeda (Dsi)
(
0)
23 1
1 .
25
q q S D i g
g
n
i si
b n
i i s
s =
∑
=∑
−= =
(2.51)
dimana:
q0 = 0,0638Dsi/S4/3
n = jumlah fraksi ukuran dalam campuran material dasar
Dsi = diameter butiran rata-rata, m
gs = Gs/Tw ; bedload discharge,kg/dtk-m
ib = fraksi, berat material dasar dalam sebuah fraksi ukuran
tertentu
2.6 Suspended Load
Suspensi sedimen terjadi karena adanya turbulen walaupun faktor lain, misalnya arus tambahan, halangan, impak partikel, juga memiliki peranan. Untuk menghitung suspended load, variasi konsentrasi sedimen pada potongan vertikal dari aliran sungai harus dihitung. Gambar 2.11 memperlihatkan distribusi kecepatan, distribusi konsentrasi, dan distribusi shear stress. Saat ekuilibrium, terjadi keseimbangan antara laju partikel yang jatuh karena gravitasi, W•C dan laju
partikel-partikel tersebut naik kembali oleh gerakan eddy,
y C
m
∂ ∂
ε , dimana W adalah
kecepatan jatuh partikel sedimen, C adalah konsentrasi sedimen, εm adalah koefisien
transfer massa vertikal akibat gerakan eddy, dan y adalah arah vertikal. Saat ekuilibrium,
(51)
Gambar 2.11 Sketsa definisi sedimen yang tersuspensi. (Prasuhn,1987)
0
. =
∂ ∂ +
y C C
W εm (2.52)
yang merupakan Persamaan difusi.
Pemecahan Persamaan (2.52) dapat dilakukan dengan menggunakan hubungan fluid shear stress berikut ini:
dy du
mρ
ε
τ = (2.53)
dan sebuah distribusi kecepatan vertikal logaritmik seperti Persamaanvon Karman-Prandtl:
A y k
u u
+ = 2,303log
*
(2.54)
dimana u* = τ0 ρ adalah shear velocity, k ≈ 0.4 untuk hampir semua aliran air
bersih, dan A adalah konstanta yang tergantung kepada licin dan kasarnya batas.
Mendiferensikan Persamaan (2.54) terhadap y menghasilkan
ky u dy
du ∗
(52)
yang dapat disubsitusikan ke dalam Persamaan (2.53) dan diselesaikan untuk εm sebagai berikut: ky u dy du m ∗ = = (2.56)
Mengacu pada Gambar 2.11, shear stress pada dasar saluran adalah τ0, S
y
RS 0
0 = = (2.57)
dimana jari-jari hydraulik R = y0, yang merupakan kedalaman.
Pada kedalaman intermediat y, shear stress adalah
(
y −y)
S=γ 0
τ (2.58)
Rasio τ/τ0 adalah
(
)
(
)
0 0 0 0 0 y S y S y y y y − = − = (2.59) Sehingga(
)
− = − = 0 0 0 0 0 1 y y y y y τ ττ (2.60)
Persamaan (2.60) dapat disubsitusikan ke dalam Persamaan (2.56) untuk menghasilkan distribusi vertikal nilai εm seperti berikut:
(53)
y y -1 ky y y 1 u ky 0 0 * 0 m = − = ∗ u (2.61)
Mensubsitusi Persamaan(2.61) ke Persamaan difusi (2.52) memberikan
dy dC y y ky u − − = − = ∗ 0 m 1 dy dC CW (2.62) Menyusun kembali
(
y y)
y dy k u Wy C dC − = ∗ 0 0 (2.63)dan mengintegrasikan dari tinggi referensi a (lihat Gambar 2.11) untuk tinggi sembarang y memberikan
z a y a y a y y y C C − − = 0 0 (2.64)
Gambar 2.11 adalah grafik pembuktian Persamaan (2.64) dimana
k u W z ∗ = .
Gambar 2.12 ini memprediksi variasi vertikal suatu konsentrasi sedimen untuk nilai parameter z yang berbeda.
Discharge sedimen per unit lebar, gss, melalui elemen ketinggian dy adalah
∫
= 0
y
a y
ss C udy
(54)
Einstein (1950) mengintegrasikan Persamaan ini dengan menggunakan Persamaan(2.64) untuk Cy dan Persamaan kecepatan logaritmatik.
Gambar 2.12 Distribusi konsentrasi vertikal relatif C/C. Bandingkan dengan persamaan. Untuk bentang sungai yang besar ukuran dan nilai z (Vanoni,1975).
2.7 Total Sedimen Load
Bagian ini menampilkan formula Colby, formula Ackers-White, dan formula Yang. Ketiga formula tersebut dipilih untuk menggambarkan total sedimen load (bed
(55)
2.7.1 Formula Colby’s
Colby (1964) merekomendasikan diagram pada Gambar 2.12 dan Gambar 2.13 berdasarkan investigasi sedimen transport load sebagai fungsi dari kecepatan
aliran rerata, kedalaman, viskositas, temperatur air, dan konsentrasi sedimen halus
dari debit pasir per ft lebar saluran. Debit material dasar dapat ditentukan dengan formula Colby (Colby,1964)
(
V V)
(
1(
AF 1)
CF)
0.672A
gs = − c B + − (2.66)
Gambar 2.13 Efek taksiran dari temperatur air dan konsentrasi sedimen halus dalam hubungan debit pasir dengan kecepatan rata-rata (Colby,1964). Grafik (a) berdasarkan ukuran sedimen 0.2 sampai 0.3 mm. Untuk ukuran sedimen yang lain, faktor koreksi diperlukan dari grafik (b) (dari Shen dan Julien,1993).
(56)
Gambar 2.13 Hubungan antara debit pasir dengan kecepatan rerata untuk 6 ukuran median 1 dari pasir dasar, 4 kedalaman aliran, dan temperatur air 600F (Colby,1964.)(dari Shen dan Julien,1993).
dimana
A = Koefisien yang berhubungan dengan D50
AF = Koefisien pengatur untuk temperature air dan konsentrasi dari sedimen
halus (Gambar 2.13a berdasarkan ukuran sedimen dari 0.2 sampai 0.3 mm. Untuk ukuran lain, koreksi CF, dari Gambar 2.13b diperlukan)
(57)
CF = efek persentase untuk ukuran partikel medium yang berbeda
(Gambar 2.13b)
V = kecepatan rerata, m/dtk
Vc = kecepatan kritis, m/dtk
d = kedalaman rata-rata, m
D50= ukuran partikel, mm, dimana 50 persen dari berat suatu material
dasar adalah lebih halus.
B = eksponen yang memiliki nilai
( )
1,0 untuk5 ,
2 <
= V-Vc
B (2.67a)
( )
1,0 untuk453 ,
1 50 0138 ≥
= −
c .
V-V D
B (2.67b)
Prosedur berikut digunakan dalam mengevaluasi debit material dasar : Langkah 1 Hitung kecepatan kritis, Vc’
33 0 50 1 0
4673 ,
0 . .
c d D
V = (2.68)
Langkah 2 Tentukan eksponen B dengan nilai (V-Vc). Langkah 3 Tentukan nilai A:
Untuk D50 = 0.1 mm A = 1.453 d0.61
D50 = 0.2 mm A = 1.329 d0.48
D50 = 0.3 mm A = 1.4d0.3
D50 = 0.4 mm A = 1.26 d0.3
D50 = 0.8 mm A = 1.099 d0.3
Langkah 4 Tentukan faktor koreksi (CF) dari Gambar 2.13
Langkah 5 Tentukan koefisien, AF, dari kurva koreksi pada Gambar 2.13 Langkah 6 Hitung gs menggunakan Persamaan (2.66)
(58)
2.7.2 Formula Ackers-White
Ackers dan White (1973) mengembangkan fungsi debit sedimen yang umum dalam 3 grup tak berdimensi: Dg (ukuran), Fgr (mobilitas), dan Ggr (debit). Prosedur
perhitungan konsentrasi debit material dasar adalah sebagai berikut: Langkah 1 Hitung diameter butiran tak berdimensi menggunakan:
(
)
132 50 1 − = v S g D
Dgr g (2.69)
dimana
D50 = ukuran median partikel, dalam m
g = percepatan gravitasi, m/dtk2
Sg = specific gravity sedimen
V = viscositas kinematik, m2/dtk
Langkah 2 Tentukan nilai parameter a, CA, n, dan m yang digunakan dalam
Persamaan(2.72) yang berkaitan dengan Dgr, yang dihitung untuk 2 kisaran ukuran
material dasar. Untuk ukuran menengah, 1 ≤ Dgr ≤ 60, Dgr = 1 (0.04 mm ukuran
lanau) sampai Dgr = 60 (2.5 mm ukuran pasir):
(
log)
3.53 log 86 . 2 log 34 . 1 66 . 9 14 . 0 23 . 0 log 56 . 0 00 . 1 2 − − = + = + = − = gr gr A gr gr gr D D C D m D A D n (2.70)(59)
untuk ukuran lebih kasar, Dgr > 60: n = 0.00
A = 0.17
m = 1.5
CA = 0.025
Langkah 3 Hitung mobilitas partikel, Fgr:
(
)
n g n * gr D d V S gD u − − = 1 50 50 log 32 1F (2.71)
dimana
d = kedalaman rata-rata, m
u* = shear velocity (τ0/ρ)1/2, m/dtk V = kecepatan rerata, m/dtk
α = koefisien Persamaankekasaran turbulen dengan nilai 10 n = transisi eksponen tergantung ukuran sedimen
Langkah 4 Hitung parameter sedimen transport, Ggr : m gr A gr A F C G −
(60)
Langkah 5 Hitung konsentrasi bed material discharge: = d u V D S G C n g gr * 50 6
10 (2.73)
dimana
C adalah konsentrasi dari bed material discharge, dalam bagian per juta (ppm) berat
Langkah 6 Merubah konsentasi menjadi unit yang cocok:
( )
(
)
cfsftg ft gal . ppm gal lbs/ . ppm C
gs = × × 3 ×
6 1 48 7 1 10 34 8 (2.74)
2.7.3 Formula Yang Unit Stream Power 2.7.3.1 Formula Pasir Yang
Yang mengembangkan Persamaanuntuk menghitung konsentrasi bed material discharge. Persmaan ini diaplikasikan untuk dasar pasir sungai dan berdasarkan analisa dimensi dan konsep unit stream power. Yang mendefenisikan unit stream power sebagai ukuran energi potensial yang tidak teratur per unit berat air, memperlihatkan hasil dari velocity dan kemiringan.
unit dimensi stream power untuk transportasi pasir Yang (1973) sebagai berikut: − − − + − − = W S V W VS W u . v WD . . W u . v WD . . C cr * * log log 314 0 log 409 0 799 1 log 475 0 log 286 0 435 5 log 50 50 (2.75)
(61)
dimana dimensi velocity kritis saat incipient motion dapat dituliskan sebagai berikut: 70 2 1 untuk 66 0 06 0 log 5 2 50 50 < < + − = v D u . . . v D u . W V * * cr (2.76a) v D u . W
Vcr * 50
70 untuk 05
2 ≤
=
(2.76b)
dimana
C = konsentrasi bed material discharge (ppm oleh berat)
W = Rata-rata fall velocity (m/dtk) partikel sedimen dengan diameter D50
D50 = ukuran partikel (m)
v = kinematik viscosity (m2/dtk)
u* = shear velocity (m/dtk); u∗ = τ0 ρ V = Rata-rata velocity (m/dtk)
S = energi kemiringan
Vcr = Rata-rata aliran velocity (m/dtk) saat incipient motion
2.7.3.2 Formula Gravel Yang
dimensi unit stream power formula Yang (1984) untuk transportasi kerikil yaitu: − − − + − − = W S V W VS W u v WD W u v WD C cr log log 282 . 0 log 305 . 0 784 . 2 log 816 . 4 log 633 . 0 681 . 6 log * 50 * 50 (2.77)
(62)
Untuk menghitung total discharge dari golongan material (menggunakan formula kerikil atau pasir), konsentrasi total bed-material discharge dapat dihitung menggunakan:
i n
i bC
i
C
∑
=
=
1
(2.78)
dimana
n = nilai dari ukuran pecahan di bed material
ib = berat pecahan dari bed material
(63)
BAB III
KONDISI FISIK DAN LINGKUNGAN PERAIRAN BELAWAN
3.1 Kondisi Umum Pelabuhan Belawan
Area pelabuhan Belawan dimulai dari daerah Tanjung Betung Camar di Utara dan memanjang mengukuti garis pantai hingga muara sungai Belawan dan sungai Deli.
Fasilitas dermaga pelabuhan Belawan berada pada daerah :
• Belawan Lama (dermaga 001 – 008); melayani kapal antar pulau dan lokal yang membawa general cargo serta kebutuhan makanan.
• Tambatan Antar Pulau Ujung Baru (dermaga 101 -104); melayani kapal antar pulau yang membawa general cargo dan tongkang. Sistem instalasi conveyor dan hopper terdapat pada dermaga 104 (untuk pembongkaran pupuk).
• Ujung Baru (dermaga 105 – 114); merupakan dermaga dengan panjang 1275 m dan kedalaman sampai -10 m LWS. Dermaga di Ujung Baru ini melayani sebagian besar cargo yang melalui pelabuhan Belawan (34% general cargo, 45% curah cair, dan 23% curah kering). Dermaga 105 dan 106 merupakan dedicated berth untuk melayani muatan minyak sawit secara terpadu. Dermaga 114 dimanfaatkan juga untuk tambatan kapal penumpang, dan terminal penumpang berada pada sisi darat dermaga ini.
(64)
• Kolam Citra (dermaga 201 – 203, dermaga Semen Andalas dan dermaga IKD). Dermaga 201 – 203 digunakan untuk general cargo domestik sedangkan dermaga semen Andalas dan IKD untuk membongkar semen curah kering dan cair lainnya. Dermaga ini mempunyai kedalaman – 6 m LWS sampai – 7 m LWS.
• Jetty Pertamina; untuk melayani tanker bahan baker migas yang
dioperasikan oleh Pertamina, dapat menampung kapal sampai 17.000 DWT.
(65)
G
am
ba
r 3.
1
K
ondi
si
P
el
abuha
n B
el
aw
an E
ks
is
ti
(66)
3.2 Kondisi Topografi dan Bathimetri
3.2.1 Kondisi Topografi di pelabuhan Belawan :
Pelabuhan Belawan terletak 03° 47’ Lintang Utara dan 98° 42’ Bujur Timur pada semenanjung yang dibatasi sungai Belawan di bagian Utara dan sungai Deli di Selatan. Kondisi topografi di semenanjung adalah daratan pantai alluvial landai dengan lebar 40 km, yang meninggi kearah daratan tinggi dengan kemiringan 0 – 2 %.
3.2.2 Kondisi Bathimetri di pelabuhan Belawan :
Daerah pantai disekitar palabuhan Belawan terdiri dari hutan mangrove dengan jenis tanah Lumpur hingga 3,5 km kea rah lepas pantai. Selepas itu kondisi pantai mencapai kemiringan 1: 500 hingga kedalaman – 20 m. Laut dengan kedalaman – 20 m memanjang hingga 10 km kearah Timur Laut hingga muara sungai Belawan. Kontur batimetri disajikan dalam Gambar 3.2.
3.2.3 Kondisi Geoteknik
Berdasarkan studi terdahulu diketahui tipikal lapisan tanah yang diperoleh dari penyelidikan pada berbagai studi tersebut. Tipikal lapisan tanah tersebut disajikan dalam Gambar 3.3.
(67)
(68)
Gambar 3.3 Tipikal Borlog Tanah di Pelabuhan Belawan
Sumber : Port of Belawan Technical Assistence TA No. 2386 – INO, Final Report, Volume I, November 1996
3.3 Kondisi Klimatologi
3.3.1 Umum
Sumatera Utara terletak di wilayah khatulistiwa dimana tekanan udara rendah dan mempunyai iklim tropical. Perubahan iklim sangat kecil sehingga iklim harian dapat diprediksi dengan mudah. Curah hujan > 150 mm terjadi pada bulan September s/d Januari dan < 150 mm terjadi di bulan Februari s/d Agustus. Dalam kondisi khusus hujan lebat kadang terjadi di sepanjang garis pantai.
(69)
3.3.2 Temperatur dan Kelembaban
Suhu udara harian di Belawan berkisar antara 22° C – 33° C dengan kelembaban sangat tinggi dengan rata-rata 82%.
3.3.3 Angin
Angin dominan adalah angin muson timur-laut yang bertiup sepanjang Bulan November hingga Bulan Maret. Sedangkan angin muson barat datya bertiup dari Juni hingga September dengan kekuatan rata-rata di Selat Malaka 10 knots. Berdasarkan windrose pada Gambar 3.4 persentase kejadian angin dominan adalah arah Timur Laut sebesar 33.33 % dari total kejadian berangin. Total kejadian berangin adalah 45 % dari kejadian total.
3.3.4 Curah Hujan
Rata-rata curah hujan bulanan di Medan untuk perioda ulang 25 tahun (1952 – 1977) bervariasi antara 100-260 mm/bulan. Dari data tersebut diketahui pula bahwa rata-rata curah hujan bulanan lebih tinggi diantara Bulan September hingga Bulan Desember.
Dari grafik pada Gambar 3.5 dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi curah hujan maka pengendapan yang terjadi akan semakin besar. Sebagai contoh, curah hujan di Sungai Deli dan Belawan pada tahun 1977 mencapai maksimum 500 mm/bulan, pada saat itu debit Sungai Deli 38 m3 s dan
diidentifikasikan terjadi pengendapan dalam jumlah yang besar di muara kedua sungai (Pelabuhan Belawan).
(70)
Gambar 3.4 Windrose di Pelabuhan Belawan
Angka di dalam lingkaran
Menunjukkan prosentase kejadian tidak berangin terhadap kejadian total
(71)
Gambar 3.5 Grafik Hubungan Curah Hujan, debit Sungai Deli dan Belawan dengan pengendapan di alur
3.4 Hidrooseanografi 3.4.1 Pasang Surut
Pasang surut di Belawan termasuk pasang surut tipe semi diurnal. Elevasi muka air acuan di daerah Belawan berdasarkan literatur adalah sebagai berikut:
Highest High Water Springs HHWS + 2.9 m
Mean High Water Springs MHWS + 2.4 m
Mean High Water Neaps MHWN + 1.8 m
Mean Sea Level MSL + 1.5 m
Mean Low Water Neaps MLWN + 1.2 m
Mean Low Water Springs MLWS + 0.5 m
Low Water Springs LWS + 0.0 m
Lowest Low Water Springs LLWS - 0.1 m
3.4.2 Gelombang
Gelombang dibentuk oleh angin karena adanya proses pengalihan energi dari angin ke badan laut melalui permukaannya. Karena sifat air yang tidak dapat menyerap energi, maka energi ini diubah kedalam bentuk gelombang yang kemudian dibawa ke pantai. Di pantai energi ini dilepaskan dengan
(72)
pecahnya gelombang. Gelombang yang dibangkitkan dengan angin adalah sumber yang utama dalam pemasukan energi ke daerah pesisir dan merupakan penyebab utama dalam proses perubahan bentuk pantai.
Gelombang yang terjadi di sepanjang garis pantai Belawan berasal dari gelombang laut dalam dari arah utara ke timur laut, yang dibangkitkan sesuai fetch di perairan Selat Malaka. Gelombang ini terjadi pada saat muson timur laut yang terjadi dari November hingga Maret. Gelombang ini merupakan gelombang signifikan yang merupakan penyebab utama terjadinya sedimenasi di pintu masuk alur pelayaran Belawan.
3.4.3 Sedimen
Pada studi Hidraulik fase I di Pelabuhan Belawan telah dilakukan suatu studi untuk mengetahui jenis sedimen dasar laut sepanjang alur masuk Pelabuhan Belawan. Secara garis besar, sedimentasi yang terjadi di Pelabuhan Belawan berdasarkan studi tersebut adalah sebagai berikut:
3.4.3.1 Kandungan sedimen pada sungai
Dari studi hidraulik di identifikasi bahwa kandungan sedimen pada sungai menyumbang sebanyak 17% dari jumlah total material pada alur masuk pelabuhan.
3.4.3.2 Kandungan Litoral (litoral drift)
Lumpur yang terbawa oleh gelombang membentuk suatu lapisan sedimen konsentrasi tinggi pada dasar laut. Yang mana lapisan tersebut akan dibawa oleh arus masuk pelabuhan.
(73)
Pengendapan di alur masuk pelabuhan disebabkan oleh gelombang yang membawa lumpur dari pantai ke dasar laut. Material sedimen ini terbawa oleh arus pasang surut dan arus yang sejajar pantai dan terendapkan di alur masuk pelabuhan.
3.4.3.3 Transport Sedimen di Pantai
Seperti yang telah dijabarkan diatas akan terdapat partikel-partikel sedimen dari aliran yang berasal dari hulu pada lapisan bagian bawah Sungai Belawan. Terdapat sedimen layang dengan konsentrasi tinggi pada lapisan bagian bawah yang berbatasan langsung dengan sungai. Hal ini yang paling menentukan dalam besar transport sedimen di sungai. Sedimen tersebut terbawa sampai ke kolam pada saat pasang tertinggi dan terendapkan pada saat surut.
Analisis jenis sedimen dasar didasarkan pada tekstur butiran yang merupakan keadaan permukaan sedimen yang bersangkutan. Jenis butiran dibagi dalam beberapa kelompok: kerikil (gravel), pasir (sand), lanau (silt), dan lempung (clay). Dalam sistem klasifikasi sedimen berdasarkan tekstur butiran, diberi nama atas dasar komponen utama yang dikandungnya, misalnya lempung berpasir (sandy clay) dll.
Sesuai dengan data yang diperoleh yaitu D10, D30, D50, D60, dan Cu dan Cc. Maka disusun klasifikasi sedimen yang terdapat di setiap stasiun. Sistem klasifikasi yang digunakan dengan menggunakan pendekatan USDA sesuai dengan gambar 3.6.
(74)
Menurut USDA klasifikasi yang sesuai adalah sebagai berikut: Pasir : butiran dengan diameter 2,0 sampai dengan 0,05 mm Lanau : butiran dengan diameter 0,05 sampai dengan 0,002 mm Lempung : butiran dengan diameter lebih kecil dari 0,002 mm
Gambar 3.6 Klasifikasi Tanah menurut USDA
3.6 Pengerukan
Sungai Belawan membawa sedimen dalam jumlah yang banyak yang terendapkan di sepanjang pantai dan muara. Alur masuk pelabuhan Belawan dan Kolam Citra mempunyai kadar sedimenasi yang tinggi, sehingga diperlukan
(75)
pemeliharaan yang berupa pengerukan berkala sebanyak 2 kali setahun untuk alur pelayaran dan 1 kali setahun untuk kolam pelabuhan. Pengerukan selalu diawali dengan survey batimetri dengan cara sounding alur dan kolam palabuhan yang disebut dengan istilah predredging, untuk mengetahui volume sedimen yang akan dikeruk. Setelah pengerukan juga dilakukan sounding sebagai prosedur pemeriksaan yang disebut dengan istilah final sounding.
(76)
BAB IV
ANALISA DATA
4.1 Perhitungan Hasil Analisis Data 4.1.1 Distribusi Ukuran Sedimen
Data dalam penelitian ini diambil dari laporan investigasi LPPM ITB, 2003. Terdapat 20 stasiun pengamatan di laporan tersebut yang mencakup sekitar perairan pelabuhan Belawan. Berikut akan diuraikan analisa distribusi butiran sedimen untuk satu buah sampel dari sebuah stasiun pengamatan. Hasil analisa keseluruhan sampel dari seluruh stasiun akan dirangkum kemudian.
Tabel 4.1 Sampel Stasiun 1 Diameter Ayakan
(mm)
% Berat Tertahan
% Lolos
4,750 - 100,00
2,000 5,96 94,04
0,850 7,32 86,71
0,425 8,64 78,07
0,250 30,81 47,26
0,106 41,62 5,64
0,075 3,98 1,66
(77)
(78)
Tabel 4.1 dan Gambar 4.1 menunjukkan tabel hasil analisa ayakan dan Gambar kurva distribusi kumulatifnya. Dari Gambar 4.1 dapat ditemukan diameter sedimen berikut D84 = 0,50 mm, D65 = 0,34 mm, D50 = 0,26 mm, D16 = 0,16 mm
Kemudian Tabel 4.2 dan Tabel 4.3 Menunjukkan perhitungan nilai tengah D dan variannya σ2. Nilai rata-rata dihitung berdasarkan tabel dibawah ini:
Tabel 4.2
Nilai Rata-rata
( )
( )
1,013mm 11 =
∆ ∆ =
∑
∑
= =
k
i k
i
Xi Xi f
Xi Xi Xif d
Nilai varian dapat dihitung berdasarkan tabel dibawah ini: Tabel 4.3
I Xi (Xi – X)2 F(Xi)(%) ∆Xi (Xi – X)2f(Xi)
1 0,000 0,000 0,00 0,75 0,000
2 0,075 0,198 3,98 0,031 0,788
3 0,106 0,171 41,62 0,144 7,117
4 0,250 0,072 30,81 0,175 2,218
5 0,425 0,009 8,64 0,425 0,077
6 0,850 0,108 7,32 1,15 0,091
7 2,000 2,191 5,96 2,00 13,058
Σ 4,675 Σ 23,349
I Xi F(Xi) ∆Xi Xif Xif(Xi)
1 0,000 0,00 0,75 0,000 0,000
2 0,075 3,98 0,031 0,2985 0,009
3 0,106 41,62 0,144 4,4117 0,635
4 0,250 30,81 0,175 7,545 1,320
5 0,425 8,64 0,425 3,672 1,560
6 0,850 7,32 1,15 6,222 7,155
7 2,000 5,96 2,00 11,92 23,84
(1)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 -16
-14 -12 -10 -8 -6 -4 -2 0
Kedalaman
Stasiun
Fall Velocity
batimetri awal sedimentasi
Gambar 4.9 Grafik hasil perhitungan Fall velociti pada setiap stasiun
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
-16 -14 -12 -10 -8 -6 -4 -2 0
kedalaman
Stasiun
Bed Load
Sedimentasi Batimetri awal
(2)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 -16
-14 -12 -10 -8 -6 -4 -2 0
Kedalaman
Stasiun
Suspended Load
Sedimentasi Batimetri awal
Gambar 4.11 Grafik hasil perhitungan suspended load pada setiap stasiun
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
-16 -14 -12 -10 -8 -6 -4 -2 0
Kedalaman
Stasiun
Total Load
Sedimentasi Batimetri awal
(3)
Tabel 4.8 Hasil perhitungan analisis potensi erosi Belawan setiap stasiun
Stasiun
Analisa
potensi erosi
solusi 1 solusi 2 solusi 3 solusi 4
1 2.755174685 16.73986729 6.368552465 379.3697862
2 5.061579097 5.125206835 13.26036515 569.2085213
3 2.755174685 3.31871827 6.368552465 379.3697862
4 2.755174685 1.368968336 7.423264899 379.3697862
5 2.755174685 3.416804556 6.688543461 379.3697862
6 2.676455408 15.81853961 6.075101387 379.3697862
7 1.003619574 3.675896429 6.332882093 189.5972603
8 1.003619574 1.587838008 4.158614506 189.5972603
9 1.003619574 2.796349157 5.042301424 189.5972603
10 1.003619574 1.894676101 6.903255274 189.5972603
11 1.003619574 4.832091344 4.420121715 189.5972603
12 1.003619574 9.220725651 7.57326543 189.5972603
13 2.838664827 18.4414513 15.14653086 379.3697862
14 2.838664827 11.97807398 15.14653086 379.3697862
15 0.974101351 1.708402278 6.332882093 189.5972603
16 2.755174685 5.592698314 10.08460285 379.3697862
17 2.838664827 3.789352201 13.80651055 379.3697862
18 2.755174685 4.234888669 15.14653086 379.3697862
19 2.755174685 4.001809155 10.08460285 379.3697862
20 2.755174685 4.234888669 15.14653086 379.3697862
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
-25 -20 -15 -10 -5 0
Kedalaman
Stasiun
Potensi Erosi
Batimetri Awal Erosi
(4)
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5. 1 Kesimpulan
Dari hasil pengerjaan tugas akhir ini, maka dapat diambil beberapa poin kesimpulan sebagai berikut
1. Hasil analisis butiran menunjukkan bahwa ukuran butiran (D50) di setiap
stasiun berkisar antara 0,13 s/d 0,27 mm. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat dua fraksi sedimen yaitu pasir halus dan lumpur halus. Persentase pasir tinggi pada stasiun 1 sampai stasiun 8, yang berada di bagian luar muara atau perairan pelabuhan. Presentase lumpur tinggi pada stasiun 9,10,12,14 dan 20 yang berada di kolam pelabuhan atau bibir muara sungai Belawan dan sungai Deli. Tingginya persentase lumpur pada stasiun yang berada di bibir muara karena perairan ini terlindung dari pengaruh gelombang laut, vegetasi hutan mangrove serta banyaknya bahan organik yang dibawa air sungai menumpuk di perairan ini
2. Berdasarkan nilai fall velociti terbesar yaitu 0,086 m/s, maka dapat ditentukan lokasi pengendapan yang terbesar yaitu pada stasiun 3 dan stasiun 5.
3. Berdasarkan hasil perhitungan analisis potensi erosi dengan nilai 506,15, maka dapat ditentukan lokasi erosi tebesar yaitu pada stasiun 2.
(5)
4. Berdasarkan hasil perhitungan standart deviasi yaitu pada stasiun 1 bernilai 0,5, maka kondisi perairannya bersortir baik. Sedangkan pada stasiun 2,3,4,5 dan 8 bernilai ≥ 0,5 dinyatakan bersortir sedang. Dan stasiun 6,7,9 sampai stasiun 20 bersortir jelek karena bernilai ≥ 1.
5. Berdasarkan hasil perhitungan distribusi sedimen, nilai skewness pada setiap stasiun adalah positif yaitu mengindikasikan bahwa distribusi condong kepada ukuran phi yang besar (ukuran butiran yang kecil). Dapat dinyatakan bahwa lingkungan perairan pelabuhan belawan adalah lingkungan deposisi.
5.2 Saran
Untuk pengembangan Pelabuhan Belawan dianjurkan kearah laut (reklamasi) karena pengaruh sedimen dari Sungai Belawan dan Sungai Deli berkurang bila jauh dari muara sungai.
(6)
DAFTAR PUSTAKA
Bowles, J.E. (1993). Sifat-sifat Fisis dan Geoteknis Tanah (Mekanika Tanah). Penerbit Erlangga. Jakarta.
Efriyeldi. (1999). Sebaran Spasial Karakterteristik Sedimen dan Kualitas Air Muara
Sungai Bantan Tengah, Bengkalis Kaitannya dengan Budidaya KJA (Keramba Jaring Apung). Fakultas Perikanan, Universitas Riau.
Hafiz. (2006). Kajian Endapan di Kawasan Dermaga SDE Pasir Gudang
Menggunakan Data Batimetri Berbilang Epok. Fakulti Kejuruteraan Awam,
Universiti Teknologi Malaysia. .
Halcrow, S.R. and Partners. (1975). Belawan, Engineering Studies and
Investigation.
Kelompok Kerja Erosi dan Sedimentasi. (2002). Kajian Erosi dan Sedimentasi pada
DAS Teluk Balikpapan, Kalimantan Timur.
Kodoatie. R.J. (2001). Hidrolika Terapan, Aliran Pada Saluran Terbuka dan Pipa. Penerbit ANDI Yogyakarta.
Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat ITB. (2003). Laporan Akhir
Investigasi Pelabuhan Belawan. Bandung.
Mays, L.W. (2005).Water Resource Engineering. Jhon Wiley & Sons Inc, Hoboken, New Jersey.
Pulungan, M.S. (2007). Model One-Line untuk Analisa Pergerakan Garis Pantai. Fakultas Teknik, Jurusan Teknik Sipil, Universitas Sumatera Utara, Medan.
P.T. (Persero) Pelabuhan Indonesia I. (2006). Master Plan Pelabuhan Belawan. Sumatera Utara, Indonesia.
Soemardi, dan Bimarso, W. (1985). Aspek-aspek hidraulik dalam Pengembangan
Pelabuhan Belawan. Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) II HATHI, Surabaya.
Soemarto, C.D. (1987). Hidrologi Teknik. Usaha Nasional, Surabaya.
Yang, C.T. (2003). Sedimen Transport. Kieger Publishing Company, Malabar, Florida.